Bisnis dan Politik Interaksi Negara Masyarakat dalam Proses Perumusan Kebijakan PRESENTATION BY KELOMPOK IV
Bisnis dan Politik Interaksi Negara
Masyarakat dalam Proses Perumusan
Kebijakan
PRESENTATION BY KELOMPOK IV
A. Faktor-faktor yang memenuhiDalam merumuskan suatu kebijakan, para perumus atau
pengambil keputusan tidak terlepas dari pengaruh berbagai kepentingan yang ada, baik kepentingan sendiri, kerabat, patron, serta kepentingan
masyarakat yang lebih luas.Idealnya perumusan kebijakan didasarkan pada rasionalitas dan
terbebas dari Vasted interest dalam masyarakat para pengambil kebijakan itu sendiri , sehingga kebijakan yang dihasilkan mencerminkan atau mewakili keinginan dan kepentingan serta kebutuhan masyarakat banyak dan bukan
orang per orang atau kelompok orang tertentu saja.
Namun dalam praktiknya memang tidak sesederhana itu,karena suatu kebijakan tidaklah dirumuskan dalam suatu ruangan yang hampa politik, sehingga rumusannya benar-benar terbebas dan steril dari berbagai kepentingan. Untuk itu yang dapat dilakukan adalah bukannlah
menghilangkan sama sekali berbagai pengaruh tersebut, tetapi mengeliminasi sekecil mungkin.
Suatu kebijakan yang dirumuskan menggunakan model-model pendekatan yang dibangun oleh ahli dibidang politik dan ekonomi yang
mengkhususkan diri pada pemahaman tentang bagaimana suatu kebijakan dirumuskan dalam suatu pemerintah terutama dari segi proses
kebijakannya.
Menurut Thomas R. Dye dan Yehezkel Dror ( Nicolas Henry,1975:230 )
Thomas R. Dye dan yehezekel Dror (Nicolas henry, 1975: 230) yang telah mengemukakan 3 tipologi dengan beberapa macam variasi analisis model kebijakan(negara). Demikian dengan Nicolas Henry, yang mengelompokkan tipologi dalam dua kategori,yaitu:
1. Apakah kebijakan negara itu dianalisis dari proses perumusannya;Adapun yang tergolong pada analisis proses perumusan kebijakan adalah institusional, eli-masa, kelompok dan sistem. Dari sudut perumusannya,analisis kebijakan lebih bersifat deskriftif yakni menggambarkan bagaimana proses tahapan-tahapan serta interaksi berbagai kepentingan didalam maupun diluar birokrasi berlangsung.
2. Sisi hasil dan akibatnya Adapun analisis dari sudut hasil dan akibatnya adalah rational comperehensive dan incremental, yang bersifat preskritif,yaitu lebih mengarah kepada cara-cara untuk meningkatkan mutu/kualitas kebijakan (pemerintah/negara).
Menurut Felix A. Nigro (1980) ada sejumlah faktor yang secara umum dapat mempengaruhi proses kebijakan
• Pertama, adanya tekanan dari luar. Di sini berarti kebijakan harus mempertimbangkan alternatif yang akan di pilih berdasarkan penilaian rasional semata, namun proses dan prosedurnya tetap tidak dapat dipisahkan dari dunia nyata, yakni selalu adanya tekanan dari luar lingkaran pengambil keputusan. Tekanan ini dapat berasal dari individu, kelompok atau organisasi sosial politik, ekonomi dan kemasyarakatan serta lembaga domestik maupun internasional
• Kedua, adanya kecenderungan para perumus kebijakan untuk mengikuti kebiasaan para pendahulunya (konservatif)
• Ketiga, adanya nilai-nilai pribadi/individu dari perumus kebijakan. Faktor ini sangat berkaitan erat dengan upaya untuk melindungi dan mengembangkan kepentingan ekonomi, reputasi dan kedudukan, termasuk sejarah seseorang
• Keempat, pengaruh kelompok/lembaga lain. Di dalam pemerintahan pengaruh lembaga lain kerapkali berperan dan bahkan tidak jarang menentukan dalam proses perumusan kebijakan, terutama sekali jika kebijakan yang diambil memiliki keterkaitan yang erat dengan sektor-sektor lainnya. Oleh karena itu, lingkungan sosial dalam pemerintahan seringkali menjadi pertimbangan dengan tujuan untuk menciptakan koordinasi antarinstansi dan menghindari lemahnya koordinasi dan inkonsistensi kebijakan.
• Kelima, pengalaman masa lalu atau sejarah. Dalam kaitan ini ada anggapan bahwa kebijakan yang lalu merupakan pelajaran berharga untuk dijadikan sebagai acuan. Pada umumnya, memang suatu kebijakan dibuat berdasarkan pada keberhasilan maupun kegagalan penerapan kebijakan yang diambil lebih merupakan pengulangan dari pengalaman masa lalu dan hanya sedikit perbaikan di sana sini, sehingga tidak ada terobosan yang baru dan bersifat lebih segar (fresh).
