Top Banner
Distribusi Fluks Energi Gempabumi Sesar Palukoro dan sekitarnya Abdul Rosid Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi & Geofisika Abstrak Besarnya energi gempabumi yang pernah dilepaskan pada suatu daerah perlu dihitung dan dipetakan dari waktu ke waktu untuk mengetahui karakteristik dan dinamika fluks energi dari daerah tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik dan dinamika fluks energi dari Sesar Palukoro dan sekitarnya yang terletak 0,3 - 2,3° LS dan 119.3 120.9° BT, sebab Sesar Palukoro merupakan salah satu sesar dengan aktifitas tinggi yang ada di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan mengkonversi data magnitudo gempabumi dari USGS ke dalam Energi (Joule) dengan terlebih dahulu mengkonversi data magnitudo tersebut ke dalam Magnitude Surface ( ). Selanjutnya distribusi fluks energi dihitung di setiap titik grid kemudian dipetakan setiap periode 5 tahun dan dianalisa. Dengan menganalisa hasil distribusi fluks energi pada daerah penelitian, didapatkan bahwa fluks energi terbesar setiap periodenya memiliki pola berpindah-pindah, namun didominasi oleh zona Sesar Palukoro dengan fluks energi terbesar 73 Giga Joule. Selain itu berdasarkan analisa a dan b didapati bahwa pada daerah penelitian terjadi peningkatan aktivitas yang disertai dengan perapuhan batuan yang diindikasikan dari peningkatan nilai a dan b dulu hingga sekarang. Serta gempabumi besar pada daerah penelitian memiliki periode ulang sekitar 4 tahun, 9 bulan, dan 29 hari. Abstract The amount of earthquake energy released in an area needs to be calculated and mapped from time to time to determine the characteristics and dynamics of the energy flux of the area. Therefore, this study was conducted to determine the characteristics and dynamics of the energy flux and the surrounding Palukoro Fault located 0.3 to 2.3 ° latitude and 119.3 - 120.9 ° E, because Palukoro Fault is one fault with the existing high activity in Indonesia. This research was carried out by converting the data from the USGS earthquake magnitude in energy (Joules) by first converting the data into the magnitude of the Magnitude Surface (M_S). Furthermore, the distribution of the energy flux is calculated at each grid point is then mapped each 5-year period and analyzed. By analyzing the results of the energy flux distribution in the study area, it was found that the largest energy flux of each period has a moving pattern, but is dominated by Palukoro Fault zone with the largest energy flux 73 Giga Joule. In addition, based on the analysis of a and b is found that in the study area increased activity is accompanied by weakening of the rock which indicated an increase in the value of a and b used until now. As well as a large earthquake in the area of research has a return period of about 4 years, 9 months, and 29 days.
12

Distribusi Fluks Energi Gempabumi Sesar Palukoro dan sekitarnya

Mar 12, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Distribusi Fluks Energi Gempabumi Sesar Palukoro dan sekitarnya

Distribusi Fluks Energi Gempabumi Sesar Palukoro dan sekitarnya

Abdul Rosid

Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi & Geofisika

Abstrak

Besarnya energi gempabumi yang pernah dilepaskan pada suatu daerah perlu dihitung

dan dipetakan dari waktu ke waktu untuk mengetahui karakteristik dan dinamika fluks energi

dari daerah tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik

dan dinamika fluks energi dari Sesar Palukoro dan sekitarnya yang terletak 0,3 - 2,3° LS dan

119.3 – 120.9° BT, sebab Sesar Palukoro merupakan salah satu sesar dengan aktifitas tinggi

yang ada di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan mengkonversi data magnitudo

gempabumi dari USGS ke dalam Energi (Joule) dengan terlebih dahulu mengkonversi data

magnitudo tersebut ke dalam Magnitude Surface ( ). Selanjutnya distribusi fluks energi

dihitung di setiap titik grid kemudian dipetakan setiap periode 5 tahun dan dianalisa.

Dengan menganalisa hasil distribusi fluks energi pada daerah penelitian, didapatkan

bahwa fluks energi terbesar setiap periodenya memiliki pola berpindah-pindah, namun

didominasi oleh zona Sesar Palukoro dengan fluks energi terbesar 73 Giga Joule. Selain itu

berdasarkan analisa a dan b didapati bahwa pada daerah penelitian terjadi peningkatan

aktivitas yang disertai dengan perapuhan batuan yang diindikasikan dari peningkatan nilai a

dan b dulu hingga sekarang. Serta gempabumi besar pada daerah penelitian memiliki periode

ulang sekitar 4 tahun, 9 bulan, dan 29 hari.

