BAB I PENDAHULUAN Definisi sindrom koroner akut tegantung pada ciri khusus pada masing-masing elemen dari trias berupa presentasi klinis (termasuk riwayat penyakit arteri koroner), perubahan elektrokardiografi dan marker biokimia jantung. Suatu sindrom koroner akut dapat terjadi tanpa adanya perubahan elektrokardiografi atau peningkatan marker biokimia, saat diagnosis didasari adanya riwayat penyakit arteri koroner sebelumnya atau pemeriksaan konfirmasi berikutnya. 1 Di Amerika Serikat setiap tahun sebanyak 1 juta pasien dirawat di rumah sakit karena angina pektoris tak stabil dan sekitar 6-8 persen kemudian mendapat serangan infark jantung yang tidak fatal atau meninggal dalam satu tahun setelah diagnosis ditegakkan. 2 Penatalaksanaan dini pada pasien dengan sindrom koroner akut ditentukan oleh adanya perubahan khas pada elektrokardiografi, berupa ada atau tidak adanya segmen ST elevasi. Kombinasi terhadap presentasi klinis, suatu elevasi segmen ST sindrom koroner akut didefinisikan sebagai adanya peningkatan > 1 mm ST segmen pada sekurangnya pada dua sadapan ekstremitas yang berdekatan, 1
pengaruh terhadap terapi antikoagulan yang dapat dipergunakan sebagai pengganti penghambat trombin non oral
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Definisi sindrom koroner akut tegantung pada ciri khusus pada masing-
masing elemen dari trias berupa presentasi klinis (termasuk riwayat penyakit arteri
koroner), perubahan elektrokardiografi dan marker biokimia jantung. Suatu sindrom
koroner akut dapat terjadi tanpa adanya perubahan elektrokardiografi atau
peningkatan marker biokimia, saat diagnosis didasari adanya riwayat penyakit arteri
koroner sebelumnya atau pemeriksaan konfirmasi berikutnya.1
Di Amerika Serikat setiap tahun sebanyak 1 juta pasien dirawat di rumah sakit
karena angina pektoris tak stabil dan sekitar 6-8 persen kemudian mendapat serangan
infark jantung yang tidak fatal atau meninggal dalam satu tahun setelah diagnosis
ditegakkan.2
Penatalaksanaan dini pada pasien dengan sindrom koroner akut ditentukan
oleh adanya perubahan khas pada elektrokardiografi, berupa ada atau tidak adanya
segmen ST elevasi. Kombinasi terhadap presentasi klinis, suatu elevasi segmen ST
sindrom koroner akut didefinisikan sebagai adanya peningkatan > 1 mm ST segmen
pada sekurangnya pada dua sadapan ekstremitas yang berdekatan, > 2 mm elevasi ST
pada sekurangnya dua sadapan prekordial yang bersebelahan, atau adanya suatu
bundle branch block yang baru. Dalam hal tidak adanya peningkatan segmen ST
(non-ST segmen elevation acute coronary syndrome), penatalaksanaan pasien akan
diawali dengan penanganan tanpa terapi reperfusi emergensi. 1
Salah satu terapi yang diberikan pada penderita sindrom koroner akut adalah
antikoagulan. Antikoagulan standar yang dipakai berupa unfractionated heparin
(UFH). Efek samping dan risiko perdarahan yang besar dapat terjadi pada pemberian
unfractionated heparin, maka low molecular weight heparin (LWMH) telah menjadi
alternatif yang lebih disukai pada kondisi ini. Namun efektifias pemberian jangka
panjang untuk pencegahan komplikasi lanjut berupa kejadian reinfark miokard,
1
iskemia rekuren, ternyata tidak terlalu berbeda bila diberikan lebih dari delapan
hari.1,2
Direct thrombin inhibitor merupakan antikoagulan dengan target spesifik
pada trombin. Direct thrombin inhibitor memiliki efek antikoagulan yang dapat
diprediksi dengan variabilitas individu yang kecil, tidak berinteraksi langsung
terhadap trombosit atau protein plasma dan tidak memerlukan antitrombin sebagai
kofaktor. 3
Tinjauan pustaka ini diangkat untuk memberikan gambaran dan pilihan terapi
antikoagulan pada penderita sindrom koroner akut, sehingga terapi yang diberikan
efektif dan dengan risiko yang mungkin timbul dapat diminimalisasi.
