DISINTEGRASI UMAT ISLAM: STUDY TENTANG KERUNTUHAN KEKUASAAN ISLAM DI ANDALUSIA ABAD XI Skripsi Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Untuk memenuhi persyaratan memperoleh Sarjana Humaniora (S.Hum) Disusun Oleh: Trisna Ernawati NIM: 107022001292 JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/ 2011 M
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
DISINTEGRASI UMAT ISLAM: STUDY TENTANG
KERUNTUHAN KEKUASAAN ISLAM DI ANDALUSIA
ABAD XI
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah Untuk memenuhi persyaratan memperoleh Sarjana Humaniora
(S.Hum)
Disusun Oleh:
Trisna Ernawati
NIM: 107022001292
JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/ 2011 M
DISINTEGRASI UMAT ISLAM: STUDY TENTANG KBRUNTUHANKEKUASAAN ISLAM DI ANDALUSIA ABAD XI
SkripsiDiajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana
Humaniora (S.Hum)
Oleh:Trisna Ernawati
NIM: 107022001292
JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAMFAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTAI43r Hl 2011
Pembimbing
i
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi dengan judul "Disintegrasi Umat Islam: Study Tentang Keruntuhan
Kekuusaan Islum di Andatusia Abad 77", telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah
Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
pada hari Jum'at tanggal 22 September 201 l. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu
syarat memperoleh gelar Sarjana Humaniora (S.Hum) pada Program Studi Sejarah
Peradaban Islam.
Jakarta, 22 September 20 1 I
Sidang Munaqasyah
Sekretaris Merangkap Anggota
Drs. H. M. Ma'ruf Mistrah
NIP. 19591222199103 1 003
Anggota
\lPenguji-'II
NrP. 195410i0 198803 I 001
Pembimbing
tus Sa'divah- M.Pd
NrP. 197s0417 2A0501 2 007
Pengufi I
NrP. 19611025 199403 1 001
Prof. Dr.LltiBudi Sulistiono. M. Hum
(un Derani. MA
27 199203 I 001
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya, atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 15 Agustus 2011
Trisna Ernawati
ii
ABSTRAK
TRISNA ERNAWATI
DISINTEGRASI UMAT ISLAM: STUDY TENTANG KERUNTUHAN
KEKUASAAN ISLAM DI ANDALUSIA ABAD XI
Penelitian ini menemukan bahwa kehancuran Islam di Andalusia
disebabkan oleh pertikaian sesama mereka, di mulai dari konflik perseteruan antar
suku yang dilakukan oleh kaum Berber dengan bangsa Arab, suku Mudar dengan
suku Yaman, perebutan kekuasaan oleh para elite penguasa, sampai pada
hubungan tidak harmonis antara Ulama dan pemerintah.
Akibat dari kondisi dan situasi terpecah inilah memberi kesempatan
kepada musuh untuk bangkit, menyusun kekuatan, untuk merebut kekuasaan
yang selama ini mereka pegang, yang pada akhirnya pada tahun 1492 Umat Islam
di Andalusia terusir.
Berdasarkan penemuan di atas saya menyimpulkan bahwa kehancuran
Umat Islam di Andalusia di sebabkan oleh Umat Islam sendiri (Al-Islam Mahjub
bil Muslim) yang menimbulkan benih-benih kehancuran dengan adanya
disintegrasi, dalam keadaan seperti itu memberikan peluang kepada Umat Nasrani
untuk bangkit, dan mendorong umat Islam kepada jurang kehancuran.
iii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, penulis panjatkan puji serta syulur kehadirat Ilahi Rabbi,
Dzat yang maha pengatur dan Pemberi Kemudahan, Allah SWT. Akhirnya, jerih
payah dan kesabaran menanti kepastian yang telah digoreskan Sang Penguasa
kehidupan telah terjawabkan, tanpa keridhoan dari-Nya mimpi ini tidak akan
pernah jadi kenyataan. Hanya Dia yang setia menemani ketika jiwa ini dalam
kerapuhan, fikiran, hati yang tersesat, kelelahan yang tiada tara, waktu yang terus
merongrong. Demi Dzat yang maha sempurna, penu;is tidak akan bisa bertahan
tanpa inayah dan hidayah dari-Nya.
Untaian shalawat dipersembahkan untuk Khatam Al-Nabiyyin, pemimpin sejati,
pembawa pesan cahaya Ilahi, Muhammad saw.
Di pengantar Skripsi ini, dengan segala kerendahan dan ketulusan hati, penulis
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Orang Tua tercinta; Ayahanda Dedi .M. Iskandar dan Ibunda Teti Hartati.
Terima kasih yang tulus, rasa ta’dzim dan hormat penulis haturkan atas
kesabaran, nasihat dan kasih sayang yang tiada pernah berujung. Adik-adik ku
Azis M. Fauzi dan Akbar M. Irsyadillah. Ini wujud ‘bangga’ untuk keluarga
dari ananda, semoga Allah selalu memberi kebahagiaan dunia dan akhirat.
Amin.
2. Dr. H. Abdul Wahid Hasyim M.Ag. selaku Dekan Fakultas Adab dan
Humaniora
3. Drs. H. Ma’ruf Misbah, M.A, selaku Ketuan Jurusan Sejarah dan Peradaban
iv
Islam
4. Sholikatus Sa’diyah, M.pd. selaku Sekretaris Jurusan Sejarah dan Peradaban
Islam
5. Drs. Saidun Derani, M.A, Selaku pembimbing dalam menyusun skripsi ini,
dan salah satu dosen yang memiliki komitmen dan loyalitas dalam mengajar
mahasiswa-mahasiswanya. Terimakasih atas bimbingan, masukan, saran dan
waktu luan hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini.
6. Seluruh dosen Fakultas Adab dan Humaniora, yang telah memberikan ilmu
pengetahuan, semoga ilmu yang diberikan bermanfaat bagi penulis.
7. Seluruh Staff akademik Fakultas Adab dan Humaniora.
8. Kakak-kakak dan adik-adikku seperjuangan di SPI. Sahabat saya Mela, Ian,
Odading Club; Lara, Tatik, Riri , keluarga KKN Crew21, keluarga alumni Al-
Masthuriah 2007, serta teman-teman SPI 2007, semoga kita tetap menjaga
silaturahmi.
9. Seseorang yang selalu menikmati hangatnya secangkir teh mimpi, terimakasih
untuk support, perhatian, proses pendewasaan, kepekaan terhadap sekitar, dan
hal-hal yang belum pernah saya jamah. Semoga hidup jaya raya kita menjadi
bukti nyata.
10. Terimakasih kepada Organisasi HMI KOFAH, dan teman-teman LK1 2007.
Jakarta, 15 Agustus 2011
Penulis
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1
B. Permasalahan penelitian ....................................................... 11
C. Tujuan ................................................................................... 12
D. Kontribusi ............................................................................. 12
E. Metodologi penelitian ........................................................... 12
F. Sistematika Penulisan ........................................................... 14
BAB II MULUK AT-TAWAIF ................................................................ 16
A. Islam di Andalusia Dari Segi Historis ............................................. 16
B. Latar Belakang Terjadinya Disintegrasi ......................................... 22
C. Keadaan Sosial Umat Islam Dalam Masa Disintegrasi ................... 81
BAB III FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB DISINTEGRASI ............. 85
A. Kebangkitan Umat Nasrani ............................................................ 85
B. Dampak Social Setelah Munculnya Disintegrasi ........................... 93
C. Faktor-faktor Penyebab Disintegrasi Umat Islam ........................... 130
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................... 138
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keruntuhan Umat Islam di Andalusia adalah hukum alam yang
memang harus diakui, teori perkembangan yang tak dapat dielakan oleh
manusia bahwa suatu negara akan tumbuh, dan berkembang kemudian
mencapai puncak kejayaan. Setelah mencapai puncak kejayaan dan secara
perlahan akan mengalami kemunduran dan akhirnya hancur. Begitupun yang
terjadi di Andalusia yang kali ini lebih akrab di sebut Spanyol. Nama
Andalusia berasal dari nama bahasa Arab "Al Andalus", yang merujuk kepada
bagian dari jazirah Iberia yang dahulu berada di bawah pemerintahan Muslim.
Sejarah Islam Spanyol dapat ditemukan di pintu masuk al-Andalus. Tartessos,
ibu kota dari Peradaban Tartessos yang dahulu besar dan berkuasa, terletak di
Andalusia, dan dikenal di dalam Alkitab dengan nama Tarsus.
Andalusia merupakan salah satu tempat dimana Islam pernah berjaya,
pada abad ke 7 Musa bin Nushair dan Thariq bin Ziyad disebut-sebut sebagai
tokoh pelaku yang membawa Islam masuk ke wilayah itu. Berawal dari
ekspansi pasukan muslim ke Semenanjung Iberia, gerbang barat daya Eropa,
merupakan serangan terakhir dan paling dramatis dari seluruh operasi militer
penting yang dijalankan oleh orang-orang Arab. Serangan itu menandai
puncak ekspansi muslim ke wilayah Afrika-Eropa, seperti halnya penaklukan
Turkistan yang menandai titik terjauh ekspansi ke kawasan Mesir-Asia.
kerajaan itu sendiri, seperti pemberontakan yang dipimpin oleh sekelompok
orang yang pernah belajar dibawah bimbingan Imam Malik, yang juga
merupakan orang-orang yang menyebabkan al-Muwatha‟Imam Malik diterima
secara luas di Andalusia. Ditambah para pemimpin yang saling guling
mengulingkan untuk memperebutkan tahta kerajaan,6 perseteruan antara antar
suku dan para ulama dengan pemerintah menjadi faktor-faktor timbulnya
Disintegrasi umat islam. Didukung kaum Nasrani yang menyatukan kekuatan
untuk menghancurkan umat Isla m di Andalusia. Ini menjadi hal menarik
untuk dikaji bagaimana Islam menguasai Andalusia hingga 7 abad kemudian
menjadi hancur akibat benih-benih perpecahan di dalam tubuh penguasa Islam
sendiri didukung dengan perlawanan yang dilakukan oleh umat Nasrani.
