BAB IPENDAHULUAN
Sumbatan saluran pernapasan atas jauh lebih penting pada bayi
dan anak kecil dibandingkan pada anak yang lebih tua, karena jalan
napas yang lebih kecil cenderung menghadapkan anak kecil pada suatu
keadaan penyempitan yang relatif lebih berat daripada yang
ditimbulkan oleh tingkat radang yang sama pada anak yang lebih
tua.Stridor adalah salah satu tanda dari sumbatan saluran
pernafasan.Stridor sendiri adalah suara nafas kasar yang disebabkan
karena turbulensi aliran udara akibat sumbatan di saluran nafas
(orofaring, subglotis, atau trakea).Stridor biasanya muncul pada
fase inspirasi, tetapi juga dapat pada fase ekspirasi, terutama
pada obstruksi saluran nafas atas yang berat. Secara umum, stridor
inspirasi menunjukkan obstruksi saluran nafas di atas glotis, dan
stridor ekspirasi merupakan indikasi adanya obstruksi di saluran
nafas bawah. Stridor bifasik dapat muncul pada lesi di glottik atau
subglotik.Stridor yang terjadi pada anak diklasifikasikan dalam 2
bagian yaitu kongenital dan didapat. Penyebab stridor kongenital
diantaranya laringomalacia, trakeomalacia, subglotis stenosis,
subglotis Hemangioma dan Paralisis Vocal Cord. Penyebab Stridor
Yang Didapat diantaranya yang disebabkan nfeksi yaitu Sindom Croup,
Difteri, Abses Retrofaringeal, Epiglottitis, Bronchitis. Penyebab
trauma seperti benda asing, tumor yaitu tumor laring, dan alergi
seperti allergic croup.Stridor merupakan gejala, bukan suatu
diagnosis penyakit.Pada anak, laringomalasia merupakan penyebab
terbanyak dari stridor kronik, dan croup merupakan penyebab
terbanyak dari stridor akut. Stridor lebih sering ditemukan pada
anak, oleh karena anak memiliki saluran nafas yang lebih
kecil.Stridor biasanya berhubungan dengan proses yang tidak
membahayakan, tetapi stridor juga dapat menjadi petunjuk pertama
adanya suatu ancaman serius yang mengancam kehidupan. Stridor
merupakan gejala yang meresahkan bagi orang tua, dan menjadi
tantangan diagnostik bagi dokter. Biasanya, stridor membutuhkan
perhatian segera dan evaluasi lanjutan untuk menentukan penyakit
yang mendasarinya.
BAB IIPERMASALAHAN
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi faring, laring, dan trakea
pada anak?2. Apa yang menyebabkan stridor pada anak?3. Bagaimana
cara menanggulangi stridor pada anak?4. Bagaimana sikap anda
sebagai dokter umum atau keluarga menghadapi kasus ini, seandainya
anda bertugas didaerah terpencil?
BAB IIIPEMBAHASAN
3.1 Anatomi dan Fisiologi Faring, Laring dan Trakea 3.1.1
Anatomi3.1.1.1 FaringFaring memiliki 3 bagian yang terdiri dari
nasofaring yaitu bagian yang berhubungan langsung dengan rongga
hidung, kemudian dilanjutkan dengan orofaring dan terakhir adalah
laringofaring.Nasofaring merupakan suatu rongga dengan dinding kaku
diatas, belakang dan lateral, yang secara anatomi termasuk bagian
faring. Ke anterior berhubungan dengan rongga hidung melalui koana
dan tepi belakang septum nasi, sehingga sumbatan hidung merupakan
gangguan yang sering timbul, sedangkan bagian belakang nasofaring
berbatasan dengan nasofaring berbatasan dengan ruang retrofaring,
fasia pre-vertebralis dan otot-otot dinding faring. Pada dinding
lateral nasofaring terdapat orifisium tuba eustachius. Atap
nasofaring dibentuk dari basis sphenoid dan dapat dijumpai sisa
jaringan embrionik yang disebut dengan kantung ranthke. Diantara
atap nasofaring dan dinding posterior terdapat jaringan limfoid
yang disebut adenoid.Orofaring yang merupakan bagian kedua faring,
setelah nasofaring, dipisahkan oleh otot membranosa dan palatum
lunak. Yang termasuk bagian orofaring adalah dasar lidah (1/3
posterior lidah), valekula, palatum, uvula, dinding lateral faring
termasuk tonsil palatina serta dinding posterior faring.
Laringofaring merupakan bagian faring yang dimulai dari lipatan
faringoepiglotika kearah posterior, inferior terhadap esofagus
segmen atas.
Gambar 1. Anatomi Saluran Napas Atas
3.1.1.2 LaringLaring terletak setinggi servikal-6, berperan pada
proses fonasi dan sebagai katup untuk melindungi saluran
respiratori bawah. Organ ini terdiri dari tulang dan kumpulan
tulang rawan yang disatukan oleh ligamen dan ditutupi oleh otot dan
membran mukosa.Laring terletak pada garis tengah bagian depan
leher, sebelah dalam kulit, glandula tiroidea, dan beberapa otot
kecil, dan di depan laringofaring dan bagian atas oesophagus.
Struktur kerangka laring terdiri dari satu tulang dan beberapa
kartilago yang berpasangan ataupun tidak. Di sebelah superior
terdapat os hioideum. Meluas dari masing-masing sisi bagian tengah
os hioideum adalah suatu prosesus panjang dan pendek yang mengarah
ke superior. Tendon dan otot-otot lidah mandibula dan kranium,
melekat pada permukaan superior korpus dan kedua prosesus. Saat
menelan, kontraksi otot-otot ini akan mengangkat laring. Di bawah
os hioideum dan menggantung pada ligamentum tiroideum adalah dua
alae atau sayap kartilago tiroidea. Kedua alae menyatu di garis
tengah pada sudut yang lebih dulu dibentuk pada pria, lalu
membentuk jakun (Adam apple). Pada tepi posterior masing-masing
alae, terdapat kornu superior dan inferior. Artikulatio kornu
inferius dengan kartilago krikoidea, memungkinkan sedikit
pergeseran atau gerakan antara kartilago tiroidea dengan kartilago
krikoidea. Pada permukaan superior lamina terletak pasangan
kartilago aritenoidea, masing-masing berbentuk sepeerti pyramid
bersisi tiga. Tiap kartilago aritenoidea menmpunyai dua prosesus,
prosesus vokalis anterior dengan prosesus muskularis lateralis.
