Page 1
BAB IPENDAHULUAN
Dislokasi panggul adalah suatu keadaan dimana terjadi perpindahan
permukaan caput femoris terhadap acetabulum. Dislokasi terjadi ketika caput
femoris keluar dari acetabulum. Kondisi ini dapat kongenital atau didapat
(acquired). Dari kedua dislokasi ini, dislokasi yang paling sering ditemukan
adalah dislokasi panggul yang didapat akibat trauma (dislokasi panggul
traumatika). Dislokasi panggul traumatika ini dapat terjadi pada semua kelompok
usia dan angka kejadiannya meningkat seiring dengan meningkatnya angka
kecelakaan lalu lintas dan dislokasi panggul ini merupakan suatu
kegawatdaruratan ortopedi yang membutuhkan tatalaksana segera.
Seringkali cedera panggul disertai dengan cedera berat yang
membutuhkan tatalaksana segera. Cedera panggul harus segera direduksi karena
semakin lama caput femoris berada di luar acetabulum, maka semakin tinggi
angka kejadian nekrosis avaskular. Hanya sedikit caput femoris yang dapat
bertahan jika tetap mengalami dislokasi selama lebih dari 24 jam.
Reduksi dapat dilakukan secara tertutup maupun terbuka. Sebelum
melakukan reduksi perlu diingat bahwa harus dilakukan pemeriksaan
neurovaskular terlebih dahulu. Reduksi tertutup harus dilakukan di bawah anestesi
umum, dilakukan secara lembut, dan relaksasi otot sangat diperlukan untuk
mencapai reduksi atraumatik. Jika reduksi tertutup tidak membuahkan hasil, maka
dapat dilakukan reduksi terbuka.
BAB II
1
Page 2
ANATOMI SENDI PANGGUL
Sendi panggul atau articulatio coxae adalah sebuah sendi
sinovial yang dibentuk oleh tulang femur pada bagian caput femur dan
tulang pelvis pada asetabulum dan mempunyai konfigurasi ball and socket.
Konfigurasi sendi yang demikian ini memungkinkan sendi tersebut
mempunyai kelebihan dalam stabilitas weight bearing sekaligus kebebasan
pergerakan. Dalam keadaan normal sendi ini dapat bergerak ke arah abduksi
(0-450), adduksi(0-300), fleksi (0-1400), ekstensi (0-100), eksorotasi (0-500)
dan endorotasi (0-400).
Asetabulum terbuka ke arah depan dan bawah kira-kira
sebanyak 300. Colum femur mempunyai inklinasi ke depan (anteversi)
berkisar 0-300 dan mempunyai inklinasi keatas kira-kira 12,50.
Gambar 1. Os femur dan Os Pelvis
Sendi ini diliputi otot dan ligamen. Otot-otot bagian anterior
meliputi otot-otot pada lapisan superfisial yaitu M. Psoas Mayor, M.
Pektineus dan M. Iliakus dan otot pada lapisan profunda yaitu M. Rektus
Femoris, M. Iliopsoas, M. Obturator Eksterna dan Ligamentum Ileofemoral.
Otot bagian posterior meliputi otot pada lapisan superfisial yaitu M. Gluteus,
M. obturator Internus, M. Kuadratus Femoris dan M. Piriformis dan otot
pada lapisan profunda yaitu M. Gemelli, M. Obturator Eksterna, M.
Obturator Internus dan Ligamentum Iskiofemoralis.
2
Page 3
Gambar 2. Musculus
Gambar 3. Ligamentum-ligamentum yang melekat di os femur dan os pelvis
Sendi panggul diperkuat oleh 5 ligamen, yaitu 4 ligamen
extracapsular dan 1 ligamen intracapsular. Yang termasuk ligaman
extracapsular adalah ligamen iliofemoral, ligamen pubfemoral, ligamen
ischiofemoral, dan zona orbicularis. Sedangkan Ligamen intracapsular di
sendi panggul adlah ligamentum teres.
Ligamen iliofemoral yang melekat pada SIAI dan tepi acetabuli
serta pada linea intertrochanterica di sebelah distal. Ligamentum ini
mencegah extensi yang berlebihan sewaktu berdiri.
Ligamentum ischiofemoral berbentuk spiral dan melekat pada
corpus ischium dekat margo acetabuli, menghubungkan ischium ke trochater
mayor ossis femur. Ligamentum ini mencegah terjadinya hyperextensi
dengan cara memutar caput femur kea rah medial ke dalam acetabuli
sewaktu diadakan extensi pada articulatio coxae.
3
Page 4
Ligamentum pubfemoral berbentuk segitiga. dasar ligamentum
melekat pada ramus superior ossis pubis dan apex melekat dibawah pada
bagian bawah linea intertrochanterica. Ligamentum ini membatasai gerakan
extensi dan abduksi.
Zona Orbicularis, ligamentum ini disebut juga ring ligament,
annular ligament, atau zonular band. Ligamen ini berbentuk seperti kalung
yang mengelilingi collum femoris. 3 ligamen ini ditutupi oleh ligamen lain
yang mengelilinginya. Fungsi ligamen ini belum sepenuhnya dipahami,
namun diperkirakan ligamen ini bekerja secara biomekanik sebagai
pengunci sendi panggul sehingga sendi panggul menjadi stabil.
Ligamentum teres, berbentuk pipih dan segitiga. Ligamen ini
melekat di acetabular notch dan fovea capitis femuris. Ligamen ini hanya
meregang ketika terjadi dislokasi panggul, sehingga tidak terjadi
perpindahan sendi lebih lanjut. Ligamen ini tidak hanya berfungsi sebagai
ligamen, namun juga sebagai saluran tempat lewatnya arteri kecil pada caput
femuris.
Sendi pinggul mempunyai gerakan yang luas, tetapi lebih
terbatas daripada articulatio humeri. Kekuatan sendi sebagian besar
bergantung pada bentuk tulang-tulang yang ikut dalam persendian dan
kekuatan ligamentum. Bila lutut difleksikan, fleksi dibatasi oleh permukaan
anterior tungkai atas yang berkontak dengan dinding anterior abdomen. Bila
lutut diluruskan (ekstensi), fleksi dibatasi oleh ketegangan otot-otot
hamstring. Ekstensi yaitu gerakan tungkai atas yang difleksikan ke belakang
kembali ke posisi anatomi, dibatasi oleh tegangan Ligamentum Iliofemoral,
Ligamentum Pubfemoral, dan Ligamentum Ischiofemoral. Gerakan abduksi
dibatasi oleh tegangan Ligamentum Pubfemoral, dan adduksi dibatasi oleh
kontak dengan tungkai sisi yang lain dan oleh tegangnya Ligamentum Teres
Femoris. Rotasi lateral dibatasi oleh tegangan Ligamentum Iliofemoral dan
Ligamentum Pubfemoral, dan rotasi medial dibatasi oleh ligamentum
ischiofemoral. Gerakan-gerakan berikut ini dapat terjadi:
4
Page 5
Fleksi dilakukan oleh M. Iliopsoas, M. Rectus Femoris, M. Sartorius,
dan juga mm. adductores.