3 Ahmad Thomson dan Muhammad ‟Ata‟ Ur Rahim, Islam Andalusia: sejarah
kebangkitan dan keruntuhan (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2004), hal 46-48. 4 Bernard Lewis, The Arabs In History. Penerjemah Drs. Said Jamhuri (Jakarta: Pedoman
Ilmu Jaya, 1994 ) hal 123 5 W. montgorry
6 Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1993) hal.290
5
Perpecahan yang terjadi timbul akibat konflik yang berkepanjangan,
diantara konflik itu adalah Perselisihan antar suku yang menjadikan rakyat
Andalusia tidak memiliki solidaritas social, kecuali dalam kalangan terbatas
sepersukuan, atau dalam batas etnis tertentu. Hal tersebut terlihat pada sifat
pemberontakan yang ditimbulkannya. Seperti pemberontakan suku-suku
Berber melawan suku-suku Arab, dan suku-suku Arab utara (Mudar) melawan
suku Arab Selatan (Yaman) yang timbul pada 740 M. Padahal mereka semua
seagama. Solidaritas keagamaan sama sekali. atau seakan-akan tidak dapat
menunjukkan keberadaannya. Atau jika solidaritas keagamaan itu menonjol di
kalangan mereka, maka hal tersebut terjadi pada waktu suasana damai antar
suku terjalin dengan baik. Dan jika suasana permusuhan antar suku mulai
menguasai keadaan, maka solidaritas keagamaan tidak mampu menahan
gejolak perasaan yang bersifat permusuhan itu lagi. Selain konflik perseteruan
antar suku, konflik di dalam tubuh kerajaan mewarnai hal-hal yang
mendukung hancurnya Islam ditanah Andalusia. diantaranya, Ketika
Andalusia dipimpin pada masa Hisyam II peran Khalifah sangat lemah,
kedudukan beliau tidak ubahnya seperti boneka, Hisyam yang pada saat itu
berumur 11 tahun, kekuasaan kerajaan di ambil alih oleh Ibunya yang
bernama Sultanah Subh, dan sekretarisnya negara yang bernama muhammad
Ibnu Abi Amir.7 Menjelang tahun 981 M, Muhammad Ibnu Abi Amir yang
ambisius menjadikan dirinya sebagai penguasa diktator. Dalam perjalanannya
ke puncak kekuasaan ia menyingkirkan rekan-rekan dan saingannya. Hal ini
dimungkinkan karena ia mempunyai tentara yang setia dan kuat, ia
mengirimkan tentara itu dalam berbagai ekpedisi yang berhasil menetapkan
7 Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, hal. 308
6
keunggulaannya atas para pangeran Kristen di Utara. Pada tahun itu juga
Muhammad Ibnu Abi Amir memakai gelar kehormatan al-Mansur Billah.8
Hisyam II memang bukan orang yang cakap untuk mengatur negara,
tindakannya menimbulkan kelemahan dalam negeri. la tidak dapat membaca
gejala-gejala pergerakan Kristen yang akan mulai tumbuh dan mengancam
kekuasaannya. Keadaan ini diperburuk dengan meninggalnya al-Muzaffar
putra Al-Mansur Billah pada tahun 1009 yang pada saat itu sempat
menggantikan kedudukan ayahnya. Setelah wafat Al-Muzaffar, Ia di gantikan
oleh adiknya yang tidak memiliki kualitas bagi jabatan itu.9 Seiring
berjalannya waktu pergantian penguasa demi penguasa tidak membuahkan
hasil untuk menciptakan Andalusia yang damai, dari sinilah kerajaan muslim
di Andalusia mulai menunjukan tanda-tanda pembusukan yang kasat mata.
Badan politik kaum muslim terpecah dan terus terpecah belah dalam jangka
waktu lima belas tahun setelah kematian Al-Manshur, seluruh Andalusia telah
terbagi-bagi menjadi banyak sekali kerajaan kecil yang oleh orang Arab di
sebut Muluk Al-Thawaif,10
hal ini disebabkan partikularisme baik pribumi
atau ras menjadi salah satu pendorong terbentuknya kerjaan-kerajaan kecil
yang masing-masingnya mempunyai penguasa sendiri.11
Di Kordova keluarga Jahwariyah mengepalai sejenis Republik yang
pada tahun 1068 diambil alih oleh Bani Abbad di Seville, sejak saat itu
dominasi diantara Negara-negara muslim terletak di Seville, yang
8 Thomsond & Rahim, Islam Andalusia: sejarah kebangkitan dan keruntuhan, hal 81
9 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006, hal.
97 10
Lewis, The Arab in History, hal 129 11
W. Montgomery Watt & Pierre Chachia, A History of Islamic Spain (Edinburgh
University Press, 1992) Hal 91
7
kedudukannya selalu dihubungkan dengan Kordova. Kemudian di Granada
terdapat pusat kekuasaan rezim Ziriyah, yang namanya diambil dari nama
pendirinya yang berkebangsaan Berber, Ibn Ziri. Rezim ini di hancurkan oleh
sekelompok Murabitun Maroko pada 1090. Inilah satu-satunya kota muslim
Spanyol yang di dalamnya seorang Yahudi, Wazir Isma‟il ibn Naghzalah,
pernah memegang kekuasaan yang benar-benar kuat. Di Malaga dan distrik-
distrik sekitarnya, kekuasaan distrik Hamudiyah, yang pendirinya dan dua
penerusnya menjadi Khalifah di Kordova, berakhir sampai 1057. Serta
kekuasaan Ziriyah berakhir, Malaga akhirnya berada dibawah cengkraman
Murabitun. Di Saragosa, banu Hud berkuasa dari 1039 sampai di kalahkan
orang Kristen pada 1141, diantara raja-raja kecil ini, pemerintahan terpelajar
Abbadiyah di Seville adalah paling kuat yang merupakan cikal-bakal
datangnya Murabitun ke Andalusia.12
Semua kerajaan ini di pimpin oleh penguasa-penguasa yang berasal
dari berbagai macam suku bangsa dan golongan. Di samping itu, hal ini juga
mencerminkan adanya ketidakharmonisan etnik dan persaingan antar
kelompok militer yang dapat menimbulkan peperangan satu sama lainnya,
seringkali para raja-raja itu meminta bantuan orang-orang Kristen Trinitarian
yang tentunya amat senang hati membantu. Pada ketika itu kaum muslim
terpecah belah dan mulai mengukur diri mereka sebagai anggota dari bangsa-
bangsa yang berbeda, sebab perpecahan dari kalangan mereka ini, diiringi
dengan kepentingan kotor dan ambisi berlebih-lebihan dari beberapa Raja dari
12
Philiph K Hitti, History of the Arab, Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2010, hal 683
8
mereka, dalam keadaan seperti ini orang-orang Kristen mampu menyerang
kaum muslim secara tuntas dan menundukan mereka satu demi satu. 13
Kerajaan-kerajaan tersebut yang berbatasan langsung dengan teritorial
yang dikuasai orang-orang Kristen Trinitarian di bagian Utara semenanjung
Iberia, mereka diwajibkan untuk membayar upeti tahunan kepada orang-orang
Kristen supaya tetap memperoleh “kemerdekaan” nya. guna membayar upeti
ini serta mempertahankan kemewahan hidup di bawah kekuasaan mereka,
Para penguasa dari kerajaan-kerajaan kecil ini menarik pajak yang tinggi
kepada rakyat yang hidup dibawah kekuasaan mereka, Pajak ini jauh melebihi
batas penarikan pajak yang di bolehkan oleh hukum-hukum Islam. 14
Sebuah perjuangan sia-sia bagi mereka yang berjuang untuk
mempertahankan atau menerapkan kembali ajaran Islam dalam segala
aspeknya yang kemudian tidak hanya mendapatkan diri mereka berperang
melawan orang-orang Kristen Trinitian di Utara, tetapi juga melawan saudara-
saudara muslim mereka. mereka terjebak dalam posisi pecah dan pembusukan
yang tak dapat di putar mundur kembali.15
Selama kaum muslim Andalusia
tetap bersatu dalam ajaran Islam mereka, mereka terus berkembang dan
meluas. Begitu mereka mulai mengabaikan agama Islam dan menjadi terpecah
belah, jumlah mereka mulai berkurang, dan orang-orang Kristen mulai mampu
mengambil alih urusan yang ada di Andalusia. Perpecahan di dalam umat ini
merupakan satu dari faktor-faktor yang fundamental yang menjadi penyebab
13
Khilafah,” dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam , jilid II (Ichtiar Baru Van Hoeve,
tanpa tahun) hal 201-202 14
Thomsond & Rahim , Islam Andalusia: sejarah kebangkitan dan keruntuhan, hal 81 15
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hal 98
9
pembasmian sepenuhnya Islam dari Andalusia, sebab hal ini merupakan
kelemahan yang sepenuhnya di manfaatkan oleh kaum Kristen Trinitarian di
Utara. Ketika kaum muslim di Andalusia terpecah, bala tentara Gereja
Trinitarian memperoleh tumpuan di Negeri itu dan dibantu oleh orang-orang
Kristen yang hidup di wilayah kekuasaan muslim, yang sebenarnya telah
bertambah jumlahnya dan maju kehidupannya akibat pemerintahan muslim
yang amat toleran, cengkraman mereka atas negri itu semakin kuat.
Dalam menuruti rencana-rencananya, raja Kristen tidak pernah
melewati momen-momen untuk melakukan serbuan ke negeri umat muslim,
yang umumnya didapati dalam keadaan penuh perselisihan dan pertikaian
internal, hal-hal yang mempercepat keruntuhan dan kehancuran mereka
sendiri.