2
BAB II
SINDROM KORONER AKUT
2.1 Definisi
Istilah sindrom koroner akut merujuk pada adanya suatu keadaan iskemik akut
otot jantung. Sindrom koroner akut meliputi angina pektoris tidak stabil, non-elevasi
segmen ST infark miokard (tidak ada elevasi segmen ST), dan elevasi segmen ST
infark miokard (ada elevasi segmen ST yang menetap).
Angina pektoris tidak stabil merupakan suatu sindrom klinis antara angina
pektoris stabil dengan infark miokard akut. Ada tiga bentuk utama yang
digambarkan; angina pektoris saat istirahat, angina pektoris yang baru terjadi (new
onset), dan angina pektoris yang semakin meningkat.4,5
2.2 Tampilan Klinis pada Sindrom Koroner Akut
Angina pektoris stabil ditandai oleh adanya gejala iskemik berupa perasaan
tidak nyaman di dada oleh karena penyempitan arteri koroner, hal tersebut akan
menyebabkan berkurangnya hantaran oksigen untuk keperluan metabolisme otot
jantung. Angina pektoris juga berhubungan dengan gejala lainnya, seperti berkeringat
dingin, sakit kepala, mual, perasaan sempit, dan lelah. Angina pektoris tidak stabil
secara klinis ditandai oleh perubahan bentuk angina pektoris stabil dengan gejala
yang lebih sering atau lebih berat, gejala tidak hilang selama 20 menit atau lebih, atau
berkembang menjadi angina pektoris saat istirahat. Istilah sindrom koroner akut
mendeskripsikan spektrum kejadian angina tidak stabil hingga menjadi infark
miokard.6
3
2.3 Patogenesis
Proses utama suatu inisiasi sindrom koroner akut adalah adanya gangguan
terhadap plak aterom. Terjadi celah atau ruptur pada plak tersebut akan mengarah
pada pembentukan trombin dan deposisi fibrin lokal. Terjadi peningkatan agregasi
dan adhesi trombosit serta terbentuknya trombus intrakoroner. Angina tidak stabil dan
non-Elevasi segmen ST infark miokard berhubungan dengan oklusi partial trombus
berwarna putih dan kaya trombosit. Mikrotrombus dapat lepas dan menyebarkan
emboli, menyebabkan iskemik dan infark. Sebaliknya, Elevasi segmen ST (atau
gelombang Q) infark miokard berupa trombus putih, kaya fibrin, oklusif yang lebih
stabil. 4,7
Gambar 1. Skema yang menggambarkan pembentukan plak aterosklerosis, diawali
deposit lapisan lemak hingga terjadinya trombosis8.
4
Gambar 2. Spektrum sindrom koroner akut berdasarkan gambaran elektrokardiografi
dan marker biokimia nekrosis miokard (troponin T, troponin I, dan
creatine kinase myocard band), pada pasien dengan nyeri dada kardiak
akut.4
2.4 Penatalaksanaan
Agregasi trombosit dan pembentukan trombus merupakan peranan kunci
sehingga menghilangkan kemampuan vitamin K dan vitamin K hydroquinone dalam
12
jaringan, yang menghambat aktifitas karboksilasi glutamil karboksilase. Bila ini
terjadi, faktor pembekuan tidak dapat lagi meng-karboksilasi residu asam glutamat,
dan tidak dapat terikat pada permukaan endotel pembuluh darah, sehingga menjadi
tidak aktif. Faktor pembekuan yang aktif, yang telah diproduksi sebelumnya akan
mengalami degradasi (dalam beberapa hari) dan digantikan oleh faktor pembekuan
yang tidak aktif, sehingga efek antikoagulan menjadi nyata.13
Protein C dan protein S juga bergantung pada aktifitas vitamin K, sehingga
warfarin juga menyebabkan penurunan kadar protein C dan protein S. penurunan
kadar protein S akan menyebabkan penurunan aktifitas protein C (yang berfungsi
sebagai kofaktor) sehingga mengurangi degradasi faktor Va dan faktor VIIIa. Efek
antitrombosis tidak akan tampak hingga terjadi pengurangan yang signifikan atas
faktor II yang terjadi beberapa hari kemudian. Sehingga, untuk mendapatkan efek
antikoagulan yang cepat, perlu ditambahkan heparin.14
3.2 Heparin
Heparin, yang juga di kenal sebagai unfractionated heparin (UFH),
merupakan glikosaminoglikan sulfat tinggi, yang digunakan sebagai antikoagulan
injeksi. Meskipun digunakan sebagai antikoagulan utama dalam pengobatan, peranan
fisiologis di dalam tubuh masih belum jelas, karena antikoagulan darah yang diterima
kebanyakan berupa derivat proteoglikan heparin sulfat dari sel endotel.15 Heparin
biasanya disimpan dalam granula sekretori sel mast dan hanya dilepaskan ke
pembuluh darah yang mengalami cedera. Telah diusulkan bahwa heparin memiliki
kegunaan utama selain sebagai antikoagulan, yaitu sebagai mekanisme pertahanan
terhadap invasi bakteri atau material asing.
