IDENTITASNama: Ny. IUmur: 26 tahunJenis Kelamin: PerempuanAgama:
Islam Pekerjaan: Ibu Rumah TanggaAlamat: Rejosari, Kabupaten
SemarangTanggal masuk RS: 3 November 2014No. CM: 068290-2014
Anamnesis ( 3, 4, 5 NOVEMBER 2014)Aloanamnesa pada keluarga
pasien dan auto anamnesa dari pasienKeluhan Utama:Pasien merasa
pusing.Riwayat Penyakit Sekarang:Kurang lebih 1 jam sebelum masuk
rumah sakit, pasien mengalami kecelakaan lalu lintas. Pasien
dibonceng naik motor dan ditabrak dari belakang oleh truk dan
pasien jatuh ke samping kiri dan kepalanya terbentur aspal jalan.
Saat kejadian tersebut pasien sempat pingsan namun pasien tidak
ingat lama pingsannya dan bagaimana kejadiannya berlangsung. Pasien
langsung dibawa ke IGD RSUD Ambarawa. Saat pasien tersadar pasien
sudah berada di RSUD Ambarawa. Pasien merasa pusing berputar, mual
dan pasien tidak bisa membuka matanya terlalu lama karena tiap kali
membuka mata pasien merasa mual dan ingin muntah. Setengah jam
setelah pasien di IGD RSUD Ambarawa pasien muntah. Muntahan pasien
berupa cairan bercampur dengan sisa makanan. Pasien juga tidak
dapat memiringkan kepalanya ke arah kiri karena luka yang
dialaminya di kepala dan rasa pusing semakin dirasakan jika pasien
mengubah posisi kepalanya.Pada keluhan pasien tidak terdapat adanya
keluarnya cairan darah dari hidung, mulut maupun telinga, gangguan
pendengaran, kejang, pandangan buram, kelemahan, kesemutan dan baal
pada anggota gerak. Buang air besar dan buang air kecil normal.
Terdapat luka memar pada bagian punggung kiri dan kaki kanan dan
juga pada bagian kepala kiri.Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat
keluhan serupa disangkal Riwayat kejang berulang disangkal Riwayat
penggunaan alkool disangkal Riwayat tekanan darah tinggi
disangkal
Anamnesis Sistem:Sistem serebrospinal:pusing berputar,
pingsan
Sistem kardiovaskuler:tidak ada keluhan
Sistem respirasi:tidak ada keluhan
Sistem gastrointestinal:mual dan muntah
Sistem musculoskeletal:tidak ada keluhan
Sistem integumentum:luka memar pada bagian punggung kiri, kepala
bagian kiri dan juga pada kaki kanan.
Sistem urogenital:tidak ada keluhan
Resume Anamnesis:Seorang pasien usia 26 tahun datang ke poli
saraf RSUD Ambarawa dengan keluhan pusing berputar, mual dan
muntah. Keluhan ini dirasakan setelah pasien mengalami kecelakaan
lalu lintas jatuh dari motor ditabrak dari belakang oleh truk dan
pasien jatuh ke samping. Pasien sempat pingsan setelah kecelakaan
berlangsung dan tidak ingat akan kejadian yang dialaminya. Pasien
juga mengalami benturan pada kepala bagian kiri dan juga luka memar
pada bagian punggung kiri dan kaki kanan. Diskusi IDari anamnesis
ditemukan adanya pusing berputar, mual dan muntah. yang disebabkan
karena adanya trauma pada bagian kepala karena kecelakaan lalu
lintas yang menyebabkan adanya benturan pada kepala pasien.Pusing
berputar merupakan gejala dari vertigo. Vertigo adalah sensasi
gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitarnya
dengan gejala lain yang timbul, terutama dari jaringan otonomik
yang disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh oleh berbagai
keadaan atau penyakit. Pembagian vertigo dibagi menjadi vertigo
sentral dan vertigo perifer. Vertigo sentral terjadi jika ada
sesuatu yang tidak normal di dalam otak, khususnya di bagian saraf
keseimbangan, yaitu daerah percabangan otak dan serebelum (otak
kecil) sedangkan vertigo periferal terjadi jika terdapat gangguan
di saluran yang disebut kanalis semisirkularis, yaitu telinga
bagian tengah yang bertugas mengontrol keseimbangan. Vertigo yang
dialami pasien dikarenakan karena adanya suatu trauma pada bagian
kepala sehingga pada pasien mengalami vertigo sentral. Vertigo
sentral (central vertigo) melibatkan proses penyakit yang
memengaruhi batang otak (brain stem) atau cerebellum. Vertigo
sentral mungkin disebabkan oleh perdarahan hemoragik atau iskemik
pada cerebellum, vestibular nuclei, dan hubungannya ke batang otak.
