Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Disentri basiler merupakan penyakit infeksi dengan insidensi yang tinggi di negara berkembang seperti Indonesia. Disentri basiler atau shigellosis merupakan infeksi usus akut yang disebabkan oleh bakteri genus Shigella (Karsinah, dalam Wijayanti, 2009; WHO, 2005). Disentri basiler ditandai dengan diare akut, biasanya disertai dengan panas dan nyeri perut, terkadang mual dan muntah. Diare yang terjadi disertai dengan darah, lendir atau nanah dalam tinja (Chin, 2011). Disentri basiler merupakan penyakit endemik di seluruh dunia, dimana terdapat 120 juta kasus, mayoritas terjadi di negara berkembang dan melibatkan anak-anak kurang dari lima tahun. Sekitar 1,1 juta orang diperkirakan meninggal akibat infeksi S. dysentriae setiap tahun, di mana 60% terjadi pada anak di bawah usia lima tahun. Di Jakarta Utara, Indonesia, anak-anak usia 1-2 tahun memiliki insidensi tertinggi shigellosis (32/1000/tahun) dengan 34% - 95% isolat resisten ampicilin, cotrimoxazole, chloramphenicol dan tetracycline (WHO, 2009). Penatalaksanaan disentri basiler secara tepat dan rasional diperlukan untuk mencegah terjadinya komplikasi ekstra maupun intraintestinal seperti 1
14

disentri basiler

Dec 01, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: disentri basiler

BAB I PENDAHULUAN

Disentri basiler merupakan penyakit infeksi dengan insidensi yang tinggi

di negara berkembang seperti Indonesia. Disentri basiler atau shigellosis

merupakan infeksi usus akut yang disebabkan oleh bakteri genus Shigella

(Karsinah, dalam Wijayanti, 2009; WHO, 2005). Disentri basiler ditandai dengan

diare akut, biasanya disertai dengan panas dan nyeri perut, terkadang mual dan

muntah. Diare yang terjadi disertai dengan darah, lendir atau nanah dalam tinja

(Chin, 2011).

Disentri basiler merupakan penyakit endemik di seluruh dunia, dimana ter-

dapat 120 juta kasus, mayoritas terjadi di negara berkembang dan melibatkan

anak-anak kurang dari lima tahun. Sekitar 1,1 juta orang diperkirakan meninggal

akibat infeksi S. dysentriae setiap tahun, di mana 60% terjadi pada anak di bawah

usia lima tahun. Di Jakarta Utara, Indonesia, anak-anak usia 1-2 tahun memiliki

insidensi tertinggi shigellosis (32/1000/tahun) dengan 34% - 95% isolat resisten

ampicilin, cotrimoxazole, chloramphenicol dan tetracycline (WHO, 2009).

Penatalaksanaan disentri basiler secara tepat dan rasional diperlukan untuk

mencegah terjadinya komplikasi ekstra maupun intraintestinal seperti bakteremia,

dehidrasi maupun HUS (Hemolytic Uremic Syndrome).

1

Page 2: disentri basiler

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Disentri berasal dari bahasa Yunani yaitu dys (gangguan) dan enteron

(usus). Disentri merupakan peradangan pada usus besar yang ditandai dengan

sakit perut dan buang air besar yang encer secara terus menerus (diare) yang

bercampur lendir dan darah. Berdasarkan penyebabnya disentri dapat disebabkan

oleh bakteri Shigella sp (disentri basiler) atau parasit Entamoeba hystolitica

(disentri amoeba).

Disentri basiler adalah suatu infeksi akut pada kolon yang disebabkan oleh

kuman genus Shigella. Terdapat 4 spesies Shigella yang dapat menyebabkan

disentri basiler yaitu S. dysentriae, S. flexneri, S. bondii, dan S. sonnei.

Secara klinis, disentri basiler ditandai dengan diare yang disertai lendir dan

atau darah, kram perut, dan tenesmus (nyeri sfingter ani externus sebelum atau

setelah buang air besar).