3.2.1 Mekanisme Kerja
Heparin dan derivat low molecular weight heparin (enoxaparin, dalteparin,
tinzaparin) efektif untuk mencegah deep vein thromboses dan emboli pulmonal pada
pasien yang berisiko,16 namun tidak ada bukti bahwa salah satu terapi lebih efektif
13
dari pada yang lain dalam mencegah mortalitas. Heparin terikat pada enzim inhibitor
antitrombin III yang menyebabkan antitrombin III menjadi aktif. Aktifasi antitrombin
III kemudian menginaktifasi trombin dan protesase lain yang terlibat dalam
pembekuan darah, terutama faktor Xa. Kecepatan inaktifasi protease oleh antitrombin
III dapat meningkat hingga 1000 kali karena ikatan heparin.17
Perubahan antitrombin III karena ikatan dengan heparin akan menginhibisi
faktor Xa. Untuk menghambat trombin, maka trombin juga harus mengikat polimer
heparin pada situs proximal pentasakarida. Terbentuknya komplek antara antitrombin
III, trombin dan heparin menyebabkan inaktifasi trombin. Untuk alasan tersebut,
aktivitas heparin melawan trombin tergantung dengan ukurannya, ternary complex
memerlukan sedikitnya 18 unit sakarida untuk formasi yang efesien. Sementara
aktifitas anti faktor Xa hanya memerlukan satu ikatan.
Hal tersebut mengarahkan dikembangkannya low molecular weight heparin
(LMWH), serta fondaparinux sebagai antikoagulan. Target terapi LMWH dan
fondaparinux berupa anti faktor Xa dari pada anti-trombin (IIa). Fondaparinux
merupakan pentasakarida sintetik, yang memiliki struktur yang nyaris identik dengan
rangkaian pentasakarida (dapat ditemukan pada polimer heparin dan heparin sulfat)
yang terikat pada antritrombin III.
LMWH dan fondaparinux mengurangi risiko osteoporosis dan heparin
induced thrombocytopenia (HIT). Tidak diperlukan monitoring activated partial
thromboplastin time (aPTT), karena aPTT tidak sensitif terhadap perubahan faktor
Xa. Sementara efek heparin diukur dengan activated thromboplastin time (aPTT).17
3.3 Low Molecular Weight Heparin (LMWH)
Heparin merupakan polisakarida dengan panjang rantai dan berat molekul
yang bervariasi. Berat molekul unfractionated heparin antara 5000 hingga 40.000
dalton. Berbeda dengan LMWH, yang terdiri dari polisakarida rantai pendek dan
berat molekul yang ringan. LMWH didefinisikan sebagai garam heparin dengan berat
14
molekul rata-rata kurang dari 5000 dalton, dan didapatkan dengan cara fraksinasi atau
depolimerisasi heparin.18
3.3.1 Aktifitas anti faktor Xa
Efek LMWH tidak dapat diukur dengan menggunakan tes partial
thromboplastin time (PTT) atau activated clotting time (ACT). Terapi LMWH
dimonitor dengan menggunakan anti-factor Xa assay, mengukur aktifitas antifaktor
Xa. Sementara aktifitas antifaktor Xa relatif tidak berpengaruh pada heparin dengan
molekul yang berat dan karenanya kurang terpengaruh oleh efek potent antagonis
heparin yang dapat dilepaskan oleh trombosit. Metodelogi pemeriksaan anti-faktor
Xa adalah memeriksa sejumlah residu faktor Xa dengan menambahkan substrat
kromogenik yang menyerupai substrat alami faktor Xa, membuat residu faktor Xa
dipecahkan, melepaskan senyawa berwarna yang dapat dideteksi oleh
spektrofotometer. LMWH memiliki rasio anti-faktor Xa terhadap anti-trombin
sebesar lebih dari 1,5.18
LMWH memiliki perbedaan dengan unfrationated heparin berupa:
Berat molekul rata-rata : unfractionated heparin 15 kDa dan LMWH 4,5 kDa
Tidak memerlukan monitor parameter koagulasi aPTT
Risiko perdarahan yang lebih kecil
Risiko osteoporosis yang lebih kecil pada penggunaan jangka panjang
Efek antikoagulan pada unfractionated heparin dapat reversibel dengan
protamin sulfat, namun pada LMWH efek protemin sulfat terbatas.