Abstract

The amount of earthquake energy released in an area needs to be calculated and

mapped from time to time to determine the characteristics and dynamics of the energy flux of

the area. Therefore, this study was conducted to determine the characteristics and dynamics

of the energy flux and the surrounding Palukoro Fault located 0.3 to 2.3 ° latitude and 119.3 -

120.9 ° E, because Palukoro Fault is one fault with the existing high activity in Indonesia.

This research was carried out by converting the data from the USGS earthquake magnitude in

energy (Joules) by first converting the data into the magnitude of the Magnitude Surface

(M_S). Furthermore, the distribution of the energy flux is calculated at each grid point is then

mapped each 5-year period and analyzed.

By analyzing the results of the energy flux distribution in the study area, it was found

that the largest energy flux of each period has a moving pattern, but is dominated by Palukoro

Fault zone with the largest energy flux 73 Giga Joule. In addition, based on the analysis of a

and b is found that in the study area increased activity is accompanied by weakening of the

rock which indicated an increase in the value of a and b used until now. As well as a large

earthquake in the area of research has a return period of about 4 years, 9 months, and 29 days.

Page 2: Distribusi Fluks Energi Gempabumi Sesar Palukoro dan sekitarnya

1. Pendahuluan

Bencana gempabumi di Indonesia

bagaikan tamu langganan penting yang

bisa memberikan banyak dampak negatif

jika tidak segera kita kenali dan kita

persiapkan kedatangannya. Karena

mengingat posisi Indonesia yang

merupakan zona pertemuan tiga lempeng

utama yang masing-masing secara aktif

bergerak relatif terhadap yang lain.

Dimana Lempeng Eurasia bergerak relatif

ke arah Timur-Tenggara, Lempeng Indo-

Australia bergerak relatif ke Utara-Timur

Laut, dan Lempeng Pasifik yang bergerak

relatif ke arah Barat Daya. Pergerakan

lempeng-lempeng utama yang bergerak

seakan saling menunjam ini berpengaruh

besar terhadap tingginya aktifitas

kegempaan dan juga kondisi tektonik

intra-plate, dimana akumulasi stress akibat

gaya tumbukan antar lempeng ini

diteruskan pada tiap-tiap bagian lempeng

yang menimbulkan patahan-patahan di

dalam lempeng utama tersebut yang juga

melepaskan energi berupa gempabumi dan

kemudian kita kenal dengan sebutan sesar.

Dan salah satu sesar yang baru-baru ini

menjadi perhatian para peneliti ternama

adalah Sesar Palukoro.

Sesar Palukoro merupakan sesar

yang aktif dan terletak di daratan Pulau

Sulawesi sekitar 0,3 - 2,3° LS dan 119.3 –

120.9° BT. Sesar yang berjenis strike slip

dan berarah mengiri ini telah beberapa kali

mencatatkan namanya dalam sejarah

kegempaan di Indonesia dengan kekuatan

yang cukup besar. Di antaranya adalah

gempa dengan kekuatan 6,2 SR (Mw)

yang mengguncang Palu pada 24 Januari

2005 dini hari. Gempa ini telah

mengakibatkan 100 rumah warga rusak, 1

orang tewas, dan 4 orang lainnya luka-

luka. Selain itu juga terjadi gempa

berkekuatan 6,3 SR (Mw) yang berpusat di

pegunungan Parigi Moutong pada 18

Agustus 2012 yang tak lain adalah akibat

aktifitas sesar Palukoro yang bergerak

sekitar 3 cm/tahun.

Dengan tingginya aktifitas

kegempaan akibat pergerakan sesar

Palukoro ini, maka perlu adanya usaha

mengenali karakteristik gempabumi yang

terjadi karenanya. Untuk memberikan

pertimbangan persiapan agar tak banyak

lagi kerugian dan jatuh korban. Salah satu

aspek yang perlu kita kaji adalah besarnya

fluks energi yang dilepaskan oleh

gempabumi-gempabumi dari sistem sesar

tersebut.