Sesungguhnya, bukan hanya kepala-kepala suku independen pada
waktu itu terus menerus melancarkan perang satu sama lain, tetapi mereka
juga tidak jarang menarik keuntungan bagi diri mereka sendiri. Dengan
menggunakan bala tentara dan senjata dari orang-orang Kristen, mereka
menyerang dan menghancurkan saudara sebangsa serta seagama mereka
sendiri, memboroskan hadiah-hadiah mahal dari Alfonso (leluhur dari semua
raja Kristen yang dikenal dengan nama tersebut) dan memberikan kepadanya
harta karun sebanyak-banyaknya yang dia inginkan supaya bisa mendapat
uluran tangan darinya dan untuk menjamin keamanan bagi diri mereka sendiri,
serta bantuan untuk menghadapi musuh-musuh mereka.
Orang-orang Kristen, yang melihat kaum muslim telah jatuh ke dalam
10
kondisi korup, menjadi luar biasa gembira; sebab, pada waktu itu, amat sedikit
orang yang memiliki ahlak mulia dan prinsip Islam yang kuat di tengah kaum
muslim, masyarakat umum mulai minum-minuman keras dan melakukan
segala hal yang berlebih-lebihan. Para pemimpin Andalusia hanya berfikir tak
lain soal membelanjakan uang untuk mengundang atau membeli penyanyi
perempuan, budak-budak untuk melayani mereka, berpesta pora
menghabiskan sampai bersih harta Negara yang telah terkumpul di masa lalu,
dan menindas rakyat mereka dengan segala bentuk pajak dan pungutan, dan
mereka mengirimkan hadiah-hadiah dan persembahan mahal kepada Alfonso,
serta memohon kepadanya untuk membantu mereka mencapai keinginan-
keinginan ambisius mereka.16
Segalanya berlangsung dalam cara ini di tengah
para kepala suku Andalusia yang saling bertentangan satu sama lain, hingga
kelemahan menguasai orang-orang yang menjadi penakluk diantara mereka,
juga orang-orang yang di taklukan; dan kehinaan memangsa menyerang,
sebagaimana hal itu melumat mereka yang di serang; para jenderal dan kapten
tak lagi menunjukan keberanian mereka; penduduk negeri terjerumus kedalam
penderitaan dan kemiskinan terparah. Islam, tak terpisahkan seperti tubuh di
tinggalkan jiwa, tak lebih hanya mayat semata.
Diantara para penguasa muslim, yang pada dasarnya tidak tunduk pada
Alfonso; setuju untuk membayar upeti tahunan kepadanya. Dan dengan
demikian menjadi pengumpul kekayaan bagi kerajaan Kristen di wilayah
kekuasaan mereka sendiri, ketika keadaan serupa ini terus berlangsung tak
seorang pun yang berani menentang kehendak ataupun melanggar perintah-
16
Hitty, History of the Arab, hal 686
11
perintah Alfonso.
Dibawah kepemimpinan Alfonso tersebut, satu demi satu kota kaum
muslim jatuh ke tangan orang-orang Kristen Trinitarian dan pada 1072 ia telah
menjadi penguasa Leon, Castilia, dan portugis. Aktivitasnya berpuncak pada
perebutan Toledo, setelah pengepungan yang di lancarkannya selama tujuh
taun.17
Berdasarkan pemikiran di atas, penulis mengambil judul
“DISINTEGRASI UMAT ISLAM: STUDY TENTANG KERUNTUHAN
KEKUASAAN ISLAM DI ANDALUSIA ABAD XI”
B. Permasalahan penelitian
Pembahasan mengenai situasi budaya, agama dan politik umat Islam di
wilayah Andalusia diharapkan menjadi gambaran awal faktor terjadinya
disintegrasi tersebut. Adapun supaya pembahasan skripsi ini tidak mengalami
pelebaran, maka penulis memfokuskan pada permasalahan:
1. Yang dimaksud dengan disintegrasi disini adalah perpecahan yang terjadi
pada umat Islam di Andalusia.
2. Skripsi ini akan membahas faktor internal dan eksternal terjadinya proses
disintegrasi berdasarkan teori konflik Ralf Dahrendorf.
Dengan Perumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang menyebabkan Umat Islam di Andalusia mengalami
Disintegrasi?
17
Thomsond & Rahim , Islam Andalusia: sejarah kebangkitan dan keruntuhan, hal 91
12
2. Bagaimana dampak dari disintegrasi umat Islam di Andalusia?
C. Tujuan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penulisan skripsi ini adalah:
1. Mengetahui sejarah awal mula keruntuhan Islam di Andalusia
2. Memahami secara baik keadaan dan dampak disintegrasi yang terjadi pada
umat Islam di Andalusia
3. Dalam skala yang lebih global, mengambil pelajaran untuk berbuat yang
lebih baik di masa yang akan datang bersandarkan pada peristiwa sejarah
tersebut.
D. Kontribusi
Secara teoritis Penulisan skripsi ini diharapkan berguna bagi
pengembangan pengetahuan terkait dengan historisitas Kemunduran Islam di
Andalusia. Dan aplikasi terhadap penulis dapat menambah khazanah
kesejarahan dan pengetahuan tentang penyebab dari munculnya Disintegrasi
umat Islam di Andalusia pada abad 11.
E. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan
Penelitian ini menggunakan pendekatan sosial. Lebih tepatnya,
dalam membedah sejarah Islam di Andalusia ini, saya akan menggunakan
teori social yang membicarakan tentang konflik. Teori konflik ini saya
gunakan Ralf Dahrendorf untuk melihat pihak yang bertikai, yang
berakibat pada kemunduran Islam di Andalusia.
13
2. Sumber data
Data ataupun sumber penelitian dapat dikategorikan menjadi dua;
data primer dan data sekunder. Data primer, adalah beberapa data yang
merupakan data rujukan utama yang menjadi rujukan keilmiahan.
Bentuknya, berupa dokumen-dokumen penting pada zaman itu.
Sedangkan data Sekunder bentuknya seperti buku-buku bacaan,
artikel-artikel, jurnal, dan hasil wawancara pada tokoh yang mempunyai
kapasitas yang mumpuni di bidang Islam di Andalusia.
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik library research (study
kepustakaan). Yaitu dengan menelaah buku-buku, majalah, artikel-artikel
yang memuat tentang Islam di Andalusia. Sedangkan untuk sumber
lainnya, terutama untu sumber sekunder, penulis mendapatkannya lewat
hasil penjelajahan di Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah. Selain
itu, penulis juga mendapatkannya di Perpustakaan Fakultas Adab dan
Humaniora. Beberapa sumber liannya yang didapat, juga berasal dari
pribadi, dan dari teman penulis.
4. Analisa Data
Data-data yang sudah terkumpul kemudian masuk pada tahap
analisa untuk mendapat sumber yang otentik dan otoritatif. Data tulisan
diklasifikasi untuk menentukan waktu penulisan dan isi dari dokumen
tersebut. Sedangkan, hasil wawancara akan ditranskrip dalam tulisan,
kemudian diintegrasikan, diolah, dengan data-data yang telah ada.
Selain proses analisis di atas, data-data tersebut akan masuk ke fase
14
kritik sumber. Pada tahap inilah, sumber itu mulai terlihat layak atau tidaknya
data itu disebut otentik, sehingga karya sejarah ini dapat diuji secara ilmiah.
Kemudian fakta sejarah yang telah dianalisis dengan metode kritik sumber
akan diadakan interpretasi dengan menggunakan pendekatan multidesipliner
dalam ilmu-ilmu sosial.
F. Sistematika Penulisan
Hasil penelitian skripsi ini disajikan kedalam empat bab:
Bab I menyajikan pokok mengenai latar belakang masalah,
permasalahan penelitian, tujuan, kontribusi, metodologi penelitian, serta
sistematika penulisan.
Bab II memuat pembahasan gambaran umum mengenai Islam di
Andalusia dari segi historis, latar belakang terjadinya disintegrasi, keadaan
sosial pada masa disintegrasi.
Bab III memuat tentang kebangkitan umat Nasrani, dampak dari
terjadinya disintegrasi sampai pada faktor-faktor apa saja yang menyebabkan
disintegrasi.
Bab IV bab penutup, yang berisi mengenai kesimpulan dari seluruh isi
tulisan beserta saran.
16
BAB II
MULUK AL-TAWAIF
A. Islam di Andalusia dari segi Historis
Spanyol diduduki umat Islam pada zaman khalifah al-Walid (705-715
M), salah seorang Khalifah dari bani Umayah yang berpusat di Damaskus.
Sebelum penaklukan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara18
dan
menjadikannya sebagai salah satu propinsi dari dinasti Bani Umayah.
Penguasa sepenuhnya atas afrika Utara itu terjadi di zaman Khalifah Abdul
Malik mengangkat Hasan ibn Nu‟man al-Ghassani menjadi gubernur di daerah
itu. Pada masa Khalifah al-Walid, Hasan ibn Nu‟man sudah digantikan oleh
Musa ibn Nushair. Dizaman al Walid itu, Musa ibn Nushair, memperluas
wilayah kekuasaannya dengan menduduki Aljazair dan Maroko. Selain itu, ia
juga menyempurnakan penaklukan kedaerah-daerah bekas kekuasaan bangsa
Barbar di pegunungan-pegunungan sehingga mereka menyatakan setia dan
berjanji tidak akan membuat kekacauan-kekacauan seperti yang pernah
mereka lakukan sebelumnnya. Penaklukan atas wilayah Afrika Utara itu dari
pertama kali dikalahkan sampai menjadi salah satu propinsi dari Khalifah bani
Umayah memakan waktu selama 53tahun yaitu mulai tahun30 H (masa
pemerintahan Muawiyah Ibn Abi Sufyan) sampai tahun 83 H (masa al-
Walid)19
sebelum dikalahkan dan kemudian dikuasai Islam dikawasan ini
18
Badri, Yatim. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Grafindo Persada, Cet ke II 2000.