Ekstensi (gerakan ke belakang oleh tungkai atas yang sedang fleksi)
dilakukan oleh M. Gluteus Maksimus dan otot-otot hamstring.
Abduksi dilakukan oleh M. Gluteus Medius dan Minimus, dan dibantu
oleh M. Sartorius, M. Tensor Fasciae Latae, dan M. Piriformis.
Adduksi dilakukan oleh M. Adductor Longus dan M. Adductor Brevis
serta serabut-serabut adductor dari M. Adductor Magnus. Otot-otot ini
dibantu oleh M. Pectineus dan M. Gracilis.
Rotasi lateral dilakukan oleh M. Piriformis, M. Obturatorius Internus
dan Eksternus, M. Gemellus Superior dan M. Gemellus Inferior dan
M. Quadrates Femoris, dibantu oleh M. Gluteus Maksimus.
Rotasi medial dilakukan oleh serabut-serabut anterior dari M. Gluteus
Medius dan M. Gluteus Minimus dan M. Tensor Fasciae Latae.
Circumduksi merupakan kombinasi dari gerakan-gerakan di atas.
Kelompok otot-otot ekstensor lebih kuat daripada kelompok
otot-otot fleksor, dan lateral lebih kuat daripada rotator medial.
a. Persarafan
Saraf yang memepersarafi extremitas bawah berasal dari
abdomen dan pelvis, merupakan cabang terminal dari plexus
lumbosacral di dinding posterior rongga abdomen dan dinding
posterolateral pelvis.
Plexus lumbaris dibentuk oleh ramus anterior saraf spinal
L1-L3 dana bagian L4. Sisa ramus anterior dari L4 dan L5 bersatu
membentuk trunkus lumbosacral yang masuk ke rongga pelvis dan
bergabung dengan ramus anterior S1-S3 dan bagian S4 untuk
membentuk plexus sacralis.
Saraf utama yang berasal dari plexus lumbosacral antara
lain, nervus femoralis, nervus obturatorius, nervus ischiadicus (sciatic
nerve), nervus gluteus superior, dan nervus gluteus inferior.
5
Page 6
Semua saraf ke tungkai bawah lewat dekat sendi panggul.
N. Ischiadicus yang paling sering menjadi perhatian karena paling
beresiko. Saraf ini berjalan posterior pada sendi, muncul dari notch
ischiadica yang dalam ke m.piriformis dan superfisial ke m. Obturator
internus dan m. Gemelli.
c. Vaskularisasi
gambar 4. pembuluh darah extremitas bawah
A. femoralis, arteri utama yang memeprdarahi extremitas
bawah, yang merupakan lanjutan dari arteri iliaca externa di
abdomen. a. iliaca externa menjadi a. femoralis ketika
pembuluh darah melewati ligamentum inguinale lalu masuk ke
trigonum femoralis di aspek anterior paha. cabang arteri ini
memperdarahi sebgaian besar dari paha, tungkai bawah, dan
kaki.
A. gluteus superior dan inferior; dan a. obturatorius. a. gluteus
superior dan inferior berasal dari rongga pelvis dan
memperdarahi regio gluteal. a obturatorius juga berasal dari a.
iliaca interna di rongga pelvis dan melewati canalis obturatorius
dan masuk ke dalamnya. a ini memperdarahi kompartemen
medial paha.
6
Page 7
Cedera pada vaskular dari caput femur merupakan faktor
penting dalam dislokasi panggul. Pada orang dewasa, pasokan darah
utama untuk kaput berasal dari arteri kolum femur. Arteri ini berasal dari
cincin ekstrakapsular di dasar colum femur. Cincin ini dibentuk oleh
kontribusi dari arteri circumfleksa femoralis posterior medial dan lateral
anterior cirkumfleksa femoralis. Pembuluh darah melintasi kapsul dekat
insersi pada leher dan daerah trokanterika dan naik sejajar dengan leher,
memasuki kaput berdekatan dengan permukaan inferior artikular.
Pembuluh darah superior dan posterior, yang terutama berasal dari arteri
femoralis circumfleksa medial, lebih besar dan lebih banyak daripada
pembuluh darah anterior. Selain pembuluh serviks, kontribusi yang kecil
untuk kaput muncul dari arteri foveal, sebuah cabang dari arteri
obturatorius yang terletak di dalam ligamentum teres. arteri ini memberi
kontribusi yang signifikan ke bagian epifisis dari pembuluh darah kaput
femur pada sekitar 75% dari pinggul.
Posisi panggul ketika dislokasi dapat menekuk pembuluh darah
yang memvaskularisasi caput femur, membuat sirkulasi kolateral menjadi
penting. Namun, perubahan dalam suplai darah extraosseous tidak
memberikan perubahan yang konsisten dalam pasokan intraosseous ke
caput, hal ini mungkin terjadi karena ada sirkulasi kolateral. Caput femoralis
mendapat perdarahan dari percabangan a. sirkumfleksa femoris medialis dan
a. obturator ramus anterior serta a. ligamentum teres.
7
Page 8
Gambar 5. Pembuluh darah os femur
Vena yang mengalir di extremitas bawah membentuk kelompok
superficial dan dalam (deep).
Vena dalam secara umum mengikuti arteri (femoralis, gluteus superior-
inferior, dan obturatorius). Vena dalam utama yang mengalir di extremitas
bawah adalah vena femoralis. vena ini kemudian membentuk vena iliaca
externa ketika vena ini melewati ligamentum inguinale untuk masuk ke
abdomen. vena superficial berada di dalam jaringan ikat subkutan dan saling
berhubungan untuk kemudian mengalir ke vena dalam. Vena superficial
membentuk 2 saluran utama, yaitu vena saphena magna dan vena saphena
parva.
8
Page 9
BAB III
DISLOKASI SENDI PANGGUL
3.I. DEFINISI
Kata dislokasi merupakan gabungan dari kata dis dan lokasi
yang berarti kedudukan yang salah. Dislokasi sendi adalah keadaan dimana
terjadi pergeseran total permukaan tulang yang membentuk persendian.
Dislokasi sendi merupakan keadaan gawat darurat di bidang ortopedi yang
memerlukan penanganan segera.
Dislokasi adalah keadaan di mana tulang-tulang yang
membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari
sendi). Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser
atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari
mangkuk sendi).
Dislokasi panggul adalah suatu keadaan dimana terjadi
perpindahan permukaan sentuh caput femoris terhadap acetabulum.
Dislokasi terjadi ketika caput femoris keluar dari acetabulum. Kondisi ini
dapat kongenital atau didapat (acquired).
3.2. EPIDEMIOLOGI
Dengan meningkatnya angka kecelakaan lalu lintas, dislokasi
panggul traumatik makin sering ditemukan. Dislokasi panggul ini dapat
terjadi pada semua kelompok usia. Dislokasi panggul posterior merupakan
dislokasi yang paling sering terjadi. Dislokasi panggul posterior terjadi
sebanyak 90% dari kasus, sedangkan dislokasi panggul anterior terjadi
sebanyak 10% dari seluruh kasus dislokasi panggul traumatik.