Efek yang kurang terhadap trombin dibandingkan heparin
3.4 Direct thrombin inhibitor (DTI)
15
Antikoagulan lainnya adalah direct thrombin inhibitor. Termasuk dalam
kelompok ini adalah lepirudin, bivalirudin, argatroban dan dabigatran. Suatu oral
direct thrombin inhibitor, ximelagatran telah ditolak oleh Food and Drug
Administration (FDA) pada september 2004 dan ditarik dari pasaran pada Februari
2006 atas laporan adanya gangguan fungsi hati yang berat. Pada november 2010,
Dabigatran oral telah disetujui oleh FDA untuk terapi pada pasien dengan atrial
fibrilasi.11, 19
3.5 Antikoagulan lainnya
Digunakan dalam instrumen laboratorium, tabung tes, kantung transfusi.
Kebanyakan bekerja dengan mengikat ion kalsium, mencegah pembekuan darah.
Yang tersedia adalah, ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA), sitrat, dan oxalat.
3.6 Indikasi terapi
Antikoagulan digunakan sebagai terapi pada pasien dengan atrial fibrilasi,
emboli pulmonal, deep vein thrombosis (DVT), venous thromboembolism (VTE),
stroke, infark miokard dan hiperkoagubilitas didapat atau genetik.12
BAB IV
16
DIRECT THROMBIN INHIBITOR
Terapi antikoagulan untuk klinis dimulai sejak keberhasilan isolasi
glikosaminoglikan sulfat dari hati anjing, yang disebut dengan heparin, oleh Howell
tahun 1923 dan digunakan untuk pengobatan emboli trombus tahun 1939. Kemudian,
bishidroksikoumarin dinyatakan sebagai antagonis vitamin K, dan diakui memiliki
potensi sebagai terapi oral pada penyakit tromboemboli. Pengakuan tersebut memicu
pengembangan struktur antagonis lainnya untuk kepentingan klinis. Manfaat dari
preparat tersebut kemudian digunakan sebagai profilaksis tindakan bedah dan
nonbedah. Obat-obat tersebut secara umum memiliki efek samping yang bervariasi,
interaksi antar obat yang kompleks dan multipel, dan tidak memadai sebagai
profilaksis. Isu dan masalah tersebut mengarahkan pencarian obat yang lebih efektif,
kurang toksik, dan target yang lebih baik.20
4.1 Struktur
Ada dua kelompok direct thrombin inhibitor : inhibitor divalent dan inhibitor
monovalen. Divalent inhibitor mengikat substrate recognition site (exosite 1) dan
catalytic site trombin. Monovalen inhibitor hanya mengikat catalytic site.
Termasuk dalam kelompok bivalen inhibitor adalah desirudin, lepirudin, dan
bivalirudin (bentuk rekombinan ekstrak hirudin lintah). Kelompok monovalen
inhibitor adalah argratoban, ximelagatran, dan melagatran.3,11
4.1.1 Kelompok 1: Desirudin, Lepirudin, dan Bivalirudin
Desirudin dan lepirudin rekombinan terdiri dari 65 asam amino polipeptida
yang berbeda dari hirudin melalui sulfasi C-terminal tyrosin dan melalui perubahan
isoleusin menjadi leusin. Ukuran 7 kDa. Bagian terminal amino dari bentuk
polipeptida globuler mengikat catalytic site trombin, sementara terminal carboxy dua
belas mengurangi pembentukan dan perluasan interaksi dengan mengikat exosite 1
17
fibrinogen. Ikatan peptida dengan trombin bersifat irreversibel dan menghambat
pemecahan fibrinogen menjadi fibrin. Ikatan pada substat tersebut memerlukan akses
exosite 1, karenanya peptida-peptida tersebut tidak menghambat trombin yang telah
terikat dengan fibrinogen.
Bivalirudin merupakan derivat 20 asam amino hirudin. Amino terminal terdiri
dari rangkaian situs inhibitor aktif, D-Phe-Pro-Arg, yang terhubung dengan rantai
tetra-glisin yang fleksibel dengan dua belas asam amino dari carboxy terminal hirudin
yang terikat pada exosite 1. Ikatan Pro-Arg- peptida dapat dipecah secara lambat oleh
catalytic site trombin, oleh karenanya fungsi bivalirudin dapat menghambat secara
reversibel dan memiliki waktu paruh yang pendek (20 hingga 30 menit). 3,11
4.1.2 Kelompok 2 : Argatroban, Dabigatran, Ximelagatran, dan Melagatran
Merupakan inhibitor monovalen yang memiliki ikatan reversibel dan afinitas
yang tinggi terhadap trombin. Kelompok ini merupakan molekul sintetis kecil yang
merupakan turunan modifikasi N-tosyl-L-arginine methyl ester. Suatu struktur kristal
kompleks antara trombin dan argatroban menunjukkan bahwa ikatan inhibitor pada
kantung hidrofobik dalam catalytic site trombin. Ximelagatran merupakan pro-drug
dan bentuk metabolit aktifnya berupa peptidomietik sintetis kecil yang menyerupai
rangkaian D-Phe-Pro-Arg tripeptide bivalirudin.
