DISFAGIA MOTORIK I. PENDAHULUAN Kesulitan menelan (disfagia), merupakan salah satu gejala kelainan atau penyakit di orofaring dan esophagus. Keluhan ini akan timbul bila terdapat gangguan gerakan otot-otot menelan dan gangguan trasportasi makanan dari rongga mulut ke lambung. Disfagia dapat disertai dengan keluhan lainnya seperti odinofagia (rasa nyeri waktu menelan), rasa panas di dada, rasa mual, muntah, regurgitasi, hematemesis, melena, anoreksia, hipersalivasi, batuk dan berat badan yang cepat berkurang. Manifestasi klinik yang sering ditemukan ialah sensasi makanan yang tersangkut di daerah leher atau dada ketika menelan. 1 Disfagia berasal dari kata Yunani yang berarti gangguan makan. Disfagia biasanya mengacu pada kesulitan dalam makan sebagai akibat dari gangguan dalam proses menelan. Disfagia dapat menjadi ancaman serius bagi kesehatan seseorang karena risiko pneumonia aspirasi, malnutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, dan obstruksi jalan napas. Sejumlah etiologi telah dikaitkan dengan disfagia pada populasi dengan kondisi neurologis dan nonneurologis. 2 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
DISFAGIA MOTORIK
I. PENDAHULUAN
Kesulitan menelan (disfagia), merupakan salah satu gejala kelainan atau
penyakit di orofaring dan esophagus. Keluhan ini akan timbul bila terdapat
gangguan gerakan otot-otot menelan dan gangguan trasportasi makanan dari
rongga mulut ke lambung. Disfagia dapat disertai dengan keluhan lainnya seperti
odinofagia (rasa nyeri waktu menelan), rasa panas di dada, rasa mual, muntah,
regurgitasi, hematemesis, melena, anoreksia, hipersalivasi, batuk dan berat badan
yang cepat berkurang. Manifestasi klinik yang sering ditemukan ialah sensasi
makanan yang tersangkut di daerah leher atau dada ketika menelan. 1
Disfagia berasal dari kata Yunani yang berarti gangguan makan. Disfagia
biasanya mengacu pada kesulitan dalam makan sebagai akibat dari gangguan
dalam proses menelan. Disfagia dapat menjadi ancaman serius bagi kesehatan
seseorang karena risiko pneumonia aspirasi, malnutrisi, dehidrasi, penurunan
berat badan, dan obstruksi jalan napas. Sejumlah etiologi telah dikaitkan dengan
disfagia pada populasi dengan kondisi neurologis dan nonneurologis. 2
Disfagia motorik atau neuromuskuler adalah disfagia yang terjadi akibat
kelemahan kontraksi peristaltik, gangguan inhibisi menelan yang menyebabkan
kontraksi peristaltic tidak terjadi, dan gangguan relaksasi sfingter.1
Gangguan yang dapat menyebabkan disfagia dapat mempengaruhi proses
menelan pada fase oral, faring, atau esofagus. Anamnesis secara menyeluruh dan
pemeriksaan fisik dengan teliti sangat penting dalam diagnosis dan pengobatan
disfagia. Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaan leher, mulut, orofaring,
dan laring. Pemeriksaan neurologis juga harus dilakukan. 2
Pemeriksaan endoskopi serat optik pada proses menelan mungkin
diperlukan. Gangguan menelan mulut dan faring biasanya memerlukan
rehabilitasi, termasuk modifikasi diet dan pelatihan teknik dan manuver menelan.
