-
DISTRIBUSI SPASIAL KEBUTUHAN KAPUR BERDASARKANNILAI S
POS TANAH UNTUK TAMBAK DI KABUPATEN PANGKEP
PROVINSI SULAWESI SELATAN
Akhmad Mustafa dan Erna Ratnawati
Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air PayauJl. Makmur
Dg. Sitakka No.129, Maros 90512, Sulawesi Selatan
E-mail: [email protected]
(Naskah diterima: 4 Januari 2012; Disetujui publikasi: 8 Mei
2012)
ABSTRAK
Kabupaten Pangkep Provinsi Sulawesi Selatan telah ditetapkan
sebagai salah satuwilayah pengembangan kawasan minapolitan di
Indonesia, namun sebagian tanahtambaknya tergolong tanah bermasalah
(tanah sulfat masam dan tanah gambut) yangdicirikan dengan pH tanah
yang rendah sehingga menjadi faktor pembatas dalampeningkatan
produktivitas tambaknya. Oleh karena itu, dilakukan penelitian
yangbertujuan untuk menentukan distribusi spasial kebutuhan kapur
berdasarkan nilaiSPOS tanah tambak agar produktivitas tambak dapat
meningkat dan berkelanjutan diKabupaten Pangkep. Penelitian
dilaksanakan di kawasan tambak Kabupaten Pangkepdengan metode
survai melalui pengukuran dan pengambilan contoh tanah pada 83titik
pengamatan di kedalaman tanah 0-0,2 m. Peubah kualitas tanah yang
diukur dilapangan adalah pHF dan pHFOX, sedangkan yang dianalisis
di laboratorium adalah SP,SKCl, SPOS, pirit, dan bahan organik.
Kebutuhan kapur didasarkan pada nilai SPOS tanahdengan
mempertimbangkan berat volume tanah. Program ArcView 3.2 digunakan
untukpembuatan peta distribusi spasial SPOS tanah, berat volume
tanah, dan kebutuhankapur dengan memanfaatkan citra ALOS AVNIR-2
akuisisi 28 Juli 2008. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa tanah
tambak di Kabupaten Pangkep dicirikan oleh berat volumetanah yang
diprediksi berdasarkan bahan organik tanah, berkisar antara 0,20
dan 1,25g/cm3 dengan rata-rata 0,75 g/cm3 dan SPOS tanah berkisar
antara 0,02% dan 3,47%dengan rata-rata 1,20%. Kebutuhan kapur
setara CaCO3 untuk tanah tambak berkisarantara 0,12 dan 53,04
ton/ha dengan rata-rata 13,01 ton/ha, di mana kebutuhankapur yang
tinggi dijumpai di bagian selatan Kabupaten Pangkep (Kecamatan
MinasaTe’ne, Pangkajene, Bungoro, Labakkang, dan Ma’rang).
KATA KUNCI: distribusi spasial, kebutuhan kapur, tanah, tambak,
KabupatenPangkep
ABSTRACT: Spatial distribution of lime requirement based on soil
sPOS valuefor brackishwater ponds in Pangkep Regency South
SulawesiProvince. By: Akhmad Mustafa and Erna Ratnawati
Pangkep Regency South Sulawesi Province has been established as
one of theminapolitan area development in Indonesia, but some of
brackishwater pond soil wasclassified as problematic soil (acid
sulfate soil and peat soil) which is characterizedby a low pH, so
that it becomes a limiting factor in increasing the productivity
ofbrackishwater ponds. Therefore, a research was conducted aimed at
determining thespatial distribution of lime requirement based on
soil SPOS value in order to increase
Distribusi spasial kebutuhan kapur berdasarkan ..... (Akhmad
Mustafa)
293
-
productivity and sustainability of brackishwater ponds in
Pangkep Regency. Researchwas carried out in the brackishwater ponds
of Pangkep Regency with survey methodsthrough measurement and soil
sampling at 83 sampling points at 0-0.2 m of soildepth. Soil
quality variables measured in the field are pHF and pHFOX, while
thoseanalyzed in laboratory are SP, SKCl, SPOS, pyrite, and organic
matter. Lime requirementis based on soil SPOS value considering the
bulk density of soil. ArcView 3.2 program wasused to make the
spatial distribution of soil SPOS, bulk density, and lime
requirementutilizing ALOS AVNIR-2 image acquisition of 28 July
2008. The results showed that thepredicted bulk density of soil
based on soil organic matter, ranged from 0.20 to 1.25g/cm3 with an
average of 0.75 g/cm3 and soil SPOS ranged from 0.02 to 3.47% with
anaverage of 1.20%. Lime requirement equivalent CaCO3 for
brackishwater pond soilranged from 0.12 to 53.04 tonnes/ha with an
average of 13.01 tonnes/ha, where highlime requirement found in the
southern Pangkep Regency (Sub-districts Minasa Te’ne,Pangkajene,
Bungoro, Labakkang, and Ma’rang).
KEYWORDS: spatial distribution, lime requirement, brackiswater
pond,soil, Pangkep Regency
PENDAHULUAN
Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautandan Perikanan Republik
Indonesia NOMOR KEP.32/MEN/2010 tentang Penetapan
KawasanMinapolitan Kabupaten Pangkep (ProvinsiSulawesi Selatan)
telah ditetapkan sebagaisalah satu wilayah pengembangan
kawasanminapolitan di Indonesia dengan ikan bandeng(Chanos chanos)
dan rumput laut (Gracilariavarrucosa) sebagai komoditas
andalan.Tambak di Kabupaten Pangkep digunakanuntuk memproduksi
udang windu (Penaeusmonodon), udang api-api (Metapenaeusmonoceros),
ikan bandeng (Chanos chanos),ikan mujair (Tilapia mosambica), dan
ikanbetok (Anabas testudineus) (Anonim, 2009b).Tambak di Kabupaten
Pangkep mencapai luas12.199,30 ha; di mana 21,69 ha tergolongsangat
sesuai, 6.675 ha tergolong cukupsesuai, 5.502,61 ha tergolong
kurang sesuaidan 417,83 ha tergolong tidak sesuai untukbudidaya
tambak (Utojo & Mustafa, 2011). Salahsatu faktor pembatas
budidaya tambak diKabupaten Pangkep adalah kualitas tanah
yangtergolong tanah bermasalah.
Jenis tanah yang dijumpai di tambakKabupaten Pangkep adalah
tanah aluvial non-sulfat masam, tanah sulfat masam dan tanahgambut
serta asosiasi antara tanah sulfatmasam dan tanah gambut
(Rachmansyah &Mustafa, 2011). Ketika tanah sulfat masam
dantanah gambut yang mengandung pirit ter-ekspos atau teroksidasi
akan menyebabkanterjadinya penurunan pH tanah, peningkatankelarutan
unsur atau senyawa toksik danpengikatan unsur hara makro
sehingga
berdampak pada produktivitas tambak yangsangat rendah dan bahkan
tidak berproduksisama sekali.