Ligamentum vokalis meluas ke lanterior dari masing-masing prosesus
dan berinsersi ke dalam kartilago tiroidea di garis tengah.
Prosesus vokalis membentuk dua perlima bagian belakang dari korda
vokalis, sementara ligamentum vokalis membentuk bagian membranosa
atau bagian pita suara yang dapat bergetar. Ujung bebas dan
permukaan superior korda vokalis suara membentuk glottis. Bagian
laring di atasnya disebut supraglotis dan di bawahnya
subglotis.Kartilago epiglotika merupakan struktur garis tengah
tunggal yang berbentuk seperti bat pingpong. Pegangan melekat
melalui suatu ligamentum pendek pada kartilago tiroidea tepat di
atas korda vokalis, sementara bagian racquet meluas ke atas di
belakang korpus hioideum ke dalam lumen faring, memisahkan pangkal
lidah dan laring. Epiglottis adalah kartilago yang berbentuk daun
dan menonjol keatas dibelakang dasar lidah. Epiglottis dewasa
umumnya sedikit cekung pada bagian posterior. Namun pada anak dan
sebagian orang dewasa, epiglottis jelas melengkung dan disebut
epiglottis omega atau juvenilis. Fungsi epiglottis sebagai lunas
yang mendorong makanan yang ditelan ke samping jalan nafas laring.
Selain itu, laring juga disokong oleh jaringan elastik.Plika
ariepiglotika, berjalan ke belakang dari bagian samping epiglottis
menuju kartilago aritenoidea, membentuk batas jalan masuk laring.
Kartilago krikoidea adalah kartilago berbentuk cincin signet dengan
bagian yang besar di belakang. Terletak dibawah kartilago tiroidea,
berhubungan melalui membrana krikotiroidea. Kornu inferior
kartilago tiroidea berartikulasi dengan kartilago tiroidea pada
setiap sisi.Dua pasang saraf mengurus laring, dengan persarafan
sensorik dan motorik. Dua saraf laringeus superior dan dua inferior
atau laringeus rekurens, saraf laringeus merupakan merupakan
cabang-cabang saraf vagus. Saraf laringeus superior meninggalkan
trunkus vagalis tepat di bawah ganglion nodosum, melengkung ke
anterior dan medial dibawah arteri karotis eksterna dan interna,
dan bercabang menjadi suatu cabang sensorik interna dan cabang
motorik eksterna. Cabang interna menembus membrana tirohioidea
untuk mengurus persarafan sensorik valekula, epiglottis, sinus
piriformis, dan seluruh mukosa laring superior interna.Suplai
arteri dan drainase venosus dari laring paralel dengan suplai
sarafnya. Arteri dan vena laringea superior merupakan cabang-cabang
arteri dan vena tiroidea superior, dan keduanya bergabung dengan
cabang interna saraf laringeus superioruntuk membentuk pedikulus
neurovaskuler superior. Arteri dan vena laringea inferior berasal
dari pembuluh darah tiroidea inferior dan masuk ke laring bersama
saraf laringeus rekurens. Penegtahuan mengenai drainase limfatik
pada laring adalah penting pada terapi kanker. Terdapat dua sisitem
drainase terpisah, superior dan inferior dimana garis pemisah
adalah korda vokalis sejati.Ada beberapa perbedaan anatomis antara
jalan napas anak dan orang dewasa yang membuat mereka rentan. Pada
anak, laring terletak tinggi di leher dengan epiglotis yang
terletak di belakang palatum. Struktur faring berada dalam jarak
lebih dekat dibandingkan dengan orang dewasa dan tulang hyoid lebih
tinggi. Pada bayi, subglottis adalah bagian yang sempit dari jalan
napas, sehingga membentuk suatu kerucut berbeda dan bentuk tabung
pada orang dewasa. Hal ini penting karena sedikit trauma atau
peradangan dapat sangat mengurangi patensi jalan napas. Hanya 1mm
edema di pediatrik saluran napas trakea dapat mengurangi luas
penampang menjadi 44% dari normal. Demikian pula, 1mm edema pada
laring masuk segitiga dapat mengurangi luas penampang 35% dari
normal.Secara fungsional, perbedaan anatomi berhubungan dengan
jalan napas bayi membuat pemisahan antara jalan napas dan saluran
pencernaan dengan gerakan udara yang didominasi transnasal. Sebagai
anak yang tumbuh laring turun, pharynx menjadi lebih besar untuk
memfasilitasi produksi berbicara dan menghasilkan saluran umum
untuk makanan dan saluran udara. Pada gilirannya, hal ini
meningkatkan resiko untuk benda asing, makanan, dan isi lambung
untuk memasuki jalan napas.
Gambar 2. Anatomi Saluran Napas Atas
3.1.1.3 Trakea Trakea merupakan tabung berongga yang disokong
oleh cincin kartilago. Trakea berawal dari kartilago krikoid yang
berbentuk cincin stempel dan meluas ke anterior pada esofagus,
turun ke dalam thoraks di mana ia membelah menjadi dua bronkus
utama pada karina. Pembuluh darah besar pada leher berjalan sejajar
dengan trakea di sebelah lateral dan terbungkus dalam selubung
karotis. Kelenjar tiroid terletak di atas trakea di sebelah depan
dan lateral. Ismuth melintas trakea di sebelah anterior, biasanya
setinggi cincin trakea kedua hingga kelima. Saraf laringeus rekuren
terletak pada sulkus trakeoesofagus. Di bawah jaringan subkutan dan
menutupi trakea di bagian depan adalah otot-otot supra sternal yang
melekat pada kartilago tiroid dan hyoid.
3.1.2 FisiologiSelain organ penghasil suara, laring mempunyai
tiga fungsi utama, yaitu proteksi jalan nafas, respirasi dan
fonasi. Kenyataannya secara filogenik, laring mula-mula berkembang
sebagai suatu sfingter yang melindungi pernafasan, sementara
perkembangan suara merupakan peristiwa yang terjadi.Perlindungan
jalan nafas selama menelan terjadi melalui bebagai mekanisme yang
berbeda. Aditus laring sendiri tertutup oleh kerja sfingter dari
otot tiroaritenoideus dalam plika ariepiglotika dan plika vokalis
ventrikularis, di samping aduksi plika vokalis dan aritenoid yang
ditimbulkan oleh otot intrinsik lainnya. Elevasi laring di bawah
pangkal lidah melindungi laring lebih lanjut dengan mendorong
epiglottis dan plika ariepiglotika ke bawah menutup aditus.
