Top Banner
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 31 Oktober 2014 394 M2P-01 DINAMIKA TEMPERATUR DAN KOMPOSISI FLUIDA PANAS BUMI LAPANGAN “BETA”, AMBON BERDASARKAN STUDI INKLUSI FLUIDA Mulyaningsih, E. 1 ,Sari, I.W.A. 1 ,Vandani, C.P.K. 1 , Utami, P. 1 , Warmada, I.W. 1 , Yunis, Y. 2 1 Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 2 Divisi Energi Terbarukan, PT. PLN (Persero), Jakarta Diterima 20 Oktober 2014 Abstrak Lapangan “Beta” berada di dalam tatanan Busur Banda Dalam yang berasosiasi dengan gunungapi tua berumur Tersier, antara lain Gunung Eriwakang, Gunung Huwe, Gunung Kadera dan Gunung Salahutu serta berada pada jarak sekitar <2 km dari pantai. Kemunculan mata air panas dan fumarol bertemperatur 34 90 °C dengan pH netral menunjukkan kehadiran sistem panas bumi di bawah permukaan. Di daerah penelitian terdapat Sumur “Beta-01” yang berada pada elevasi 75 mdpl dengan kedalaman 932,65 m dan merupakan sumur pemboran pertama yang dapat digunakan untuk melihat representasi kondisi bawah permukaan serta mempelajari proses masa lampau dari sistem panas bumi Lapangan “Beta”. Melalui dua sampel intibor dari Sumur “Beta-01” dengan jenis litologi berupa batuan andesit dari kedalaman 778 779 m dan 927,62 932,65 m dilakukan studi inklusi fluida untuk mempelajari karakteristik fluida masa lampau yang terjebak di dalam mineral hidrotermal. Sampel pertama dari kedalaman 778 779 m menunjukkan temperatur homogenisasi yang berkisar 174 238 °C dengan nilai salinitas 0,15 1,2 wt.% NaCl eq. Sampel kedua dari kedalaman yang sama dan secara relatif berumur lebih muda dibanding sampel pertama menunjukkan kisaran temperatur homogenisasi yang lebih rendah, yaitu 197 205 °C dengan nilai salinitas sebesar 0,15 0,69 wt.% NaCl eq. Sampel dari kedalaman 927,62 932,65 m menunjukkan kisaran temperatur homogenisasi yang lebih panjang, yaitu 135 291 °C dengan nilai salinitas 0,15 1,6 wt.% NaCl eq. Dari data tersebut terlihat adanya penurunan temperatur dan salinitas fluida yang terjadi pada masa lampau yang diinterpretasikan sebagai hasil dari pencampuran antara fluida di kedalaman dengan air meteorik yang memiliki temperatur dan salinitas yang lebih rendah. Kata kunci: Ambon, Fluida panas bumi, Inklusi fluida, Mikrotermometri, Temperatur homogenisasi, Salinitas. Pendahuluan Temperatur dan komposisi fluida panas bumi merupakan dua parameter penting yang harus diketahui dalam mempelajari sistem panas bumi yang berkembang di suatu daerah. Temperatur dan komposisi fluida dari sistem panas bumi yang terbentuk dikontrol oleh tatanan tektonik dan kondisi geologi regional. Temperatur menunjukkan derajat panas yang tersimpan di dalam fluida yang dipanasi oleh sumber panas di dalam Bumi sedangkan komposisi fluida menunjukkan asal usul sumber fluida panas bumi. Terkait dengan kedua hal tersebut maka dilakukan pengkajian mengenai sistem panas bumi Lapangan “Beta” yang berada di dalam tatanan tektonik Busur Banda Dalam yang dikelilingi oleh gunungapi tidak aktif berumur Tersier dan berada sekitar 300 km dari gunungapi aktif berumur Kuarter, yaitu Gunung Banda Api. Lokasi Lapangan “Beta” dengan elevasi terendah mencapai 0
12

DINAMIKA TEMPERATUR DAN KOMPOSISI FLUIDA …repository.ugm.ac.id/135145/1/394-405 M2P-01.pdf · dengan kedalaman 932,65 m dan merupakan sumur pemboran pertama yang dapat digunakan

Sep 17, 2018

Download

Documents

doancong
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: DINAMIKA TEMPERATUR DAN KOMPOSISI FLUIDA …repository.ugm.ac.id/135145/1/394-405 M2P-01.pdf · dengan kedalaman 932,65 m dan merupakan sumur pemboran pertama yang dapat digunakan