Pemanfaatan tambak tanah bermasalah atautanah berpotensi masam
(tanah sulfat masamdan tanah gambut) agar berdaya guna danberhasil
guna dapat dilakukan melalui pen-dekatan: perbaikan kualitas tanah,
pemilihankomoditas, dan teknologi budidaya sertarekayasa tambak.
Perbaikan tanah bermasalahberupa peningkatan pH tanah dan
penurunankandungan unsur-unsur toksik dapat dilakukanmelalui
remediasi. Remediasi adalah suatuaktivititas atau proses yang
dilakukan untukmengurangi unsur-unsur toksik dalam tanah.Remediasi
yang dapat dilakukan berupa prosesoksidasi dan pembilasan tanah
serta penga-puran. Pengapuran pada tambak dimaksudkanuntuk
menetralisir kemasaman tanah danmeningkatkan total alkalinitas dan
totalkesadahan dalam air (Boyd et al., 2002).
Di bidang pertanian, berbagai metodetelah diperkenalkan dalam
penentuan ke-butuhan kapur. Swingle (1968) telah meng-adopsi metode
kebutuhan kapur dari bidangpertanian, yaitu dari Adams-Evans (Adams
&Evans, 1962) untuk diaplikasikan pada bidangperikanan yaitu
tanah tambak dam kolam. Boyd(1974), Boyd (1982), Boyd &
Hollerman (1982),Pillai & Boyd (1985) serta Boyd & Tucker
(1992)juga telah memperkenalkan metode kebutuhankapur yang
didasarkan pada pH dan teksturtanah untuk tanah tambak dan kolam.
Banyaklaboratorium tidak mengukur kebutuhan kapur,tetapi dapat
mengestimasi dosis kapurberdasarkan pH tanah (Boyd et al., 2002;
Boyd,
J. Ris. Akuakultur Vol. 7 No. 2 Tahun 2012: 293-306
294
-
2008). Namun demikian, dosis kebutuhankapur tersebut tidak dapat
diaplikasikan padatambak dengan tanah berpotensi masam (tanahsulfat
masam dan tanah gambut), sebab pHtanah yang jadi acuan berkisar
antara 5,0-7,5sedangkan pH tanah sulfat masam dan tanahgambut
biasanya kurang dari 4,0. Selain itu,potensi kemasaman yang ada
pada tanah sulfatmasam dan tanah gambut perlu menjadiperhatian
dalam penentuan kebutuhan kapur.Nilai SPOS (Peroxide Oxidisable
Sulfur) tanahyang diketahui dengan metode POCAS(Peroxide Oxidation
Combined Acidity andSulfate) telah digunakan oleh Ahern et
al.(1998b) untuk menentukan kebutuhan kapurpada tanah berpotensi
masam. Orndorff et al.(2008) telah menentukan kebutuhan kapurtanah
berpotensi masam dengan metodeyang berdasarkan nilai PPA (Peroxide
PotentialAcidity) tanah. Telah dilaporkan pula bahwaSPOS tanah dari
metode POCAS memiliki nilaiyang relatif sama dengan
menggunakanmetode POSA (Peroxide Oxidisable SulfuricAcidity) dari
Lin & Melville (1993) yang jugatelah digunakan dalam menentukan
kebutuhankapur untuk tanah berpotensi masam. Aplikasikebutuhan
kapur berdasar nilai SPOS tanah darimetode POCAS telah dilakukan
pada tanahsulfat masam, baik skala laboratorium (Mustafa,2007;
Mustafa & Sammut, 2007) maupun skalalapangan (Mustafa, 2007;
Tarunamulia &Mustafa, 2009). Berdasarkan uraian tersebut,maka
dilakukan penelitian yang bertujuanuntuk menentukan distribusi
kebutuhan kapurberdasarkan nilai SPOS tanah pada tambak
tanahberpotensi masam agar produktivitas tambakdi Kabupaten
Pangkep, Provinsi SulawesiSelatan dapat meningkat dan
berkelanjutan.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di KabupatenPangkep, Provinsi Sulawesi
Selatan. Lokasipenelitian adalah wilayah pesisir KecamatanMinasa
Te’ne, Pangkajene, Bungoro,Labakkang, Ma’rang, Segeri, dan
Mandalle(Gambar 1). Peta Rupabumi Indonesia skala1:50.000 dengan
nomor lembar 2011-31(Lembar Pangkajene), 2011-33 (Lembar
Segeri),dan 2011-22 (Lembar Balang Lompo) di-gunakan dalam
penelitian ini. Selanjutnyadilakukan analisis spasial dengan
meng-gunakan teknologi Sistem Informasi Geografis(SIG). Peta awal
berupa peta penutup/peng-gunaan lahan diperoleh dari hasil
klasifikasitidak terbimbing Citra ALOS (Advanced Land
Observing Satellite) AVNIR-2 (The AdvancedVisible and Near
Infrared Radiometer type 2)akuisisi 28 Juli 2008 dengan Program
ERMapper 7.1 yang diintegrasikan dengan petadasar dari peta
Rupabumi Indonesia. Data danreferensi yang diperoleh dari cek
lapangandigunakan untuk melakukan reinterpretasicitra hasil
klasifikasi dan peta awal. Prosesreinterpretasi menghasilkan luasan
tambakterkoreksi, selanjutnya dibuat peta akhir yangmenggambarkan
secara spasial sebarantambak dan penggunaan/penutup lahanlainnya di
Kabupaten Pangkep.
Pada saat pelaksanaan cek lapangan jugadilakukan pengambilan
contoh tanah secaraacak pada kedalaman 0-0,2 m dengan meng-gunakan
bor tanah. Kualitas tanah yang di-ukur secara in situ adalah pHF
(pH tanah yangdiukur langsung di lapangan) dengan pH-meter(Ahern
& Rayment, 1998) dan pHFOX (pH tanahyang diukur di lapangan
setelah dioksidasidengan hidrogen peroksida (H2O2) 30%) (Ahern&
Rayment, 1998). Untuk analisis peubahkualitas tanah lainnya, maka
contoh tanahyang ada dalam kantong plastik dimasukkandalam cool box
yang berisi es sesuai petunjukAhern & Blunden (1998a).