Hal. 87 19
A. Syalabi, Sejarah dan kebudayaan Islam, Jilid 2, (Jakarta: Pustaka Alhusna, 1983,
cetakan pertama), hlm. 154
17
sering menghasut penduduk agar membuat kerusuhan dan menentang
kekusaan islam. Setelah kawasan ini betul-betul dapat dikuasai umat islam
dikawasan ini terdapat kantung-kantung yang menjadi basis kekuasaan
kerajaan romawi, yaitu kerajaan gothic. Kerajaan ini sering menghasut
penduduk agar membuat kerusuhan dan menentang kekuasaan Islam. Setelah
kekuasaan ini betul-betul dapat dikuasai, umat Islam. Setelah kawasan ini
betul-betul dapat dikuasai umat Islam mulai memusatkan perhatiannya untuk
menaklukkan Spanyol, dengan demikian Afrika Utara menjadi batu loncatan
bagi kaum Muslimin dalam penaklukan wilayah Spanyol.
Dalam proses penaklukan Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang
dapat dikatakan paling berjasa memimpin satuannya pasukan ke sana. Mereka
adalah Tharif bin Malik, Thariq ibn Ziyad dan Musa Ibn Nushair. Tharif dapat
disebut-sebut perintis dan penyelidik, ia menyebragi selat yang berada diantra
Maroko dan benua Eropa itu dengan satu pasukan perang, lima ratus orang
diantaranya adalah tentara berkuda mereka menaiki empat buah kapal yang
disediakan oleh Julian.20
Dalam penyerbuan itu Tharif tidak mendapat
perlawanan yang berarti, Ia menang dan kembali ke Afrika Utara membawa
harta rampasan yang tidak sedikit jumlahnya. Didorong oleh keberhasilan
Tharif dan kemelut yang terjadi dalam tubuh kerajaan Visighotic yang
memperoleh harta rampasan perang, Musa ibn Nushair pada tahun 711 M
mengirim pasukan ke Spanyol sebanyak 7000 orang dibawah pimpinan Thariq
20
Ibid., hlm. 158.
18
bin ziyad.21
Thariq ibn ziyad lebih banyak dikenal sebagai panaklukan pasukannya
lebih besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari sebagian besar
suku Barbar yang didukung oleh Musa bin Nusair dan sebagian lagi orang
Arab yang dikirim khalifah al-Walid pasukan itu kemudian menyebrangi selat
dibawah pimpinan Thariq ibn Ziyad.22
sebuah gunung tempat pertama kali
Thariq dan pasukannya mendarat dan menyiapkan pasukannya dikenal dengan
gibraltar. Dengan dikuasainya daerah ini maka terbukalah pintu secara luas
memasuki spanyol. Dalam pertempuran ini disuatu tempat yang bernama
bakkah, Raja Roderrck dapat dikalahkan, dari situlah Thariq dan pasukannya
terus menaklukan kota-kota penting seperti Cordova, Granada dan Toledo
(ibukota Goth pada jaman itu)23
sebelum Thariq menaklukan kota-kota Toledo
ia meminta tambahan pasukan kepada Musa ibn Nushair di Afrika Utara,
Musa mengirimkan tambahan pasukan sebanyak 5000 personel sehingga
jumlah pasukan Thariq seluruhnya 12.000 orang jumlah ini belum sebanding
dengan pasukan Gothic yang jauh lebih besar 100.000 orang
Kemenangan pertama yang dicapai oleh Thariq bin Ziyad, membuka
jalan untuk menaklukan wilayah yang lebih luas lagi, untuk itu Musa ibn
Nushair merasa perlu melibatkan diri dalam gelanggang pertempuran dengan
maksud membantu perjuangan Thariq. Dengan suatu pasukan yang besar ia
berangkat menyebrangi selat itu dan satu persatu kota dilewatinya dapat
21
Philip K. Hitty, History of the Arabs (London: Macmillan Press, 1970), hlm 493 22
Carl, Brockelmann, History of the Islamic Peoples, (London: Rotledge & Kegan Paul,
1980), hlm 83 23
A. Syalabi, op. cit., hlm 161
19
ditaklukannya, setelah Musa ibn Nushair berhasil menaklukan Sidonia,
Karmona, Seville dan Merida serta mengalahkan penguasaa Kerajaan Ghotic
theodomir di Oriheula, ia bergabung dengan Thariq di Toledo. Selanjutnya
keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk
bagian Utaranya mulai dari Sargosa sampai Navarre.24
Gelombang perluasan wilayah berikutnya muncul pada masa
pemerinthan khalifah Umar ibn Abdil Aziz tahun 99 H/717 M. Kali ini
sasaran ditunjukan untuk menguasai daerah sekitar pergunungan Pyrenia dan
Perancis Selatan. Pimpinan pasukan dipercayakan kepadad al-Samah, tetapi
usahanya itu gagal dan ia sendiri terbunuh pada tahun 102 H. Selanjutnya
pimpinan pasukan diserahkan kepada Abd al-Rahman ibn Abdullah al-
Ghafiqi. Dengan pasukkannya ia menyerang kota Tours, akan tetapi diantara
kota Poiter dan Tours itu ia ditahan olehh Charler martel, sehingga
penyerangan ke Perancis gagal dan tentara yang dipimpinnya mundur kembali
ke Spanyol. Sesudah itu masih juga terdapat penyerangan-penyerangan seperti
ke Avirignon tahun 734 M ke Lyon 743 M dan pulau-pulau yang terdapat
dilaut tengah Majorca, Corsia, Sardinia, Creta, Rhodes, Cyprus dan sebagian
dari Sicilia juga jatuh ketangan Islam di zaman bani Umayah.25
Gelombang
kedua terbesar dari penyerbuan kaum Muslimin yang geraknya dimulai pada
permulaan abad ke 8 M ini, telah menjangkau seluruh Spanyol dan melebar
24
Brockelmann, History of the Islamic Peoples, Hal 14 25
Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, jilid 1, (Jakarta: UI Press,
1985, cetakan kelima), hal 62
20
jauh menjangkau Perancis tengah dan bagian-bagian penting dari Italia.26
Kemenangan-kemenangan yang dicapai umat Islam nampak begitu
mudah hal itu dapat dipisahkan dari adanya faktor eksternal dan internal yang
menguntungkan, yang dimaksud faktor eksternal adalah suatu kondisi yang
terdapat didalam negeri Spanyol sendiri pada masa penaklukan Spanyol oleh
orang-orang Islam, kondisi sosial politik dan ekonomi negeri ini terkoyak dan
terbagi-bagi kedalam beberapa negeri kecil, bersamaan dengan itu penguasa
Ghotic bersikap tidak toleran terhadap aliran agama yang dianut oleh
penguasa yaitu aliran Monofisit, apalagi terhadap penganut agama lain
Yahudi. Penganut agama Yahudi, yang merupakan bagian terbesar dari
penduduk Spanyol dipaksa dibabtis menurut agama Kristen, yang tidak
bersedia disiksa dan dibunuh secara brutal.27
Rakyat dibagi-bagi kedalam
sistem kelas sehingga keaadaaannya meliputi oleh kemelaratan ketertindasan
dan ketiadaan persamaan hak. Didalam situasi seperti itu kaum tertindas
menanti kedatanagan juru bebas dan juru pembebasannya mereka temukan di
islam.28
Kerajaan berada dalam kemelut, membawa akibat perlakuan yang keji
koloni-koloni Yahudi yang penting menjadi tempat-tempat perlawanan dan
pemberontakan perpecahan dalam negeri Spanyol ini banyak membantu
keberhasilan campur tangan Islam di tahun 711 M. Perpecahan ini amat
banyak coraknya dan sudah ada jauh sebelum kerajaan Gothic berdiri.
Perpecahan politik memperburuk keadaan ekonomi masyarakat ketika
26
Bertold Spuler, The Muslim World: A Historical Survey, (Leiden: E.J. Brill, 1960) hal
100 27
Thomas W. Arnold, Sejarah Da’wah Islam, (Jakarta: Wijaya, 1983) jal 118 28
Syed Mahmuddunnasir, Islam Its Concept & History, (New Delhi: Kitab Bhavan,
1981), hal 214
21
Islam masuk ke Spanyol, ekonomi masyarakat dalam keadaan lumpuh padahal
sewaktu Spanyol berada dibawah pemerintahan Romawi berkat kesuburan
tanahnya pertanian maju pesat demikian juga pertambangan industri dan
perdagangan karena didukung oleh sarana transportasi yang baik. Akan tetapi
setelah Spanyol berada dibawah kekuasaan kerajaan Goth, perekonomian
lumpuh dan kesejahteraan masyarakat menurun, hektaran tanah dibiarkan
terlantar tanpa digarap, beberapa pabrik ditutup dan diantara satu darerah
dengan yang lain sulit dilalui akibat jalan-jalan tidak mendapat perawatan.
Buruknya sosial ekonomi dan keagamaan tersebut terutama disebabkan oleh
keadaaan politik yang kacau, kondisi terburuk terjadi pada masa pemerintahan
Raja Roderik, Raja Goth terakhir yang dikalahkan Islam.
Awal kehancuran Raja Ghot adalah ketika Raja Roderick
memindahkan ibukota Seviile ke Toledo sementra Witiza yang saat itu
menjadi penguasa atas wilayah Toledo, diberhentikan begitu saja. Keadaaan
ini memancing amarah dari Oppas dan Achila kakak dan anak Witiza. Kedua
nya kaemudian bangkit menghimpun kekuatan untuk menjatuhkan Roderick.
Mereka pergi ke Afrika Utara dan bergabung dengan kaum Muslim.
Sementara itu terjadi pula konflik antara Roderick dengan Ratu Julian,
mantan penguasa Septah. Julian juga bergabung dengan kaum Muslimin di
Afrika Utara dan mendukung usaha umat Islam untuk menguasai Spanyol.