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

394

M2P-01

DINAMIKA TEMPERATUR DAN KOMPOSISI FLUIDA PANASBUMI LAPANGAN “BETA”, AMBON BERDASARKAN STUDI

INKLUSI FLUIDA

Mulyaningsih, E.1, Sari, I.W.A.1, Vandani, C.P.K.1, Utami, P.1, Warmada, I.W.1,Yunis, Y.2

1Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta2Divisi Energi Terbarukan, PT. PLN (Persero), Jakarta

Diterima 20 Oktober 2014

Abstrak

Lapangan “Beta” berada di dalam tatanan Busur Banda Dalam yang berasosiasi dengan gunungapitua berumur Tersier, antara lain Gunung Eriwakang, Gunung Huwe, Gunung Kadera dan GunungSalahutu serta berada pada jarak sekitar <2 km dari pantai. Kemunculan mata air panas dan fumarolbertemperatur 34 – 90 °C dengan pH netral menunjukkan kehadiran sistem panas bumi di bawahpermukaan. Di daerah penelitian terdapat Sumur “Beta-01” yang berada pada elevasi 75 mdpldengan kedalaman 932,65 m dan merupakan sumur pemboran pertama yang dapat digunakan untukmelihat representasi kondisi bawah permukaan serta mempelajari proses masa lampau dari sistempanas bumi Lapangan “Beta”. Melalui dua sampel intibor dari Sumur “Beta-01” dengan jenislitologi berupa batuan andesit dari kedalaman 778 – 779 m dan 927,62 – 932,65 m dilakukan studiinklusi fluida untuk mempelajari karakteristik fluida masa lampau yang terjebak di dalam mineralhidrotermal. Sampel pertama dari kedalaman 778 – 779 m menunjukkan temperatur homogenisasiyang berkisar 174 – 238 °C dengan nilai salinitas 0,15 – 1,2 wt.% NaCl eq. Sampel kedua darikedalaman yang sama dan secara relatif berumur lebih muda dibanding sampel pertamamenunjukkan kisaran temperatur homogenisasi yang lebih rendah, yaitu 197 – 205 °C dengan nilaisalinitas sebesar 0,15 – 0,69 wt.% NaCl eq. Sampel dari kedalaman 927,62 – 932,65 mmenunjukkan kisaran temperatur homogenisasi yang lebih panjang, yaitu 135 – 291 °C dengannilai salinitas 0,15 – 1,6 wt.% NaCl eq. Dari data tersebut terlihat adanya penurunan temperatur dansalinitas fluida yang terjadi pada masa lampau yang diinterpretasikan sebagai hasil daripencampuran antara fluida di kedalaman dengan air meteorik yang memiliki temperatur dansalinitas yang lebih rendah.

Kata kunci: Ambon, Fluida panas bumi, Inklusi fluida, Mikrotermometri, Temperaturhomogenisasi, Salinitas.

Pendahuluan

Temperatur dan komposisi fluida panas bumi merupakan dua parameter penting yang harusdiketahui dalam mempelajari sistem panas bumi yang berkembang di suatu daerah. Temperatur dankomposisi fluida dari sistem panas bumi yang terbentuk dikontrol oleh tatanan tektonik dan kondisigeologi regional. Temperatur menunjukkan derajat panas yang tersimpan di dalam fluida yangdipanasi oleh sumber panas di dalam Bumi sedangkan komposisi fluida menunjukkan asal usulsumber fluida panas bumi.

Terkait dengan kedua hal tersebut maka dilakukan pengkajian mengenai sistem panas bumiLapangan “Beta” yang berada di dalam tatanan tektonik Busur Banda Dalam yang dikelilingi olehgunungapi tidak aktif berumur Tersier dan berada sekitar 300 km dari gunungapi aktif berumurKuarter, yaitu Gunung Banda Api. Lokasi Lapangan “Beta” dengan elevasi terendah mencapai 0

Page 2: DINAMIKA TEMPERATUR DAN KOMPOSISI FLUIDA …repository.ugm.ac.id/135145/1/394-405 M2P-01.pdf · dengan kedalaman 932,65 m dan merupakan sumur pemboran pertama yang dapat digunakan

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

395

mdpl menandakan adanya potensi masukan air laut yang dapat mempengaruhi pembentukan sistempanasbumi di daerah penelitian.

Melalui studi inklusi fluida yang didukung dengan studi mineralogi hasil alterasi hidrotemaldengan menggunakan sampel litologi bawah permukaan dari Sumur “Beta-01” dilakukanpengkajian mengenai temperatur dan komposisi fluida panas bumi masa lampau. Temperatur masalampau tersebut kemudian diintegrasikan dengan temperatur masa kini yang didapatkan melaluipemanasan sumur untuk mengetahui adanya dinamika atau perubahan temperatur yang selanjutnyadapat digunakan untuk mengetahui proses-proses yang pernah terjadi di dalam sistem.