Struktur ini mengalihkan makanan ke lateral, menjauhi aditus laring
dan masuk ke sinus piriformis, selanjutnya ke introitus esofagi.
Relaksasi krikofaringeus yang terjadi bersamaan mempermudah jalan
makanan ke dalam esofagus sehingga tidak masuk ke laring. Di
samping itu, respirasi juga dihambat selama proses menelan melalui
suatu refleks yang diperantarai reseptor pada mukosa daerah
supraglottis. Hal ini mencagahinhalasi makanan atau saliva.Selama
respirasi, tekanan intrathoraks dikendalikan oleh berbagai derajat
penutupan plika vokalis. Perubahan tekanan ini membantu sistem
jantung seperti juga ia mempengaruhi pengisian dan pengosongan
jantung dan paru. Selain itu, bentuk plika vokalis ventrikularis
dan sejati memungkinkan laring berfungsi sebagai katup tekanan bila
menutup, memungkinkan peningkatan tekanan intrathorakal yang
diperlukan untuk tindakan-tindakan mengejan misalnya mengangkat
berat atau defekasi. Pelepasan tekanan secara mendadak menimbulkan
batuk yang berguna untuk mempertahankan ekspansi alveoli terminal
paru dan membersihkan sekret atau partikel makanan yang berakhir
dalam aditus larings, selain semua mekanisme proteksi lain yang
disebutkan di atas.Namun, pembentukan suara agaknya merupakan
fungsi laring yang paling kompleks dan paling baik diteliti.
Penemuan sistem pengamatan serat optik dan stroboskop yang dapat
dikoordinasikan dengan frekuensi suara sangat membantu dalam
memahami fenomena ini. Plika vokalis yang teraduksi, kini diduga
berfungsi sebagai suatu alat bunyi pasif yang bergetar akibat udara
yang dipaksa antara plika vokalis sebagai akibat kontraksi
otot-otot ekspirasi. Otot intrinsik laring (dan krikotiroideus)
berperan penting dalam penyesuaian tinggi nada dengan mengubah
bentuk dan massa ujung-ujung bebas korda vokalis sejati dan
tegangan korda itu sendiri. Otot ekstra laring juga dapat ikut
berperan. Demikian pula karena posisi nasalis dapat dimanfaatkan
untuk perubahan nada yang dihasilkan laring. Semuanya ini dipantau
melalui suatu mekanisme umpan balik yang terdiri dari telinga
manusia dan suatu sistem dalam laring sendiri yang kurang
dimengerti. Sebaliknya, kekerasan suara pada hakekatnya
proporsional dengan tekanan aliran udara subglottis yang
menimbulkan gerakan korda vokalis sejati. Di lain pihak, berbisik
diduga terjadi akibat lolosnya udara melalui komisura posterior di
antara aritenoid yang terabduksi tanpa getaran korda vokalis
sejati. Tiap penyakit yang mempengaruhi kerja otot intrinsik dan
ekstrinsik laring (paralisis saraf, trauma, pembedahan), atau massa
pada korda vokalis sejati akan mempengaruhi fungsi laring,
akibatnya akan terjadi gangguan menelan ataupun perubahan
suara.
3.2 Kondisi pada Anak yang Disertai StridorStridor yang terjadi
pada anak dapat disebabkan oleh berbagai penyakit yang dapat
diklasifikasikan dalam 2 bagian yaitu kongenital dan didapat.a.
Penyebab Stridor
Kongenital:1.Laringomalacia2.Trakeomalacia3.Subglotis Stenosis
4.Subglotis Hemangioma5.Paralisis Vocal Cordb. Penyebab Stridor
Yang Didapat:1.Infeksi: Sindom Croup, Difteri, Abses
Retrofaringeal, Epiglottitis, Bronchitis2.Trauma: Benda
asing3.Tumor: Tumor Laring4.Alergi: Allergic Croup
Berikut ini beberapa kondisi penyebab utama pada stridor:a.
LaringomalasiaKebanyakan penyakit kongenital menyebabkan stridor
inspirasi. Stridor yang menetap pada hari-hari atau minggu pertama
kehidupan umumnya merupakan anomali kongenital saluran respiratori
besar. Stridor yang semakin hebat pada posisi terlentang merupakan
petunjuk adanya laringomalasia atau trakeomalasia.Laringomalasia
adalah kelainan kongenital yang terjadi akibat kurang berkembangnya
kartilago yang menyokong struktur supraglotis. Kelainan kongenital
laring pada laringomalasia kemungkinan merupakan akibat kelainan
genetik atau kelainan embrionik. Walaupun dapat terlihat saat
kelahiran, beberapa kelainan baru nampaksecara klinis setelah
beberapa bulan atau tahun. Dua teori besar mengenai penyebab
kelainan ini adalah bahwa kartilago imatur kekurangan struktur kaku
dari kartilago matur, sedangkan yang kedua mengajukan teori
inervasi saraf imatur yang menyebabkan hipotoni. Sindrom ini banyak
terjadi pada golongan sosio ekonomi rendah, sehingga kekurangan
gizi mungkin merupakan salah satu faktor etiologinya. Frekuensi
kejadian laringomalasia tidak diketahui secara pasti, namun
laringomalasia sebagai penyebab dari stridor inspiratoris, yaitu
suara kasar dengan nada tinggi sedang yang terdengar sewaktu bayi
menarik nafas. Insidens laringomalasia sebagai penyebab stridor
inspiratoris berkisar antara 50%-70%. Tidak ada perbedaan ras
ataupun jenis kelamin.Laringomalasia merupakan penyebab tersering
dari stridor inspiratoris kronik pada bayi.Bayi dengan
laringomalasia memiliki insidens untuk terkena refluks
gastroesophageal, diperkirakan sebagai akibat dari tekanan
intratorakal yang lebih negatif yang dibutuhkan untuk mengatasi
obstruksi inspiratoris. Dengan demikian, anak-anak dengan masalah
refluks seperti ini dapat memiliki perubahan patologis yang sama
dengan laringomalasia, terutama pada pembesaran dan pembengkakan
dari kartilago aritenoid.Tiga gejala yang terjadi pada berbagai
tingkat dan kombinasi pada anak dengan kelainan laring kongenital
adalah obstruksi jalan napas, tangis abnormal yang dapat berupa
tangis tanpa suara (muffle) atau disertai stridor inspiratoris
serta kesulitan menelan yang merupakan akibat dari anomali laring
yang dapat menekan esofagus.Bayi dengan laringomalasia biasanya
tidak memiliki kelainan pernapasan pada saat baru dilahirkan.