Gempabumi merupakan peristiwa

bergetarnya bumi akibat adanya pelepasan

energi secara tiba-tiba dari suatu daerah

kuncian pada bidang patahan yang tidak

sanggup lagi menahan akumulasi stress

yang bekerja akibat pergerakan lempeng

tektonik pada kerak bumi yang bersifat

kaku. Energi yang dilepaskan berupa

gelombang gempabumi memancar ke

segala arah yang dampaknya dirasakan

hingga ke permukaan bumi. Semakin dekat

sumber gempabumi dengan permukaan,

maka dampak yang dirasakan di

permukaan akan semakin besar.

Kekuatan gempabumi dinyatakan

dengan besaran Magnitudo dalam skala

logaritma basis 10. Konsep Magnitudo

Gempabumi pertama kali diperkenalkan

oleh K. Wadati dan C. Richter sekitar

tahun 1930 (Lay. T and Wallace. T.C,

1995).

Suatu harga magnitudo diperoleh

sebagai hasil analisis tipe gelombang

seismik yang berupa rekaman getaran

tanah yang tercatat paling besar dengan

memperhitungkan koreksi jarak stasiun

pencatat ke epicenter.

Fluks Energi adalah total radiasi

energi yang mengalir melewati beberapa

daerah dari permukaan tertentu. Dimana

besarnya energi yang mengalir pada suatu

permukaan berbeda dengan energi di

sumbernya bergantung terhadap jarak.

Berikut ini merupakan rumusan tentang

fluks energi :

Page 3: Distribusi Fluks Energi Gempabumi Sesar Palukoro dan sekitarnya

J =

. E.................................(1)

Dimana :

E = Energi di sumber

1/4π = Sebaran secara geometri (Haruo Sato, 1976)

Gambar 1

Nilai a dan b didapatkan melalui hubungan frekuensi dan magnitudo seperti

yang diturunkan oleh Gutenberg dan Richter (1945) sebagai berikut :

Log N = a – bM...............................................................................(2)

dimana:

N = Frekuensi Gempabumi.

M = Magnitudo

a,b = Konstanta

Dengan cara statistik yang ada, gempabumi yang pernah terjadi di suatu

daerah tertentu dapat di perkirakan kapan waktu terjadinya gempa dengan kekuatan

yang sama akan terulang lagi, sehingga dapat ditekan sekecil mungkin kerusakan

yang mungkin terjadi. Untuk mendapatkan rata-rata periode ulang gempa dapat

dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

θ (M ≥ M0) =

................................................................(3)

dengan :

θ (M ≥ M0) : Periode ulang gempa untuk magnitudo M ≥ M0

N1 (M ≥ M0) : Indeks seismisitas untuk magnitudo M ≥ M0

J7 J1

D R1

R7

7 6 5 4 2 1 3

E

Page 4: Distribusi Fluks Energi Gempabumi Sesar Palukoro dan sekitarnya

2. Data dan Metode

Proses penghitungan besarnya

energi pada penulisan tugas akhir ini

menggunakan data yang diunduh dari

website resmi United States Geological

Survey (USGS) untuk daerah di sekitar

sistem sesar Palukoro, meliputi batas

koordinat rektangular 119.3 – 120.9 BT

dan 0.3 – 2.3 LS. Data gempabumi yang

digunakan merupakan katalog gempabumi

dari tanggal 1 Januari 1974 - 31 Desember

2013, karena penelitian berdasarkan pola

tahunan dari energi gempabumi dan

membutuhkan data tahunan yang bulat,

sehingga data tahun 2014 yang masih

belum genap satu tahun tidak digunakan.

Berikut ini merupakan diagram alir

dari penelitian distribusi flux energi

gempabumi sesar Palukoro dan sekitarnya.

Mulai

Data sekunder gempabumi berupa

magnitudo (𝑚𝐵, 𝑀𝑊, 𝑀𝑆)

Konversi magnitudo ke 𝑀𝑆 𝑀𝑆 ?

Konversi 𝑀𝑆 menjadi Energi

Menghitung fluks energi di

masing-masing titik grid

Membuat peta distribusi fluks

energi

Selesai

Peta distribusi energi, periode

ulang serta nilai a dan b

Ya

Tidak

Menentukan grid daerah penelitian

Interpretasi

Menghitung periode ulang

serta nilai a dan b

Page 5: Distribusi Fluks Energi Gempabumi Sesar Palukoro dan sekitarnya

3. Hasil dan Pembahasan

Distribusi fluks energi pada wilayah penelitian dalam masing-masing periode akan dibahas

secara lengkap pada masing-masing subbab berikut :

4.1 Periode 1974-1978.

Gambar 4.1.a.