Penyebab yang lain termasuk tumor SSP, infeksi, trauma dan multiple
sclerosis.Cedera atau trauma pada kepala dapat melibatkan seluruh
struktur lapisan, mulai dari lapisan kulit kepala atau lapisan
paling luar, tulang tengkorak, duramater, vaskuler otak, sampai
jaringan otaknya sendiri, baik berupa luka yang tertutup maupun
trauma yang menembus kulit hingga tengkoraknya.(ilmu bedah saraf)
Trauma pada bagian kepala dapat menjadi masalah yang serius. Di
dalam kepala terdapat organ yang sangat vital yaitu otak. Otak
dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang
membungkusnya. Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut akan mudah
sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu, begitu
rusak, neuron tidak dapat diperbaiki lagi. Sebagian masalah
merupakan akibat langsung dari cedera dan banyak lainnya terjadi
sekunder akibat cedera. Jaringan gelatinosa otak dan medula
spinalis dilindungi oleh tulang tengkorak, tulang belakang, dan 3
lapisan jaringan penyambung yaitu: piamater, arachnoid dan
duramater.
Anatomi Lapisan yang Melapisi OtakPia mater langsung berhubungan
dengan otak dan jaringan meningens dan mengikuti kontur struktur
eksternal. Pia mater merupakan lapisan vaskular, yang
pembuluh-pembuluh darahnya berjalan menuju struktur SSP untuk
memberi nutrisi pada jaringan saraf.Arachnoid adalah suatu membran
fibrosa yang tipis, halus dan avaskulae. Arachnoid meliputi otak
dan medula spinalis tetapi tidak mengikuti kontur luar seperti pia
mater.Antara piamater dan arachnoid terdapat subarachnoid yang
terdiri dari arteri, vena serebral, trabekula arachnoid dan cairan
serebrospinal.Duramater adalah suatu jaringan ikat, tidak elastis
dan terdiri dari 2 lapisan bagian luar yaitu dura endosteal dan
dura meningeal. Dura endosteal membentuk bagian dalam periosteum
tengkorak dan berlanjut sebagai periosteum yang membatasi kanalis
vertebralis medula spinalis. Bagian dalam dura meningeal merupakan
memran tebal yang meliputi otak dan menyusup diantara jaringan otak
sebagai penyokong dan pelindung. Lapisan dalam dura meningeal ini
bersambung dengan duramater spinal. Dura spinal terus berlanjut
hingga vertebra sakralis kedua dan bersatu dengan filum terminale
membentuk ligamentum koksigealis yang menjulur sampai ke tulang
koksik, bersambung dengan periosteum dan menambatkan medula
spinalis pada kanalis vertebralis. 4 lapisan utama dari dura
meningeal meluas hingga rongga tengkorak.Falks serebeli memisahkan
kedua hemisferium serebri. Hemisferium serebri kanan dan kiri
dipisahkan sepanjang fisura longitudinal pada falks serebri.