3.3. ETIOLOGI
1. Cedera Olah raga
Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki,
serta olahraga yang beresiko jatuh misalnya: terperosok akibat bermain ski,
senam, volley,. pemain basket dan pemain sepak bola sering mengalami
9
Page 10
dislokasi pada tangan dan jari-jari secara tidak sengaja menangkap bola dari
pemain lain.
2. Trauma
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan
dislokasi.
3. Terjatuh
Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin.
4. Patologis
Terjadi ‘tear’ ligament dan capsul articuler yang merupakan komponen vital
penghubung tulang.
3.4. KLASIFIKASI
Berdasarkan arah dislokasi, dislokasi panggul dibagi menjadi 3,
yaitu dislokasi posterior, dislokasi anterior, dan dislokasi pusat (central).
a. Dislokasi Posterior
1) Mekanisme Cedera
Caput femoris keluar dari acetabulum melalui suatu
trauma yang dihantarkan pada diaphisis femur dimana sendi panggul
dalam posisi flexi atau semiflexi. Trauma biasanya terjadi karena
kecelakaan lalu lintas dimana lutut penumpang dalam keadaan flexi
dan menabrak dengan keras benda yang ada di depan lutut.
Mekanisme khas untuk dislokasi posterior adalah perlambatan
dimana lutut penderita mengenai dashboard dengan menekuk lutut
dan panggul. Dislokasi posterior sendi panggul biasa disebabkan
oleh trauma. Ini terjadi pada axis longitudinal pada femur saat femur
dalam keadaan flexi 90 derajat dan sedikit adduksi.
10
Page 11
Gambar 6. Mekanisme cedera pada dislokasi panggul posterior
2) Gambaran Klinis dan Pemeriksaan Fisik
Penderita biasanya datang setelah trauma yang hebat disertai nyeri
dan deformitas pada daerah sendi panggul juga tidak bisa
menggerakan anggota gerak bawah. Sendi panggul teraba menonjol
ke belakang dalam posisi adduksi, flexi, dan rotasi interna. Terdapat
pemendekan anggota gerak bawah dan teraba caput femur pada
panggul. rasa nyeri diakibatkan spasme otot disekitar panggul.
Caput femoris dapat berada di posisi yang tinggi (iliac)
atau rendah (ischiatic), tergantung dari posisi flexi paha ketika
terjadi dislokasi.
Dislokasi tipe iliac:
- Panggul flexi, adduksi, endorotasi.
- Extremitas yang terkena tampak memendek.
- Trochanter major dan bokong di daerah yang mengalami
dislokasi terlihat menonjol.
- Lutut extremitas yang mengalami dislokasi tampak
menumpang di paha sebelahnya.
Dislokasi tipe ischiatic:
- Panggul flexi.
- Panggul sangat beradduksi sehingga lutut di extremitas yang
mengalami dislokasi tampak menindih di paha sebelahnya.
11
Page 12
- Extremitas bawah tampak dalam posisi endorotasi yang
ekstrim.
- Trochanter major dan bokong di daerah yang mengalami
dislocasi terlihat menonjol.
Gambar 7. Posisi sendi pada dislokasi pinggul posterior
Jika salah satu tulang panjang mengalami fraktur
(biasanya femur), dislokasi panggul seringkali tidak terdiagnosis.
Pedoman yang baik adalah dengan pemeriksaan pelvis dengan
pemeriksaan radiologis. Tungkai bawah juga harus diperiksa untuk
mencari apakah terjadi cedera syaraf ischiadicus.
Cedera neurovaskular pada dislokasi panggul posterior
dapat memberikan gambaran sebagai berikut:
Nyeri di panggul, bokong, dan tungkai bawah bagian posterior.
Hilangnya sensasi di tungkai bawah dan kaki.
Hilangnya kemampuan dorsoflexi (cabang peroneal) atau
plantarflexi (cabang tibial).
Hilangnya deep tendon reflex di pergelangan kaki.
Hematoma lokal
3) Klasifikasi
Epstein dan Thompson menganjurkan suatu klasifikasi
yang dapat membantu perencanaan tatalaksana. Klasifikasi ini dibuat
sebelum ditemukannya CT-scan.
12
Page 13
Berikut ini adalah klasifikasi dislokasi panggul posterior
menurut Epstein dan Thompson:
Tipe I : Dislokasi sederhana, dengan atau tanpa fragmen
di dinding posterior acetabulum.
Tipe II : Dislokasi dengan fragmen besar di dinding
posterior acetabulum.
TipeIII : Dislokasi dengan kominusi dinding
posterior acetabulum.
Tipe IV : Dislokasi dengan fraktur dasar (lantai)
acetabulum.
Tipe V : Dislokasi dengan fraktur caput femoris, yang
diklasifikasikan menurut Pipkin
Gambar 8. Klasifikasi FractureCaput Femoris Menurut Pipkin
A) Tipe I: Garis fracture berada di bawah fovea, B) Fragmen fracture meliputi fovea, C) Sama seperti tipe I dan II, namun disertai dengan fracture
collum femoris, D) Fracture caput femoris dan acetabulum dalam bentuk apapun.
13
Page 14
Klasifikasi Steward dan Milford didasarkan pada stabilitas
fungsi panggul, yaitu:
Type 1 No fracture or insignificant fracture
Type 2 Associated with a single or comminuted posterior
wall fragment, but the hip remains stable through a functional
range of motion
Type 3 Associated with gross instability of the hip joint
secondary to loss of structural support
Type 4 Associated with femoral head fracture
4) Pemeriksaan Radiologi
Pada foto anteroposterior (AP), caput femoris terlihat
keluar dari acetabulum dan berada di atas acetabulum. Segmen atap
acetabulum atau caput femoris dapat ditemukan patah dan bergeser.
Foto oblik dapat digunakan untuk mengetahui ukuran fragmen. CT
scan adalah cara terbaik untuk melihat fraktur acetabulum atau setiap
fragmen tulang.
1. Pasien ditempatkan di atas meja dalam posisi telungkup.
2. Tungkai yang mengalami dislokasi digantungkan ke bawah dan lutut difleksikan.
3. Seorang asisten memegang tungkai yang sehat secara horizontal.
4. Operator memberi tekanan ke bawah secara mantap pada lutut yang fleksi.
5. Posisi ini tetap dipertahankan hingga otot-otot relaksasi dan caput femoris turun ke acetabulum.
Kadang-kadang dengan sedikit mengayunkan paha dapat mempercepat reduksi.
14
Page 15
Gambar 9. Gambaran radiologi dislokasi panggul posterior
b. Dislokasi Anterior
Dislokasi anterior jarang terjadi jika dibandingkan dengan
dislokasi posterior. Dislokasi ini terjadi sebanyak 10-12 % dari
keseluruhan kejadian dislokasi panggul traumatik. Penyebab yang lazim
adalah kecelakaan lalu lintas atau kecelakaan penerbangan. Caput
femoris didorong dengan paksa ke arah anteroinferior dan berpindah ke
foramen obturatorium atau pubis.
a. Mekanisme Cedera
Dislokasi ini dapat terjadi dalam kecelakaan lalu lintas
ketika lutut terbentur dashboard ketika paha dalam posisi abduksi.
Dislokasi pada satu atau bahkan kedua panggul dapat terjadi jika
seseorang tertimpa benda berat pada punggungnya saat posisi kaki
merentang, lutut lurus dan punggung ke depan.