Peta Fluks Energi

Periode 1.

Gambar 4.1.b.

Peta Gempabumi

Periode 1.

Pada periode pertama yaitu tahun 1974 hingga 1978, energi terbesar menyebar di

sekitar G.Intu, Talpa, dan sekitar Danau Poso yang merupakan daerah transisi atau

perpotongan antara sesar Palukoro yang berada di sebelah barat dengan Sesar Matano yang

letaknya lebih kearah timur. Daerah tersebut merupakan tempat yang mengalami energi

tertinggi dalam periode pertama dengan energy sebesar 3,1 Giga Joule. Energi tersebut

disebabkan oleh beberapa gempabumi yang berada di sekitar lokasi dengan Magnitudo

Surface (Ms) rata-rata sebesar 5.3 SR.

Selain itu konsentrasi energi juga terjadi di sekitar daerah Sausu hingga Pabengko

dengan sebaran energi sebesar 2,3 Giga Joule. Konsentrasi energi tersebut dipengaruhi oleh

beberapa gempa yang terjadi di lepas pantai Sausu yang kemudian terakumulasi dengan

energi dari gempabumi yang berlokasi di sekitar daerah Panggai dengan Ms rata-rata sebesar

4,3 SR. Gempabumi-gempabumi di sekitar daerah Sausu dan Pabengko ini kemungkinan

besar di sebabkan oleh Patahan Minor Median Line yang memang terletak di daerah tersebut.

Page 6: Distribusi Fluks Energi Gempabumi Sesar Palukoro dan sekitarnya

4.2 Periode 1979-1983.

Gambar 4.2.a.

Peta Fluks Energi

Periode 2.

Gambar 4.2.b.

Peta Gempabumi

Periode 2

Selanjutnya pada periode ke dua yaitu selama rentang tahun 1979-1983, energi di

daerah penelitian hampir terpusat di sekitar Pegunungan Fenne tepatnya di bujur 120.4° BT

dan lintang 1.4° LS. Selama periode ke dua penelitian, besarnya energi yang dialami oleh

daerah tersebut sebesar 1.4 Giga Joule dan besarnya energi tersebut berangsur-angsur

berkurang pada daerah-daerah sekitarnya sesuai dengan yang ditunjukkan oleh gambar 4.2.a

di atas.

Jika ditinjau dari aktivitas seismik pada daerah penelitian, sebenarnya jumlah

gempabumi selama periode kedua penelitian cenderung meningkat. Namun sebaliknya

besarnya energi yang dihasilkan pada periode kedua ini cenderung menurun. Meskipun

frekuensi gempa selama periode kedua sebanyak 16 kali, namun energi terbesar yang

dihasilkan hanya sebesar 1.4 Giga Joule. Tentu ini lebih kecil jika dibandingkan dengan

periode pertama yang menghasilkan energi terbesar sebesar 3.1 Giga Joule hanya dengan

frekuensi sejumlah 8 gempabumi. Jika kita lihat lagi pada sebaran lokasi terjadinya

gempabumi dan besarnya, maka terlihat bahwa lokasi gempabumi-gempabumi besar di

periode pertama letaknya lebih mengumpul dan hampir seluruhnya memiliki kekuatan lebih

dari 5 SR (Ms). Sedangkan gempabumi-gempabumi di periode dua hampir seluruhnya hanya

memiliki kekuatan 4 SR dan letaknya juga menyebar. Sehingga energi yang dihasilkan tidak

terakumulasi pada satu titik.

Dalam periode ini sebenarnya beberapa gempabumi juga terjadi di sekitar Sesar

Palukoro, tepatnya di sekitar Kota Palu. Namun kekuatan gempabumi dari Median Line lebih

Page 7: Distribusi Fluks Energi Gempabumi Sesar Palukoro dan sekitarnya

mendominasi, sehingga fluks energi terbesar lebih terpusat ke daerah dimana Median Line

berada.

4.3 Periode 1984-1988.

Gambar 4.3.a.

Peta Fluks Energi

Periode 3.

Gambar 4.3.b.

Peta Gempabumi

Periode 3.