Julian bahkan memberikan pinjaman empat buah kapal yang dipakai Tharif
dan Thariq dan Musa. Hal yang menguntungkan tentara Islam adalah bahwa
tentara Roderick yang terdiri dari para budak yang tertindas tidak lagi
22
mempunyai semangat perang. Selain itu orang Yahudi yang selama ini
tertekan juga mengadakan persekutuan dan memberikan bantuan bagi
perjuangan kaum Muslimin.
Adapun yang dimaksud dengan faktor internal adalah suatu kondisi
yang terdapat dalam tubuh penguasa tokoh-tokoh pejuang dan para prajurit
Islam yanng terlibat dalam penaklukan wilayah Spanyol pada khususnya. Para
pemimpin adalah tokoh-tokoh yang kuat tentaranya kompak bersatu dan
percaya diri. Merekapun cakap berani dan tabah dalam menghadapi setiap
persolalan, yang terpenting adalah ajaran Islam yang ditunjukan para tentara
Islam yaitu toleransi persaudaraan dan tolong menolong. Sikap toleransi
persaudaraan dan tolong menolong itu menyebabkan penduduk spanyol
menyambut kehadiran Islam.29
B. Latar Belakang Disintegrasi Umat Islam
M. Lombard,30
menyebutkan bahwa tujuhbelas ribu pasukan Tariq Ibn
Ziyad dan Musa Ibn Nusayr ke Spanyol yang terdiri dari orang-orang Berber
dan Arab adalah, mereka yang Berdarah militer alami. Tidak seorangpun dari
mereka kembali ke Afrika. Kemudian diikuti para imigran Berber maghribi,
yang tertarik kepada kesuburan tanah taklukan baru itu. Keadaan tersebut terus
berlangsung sampai abad pertengahan, yang memungkinkan Kerajaan
Granada dapat bertahan sampai abad kelimabelas. Dengan demikian di
samping penduduk Spanyol, terdapatlah orang-orang Berber Afrika Utara dan
29
Badri, Yatim. Sejarah Peradaban Islam. Hal 93 30
Lihat M. Lombard, The Golden Age of Islam, (Amsterdam: North-Holland Publishing
Company, 1975), h. 78; selanjutnya disebutkan The Golden saja.
23
Arab. Dan karena Afrika lebih dekat ke Spanyol dibanding Suria dan Arabia,
maka orang Berber lebih banyak dari orang Arab.
Hal yang kemudian menimbulkan permasalahan adalah, penempatan
bekas pejuang atau penakluk Andalusia yang berasal dari Afrika, dan Arab.
Kedua bangsa ini sama-sama berjasa dalam penaklukan Spanyol. Tetapi
orang-orang Arab yang menduduki kursi kepemimpinan kata al-'Ibadi31
,
mengambil wilayah sebelah timur dan selatan yang subur dan berudara baik
untuk kaum bangsanya sendiri, sementara itu untuk kaum Berber diberikan
atau mendapat bahagian di sebelah utara yang berudara dingin dan kering atau
tidak subur.
Al-'Abbadi mengecam sikap orang Arab fanatik yang. menempatkan
diri mereka lebih tinggi dari orang lain, sebagai halnya orang Yunani dan
Romawi, yang memandang pihak lain sebagai barbar dan tidak beradab. Bani
Umayyah, katanya lebih lanjut, telah membangkitkan rasa kesukuan, yang
merusak nama baik mereka dan bangsa Arab.32
Orang-orang Berber itu tidak
dapat menerima perlakuan yang demikian. mereka bangkit melawan, tidak
31
'Abd al-Hamid al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus (Kairo: Dar al-Qalam,
1964)h h. 50 32
Dalam kalangan Bani Umayyah, barangkali Khalifah Umar Ibn Abd al-Aziz sajalah
yang mampu mengembalikan nama baik Bani Umayyah, dengan sikap-sikapnya yang wara' dan
penuh pengertian. Kefanatikan orang-orang Arab terhadap kabilahnya, kadang-kadar)g
mengalahkan kecintaan mereka kepada Islam. salah seorang pengikut nabi palsu, Musaylamah
mengakui: "Aku tahu Musaylamah itu pendusta besar, tetapi pendusta suku Rabi'ah ini, lebih baik
bagiku daripada org. yang selalu berkata benar dari suku Mudar." Yaitu nabi kaum Muslimin
(Lihat al-Tabari, Jami' al-Bayan fi Tafsir al-qur'an (Kairo: al-Misriyyah, 1324 H.), j. ii, h. 508.
demikian pulalah halnya ketika Abu Bakar di bay'at, Sa'ad bin ubadah menolak membai'atnya,
karena cintanya kepada sukunya sendiri. Tidak jauh bedanya dengan Abu Sufyan yg juga tidak
rela Abu Bakar menjadi khalifah, juga berlatar belakang fanatisme sempitnya kepada keluarganya
sendiri. Lihat Ibid., h. 449; lihat juga Alau al-Din al-Hindi, Kanz al-Ummal, (Haidar Abad, Dairat
al-Maarif 1336) j. ii Kerajaan (Bandung: Mizan, 1984) h. 126-7) dalam contoh tersebut, yang
mempelopori kefanatikan dan kesombongan terhadap suku atau kabilah adalah, orang-orang
terkemuka dari kalangan mereka sendiri. Padahal mereka selalu menjadi panutan kaumnya.
24
hanya karena harta yang berharga itu saja, tetapi juga karena perasaan mereka
telah tersinggung. Dan ini merupakan salah satu faktor timbulnya gerakan
Khawarij, dengan peperangan dahsyat di Afrika, yang mendapat dukungan
orang-orang Berber.33
Sementara itu, Musa Ibn Nusayr yang punya pengalaman banyak
dengan orang-orang Berber ketika menjawab pertanyaan Khalifah Sulayman
Ibn 'Abd al-Malik mengatakan: "Mereka wahai Amir al-Mu'minin, banyak
persamaannya dengan orang Arab dibanding dengan orang 'ajam lainnya;
terus terang dan pemberani (liqa' wa najdah), ulet dan lihai berkuda (sabran
wa Furusiya) lpang dada dan lugu (samahat wa badiyat), kecuali wahai Amir
al-mu'minin, mereka suka culas (ghudr)." Dan bahwa yang negatif dari
mereka adalah, ketidak jujuran. yang nampaknya bertentangan dengan sifat
mereka yang lain, yaitu badiyah atau dusun (murni) dan hertendensi baik. Tapi
mengapa dikatakannya tidak jujur? Barangkali karena Tariq yang diberi
wewenang untuk membatasi gerakan, justru melanggar perintah atasannya,
yaitu Musa sendiri.
Sungguhpun demikian, dapat dipahami juga mengapa pembagian
tempat domisili itu berbeda kondisinya. Pertama, karena mereka (Berber dan
Arab) bukan satu kesatuan bangsa yang berintegrasi secara total, atau
berasimilasi penuh. sehingga tidaklah mungkin satu tempat didiami oleh dua
suku secara bersamaan. Kedua, setiap pihak membawa adat kebiasaan yang
berlainan, sungguhpun banyak persamaannya (sebagai yang digambarkan
Lihat al-Qur'an, 2:11, "Dan bila dikatakan kepada mereka: "Janganlah kamu membuat
kerusakan di muka bumi" mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan
perbaikan". Al-Kahf, 1L3:103,104, "... yaitu orangorang yang telah sia-sia perbuatannya dalam
kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaikbaiknya". Lihat
juga: surat 45:23
125
Ternyata ia menempuh jalan yang keliru, itu bukan jalan kebenaran, dan
bukan pula jalan keselamatan. Boleh jadi Ia telah sadar, dan sungguhpun
terlambat, ia telah melakukan sesuatu yang positif di lihat dari segi umat
Islam. Ia menolak menyerahkan Granada kepada Ferdinan dan Isabella dan
bersama Musa ibn Abi al-Ghassan, keturunan Arab campuran Persia ia
menantang perang.
Pasukan Ferdinan melakukan Blokade untuk menghancurkan semua
hasil pertanian dan hasil panen tahun 1491. Hal tersebut mendatangkan hasil.
Umat Islam kelaparan, makanan habis, jalan lari tertutup. Ketika itulah
serangan yang mematikan itu dilancarkan. Abdullah -sebagai biasanya- me-
nempuh jalan damai, ia percaya Ferdinan dan Isabella itu seorang juru-selamat
untuk kaum Muslimin. Iapun menyerah dan menerima janji lagi. Janji seorang
"juru-selamat". Sedangkan Musa ibn Ghassan dan pengikutnya, memilih
syahid dan tidak bersedia menyerah. Mungkin ia tidak percaya bahwa kedua
tokoh Katolik itu adalah "juru selamatnya", mungkin ia dan rekan-rekannya
lebih yakin kepada janji Allah.
Janji yang diberikan oleh pihak Katolik yang memenangkan perang,
kepada kaum Muslimin yang kalah dalam perang, di dapati 67 buah syarat
bagi penyerahan tersebut. Di antara lain menjamin jiwa, harta dan keluarga,
membiarkan mereka di tempat tinggalnya masing-masing, dan menjalankan
keyakinan agamanya, dan tidak menghukum seseorang kecuali dengan hukum
syari'at yang diyakininya, membiarkan rumah ibadah, mesjid dan harta wakaf
sebagaimana adanya, tidak memaksa seseorang meninggalkan agamanya. Dan
126
seorang Muslim dijamin keamanannya jika melakukan perjalanan di negeri
orang Nasrani baik jiwa maupun harta, dan agar tidak diberikan kepada
mereka tanda-tanda sebagai yang diberikan kepada orang Yahudi. Agar kaum
Muslimin dapat memimpin sekelompok jamaah dari kalangan mereka sendiri.