Tentorium serebeli memisahkan serebrum dari serebelum. Diafragma
selae melapisi hipofisis dan ditembus oleh sistem portal
hipotalamohipofiseal.Sinus-sinus vena terletak di antara kedua
lapisan dura mater dan tempat-tempat terpisahnya kedua lapisan
tersebut.sinus-sinus vena ini merupakan saluran tak berkatup yang
berfungsi mengalirkan darah serebral dan cairan serebrospinal. Pada
sinus-sinus vena tidak mempunyai jaringan vaskular, tetapi terdiri
dari dura mater yang dilapisi jaringan endotel.Pada kerusakan
vaskular otak dapat terjadi perdarahan pada:1. Ruang ekstradural
atau yang disebut dengan epidural, yang terletak di antara dura
endosteal dan tulang tengkorak.2. Ruang subdural, yaitu di antara
dura meningeal dan arachnoid.3. Ruang subarachnoid, yaitu di antara
aracnoid dan pia mater.4. Di bawah pia mater ke dalam otak
sendiri.Pada tabula interna tulang tengkorak terdapat alur-alur
tempat arteria meningea anterior. Garis fraktur yang melintasi
salah satu alur tersebut dapat merusak arteri yang terletak di
dalamnya dan ini merupakan penyebab tersering hematoma
ekstradural/epidural. Biasanya karena pukulan keras pada daerah
parietotemporal kepala menyebabkan cedera arteri meningea media.
Sedangkan pada hematoma subdural terjadi kerusakan pembuluh vena
yang melintasi ruang subdural. Pada subarachnoid terjadi aneurisma
yang ruptur pada erteri yang mendarahi dasar otak. Pada perdarahan
intraserebral, pembuluh darah yang menembus jaringan otak rusak,
sehingga darah masuk ke dalam jaringan otak.
Mekanisme Akselerasi dan Deselerasi pada Trauma KepalaPada
trauma kepala terjadi akselerasi (gerakan yang cepat dan mendadak
yang terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang
diam) dan deselerasi (penghentian akselerasi secara mendadak yaitu
jika kepala membentur benda yang tidak bergerak). Pada waktu
akselerasi berlangsung, terjadi dua kejadian yaitu akselerasi
tengkorak ke arah dampak (kup) dan pergeseran otak ke arah yang
berlawanan dengan arah dampak primer (kontra kup). Apabila
akselerasi disebabkan oleh pukulan pada oksiput, maka pada tempat
di bawah tampak terdapat tekanan positif akibat identasi ditambah
tekanan positif yang dihasilkan oleh akselerasi tengkorak ke arah
dampak dan penggeseran otak ke arah yang berlawanan. Di seberang
tempat terdapat tekanan negatif akibat akselerasi kepala yang
ketika itu juga akan ditiadakan oleh tekanan yang positif yang
diakibatkan oleh pergeseran seluruh otak.
Maka pada trauma kepala dengan dampak pada oksiput, gaya
kompresi di bawah berdampak cukup besar untuk bisa menimbulkan
lesi. Lesi tersebut bisa berupa perdarahan pada permukaan otak yang
berbentuk titik-titik besar dan kecil tanpa kerusakan pada
duramater (lesi kontusio). Jika lesi terjadi di bawah dampak
disebut lesi kontusio kup dan jika terjadi di seberang dampak
disebut lesi kontusio kontra kup. Sehingga dari sana bisa timbul
gejala-gejala deficit neurologist.Akselerasi dan penggeseran otak
yang terjadi bersifat linear dan bahkan akselerasi yang sering
kalidiakibatkan oleh trauma kepala disebut akselerasi rotarik.
Pergeseran otak pada akselerasi dan deselerasi linear dan rotarik
bisa menarik dan memutuskan vena-vena yang menjembatani selaput
arakhnoida dan dura sehingga timbul perdarahn subdural. Vena-vena
tersebut Bridging Veins.
Mekanisme RGA pada Trauma KepalaPTA (Post Traumatic Amnesia)
adalah salah satu gangguan memori yang biasanya disebabkan oleh
pasca trauma kapitis. Kebanyakan pasien yang mengalami trauma
kapitis ringan atau sedang, pulih setelah beberapa minggu sampai
dengan bulan tanpa terapi spesifik. Akan tetapi, sekelompok pasien
akan terus mengalami gejala kecacatan setelah periode ini, yang
mengganggu pekerjaan atau aktifitas sosial. Post-traumatic amnesia
dipertimbangkan sebagai suatu marker yang sensitif untuk tingkat
keparahan trauma kapitis, dan sebagai suatu prediktoroutcomeyang
berguna.