Pembedahan jarang diindikasikan untuk pasien dengan gangguan menelan. Pada
pasien dengan gangguan berat, makanan sulit melewati rongga mulut dan faring
1
secara keseluruhan dan pemberian nutrisi enteral mungkin diperlukan. Pilihan
meliputi gastrostomy endoskopi perkutan dan kateterisasi intermiten
oroesophageal. 2
II. EPIDEMIOLOGI
Disfagia terjadi pada 13-14 % pada pasien yang dirawat di rumah sakit dan
30-35 % pada pasien di pusat rehabilitasi. Sebanyak 70-90 % pasien usia lanjut di
fasilitas perawatan/rumah jompo mengalami masalah pada proses menelan
meskipun tanpa penyakit neurologis. Sebanyak 41 % pasien dengan kanker kepala
leher mengalami aspirasi. Sebanyak 40-70% pasien stroke akut mengeluhkan
disfagia. Sebanyak 40-50% pasien stroke mengalami aspirasi dan setengahnya
tanpa gejala. Sebanyak 20% pasien stroke meninggal akibat pneumonia karena
aspirasi ditahun pertama.3
Rata-rata setiap tahun pada program BEACH ( Bettering the Evaluation
and Care of Health) di Australia menyatakan Globus hystericus (GH) terjadi pada
6,7 per 100 000 dari seluruh pencatatan yang dilakukan ( dari 670 kali pertahun
secara nasional). Meskipun jarang ditemukan, 92 GH tercatat sejak April 1998
sampai Maret 2012. GH secara signifikan lebih sering terjadi pada wanita (8,3 per
100 000) dibandingkan laki-laki yang ditemukan (3,9 per 100 000). Paling rendah
terjadi diantara usia muda dan orang tua. 4
III. ANATOMI
1.1 Anatomi Orofaring
Batas-batas orofaring adalah ujung bawah dari superior palatum mole dan
inferior tulang hyoid. Batas anterior dibentuk oleh inlet orofaringeal dan pangkal
lidah, dan perbatasan posterior dibentuk oleh otot-otot konstriktor superior dan
media dan mukosa faring. 5
Orofaring berhubungan dengan rongga mulut melalui saluran masuk
orofaringeal, yang menerima bolus makanan. Inlet orofaringeal terbuat dari
lipatan palatoglossal lateral, tepat di anterior tonsil palatina. Lipatan itu sendiri
terbuat dari otot palatoglossus, yang berasal dari palatum mole itu sendiri dan
mukosa diatasnya. 5
2
Di inferior, terdapat sepertiga posterior lidah, atau pangkal lidah,
meneruskan perbatasan anterior orofaring. Valekula, yang merupakan ruang
antara pangkal lidah dan epiglotis, membentuk perbatasan inferior dari orofaring.
Ini biasanya setara dengan tulang hyoid. 5
Gambar 1 Anatomi Orofaring ( dikutip dari kepustakaan no 13)
Pada dinding-dinding lateral orofaring terdapat sepasang tonsil palatina di
fosa anterior yang dipisahkan oleh lipatan palatoglossal dan posterior oleh lipatan
palatopharyngeal. Tonsil adalah massa jaringan limfoid yang terlibat dalam
respon imun lokal untuk patogen oral. 5
Otot-otot yang membentuk dinding posterior orofaring adalah otot
konstriktor faring superior dan menengah dan membran mukosa diatasnya yang
saling tumpang tindih. Saraf glossopharingeus dan otot faring stylopharyngeus
memasuki faring pada perbatasan antara konstriktor superior dan tengah. 5
1.2 Anatomi Hipofaring
Perbatasan hipofaring adalah di bagian superior terdapat tulang hyoid dan
sfingter esofagus atas (Upper Esophagus Sphincter/UES), dan otot krikofaringeus
di bagian inferior. 5
3
Batas anterior hipofaring sebagian besar terdiri dari inlet laring, yang
meliputi epiglotis dan kedua lipatan aryepiglottic dan tulang rawan arytenoid.