Kemudian pada periode ke tiga dari penelitian ini yaitu dalam rentang tahun 1984-

1988, terjadi pelepasan energi yang sangat besar di daerah penelitian. Tepatnya di sekitar

Gunung Kabirituru bagian Utara dari Sulawesi Selatan dengan koordinat 119.6° BT dan 2°

LS. Energi terbesar yang sampai ke permukaan di sekitar daerah tersebut mencapai 73 Giga

Joule. Tentu ini merupakan pelepasan energi yang sangat besar. Dan merupakan pelepasan

energi terbesar sepanjang periode penelitian di dalam daerah penelitian ini. Jika dibandingkan

dengan energi pada periode pertama dan kedua, maka energi pada periode ketiga ini besarnya

hampir 15 kali lipat. Dengan demikian bisa kita katakan bahwa daerah tersebut merupakan

zona merah pada penelitian ini.

Jika kita lihat pada gambar 4.3.b, di sekitar zona merah memang telah terjadi

beberapa gempabumi dengan magnitudo yang besar dengan lokasi yang sangat berdekatan.

Setidaknya ada dua gempabumi dengan kekuatan di atas 6 SR (Ms) dan beberapa gempabumi

dengan kekuatan sekitar 5 SR (Ms) di sekitar zona merah tersebut. Hal inilah yang

menyebabkan terjadinya akumulasi fluks energi yang sangat besar di daerah tersebut selama

5 tahun dalam periode ke tiga penelitian ini. Selain itu dalam periode ke tiga penelitian ini

juga terjadi beberapa gempabumi dengan lokasi yang tersebar di beberapa titik lain dalam

wilayah penelitian, namun kekuatan gempabumi tersebut tidak cukup besar jika dibandingkan

dengan gempabumi-gempabumi yang terjadi di zona merah dalam penelitian ini.

Page 8: Distribusi Fluks Energi Gempabumi Sesar Palukoro dan sekitarnya

Kemungkinan besar gempabumi-gempabumi besar yang terjadi di zona merah

tersebut disebabkan oleh aktivitas Sesar Palukoro yang memang berada di sekitar zona

merah. Meskipun letak zona merah tidak benar-benar berada di tengah garis khayal utama

Sesar Palukoro, namun perlu diingat bahwa Sesar Palukoro tidak hanya terdiri oleh satu sesar

tunggal. Namun juga terdiri oleh patahan-patahan yang berada di sekitarnya sebagai suatu

system ( lihat gambar 2.7 dan 2.8 ).

4.4 Periode 1989-1993

Selama rentang tahun 1989 hingga 1993 atau tepatnya pada periode ke empat

penelititian, distribusi fluks energi kembali memiliki pola yang hampir sama dengan periode

pertama penelitian. Dimana terjadi dua konsentrasi energi di tempat yang berbeda dengan

besar yang berbeda pula. Dimana konsentrasi tertinggi berada di bagian Barat Gunung

Lompopana dengan puncak energi tertinggi yang diterima oleh permukaan sebesar 0.85 Giga

Joule. Dimana pola puncak energinya tidak meruncing pada satu titik atau daerah yang

sempit seperti yang terjadi pada periode kedua, namun meluas. Puncak selanjutnya terjadi

pada daerah Pegunungan Fenne yang memanjang hingga Tiwaa di sebelah Timur Laut.

Namun puncak kedua ini memiliki energi yang berbeda dengan puncak pertama, yaitu

sebesar 0.6 Giga Joule. Atau selisih 0.2 Giga Joule dari puncak tertinggi pada periode ke

empat penelitian ini.

Pada periode ke empat ini pola kegempaan didominasi oleh aktivitas Sesar Palukoro

dengan beberapa gempabumi berpusat di sekitar Kota Palu. Namun energi terbesar dihasilkan

oleh beberapa gempabumi yang berpusat di bagian Barat Gunung Lompopana dengan

magnitudo tertinggi sekitar 5.7 SR (Ms) Selanjutnya asosiasi gempabumi juga terjadi si

sekitar Median Line yang mengakibatkan akumulasi pada daerah yang bersangkutan. Ini lah

yang membangun energi pada puncak kedua.

4.5 Periode 1994-1998.

Gambar 4.5.a.

Peta Fluks Energi

Periode 5.

Gambar 4.5.b.

Peta Gempabumi

Periode 5.