Pada keadaan akut trauma kapitis, maka gangguan memori mempunyai
peranan penting. Amnesia post-trauma kapitis dapat meliputi
kejadian sebelum trauma (retrograd amnesia) atau setelah trauma
(anterograd amnesia). Lamanya amnesia tersebut dapat dipakai
sebagai patokan akan luas lesi yang terjadi di otak. Umumnya
amnesia ini meliputi gangguan short-term memory saja. Apabila
ternyata long-term memory juga terkena maka ini menandakan adanya
kelainan otak yang difus, berat dan mempunyai prognosis yang kurang
baik. Juga disini perlu dicatat bahwa pasien umumnya hanya
terganggu memorinya tanpa kehilangan fungsi-fungsi lain.
AmnesiaMemori adalah proses pengelolaan informasi, meliputi
perekaman,penyimpanan,dan pemanggilan kembali. Gangguan immediate
memory mudah dikenali dengan menyuruh pasien mengulangi 6 digit
yang kita sebutkan. Gangguanshort-term memory dapat dikenali karena
pasien tidak dapatmengingat apa yang telah terjadi beberapa saat
yang lalu. Ia tidak dapat menceritakan kejadian pada hari itu.
Sedangkan long-term memoryterganggu bila pasien tidak lagi
mengenali riwayathidupnya.Umumnya amnesia yang terjadi adalah
gangguan short-termmemory.Kelainan pada : lobus temporalis kiri
menyebabkangangguan memori verbal (tidak ingat apa yang
disebutkan),sedangkan lobus temporalis kanan menyebabkan memori
visual(apa yang diperlihatkan).Amnesia adalah ketidakmampuan untuk
mengingat sebagian atau seluruh pengalaman masa lalu. Amnesia dapat
disebabkan oleh gangguan organik di otak, misalnya pada kontusio
serebri. Namun dapat juga disebabkan faktorpsikologis, misalnya
pada gangguan stres pasca trauma individu dapatkehilangan memori
dari peristiwa yang sangat traumatis.Berdasarkan waktukejadian,
amnesia dibedakan menjadi :
Amnesia anterograd, yaitu apabila hilangnya memori terhadap
pengalaman / informasi setelah titik waktu kejadian. Misalnya,
seorang pengendara motor yang mengalami kecelakaan, tidakmampu
mengingat peristiwa yang terjadi setelah kecelakaan.Amnesia
retrograd, yaitu hilangnya memori terhadappengalaman / informasi
sebelum titik waktu kejadian. Misalnya,seorang gadis yang terjatuh
dari atap dan mengalami traumakepala, tidak mampu mengingat
berbagai peristiwa yang terjadi sebelum kecelakaan tersebut.Dasar
patologi dari PTA masih tidak jelas, meskipun korelasinya terhadap
MRI terlihat mengindikasikan sesuatu yang berasal dari hemisfer
dibanding dengan diencephalic.Memori dan new learning dipercaya
melibatkan : korteks serebral, proyeksi subkortikal, hippocampal
formation (gyrus dentatus, hipokampus, gyrus parahippocampal),
diensefalon, terutama bagian medial dari dorsomedial dan adjacent
midline nuclei of thalamus.Sebagai tambahan, lesi pada lobus
frontalis juga dapat menyebabkan perubahan pada behavior, termasuk
iritabilitas, aggresiveness, dan hilangnya inhibisi dan judgment.
Sekarang ini, telah didapati bukti adanya keterlibatan lobus
frontalis kanan pada atensi.Trauma kapitis dapat bersifat primer
maupun sekunder. Cedera primer dihasilkan oleh tekanan akselerasi
dan deselerasi yang merusak kandungan intrakranial oleh karena
pergerakan yang tidak seimbang dari tengkorak dan otak. Akan
tetapi, faktor yang paling penting pada cedera otak traumatik
adalah shearing yang berupa tekanan rotasi yang cepat dan berulang
terhadap otak segera setelah trauma kapitis. Concussion
mengakibatkan tekanan shearing yang singkat dan penyembuhan
komplet. Jika tekanan shearing lebih banyak dan berulang, kerusakan
akson pun menjadi lebih banyak, durasi hilangnya kesadaran lebih
panjang dan penyembuhan melambat. Dalam praktek, gambaran klinisnya
adalah koma yang diikuti dengan PTA. Oleh karena itu tingkat
keparahan trauma kapitis tertutup dapat dinilai dengan durasi koma
dan PTA. Sedangkan suatu contusion adalah suatu trauma yang lebih
luas terhadap otak dimana robekan jaringan yang memperlihatkan
tekanan shearing dengan gangguan akson yang disebabkan oleh axonal
shearing dan injury terhadap otak dengan dampak ke permukaan tulang
: bagian medial, ujung dan dasar lobus frontalis dan bagian
anterior dari lobus temporalis paling sering terlibat. Area yang
rusak adalah berbentuk kerucut dengan dasar pada permukaan otak,
terutama mengenai lapisan pertama dari korteks.