Permukaan posterior dari kartilago arytenoid dan pelat posterior kartilago krikoid
merupakan perbatasan anteroinferior dari hipofaring. Lateral kartilago arytenoid,
hipofaring terdiri dari kedua sinus Piriformis, yang dibatasi oleh tulang rawan
lateral tiroid. 5
Dinding posterior faring terdiri dari otot konstriktor tengah dan inferior
dan selaput lendir diatasnya. Di bawahnya, sejajar dengan kartilago krikoid, otot
cricopharyngeus membentuk UES. Otot ini kontraksi tonik selama istirahat dan
relaksasi saat menelan untuk memungkinkan bolus makanan masuk ke esofagus. 5
1.3 Anatomi Esofagus
Gambar 2 Anatomi Esofagus ( dikutip dari kepustakaan no 6)
Esofagus adalah tabung muskular yang menghubungkan faring dengan
lambung. Esophagus berukuran panjang sekitar 8 inci dan dilapisi oleh jaringan
merah muda yang lembab disebut mukosa. Esophagus berjalan di belakang trakea
dan jantung, dan di depan tulang belakang. Tepat sebelum memasuki lambung,
esofagus melewati diafragma. 7
Sfingter esofagus bagian atas (UES) adalah sekumpulan muskulus di
bagian atas esofagus. Otot-otot UES berada di bawah kendali sadar (involunter),
digunakan ketika bernapas, makan, bersendawa, dan muntah. Sfingter esophagus
4
bagian bawah (Lower esophageal sphincter/LES) adalah sekumpulan otot pada
akhir bawah dari esofagus, yang mana berbatasan langsung dengan gaster. Ketika
LES ditutup, dapat mencegah asam dan isi gaster naik kembali ke esofagus. Otot-
otot LES tidak berada di bawah kontrol volunter. 7
1.4 Vaskularisasi Faring dan Esofagus
A. Faring
Pasokan arteri ke faring berasal dari 4 cabang dari arteri karotis eksternal.
Kontribusi utama adalah dari arteri faring asenden, yang berasal dari arteri karotis
eksternal yang tepat berada diatas bifurkasio (percabangan) karotis dan melewati
posterior selubung karotis, memberikan cabang ke faring dan tonsil. 5
Cabang arteri palatina memasuki faring tepat diatas dari muskulus
konstriktor faring superior. Arteri fasialis juga bercabang menjadi arteri palatine
asenden dan arteri tonsilaris, yang membantu pasokan untuk muskulus konstriktor
faring superior dan palatum. Arteri maksilaris bercabang menjadi arteri palatine
mayor dan cabang pterygoideus, dan arteri lingualis dorsalis berasal dari arteri
lingual memberi sedikit kontribusi. Darah mengalir dari faring melalui pleksus
submukosa interna dan pleksus faring eksterna yang terkandung dalam fasia
buccopharyngeal terluar. Pleksus mengalir ke vena jugularis interna dan, sesekali,
vena fasialis anterior. Hubungan yang luas terjadi antara vena yang terdapat di
tenggorokan dan vena-vena pada lidah, esofagus, dan laring. 5
B. Esofagus
Esofagus mendapat perdarahan dari arteri secara segmental. Cabang
cabang dari arteri tiroid inferior memberikan pasokan darah ke sfingter esophagus
atas dan esofagus servikal. Kedua arteri aorta esofagus atau cabang-cabang
terminal dari arteri bronkial memperdarahi esofagus bagian toraks. Arteri gaster
sinistra dan cabang dari arteri frenikus sinistra memperdarahi sfingter esophagus
bagian bawah dan segmen yang paling distal dari esofagus. Arteri yang
memperdarahi akhir esofagus dalam jaringan sangat luas dan padat di submukosa
5
tersebut. Suplai darah berlebihan dan jaringan pembuluh darah yang berpotensi
membentuk anastomosis dapat menjelaskan kelangkaan dari infark esofagus. 8
Vaskularisasi vena juga mengalir secara segmental. Dari pleksus vena
submukosa yang padat darah mengalir ke vena cava superior. Vena esophagus
proksimal dan distal mengalir ke dalam sistem azygos. Kolateral dari vena gaster
sinistra, cabang dari vena portal, menerima drainase vena dari mid-esofagus.