Stridor inspiratoris biasanya baru tampak beberapa hari atau minggu
dan awalnya ringan, tapi semakin lama menjadi lebih jelas dan
mencapai puncaknya pada usia 6 9 bulan. Perbaikan spontan kemudian
terjadi dan gejala-gejala biasanya hilang sepenuhnya pada usia 18
bulan atau dua tahun, walaupun dilaporkan adanya kasus yang
persisten di atas lima tahun. Stridor tidak terus-menerus ada;
namun lebih bersifat intermiten dan memiliki intensitas yang
bervariasi.Umumnya, gejala menjadi lebih berat pada saat tidur dan
beberapa variasi posisi dapat terjadi; stridor lebih keras pada
saat pasien dalam posisi supinasi dan berkurang pada saat dalam
posisi pronasi. Baik proses menelan maupun aktivitas fisik dapat
memperkeras stridor.Dari anamnesis dapat kita temukan, riwayat
stridor inspiratoris diketahui mulai 2 bulan awal kehidupan.
Stridor berupa tipe inspiratoris dan terdengar seperti kongesti
nasal, yang biasanya membingungkan. Stridorn persisten dan tidak
terdapat sekret nasal.Stridor bertambah jika bayi dalam posisi
terlentang, ketika menangis, ketika terjadi infeksi saluran nafas
bagian atas, dan pada beberapa kasus, selama dan setelah
makan.Tangisan bayi biasanya normal. Biasanya tidak terdapat
intoleransi ketika diberi makanan, namun bayi kadang tersedak atau
batuk ketika diberi makan jika ada refluks pada bayi.Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan takipneu, aliran udara nasal
terdengar dan suara ini meningkat jika posisi bayi terlentang.
Stridor murni berupa inspiratoris. Suara terdengar lebih jelas di
sekitar angulus sternalis.Laringomalasia merupakan penyakit yang
dapat sembuh sendiri, yang mula-mula terjadi segera setelah
kelahiran, dan memberat pada bulan keenam, serta membaik pada umur
12-18 bulan. Terkadang kelainan kongenital ini dapat menjadi cukup
berat sehingga membutuhan penanganan bedah. Penyebab pasti
laringomalasia masih belum diketahui. Penegakan diagnosis
didapatkan melalui pemeriksaan menggunakan endoskopi fleksibel
selama respirasi spontan.
b. CroupCroup adalah terminologi yang digunakan untuk menunjukan
beberapa penyakit pernafasan yang memiliki karakteristik berupa
batuk yang menggonggong, suara serak, stridor inspirasi dalam
berbagai derajat yang disebabkan obstruksi pada daerah laring,
dengan atau tanpa tanda stres pernafasan.Pada sindrom croup
peradangan jalan nafas terutama terjadi di daerah laring
(laringitis subglotik, laringitis spasmodik) sampai dengan bronkus
(laringotrakeitis, laringotrakeobronkitis). Etiologi dari sindrom
croup sebagian besar adalah virus. Diantaranya adalah virus
parainfluenza terutama tipe 1 (bertanggungjawab atas 80% kasus
croup) dan 3, Influenza A and B, adenovirus, respiratory syncytial
virus (RSV), echo virus, rhinovirus. Penyebab lain yang jarang
adalah Mycoplasma pneumonia. Pada perjalanan penyakit tidak jarang
terjadi infeksi bakteri sekunder, antara lain oleh Staphylococcus
aureus, Haemophilus influenzae, Streptococcus pneumoniae, dan
Moraxella catarrhalis. Edema mukosa pada daerah glottis akan
menyebabkan terganggunya mobilitas pita suara. Edema pada daerah
subglotis juga dapat menyebabkan gejala sesak nafas.Penyempitan
saluran nafas akibat inflamasi ini menyebabkan turbulensi udara
yang menyebabkan terjadinya stridor.Pada kebanyakan kasus,
anak-anak dengan sindrom crouptidak memerlukan uji klinis lain
selain anamnesis menyeluruh dan pemeriksaan fisik. Hal yang
terpenting adalah menegakkan diagnosis yang tepat atas penyakit
obstruktif akut lainnya.Berdasarkan derajat kegawatan, croup dibagi
menjadi empat kelompok dapar dilihat pada tabel 1.Pembagian ini
juga dapat diperoleh dengan menilai penyakit melalui Westley Croup
Score, tabel 2.Tabel 3.1.Derajat Kegawatan CroupDerajat
KegawatanKarakteristik
RinganKadang-kadang batuk menggonggong, tidak terdengar stridor
ketika istirahat, retraksi ringan atau tidak ada.
SedangBatuk menggonggong yang sering, stridor yang terdengar
pada saat istirahat, terdapat retraksi pada saat istirahat, anak
tidak gelisah
BeratBatuk menggonggong yang sering, stridor ekspirasi, terdapat
retraksi sternal yang jelas, anak gelisah dan terdapat tanda-tanda
distress
Ancaman gagal nafasBatuk menggonggong, stridor yang terdengar
saat istirahat, terdapat retraksi sternal, letargi atau terdapat
penurunan kesadaran dan sianosis
Tabel 3.2. Skor WestleyKriteriaNilai
RetraksiTidak ada0
Ringan1
Sedang2
Berat3
Masuknya udaraNormal0
Berkurang1
Sangat berkurang2
Srtidor inspirasiTidak ada0
Gelisah1
Istirahat dengan stetoskop2
Istirahat tanpa stetoskop4
SianosisTidak ada0
Gelisah4
Istirahat5
Derajat Kesadaran
Sadar0
Gelisah, cemas2
Penurunan kesadaran5
Skor Westley sangat banyak digunakan untuk menilai derajat
kegawatan croup.Skor 0-1 adalah ringan, skor 2-7 sedang dan skor 8
atau lebih adalah berat.Pemeriksaan penunjang jarang diperlukan
dalam mendiagnosis penyakit croup.Temuan laboratorium pada penyakit
croup tidaklah khas dan jarang berguna dalam mendiagnosis croup.