Dan orang Spanyol agar mengkhususkan tempat bagi para tawanan kaum
Muslimin. Dan agar diberi hak untuk meninggalkan Spanyol menuju ke
Afrika dengan harta dan anak-anak mereka, kapan saja mereka mau dan
seterusnya.186
Apa yang dijanjikan di atas adalah, apa yang sewajarnya diterima
sebagai hak-hak azasi manusia. Dan bagi kaum muslimin tidak ada yang
istimewa, tetapi apakah umat Katolik mengenal hak-hak manusia lain
semacam di atas? Kelihatannya sampai abad ketujuhbelas mereka belum
mengenal hak-hak asasi manusia. Dan tidak ada seorangpun yang berhak
merubah catatan sejarah yang sudah ada, menyangkut perlakuan umat Katolik
terhadap umat Islam pada masa itu.
Hal yang paling mengesankan adalah ketika Abu Abdillah
menyerahkan kunci kota Granada kepada kedua tokoh yang pernah
memberinya janji-janji palsu, Ferdinand dan Isabella . Ketika ia dipanggil
untuk menghadap, barulah terasa kehinaan menjalar ke seluruh tubuhnya. Dan
ketika tali kekang kudanya memutar ke belakang, untuk melihat kali terakhir
kota yang pernah didiaminya, nampak ia tidak mampu menahan cucuran air
matanya. Ibunya dengan tepat berkata: "Menangislah sebagai seorang wanita
186
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus h. 180; Syalabi, Ahmad. Mausu’ah At-
Tarikh Al-Islami wal hadzarah Al-Islamiyah., j. v, h. h, 78; Akhbar al-'Asr fi ingida' Dawlat Bani
Nasr, ed. M.J.Muller (Munich,l836)'h.49
127
terhadap sebuah kerajaan yang telah hilang. Yang tak 'kan mampu di-
pertahankan, sungguhpun oleh pria-pria perkasa". Tempatyang penuh
kenangan itu kini dikenal dengan nama El Ultimo Suspiro del Moro (The last
sight of the Moors). Abu Abd Allah Yang malang itu akhirnya pindah ke Fas
dan wafat di sana pula (1533-4).187
Begitulah setelah berlalu beberapa lama, perjanjian yang dibuat di
antara kaum Muslimin dan umat Katolik , dibatalkan sepenggal-demi
sepenggal. Cardinal Ximenez de Cisneros yang biasa menerima pengakuan
dosa Isabella,tidak dapat menerima kebijaksanaan Uskup Granada Hornando
Tala vera, yang bersikap toleran terhadap kaum Muslimin. Ximenez
mengatakan kepada raja bahwa, menjaga janji dengan kaum muslimin, sama
artinya dengan berkhianat kepada janji Allah. Dan realisasi dari nasihat
pendeta kepada raja, adalah penindasan terhadap semua kaum Muslimin, sama
artinya dengan berkhianat kepada janji Allah.188
Dan realisasi dari nasihat
pendeta kepada raja, adalah penindasan terhadap semua kaum Muslimin.
Tetapi Karena kaum Muslimin tidak dapat menrima begitu saja pemaksaan
agama Katolik kepada mereka, maka timbullah pemberontakan. Pemaksaan
agama Katolik kepada umat Islam di Spanyol dimulai pada 1499. Kardinal
187
History, op.cit., h. 555 188
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus h. 180. Kalimat Kardinal tersebut,
menggambarkan keyakinan pihak Katolik, bahwa menghormati janji itu bukanlah sifat yang
terpuji. Atau dipandang terpuji juga, kecuali dengan umat Islam. Agama Katolik tidak sebagai
agama Islam, yang Nabinya Muhammad diutus menjadi rahmat bagi seluruh alam. (21:107)
sedangkan Katolik khusus untuk umat Katolik saja. Dengan demikian sikap mereka membenci
Islam adalah suatu keyakinan dan tanda-tanda keimanan. Sebaliknya Islam mengajarkan
menghormati janji dengan siapa saja tanpa membedakan agama dan etnis manusia. Umat Katolik
juga diajarkan membenci dan memusuhi umat Yahudi, karena mereka telah menyalib Tuhan Jesus.
"It is the wrath of God! It is due to the crime of the Jews!" (Lihat Spanish Islam, op. cit., h. 227).
Lihat juga al-Qur'an 2:120. "Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu
hingga kamu mengikuti ajaran agama mereka..." mungkin, kamu dipaksa jadi Katolik!
128
Ximenez menetapkan bahwa setiap Muslim harus meninggalkan agamanya,
atau meninggalkan Spanyol. Generasi berikutnya sejak dari anak-anak harus
dididik menjadi Katolik oleh pihak gereja, mesjid-mesjid ditutup, kitab-kitab
berbahasa Arab di bakar, dan kaum Muslimin mendapat siksaan keras sebagai
usaha pihak Katolik untuk membujuk mereka, memasuki agama yang
menganjurkan kelemah lembutan dan kasih sayang itu. Dan lembaga Inkuisisi
bekerja keras untuk melegalisasikan pelaksanaan melanggar hak-hak asasi
manusia.189
Mungkin pemberontakan di Spanyol merupakan ciri khas sepanjang
sejarahnya. Akan tetapi jika pemberontakan sebelum ini, lebih banyak bersifat
politis dan dalam kerangka kebebasan berfikir dan bertindak, maka kini pem-
berontakan timbul akibat hak-hak mereka sebagai manusia, telah dicabut dan
diperkosa oleh umat Nasrani. Nampaknya mengerikan, tetapi persoalannya
menjadi amat gamblang, dan amat mudah menentukan sikap. Karena dalam
menghadapi pemaksaan terhadap agama hanya ada dua pilihan, pertama,
dibunuh atau menang (Yuqtal aw yaghlib)190
, dan kedua, berpura-pura murtad.
Sikap pertama milik orang-orang yang gagah dan kuat imannya, dan kedua
milik orang-orang yang lemah atau mungkin saja orang-orang yang bijaksana.
Sementara ketika menentukan sikap terhadap sebuah perilaku politik, orang
masih memperdebatkan apakah "ijtihad"nya itu sungguh-sungguh karena iman
atau karena hawa nafsu. Tidak demikian halnya dalam hal membela keyakinan
atau mempertahankan akidah. Dan hanya orang yang beriman saja yang
189
Ibid 190
Lihat Al-Qur‟an 4:74
129
merasa tersinggung, jika akidahnya dirusak. Dan Islam tidak pernah memaksa
manusia melebihi kemampuannya.
Lokasi pemberontak berada di pergunungan alBusyarrat atau Bubasytro
di antara Sierra Nevada dan laut yang panjangnya sekitar 19 mil dan lebarnya
11 mil, yang diselang-selingi tanah rendah yang datar dan keras serta lembah
yang dalam.191
Seolah-olah tempat tersebut merupakan sebuah arena yang
telah dipersiapkan,untuk mempertaruhkan nyawa, demi memperjuangkan hak
untuk hidup dan hak untuk meyakini sesuatu kebenaran keagamaan, atau
akidah. Dan barangkali tempat ini bukanlah satu-satunya tempat, atau arena
pertarungan, karena pertumpahan darah dan pertarungan maut juga terjadi di
gereja-gereja dan di rumah-rumah penduduk, di penjara-penjara dan di mana
saja. Pemberontakan yang timbul akibat dorongan yang bersifat sentimen
keagamaan, barangkali merupakan suatu hal atau tindakan yang amat sensitif.
Kedua belah pihak yakin pada kebenaran tindakan mereka. Yang satu
menindas dan yang lain tertindas. Umat Nasrani memperkosa hak-hak asasi
umat Islam mempertahankan kebenaran keyakinan mereka. Umat Nasrani
yakin bahwa, membunuh dan memperkosa hak orang lain yang di luar agama
Nasrani;192
baik Yahudi maupun Islam, dipandang sebagai menjalankan
perintah Tuhan mereka. Sementara umat Islam memandang mempertahankan
diri terhadap musuh yang ingin menghancurkan akidah mereka adalah ter-
masuk menjalankan salah satu perintah Allah. Dengan begitu kedua-dua belah
pihak meyakini kebenaran tindakan masing-masing, sungguhpun kedua-
duanya bertolak belakang.
191
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus h. 183. 192
Keterangan Ximenes, memenuhi janji kepada umat Islam melanggar perintah Tuhan.
Sikap Nasrani kepada Yahudi pun cukup jelas.
130
Umat Islam di Spanyol tidak hanya dipaksa menjadi Nasrani, dipaksa
murtad dari agama mereka, tetapi mereka juga dilarang mengikuti adat istiadat
yang diwariskan dari nenek moyang mereka, dan bahkan dilarang memakai
pakaian Arab, bahasa Arab dan nama-nama "Arab".1 Mungkin semua yang
berbau Arab. Ferdinan sendiri, salah seorang tokoh Nasrani yang ikut
membuat ikrar janji kepada umat Islam, ternyata aktif sekali membantai kaum
Muslimin termasuk membakar sebahagian dari kaum Muslimin, dan
merampas harta mereka serta menganiaya mereka dengan berbagai cara. Dan
puncak kebuasan dan kebiadaban dilakukan oleh Philip III (1609-1614). Dan
pada masanyalah semua orang Islam lenyap di Spanyol. Diperhitungkan sejak
jatuhnya Granada sampai awal abad ke tujuh belas, terdapat tiga juta kaum
Muslimin menjadi korban.193
Inilah pertarungan agama dalam bentuk
bentrokan fisik. Kedua belah pihak melakukan tindakan-tindakan yang sudah
di luar garis kemanusiaan. Tidak ada lagi peri kemanusiaan, tidak ada lagi
kasih sayang, tidak ada lagi kedamaian dan ketenangan. Dunia menjadi gelap,
hati penuh dengan dendam, persaudaraan menjadi sebuah Impian kosong, dan
agama menjadi alat untuk saling membunuh. Agama di tangan manusia yang
sempit dadanya, sama dengan senjata di tangan perampok dan pembunuh.