KlasifikasiPost-traumatic amnesiadapat dibagi dalam 2 tipe.Tipe
yang pertama adalah retrograde, yang didefinisikan oleh Cartlidge
dan Shaw, sebagai hilangnya kemampuan secara total atau parsial
untuk mengingat kejadian yang telah terjadi dalam jangka waktu
sesaat sebelum trauma kapitis. Lamanya amnesia retrograde biasanya
akan menurun secara progresif.Tipe yang kedua dari PTA adalah
amnesia anterograde, suatu defisit dalam membentuk memori baru
setelah kecelakaan, yang menyebabkan penurunan atensi dan persepsi
yang tidak akurat. Memori anterograde merupakan fungsi terakhir
yang paling sering kembali setelah sembuh dari hilangnya
kesadaran.
Traumatic Brain Injury Pembagian cedera kepala menurut Perdossi
(2006) dibagi dalam kategori cedera kepala minimal, ringan, sedang
dan berat yang dapat dinilai berdasarkan GCS, gambaran klinis (lama
pingsan dan ada atau tidaknya defisit neurologis) serta gambaran CT
scan.Traumatic Brain Injury (TBI) didefinisikan sebagai kelainan
non-degeneratif dan non-kongenital yang terjadi pada otak, sebagai
akibat adanya kekuatan mekanik dari luar, yang menyebabkan gangguan
temporer atau permanen dalam hal fungsi kognitif, fisik, dan fungsi
psikososial, dengan disertai penurunan atau hilangnya kesadaran
(Jones, 2005; Wahjoepramono, 2005). Adapun definisi dari konsensus
nasional Perdossi (2006) menyatakan bahwa TBI adalah trauma mekanik
terhadap kepala secara langsung ataupun tidak langsung yang
menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik,
kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen. Cedera
kranioserebral termasuk dalam ruang lingkup cabang ilmu
neurotraumatologi, yang mempelajari/meneliti pengaruh trauma
terhadap sel otak secara struktural maupun fungsional dan akibatnya
baik pada masa akut maupun sesudahnya. Akibat trauma dapat terjadi
pada masa akut (kerusakan primer) dan sesudahnya (kerusakan
sekunder), oleh karena itu manajemen segera dan intervensi lanjut
harus sudah dilaksanakan sejak saat awal kejadian guna
mencegah/meminimalkan kematian maupun kecacatan pasien.Berdasarkan
terjadinya lesi atau gangguan yang terjadi dalam cedera kepala
dibagi dua yaitu primer dan sekunder. Cedera kepala primer adalah
kerusakan yang terjadi pada masa akut, yaitu langsung saat
terjadinya cedera, yang dapat mengenai jaringan kulit kepala hingga
otak, berupa laserasi, perdarahan (hematoma), fraktur tulang
tengkorak dan kerusakan jaringan otak. Sedangkan cedera kepala
sekunder adalah kerusakan yang terjadi sesudahnya, sebagai
komplikasi lanjutannya. Yang termasuk dalam cedera kepala sekunder
misalnya edema jaringan otak, peningkatan tekanan intrakranial,
infeksi jaringan otak, hipoksia, dan sebagainya.Klasifikasi cedera
kepala dapat dilakukan dengan berbagai cara pembagian, namun yang
sering digunakan adalah berdasarkan keadaan klinis dan patologis
(primer atau sekunder seperti dijelaskan di atas). Untuk
klasifikasi berdasarkan keadaan klinis didasarkan pada kesadaran
pasien yang dalam hal ini menggunakan Glasgow coma scale (GCS)
sebagai patokannya. Terdapat tiga kategori yaitu CKR (GCS: 14-15),
CKS (GCS: 9-13), dan CKB (GCS 8) (Greenberg, 2001). Adapun