Pemeriksaan radiografis juga tidak diperlukan jika perjalanan
penyakit sudah tampak secara klinis. Walaupun gambaran steeple sign
pada foto radiografis leher dapat menunjang diagnosis, namun
gambaran ini hanya didapatkan pada 50% kasus. Akan tetapi, jika
terdapat kecurigaan laringotrakeo-bronkitis atau
laringotrakeobronkopneumonitis maka pemeriksaan sel darah putih,
hitung jenis, foto thorak dan leher PA dan lateral
diindikasikan.Jika ditemukan peningkatan leukosit yang di dominasi
PMN kemungkinan sudah terjadi superinfeksi.Gambaran radiografis
dada yang menunjukan adanya pneumonia bilateral menunjang diagnosis
keterlibatan jalan napas bawah pada penyakit croup.Pada kasus
laringotrakeitis tidak jarang pula dijumpai adanya infeksi bakteri
sekunder.Hal ini perlu dipertimbangkan apabila dengan pengobatan
kortikosteroid yang adekuat tidak mengalami perbaikan.Endoskopi
belum memiliki peran yang jelas dalam diagnosis croup.Adanya
pembengkakan pada daerah subglotis merupakan salah satu
pertimbangan untuk tidak melakukan instrumentasi dan sebaiknya
hanya dilakukan pada kecurigaan selain viral / spasmodik croup.
c. Abses RetrofaringSelama awal masa kanak-kanak, ruang
potensial diantara dinding faring posterior dan fasia
prevertebralis mengandung beberapa limfonodi kecil yang biasanya
menghilang selama umur tahun ke-3 sampai ke-4. Slauran limfa yang
menghubungkan dengan limfonodi ini mengalirkan bagian-bagian dari
nasofaring serta saluran hidung posterior. Pada infeksi purulen di
daerah ini, limfonodi dapat menjadi terinfeksi yang selanjutnya
dapat memburuk sampai limonodi pecah dan terjadi supurasi.Abses
retrofaring dapat merupakan komplikasi faringitis bakteri.
Kadang-kadang abses ini terjadi setelah perluasan infeksi dari
osteomielitis vertebra atau karena infeksi luka pasca luka tembus
faring posterior. Streptokokus hemoliyikus grup A, anaerob oral, S.
aureus, pada urutan ini merupakan patogen yang paling sering.
Penderita biasanya mempunyai riwayat nasofaringitis atau faringitis
akut, dan tanda-tanda klinis penyakit yang lebih awal mungkin masih
ada. Biasnya dimulai demam tinggi mendadak dengan kesukaran
menelan, menolak makan, distres berat dengan nyeri tenggorokan,
kepala hiperektensi, dan sering bernafas berisik, gemuruh.
Pernafasan menjadi semakin berat, dan sekresi berakumulasi dalam
mulut dan menyebabkan pengeluaran ludah karena kesukaran menelan.
Tonjolan pada dinding faring posterior biasanya nampak. Abses
kadang-kadang terletak didaerah nasofaring dimana ia dapat
menyebabkan obstruksi hidung dan tonjolan ke depan palatum lunak.
Jika dibiarkan tidak diobati abses dapat pecah ke dalam faring
secara spontan, mengakibatkan aspirasi nanah. Abses juga dapat
meluas ke lateral dan muncul ke eksterna pada sisi leher atau
menembus sepanjang bidang fasia ke dalammediastinum.
d. DifteriDifteri adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan
Corynebacterium diphtheria. Infeksi dimulai dengan masuknya kuman
ke dalam hidung/mulut dan menetap pada permukaan mukosa saluran
napas bagian atas. Sesudah 2-4 hari dikeluarkan toksin. Respon
peradangan lokal dan nekrosis jaringan menimbulkan patchy eksudat.
Dengan bertambahnya pembentukan toksin, daerah infeksi meluas dan
mendalam, membentuk pseudomembran. Edema jaringan lunak meluas ke
dalam membran memberikan gambaran bullneck.Difteri adalah infeksi
bakteri yang dapat dicegah dengan imunisasi. Infeksi saluran
pernafasan atas atau nasofaring menyebabkan selaput berwarna
keabuan dan bila mengenai laring atau trakea dapat menyebabkan
ngorok atau stridor dan penyumbatan. Sekret hidung berwarna
kemerahan karena bercampur darah. Tenggorokan memerah dan membran
putih keabuan di faring atau tonsil. Toksin difteri menyebabkan
paralisis otot dan miokarditis, yang berhubungan dengan tingginya
angka kematian. Miokarditis dan paralisis otot dapat terjadi 2-7
minggu setelah awitan penyakit. Tanda miokarditis meliputi nadi
tidak teratur, lemah, dan terdapat gagal jantung.
e. EpiglotitisEpiglotitis (kadang disebut supraglotitis) adalah
suatu infeksi pada epiglotis, yang bisa menyebabkan penyumbatan
saluran pernafasan dan kematian. Epiglotis adalah tulang rawan yang
berfungsi sebagai katup pada pita suara (laring) dan tabung udara
(trakea), yang akan menutup selama proses menelan berlangsung.
Epiglotitis hampir selalu disebabkan oleh bakteri Haemophillus
influenzae tipe B. Pada anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa
kadang disebabkan oleh streptokokus.Epiglotitis paling sering
ditemukan pada anak-anak yang berumur 2-5 tahun dan jarang terjadi
pada anak yang berumur dibawah 2 tahun. Infeksi biasanya bermula di
saluran pernafasan atas sebagai peradangan hidung dan tenggorokan.
Kemudian infeksi bergerak ke bawah, ke epiglotis. Infeksi
seringkali disertai dengan bakteremia. Epiglotitis bisa segera
berakibat fatal karena pembengkakan jaringan yang terinfeksi bisa
menyumbat saluran udara dan menghentikan pernafasan.Infeksi
biasanya dimulai secara tiba-tiba dan berkembang dengan cepat.
Gejalanya terdiri dari, nyeri tenggorokan, gangguan menelan,
gangguan pernafasan, badannya bungkuk ke depan sebagai upaya untuk
bernafas, stridor, suara serak, menggigil, demam, sianosis. Infeksi
juga kadang menyebar ke persendian, selaput otak, kantung jantung
atau jaringan bawah kulit. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala
dan hasil pemeriksaan dengan laringoskopi yang menunjukkan
pembengkakan epiglotis.Pembiakan darah atau lendir tenggorokan bisa
menunjukkan adanya bakteri. Pada pemeriksaan darah lengkap tampak
peningkatan jumlah sel darah putih. Rontgen leher bisa menunjukkan
adanya pembengkakan epiglotis. Epiglotitis merupakan suatu keadaan
gawat darurat, yang jika tidak segera diatasi bisa berakibat fatal.