Caput femoris didorong dengan paksa ke arah
anteroinferior acetabuli dan berpindah ke foramen obturatorium atau
pubis.
b. Gambaran Klinis dan Pemeriksaan Fisik
Kaki berada dalam posisi exorotasi, abduksi, dan sedikit
flexi. Kaki tidak memendek karena perlekatan rektus femoris
mencegah caput femoris bergeser ke atas. Bila dilihat dari samping,
tonjolan anterior pada caput yang mengalami dislokasi tampak jelas.
Kadang-kadang kaki berabduksi hampir membentuk sudut siku-siku.
Caput yang menonjol mudah diraba. Gerakan panggul tidak dapat
dilakukan.
15
Page 16
Gambar 10. Posisi sendi pada dislokasi panggul anterior
Cedera neurovaskular dapat terjadi. Berikut ini adalah
tanda-tanda terjadinya cedera neurovaskular pada dislokasi panggul
anterior:
Paresis di extremitas bawah
Rasa nyeri tumpul di extremitas bawah
Refleks patella melemah atau hilang
Extremitas bawah tampak pucat dan dingin
Parestesia di extremitas bawah
Dislokasi panggul anterior dideskripsikan oleh klasifikasi Epstein:
Type I – Dislokasi superior (lokasi pubis dan subspinous)
a. Tidak ada fraktur yang terkait
b. Fraktur terkait atau impact caput femur
c. Fraktur terkait acetabuli
Type II – Dislokasi inferior (lokasi obturator dan perineal)
a. Tidak ada fraktur terkait
b. Fraktur terkait atau impact caput femur
16
Page 17
c. Fraktur terkait acetabuli
c. Pemeriksaan Radiologi
Pada foto anteroposterior, dislokasi biasanya jelas, tetapi
kadang-kadang caput hampir berada di depan posisi normalnya
sehingga jika meragukan dapat dilakukan foto lateral.
Gambar 11. Gambaran radiologi dislokasi panggul anterior
c. Dislokasi Sentral (Pusat)
1) Mekanisme Cedera
Dislokasi Sentral terjadi apabila kaput femur terdorong ke
medial acetabulum pada rongga pangguk. Disini kapsul tetap utuh.
Fraktur acetabulum terjadi karena dorongan yang kuat dari lateral
atau jatuh dari ketinggian pada satu sisi atau suatu tekanan yang
mrlslui femur dimana panggul dalam kedaan abduksi.
2) Gambaran Klinis dan Pemeriksaan Fisik
Terdapat luka lecet atau memar pada paha, namun kaki
terletak pada posisi normal. Trochanter dan daerah panggul terasa
nyeri. Gerakan minimal masih dapat dilakukan. Pasien harus
diperiksa dengan cermat untuk mencari ada tidaknya cedera pelvis
dan abdomen.
17
Page 18
3) Pemeriksaan Radiologi
Pada foto anteroposterior, caput femoris tampak bergeser
ke medial dan lantai acetabulum mengalami fraktur.
Gambar 12. dislokasi panggul central
4) Klasifikasi
Klasifikasi fraktur acetabulum dideskripsikan oleh
Letournel dan Judet. Mereka membagi fraktur acetabulum menjadi 2
kelompok dasar yaitu fraktur sederhana dan fraktur kompleks.
Fraktur sederhana adalah fraktur terisolasi pada satu columna atau
dinding bersamaan dengan fraktur melintang, fraktur tipe ini meliputi
fraktur dinding posterior, columna posterior, dinding anterior, atau
columna anterior dan fraktur melintang. Fraktur kompleks memiliki
geometri fraktur lebih kompleks dan meliputi fraktur berbentuk T (T-
shaped), kombinasi fraktur dinding dan columna posterior,
kombinasi fraktur melintang dan dinding posterior, fraktur columna
anterior dengan fraktur posterior hemitransverse, dan fraktur kedua
columna.
18
Page 19
Gambar 13. Klasifikasi Letournel dan JudetA) Fracture dinding posterior, B) Fracture columna posterior, C) Fracture dinding anterior, D) Fracture columna anterior, E) Fracture melintang, F) Fracture columna dan dinding posterior, G) Fracture melintang dan fracture dinding posterior, H) Fracture berbentuk T, I) Fracture columna
anterior dengan fracture posterior hemitransverse, J) Fracture komplit kedua columna.
3.5. TATALAKSANA
a. Tatalaksana Dislokasi Posterior
Dislokasi harus direduksi secepat mungkin di bawah
anestesi umum. Reduksi harus dilakukan dalam waktu 12 jam sejak
terjadinya dislokasi. Pada sebagian besar kasus dilakukan reduksi
tertutup, namun jika reduksi tertutup gagal sebanyak 2 kali maka
harus dilakukan reduksi terbuka untuk mencegah kerusakan caput
femoris lebih lanjut. Sebelum melakukan reduksi, sebaiknya
dilakukan pemeriksaan neurovaskular.
Indikasi reduksi tertutup:
Dislokasi dengan atau tanpa defisit neurologis jika tidak
ada fraktur.
Dislokasi yang disertai fraktur jika tidak terdapat defisit
neurologis.
Kontraindikasi reduksi tertutup:
Dislokasi panggul terbuka.
19
Page 20
Berikut ini adalah beberapa teknik yang dapat digunakan
untuk mereduksi dislokasi panggul posterior sederhana (tipe I
Epstein).
Manuver Allis
Gambar 14. Manuver Allis
1. Pasien berbaring dalam posisi supine.
2. Seorang asisten menekan spina iliaca anterior superior.
3. Operator memegang tungkai yang mengalami dislokasi pada pergelangan kaki menggunakan satu tangan.
4. Lengan bawah operator diletakkan di bawah lutut, lalu lakukan traksi longitudinal sejajar deformitas.
5. Paha dalam posisi adduksi dan endorotasi , lalu difleksikan 900. Tindakan ini merelaksasikan ligamen iliofemoral.
6.Setelah traksi dipertahankan, caput femoris diungkit ke dalam acetabulum dengan abduksi, rotasi eksternal, dan ekstensi pinggul.
20
Page 21
Manuver Stimson
1. Pasien ditempatkan di atas meja dalam posisi telungkup.
2. Tungkai yang mengalami dislokasi digantungkan ke bawah dan lutut difleksikan.
3. Seorang asisten memegang tungkai yang sehat secara horizontal.
4. Operator memberi tekanan ke bawah secara mantap pada lutut yang fleksi.
5. Posisi ini tetap dipertahankan hingga otot-otot relaksasi dan caput femoris turun ke acetabulum.
Kadang-kadang dengan sedikit mengayunkan paha dapat mempercepat reduksi
Gambar 15. Manuver Stimson
Menggunakan berat tungkai bawah dan gravitasi untuk mengurangi dislokasi
Maneuver Bigelow
Gambar 16. Manuver Bigelow
1. Pasien dibaringkan di lantai dalam posisi supine.
2. Seorang asisten menekan spina iliaca anterior superior.
3. Angkat tungkai yang mengalami dislokasi dan fleksikan sendi pinggul dan lutut.
4. Rotasikan tungkai ke posisi netral.
5. Buat traksi yang mantap pada tungkai bawah ke arah atas, angkat caput femoris ke dalam acetabulum.
6. Setelah traksi ke atas selesai, letakkan paha ke bawah dalam posisi ekstensi.
Teknik Whistler
Panggul yang mengalami dislokasi direlokasikan menggunakan
lengan operator untuk mengangkat dan memanuver tungkai yang
mengalami dislokasi ketika bahu operator diangkat. Tangan
21
Page 22
operator bertumpu pada paha kontralateral. Seorang asisten atau
tangan lain operator melakukan kontratraksi pada tibia atau fibula.