Tipologi proses kebijakan dikelompokkan menjadi empat tahap yaitu:
• Pertama,bagaimana masalah-masalah yang ada bisa masuk ke ruang pemerintah
• kedua, tahap bagaimana pemerintah melakukan tindakan-tindakan konkret menyikapi masalah-masalah tersebut
• Ketiga, tahap tindakan-tindakan pemerintah itu masuk ke masalah lapangan
• Keempat adalah tahap kembalinya program ke pemerintah agar ditinjau kembali dan diadakan perubahan-perubahan bila dianggap mungkin. Dalam kenyataannya, permasalahan proses kebijakan sangat dipengaruhi oleh kompleksitas politik sehingga tidak mungkin berjalan sedemikian idealnya. Hal ini disadari bahwa proses kebijakan itu sebenarnya juga sebuah proses politik.
Segala kompleksitas persoalan yang muncul ditingkatan politik juga ditemui pada tingkatan kebijakan publik. Dalam menjelaskan hal ini, Howlett dan Ramesh (1995) mengembangkan sebuah model untuk menjelaskan keragaman gaya atau tipologi kebijakan yang dilaksanakan pada beberapa negara di Eropa, seperti yang terlihat pada tabeL Gaya kebijakan itu merupakan hasil interaksi dari a) pendekatan yang digunakan pemerintah dalam memecahkan masalah (anticipatory or reactive) dan b) keterkaitan antara pemerintah dan aktor lain dalam proses kebijakan (consensus or imposition). Kategori ini masih sangat umum, artinya tidak mesti keseluruhan kebijakan yang di buat di Inggris misalnya, akan bergaya negosiatif, demikian pula bagi negar lain.
• Keragaman gaya atau tipologi kebijakan yang ada pada beberapa negara di Eropa.
Relasi antara
pemerintah dan
masyarakat
Pendekatan dominan untuk pemecahan
masalah
Antisipatif Reaktif
Konsensus Jerman
Gaya konsensus
rasionalis
British
Gaya negosiasi
Imposition Perancis
Concertation style
Belanda
Gaya negosiasi
dan konflik
Oleh karena itu, dikembangkan model yang lebih rinci, untuk menjelaskan pilihan tipologi pada masing-masing tahap
• Pada model ini dijelaskan bahwa tipologi kebijakan pada fase penyusunan agenda (agenda setting) itu ditentukan oleh bagaimana pola dukungan dari publik dalam pendefinisian masalah (oleh karena itu bisa bersifat inisiatif dari luar, inisiatif dari dalam, konsolidasi atau mobilisasi). Pada fase formulasi kebijakan, tipologi kebijakan ditentukan oleh aturan atau pola interaksi dari subsistem kebijakan (oleh karena itu bisa bersifat hegemonik, perintah, kepemimpinan kecil atau anarkis). Pada fase pembuatan keputusan, tipologi kebijakan atau gaya kebijakan ditentukan oleh kompleksitas ari subsistem kebijakan (oleh karena itu bisa bersifat inkremental, pemuasan, optimisasi atau rasional).
• Pada fase implementasi kebijakan, tipologi kebijakan ditentukan oleh kompleksitas dari sub sistem kebijakan dan kapasitas administrasi dari ruang lingkup kebijakan yang bersangkutan (oleh karena itu bisa bersifat berbasis pada pasar, peraturan, mempengaruhi secara halus atau kesukarelaan). Sedangkan fase evaluasi, tipologi kebijakan juga tergantung pada kedua hal di atas (Howlett dan Ramesh, 1995). Secara ringkas hal tersebut terlihat dalam tabel berikut :
Tahap-tahap
gaya
kebijakan
Elemen yang masuk dalam formasi gaya kebijakan
Penyusunan
agenda
(model yang
diikuti)
Insiatif dari luar Inisiatif dari
dalam
Konsolidasi Mobilisasi
Formulasi
kebijakan
(tipe dari
komunitas
kebijakan)
(tipe dari
jaringan
kebijakan)
Hegemonik
Birokratik/partisipatory
statist
Menjatuhkan
Kleintelistik/
Captured
Krisis
kepemimpinan
Triadic/Korporatis
Anarkhi
Pluralis/Issue
Pembuatan
keputusan
(gaya
pembuatan
keputusan)
Inkremental
Pemuasan
Optimalisasi
Rasional
Implementasi
kebijakan
(preferensi
instrumen)
Berbasis pasar
Regulatorik/
Direct
Exhortory/Subsidi Sukarela/
com munity/
family
Evaluasi
kebijakan
(prospensity
for laerning)
Lesson drawing Evaluasi
formal
Pembelajaran
sosial
Evaluasi
informalk
• Berdasarkan tipologi yang ada dalam tabel maka Hawlett dan Ramesh, menyimpulkan bahwa tipologi kebijakan suatu wilayah kebijakan ditentukan oleh dua variabel, yaitu:
1) struktur dari subsistem kebijakan dan
2) otonomi negara, termasuk dalam struktur dari subsistem kebijakan adalah, sebaran ide-ide yang ada dan faktor-faktor yang ditemui dalam kebijakan tersebut. Sedangkan yang termasuk dalam otonomi negara adalah kapasitas administrasi dan sifat dari potensi penghalang dari pengoperasian kebijakan tersebut. Dengan mengetahui tipologi atau gaya kebijakan maka dapat menjelaskan karakter kebijakan (begitu juga karakter politik) sebuah negara.
By Group IV:1. Nurul Muchlisah Sulaiman2. Andika susantri3. Rifka ayu dasilah
4. Dewi sartika5. Andi Khurun6. Irma Yunita7. Digor Mufti