Hubungan submukosa antara sistem portal dan sistem vena sistemik di distal
esofagus membentuk varises esofagus pada hipertensi portal. Varises submukosa
ini yang merupakan sumber perdarahan GI utama dalam kondisi seperti sirosis. 8
1.5 Persarafan Faring dan Esofagus
A. Faring
Pleksus saraf faring memberi pasokan saraf eferen dan aferen faring dan
dibentuk oleh cabang dari nervus glossopharingeus (saraf kranial IX), nervus
vagus (saraf kranial X), dan serat simpatis dari rantai servikal. Selain muskulus
stylopharyngeus, yang dipersarafi oleh saraf glossopharingeus, semua otot-otot
faring dipersarafi oleh nervus vagus. 8
Semua otot-otot intrinsik laring dipersarafi oleh nervus laringeus, cabang
nervus vagus, kecuali untuk otot krikotiroid, yang menerima persarafan dari 6
cabang eksternal dari nervus laringeus superior, juga dari cabang nervus vagus.
Pleksus faring menerima cabang-cabang nervus vagus dan
glossopharingeus untuk persarafan sensorik faring. Sepertiga lidah posterior, di
orofaring, menerima baik sensasi rasa dan sensasi somatik dari nervus
glossopharingeus. Otot krikofaringeus (UES) menerima persarafan parasimpatis
untuk relaksasi dari nervus vagus dan persarafan simpatis untuk kontraksi dari
serabut post ganglionik dari ganglion servikalis superior. 5
B. Esofagus
Persarafan motor esophagus didominasi melalui nervus vagus. Esophagus
menerima persarafan parasimpatis dari nucleus ambiguus dan inti motorik dorsal
nervus vagus dan memberikan persarafan motor ke mantel otot esofagus dan
6
persarafan secretomotor ke kelenjar. Persarafan simpatis berasal dari servikal dan
rantai simpatis torakalis yang mengatur penyempitan pembuluh darah, kontraksi
sfingter esofagus, relaksasi dinding otot, dan meningkatkan aktivitas kelenjar dan
peristaltik. 8
Gambar 3 persyarafan Faring dan Esofagus ( dikutip dari kepustakaan no 12)
Pleksus Auerbach, yaitu ganglia yang terletak antara lapisan longitudinal
dan melingkar dari tunika muskularis myenteric bekerja mengatur kontraksi
lapisan otot luar. Pleksus Meissner, yaitu ganglia yang terletak dalam submukosa
bekerja mengatur sekresi dan kontraksi peristaltik dari mukosa muskularis. 8
1.6 Aliran Limfatik Faring dan Esofagus
1. Faring
Aliran limfatik faring mengalir ke KGB servikalis profunda (deep cervical
lymph node) sepanjang selubung karotis. Aliran limfatik pada hipofaring juga
7
dapat mengalir ke KGB paratrakeal. Pembuluh limfatik laring mengalir ke
kelenjar servikalis profunda, nodus pretracheal, dan nodus prelaryngeal. 5
2. Esofagus
Gambar 4 Aliran limfatik esofagus
(dikutip dari kepustakaan 14)
Limfatik dari sepertiga proksimal esofagus mengalir ke kelenjar getah bening
servikal profunda, dan kemudian menjadi duktus toraksikus. Limfatik dari
sepertiga tengah esofagus mengalir ke nodus mediastinum superior dan posterior.
Limfatik sepertiga distal esofagus mengikuti arteri gaster kiri ke kelenjar getah
bening gaster dan celiac. 5
Ada interkoneksi yang cukup besar antara ketiga wilayah drainase terutama
karena asal embryologic ganda jalur limfatik dari branchiogenic dan mesenkim
tubuh. Aliran getah bening dua arah di daerah ini bertanggung jawab untuk
penyebaran keganasan dari esofagus bawah ke kerongkongan bagian atas. 5
8
IV. FISIOLOGI MENELAN
Proses menelan di mulut, faring, laring dan esophagus secara keseluruhan
akan terlibat secara berkesinambungan. Dalam proses menelan akan terjadi hal-
hal seperti berikut: 1
(1) Pembentukan bolus makanan dengan ukuran dan konsistensi yang baik,
(2) Upaya sfingter mencegah terhamburnya bolus ini dalam fase-fase menelan,
(3) Memepercepat masuknya bolus makanan ke dalam faring pada saat respirasi.