Dabigatran etexilate mesilate merupakan prodrug yang menjadi senyawa aktif
setelah dimetabolisme dihati menjadi dabigatran. Dabigaran juga memiliki
reversibilitas dan afinitas yang tinggi terhadap inhibisi trombin. Dabigatran tidak
memerlukan monitoring rutin koagulan, tidak memerlukan titrasi dosis, efek
antikoagulan yang konsisten dan dapat diprediksi, mula kerja yang cepat, tidak
diperlukan pembatasan diet makanan serta tidak memiliki interaksi antar obat. 11,21,22
4.2 Mekanisme Kerja
18
Setelah pembuluh darah mengalami jejas, faktor jaringan terpapar pada
permukaan endotelium yang rusak. Interaksi faktor jaringan dengan plasma faktor VII
mengaktifkan kaskade koagulasi, menghasilkan trombin melalui tahapan aktifasi seri
proenzim. Aktifasi faktor V, VIII, dan XI, akan membentuk trombin lebih banyak
lagi dan menstimulasi trombosit. Trombin merupakan sentral dari proses pembekuan.
Trombin mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Lebih lanjut, aktifasi faktor XIII, akan
membentuk anyaman ikatan fibrin, menstabilkan bekuan. Kaskade koagulasi
diregulasi oleh antikoagulan alamiah, sistem protein C dan protein S, dan
antitrombin, yang akan membantu membatasi pembentukan plak hemostasis pada
tempat jejas.20,22
Gambar 5. Target Intervensi kaskade koagulasi 11,22
4.3 Perbedaan dengan Heparin
Heparin bekerja dengan mengikat dan mengkatalisis aktifitas antitrombin.
Kompleks heparin-antitrombin akhirnya menghambat aktifitas faktor Xa dan IIa
(trombin). Sebagai tambahan, UFH menghambat trombin dengan cara mengikat
antitrombin secara simultan dan menjaga kelangsungan kedua molekul tersebut.
19
D T I
Heparin tidak dapat menghambat trombin yang telah terikat dengan fibrin, dan
trombin yang terikat dengan fibrin degradation products (FDS). Heparin yang terikat
pada sel endotel dan plasma protein akan membatasi avaibilitasnya untuk berikteraksi
dengan antitrombin sehingga mengurangi efek potensial antikoagulan dari heparin.
Sementara rantai LMWH tidak cukup panjang untuk menjembatani trombin ke
antitrombin, sehingga kondisi tersebut menyebabkan faktor Xa lebih banyak
dihambat dari pada inhibisi trombin.22,23
Obat penghambat trombin dapat memblokade aksi trombin dengan ikatan
pada tiga tempat: active site, catalytic site, dan dua exosite. Exosite 1 merupakan
tempat ikatan fibrin, dengan demikian peptida yang sesuai akan terikat pada active
site. Exosite 2 sebagai tempat ikatan heparin. Trombin oleh low molecul weight
heparins (LMWH) diikat secara tidak langsung. LMWH mengkatalisis fungsi
antitrombin. Suatu kompleks heparin-trombin-antitrombin terbentuk bila heparin
beserta antitrombin mengikat secara terus-menerus pada exosite 2 trombin.
Selanjutnya, heparin menjadi jembatan antara trombin dan fibrin dengan mengikat
fibrin dan exosite 2. Karena kedua trombin exosite digunakan oleh kompleks fibrin-
heparin-trombin, aktifitas enzimatik trombin diproteksi dari inaktifasi oleh komplek
heparin-antitrombin. Maka dari itu, heparin memiliki kemampuan reduksi dan
inhibisi ikatan fibrin-trombin, yang tampak mengganggu, karena trombin yang aktif
dapat memicu terjadinya pembentukan trombus.22
Direct thrombin inhibitor dapat bereaksi tanpa terikat dengan antitrombin.