C. Faktor-faktor penyebab disintegrasi umat Islam
Perkembangan Islam di Andalusia, yang dimotori oleh orang-orang
Arab dan Afrika, sulit dipisahkan dari perwujudan watak mereka masing-
193
Lihat History, op.cit., h. 556; al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus . h. 183;
Syalabi, Ahmad. Mausu’ah At-Tarikh Al-Islami wal hadzarah Al-Islamiyah., j. v, h. 81.
131
masing. Pergolakan pemikiran dan manifestasinya dalam tingkah laku
menghasilkan sikap-sikap positif dan negatif. Positifnya, mereka adalah
orang-orang yang bebas dalam berfikir dan bertindak. negatifnya, sulit
mendapatkan kesatuan langkah dan pandanggan, lalu menghasilkan
perpecahan. Perpecahan itu pada mulanya biasanya timbul akibat adanya
perbedaan pendapat, dan perbedaan tersebut muncul akibat manusia
menggunakan akalnya dan daya penalarannya. Islampun mendukung setiap
kegiatan yang bersifat penalaran dan usaha berfikir untuk memecahkan
sesuatu persoalan.194
Kemudian nabi Muhammad sendiri menyatakan bahwa
perbedaan pendapat di antara umatnya adalah rahmat.195
Tetapi Islam
bukanlah agama yang hanya mendorong akal untuk berfikir dan memecahkan
persoalan dan fikiran yang sehat, islam juga menuntut umatnya membangun
motivasi yang tujuannya, semata-mata mencari kerelaan Allah.196
Jika tujuan
luhur ini telah terlepas dari diri umat Islam, maka Islampun melepaskan diri
dari tanggung-jawab dan bimbingannya.
Besar kemungkinan perbedaan pendapat di antara umat Islam di
Semenanjung Iberia, tidak lagi dengan motif mencari kerelaan Allah, sebagai
yang tersebut dalam ajaran Islam, melainkan telah menyimpang ke arah lain.
194
Dalam Al-Qur'an terdapat 41 ayat yang menggunakan kata-kata kaifa , yang menuntut
setiap otang menggunakan daya pikirnya. (misalnya surat ke 25 : 9, 45. (27) :14 51, 69. (28): 40,
(30): 9, 42, 48, 50. dan seterusnya.
Lihat juga Harun Nasution, Akal dan Wahyu Dalam Islam, h.5-11 195
Hadis inipun tidak bertujuan menonjolkan perbedaan semata-mata. Yang menjadi
masalah pokoknya adalah, setiap orang dapat menggunakan daya pikirnya, sungguhpun berakibat
terjadi perbedaan-perbedaan, atau menimbulkan berbagai variasi di dalam memandang sesuatu
persoalan. 196
Hadis Nabi yang berbunyi: Innama al-a'mal bi alniyyat, dan seterusnya, cukup dikenal
dalam Islam, sehingga setiap Muslim dituntut untuk membersihkan dirinya dari tujuan yang
bersifat duniawi semata-mata. Atau hal lain yang bersifat mencari kerelaan selain Allah. Dalam
ajaran Islam Allah menjadi fokus bagi setiap gerak dan tindakan.
132
Misalnya untuk mencari kekayaan bagi diri sendiri, lalu membonceng
kebebasan berpendapat. Dan meyakinkan orang lain bahwa, perbedaannya
dengan lawannya semata-mata karena mencari kerelaan Allah. Tidak
seorangpun berhak dan mampu mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi
dalam batinnya.
Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah, di antara umat Islam
dan umat Nasrani di Spanyol, terdapat perbedaan agama yang mendasar,
menyangkut soal keyakinan, atau keimanan dan akidah. Akidah ini bisa amat
berpengaruh dalam diri manusia. Terutama dalam komunikasinya dengan
sesama manusia dan dengan Tuhannya. Akidah ini pula yang mempengaruhi
pola berfikir manusia dalam menghadapi hidup dan tantangannya. Dengan
demikian jika terdapat perbedaan sikap di antara umat Islam dan umat
Nasrani, dalam menghadapi sesuatu persoalan, maka perbedaan itu berasal
dari perbedaan akidah kedua belah pihak. Adapun perbedaan yang terjadi di
antara sesame umat Islam, biasanya karena adanya perbedaan penafsiran
terhadap sesuatu kata atau sesuatu konsep yang "multi dimensional", sehingga
dari sudut manapun dipandang, masih dapat memantulkan satu segi dari multi
dimensional tersebut dan dapat dibuktikan kesahehannya. Sehingga perbedaan
itu lebih mengarah pertentangan. Sementara itu, perbedaan yang terjadi antara
umat Islam. dan umat Nasrani dalam hal sikap masing-masing pihak terhadap
adanya perbedaan agama, amatlah berbeda.
Toleransi atau kebebasan beragama dalam system Islam, bukanlah
semacam kebijaksanaan politik yang dibuat-buat (jika "agama dan negara"
dipisahkan) untuk menarik rasa simpati non Muslim terhadap Islam dan kaum
133
Muslimin. Akan tetapi merupakan keyakinan yang berakar Dada kitab suci al-
Qur'an197
, yang juga telah diwujudkan dalam sejarah. Sekiranya sikap toleran
atau konsep tasamuh dalam Islam itu dipandang sebagai suatu kebijaksanaan
politik (karena kebijaksanaan tersebut berada di dalam tangan penguasa),maka
itulah kebijaksanaan, yang berdasarkan perpaduan diantara agama dan negara
dalam sistem pemerintahan Islam. dan jelas kebijaksanaan Islam itu amat
berbeda dengan kebijaksanaan yang dibuat penguasa Spanyol, ketika Recarred
mencoba menggabungkan agama Katolik dengan negara, dan di masa inkuisisi
mempertaruhkan nama agama di arena politik.198
Dan Gerakan Reconquista, ini adalah salah satu gerakan yang menjadi
faktor disintegrasi di tanah Andalusia, Gerakan ini mulai muncul secara lebih
terkoordinasi sejak jatuhnya Dinasti Umayyah Spanyol pada abad V/XI. Ke-
jatuhan dinasti ini mendorong umat Nasrani kepada keyakinan bahwa Spanyol
akan berhasil direbut kembali, setelah dikuasai kaum Muslimin selama
berabad-abad.
Sementara para sejarawan Spanyol berkeyakinan, bahwa gerakan
reconquista itu telah dimulai sejak Playo199
dari Asturia memimpin
197
Al-Qur'an, II:156. Ayat ini jelas menjadi dasar hukum bagi kaum muslimin dalam
tindakan hukumnya menghadapi non Muslim. Tetapi agak aneh juga jika Schacht mengingatkan
bahwa hukum Islam tidak mempunyai dasar ke-Islam-an (apalagi dasar Qur'an). Hukum Islam -
katanya- adalah hukum Romawi Barat, Bizantium, Persia den lain-lain yang dipadu --tetapi tidak
pernah secara sempurna-- dengan suatu sistem persyaratan-persyaratan moral yang di "wahyukan",
tetapi diakui sebagai wahyu oleh ulama Islam. dst. (Lihat Gustave E. von Grunebaum (ed.), Islam
Kesatuan Dalam Keragaman,(Jakarta: Yayasan Perkhidmatan, 1975), h. 9, 79-102). nampaknya,
orientalisme memang punya gaya berfikir yang berdasarkan pada pembedaan ontologis dan
epistemologis yang dibuat antara”Timur" (the Orient) dan (hampir selalu) "Barat" (the
Occident)Lihat Edward W. Said, Orientalism (New York: Vintage Books,1978) h. 2. Bagi Al
qur'an, Islam diterima manusia melalui hidayah (7:178; 17:98; 18:17; 42:52). Oleh karena itu tidak
ada manfaatnya mengharap orang kafir mengakui Islam (43:40; 10:43; 2:6-7) apalagi mengakui
keunggulan Islam dan hati mereka dipandang mengidap semacam penyakit (2:10). 198
Dozy, Reinhart. Spanish Islam. h. 224; 199
Kaum bangsawan Visigoth mengangkat Playo menjadi pemimpin mereka di tempat
pelarian mereka di Asturia (Britannica, op. cit., j. xx, h. 1088)
134
perlawanan terhadap kaum muslimin diCavadonga (718). Tetapi gerakan
tersebut mungkin lebih tepat dimasukkan ke dalam usaha mempertahankan
diri, dan bukan usaha untuk merebut kembali tanah yang sudah direbut umat
Islam. Berbeda halnya dengan gerakan yang dimulai pada hart-hari terakhir
Bani Umayyah di Spanyol. Ketika itu keadaan umat Islam sudah melemah,
stamina mereka telah menurun. Akhirnya satu demi satu kota-kota di Iberia
direbut kembali oleh umat Nasrani, kecuali Granada, yang direbut setelah
lebih kurang duaratus tahun kemudian.
Reconquista menampakkan dirinya sebagai sebuah gerakan yang
bertujuan membebaskan negeri Spanyol/Iberia dari pengaruh Islam dan segala
hal yang berkaitan dengannya. Gerakan ini sekaligus melambangkan
pemberontakan umat Nasrani terhadap pemerintahan Islam dan kaum
Muslimin, Dan pemberontakan tersebut telah berlangsung selama berabad-
abad Akan tetapi sifatnya tidak menyeluruh, dan tanpa koordinasi yang baik.
Hal itu dapat dipahami, mengingat kekuatan umat Islam masih berada pada
posisi yang sulit dipatahkan, walau pun kekuatan kaum Muslimin itu terpecah-
pecah, karena perpecahan dan pertikaian serta pergolakan-pergolakan yang
timbul dan tenggelam sepanjang masa. Barulah kemudian pada akhir masa
kekuasaan Bani Umayyah di Spanyol, gerakan pemberontakan reconquista
meluas dan terkoordinasi, dari yang bersifat sporadis menjadi menyeluruh dari
gerakan-gerakan kecil menjadi gerakan besar.