Sebelumnya, sisatumbuhan segar, kerikil, dan kotoran lainnyadibuang
dan bongkahan besar dikecilkandengan tangan. Contoh tanah diovenkan
padasuhu 80oC-85oC selama 48 jam (Ahern et al.,1996) untuk tanah
sulfat masam, sedangkancontoh tanah lainnya
dikeringanginkan.Setelah kering, contoh tanah dihaluskandengan cara
ditumbuk pada lumpang porselindan diayak dengan ayakan ukuran
lubang 2mm dan selanjutnya dianalisis di LaboratoriumTanah Balai
Penelitian dan PengembanganBudidaya Air Payau di Maros. Kualitas
tanahyang dianalisis di laboratorium meliputi: SP(sulfur peroksida)
(Melville, 1993; Ahern et al.,1998a; McElnea & Ahern, 2004a),
SKCl (sulfuryang diekstrak dengan KCl) (Melville, 1993;Ahern et
al., 1998a; McElnea & Ahern, 2004b),SPOS (SP-SKCl) (Ahern et
al., 1998a; Ahern &McElnea, 2004), pirit (Ahern et al., 1998a)
danbahan organik dengan metode Walkley & Black(Sulaeman et al.,
2005).
Berat volume atau bobot isi tanah diketahuiberdasarkan persamaan
yang didapatkan olehMustafa (2007) yaitu:
X = 1,7397 – 0,936 log bahan organik (%)
di mana:X = Berat volume (g/cm3)
Distribusi spasial kebutuhan kapur berdasarkan ..... (Akhmad
Mustafa)
295
-
Gambar 1. Peta titik-titik pengambilan contoh tanah di tambak
Kabupaten Pangkep ProvinsiSulawesi Selatan
Figure 1. Map of soil sampling points in the brackishwater ponds
of Pangkep Regency SouthSulawesi Province
765000 770000 775000 780000 785000 790000
765000 770000 775000 780000 785000 790000
9495
000
9490
000
9485
000
9480
000
9475
000
9470
000
9465
000
9460
000
9495
000
9490
000
9485
000
9480
000
9475
000
9470
000
9465
000
9460
000
Sumber Peta:- Citra ALOS AVNIR-2
Akusisi 2005- Peta RBI BAKOSURTANAL- Survey Lapangan 2010
N
Skala = 1 : 100.000
21 0 1
Kilometers
J. Ris. Akuakultur Vol. 7 No. 2 Tahun 2012: 293-306
296
-
Berat tanah hanya diperhitungkan sampaikedalaman 4 cm, sesuai
yang dilaporkan olehde Queiroz et al. (2004) bahwa kapur
yangdiberikan hanya memberikan pengaruh yangnyata sampai kedalaman
tersebut.
Oleh karena penentuan kebutuhan kapursetara CaCO3 oleh Ahern et
al. (1998b)diasumsikan bahwa CaCO3 itu memiliki ukuranyang sangat
halus sehingga tingkat efi-siensinya juga sangat tinggi. Kapur
yangtersedia di pasaran Indonesia termasuk diSulawesi Selatan
sangat bervariasi secarakimia dan fisik, maka nilai netralisasi
danefisiensi netralisasi kapur diperhitungkandalam penentuan
kebutuhan kapur denganmenggunakan data yang telah
dilaporkansebelumnya oleh Mustafa et al. (2010c).
Karena pengambilan contoh tanah dilapangan dilakukan secara
acak, maka secaraspasial data tersebar secara tidak teratur,
makadilakukan proses interpolasi terhadap titik-titikyang memiliki
data. Program ArcGIS 9.3 di-gunakan dalam interpolasi terhadap
datatanah yang ada pada kedalaman tanah 0-0,2 m(DeBusk et al.,
1994; Lin, 2008). Kebutuhankapur di tambak Kabupaten Pangkep,
ProvinsiSulawesi Selatan disajikan dalam bentuk tabeldan peta.
HASIL DAN BAHASAN
Telah disebutkan sebelumnya bahwatambak di Kabupaten Pangkep
sebagiandibangun pada tanah bermasalah yaitu tanahsulfat masam,
tanah gambut, dan tanah sulfatmasam yang berasosiasi dengan
tanahgambut. Tanah sulfat masam adalah namaumum yang diberikan
kepada tanah atausedimen yang mengandung bahan sulfidikatau pirit
(FeS2) (Sammut & Lines-Kelly, 2000;Lin et al., 2004; Schaetzl
& Anderson, 2005).Tanah tambak di Kabupaten Pangkep
dicirikandengan kandungan pirit yang berkisar darikurang dari 0,01%
sampai 6,56% dengan rata-rata 1,26% (Tabel 1). Tanah gambut adalah
tanahyang mengandung bahan organik lebih dari20% (bila tanah tidak
mengandung liat) ataulebih dari 30% (bila tanah mengandung liat
lebihbesar dari atau sama dengan 60%) (Soil SurveyStaff, 2001).
Kandungan organik tanah tambakdi Kabupaten Pangkep berkisar antara
0,31 dan35,43 dengan rata-rata 12,03%. Dikatakan olehBoyd et al.
(2002) bahwa tanah gambut adalahtanah yang mengandung karbon
organik lebihbesar 15% (bahan organik lebih besar 26%).
Pirit yang teroksidasi akan menghasilkanFe2+, SO4
2-, dan H+ yang merupakan sumberkemasaman yang harus
dinetralisir oleh kapur.
Tabel 1. Nilai peubah-peubah kualitas tanah (n= 83) dan
kebutuhan kapur untuk tanah tambakdi Kabupaten Pangkep Provinsi
Sulawesi Selatan
Table 1. Value of soil quality variables (n= 83) and lime
requirement for brackishwater pondssoil in the Pangkep Regency
South Sulawesi Province
Standar deviasi
Standard deviat ion
pHF 0.95 7.80 6.79 0.836
pHFOX 0.21 7.94 3.47 2.481
pHF-pHFOX 0.00 6.83 3.32 2.509
Bahan organik (Organic matter ) (%) 0.31 35.43 12.03 9.873
Berat volume (Bulk density ) (g/cm3) 0.20 1.25 0.75 0.308
SKCl (%) 0.02 1.63 0.47 0.423
SP (%) 0.05 4.12 1.67 1.222
SPOS (%) 0.02 3.47 1.20 0.915
Pirit (Pyrite ) (%)
-
Reaksi oksidasi dari pirit digambarkan olehSimón et al. (2005)
sebagai berikut:
terlihat bahwa kandungan SPOS tanah yangtinggi dijumpai di
tempat-tempat tertentudi Kecamatan Minasa Te’ne,
Pangkajene,Bungoro, Labakkang, dan Ma’rang. Di tambakKecamatan
Anggrek dan Kwandang (Kabu-paten Gorontalo Utara Provinsi
Gorontalo)dijumpai tanah sulfat dengan kandungan SPOStanah
masing-masing berkisar 0,31%-61,31%(rata-rata 7,09%) dan
0,06%-17,37% (rata-rata9,77%) (Mustafa & Pantjara, 2009) dan
diKabupaten Mamuju (Provinsi Sulawesi Barat)berkisar 0,15 dan
19,28% dengan rata-rata7,614% (Mustafa et al., 2010c).