Direct thrombin inhibitor dapat menghambat ikatan trombin terhadap fibrin atau
fibrin degeneration products (FDP). Direct thrombin inhibitor bivalen memblokade
trombin pada active site dan exosite 1, sementara direct thrombin inhibitor
monovalen hanya mengikat active site. Termasuk dalam kelompok direct thrombin
inhibitor bivalen adalah hirudin, bivalirudin, lepirudin dan desirudin. Sementara
kelompok direct thrombin inhibitor monovalen adalah argatroban, dabigatran,
melagatran dan ximelagatran. Hirudin alamiah dan rekombinant (lepirudin dan
desirudin) membentuk suatu kompleks irreversibel stochiometric 1:1 pada trombin.
20
Hirudin sintetik (bivalirudin) dengan cara yang sama mengikat active site dan exosite
1, tetapi saat terikat, bivalirudin tersebut dipecah oleh trombin, sehingga fungsi active
site trombin mengalami restorasi. Karena itu, bivalirudin menghasilkan inhibisi
trombin sementara.11,22
Dengan berinteraksi hanya pada active site, direct thrombin inhibitor
uinvalent menginaktifasi ikatan fibrin trombin. Argatroban dan melagatran
memisahkan fibrin dari trombin, meninggalkan enzim trombin aktif dalam jumlah
sedikit untuk interaksi hemostasis. Dengan mengurangi aktifasi trombosit yang
dimediasi oleh trombin, direct thrombin inhibitor juga memiliki efek antitrombosit.
Karena direct thrombin inhibitor tidak terikat dengan protein plasma, maka direct
thrombin inhibitor akan menghasilkan respon yang dapat diprediksi dari pada
unfractionated heparin.22
Gambar 6. Tiga tempat ikatan pada molekul trombin 22
21
Gambar 7. Mekanisme aksi direct thrombin inhibitor dibandingkan dengan heparin.11
Keterangan gambar : Tanpa heparin, kecepatan inaktifasi trombin oleh antitrombin relatif rendah, namun setelah perubahan conformational change yang diinduksi oleh heparin, antitrombin terikat irreversibel dan menghambat active site trombin. Oleh karena itu, aktifitas antikoagulan heparin berasal dari kemampuannya untuk menghasilkan komplek heparin-trombin-antitrombin. Aktifitas direct thrombin inhibitor lebih independen, tidak memerlukan antitrombin dan berikteraksi langsung dengan molekul trombin. Meskipun direct thrombin inhibitor bivalen menigkat exosite 1 dan active site secara simultan, direct thrombin inhibitor univalen berikteraksi hanya pada active site. Pada kadar yang rendah, kompleks heparin-antirombin tidak dapat mengikat trombin yang terikat fibrin, sementara direct thrombin inhibitor dapat mengikat dan menghambat aktifitas trombin tidak hanya pada trombin yang larut namun juga pada trombin yang terikat fibrin pada bekuan darah.11
22
BAB V
PERAN DIRECT THROMBIN INHIBITOR
PADA SINDROM KORONER AKUT
Beberapa direct thrombin inhibitor, seperti hirudin, bivalirudin, ximelagatran,
melagatran, dan dabigatran, baik sendiri maupun kombinasi, telah menjalani evaluasi
yang luas pada penelitian fase 3 terhadap pencegahan dan pengobatan trombosis
arteri dan vena. Food and drug administration (FDA) telah menyetujui empat direct
thrombin inhibitor parenteral. Hirudin dan argatroban untuk pengobatan heparin-
induced thrombocytopenia (HIT), bivalirudin sebagai alternatif terhadap heparin pada
percutaneous coronary intervention (PCI), dan desirudin sebagai profilaksis
tromboemboli pada operasi tulang pinggul. Pada tahun 2010, FDA menyetujui
dabigatran sebagai terapi atrial fibrilasi.11, 22, 23
5.1 Sindrom Koroner Akut dengan atau tanpa Percutaneous Coronary
Intervention
Pasien dengan sindroma koroner akut (infark miokard akut, baik dengan atau
tanpa ST-segmen elevasi, dan unstable angina) tetap berisiko terhadap terjadinya
iskemik miokard yang berulang, sehingga diperlukan terapi dengan aspirin,
clopidogrel, dan heparin.1,2
Peran direct thrombin inhibitor pada manajemen sindrom koroner akut telah
diulas pada penelitian meta analisis Direct Thrombin Inhibitor Trialists Collaborative
Group. Telah dikumpulkan sebelas uji acak, dengan jumlah 35.970 pasien yang telah
menyetujui menggunakan direct thrombin inhibitor atau unfractionated heparin dari
24 jam hingga 7 hari kemudian, dan pasien dipantau setidaknya selama 30 hari.