(4) Mencegah masuknya makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan laring,
(5) Kerjasama yang baik dari otot-otot di rongga mulut untuk mendorong bolus
makanan kea rah lambung,
(6) Usaha untuk membersihkan kembali esophagus. 1
Proses menelan dapat dibagi dalam 3 fase: fase oral, fase laryngeal dan fase
esophageal. 1
1. FASE ORAL
Fase oral terjadi secara sadar. Makanan yang telah dikunyah dan
bercampur dengan liur akan membentuk bolus makanan. Bolus ini bergerak
dari rongga mulut melalui dorsum lidah, terletak di tengah lidah akibat
kontraksi otot intrinsik lidah. 7
Kontraksi m.levator veli palatine mengakibatkan rongga pada lekukan
dorsum lidah diperluas, palatum molle terangkat dan bagian atas dinding
posterior faring (Passavant’s ridge) akan terangkat pula. Bolus terdorong ke
posterior karena lidah terangkat ke atas. Bersamaan dengan ini terjadi
penutupan nasofaring sebagai akibat kontraksi m.levator veli palatine.
Selanjutnya terjadi kontraksi m.palatoglosus yang menyebabkan ismus
fausium tertutup, diikuti oleh kontraksi m.palatofaring, sehingga bolus
makanan tidak akan berbalik ke rongga mulut.7
2. FASE FARINGAL
Fase faringal terjadi secara reflex pada akhir fase oral, yaitu
perpindahan bolus makanan dari faring ke esophagus. Faring dan laring
9
bergerak ke atas oleh kontraksi m.stilofaring, m.salfingofaring, m.tirohioid
dan m.palatofaring. 1
Auditus laring tertutup oleh epiglotis, sedang kan ketiga sfingter
laring, yaitu plika ariepiglotika, plika ventikularis dan plika vokalis tertutup
karena kontraksi m.ariepiglotika dan m.aritenoid obliges. Bersamaan dengan
ini terjadi juga penghentian aliran udara ke laring karena reflex yang
menghambat pernapasan, sehingga bolus makanan tidak akan masuk ke dalam
saluran napas. Selanjutnya bolus makanan akan meluncur ke arah esophagus,
karena valekula dan sinus piriformis sudah dalam keadaan lurus. 1
3. FASE ESOFAGAL
Fase esofagal ialah fase perpindahan bolus makanan dari esophagus ke
lambung. Dalam keadaan istirahat introitus esophagus selalu tertutup. Dengan
adanya ransangan bolus makanan pada akhir fase faringal, maka terjadi
relaksasi m.krikofaring, sehingga introitus esophagus terbuka dan bolus
makanan masuk ke dalam esophagus. 1
Setelah bolus makanan lewat, maka sfingter akan berkontraksi lebih
kuat, melebihi tonus introitus esophagus pada waktu istirahat, sehingga
makanan tidak akan kembali ke faring. Dengan demikian refluks dapat
dihindari. Gerak bolus makanan di esophagus bagian atas masih dipengaruhi
oleh kontraksi m.konstriktor faring inferior pada akhir fase faringal.