Ada empat jenis kapur yang banyakdidapatkan di pasaran Provinsi
SulawesiSelatan yaitu: kapur bakar, kapur bangunan,kapur pertanian
(kaptan) dan dolomit (Mustafaet al., 2009). Namun demikian, jenis
kapur yangbanyak digunakan di tambak adalah dolomitdan kaptan. Di
Filipina, kapur bangunan(Ca(OH)2) digunakan pada tambak yang
baruberoperasi dan tambak yang memiliki pH 7 5,0(Cruz-Lacierda et
al., 2000). Kapur bakar (CaO),selain digunakan oleh usaha budidaya
udangsebagai disinfektan, juga digunakan untukperbaikan tanah dan
air yang diaplikasikansebagai kapur awal di tambak
KabupatenPesawaran Provinsi Lampung (Mustafa et al.,2010b).
Nilai netralisasi dan efisiensi netralisasiadalah faktor utama
yang dipertimbangkandalam memilih bahan penetral atau
kapur,sedangkan faktor lainnya adalah: kelarutan,pH, kandungan
kimia, kadar air, adanyakontaminan, ukuran butiran, harga,
biayapengiriman, dan biaya pengaplikasian(ASSMAC, 1998). Nilai
netralisasi dan efisiensinetralisasi kedua jenis dolomit dan
kaptanyang ada di pasaran terlihat pada Tabel 2. Nilainetralisasi
dolomit maupun kaptan yang di-dapatkan dalam penelitian ini lebih
rendahdaripada nilai netralisasi kapur standar yangdilaporkan oleh
Tisdale & Nelson (1975). Nilainetralisasi dan efisiensi
netralisasi dolomityang besarnya masing-masing 90,00 dan30,48%
telah didapatkan oleh Tarunamulia &Mustafa (2009). Telah
dilaporkan pula bahwakapur yang umum digunakan di tambak
memilikinilai netralisasi sebesar 85%-109% (Anonim,tanpa tahun).
Dikatakan pula bahwa, nilainetralisasi kapur sangat tergantung
padakomposisi dan ketidakmurniannya. Sebelum-nya, Mustafa (1996)
telah mendapatkanefisiensi netralisasi dolomit sebesar 63,0%.
Halini menunjukkan bahwa dolomit dan kaptan
Dari reaksi tersebut terlihat bahwa 2 molFeS2 akan menghasilkan
1 mol Fe
2+, 4 mol SO42,
dan 4 mol H+. Oleh karena itu, semakin tinggikandungan pirit
tanah, maka semakin tinggipula unsur dan senyawa penyebab
kemasamanyang dihasilkan sehingga kebutuhan kapurjuga semakin
tinggi. Reaksi kapur terhadapkemasaman tanah diilustrasikan oleh
Tisdale& Nelson (1975) dan Boyd (1995) seperti dibawah ini:
2FeS2 + 7O2 + 2H2O Fe2+ + 4SO4
2- + 4H+
CaCO3 + 2H+ Ca2+ + H2O + CO2
CaMg(CO3)2 + 4H+ Ca2+ + Mg2+ + 2H2O +
2CO2
Ca(OH)2 + 2H+ Ca2+ + 2H2O
CaO + 2H+ Ca2+ + H2O
Berat volume tanah tambak di KabupatenPangkep berkisar antara
0,20 dan 1,25 g/cm3
dengan rata-rata 0,75 g/cm3 seperti terlihatpada Tabel 1,
sedangkan distribusi spasialnyadapat dilihat pada Gambar 2. Pada
tambaktanah sulfat masam Kabupaten Luwu (Mustafa,2007) mendapatkan
berat volume tanah antara0,89 dan 1,16 g/cm3. Menurut Ahern &
Blunden(1998), bahwa berat volume tanah berkisarantara 0,2-2,0
g/cm3, berat volume tanah yangrendah dijumpai pada tanah gambut.
Dikatakanpula bahwa apabila berat volume tanah lebihbesar 1,0
g/cm3, maka faktor koreksi kapurakan meningkat. Dalam hal ini
kebutuhan kapurmeningkat dengan meningkatnya beratvolume tanah.
Berat volume tanah yang tinggiumumnya dijumpai pada tanah yang
mengan-dung bahan organik yang rendah. Bahanorganik adalah faktor
utama yang mem-pengaruhi berat volume tanah, terutama padatanah
yang tidak terganggu (Pitty, 1979). Telahdilaporkan pula oleh
Mustafa (2007) bahwaterdapat hubungan yang sangat erat
antarakandungan bahan organik dan berat volumetanah pada tanah
sulfat masam, dimanakandungan bahan organik tinggi dijumpai
padatanah dengan berat volume rendah.
Kandungan SPOS tanah di tambak Kabu-paten Pangkep berkisar
antara 0,02% dan6,56% dengan rata-rata 1,26% seperti terlihatpada
Tabel 1, sedangkan distribusi spasialnyadapat dilihat pada Gambar
3. Dari Gambar 3
J. Ris. Akuakultur Vol. 7 No. 2 Tahun 2012: 293-306
298
-
Gambar 2. Peta distribusi spasial berat volume tanah di tambak
Kabupaten Pangkep ProvinsiSulawesi Selatan
Figure 2. Map of distribution spatial of soil bulk density in
the brackishwater ponds ofPangkep Regency South Sulawesi
Province
765000 770000 775000 780000 785000 790000
765000 770000 775000 780000 785000 790000
9495
000
9490
000
9485
000
9480
000
9475
000
9470
000
9465
000
9460
000
9495
000
9490
000
9485
000
9480
000
9475
000
9470
000
9465
000
9460
000
Sumber Peta:- Citra ALOS AVNIR-2
Akusisi 2005- Peta RBI BAKOSURTANAL- Survey Lapangan 2010
N
Skala = 1 : 100.000
21 0 1
Kilometers
Distribusi spasial kebutuhan kapur berdasarkan ..... (Akhmad
Mustafa)
299
-
Gambar 3. Peta distribusi spasial SPOS tanah di tambak Kabupaten
Pangkep Provinsi SulawesiSelatan
Figure 3. Map of soil SPOS spatial distribution in the
brackishwater ponds of PangkepRegency South Sulawesi Province
765000 770000 775000 780000 785000 790000
765000 770000 775000 780000 785000 790000
9495
000
9490
000
9485
000
9480
000
9475
000
9470
000
9465
000
9460
000
9495
000
9490
000
9485
000
9480
000
9475
000
9470
000
9465
000
9460
000
Sumber Peta:- Citra ALOS AVNIR-2
Akusisi 2005- Peta RBI BAKOSURTANAL- Survey Lapangan 2010
N
Skala = 1 : 100.000
21 0 1
Kilometers
J. Ris. Akuakultur Vol. 7 No. 2 Tahun 2012: 293-306
300
-
yang beredar di pasaran relatif bervariasikualitasnya dan
termasuk berkualitas rendah.Kaptan yang memiliki nilai netralisasi
98,0%dan efisiensi netralisasi 99,5% tergolongberkualitas tinggi
(Conyers et al., 2003).Berdasarkan nilai netralisasi dan
efisiensinetralisasi maka didapatkan faktor konversiatau faktor
keamanan atau faktor koreksikapur seperti telah dilaporkan
sebelumnyaoleh Mustafa et al. (2010c) (Tabel 2). Dalam halini,
untuk menentukan jumlah kapur yang akandiaplikasikan maka nilai
kebutuhan kapurCaCO3 yang didapatkan dari nilai SPOS tanahharus
dikalikan nilai faktor konversi yaitusebesar 2,36 bila menggunakan
dolomit dan3,02 bila menggunakan kaptan. Strategipengelolaan tanah
sulfat masam yang termasukproses oksidasi secara berangsur-angsur
danpengapuran untuk menetralisir kemasamanyang diproduksi untuk
waktu yang cukup lama,faktor konversi kapur adalah minimal
1,5sampai 2,0 kali yang secara teoritikal darikebutuhan kapur yang
dapat digunakan untukmempertimbangkan reaktivitas lambat darikapur
dan ketidakhomogenan pada saatpercampuran di lapangan (ASSMAC,
1998;Hazelton & Murphy, 2009).