Anak harus segera dibawa ke rumah sakit dan biasanya ditempatkan di
ruang perawatan intensif. Diberikan oksigen dan hampir selalu
dilakukan pembukaan saluran pernafasan, baik dengan cara memasukkan
tuba endotrakeal maupun dengan cara membuat lubang di leher bagian
depan (trakeostomi). Untuk meningkatkan hidrasi, diberikan cairan
infus. Antibiotik diberikan untuk mengatasi infeksi. Kortikosteroid
diberikan untuk mengurangi pembengkakan. Imunisasi pertama untuk
mencegah infeksi H. influenzae biasanya diberikan pada saat anak
berusia 2 bulan.
f. Benda AsingSekitar 70% kejadian aspirasi benda asing terjadi
pada anak berumur kurang dari 3 tahun.Hal ini terjadi karena anak
seumur ini sering tidak terawasi, lebih aktif, dan cenderung
memasukkan benda apapun ke dalam mulutnya.Aspirasi benda asing ke
dalam saluran napas akan menimbulkan gejala sumbatan jalan napas.
Gejala klinik yang timbul tergantung pada jenis benda asing,
ukuran, sifat iritasinya terhadap mukosa, lokasi, lama benda asing
di saluran napas, dan ada atau tidaknya komplikasi.Penderita
umumnya datang ke rumah sakit pada fase asimptomatik.Pada fase ini
keadaan umum penderita masih baik dan foto toraks belum
memperlihatkan kelainan. Pada fase pulmonum, benda asing di bronkus
utama atau cabang-cabangnya akan menimbulkan gejala batuk, sesak
napas yang makin lama semakin bertambah berat, pada auskultasi
terdengar ekspirasi memanjang dengan mengi, dan dapat disertai
demam.Faktor predisposisi yang dapat menyebabkan terjadinya
aspirasi benda asingadalah usia yaitu pada anak-anak, dimana mereka
sering memasukkan segala sesuatu ke dalam mulut, gigi geligi yang
belum lengkap dan refleks menelan yang belum sempurna. Kedua, jenis
kelamin, lebih sering pada laki-laki.Ketiga, lingkungan dan kondisi
sosial.Empat, kegagalan mekanisme proteksi, misalnya penurunan
kesadaran, keadaan umum buruk, penyakit serebrovaskuler, dan
kelainan neurologik.Kelima, faktor kecerobohan, misalnya kebiasaan
menaruh benda di mulut, makan dan minum tergesa-gesa.Faktor
fisiologik dan sosiologik lain yang juga merupakan faktor
predisposisiantara lain: pertumbuhan gigi belum lengkap, belum
terbentuk gigi molar, belum dapat menelan makanan padat secara
baik, kemampuan anak membedakan makanan yang dapat dimakan dan
tidak dapat dimakan belum sempurna. Benda tersangkut pada saat
makan sambil tertawa, bicara menangis, dan berlari. Pada orang tua,
terutama yang mempunyai gangguan neurologis dan berkurangnya
refleks menelan dapat disebabkan oleh pengaruh alkohol, stroke,
parkinson, trauma, dementia juga mempunyai risiko yang besar untuk
terjadinya aspirasi.Gejala awal aspirasi akut dapat ditandai dengan
episode yang khas yaitu choking (rasa tercekik), gagging
(tersumbat), sputtering (gagap), wheezing (napas berbunyi),
paroxysmal coughing, serak, disfonia sampai afonia dan sesak napas
tergantung dari derajat sumbatan. Choking atau coughing timbul pada
hampir 95% anak dengan aspirasi benda asing dan 50% diantaranya
mempunyai gejala stridor inspirasi atau wheezing ekspirasi, dengan
pemanjangan ekspirasi dan ronki.Benda asing yang tersangkut di
trakea akan menyebabkan stridor, dapat ditemukan dengan auskultasi
(audible stridor) dan palpasi di daerah leher (palpatory thud).
Jika benda asing menyumbat total trakea akan timbul sumbatan jalan
napas akut yang memerlukan tindakan segera untuk membebaskan jalan
napas. Gejala pada dewasa umumnya sama dengan gejala pada anak
tetapi gejala paru termasuk edema paru banyak ditemukan.Riwayat,
pemeriksaan fisik dan radiologi sering menunjukkan dugaan benda
asing saluran napas tanpa diagnosis pasti. Pada keadaan ini harus
dibuktikan adanya benda asing secara endoskopi untuk menyingkirkan
dari diagnosis diferensial. Keterlambatan mengeluarkan benda asing
akan menambah tingkat kesulitan terutama pada anak, tetapi ahli
endoskopi menyatakan walaupun bronkoskopi harus dilakukan pada
waktu yang tepat dan cepat untuk mengurangi risiko komplikasi
terapi tidak harus dilakukan terburu-buru tanpa persiapan yang baik
dan hati-hati. Penatalaksanaan dan teknik ekstraksi benda asing
harus dinilai kasus per kasus sebelum tindakan ekstraksi.
g. Trauma LaringCidera laring saat kelahiran tidak jarang
terjadi dan dapat mengakibatkan dislokasi dan artikulasio
krikotiroid atau krikoaritenoid. Terdengar adanya suara pernapasan
yang serak dan kaang-kadang mengi atau bergetar. Paralisis nervus
laringeus rekurens unilateral atau bilateral juga dapat ditimbulkan
karena trauma lahir, terutama selama persalinan forsep. Paralisis
bilateral sering disertai penyakit sistem saraf sentral. Paralisis
satu serabut hanya dapat menyebabkan serak dan stridor ringan tanpa
dispnea. Paralisis unilateral biasanya terjadi pada sebelah kiri.
Paralisis bilateral menimbulkan dispnea dengan stridor. Luka laring
yang penting secara klinis jarang ditemukan pada anak.
3.3 Cara Menanggulangi Stridor pada AnakTatalaksana stridor pada
anak seuai dengan penyebab dari stridor itu sendiri.a.