Selanjutnya bolus makanan akan didorong ke distal oleh gerakan peristaltic
esophagus. 1
Dalam keadaan istirahat sfingter esophagus bagian bawah selalu
tertutup dengan tekanan rata-rata 8 milimeter Hg lebih dari tekanan di dalam
lambung, sehingga tidak akan terjadi regurgitasi isi lambung. Pada akhir fase
esofagal sfingter ini akan terbuka secara reflex ketika dimulainya peristaltic
esofagal servikal untuk mendorong balus makanan ke distal. Selanjutnya
setelah bolus makanan lewat, maka sfingter ini akan menutup kembali. 1
V. ETIOLOGI
10
Keluhan disfagia motorik disebabkan oleh kelainan neuromuscular
yang berperan dalam proses menelan. Lesi dipusat menelan di batang otak,
kelainan saraf otak n.V, n.VII, n.IX, serta gangguan peristaltic esophagus
dapat menyebabkan disfagia. 1
Kelaianan otot polos esophagus yang dipersarafi oleh komponen
parasimpatik n.vagus dan neuron kolinergik pasca ganglion (post ganglionic
noncholinergic) di dalam ganglion mieterik akan menyebabkan gangguan
kontraksi dinding esophagus dan relaksasi sfingter esophagus bagian bawah,
sehingga dapat timbul keluhan disfagia. Penyebab utama dari disfagia motorik
adalah akalasia, spasme difus esophagus, kelumpuhan otot faring dan
scleroderma esophagus. 1
VI. PATOFISIOLOGI
Proses menelan merupakan proses yang kompleks. Setiap unsur yang
berperan dalam proses menelan harus bekerja secara terintegrasi dan
berkesinambungan. Keberhasilan mekanisme menelan ini tergantung dari
beberapa faktor, yaitu: 1
a) Ukuran bolus makanan,
b) Diameter lumen esophagus yang dilalui bolus,
c) Kontraksi peristaltik esophagus,
d) Fungsi sfingter esophagus bagian atas dan bagian bawah,
e) Kerja otot-otot rongga mulut dan lidah 1
DISFAGIA OROFARING
Integrasi fungsional yang sempurna akan terjadi bila sistem neuro-
muskular mulai dari susunan saraf pusat, batang otak, persarafan sensorik
dinding faring dan uvula, persarafan ekstrinsik esophagus serta persarafan
intrinsic otot-otot esophagus bekerja dengan baik, sehingga aktivitas motorik
berjalan lancar. Kerusakan pada pusat menelan dapat menyebabkan kegagalan
aktivitas komponen orofaring, otot lurik esophagus dan sfingter esophagus
bagian atas. Oleh karena otot lurik esophagus dan sfingter esophagus bagian
11
atas juga mendapat persarafan dari inti motor n.vagus, maka aktivitas
peristatltik esophagus masih tampak pada kelainan di otak. Relaksasi sfingter
esophagus bagian bawah terjadi akibat peregangan langsung dinding
esophagus. 1
Gangguan menelan dapat terjadi pada ketidaknormalan setiap organ
yang berperan dalam proses menelan. Dilihat dari fisiologi proses menelan,
disfagia dapat terjadi pada fase oral, fase faringeal dan fase esofagal. Disfagia
dapat menjadi ancaman serius bagi kesehatan dan dapat meningkatkan resiko
terjadi aspirasi pneumonia, malnutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan dan
sumbatan jalan napas. Salah satu resiko yang paling serius adalah aspirasi
pneumonia terutama dapat terjadi pada setiap kelainan yang mengenai organ
yang berperan pada fase oral dan fase faringal dan gangguan pertahanan paru.
Higine mulut yang buruk juga berperan dalam terjadinya aspirasi pneumonia
karena sekresi mulut yang mengandung bakteri anaerob yang ikut teraspirasi
bersama dengan makanan. Hal ini sering terjadi pada pasien dengan usia lanjut
karena fungsi menelan yang menurun, penyakit pada sistem saraf pusat seperti
stroke, trauma kepala, serebral palsi, penyakit Parkinson, multiple sklerosis
dan penyakit neuromuscular seperti poliomyelitis, dermatomiositis, Mystenia
mole, sensibilitas orofaring dengan sentuhan spatel lidah, kaca laring adanya
refleks muntah, refleks menelan dan suara.