Tanah dengan kandungan SPOS dan beratvolume tanah yang sama,
maka dibutuhkandolomit dalam jumlah yang lebih rendahdaripada
kaptan. Secara umum, tingginyafaktor konversi kapur menunjukkan
bahwakapur yang ada tergolong berkualitas rendah.Dolomit dan kaptan
adalah kapur yang lebihaman digunakan, terkadang lebih murah
dan
dipertimbangkan lebih efektif sebagai bahankapur untuk tambak di
bawah kondisi normal.Namun demikian, pada tambak yang
seringterserang penyakit dan dilakukan pencegahansebelum penebaran,
maka aplikasi kapur bakaratau kapur hidrat pada tanah dasar
tambakyang kosong mungkin lebih efektif dalammembasmi organisme
penyebab penyakitdalam tanah sebelum penebaran berikutnya(Boyd
& Massaut, 1999).
Kebutuhan kapur di tambak KabupatenPangkep berkisar antara 0,12
dan 53,04 ton/ha dengan rata-rata 13,01 ton/ha (Tabel
1).Pembudidaya tambak di Kabupaten Pangkepmengaplikasikan kaptan
dengan dosis yangsangat rendah yaitu hanya sampai 250 kg/ha(Mustafa
et al., 2010a). Distribusi spasialkebutuhan kapur di tambak
KabupatenPangkep terlihat pada Gambar 4, di manakebutuhan kapur
yang tinggi dijumpai ditempat-tempat tertentu di Kecamatan
MinasaTe’ne, Pangkajene, Bungoro, Labakkang, danMa’rang. Distribusi
spasial kebutuhan kapuryang tinggi ini relatif sama dengan
distribusikandungan SPOS tanah yang juga tinggi.Kebutuhan kapur
tersebut termasuk kondisipengelolaan tinggi pada
tempat-tempattersebut. Menurut Ahern & McElnea (2004),kebutuhan
kapur termasuk pengelolaan tinggi,apabila membutuhkan kapur lebih
besar 14 kgCaCO3 untuk menetralkan 1 ton tanah yangterganggu.
Rata-rata tambak di KabupatenPangkep membutuhkan 32,52 kg CaCO3
untukmenetralkan 1 ton tanah yang terganggu.Terlihat bahwa
kuantitas kebutuhan kapur
Tabel 2. Nilai netralisasi, efisiensi netralisasi, dan faktor
konversi berbagaijenis kapur yang umum digunakan untuk budidaya
tambak di ProvinsiSulawesi Selatan
Table 2. The neutralising value, neutralising efficiency, and
conversion factorfor several lime material used in the
brackishwater ponds culture ofSouth Sulawesi Province
Sumber (Source): Mustafa et al. (2010c)
Jenis kapurLime material
Nilai net ralisasi
Neutralising value (%)
Efisiensi net ralisasi
Neutralising efficiency (%)
Faktor konversi
Conversion factor
DolomitDolomite (CaMg(CO3)2)
95.09 44.60 2.36
Kapur pertanianAgriculture lime (CaCO3)
90.02 36.78 3.02
Distribusi spasial kebutuhan kapur berdasarkan ..... (Akhmad
Mustafa)
301
-
Gambar 4. Peta distribusi spasial kebutuhan kapur CaCO3 tanah
tambak di Kabupaten PangkepProvinsi Sulawesi Selatan
Figure 4. Spatial distribution map of CaCO3 lime requirement in
the brackishwater pondssoil of Pangkep Regency South Sulawesi
Province
765000 770000 775000 780000 785000 790000
765000 770000 775000 780000 785000 790000
9495
000
9490
000
9485
000
9480
000
9475
000
9470
000
9465
000
9460
000
9495
000
9490
000
9485
000
9480
000
9475
000
9470
000
9465
000
9460
000
Sumber Peta:- Citra ALOS AVNIR-2
Akusisi 2005- Peta RBI BAKOSURTANAL- Survey Lapangan 2010
N
Skala = 1 : 100.000
21 0 1
Kilometers
J. Ris. Akuakultur Vol. 7 No. 2 Tahun 2012: 293-306
302
-
tergolong tinggi, namun demikian peng-aplikasian dosis ini dapat
memberikanpengaruh terhadap tanah untuk waktu yangcukup lama.
Selain itu, dalam penentuankebutuhan kapur berdasarkan nilai SPOS
tanahini dapat tergolong cukup besar, sebab bahanpenetral atau
kapur diperhitungkan cukupuntuk mengurangi potensial yang
dapatmerusak lingkungan (ASSMAC, 1998). Padatanah tambak yang bukan
tanah sulfat masamdengan pH tanah 5,0 dengan tanah berteksturberat,
Boyd (1995) menyarankan penggunaankaptan sebanyak 14.320 kg/ha yang
di-aplikasikan setiap persiapan tambak.
Di Kabupaten Pangkep dan sekitarnyadijumpai potensi bahan kapur
yang dapatdijadikan sebagai bahan penetral kemasamandi tambak.
Gugusan karst yang terdapat diKabupaten Maros dan Pangkep,
SulawesiSelatan yang sebagian masuk dalam wilayahTaman Nasional
Bantimurung Bulusaraungmembentang seluas 43.750 ha (Anonim,2009a).
Perbukitan karst Maros-Pangkepdibentuk secara umum oleh batuan
karbonatdari formasi Tonasa dengan variasi batuangunung api atau
intrusi yang tersebar dikawasan ini (Abdurahman, 2008).