CroupKortikosteroid merupakan pengobatan evidence based utama pada
croup yang telah diteliti dan disepakati. Penggunaan kortikosteroid
pada menajemen croup antara lain budesonid nebulisasi dan
dexamethason oral. Pada kebanyakan kasus croup cukup digunakan
dexametason 0,6 mg/kgBB per oral / intramuskular. Dapat pula
diberikan prednison atau prednisolon 1-2 mg/kgBB, dapat diulang 6
24 jam. Namun pada kasus berat dapat dipertimbangkan pemberian
budesonid nebulisasi 2-4 mg (2ml) dapat diulang 12 48 jam pertama,
karena efek terapi budesonid nebulisasi terjadi dalam 30 menit
sedangkan efek kortikosteroid sistemik terjadi dalam satu jam. Pada
sebagian besar kasus, pemakaian budesonid tidak lebih baik daripada
kortikosteroid sistemik.Selain itu juga digunakan Adrenalin racemik
untuk membantu meringankan gejala sesak dengan mengurangi edema dan
sekresi lendir mukosa saluran nafas (perangsangan pada reseptor
alfa) serta membuat relaksasi otot bronkus (reseptor beta). Pada
umumnya, adrenalin racemik digunakan pada kasus sindrom croup
derajat sedang - berat. Dari hasil berbagai penelitian menunjukan
bahwa adrenalin racemik secara signifikan efektif menurunkan skor
croup. Namun efek ini hanya berlangsung dua jam dan pasien harus
tetap diobservasi karena gejala dapat muncul kembali yang merupakan
efek fenomena rebound dari penggunaan adrenalin. Adrenalin racemik
dapat diberikan nebulisasi maupun dengan tekanan positif
intermiten. Akan tetapi adrenalin racemik belum ada di Indonesia.
Dapat digunakan pula adrenalin 1:1000 sebanyak 5 ml dalam 2ml salin
diberikan melalui nebulizer. Efek terapi dapat terjadi dalam dua
jam.Pemberian antibiotik tidak dianjurkan pada pengobatan sindrom
croup. Antibiotik hanya digunakan pada laringotrakeobronkitis atau
laringotrakeobronkopneumonitis yang disertai infeksi bakteri.Untuk
menurunkan demam diberikan Paracetamol dengan dosis 10-15 mg/kgBB.
Untuk mengencerkan sekresi lendir, juga diberikan ambroksol dengan
dosis dosis 0,5 mg/kgBB/kali. Karena sebagian besar croup adalah
infeksi virus, maka terapi suportif seperti roborantia dapat
diberikan Salbutamol merangsang reseptor beta pada bronkus sehingga
terjadi relaksasi otot bronkus. Penggunaan salbutamol pada pasien
croup kurang tepat karena patofisiologi utama yang terjadi adalah
edema mukosa bukan bronkokonstriksi (efek B adrenergik).
b. Benda AsingSelama anak masih dapat batuk, berbicara,
menangis, tidak dibutuhkan tindakan secepatnya.Tidak diperbolehkan
melakukan tindakan memasukkan jari tangan ke daerah orofaringeal
pada anak, kecuali benda sing terlihat didaerah posterior
faring.Untuk anak < 1 tahun lakukan tindakan chest thrush dan
back slap pada posisi prone.Untuk anak >1 tahun lakukan tindakan
abdominal thrush.Tindakan tersebut dilakukan untuk memberikan
tekanan pada diafragma sehingga tekanan intrathorakal yang dapat
mengeluarkan benda asing tersebut.Di Instalasi Gawat Darurat,
terapi suportif awal termasuk pemberian oksigen, monitor jantung
dan pulse oxymetri dan pemasangan IV dapat dilakukan. Bronkoskopi
merupakan terapi pilihan untuk kasus aspirasi. Pemberian steroid
dan antibiotik preoperatif dapat mengurangi komplikasi seperti
edema saluran napas dan infeksi. Metilprednisolon 2 mg/kg IV dan
antibiotik spektrum luas yang cukup mencakup Streptokokus hemolitik
dan Staphylococcus aureus dapat dipertimbangkan sebelum tindakan
bronkoskopi.
c. Abses RetrofaringJika abses dikenali pada stadium sebelum
fluktuasi, pebgobatan intensif denagn penisilin semisintetik (untuk
mencakup S. aureus penghasil penisilinase) dapat mencegah supurasi
dan pembentukan abses. Pengobatan dengan agen tunggal denagn
klindamisin atau ampisilin-sulbaktam juga akan efektif. Obat-obat
analgesik mungkin diperlukan untuk nyeri. Karena risiko obstruksi
jalan nafas, narkotik harus digunakan hanya dengan hati-hati. Bila
ada fluktuasi, abses harus diinsisi dan antibiotik harus dimulai,
operasi paling baik dilakukan denagn anestesi umum.
d. Difteri Sesegera mungkin menetralisir toksin bebas Sesegera
mungkin membunuh kuman Netralisir toksin bebas ADS (anti difteri
serum) Dosis :a). Difteri hidung/ faring ringan 40.000 Ub). Difteri
faring 60.000-80.000 Uc). Difteri faring berat/ laring/ dengan
bullneck 100.000 120.000 U Eradikasi kuman Penisilin prokain
25.000-50.000 U/kgbb/hr i.m; tiap 12 jam selam 14 hari Bila hasil
biakan (-) 3 hari berturut-turut Eritromisin 40-50 mg/kgbb/hr,
dibagi dalam 4 dosis max 2gr/hr per oral atau i.v tiap 6 jam selama
14 hari Amoksisilin, Klindamisinjuga efeksif digunakan Isolasi
Suportif Tirah baring 2-3 mgg atau lebih lama bila terjadi
miokarditis O2 bila sesak Diet makanan lunak yang mudah dicerna
dengan kalori tinggi Trakeostomi pada kasus dengan obstruksi
saluran nafas berat Roboransia Prednison 1,0-1,5 mg/kgbb/hr per
oral tiap 6-8 jam pada kasus berat selama 14 hari.
e. LaringomalasiaLaringomalasia merupakan penyakit yang dapat
sembuh sendiri, yang mula-mula terjadi segera setelah kelahiran,
dan memberat pada bulan keenam, serta membaik pada umur 12-18
bulan. Terkadang kelainan kongenital ini dapat menjadi cukup berat
sehingga membutuhan penanganan bedah. Penyebab pasti laringomalasia
masih belum diketahui.
f. Trauma LaringPemeriksaan laringoskop direk menegakkan
diagnosis. Trakeostomi biasanya diperlukan untuk paralisis
bilateral. Anak yang lebih tua dapat memakai kanula valvular, atau
laringoplasti denagn fiksasi lateral satu plica vokalis dapat
dilakukan untuk memperbaiki jalan nafas dan memungkinkan dekanulasi
jika pernafasan melalui laring belum baik secara spontan.