Kondisi geologi lapangan “BETA”

Lapangan “Beta” yang berada di Pulau Ambon termasuk ke dalam fisiografi Maluku Selatan(Bemmelen, 1949) dan berkaitan dengan Busur Banda Dalam yang berasosiasi dengan busurvolkanik yang terdiri dari gunungapi berumur Tersier. Morfologi Lapangan “Beta” berupaperbukitan struktural dan bukit karst yang tersusun secara umum oleh batuan hasil erupsigunungapi dan pengendapan laut dangkal.

Stratigrafi daerah penelitian menurut Vandani (2014) yang didasarkan atas hasil pemetaanlapangan yang dilakukan oleh PT. PLN (Persero) (2009) tersusun atas Satuan Batuan GunungapiAmbon, Satuan Batugamping dan Endapan Aluvium. Satuan batuan gunungapi Ambon berumurMiosen – Pliosen serta tersusun atas litologi berupa satuan lava basal Tanjung, satuan batuanpiroklastik Huwe, satuan lava andesit Salahutu 1, satuan lava andesit Salahutu 2, satuan batuanpiroklastik Simalopu, satuan batuan piroklastik Salahutu, satuan batuan piroklastik Kadera, satuanlava andesit Bukitbakar, satuan batuan piroklastik Bukitbakar dan satuan batuan piroklastikEriwakang. Di atas satuan batuan gunungapi Ambon menumpang secara tidak selaras satuanbatugamping koral berumur Plistosen. Endapan aluvium di daerah penelitian merupakan endapansedimen Kuarter yang menutupi sebagian satuan batuan gunungapi Ambon dan satuanbatugamping koral.

Manifestasi panas bumi di Lapangan “Beta” muncul di sepanjang struktur geologi yangberkembang di daerah graben. Manifestasi yang hadir, antara lain dalam bentuk mata air panas,fumarol dan daerah teralterasi. Mata air panas yang muncul di permukaan memiliki kisarantemperatur 38 – 90 °C dan pH 6 – 7 serta nilai salinitas dan DHL yang dapat dilihat pada Tabel 1.Berdasarkan nilai salinitas dan DHL, jenis air Lapangan “Beta” termasuk ke dalam kelompok airpayau (Mandel (1981); David dan De Wiest (1967) dalam PT. PLN (Persero), 2009). Manifestasiberupa daerah teralterasi dicirikan dengan hadirnya batuan teralterasi dengan luas daerah teralterasimencapai 1 Ha dengan temperatur tanah 34 – 37 °C serta terdapat fumarol dan hembusan uapdisertai bau belerang H2S sedang hingga kuat.

Metodologi

Dua sampel intibor dari kedalaman 778 – 779 m dan 927,62 – 932,65 m diolah menjadi sayatantipis dan sayatan poles ganda yang selanjutnya digunakan untuk pengukuran mikrotermometri.Sampel sayatan tipis digunakan untuk mengenali kondisi batuan yang telah mengalami ubahan(alterasi) dan mendeterminasi jenis-jenis mineral sekunder yang terbentuk setelah adanya kehadiranlarutan hidrotermal yang mengisi rekahan pada batuan. Sampel sayatan poles ganda digunakanuntuk pengamatan morfologi inklusi fluida, tipe inklusi fluida, dan fase inklusi fluida sertapengukuran termometrimikro.

Setelah pengamatan petrografi dilakukan pengukuran mikrotemometri inklusi fluida di bawahmikroskop dengan menggunakan alat tambahan berupa “Heating and Freezing Stage” untukmengukur temperatur homogenisasi (Th) dan temperatur pelelehan es (Tm). Pengukuan temperaturhomogenisasi dan temperatur pelelehan dilakukan pada inklusi tipe primer dua fase (liquid-rich)yang terdapat di dalam urat mineral kuarsa dan kalsit serta mineral pengganti berupa kuarsa.Pengukuran temperatur homogenisasi dilakukan dengan kecepatan pemanasan sebesar 20 °C/menitpada awal pengukuran serta diturunkan menjadi 2 °C/menit jika gelembung sudah mulai mengecilatau bergerak cepat. Temperetatur yang dicatat sebagai temperatur homogenisasi adalah temperatur