2. Epidemiologi

Disentri basiler merupakan penyakit endemik di seluruh dunia. Pada ne-

gara maju diperkirakan insiden diare akut sekitar 0,5 – 2 episode/ orang/ tahun. Di

Amerika Serikat dengan penduduk ± 200 juta orang diperkirakan terjadi 99 juta

episode diare akut pada dewasa terjadi setiap tahunnya (Manatsahtit, 2002). Pada

negara berkembang, sekitar 1,1 juta orang diperkirakan meninggal akibat infeksi

S. dysentriae setiap tahun, di mana 60% terjadi pada anak di bawah usia lima

tahun. Dengan tidak adanya vaksin yang efektif, frekuensi strain Shigella yang re-

sisten terhadap antimikroba semakin meningkat.

Selama survei terhadap 600.000 orang dari segala usia yang tinggal di

Bangladesh, Cina, Pakistan, Indonesia, Vietnam dan Thailand, 5% Shigella yang

diisolasi resisten terhadap amoxicillin dan cotrimoxazole. Di Jakarta Utara, In-

donesia, anak-anak usia 1-2 tahun memiliki insidensi tertinggi shigellosis

2

Page 3: disentri basiler

(32/1000/tahun) dengan 34% - 95% isolat resisten ampicilin, cotrimoxazole, chlo-

ramphenicol dan tetracycline (WHO, 2009). Penyebab utama disentri di Indonesia

adalah Shigella, Salmonella, Campylobacter jejuni, Eschericia coli, dan Enta-

moeba hystolitica.

3. Etiologi

Disentri basiler disebabkan oleh kuman genus Shigella. shigella adalah

basil nonmotil, gram negatif, dari family enterobacteriaceae. Terdapat 4 spesies

shigella sp yaitu S. dysentriae, S. flexneri, S. bondii, dan S. sonnei. Shigella

mempunyai kemampuan menginvasi sel epitel intestinal dan menyebabkan infeksi

dalam jumlah 102-103 organisme.

Gambar 2.1 Shigella sp

Shigella sp bersifat fakultatif anaerob tetapi pertumbuhannya maksimal

pada suasana aerob. Shigella sp menghasilkan dua macam enterotoksin, yaitu

endotoksin (lipopolisakarida) dan eksotoksin. Pada autolisis, semua spesies

Shigella sp akan menghasilkan endotoksin yang menimbulkan iritasi pada usus

sedangkan eksotoksin hanya dihasilkan oleh Shigella dysentriae yang bersifat

sangat antigenik dan merangsang pembentukan antitoksin. Tabel 2.1 menyajikan

perbandingan antara endotoksin dan eksotoksin yang dihasilkan oleh Shigella.

3

Page 4: disentri basiler

Tabel 2.1 Ciri khas eksotoksin dan endotoksin yang dihasilkan shigella

Eksotoksin Endotoksin

Diekskresi oleh sel hidup Bagian integral dinding sel bakteri

gram negative

Dihasilkan bakteri gram positif maupun

negative

Hanya bitemukan pada bakteri gram

negative

Merupakan polipeptida Kompleks LPS

Relatif tidak stabil; toksisitas hilang

pada pemanasan 60°C

Stabil; tahan pada pemanasan 60°C

Sangat toksik Toksik sedang

Berikatan dengan reseptor spesifik sel

host

Reseptor spesifik tidak ditemukan

Tidak menimbulkan demam pada

pejamu

Menimbulkan demam pada pejamu

Sumber : (Jawetz, 2008)

4. Patofisiologi

Shigella sp masuk ke tubuh host secara fekal-oral. Karena mampu bertahan

pada pH rendah, maka shigella sp dengan mudah dapat melewati barrier asam

lambung. Shigella sp dikatakan infektif jika terdapat ≥103 organisme dalam

saluran cerna. Pada awalnya, Shigella sp menginvasi sel M pada usus besar,

kemudian menuju makrofag dan menginduksi apoptosis. Makrofag yang apoptosis

akan menghasilkan sitokin, kemokin, dan IL-1. Setelah menginduksi apoptosis sel

M, shigella sp bergerak menuju kutub basolateral sel epitel dan masuk ke dalam

epitel tersebut. Dalam sel epitel usus besar, shigella sp akan menyebabkan

terbentuknya IL-8.