pembagian cedera kepala menurut Perdossi (2006) adalah sebagai
berikut:
KategoriGCSGambaran KlinikCT Scan Otak
Minimal15Pingsan (-), defisit neurologi (-)Normal
Ringan13-15Pingsan < 10 menit, defisit neurologi
(-)Normal
Sedang9-12Pingsan > 10 menit s/d 6 jam, defisit neurologi
(+)Abnormal
Berat3-8Pingsan > 6 jam, defisit neurologi (+)Abnormal
Tujuan klasifikasi tersebut adalah untuk pedoman triase di gawat
darurat. Adapun bila didapat abnormalitas CT Scan berupa perdarahan
intrakranial, penderita dimasukkan klasifikasi cedera kepala berat
(Perdossi, 2006).Klasifikasi lainnya adalah berdasarkan patologi
yang dibagi dalam komosio serebri, kontusio serebri, dan laserasi.
Di samping patologi yang terjadi pada otak, mungkin terdap pat juga
fraktur tulang tengkorak. Fraktur ini ada yang di basis kranium dan
ada yang di temporal, frontal, parietal, ataupun oksipital. Fraktur
bisa linear atau depressed, terbuka atau tertutup. Klasifikasi
berdasarkan lesi bisa fokal atau difus, bisa kerusakan aksonal
ataupun hematoma. Letak hematoma bisa ekstradural atau dikenal juga
sebagai hematoma epidural (EDH), bisa hematoma subdural (SDH),
hematoma intraserebral (ICH), ataupun perdarahan subaraknoid
(SAH).Klasifikasi lain berdasarkan lama amnesia pascacidera (APC)
diperkenalkan oleh Russel dalam Jennett & Teasdale. Klasifikasi
ini bisa dikombinasikan dengan klasifikasi berdasarkan klinis
GCS.Lama amnesia pasca cederaBeratnya trauma kranioserebral
4 mingguEkstreem berat
Patologi dan gejala klinik yang terjadi pada cedera kepala
adalah: Hematoma Ekstradural/Epidural (EDH) Sebagian besar kasus
diakibatkan oleh robeknya arteri meningea media. Perdarahan
terletak di antara tulang tengkorak dan duramater. Gejala klinisnya
adalah lucid interval, yaitu selang waktu antara pasien masih sadar
setelah kejadian trauma kranioserebral dengan penurunan kesadaran
yang terjadi kemudian. Biasanya waktu perubahan kesadaran ini
kurang dari 24 jam; penilaian penurunan kesadaran dengan GCS.
Gejala lain nyeri kepala bisa disertai muntah proyektil, pupil
anisokor dengan midriasis di sisi lesi akibat herniasi unkal,
hemiparesis, dan refleks patologis Babinski positif kontralateral
lesi yang terjadi terlambat. Pada gambaran CT scan kepala,
didapatkan lesi hiperdens (gambaran darah intrakranial) umumnya di
daerah temporal berbentuk cembung. Hematoma Subdural (SDH) Terjadi
akibat robeknya vena-vena jembatan, sinus venosus dura mater atau
robeknya araknoidea. Perdarahan terletak di antara duramater dan
araknoidea. SDH ada yang akut dan kronik. Gejala klinis berupa
nyeri kepala yang makin berat dan muntah proyektil. Jika SDH makin
besar, bisa menekan jaringan otak, mengganggu ARAS, dan terjadi
penurunan kesadaran. Gambaran CT scan kepala berupa lesi hiperdens
berbentuk bulan sabit. Bila darah lisis menjadi cairan, disebut
higroma (hidroma) subdural. Edema Serebri Traumatik Cedera otak
akan mengganggu pusat persarafan dan peredaran darah di batang otak
dengan akibat tonus dinding pembuluh darah menurun, sehingga cairan
lebih mudah menembus dindingnya. Penyebab lain adalah benturan yang
dapat menimbulkan kelainan langsung pada dinding pembuluh darah
sehingga menjadi lebih permeabel. Hasil akhirnya akan terjadi