Gambar 17. Teknik Whistler
Traksi longitudinal
Pasien dibaringkan dalam posisi supine, kemudian seorang asisten
melakukan traksi lateral, sementara operator melakukan traksi
longitudinal. (Gambar dapat dilihat di halaman berikutnya)
Gambar 18. Traksi longitudinal
Leg-crossing maneuver
Kadang-kadang dislokasi dapat direduksi dengan cara membujuk
pasien untuk perlahan-lahan menyilangkan tungkai yang
mengalami dislokasi ke arah tungkai sebelahnya (adduksi) dan
kemudian lakukan traksi lembut ketika asisten memandu caput
femoris kembali ke posisi semula dengan melakukan tekanan di
sebelah anterior.
22
Page 23
Teknik fulcrum
Pasien dibaringkan dalam posisi supine, lalu lutut operator
diletakkan di bawah lutut pasien di sisi yang mengalami dislokasi.
Lutut operator digunakan sebagai titik tumpu untuk mengungkit
caput femoris agar kembali masuk ke acetabulum.
Gambar 19. Teknik fulcrum
Manuver East Baltimore LiftPasien dibaringkan dalam posisi supine. Operator berdiri di sisi
panggul yang mengalami dislokasi. Extremitas bawah pasien
diflexikan hingga panggul dan lutut membentuk sudut 900.
Kemudian operator menempatkan lengannya yang lebih dekat
dengan kepala pasien di bawah lutut pasien, menopang tungkai
pasien dengan cara menumpukan tangannya di bahu seorang
asisten yang berdiri di seberangnya, sedangkan tangan lain
operator memegang pergelangan kaki pasien.
Kemudian asisten meletakkan tangannya di bahu operator dengan
cara melewati bagian bawah lutut pasien (serupa dengan yang
dilakukan oleh operator). Operator dan asisten kemudian berdiri
dengan posisi lutut sedikit flexi dan secara bersama-sama berdiri
tegak tanpa merubah posisi bahu untuk memberikan traksi.
Operator merotasikan tungkai bawah pasien di bagian pergelangan
kaki, sedangkan asisten yang kedua menstabilkan pelvis.
23
Page 24
Gambar 20. Manuver East Baltimore Lift
Pemeriksaan X-Ray sangat diperlukan untuk memastikan reduksi
dan untuk menyingkirkan fraktur. Bila terdapat sedikit kecurigaan
saja bahwa fragmen tulang telah terperangkap di dalam sendi,
maka diperlukan pemeriksaan CT-scan.
Reduksi biasanya stabil, panggul yang telah mengalami cedera
harus diistirahatkan. Cara yang paling sederhana untuk
mengistirahatkan panggul adalah dengan memasang traksi dan
mempertahankannya selama 3 minggu. Gerakan dan latihan
dimulai segera setelah nyeri mereda. Pada akhir minggu ketiga
pasien diperbolehkan berjalan dengan kruk penopang.
Jika pemeriksaan X-ray atau CT-scan pasca reduksi
memperlihatkan adanya fragmen intra-articular, fragmen itu harus
dibuang dan sendi dibilas melalui posterior approach. Hal ini
biasanya ditunda hingga keadaan pasien stabil.
Fraktur-dislokasi tipe II Epstein sering diterapi dengan reduksi
terbuka segera dan fiksasi anatomis pada fragmen yang terlepas.
Namun, jika keadaan umum pasien meragukan atau tidak tersedia
ahli bedah yang terampil di bidang ini, panggul direduksi tertutup
seperti diuraikan di atas. Jika sendi tidak stabil atau fragmen besar
tetap tidak tereduksi, maka reduksi terbuka dan fiksasi internal
24
Page 25
tetap diperlukan. Pada kasus tipe II, traksi dipertahankan selama 6
minggu.
Fraktur-dislokasi tipe III diterapi secara tertutup, tetapi mungkin
terdapat fragmen yang bertahan dan fragmen-fragmen ini harus
dibuang dengan operasi terbuka. Traksi dipertahankan selama 6
minggu.
Fraktur-dislokasi tipe IV dan V pada awalnya diterapi dengan
reduksi tertutup. Fragmen caput femoris dapat secara otomatis
berada pada tempatnya, dan ini dapat dipastikan dengan CT-scan
pasca reduksi. Jika fragmen tetap tidak tereduksi, terapi operasi
diindikasikan: fragmen yang kecil dibuang, namun fragmen yang
besar harus diganti; sendi dibuka, caput femoris didislokasikan dan
fragmen diikat pada posisinya dengan countersunk screw. Pasca
operasi, traksi dipertahankan selama 4 minggu dan pembebanan
penuh ditunda selama 12 minggu.
Dislokasi Panggul yang Tidak Tereduksi
Kadang-kadang dislokasi panggul posterior tanpa fraktur
acetabulum atau caput femoris tidak dapat direduksi dengan metode
reduksi tertutup.
Pada dislokasi posterior, caput femoris keluar ke arah
posteroinferior dari kapsul dan dapat menembus otot-otot exorotasi.
Jaringan lunak yang mengelilingi collum femoris dapat mencegah
relokasi dari caput femoris.
Sebagai contoh, labrum acetabulum dapat terlepas dari
tempat melekatnya, dengan atau tanpa fragmen tulang, ketika
reduksi, labrum mungkin tertarik masuk ke dalam sendi di depan
caput femoris sehingga mencegah kembalinya posisi caput secara
konsentris ke dalam acetabulum.
25
Page 26
Gambar 21. Robekan labrum acetabulum
Tata laksana untuk dislokasi yang tidak tereduksi ini
adalah dengan reduksi operatif (terbuka).
Posterior approach sendi panggul (Kocher-Langenbeck)
Pasien dibaringkan dalam posis lateral.
Mulai dengan insisi kulit pada daerah trochanter major dan
perluas ke arah proximal sepanjang 6 cm dari spina iliaca
posterior (Gambar 35A). Insisi dapat diperluas ke arah
distal sepanjang permukaan lateral paha sepanjang 10 cm
atau seperlunya.
Pisahkan fasciae latae sejajar dengan insisi kulit dan
pisahkan gluteus maximus secara tumpul sejajar dengan
arah seratnya (Gambar 35B). Lindungi cabang dari nervus
gluteus inferior ke arah anterosuperior dari gluteus
maximus.
Kenali dan lindungi nervus ischiadicus yang berada di atas
quadratus femoris (Gambar 35C).