4

Page 5: disentri basiler

Dalam epitel yang terinfeksi, shigella sp. bergerak menuju salah satu

dinding sel dan mempengaruhi polimerisasi dinding aktin. Polimerisasi aktin ini

akan menyebabkan protrusi dinding sel epitel yang berisi bakteri shigella sp dan

membuat shigella sp dapat berpindah dari sel epitel yang terinfeksi ke sel epitel

sehat di sebelahnya (Parsot, 2005).

Gambar 2.2 Patogenesis shigella sp

Invasi shigella sp ini menyebabkan mikroabses pada dinding usus besar

dan pada ileum terminal. Terdapat pula ulserasi superfisial, perdarahan, dan

pembentukan pseudomembran. Pseudomembran terdiri dari fibrin, leukosit,

selaput lendir nekrotik, dan kuman (Fajariah, 2009).

5. Manifestasi Klinis

Masa tunas disentri basilar berlangsung dari beberapa jam hingga 3 hari.

Secara mendadak timbul nyeri perut, demam dan diare cair.

Nyeri perut dapat bersifat kolik dan mejan. Nyeri perut terutama pada

bagian kiri, terasa melilit diikuti pengeluaran tinja. Pada daerah anus terasa nyeri

dan dapat terjadi luka.

Suhu badan meningkat namun tidak khas, biasanya lebih tinggi dari 39°C

tetapi bisa pula subnormal.

Frekuensi defekasi sering dengan jumlah yang sedikit-sedikit. S.

dysenteriae dapat menyebabkan 3 bentuk diare :

a. Disentri klasik dengan konsistensi tinja lembek disertai darah, mukus,

5

Page 6: disentri basiler

dan pus (red currant jelly).

b. Watery diarrhea

c. Kombinasi antara disentri klasik dengan watery diarrhea

Pada kasus yang berat didapatkan watery diarrhea atau dapat pula tinja yang

berlendir dan berdarah, suhu badan yang subnormal dan disertai muntah-muntah

sehingga cepat terjadi dehidrasi. Nyeri otot dan kejang dapat terjadi.

Renjatan septik, gangguan sirkulasi perifer, anuria, dan koma uremik dapat

terjadi dan mengakibatkan kematian.

6. Pemeriksaan Penunjang

Pada pasien yang dicurigai disentri basilar dapat dilakukan pemeriksaan

seperti

a. Rectal swab

Pada hapusan rectum dapat ditemukan leukosit PMN dan eritrosit dalam

jumlah yang banyak.

b. PCR (polymerase chain reaction)

c. Pemeriksaan enzim immunoassay

Mendeteksi toksin pada tinja pada sebagian besar penderita yang

terinfeksi S. dysenteriae.

d. Sigmoidoskopi/ kolonoskopi

Pada gambaran endoskopi ditemukan mukosa hemoragik yang terlepas

dan terjadi ulserasi. Kadang-kadang tertutup oleh eksudat. Sebagian besar

lesi terdapat di distal kolon dan secara progresif berkurang di segmen

proksimal usus besar.

e. Aglutinasi

Pada S. dysenteriae aglutinasi dinyatakan positif pada pengenceran 1/50,

dan pada S. flexneri aglutinasi antibodi sangat kompleks sehingga jarang

dipakai.

7. Penatalaksanaan

6

Page 7: disentri basiler

Prinsip pengobatan adalah istirahat, mencegah atau memperbaiki dehidrasi

dan pada kasus berat ditambahkan antibiotika.

a. Cairan dan elektrolit

Jika derajat dehidrasi ringan atau sedang dapat diberikan cairan per oral.

Jika frekuensi BAB tinggi dan penderita nampak dehidrasi berat maka

diberikan cairan per infuse.

b. Diet

Diberikan makanan lunak hingga frekuensi berak kurang dari 5x/ hari,

kemudian diberikan makanan ringan biasa bila ada kemajuan.

c. Pengobatan spesifik

Menurut pedoman WHO, jika sudah terdiagnosis disentri basilar maka

pasien diobati dengan antibiotika. Jika 2 hari setelah pengobatan,

penderita mengalami perbaikan maka pengobatan dilanjutkan 5 hari ke

depan. Bila tidak ada perbaikan maka antibiotika diganti jenis yang lain.