Page 9: Distribusi Fluks Energi Gempabumi Sesar Palukoro dan sekitarnya

Pada Periode ke 5 penelitian yaitu tahun 1994 hingga 1998, distribusi fluks energi

secara umum meningkat daripada periode sebelumnya atau tahun 1989 hingga 1993.

Akumulasi terjadi di kedua patahan yang memang merupakan sumber energi utama di daerah

penelitian ini. Namun energi terbesar yang sampai di permukaan berada di sekitar daerah

Toaya dengan koordinat 119.8° BT dan 0.4° LS yang besarnya hingga 8.5 Giga Joule.

Pelepasan energy yang cukup besar juga terjadi di daerah Median Line tepatnya di sekitar

Torue dengan koordinat 120.4° BT dan 1°LS yang besarnya hingga 7 Giga Joule.

Peta seismisitas atau gambar 4.5.b menunjukkan bahwa sebaran gempabumi di daerah

penelitian secara umum meningkat selama periode 5. Namun tampak jelas bahwa daerah

Median Line mengalami peningkatan seismisitas yang cukup signifikan dibanding periode-

periode sebelumnya. Beberapa gempabumi tampak mengumpul hampir di sepanjang patahan

tersebut. Namun jika kita kaji kembali peta fluks energi atau gambar 4.5.a, puncak energi

tertinggi justru dilepaskan di daerah Toaya yang masih termasuk dalam sekitar sistem Sesar

Palukoro. Ini berarti bahwa dalam rentang periode yang bersangkutan telah terjadi

gempabumi dengan kekuatan yang cukup besar di daerah Toaya sehingga energi yang

dilepaskan dapat mendominasi fluks energi di daerah penelitian dalam rentang tahun 1994-

1998. Daerah Toaya sendiri terbilang cukup dekat dengan Kota Palu yang merupakan ibukota

provinsi Sulawesi Tengah. Berdasarkan gambar 4.5.a bisa kita ketahui bahwa di Kota Palu

sendiri energi yang sampai di permukaan tanah mencapai 3.5 Giga Joule.

Gambar 4.9.a.

Peta Fluks Energi

Total.

Gambar 4.9.b.

Peta Fluks Energi

Rata-rata.

Page 10: Distribusi Fluks Energi Gempabumi Sesar Palukoro dan sekitarnya

Sesuai dengan yang ditunjukkan oleh gambar 4.9.a, pelepasan energi maksimum

selama periode penelitian terjadi pada sekitar Gunung Kabirituru bagian Utara dari Sulawesi

Selatan dengan koordinat 119.6° BT dan 2° LS. Tingginya energi total yang dilepaskan pada

daerah ini berkorelasi sangat kuat dengan fluks energi pada periode ketiga penelitian dimana

memang terjadi pelepasan energi yang besar pada daerah tersebut yang disebabkan oleh

gempabumi besar dengan magnitude 6.7 SR (Ms) selama peiode ketiga ( 1984 – 1988 ).

Energi total yang dilepaskan selama periode penelitian pada zona merah tersebut hingga

mencapai 73 Giga Joule. Selain itu pelepasan energi yang besar juga terjadi di daerah lain

selama periode penelitian, yaitu di sekitar Lengko dan Danau Lindu dimana pada daerah

tersebut telah melepaskan energi total sebesar 35 Giga Joule selama periode penelitian.

Besarnya energi total pada daerah tersebut bersesuain dengan pelepasan energi terbesar pada

periode 2, 7, dan 8.

Tak jauh berbeda dengan hasil pemetaan fluks energi total pada wilayah penelitian,

hasil pemetaan fluks energi rata-rata setiap periode ( 5 tahun ) juga menunjukkan hasil yang

serupa. Pelepasan energi rata-rata terbesar masih didominasi oleh kedua daerah yang telah

disebutkan di atas. Dengan energi rata-rata pada zona merah sebesar 9.5 Giga Joule dan

energi rata-rata pada daerah Lengko dan Danau Lindu sebesar 4.5 Giga Joule. Kota Palu

sendiri yang merupakan ibukota Provinsi dari Sulawesi Tengah memiliki nilai fluks energi

total berkisar antara 15 – 20 Giga Joule dan fluks energi rata-rata sekitar 2 – 2.5 Giga Joule

setiap periodenya.