Batuankarbonat ini dapat merupakan salah satusumber bahan kapur
yang selama ini di-usahakan oleh penambang kapur di
sekitarKabupaten Pangkep.
Selain itu, diperlukan upaya untukmengurangi kebutuhan kapur
denganmelakukan remediasi tanah dasar tambak.Prinsip remediasi
melalui oksidasi dan pem-bilasan tanah adalah pengeringan
tanahuntuk mengoksidasi pirit, perendaman untukmelarutkan dan
menetralisir kemasaman ataumenurunkan produksi kemasaman lanjut
danpembilasan untuk membuang hasil oksidasidan meminimumkan
cadangan unsur-unsurtoksik dalam tanah (Mustafa, 2007; Mustafa
&Rachmansyah, 2008). Tanah dasar tambaksebaiknya dicangkul
terlebih dahulu sedalam0,2 m agar permukaan tanah bertambah
luassehingga proses oksidasi dapat lebih baik.Pengeringan tanah
dasar tambak dilakukanselama 2 minggu pada keadaan terik
matahariatau tergantung pada keadaan iklim selamapengeringan.
Tambak dibiarkan terendamselama 1 minggu dengan air bersalinitas
tinggi(lebih besar 15 ppt) dan selanjutnya airrendaman dibuang. Air
bersalinitas tinggimengandung Ca, Mg, dan Na yang tinggi
pula,sehingga lebih banyak pula Fe dan Al yang
dapat tergantikan unsur yang bersifat basatersebut yang
berdampak pada penguranganFe dan Al yang juga lebih banyak.
Prosestersebut diulang 2 atau 3 kali sampai di-dapatkan kondisi
tanah yang lebih baik.Disarankan proses tersebut dilakukan
padamusim kemarau dimana curah hujan relatifrendah dan suhu udara
relatif tinggi dan padasaat surut rendah agar pengeringan dapat
lebihbaik, salinitas air rendaman dapat lebih tinggidan selanjutnya
pembilasan air rendaman jugadapat lebih sempurna. Dalam
pengeringantambak, diharapkan juga proses dekomposisibahan organik
dapat lebih cepat sehinggakandungan bahan organik yang tinggi
dapatmenurun, di samping mengurangi senyawa-senyawa toksik. Dengan
remediasi tanah dasartambak seperti ini, maka akan terjadi
pe-nurunan nilai SPOS tanah, sehingga kebutuhankapur juga menjadi
berkurang. Remediasi tanahdasar tambak melalui pengeringan 14
hari,perendaman 3 hari dan pembilasan 3 kali yangkemudian seluruh
proses remediasi tersebutdiulang 3 kali dapat menurunkan SPOS tanah
dari1,8518±0,0858 menjadi 1,4275±0,1209%(Mustafa, 2007).
KESIMPULAN DAN SARAN
Tanah tambak di Kabupaten PangkepProvinsi Sulawesi Selatan
dicirikan oleh beratvolume tanah berkisar antara 0,20 dan 1,25g/cm3
dengan rata-rata 0,75 g/cm3 dan SPOStanah berkisar antara 0,02 dan
3,47%dengan rata-rata 1,20%. Kebutuhan kapursetara CaCO3 untuk
tambak di KabupatenPangkep berkisar antara 0,12 dan 53,04 ton/ha
dengan rata-rata 13,01 ton/ha, di manakebutuhan kapur yang tinggi
dijumpai dibagian selatan Kabupaten Pangkep (Keca-matan Minasa
Te’ne, Pangkajene, Bungoro,dan Labakkang). Disarankan untuk
mem-perbaiki kualitas tanah tambak terlebih dahulumelalui remediasi
dalam bentuk oksidasi danpembilasan tanah agar SPOS tanah
dapatmenurun sehingga kebutuhan kapur jugadapat berkurang.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih diucapkan kepada MuhammadArnold, Haking Made, dan
Darsono atasbantuannya dalam pengambilan contoh tanahdi lapangan
dan Rosiana Sabang, Kamariah,dan Rahmiyah atas bantuannya dalam
analisistanah di laboratorium.
Distribusi spasial kebutuhan kapur berdasarkan ..... (Akhmad
Mustafa)
303
-
DAFTAR ACUAN
Abdurahman, S. 2008. Potensi kawasan karstMaros-Pangkep Sulawesi
Selatan. Dalam:Ekspedisi Geografi Indonesia SulawesiSelatan 2008.
Badan Koordinasi Survei danPemetaan Nasional, Cibinong, hlm.
27-32.
Adams, F. & Evans, C.E. 1962. A rapid methodfor measuring
lime requirement of red-yellow podzolic soils. Soil Sci. Soc.
Proc.,26: 355-357.
Ahern, C.R. & Blunden, B. 1998a. Designing asoil sampling
and analysis program. In:Ahern, C.R., Blunden, B., & Stone, Y.
(eds.),Acid Sulfate Soils Laboratory MethodsGuidelines. Acid
Sulfate Soil ManagementAdvisory Committee, Wollongbar, NSW,
p.2.1-2.6.
Ahern, C.R. & Blunden, B. 1998b. Introduction.In: Ahern,
C.R., Blunden, B., & Stone, Y.(eds.), Acid Sulfate Soils
LaboratoryMethods Guidelines. Acid Sulfate SoilManagement Advisory
Committee,Wollongbar, NSW, p. 1.1-2.4.
Ahern, C.R. & McElnea, A. 2004. Calculated sul-fur
parameters. In: Acid Sulfate Soils Labo-ratory Methods Guidelines.
QueenslandDepartment of Natural Resources, Minesand Energy,
Indooroopilly, Queensland,Australia, p. B11-1-B11-2.
Ahern, C.R., McElnea, A., & Baker, D.E. 1996. Todry or not
to dry? That is the questionfor sulfidic soils. In: Proceedings of
theAustralian and New Zealand National SoilConference, 1-4 July
1996. Australian SoilScience Society, Melbourne, p. 1-2.
Ahern, C.R., McElnea, A., & Baker, D.E. 1998a.Peroxide
Oxidation Combined Acidity &Sulfate. In: Ahern, C.R., Blunden,
B., &Stone, Y. (eds.), Acid Sulfate Soils Labora-tory Methods
Guidelines. Acid Sulfate SoilManagement Advisory
Committee,Wollongbar, NSW, p. 4.1-4.17.
Ahern, C.R., McElnea, A., & Baker, D.E. 1998b.Acid
neutralizing capacity methods. In:Ahern, C.R., Blunden, B., &
Stone, Y. (eds.),Acid Sulfate Soils Laboratory MethodsGuidelines.
Acid Sulfate Soil ManagementAdvisory Committee, Wollongbar, NSW,
p.6.1-6.4.