Pilihan antibiotika yang dapat digunakan antara lain :

Cotrimoxsazole 2 x 2 tablet selama 5 hari

Ciprofloxsasin 2 x 500-750 mg

Ampisilin 4 x 500 mg

Asam nalidiksat

Dapat pula ditambahkan obat-obatan simptomatik seperti antipiretik

maupun antispasmodic.

8. Komplikasi

Komplikasi ekstra-intestinal yang dapat terjadi antara lain bakteremia pada

pasien immunokompromis (HIV/AIDS), arthritis pada sendi besar, dan neuritis

perifer.

Hemolytic uremic syndrome (HUS) dapat pula terjadi pada pasien akibat

infeksi S. dysenteriae tipe 1 dengan gejala :

a. Oliguria, anuria yang progresif, gagal ginjal.

b. Penurunan hematokrit, anemia progresif.

7

Page 8: disentri basiler

c. Reaksi leukomoid, trombositopenia

d. Hiponatremia, hipoglikemia

e. Gejala susunan saraf, ensefalopati, dan perubahan kesadaran

9. Pencegahan

Belum ada vaksin yang spesifik bagi disentri basilar. Pencegahan yang

dapat dilakukan antara lain :

Menjaga hygiene dan sanitasi lingkungan

Mencuci tangan sebelum makan

Menjaga persediaan air minum agar tak terkontaminasi

Pemakaian jamban yang baik

DAFTAR PUSTAKA

8

Page 9: disentri basiler

Alvin, Fox. 2011. Enterobacteriaceae, Vibrio, Campylobacter and Helicobacter [serial on line]. http://pathmicro.med.sc.edu/fox/enterobact.htm [31 Agustus 2012].

Betsy, Tom dan Keogh, Jim. 2005. Microbiology Demystified. New York: McGraw-Hill.

Collet, Jean Francois. 2011. Outer Membrane Biogenesis [serial on line]. http://www.deduveinstitute.be/outer_membrane_biogenesis.php [28 Agustus 2012].

Jawetz, Melnick, dan Adelberg’s. 2005. Mikrobiologi Kedokteran, edisi 23. Alih

Bahasa : Huriwati Hartanto dkk. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Luo, M., Lin, H., Fischbach, M. A., Liu, D., Walsh, C. T., Groves, J. T. 2006. Enzymatic Tailoring of Enterobactin Alters Membrane Partitioning and Iron Acquisition. ACS Chemical Biology, 1(1): 29-32.

Mandal, Wilkins, Dunbar, dan Mayon-White. 2008. Lecture Notes Penyakit Infeksi Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.

Nester, Anderson, Roberts, Nester, dan Martha. 2007. Microbiology : A Human Perspective Fifth Edition. New York: McGraw-Hill.

Pratiwi, Sylvia T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga.

Sudhakar, Padhmanand dan Subramani, Prasanth. 2005. Review: Mechanisms of Bacterial Pathogenesis and Targets for Vaccine Design. Journal of Young Investigators, 13(5).

Sya’roni, Akmal. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 3 hlm 2857-2860. Jakarta : Interna Publishing.

Tjokoprawiro, Setiawan, Pranoto, Nasrudin, Santosa, dan Soegiarto. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya : FK Unair

Todar, Kenneth. 2002. Mechanisms of Bacterial Pathogenicity: Endotoxins. Wisconsin: Kenneth Todar University of Wisconsin-Madison Department of

9

Page 10: disentri basiler

Bacteriology.

Todar, Kenneth. 2012. Colonization and Invasion by Bacterial Pathogens (page 1) [serial on line]. http://textbookofbacteriology.net/colonization.html [31 Agustus 2012].

Tseng, T., Tyler, B. M., Setubal J. C. 2009. Protein Secretion Systems in Bacterial-Host Associations, and Their Description in The Gene Ontology. BMC Microbiology, 9(Suppl 1):S2.

10