Pisahkan tendon M. Piriformis, gemellus, dan obturatorius
internus sejajar dengan insersinya pada trochanter major
dan kemudian otot-otot exorotasi tersebut ditarik ke arah
26
Page 27
medial untuk melindungi nervus ischiadicus. M. qudratus
femoris tetap dibiarkan intak untuk melindungi cabang
arteri circumflexa femoris medialis (Gambar 35D).
Tempat melekatnya tendon M. gluteus maximus pada
femur dapat diinsisi untuk memperluas daerah paparan.
Gambar 22. Posterior Approach Sendi Panggul
Identifikasi kapsul yang mengelilingi collum femoris dan
jika perlu perbesar robekan ke arah proximal dan distal
untuk membebaskan collum dan caput femoris.
Reduksi:
- Traksi paha sepanjang aksis longitudinalnya.
- Panggul diflexikan 900 dan diadduksi.
- Dislokasikan caput femoris ke arah posterior dengan
mengendorotasikan paha.
- Buat traksi longitudinal pada femur dengan kuat.
- Cari gambaran cartilago labrum di dalam
acetabulum.
- Tarik labrum keluar dari acetabulum dengan kait
tumpul.
- Potong bagian yang tidak melekat dari labrum.
27
Page 28
- Eratkan caput femoris dengan membuat traksi
longitudinal pada femur yang diflexikan dan
diadduksi.
Setelah reduksi terbuka, dilakukan pemasangan skin
traction di tungkai bawah. Panggul dalam posisi extensi dan
extremitas sedikit abduksi.
Traksi dipertahankan selama 3 minggu. Beberapa hari
setelah reduksi, gerakan aktif dan pasif sendi panggul dapat dimulai.
Pada akhir minggu ketiga, pasien diperbolehkan jalan menggunakan
kruk penopang. Pasien diperbolehkan menopang berat badan pada
akhir minggu ke 12-14 dan diperbolehkan kembali beraktivitas
seperti biasa 6-10 bulan setelah operasi. Ikuti perkembangan pasien
selama 2 tahun (setiap 3 bulan), setiap pemeriksaan rekam
perkembangan range of motion dari sendi panggul dan lakukan
pemeriksaan X-ray untuk mengetahui ada tidaknya nekrosis
avaskular dari caput femoris.
b. Tatalaksana Dislokasi Anterior
Dislokasi harus direduksi secepat mungkin di bawah
anestesi umum. Reduksi harus dilakukan dalam waktu 12 jam sejak
terjadinya dislokasi. Sebelum melakukan reduksi, sebaiknya
dilakukan pemeriksaan neurovaskular.
Manuver yang digunakan hampir sama dengan yang
digunakan untuk mereduksi dislokasi posterior, kecuali bahwa ketika
paha yang berflexi ditarik ke atas, paha harus diadduksi. Tata laksana
berikutnya mirip dengan tata laksana pada dislokasi posterior.
28
Page 29
Gambar 23. Manuver Reduksi Tertutup Dislocasi Panggul Anterior
Setelah reduksi, panggul diistirahatkan dengan
pemasangan skin traction selama tiga minggu. Beberapa hari setelah
reduksi, gerakan aktif dan pasif sendi panggul dapat dimulai. Pada
akhir minggu ketiga, pasien diperbolehkan jalan menggunakan kruk
penopang tanpa bertumpu pada sisi yang mengalami dislokasi.
Selama periode ini dapat dilakukan latihan aktif terkontrol untuk
mengembalikan fungsi sendi dan perkembangan tonus dan kekuatan
otot. Kerja ringan dapat dilanjutkan pada minggu ke 14-16 dan
aktivitas penuh dapat dilakukan 6-10 bulan setelah cedera.
Ikuti perkembangan pasien selama minimal 2 tahun, setiap
pemeriksaan rekam perkembangan range of motion dari sendi
panggul dan lakukan pemeriksaan X-ray setiap 4-6 bulan untuk
mengetahui ada tidaknya necrosis avaskular dari caput femoris.
a) Dislokasi Panggul yang Tidak Tereduksi
Pada kasus yang jarang, manuver reduksi tertutup dapat
gagal dalam mereduksi dislokasi panggul anterior. Jika hal ini
terjadi, maka reduksi tertutup tidak boleh dipaksakan dan hal ini
merupakan indikasi untuk dilakukannya reduksi terbuka.
Kegagalan reduksi tertutup ini dapat disebabkan oleh :
1) Penetrasi caput femoris ke dalam otot iliopsoas
29
Page 30
2)Ekstrusi caput femoris ke dalam lubang (buttonhole) di
kapsul anterior.
b) Anterolateral approach sendi panggul (Smith-Petersen)
1. Buat insisi kulit sepanjang 1/3 anterior crista iliaca dan
sepanjang tepi anterior M. tensor fasciae latae, kemudian
insisi dibelokkan ke arah posterior melewati insersio otot
tersebut di region subtrochanterica (biasanya 8-10 cm di
bawah dasar trochanter major).
2. Insisi fasia sepanjang tepi anterior M. tensor fasciae latae.
Kenali dan lindungi nervus cutaneous femoris lateralis, yang
biasanya berada di bagian medial M. tensor fasciae latae dan
lateral dari M. sartorius.
3. Insisi perlekatan otot di aspek lateral ilium sepanjang crista
iliaca. Pisahkan perlekatan otot di antara spina iliaca anterior
superior dan acetabulum labrum, lalu tampak M. tensor
fasciae latae, M. gluteus minimus, dan bagian anterior
M.gluteus medius.
4. Insisi fasia kemudian dilanjutkan ke arah insersio M. tensor
fasciae latae ke ikatan iliotibial dan paparkan bagian lateral
M. rectus femoris dan bagian anterior M. vastus lateralis.
5. Mulai insisi kapsular di aspek inferior kapsul, lateral dari
acetabulum labrum; dari titik ini, perluas ke arah proximal,
paralel dengan acetabulum labrum dan belokkan ke arah
lateral.
6. Lakukan traksi longitudinal pada tungkai bawah. Ketika
traksi dipertahankan, tungkai di-endorotasi-kan dan berikan
tekanan pada caput femoris secara langsung untuk
menimbulkan efek reduksi.
30
Page 31
Gambar 24. Smith-Petersen Approach
Setelah reduksi, panggul diistirahatkan dengan
pemasangan skin traction selama tiga minggu. Beberapa hari
setelah reduksi, gerakan aktif dan pasif sendi panggul dapat
dimulai. Pada akhir minggu ketiga, pasien diperbolehkan jalan
menggunakan kruk penopang tanpa bertumpu pada sisi yang
mengalami dislokasi. Selama periode ini dapat dilakukan latihan
aktif terkontrol untuk mengembalikan fungsi sendi dan
perkembangan tonus dan kekuatan otot. Kerja ringan dapat
dilanjutkan pada minggu ke 14-16 dan aktivitas penuh dapat
dilakukan 6-10 bulan setelah cedera.
Ikuti perkembangan pasien selama minimal 2 tahun, setiap
pemeriksaan rekam perkembangan range of motion dari sendi
panggul dan lakukan pemeriksaan X-ray setiap 4-6 bulan untuk
mengetahui ada tidaknya necrosis avaskular dari caput femoris.