Ahern, C.R. & Rayment, G.E. 1998. Codes foracid sulfate
soils analytical methods. In:Ahern, C.R., Blunden, B., & Stone,
Y. (eds.),Acid Sulfate Soils Laboratory MethodsGuidelines. Acid
Sulfate Soil Management
Advisory Committee, Wollongbar, NSW, p.3.1-3.5.
Anonim. 2009a. Karst Maros Pangkep TerluasKedua di Dunia.
http://alamendah.wordpress.com/2009/10/06/karst-maros-pangkep-terluas-kedua-di-dunia/.
[6 Mei2011].
Anonim. 2009b. Laporan Statistik PerikananSulawesi Selatan,
2008. Dinas Perikanandan Kelautan Provinsi Sulawesi
Selatan,Makassar, 243 hlm.
Anonim. 2010. Lime Application for ImprovedFish Production.
http://www.luresext.edu/aquaculture/Lime%20application.pdf.
[12Februari 2010].
ASSMAC (Acid Sulfate Soil Management Advi-sory Committee). 1998.
Acid sulfate soilmanagement guidelines. In: Ahern, C.R.,Blunden,
B., & Stone, Y. (eds.), Acid SulfateSoils Laboratory Methods
Guidelines. AcidSulfate Soil Management Advisory Commit-tee,
Wollongbar, NSW, III: 1-28.
Boyd, C.E. 1974. Lime Requirements of AlabamaFish Ponds. Alabama
Agricultural Experi-ment Station, Auburn University,
Alabama,Bulletin 459, 19 pp.
Boyd, C.E. 1982. Liming fish ponds. Journal ofSoil and Water
Conservation, 37(2): 86-88.
Boyd, C.E. 1995. Bottom Soils, Sediment, andPond Aquaculture.
Chapman and Hall, NewYork, 348 pp.
Boyd, C.E. 2008. Pond bottom soil analyses.Global Aquaculture
Advocate, September/October, p. 91-92.
Boyd, C.E. & Hollerman, W.D. 1982. Influenceof particle size
of agricultural limestoneon pond liming. Proceedings of
AnnualConference Southeast Association of Fishand Wildlife
Agencies, 36: 196-201.
Boyd, C.E. & Massaut, L. 1999. Risks associ-ated with the
use of chemicals in pondaquaculture. Aquacultural Engineering,20:
113-132.
Boyd, C.E. & Tucker, C.S. 1992. Water Qualityand Pond Soil
Analyses for Aquaculture.Alabama Agricultural Experiment
Station,Auburn University, Alabama, 183 pp.
Boyd, C.E., Wood, C.W., & Thunjai, T. 2002.Aquaculture Pond
Bottom Soil QualityManagement. Pond Dynamics/Aquacul-ture
Collaborative Research SupportProgram Oregon State University,
Corvallis,Oregon, 41 pp.
J. Ris. Akuakultur Vol. 7 No. 2 Tahun 2012: 293-306
304
-
Conyers, M.K., Heenan, D.P., McGhie, W.J., &Poile, G.P.
2003. Amelioration of aciditywith time by limestone under
contrastingtillage. Soil & Tillage Research, 72: 85-94.
Cruz-Lacierda, E.R., de la Peña, L.D., & Lumanlan-Mayo, S.C.
2000. The use of chemicals inaquaculture in the Philippines. In:
Arthur,J.R., Lavilla-Pitogo, C.R., & Subasinghe, R.P.(eds.),
Use of Chemicals in Aquaculture inAsia. Southeast Asian Fisheries
Develop-ment Center Aquaculture Department,Tigbauan, Iloilo,
Philippines, p. 155-184.
DeBusk, W.F., Reddy, K.R., Koch, M.S., & Wang,Y. 1994.
Spatial distributions of soil nutri-ents in a Northen Everglades
Marsh: WaterConservation Area 2A. Soil Science Societyof American
Journal, 58: 543-552.
Hazelton, P. & Murphy, B. 2009. InterpretingSoil Test
Results: What do All the NumbersMean? CSIRO Publishing,
Collingwood, 152pp.
Lin, C. & Melville, M.D. 1993. Control of soilacidification
by fluvial sedimentation in anestuarine floodplain, eastern
Australia.Sedimentary Geology, 85: 1-13.
Lin, C., Wood, M., Heskins, P., Ryffel, T., & Lin, J.2004.
Controls on water acidification andde-oxygenation in an estuarine
waterway,eastern Australia. Estuarine Coastal andShelf Science, 61:
55-63.
Lin, Y.P. 2008. Simulating spatial distributions,variability and
uncertainty of soil arsenicby geostatistical simulations in
geographicinformation systems. Open EnvironmentalSciences, 2:
26-33.
McElnea, A.E. & Ahern, C.R. 2004a. Sulfur-peroxide oxidation
method. In: Acid SulfateSoils Laboratory Methods
Guidelines.Queensland Department of Natural Re-sources, Mines and
Energy, Indooroopilly,Queensland, Australia, p. B7-1-B7-2.
McElnea, A.E. & Ahern, C.R. 2004b. Sulfur1M KCl extraction
(SKCl). In: Acid SulfateSoils Laboratory Methods
Guidelines.Queensland Department of Natural Re-sources, Mines and
Energy, Indooroopilly,Queensland, Australia, pp. B8-1-B8-2.
Melville, M.D. 1993. Soil Laboratory Manual.School of Geography,
The University ofNew South Wales, Sydney, 74 pp.
Mustafa, A. 1996. Pendederan Udang Windu(Penaeus monodon
Fabricius) di TanahGambut Melalui Pengapuran Dasar danSusulan
dengan Dosis Berbeda. Tesis
Magister Sains. Program Pascasarjana, Uni-versitas Hasanuddin,
Makassar, 181 hlm.
Mustafa, A. 2007. Improving Acid Sulfate Soilsfor Brackishwater
Aquaculture Ponds inSouth Sulawesi, Indonesia. Doctor ofPhilosophy
Thesis. Faculty of Science, TheUniversity of New South Wales,
Sydney,418 pp.
Mustafa, A. & Pantjara, B. 2009. Karakteristiklahan budidaya
tambak di KabupatenGorontalo Utara, Provinsi Gorontalo.
Dalam:Permadi, E., Sipahutar, Y.H., Saifurridjal,Basith, A.,
Sugriwa, E., Siregar, A.N., Thaib,E.A., Surya, R., & Wulandari,
N.S. (eds.),Prosiding Seminar Nasional Perikanan2009; Teknologi
Pengelolaan SumberdayaPerairan. Pusat Penelitian dan
PengabdianMasyarakat, Sekolah Tinggi Perikanan,Jakarta, hlm.
44-53.