3.4 Sikap Sebagai Dokter Umum atau Keluarga dalam Menghadapi
Kasus Ini, Seandainya Bertugas di Daerah TerpencilKita sebagai
dokter umum ataupun dokter keluarga dalam menangani kasus stridor
harus sesuai dengan penyakit yang mendasarinya. Meskipun kita
berada di daerah terpencil kita tetap harus melakukan penanganan
awal ataupun evalusai klinik dengan cara anamnesis dan pemeriksaan
fisik pasien yang datang dengan gejala stridor. Memang pemeriksaan
penunjang juga diperlukan untuk mendukung diagnosis pasti penyebab
dari adanya stridor. Pada anamnesis perlu digali informasi mengenai
riwayat penyakit yang dibutuhkan untuk evaluasi stridor pada
anak.Pada pemeriksaan awal, terutama pasien anak dengan gejala
stridor akut, segera lakukan penilaian terhadap derajat beratnya
stridor dan kompensasi respiratorinya. Berikan perhatian khusus
pada tingkat kesadaran, respon terhadap sekitar, frekuensi jantung,
frekuensi nafas, sianosis, nafas cuping hidung dan pemakaian otot
respiratori. Jika tingkat distres pernafasan berada pada level
sedang ke berat, pemeriksaan harus ditunda dulu sampai terdapat
peralatan lengkap untuk tindakan emergensi jalan nafas tersedia.
Pemeriksaan fisik pada pasien yang diduga epiglotitis akut
merupakan kontraindikasi.Inspeksi : Amati karakter batuk, tangisan
dan suara. Adanya demam dan keadaan yang toksik, menunjukkan adanya
infeksi bakteri yang serius. Pada bayi, berikan perhatian khusus
pada kelainan bentuk wajah, patensi lobang hidung, dan hemangioma
kutaneus. Posisi di mana stridornya paling minimalPalpasi : Periksa
apakah ada infeksi di dalam rongga mulut, krepitasi atau massa
jaringan lunak di wajah, leher atau dada, ataupun deviasi trakea.
Hati-hati pada waktu pemeriksaan rongga mulut atau faring, oleh
karena pergerakan mendadak dari benda asing atau pecahnya suatu
abses, dapat menimbulkan masalah serius pada jalan nafas. Keluarnya
air liur dari mulut menunjukkan adanya sekresi yang tidak
normal.Auskultasi : Pemeriksaan auskultasi yang cermat pada leher
dan dada dapat membantu untuk mempertajam asal stridor.Jika kita
sudah melakukan anamnesis dengan rinci dan pemeriksaan fisik dengan
baik maka kita bisa menentukan kemungkinan enyebab dari stridor
tersebut sehingga kita meskipun hanya sebagai dokter umum atau
keluarga mengetahui tindakan apa selanjutnya yang akan harus
dilakukan dan diperlukan.
BAB IVSIMPULAN
Stridor adalah suara nafas kasar yang disebabkan karena adanya
turbulensi aliran udara karena adanya sumbatan di saluran
nafas.Stridor juga merupakan indikasi dari keadaan darurat
medisdanharus selalumendapatperhatian. Sumbatan saluran pernapasan
atas jauh lebih penting pada bayi dan anak kecil dibandingkan pada
anak yang lebih tua, karena jalan napas yang lebih kecil cenderung
menghadapkan anak kecil pada suatu keadaan penyempitan yang relatif
lebih berat daripada yang ditimbulkan oleh tingkat radang yang sama
pada anak yang lebih tua.Pada permasalahan stridor ini yang pertama
harus diperhatikan adalah terjaminnya kelancaran jalan napas bagi
anak. Kelancaran jalan napas ini dapat diupayakan dengan beberapa
cara, diantara pada kasus obstruksi jalan napas akibat benda asing
dapat diupayakan tindakan seperti back blows, abdominal thrusts
atau Heimlich. Pemasangan alat bantu seperti orofaringeal airway
dapat pula dipertimbangkan. Penatalaksaan harus cepat karena
terkait ketersediaan udara pernapasan bagi anak terutama pada
kasus-kasus obstruksi berat. Penatalaksanaan kausa juga penting
pada kasus dengan penyebab infeksi atau pertimbangkan tindakan
operatif pada keadaan kongenital seperti laringomalasia.
DAFTAR PUSTAKA
1. Leung AKE, Cho H. Diagnosis of Stridor In Children. Am Fam
Physician 1999;60:228996.2. Behrman, Kliegman, dan Arvin. Ilmu
Kesehatan Anak Nelson. Ed: 15. Jakarta: EGC, 1999; 1460-1461:
1481-1482.3. Brown MA, Muhus E, Morgan WJ. Clinical Assesment and
Diagnotic Approach to Common Problem. Taussing Landau, ed.:
Pediatric Respiratory Medicine. Mosby Elsevier 2008; 10113.4. Mayer
OH. Noisy Breathing in Infants and Children, Dalam: Panitch HB.
Pediatric Pulmonology : The Requisites In Pediatrics. Mosby
Elsevier 2005; 12 34.5. Guideline for the diagnosis and management
of croup. The Alberta Clinical Practice Guideline Program. 2003 J6.
Laberge JM, Puligandla P. Congenital Malformations of The Lungs and
Airways. Taussing Landau, ed.: Pediatric Respiratory Medicine.
Mosby Elsevier 2008; 907- 941.7. Dadiyanto DW, Yangtjik K.
Laringotrakeobronkitis (Croup). Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto
DB. Ed : Buku Ajar Respirologi Anak. IDAI 2008; 320329.8. Jeffries
A. Turkey A. Respiratory System. Mosby 2002; 8139.9. Balfour IM,
Davies JC. Acute Infections Producing Upper Airway Obstruction.
Kendigs : Disorders of the Respiratory Tract in Children. Elsevier
S 2006; 404 415.10. Rudman DT, Elmaraghy CA, Shiels WE, Wiet GJ.
The Role of Airway Fluoroscopy in the Evaluation of Stridor in
Children. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 2003;129:305-309.11.
OSullivan BP, Finger L, Zwerdling RG. Use of Nasopharyngoscopy in
the Evaluation of Children With Noisy Breathing. CHEST 2004;
125:1265-1269.1
24