31
Page 32
c. Tatalaksana Dislokasi Sentral
Pada kasus dislokasi panggul central tetap harus
diusahakan untuk melakukan reduksi dan memulihkan bentuk lazim
panggul. Meskipun osteoartritis sekunder tidak dapat dielakkan,
paling tidak anatomi yang normal akan memudahkan pembedahan
rekonstruktif.
Dislokasi central yang disertai dengan fraktur kominusi
pada lantai acetabulum kadang-kadang dapat direduksi dengan
manipulasi di bawah anestesi umum. Ahli bedah menarik paha
dengan kuat dan kemudian mencoba mengungkit keluar caput
dengan mengadduksi paha, menggunakan bantalan keras sebagai
titik tumpu. Jika cara ini berhasil, traksi longitudinal dipertahankan
selama 4-6 minggu dengan pemeriksaan X-ray untuk memastikan
bahwa caput femoris tetap berada di bawah bagian acetabulum yang
menahan beban.
Jika manipulasi gagal, kombinasi traksi longitudinal dan
lateral dapat mereduksi dislokasi selama 2-3 minggu. Pada semua
metode ini, gerakan perlu dimulai secepat mungkin. Bila traksi
dilepas, pasien diperbolehkan bangun dengan kruk penopang.
Penahanan beban diperbolehkan setelah 8 minggu. Hasilnya terhadap
fungsi lebih baik daripada yang ditunjukkan pada penampilan X-ray,
tetapi semua gerakan kecuali flexi dan extensi tetap sangat terbatas,
dan pada akhirnya terjadi artritis degeneratif, kecuali jika pergeseran
hanya terjadi sedikit.
a) Indikasi Operasi
Fraktur acetabulum dengan pergeseran > 2 mm di dalam
kubah acetabulum.
Fraktur dinding posterior dengan > 50% keterlibatan
permukaan artikulasi sendi pada dinding posterior.
Ketidakstabilan klinis pada flexi 900.32
Page 33
Fragmen yang terjebak di dalam acetabulum setelah reduksi
tertutup.
Beberapa penulis menganjurkan operasi dilakukan 2-3
hari setelah cedera untuk menunggu kondisi pasien agar stabil.
Idealnya reduksi terbuka dan fiksasi internal fraktur acetabulum
seharusnya dilakukan dalam 5-7 hari setelah cedera. Reduksi
anatomis akan menjadi lebih sulit setelah melewati waktu
tersebut karena pembentukan hematoma, kontraktur jaringan
lunak, dan pembentukan callus awal
Setelah dilakukan reduksi terbuka, dilakukan
pemasangan skeletal traction. Pemasangan ini dilakukan dengan
cara:
1. Masukkan threaded wire di bawah tibial tubercle.
2. Pasang bebat Thomas dengan Pearson attachment balanced
dari rangka di atas kepala.
3. Panggul dan lutut sedikit diflexikan
4. Berikan beban seberat 20-25 lbs.
Gambar 25. Skeletal Traction
33
Page 34
3.6 KOMPLIKASI
a. Komplikasi Dislokasi Posterior
Dini
Cedera nervus ischiadicus.
Syaraf ini kadang-kadang mengalami cedera, namun biasanya
membaik lagi. Jika setelah mereduksi dislokasi, lesi nervus
ischiadicus dan fraktur acetabulum yang tidak tereduksi
terdiagnosis, maka nervus harus dieksplorasi dan fragmennya
dikoreksi ke tempat asalnya (disekrupkan pada posisinya).
Penyembuhan sering membutuhkan waktu beberapa bulan, dan
sementara itu tungkai harus dihindarkan dari cedera dan
pergelangan kaki harus dibebat untuk menghindari kaki terkulai
(foot drop).
Cedera pembuluh darah.
Kadang-kadang arteri gluteus superior robek dan mungkin
terdapat banyak perdarahan. Jika keadaan ini dicurigai, maka
harus dilakukan arteriogram. Pembuluh darah yang robek
mungkin perlu diligasi.
Fraktur corpus femoris.
Bila ini terjadi bersamaan dengan dislokasi panggul, dislokasi
biasanya terlewatkan. Maka harus digunakan pedoman bahwa
pada setiap fraktur corpus femoris, bokong dan trochanter per
palpasi, dan panggul harus dilakukan pemeriksaan X-ray.
Sekalipun tindakan pencegahan ini tidak dilakukan, suatu
dislokasi harus dicurigai bila fragmen proximal pada fraktur
melintang pada batang terlihat beradduksi. Reduksi dislokasi ini
jauh lebih sulit, tetapi manipulasi tertutup yang perlahan harus
tetap dicoba. Jika cara ini gagal, maka reduksi terbuka harus
dicoba, dan pada saat yang sama, femur dapat difiksasi dengan
intramedullary nail.
34
Page 35
Lambat
Nekrosis avaskular.
Persediaan darah pada caput femoris sangat terganggu sekurang-
kurangnya pada 10% dislocasi panggul traumatik. Jika reduksi
ditunda lebih dari beberapa jam, angkanya meningkat menjadi
40%. Necrosis avaskular terlihat pada pemeriksaan X-Ray
sebagai peningkatan kepadatan caput femoris, tetapi perubahan
ini tidak ditemukan sekurang-kurangnya selama 6 minggu, dan
kadang-kadang jauh lebih lama (sampai 2 tahun), tergantung
pada kecepatan perbaikan tulang. Jika caput femoris
menunjukkan tanda-tanda fragmentasi, mungkin diperlukan
operasi. Jika terdapat segmen nekrotik yang kecil, osteotomi
penjajaran tulang (realigment) merupakan metode terpilih.
Sebaliknya, pada pasien yang lebih muda, pilihannya adalah
antara penggantian caput femoris dengan prostesis bipolar atau
artrodesis panggul. Pada pasien berusia di atas 50 tahun,
penggantian panggul keseluruhan adalah pilihan yang lebih
baik.
Myositis Ossificans
Komplikasi ini jarang terjadi, mungkin berhubungan dengan
beratnya cedera. Karena sulit diramalkan, komplikasi ini sulit di
cegah. Gerakan tidak boleh dipaksa dan pada cedera yang berat,
masa istirahat dan pembebanan mungkin perlu di perpanjang.
Dislokasi yang tak tereduksi.
Setelah beberapa minggu, dislokasi yang tak diterapi jarang
dapat direduksi dengan manipulasi tertutup dan diperlukan
reduksi terbuka. Insidensi kekakuan atau neckosis avaskular
sangat meningkat dan di kemudian hari pasien dapat
memerlukan pembedahan rekonstruktif.
Osteoartritis.
Osteoartritis sekunder sering terjadi dan diakibatkan oleh: 35
Page 36
(1) kerusakan cartilago pada saat dislokasi
(2) adanya fragmen yang bertahan dalam sendi, atau
(3) nekrosis iskemik pada caput femoris.
gambar 26. Gambaran radiologi Osteoporosis
b. Komplikasi Dislokasi Anterior
Necrosis avaskular adalah komplikasi yang dapat terjadi
pada dislokasi panggul anterior dan terjadi pada 10% kasus.
Persediaan darah pada caput femoris sangat terganggu sekurang-
kurangnya pada 10% dislokasi panggul traumatik. Jika reduksi
ditunda lebih dari beberapa jam, angkanya meningkat menjadi 40%.