Mustafa, A. & Rachmansyah. 2008. Kebijakandalam pemanfaatan
tanah sulfat masamuntuk budidaya tambak. Dalam: Sudradjat,A.,
Rusastra, I W., dan Budiharsono, S. (eds.),Analisis Kebijakan
Pembangunan Per-ikanan Budidaya. Pusat Riset PerikananBudidaya,
Jakarta, hlm. 1-11.
Mustafa, A., Rachmansyah, & Anugriati. 2010c.Distribusi
kebutuhan kapur berdasarkanSPOS tanah untuk tambak tanah sulfat
masamdi Kabupaten Mamuju Provinsi SulawesiBarat. Dalam: Sudradjat,
A., Rachmansyah,Hanafi, A., Azwar, Z.I., Imron, Kristanto,
A.H.,Chumaidi, & Insan, I. (eds.), ProsidingForum Inovasi
Teknologi Akuakultur 2010:Buku 2. Pusat Penelitian dan
PengembanganPerikanan Budidaya, Jakarta, hlm. 1.109-1.121.
Mustafa, A. & Sammut, J. 2007. Effect of differ-ent
remediation techniques and dosagesof phosphorus fertilizer on soil
quality andklekap production in acid sulfate soil-affected
aquaculture ponds. IndonesianAquaculture Journal, 2(2):
141-157.
Mustafa, A., Ratnawati, E., & Utojo. 2010a.Penentuan faktor
pengelolaan tambakyang mempengaruhi produktivitas tambakdi
Kabupaten Pangkep, Provinsi SulawesiSelatan. Dalam: Syamsuddin, S.,
Sipahutar,Y.H., Saifurridjal, Basith, A., Nurbani, S.Z.,Suharto,
Siregar, A.N., Rahardjo, S., Hadi,R.S., & Sanova, V. (eds.),
Prosiding SeminarNasional Perikanan 2010: BudidayaPerikanan. Pusat
Penelitian dan Pengem-bangan Masyarakat, Sekolah Tinggi Per-ikanan,
Jakarta, hlm. 320-329.
Distribusi spasial kebutuhan kapur berdasarkan ..... (Akhmad
Mustafa)
305
-
Mustafa, A., Sapo, I., & Ratnawati, E. 2009.
Surveipenggunaan produk kimia pada berbagaisistem budidaya di
tambak ProvinsiSulawesi Selatan. Dalam: Permadi, E.,Sipahutar,
Y.H., Saifurridjal, Basith, A.,Sugriwa, E., Siregar, A.N., Thaib,
E.A., Surya,R., & Wulandari, N.S. (eds.). Prosiding Semi-nar
Nasional Perikanan 2009: TeknologiPengelolaan Sumberdaya Perairan.
PusatPenelitian dan Pengabdian Masyarakat,Sekolah Tinggi Perikanan,
Jakarta, hlm. 54-65.
Mustafa, A., Sapo, I., & Paena, M. 2010b. Studipenggunaan
produk kimia dan biologi padabudidaya udang vaname
(Litopenaeusvannamei) di tambak Kabupaten Pesawaran,Provinsi
Lampung. Jurnal Riset Akuakultur,5(1): 115-133.
Orndorff, Z.W., Daniels, W.L., & Fanning, D.S.2008.
Reclamation of acid sulfate soilsusing lime-stabilized biosolids.
Journal ofEnvironmental Quality, 37: 1,447-1,455.
Pillai, V.K. & Boyd, C.E. 1985. A simple methodfor
calculating liming rates for fish ponds.Aquaculture, 46:
157-162.
Pitty, A.F. 1979. Geography and Soil Properties.Methuen &
Co. Ltd., London, 287 pp.
de Queiroz, J.F., Nicolella, G., Wood, C.W., &Boyd, C.E.
2004. Lime application methods,water and bottom soil acidity in
fresh wa-ter fish ponds. Scientia Agricola, 61(5)Piracicaba
Sept./Oct.
Rachmansyah & Mustafa, A. 2011. Distribusispasial
karakteristik tanah tambak diKabupaten Pangkep Provinsi
SulawesiSelatan. Jurnal Riset Akuakultur, 6(3): 479-493.
Sammut, J. & Lines-Kelly, R. 2000. An Introduc-tion to Acid
Sulfate Soils. Natural HeritageTrust, Australia, 27 pp.
Schaetzl, R.J. & Anderson, S. 2005. Soils:Genesis and
Geomorphology. CambridgeUniversity Press, Cambridge, 817 pp.
Simón, M., Martin, F., Garcia, I., Bouza, P.,Dorronsoro, C.,
& Aguilar, J. 2005. Interac-tion of limestone grains and acidic
solu-tions from the oxidation of pyrite tailings.Environmental
Pollution, 135: 65-72.
Soil Survey Staff. 2001. Soil Taxonomy, aBasic System of Soil
Classification forMaking and Interpreting Soil Survey. UnitedState
Department of Agriculture, Washing-ton, DC., 734 pp.
Sulaeman, Suparto, & Eviati. 2005. PetunjukTeknis Analisis
Kimia Tanah, Tanaman,Air, dan Pupuk. Diedit oleh: Prasetyo,
B.H.,Santoso, D., & Widowati, L.R. Balai PenelitianTanah,
Bogor, 136 hlm.
Swingle, H.S. 1968. Standardization of chemi-cal analysis for
waters and pond muds. FAOFisheries Report, 44(4): 397-406.
Tarunamulia & Mustafa, A. 2009. Peningkatanproduktivitas
tambak tanah sulfat masammelalui perbaikan metode pengapuran.Dalam:
Djumanto, Dwiyitno, Chasanah, E.,Heruwati, E.S., Irianto, H.E.,
Saksono, H.,Lelana, I.Y.B., Basmal, J., Murniyati,Murwantoko,
Probosunu, N., Peranginangin,R., Rustadi, & Ustadi (eds.).
Prosiding Semi-nar Nasional Tahunan VI Hasil PenelitianPerikanan
dan Kelautan Tahun 2009; Jilid I :Budidaya Perikanan. Jurusan
Perikanan danKelautan-Fakultas Pertanian UniversitasGadjah Mada,
Yogyakarta; IndonesianNetwork on Fish Health Management, Bogordan
Badan Riset Kelautan dan Perikanan,Jakarta, hlm. RB-08:1-9.
Tisdale, S.L. & Nelson, W.L. 1975. Soil Fertilityand
Fertilizers. Third edition. MacMillanPublishing Co. Inc., New York,
675 pp.
Utojo & Mustafa, A. 2011. Suatu Kajian TentangKesesuaian
Lokasi Tambak di KawasanPesisir Kabupaten Pangkep, ProvinsiSulawesi
Selatan dengan Aplikasi SistemInformasi Geografis. Laporan Hasil
Pene-litian. Balai Penelitian dan PengembanganBudidaya Air Payau,
Maros, 30 hlm.
J. Ris. Akuakultur Vol. 7 No. 2 Tahun 2012: 293-306
306