edema. Cedera Otak Difus Terjadi kerusakan baik pada pembuluh darah
maupun pada parenkim otak, disertai edema. Keadaan pasien umumnya
buruk. Hematoma Subaraknoid (SAH)Perdarahan subaraknoid traumatik
terjadi pada lebih kurang 40% kasus cedera kranioserebral, sebagian
besar terjadi di daerah permukaan oksipital dan parietal sehingga
sering tidak dijumpai tanda-tanda rangsang meningeal. Adanya darah
di dalam cairan otak akan mengakibatkan penguncupan arteri-arteri
di dalam rongga subaraknoidea. Bila vasokonstriksi yang terjadi
hebat disertai vasospasme, akan timbul gangguan aliran darah di
dalam jaringan otak. Keadaan ini tampak pada pasien yang tidak
membaik setelah beberapa hari perawatan. Penguncupan pembuluh darah
mulai terjadi pada hari ke-3 dan dapat berlangsung sampai 10 hari
atau lebih. Gejala klinis yang didapatkan berupa nyeri kepala
hebat. Pada CT scan otak, tampak perdarahan di ruang subaraknoid.
Berbeda dengan SAH non-traumatik yang umumnya disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah otak (AVM atau aneurisma), perdarahan pada
SAH traumatik biasanya tidak terlalu berat. Fraktur Basis
KraniiBiasanya merupakan hasil dari fraktur linear fosa di daerah
basal tengkorak; bisa di anterior, medial, atau posterior. Sulit
dilihat dari foto polos tulang tengkorak atau aksial CT scan. Garis
fraktur bisa terlihat pada CT scan berresolusi tinggi dan potongan
yang tipis. Umumnya yang terlihat di CT scan adalah gambaran
pneumoensefal.Hampir 15% pasien TBI dapat mengalami perburukan
setelah beberapa saat (delayed deterioration). Perburukan ini bisa
dalam hitungan menit, jam atau beberapa hari. Waktu selang tersebut
sering dikatakan sebagai lucid interval. Etiologi munculnya delayed
deterioration ini antara lain karena: perdarahan (EDH, SDH, delayed
contusions), cerebral edema difus, hidrocephalus, kejang,
abnormalitas metabolik, gangguan vaskular, meningitis, dan
hipotensi (shock) (Greenberg, 2001). Pada pasien ini memiliki
riwayat trauma yang jelas, serta muncul defisit neurologis berupa
nyeri kepala yang berlangsung progresif merupakan manifestasi
adanya sindrom desak ruang yang sangat mungkin akibat lesi
perdarahan pada cedera kepala (EDH atau SDH) (Adam et.al, 2005;
Aminoff et.al,2005). Defisit neurologis yang muncul tergantung pada
daerah mana yang terjadi perdarahan atau area otak mana yang
tertekan oleh adanya lesi perdarahan tersebut. Gangguan di lobus
temporal dapat mengakibatkan gangguan pada area motorik maupun
sensorik. Dan bila lesi sampai menekan ke batang otak atau
mengganggu sistem ARAS, maka dapat menyebabkan gangguan
kesadaran.Sakit kepala timbul sebagai hasil perangsangan terhadap
bangunan-bangunan diwilayah kepala dan leher yang peka terhadap
nyeri. Bangunan-bangunan ekstrakranial yang peka nyeri ialah
otot-otot okspital, temporal dan frontal, kulit kepala,
arteri-arteri subkutis dan periostium. Tulang tengkorak sendiri
tidak peka nyeri. Bangunan-bangunan intrakranial yang peka nyeri
terdiri dari meninges, terutama dura basalis dan meninges yang
mendindingi sinus venosus serta arteri-arteri besar pada basis
otak. Sebagian besar dari jaringan otak sendiri tidak peka
nyeri.