Pemeriksaan penunjang, foto polos esophagus dan memakai zat kontras, dapat
membantu menegakkan diagnosis kelainan esophagus. Tomogram dan CT scan
dapat mengevaluasi bentuk esophagus dan jaringan disekitarnya. MRI (Magnetic
Resonance Imaging) dapat membantu melihat kelainan di otak yang menyebabkan
disfagia motorik.
Untuk diagnosis selain anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang untuk diagnosis kelainan disfagia fase oral dan fase faring
antara lain: Videofluoroscopic Swallow Study (=Modified Barium
Swallow(MBS)), Fiberoptic Endoscopic Examination of Swallowing (FEES)),
Fiberoptic Endoscopic Examination of Swallowing with sensory Testing
(FEESST), Scintigraphy. 1,3
Derajat disfagia dapat dinilai dengan skala dari American Speech-Language-
Hearing Association (ASHA).
Penatalaksanaan disfagia orofaringeal bertujuan untuk menghilangkan aspirasi
atau memperbaiki proses menelan yang tidak efisien (residu yang menetap di
mulut atau faring setelah proses menelan).
Prinsip terapi adalah pembarian diet secara aman untuk menghindari
resiko aspirasi dan memenuhi kebutuhan nutrisi untuk memeperbaiki kesehatan
pasien.7
Terapi non-operatif merupakan pilihan utama karena tidak invasif dan diharapkan
disfagia akan membaik sejalan dengan perbaikan penyakit dasar stoke.
REFERENSI
27
1. Soepardi E A, Arsyad Efiaty. Disfagia. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. 2011. Jakarta: FK UI. Hal: 276-283
2. Dysphagia. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/324096-overview#showall. Citiced : 05 Mei 2014,
3. Iman Santosa Yanuar. Gambaran Fiberoptic Endoscopic Examination of Swalllowing (FEES) Pada penderita dengan Disfagia Orofaringal. Dept THT Universitas Dipenogoro- Semarang. 2010.
4. Pollack Allan, dkk. Globus hystericus. Diagnosis challenges. Australian Family Physician RACGP Volume 42 No 10, October 2013. Pages 683
5. Throat anatomy. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/1899345-overview#showall. Citiced : 05 Mei 2014,
6. Pasha R, Robertt. General Otolaygology. Head and Neck Surgery Clinic Reference Guide. America. 2010. 142-165
7. Digestive Disorders Health Center: Human Anatomy. Diunduh dari http://www.webmd.com/digestive-disorders/picture-of-the esophagus. Citiced : 05 Mei 2014,
8. Esophagus - anatomy and development. Diunduh dari http://www.nature.com/gimo/ contents/pt1/full/gimo6.html Citiced : 05 Mei 2014,
9. Adeyemi Lawal MD, Reza Shaker MD. Esophageal Dysphagia. Physical Medicine and Rehabilitation Clinics of North America. 2008. Elsevier 19 (2008) 729-745.
10. Adams George L, Boies Lawarence, Higler Peter A. Boies : Buku Ajar Penyakit THT. Editor: Efendi H, Santoso K. Edisi 6. Jakarta: EGC, 1997. Hal 14, 18, 378, 410.
11. Treating Dysphagia. 2012. Diunduh dari http: http://www.nhs.uk/conditions/dysphagia/pages/ treatment.aspx . citiced: 05 Mei 2014.
12. Persarafan esofagus. Diunduh dari http://www.nature.com/gimo/contents/ pt1/full/gimo6.html. Pada tanggal 05 Mei 2014.
13. Anatomi Pharyng. diunduh dari www.ulba-to.br/morfologi/2011/08/31-sistema-digestoria. citiced : 05 Mei 2014
14. Aliran Limfatik Esofagus. Diunduh dari: http://wiki.lib.ncu.edu/ind. citiced: 05 Mei 2014