Dibandingkan dengan heparin, direct thrombin inhibitor dapat mengurangi insiden
kematian dan miokard infark pada akhir pengobatan dan tiga puluh hari. Perbedaan
yang bermakna terutama pada reduksi infark miokard, sementara insiden kematian
23
perbedaannya tidak bermakna. Analisis berdasarkan bahan obat menyatakan bahwa
hirudin dan bivalirudin memberikan manfaat yang sama, terjadi sedikit peningkatan
yang tidak bermakna atas insiden kematian dan infark miokard. Perdarahan yang
serius lebih sering terjadi pada hirudin dibandingkan dengan heparin namun jarang
sekali pada bivalirudin dan inhibitor univalen.11,24,25,26
Gambar 4. Patofisilogi heparin induced thrombocytopenia (HIT)27
Keterangan : Patogenesis HIT: Heparin terikat pada platelet faktor 4 (PF4), yang mengekspos neoepitop PF4 dan memicu terbentuknya antibodi (1). Terbentuk kompleks imun heparin-PF4-IgG (2), dan IgG pda kompleks multimolekuler memicu aktifasi trombosit via ikatan pada Fc reseptor (3). Aktifasi trombosit melepaskan PF4 tambahan (4a) dan mikropartikel protrombotik trombosit (4b), yang akan memperkuat reaksi koagulasi. Risiko trombosis lebih jauh ditingkatkan oleh ikatan dari PF4 terhadap heparin-like molecules pada EC, berkontribusi terhadap antibodi yang dimediasi oleh cedera endotel.Singkatan : HIT, heparin induced thrombocytopenia; PF4, platelet factor 4; EC, endothelial cells.
24
Pada tahun 2001 telah didapatkan data penelitian klinis acak pada sindrom
koroner akut. Pada penelitian tersebut, dilakukan penelitian pada pasien dengan
infark miokard elevasi segmen ST yang telah menerima bivalirudin atau
unfractionated heparin yang dikombinasikan dengan streptokinase. Tidak didapatkan
perbedaan yang bermakna dalam observasi selama tiga puluh hari terhadap angka
kematian dari kedua kelompok perlakuan, meskipun bivalirudin menunjukkan
manfaat pada kejadian reinfark dalam 96 jam. Selain itu, hasil meta analisis
menunjukkan bahwa perdarahan yang serius tidak lebih rendah pada bivalirudin.11
Telah banyak penilaian yang dilakukan atas peranan direct thrombin inhibitor
pada sindrom koroner akut. Dalam ulasan penelitian meta analisis dan Hirulog and
Early Reperfusion or Occlusion 2 (HERO-2), direct thrombin inhibitor telah
dibandingkan dengan unfractionated heparin. Namun demikian, sejumlah analisis
memperkirakan bahwa low molecul weight heparin mungkin lebih superior
dibandingkan dengan unfractionated heparin pada pasien dengan unstable angina
dan infark miokard. Lebih lanjut, terapi agresif dengan antiplatelet telah menjadi
standar pengobatan pada sindrom korener akut, sementara peranan direct thrombin
inhibitor yang dikombinasikan dengan aspirin dan clopidogrel, serta inhibitor
glikoprotein IIb/IIIa belum ditegakkan.
Hirudin bukanlah pilihan terapi yang menarik bagi pasien dengan sindrom
koroner akut, karena observasi selanjutnya menunjukkan peningkatan perdarahan,
serta biaya yang lebih mahal dibandingkan dengan unfractionated heparin.
Bivalirudin juga tidak lebih aman atau lebih bermanfaat dibandinkan unfractionated
heparin dan tidak direkomendasikan untuk penatalaksanaan penyakit tersebut.11
5.2 Percutaneous Coronary Intervention (PCI)
Pasien yang menjalani percutaneous coronary Intervention (PCI) tidak
mendapatkan manfaat klinis yang signifikan bila diberikan hirudin dan bivalirudin
dibandingkan dengan unfractionated heparin. Tetapi kejadian perdarahan yang serius
lebih sedikit pada hirudin dan bivalirudin dibandingakan unfractionated heparin.11
25
Bivalirudin telah dibandingkan dengan heparin selama prosedur angioplasti
pada post infark miokard dan unstable angina. Penilaian atas kejadian kematian,
infark miokard, dan revaskularisasi pada 7 dan 90 hari, lebih sedikit pada bivalirudin,
terutama diperlihatkan dari kebutuhan akan tindakan revaskularisasi. Pada hari ke 90,
perdarahan serius bekurang secara signifikan pada grup bivalirudin (3,7 persen vs 9,3
persen).25,26,28
Dalam penelitian Randomized Evaluation in Percutaneous Coronary
Intervention Linking Angiomax to Reduced Clinical Events 2 (REPLACE-2), pasien
yang menjalani PCI elektif atau segera, secara acak menerima unfractionated heparin
plus inhibitor glikoprotein IIb/IIIa atau menerima bivalirudin dan ditambahkan
inhibitor glikoprotein IIb/IIIa hanya bila terjadi komplikasi selama prosedur tindakan.