Gerakan reconquista dapat muncul dan berkembang karena umat
Nasrani dapat membangun masyarakatnya sendiri di utara Spanyol. Dengan
demikian mereka dapat melestarikan adat istiadat dan tradisi serta agama di
wilayah perbatasan di sebelah utara tersebut. Hal ini dapat terjadi kerena
135
ketika penaklukan Spanyol yang dilakukan oleh umat Islam pada masa awal
atau pada masa Musa dan Tariq, tidak tuntas. Padahal sepanjang yang dapat
kita baca dalam riwayat penaklukan mereka, tidaklah sulit bagi kedua tokoh
legendaris ini untuk menghancurkan seluruh kekuatan umat Nasrani yang ada.
Tetapi mengapa mereka tidak melakukannya atau mengapa mereka
membiarkan orang yang sudah tidak berdaya itu memperoleh hak hidup
mereka lagi? Mengapa mereka tidak bertindak sebagai mana tindakan orang-
orang Barat yang menaklukkan Amerika, beberapa abad sesudah itu, yaitu
menghancurkan seluruh kekuatan dan potensi bangsa Indian, atau
sebagaimana yang dilakukan orang-orang Inggris terhadap bangsa Aborigin di
Australia? Inilah soal akidah. soal pandangan hidup atau way of life yang
berlainan, cara menyelesaikan persoalan manusia yang berbeda. Mungkin jika
orang ingin memperturutkan perasaanya, memenuhi kepuasan hati yang
bersifat hawa nafsu, akar muncul rasa "penyesalan" dalam dirinya. Akan tetapi
di sinilah letaknya arti nilai-nilai moral dalam hidup umat manusia, nilai-nilai
kemanusiaan yang tidak sekedar berperang untuk membunuh saja, tetapi
berperang untuk mengancurkan kebatilan, dan menegakkan kebenaran serta
menganjurkan manusia berbuat kebajikan dan melarang mereka melakukan
kejahatan,200
200
Ketika Nabi Muhammad mengirim pasukan untuk menghadapi orang Badui beragama Kristen (Bani Kalb) yang berdiam di sekitar Daumat al-Jandal, yang melakukan perampokan hingga ke Madinah berkata: "Sekali-kali kamu tidak boleh menipu atau mengkhianat, dan tidak boleh membunuh anak-anak kecil." Pada setiap kali Nabi mengirim ekspedisinya mengingatkan pasukannya agar "Dalam menuntut balas terhadap penganiayaan yang dilakukan orang terhadap kita, janganlah ganggu penghuni rumah yang tidak bersalah, jangan usik perempuan yang lemah, jangan sakiti anak yang masih'menyusu atau orang yang tidak bisa bangun karena sakit. Janganlah hancurkan rumah-rumah penduduk yang tidak berdaya, janganlah memusnahkan mata pencahariannya dan pohon-pohonoebuahannya, dan janganlah singgung pohon kurma." Abu Bakr menambahkan lagi nasihatnya kepada pasukannya: antara lain "Hai Yazid! janganlah sekali-kali menindas kaummu sendiri, atau mengganggu ketenteramannya, tapi nasihatilah mereka, lakukanlah apa yang benar dan adil. Jika kamu melihat para pendeta mengasingkan diri mereka dalam biara-biara, mereka merasa dengan jalan demikian mengabdi kepada Tuhannya pula Biarkanlah mereka, jangan bunuh mereka dan jangan binasakan biaranya. (Lihat Ameer Ali, Api Islam, op. cit., j.i, hh. 146-7 dan seterusnya).
136
Umat Nasrani dapat hidup dan berkembang serta memiliki potensi
untuk bangkit kembali melawan kaum Muslimin dari wilayah perbatasan
sebelah utara Spanyol, pada dasarnya bukanlah kesalahan sikap dari Musa dan
Tariq atau para pemimpin umat Islam generasi berikutnya, yang tidak mem-
binasakan mereka. Akan tetapi hidup dan berkembangnya umat Nasrani itu
adalah haknya mereka sepenuhnya dari Allah, yang dihormati oleh kaum
Muslimin, sebagaimana yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya kepada umat
Islam selama umat Islam masih mengakui Allah sebagai Tuhan dan
Muhammad sebagai nabi mereka. Artinya sikap membiarkan umat Nasrani
hidup dan berkembang di perbatasan Spanyol, adalah sikap yang berlandaskan
keyakinan dan akidah kaum Muslimin itu.
Ketika umat Nasrani bangkit dalam gerakan merebut kembali wilayah
Spanyol dari tangan kaum Muslimin, maka gerakan tersebut pada dasarnya
tidaklah aneh, dan bukan sesuatu yang tidak masuk akal. Tetapi sesuatu yang
wajar dan manusiawi, dan menjadi hak mereka yang sah. Sedangkan Yang
menjadi persoalan kita bukanlah reconquistanya itu. Yang menjadi masalah
adalah tindakan umat Nasrani terhadap umat Islam yang diawali oleh gerakan
ini, dengan jalan membunuh siapa saja yang mengaku beragama Islam.
Padahal sebelum pembantaian ini terjadi, pihak Isabella dan Ferdinan telah
menanda-tangani suatu perjanjian yang berisi, kesediaan mereka untuk
menghormati hak-hak sah yang asasi dari seorang manusia, yang kebetulan
beragama Islam.
Sekiranya perjanjian untuk menghormati dan memberikan hak kepada
kaum Muslimin untuk memeluk agama dan kepercayaannya, menghormati
rumah-rumah ibadah dan hak untuk berusaha dan mendapatkan nafkah hidup,
137
dan lain-lain lagi tidak ada, umat Nasranipun tentu mengenal juga nilai-nilai
kemanusiaan semacam itu. Bukankah mereka memeluk suatu agama yang
mengajarkan manusia untuk saling mencintai, bahkan meminta agar mencintai
musuh-musuh mereka sekalipun? Inilah soalnya. Jadi, bukan soal reconquista,
bukan tentang hak umat Islam saja, tetapi tentang hak seorang manusia! yang
berjumlah sekitar tiga juta. Yang berlansung dari abad ke 15 hingga ke 17
Masehi, baik terbunuh maupun yang diusir.201
Seandainya pembunuhan tersebut terjadi ketika per tempuran sedang
berkecamuk, maka berapapun jumlah manusia, yang jatuh menjadi korbannya,
masih dapat dipahami, sungguhpun mungkin kita akan menyesalinya,
sebagaimana orang menyesali jatuhnya korban bom atom di Hirosyima dan
Nagasaki. Akan tetapi masih memiliki alasan untuk melakukannya. Dan apa
yang dijadikan alasan oleh umat Nasrani Spanyol untuk membenarkan
tindakan mereka, hanya merekalah yang tahu!
201
Lihat History op, cit, h. 556; Tidak jelas apakah sikap mereka ada hubungannya
dengan titah Nabi orng Israil di dalam I Sem. xv, 3; dan Jehezk. ix, 6: "Demikianlah firman Tuhan
seru sekalian alam. Pergilah sekarang & dan gempurlah Amalik, hancurkan samasekali seluruh
miliknya dan jangan beri mereka ampun; bunuhlah laki-laki maupun perempuan, anak tanggung
maupun bayi menyusu, sapi maupun domba, onta maupun keledai". Dan "bunuhlah sama sekali
org tua dan muda, anak dara, anak-anak perempuan".
138
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Apa yang menyebabkan Umat Islam di Andalusia mengalami
Disintegrasi?
Disintegrasi Umat Islam di Andalusia di sebabkan oleh konflik yang
ditimbulkan oleh umat Islam itu sendiri, diantara konflik itu ialah, adanya
perselisihan antar sesama muslim, perselisihan yang lebih kepada solidaritas
terhadap sukunya sendiri daripada agama yang mereka anut, dan hal ini
terdapat dalam tubuh bangsa Arab dan kaum Berber Afrika Utara, suku Mudar
dengan suku Yaman, walaupun mereka satu agama nampaknya solidaritas
keagamaan sama sekali. atau seakan-akan tidak dapat menunjukkan
keberadaannya, konflik selajutnya yaitu pergolakan politik yang timbul di
dalam pemerintahan itu sendiri, perebutan kekuasaan, raja yang terlalu
bergelimangan dalam kemewahan menjadikan ia lupa diri hingga menuju titik
lemah dalam memimpin pemerintahan, didukung pula kebijaksanaan-
kebijaksanaan raja dalam menghadapi para ulama yang menimbulkan konflik
berkepanjangan.
2. Bagaimana dampak dari disintegrasi umat Islam di Andalusia?
Dampak dari disintegrasi ini cukup fatal, karena disintegrasi ini telah
melemahkan potensi umat, dan mendorong umat Nasrani untuk menyerang
lebih bersemangat. Sekiranya umat Nasrani punya keinginan untuk maju,
maka mereka akan berusaha memanfaatkan kaum Muslimin. Selain itu, dunia
139
Islam pada saat itu sedang menurun, dan penuh dengan pergolakan, sehingga
tidak dapat memberikan perhatian yang sepantasnya untuk Spanyol. Baik
gerakan reconquista, maupun timbulnya peradilan inkuisisi, dan bahkan semua
gerakan pengusiran kaum Muslimin dari Iberia. kelihatannya sulit dipisahkan
dari pengaruh yang amat dominan dari kaum pendeta Katolik.
Ketika kaum muslimin berkuasa dan memerintah negeri ini di bahagian
selatan, umat Nasrani membangun masyarakatnya di perbatasan Spanyol di
belahan utara. Kedua belah pihak selalu dalam keadaan siap siaga terus-
menerus, tidak pernah lengah. Pemerintahan Islam mendapat tantangan se-
panjang sejarahnya di Spanyol. Baik tantangan itu datang dari pihak Nasrani
maupun datang dari pihak Islam sendiri. Disintegrasi menyebabkan fitalitas
Umat Islam menurun, hingga berujung pada pengusiran umat Islam di