Nekrosis avaskular terlihat pada pemeriksaan X-ray sebagai
peningkatan kepadatan caput femoris, tetapi perubahan ini tidak
ditemukan sekurang-kurangnya selama 6 minggu, dan kadang-
kadang jauh lebih lama (sampai 2 tahun), tergantung pada kecepatan
perbaikan tulang. Dalam minggu-minggu awal, radiosintigrafi dapat
memperlihatkan tanda-tanda iskemia tulang. Jika caput femoris
menunjukkan tanda-tanda fragmentasi, mungkin diperlukan operasi.
Jika terdapat segmen nekrotik yang kecil, osteotomi penjajaran
tulang (realigment) merupakan metode terpilih. Sebaliknya, pada
36
Page 37
pasien yang lebih muda, pilihannya adalah antara penggantian caput
femoris dengan prostesis bipolar atau artrodesis panggul. Pada pasien
berusia di atas 50 tahun, penggantian panggul keseluruhan adalah
pilihan yang lebih baik.
c. Komplikasi Dislokasi Sentral
Dini
Seperti halnya pada fracture pelvis lain, dapat terjadi
cedera viseral dan syok hebat.
Cedera nervus ischiadicus dapat terjadi ketika
terjadinya fraktur atau pada saat operasi. Meskipun pada saat
operasi, syaraf ini dilindungi, namun tidak ada kepastian
mengenai prognosisnya.
Trombosis vena iliofemoral dapat terjadi dan bersifat
serius dan beberapa klinik menggunakan profilaksis
antikoagulan.
Lambat
Kekakuan sendi, dengan atau tanpa osteoartritis sering
terjadi. Jika penggantian panggul keseluruhan dipertimbangkan,
perlu dipastikan bahwa fraktur acetabulum telah menyatu, jika
tidak maka mangkuk dapat terlepas Pada pasien muda, lebih baik
dilakukan artrodesis.
Necrosis avaskular pada caput femoris dapat terjadi
meskipun caput femoris tidak benar-benar mengalami dislokasi.
Formasi tulang heterotropik. Osifikasi periarticular
biasa terjadi pada cedera jaringan lunak yang berat. Antisipasi
dapat dilakukan dengan pemberian profilaksis indometasin.
37
Page 38
3.7. PROGNOSIS
Prognosis dari dislocasi sendi panggul tergantung dari adanya
kerusakan jaringan yang lain, manajemen awal dari dislocasi dan keparahan
dislocasi. Jika dislocasi tertutup tanpa adanya fracture maka 88% memiliki
prognosis yang baik sedangkan jika dengan kerusakan lain hanya 54% yang
memiliki prognosis yang baik.
Jika dislocasi sendi panggul diperbaiki dalam waktu 12 jam
akan meningkatkan prognosis yang signifikan. Pada keseluruhan dislocasi
anterior memiliki prognosis yang lebih baik daripada dislocasi posterior.
Penelitian menunjukan prognosis buruk terjadi pada 25% pasien dengan
dislocasi anterior dan 53% pada dislocasi posterior.
Untuk menentukan prognosis juga dapat dilihat dari klasifikasi
Stewart dan Milford. Pada grade I, komplikasi jangka panjang sering terjadi.
Avaskular Osteonecrosis terjadi sekitar 4% dari pasien dan osteoarthritis
sekunder juga dapat terjadi. Sementara grade III dan IV memiliki resiko
tinggi untuk terjadinya avascular osteonecrosis yang dapat menyebabkan
pengangkatan dari sendi panggul. Namun komplikasi yang paling sering
adalah osteoarthritis setalah 5 tahun terjadinya dislocasi.
38
Page 39
BAB IV
KESIMPULAN
Dislokasi panggul adalah suatu keadaan dimana terjadi perpindahan
permukaan sentuh caput femoris terhadap acetabulum. Dislokasi terjadi ketika
caput femoris keluar dari acetabulum. Kondisi ini dapat congenital atau didapat
(acquired).
Dislokasi panggul ini dapat terjadi pada semua kelompok usia.
Dislokasi panggul posterior merupakan dislokasi yang paling sering terjadi.
Dislokasi panggul posterior terjadi sebanyak 90% dari kasus, sedangkan dislokasi
panggul anterior terjadi sebanyak 10% dari seluruh kasus dislokasi panggul
traumatik.
Berdasarkan arah dislokasi, dislokasi panggul dibagi menjadi 3, yaitu
dislokasi posterior, dislokasi anterior, dan dislokasi pusat (central).
Dislokasi ini dapat terjadi dalam kecelakaan lalu lintas ketika lutut
terbentur dashboard ketika paha dalam posisi abduksi. Dislokasi pada satu atau
bahkan kedua panggul dapat terjadi jika seseorang tertimpa benda berat pada
punggungnya saat posisi kaki merentang, lutut lurus dan punggung ke depan.
Caput femoris didorong dengan paksa ke arah anteroinferior dan berpindah ke
foramen obturatorium atau pubis.
Dislokasi harus direduksi secepat mungkin di bawah anestesi umum.
Reduksi harus dilakukan dalam waktu 12 jam sejak terjadinya dislokasi. Sebelum
melakukan reduksi, sebaiknya dilakukan pemeriksaan neurovaskular. Manuver
yang digunakan hampir sama dengan yang digunakan untuk mereduksi dislokasi
posterior, kecuali bahwa ketika paha yang berflexi ditarik ke atas, paha harus
diadduksi. Tata laksana berikutnya mirip dengan tata laksana pada dislokasi
posterior.
Komplikasi dislokasi sendi panggul anterior nekrosis avaskular.
39
Page 40
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Rasjad Chairuddin, 2007. Prngantar Ilmu Bedah Ortopedi. Yasrif Watampone: Jakarta. 10;346-347; 391-442.
2. Apley Graham dkk. Buku Ajar Ortopedi dan Fracture Sistem Apley. Edisi ke-7. Jakarta: Widya Medika;1995.
3. De Jong, Wim. 2005. Sistem Muskuloskeletal. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC: Jakarta. 865; 876-878.
4. Koval KJ, Zuckerman JD. 2002. Handbook of fractures. Second Editions. USA: Lippincott Williams & wilkins. p ; 196-204.
5. McRae Ronald. 2004. Clinical orthopaedic examination. Fifth edition. UK: Churchill Livingstone.
6. Gammons, Matthew. Hip Dislocation. 2012. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/86930-clinical#showall [accesed on 20 Nov 2013]
7. Haryono, Agus. Dislocasi Panggul. 2011. Diunduh dari http://agoesdoctor.blogspot.com/2011/09/dislocasi-panggul.html [accesed on 20 Nov 2013]
8. Daventport, M D. Joint Reduction, Hip Dislocation, Posterior. 2012 Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/109225-overview [accesed on 20 Nov 2013]
9. Hoppenfield S, deBoer P. 1994. Surgical Exposure in Orthopaedics. Second Editions. USA: Lippincott Williams & wilkins. p; 159-96
10. American Academy of Orthopaedic Surgeons. 2007. Hip Dislocation. Diunduh dari: http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=A00352 [accesed on 20 Nov 2013]
40