Vertigo Post Tauma Secara umum vertigo timbul jika terdapat
gangguan alat keseimbangan tubuh yang mengakibatkan ketidakcocokan
antara posisi tubuh (informasi aferen) yang sebenarnya dengan apa
yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat (pusat kesadaran). Susunan
aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan vestibuler
atau keseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikan impulsnya
ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem
optik dan pro-prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei
vestibularis dengan nuklei N. III, IV dan VI, susunan
vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis. Informasi yang berguna
untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor vestibuler,
visual, dan proprioseptik; reseptor vestibuler memberikan
kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul kemudian
reseptor visual dan yang paling kecil kontribusinya adalah
proprioseptik (Kovar M, 2006).Pada Vertigo post trauma dapat
terjadi akibat kerusakan telinga dalam, N.VIII atau hubungan
vertibular sentral atau adanya salah pilih antara input sensoris
yang dibutuhkan untuk keseimbangan yang sempurna. Mekanisme vertigo
post trauma kepala adalah trauma kepala penetrasi seperti luka
tembak yang merupakan penyebab utamanya, 40% mengenai tulang
temporal dan pada penderita yang hidup kerusakan labirin dan N.
VIII menyebabkan kerusakan permanen fungsi kohlea dan vertibular ;
fraktur tulang tempora peka terhadap trauma karena ia padat
terletak pada dasar tengkorak dan mengandung rongga labyrin;
komosio labyrin yaitu perdarahan mikroskopis kohlea dan labyrin,
terjadi paling sering sesudah trauma oksipital; komosio serebri
dimana vertigo disebabkan perubahan otak mikroskopis yang difus
yang menyertai komosio ringan, mekanisme paling sering kerusakan
otak akibat trauma kepala tumpul adalah gerakan dan deformitas otak
pada waktu gerakan kepala yang cepat tiba-tiba dihentikan, bagian
viskoelastik otak menyebabkan ia tetap bergerak, dengan rotasi di
sekitar sumbu batang otak sehingga dapat menyebabkan keruskaan
saraf cranial, termasuk N.VIII; dan fistula perilympatik sebagai
akibat rupture membrane oval or round window (Joesoef dan
Kusumastuti, 2002).
DIAGNOSIS SEMENTARADiagnosis Klinik: vertigo, mual, muntah,
sakit kepala, amnesia retrogradDiagnosis Topik: intrakranial dan
ekstrakranialDiagnosis Etiologik: Cedera Kepala Sedang - Berat
PEMERIKSAAN ( 4 November 2014)Status GeneralisKeadaan
Umum:Tampak sakit sedang, kesan status gizi cukup GCS: E3V5M6
Tanda Vital:TD : 120/90 mmHg R : 23x/menitN : 83x/mnt S :
35,8C
Kulit:Turgor kulit baik
Kepala:mesocephal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah
dicabut
Mata:Edema palpebra -/-, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik
-/-, pupil isokor diameter 3/3 mm, reflek cahaya Normal/Normal,
reflek kornea Normal/Normal, nistagmus +
Telinga:Bentuk normal, simetris, serumen -/-
Hidung: Bentuk normal, tidak ada septum deviasi, sekret -/-
Mulut:faring tidak hiperemis, Tonsil T1-T1 tenang
Leher:Simetris, tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid, tidak
ada deviasi trakhea, tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening,
kaku kuduk (-), meningeal sign (-)
Dada:Pulmo :I : Normochest, dinding dada simetrisP : Fremitus
taktil kanan=kiri, ekspansi dinding dada simetrisP : Sonor di kedua
lapang paruA : Vesikuler (Normal/Normal), ronkhi (-/-), wheezing
(-/-)Cor :I : Tidak tampak ictus cordis P : Iktus cordis terabaP :
Batas atas ICS III linea parasternal sinistraBatas kiri ICS V linea
midklavicula sinistraBatas kanan ICS IV linea stemalis dextraA : BJ
I dan II reguler, Gallop (-), Murmur (-)
Abdomen:I : Datar, supelP : Dinding perut supel, turgor kulit
baik, hepar dan lien tidak teraba membesar, tidak ada nyeri tekan
abdomenP : TimpaniA : Bising usus (+) normal
Ekstremitas:Edema (-), sianosis (-), atrofi otot (-), capillary
refill