Setelah dilakukan penghitungan terhadap nilai a dan b pada daerah penelitian, dengan

cara menghitung nilai a dan b sebanyak 2 kali yaitu pada masa awal ( 1974 – 1993 ) dan masa

akhir penelitian ( 1994 – 2013 ) dengan tujuan untuk mengetahui perubahan aktivitas seismik

dan tingkat kerapuhan batuan pada wilayah penelitian di masa awal dan sekarang. Dimana

nilai a berkorelasi dengan seismisitas daerah penelitian dan nilai b berkorelasi dengan tingkat

kerapuhan batuan.

Dari proses penghitungan nilai a dan b pada masa awal, didapatkan nilai a sebesar

2.450011 dan nilai b sebesar 0.31638 pada daerah penelitian. Sedangkan pada masa akhir

didapatkan nilai a sebesar 4.451958 dan nilai b sebesar 0.66425 pada daerah penelitian. Jika

dibandingkan antara hasil penghitungan nilai a dan b pada masa awal dan masa akhir, maka

didapati bahwa nilai a pada wilayah penelitian mengalami peningkatan hampir 2 kalinya,

begitu pula dengan nilai b pada wilayah penelitian yang juga mengalami peningkatan sebesar

2 kali lipat.

Gutenberg dan Richter (1942) mengatakan bahwa besarnya nilai a berkorelasi dengan

tingginya seismisitas dan besarnya nilai b berkorelasi dengan heterogenitas atau rapuhnya

suatu batuan. Dengan demikian, berdasarkan perubahan nilai a pada daerah penelitian

menunjukkan bahwa daerah penelitian mengalami peningkatan tingkat seismisitas dari masa

awal hingga sekarang. Selain itu meningkatnya nilai b pada daerah penelitian juga

mengindikasikan peningkatan tingkat kerapuhan batuan. Bisa dikatakan bahwa pada masa

sekarang, kondisi batuan pada wilayah penelitian menjadi lebih rapuh daripada masa awal.

Hal ini sesuai dengan kondisi tektonik Sulawesi sendiri yang memang merupakan zona

tumbukan dari beberapa lempeng tektonik, maka sangat dimungkinkan bahwa dalam kondisi

ini sebagai akibat dari banyaknya gaya dari beberapa lempeng tektonik, maka batuan di

daerah penelitian mengalami proses perapuhan. Namun tentu perlu dilakukan penelitian atau

survey lapangan yang lebih mendetail pada wilayah penelitian untuk benar-benar

membuktikan bahwa kondisi batuannya telah mengalami perapuhan dari kondisi awalnya.

Page 11: Distribusi Fluks Energi Gempabumi Sesar Palukoro dan sekitarnya

Penghitungan periode ulang dari gempabumi besar yang terjadi di wilayah penelitian

merupakan upaya untuk mengetahui berapa lama kisaran waktu bagi suatu gempabumi besar

untuk terjadi kembali. Karena besarnya energi yang dilepaskan pada wilayah penelitian

sangat dipengaruhi oleh kekuatan gempabumi itu sendiri.

Berdasarkan penghitungan terhadap periode ulang dari gempabumi besar yang terjadi

pada wilayah penelitian, didapati bahwa gempabumi besar dengan magnitudo di atas 5.5 SR

pada wilayah penelitian akan terjadi kembali sekitar 4 tahun, 9 bulan, dan 29 hari dari

kejadian gempabumi besar yang terakhir kali terjadi. Hal ini bersesuaian dengan hasil

observasi bahwa selama 40 tahun, telah terjadi sekitar 11 kali kejadian gempabumi besar

dengan magnitude di atas 5.5 SR pada wilayah penelitian. Namun tentu gempabumi besar

yang telah terjadi pada wilayah penelitian tidak terjadi secara tepat dengan selang waktu 4

tahun 9 bulan, karena tergantung pada tingkat elastisitas batuan pada saat itu untuk menahan

stress hingga terjadi gempabumi besar.

4. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa distribusi

flux energy pada daerah penelitian, maka

dapat disimpulkan bahwa:

a. Pola distribusi fluks energi terbesar di

daerah penelitian pada setiap

periodenya memiliki lokasi yang

berpindah-pindah dan sangat

dipengaruhi oleh besarnya kekuatan

gempabumi yang terjadi pada suatu

daerah, bukan banyaknya gempabumi

yang terjadi pada daerah tersebut. Dan

secara umum pelepasan energi hampir

di setiap periodenya didominasi oleh

daerah yang berada di sekitar Sesar

Palukoro.

b. Energi terbesar yang dilepaskan pada

daerah penelitian berasal dari aktivitas

Sesar Palukoro dengan fluks energi

sebesar 73 Giga Joule yang berlokasi

di sekitar Gunung Kabirituru dengan

koordinat 119.6° BT dan 2° LS yang

diakibatkan oleh beberapa gempabumi

besar pada daerah tersebut selama

periode ke tiga penelitian ( 1984 –

1988 ). Sehingga daerah tersebut

merupakan daerah yang berpotensi

melepaskan energi terbesar di waktu

mendatang.

c. Tingkat seismisitas daerah penelitian

pada masa sekarang mengalami

peningkatan jika dibandingkan dengan

masa awal penelitian ( 1974 – 1993 ).

Sedangkan kondisi batuan di wilayah

penelitian mengalami proses

perapuhan dimana kondisi batuan

pada masa sekarang lebih rapuh

dibandingkan dengan masa awal

penelitian. Hal ini didukung oleh

meningkatnya jumlah kejadian

gempabumi setiap periodenya namun

memiliki kekuatan yang relatif kecil

hingga sedang. Selain itu juga

didukung oleh perubahan nilai a dan b

pada daerah penelitian. Dimana nilai a

dan b pada daerah penelitian

mengalami peningkatan.

d. Gempabumi besar yang pernah terjadi

di wilayah penelitian selama 40 tahun

yakni dengan magnitudo lebih dari 5.5

SR memiliki periode ulang sekitar 4

tahun, 9 bulan, dan 29 hari. Sehingga

dimungkinkan bahwa gempabumi

besar akan terjadi dengan jeda waktu

tersebut.

Page 12: Distribusi Fluks Energi Gempabumi Sesar Palukoro dan sekitarnya

Daftar Pustaka

Ardiansyah, Sabar. 2012.Studi Energi Gempabumi Daerah Bengkulu dan Sekitarnya (2.0

LS-5.5 LS, 100.0 BT-104 BT). Buletin Bulanan Balai Besar Meteorologi dan

Geofisika Wilayah 2 Ciputat.

Calvert, S.J. dan Hall, R. 2003. The Cenozoic Geology Of The Lariang and Karama

Regions, Western Sulawesi : New Insight Into The Evolution Of The Makassar

Straits Region. Proceedings Indonesian Petroleum Assosiation 29th Annual

Convention 501-517

Gutenberg, B. dan Richter, C. F. 1944. Frequency of earthquakes in California, Bull.

Seismol. Soc. Am. 34,hal. 185– 188.

Ibrahim, Gunawan dan Subardjo. 2004. Pengetahuan Seismologi. Badan Meteorologi dan

Geofisika. Jakarta, Indonesia.

Lentini, M.R., dan Darman, H., 1996, Aspects Of The Neogen Tectonic History And

Hydrocarbon Geplogy Of Tarakan Basin, Proceedings Indonesian Petroleum

Association, Annual Convention, 241-251.

Parkinson, C.D. 1991. The Petrologi, Structure and Geological Histori Of The Metamorphic

Rocks Of Central Sulawesi, Indonesia, PhD Thesis, University Of London.

Sato, Haruo. 1976. Energy Propagation Including Scattering Effects Single Isotropic

Scattering Approximation. National Research Center for Disaster Prevention,

Ibaraki. Japan.

Suckale, J. dkk. 2004. Probabilistic Seismic HAzard Assessment for Vanuatu, GFZ.

Sukamto, dan Simandjuntak T.O. 1981. Tectonic Relationship Between Geologi Aspect Of

Western Sulawesi, Eastern Sulawesi dan Banggai-Sula in The Lake Of

Sedimentological Aspect, GRDC Bandung. Indonesia.

Sulaiman, R. dkk. 2003. Perbandingan Nilai b Menggunakan Metoda Kuadrat Terkecil dan

Likelihood Maksimum dari Data BMG dan USGS untuk Daerah Aceh dan

Sekitarnya. Pusat Gempa Nasional BMG, Jakarta. Indonesia.

www.usgs.gov, diakses pada tanggal 3 Juni 2014.

www.inatews.bmkg.go.id, diakses pada tanggal 3 Juni 2014.