Hasil gabungan penilaian manfaat dan keamanan mengenai angka kematian, infark
miokard, pengulangan revaskularisasi urgensi, dan perdarahan serius ternyata
tidaklah bermakna antara kedua grup. Namun, penggunaan bivalirudin berhubungan
dengan kejadian perdarahan serius yang lebih rendah. Hanya 7,2 persen yang
menerima bivalirudin diberikan tambahan inhibitor GPIIb/IIIa, sehingga biaya
pengobatan menjadi lebih lendah. Disimpulkan bahwa bivalirudin tampaknya lebih
aman dibandingkan heparin pada pasien yang mejalani prosedur PCI.25 ,26,28
5.3 Terapi Jangka Panjang Sindrom Koroner Akut
Pada pasien sindrom koroner akut, pemberian aspirin telah mengurangi risiko
relatif kejadian iskemik sebanyak 23 persen. Kemudian penambahan antagonis
vitamin K mengurangi komplikasi kardiovaskuler, namun memerlukan biaya yang
lebih mahal. Terapi jangka panjang dengan low molecular weight heparin tidak
menunjukkan manfaat tambahan dari pada pemberian dengan aspirin saja. Peranan
direct thrombin inhibitor pada profilaksis jangka panjang pada pasien yang juga
menggunakan aspirin, telah diteliti pada Efficacy and Safety of the Oral Direct
Thrombin Inhibitor Ximelagatran in Patients with Recent Myocardial Damage
(ESTEEM). Empat dosis oral Ximelagatran telah dibandingkan dengan plasebo pada
26
pasien dengan infark miokard. Ximelagatran secara bermakna telah mengurangi
insiden mortalitas, infark miokard nonfatal, dan iskemia berat yang berulang selama
periode enam bulan pengobatan dibandingkan dengan plasebo. Penggunaan
ximelagatran tidak berhubungan dengan peningkatan kejadian perdarahan yang lebih
serius dibandingkan dengan penggunaan aspirin saja, namun risiko total perdarahan
menjadi lebih tinggi berhubungan dengan peningkatan dosis. Peningkatan alanin
aminotransferase tiga kali lipat atau lebih dari limit normal terjadi pada 11 persen
pasien yang diterapi dengan ximelagatran dibandingkan 2 persen pasien yang
menerima plasebo. Namun tahun 2004, obat ini tidak disetujui oleh FDA, karena efek
samping pada gangguan fungsi hati dan telah ditarik di pasaran pada tahun 2006.11,27,29
Sediaan oral lainnya adalah dabigatran. Preparat ini telah disetujui di Eropa,
Kanada dan Jepang pada tahun 2008 sebagai profilaksis dan terapi venous
thromboembolism pada pasien pasca operasi total penggantian lutut dan pinggul.
Agen ini akhirnya disetujui oleh FDA Amerika Serikat pada tahun 2010 sebagai
terapi atrial fibrilasi.19,30,
BAB VI
27
EFEK SAMPING DIRECT THROMBIN INHIBITOR
PADA SINDROM KORONER AKUT
Terdapat sejumlah efek samping penggunaan antikoagulan pada sindrom
koroner akut. Efek samping yang paling berbahaya adalah perdarahan mayor.
Perdarahan mayor (major bleeding) adalah:22,32
- Terjadinya perdarahan yang nyata secara klinis
- Memerlukan transfusi darah > 2 unit packed red cell atau whole blood
- Terjadi penurunan haemoglobin 2 g/dl
6.1 Dabigatran
Dispepsia dan gastritis (35% dibandingkan dengan warfarin 24%) bukan
perdarahan major (16,6% dibandingkan warfarin 18,4%), perdarahan mayor (3,3%
dibandingkan warfarin 3,6%), peningkatan alanin aminotransferase (ALT) > 3 kali
batas normal (3%), perdarahan intrakranial (0,3% dibandingkan warfarin 0,8%),
hipersensitif, termasuk urtikaria, pruritus, ruam (<0,1%) 31,32