Page 3: DINAMIKA TEMPERATUR DAN KOMPOSISI FLUIDA …repository.ugm.ac.id/135145/1/394-405 M2P-01.pdf · dengan kedalaman 932,65 m dan merupakan sumur pemboran pertama yang dapat digunakan

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

396

saat gelembung telah menghilang. Pengukuran temperatur pelelehan es diawali denganmendinginkan inklusi fluida hingga menjadi es dengan suhu -30 °C dan dilanjutkan denganmemanasinya kembali ke suhu -5°C dengan kecepatan pendinginan 10 °C/menit serta hingga suhu0 °C dengan kecepatan pendinginan 1 °C/menit. Temperatur pelelehan es yang dicatat adalahtemperatur saat gelembung kembali terbentuk dan bergerak.

Penentuan salinitas untuk mengetahui komposisi fluida secara kualitatif dihitung menggunakanrumus dari Roedder (1984).

NaCl (wt.% eq.) = 1.76958 Tm – 4.2384 x 10-2 Tm2 + 5.2778 x 10-4 Tm3 ± 0.028 wt.% NaCl eq.

Data inklusi fluida

Deskripsi Inklusi Fluida Sampel Kedalaman 778 – 779 m

Pengamatan inklusi fluida dari sampel kedalaman 778 – 779 dilakukan terhadap mineralhidrotermal yang terdapat di dalam batuan andesit. Di dalam batuan tersebut ditemukan beberapamineral hidrotermal, seperti epidot, klorit, anhidrit, kuarsa dan mineral lempung. Pada tubuh batuanjuga ditemukan urat kuarsa dan urat kalsit dengan ketebalan 1 – 7 mm. Urat kalsit ditemukanmemotong urat kuarsa sehingga secara relatif berumur lebih muda. Pengukuran mikrotermometridari sampel ini dilakukan terhadap inklusi fluida yang terdapat di dalam urat kuarsa dan urat kalsit.

Urat kuarsa tidak berwarna (transparan), bersusunan mosaik, dan berbentuk granular anhedral.Inklusi fluida tersebar secara tidak merata di mana ada inklusi yang hadir secara terisolir maupunterorientasi membentuk suatu jalur planar dan tidak beraturan. Ukuran inklusi fluida sangatbervariasi berkisar dari <1µm - 4µm. Morfologi inklusi fluida yang ditemukan bervariasi, antaralain elongate, oblate, dan negative crystal.

Urat kalsit tidak berwarna (transparan keruh) dengan relief yang lebih tinggi dibanding kuarsa,memiliki belahan 2 arah dengan sudut belahan 100 - 110° dan berbentuk anhedra. Inklusi fluidatesebar secara tidak merata pada tiap bagian mineral di mana terdapat inklusi yang hadir secaraterisolir maupun terorientasi membentuk suatu jalur planar, baik yang searah maupun memotonggaris belahan. Ukuran inklusi fluida sangat bervariasi berkisar dari <1µm - 5µm. Morfologi inklusifluida yang ditemukan bervariasi, antara lain elongate dan oblate.

Inklusi yang terdapat di dalam urat kuarsa dan kalsit secara umum memiliki tipe bifase dengankomposisi likuid (L) dan uap (V). Rasio antara uap dan likuid dari semua sampel inklusi cukupseragam di mana pada kondisi bifase memperlihatkan rasio V/L kecil (liquid rich).

Deskripsi Inklusi Fluida Sampel Kedalaman 927,62 – 932,65 m

Pengamatan inklusi fluida dari sampel kedalaman 927,62 – 932,65 m dilakukan terhadap mineralhidrotermal yang terdapat di dalam batuan andesit. Di dalam batuan andesit tersebut ditemukanbeberapa mineral hidrotermal, seperti klorit, epidot, kuarsa, adularia dan mineral lempung. Padatubuh batuan andesit juga ditemukan urat kuarsa dan urat kalsit dengan ketebalan 1 – 2 mm.Pengukuran mikrotermometri dari sampel ini dilakukan terhadap inklusi fluida yang terdapat didalam mineral kuarsa pengganti.

Kuarsa tidak berwarna (transparan), berbentuk anhedra, tersebar secara tidak teratur danditumpangi oleh mineral-mineral sekunder lainnya, seperti klorit dan serisit. Penyebaran inklusifluida pada tiap-tiap mineral kuarsa tidak merata. Sebagian besar inklusi fluida tersebar secaraterisolir. Di beberapa bagian dapat ditemukan juga inklusi fluida yang terdistribusi secara teraturmembentuk suatu jalur planar. Ukuran inklusi fluida sangat bervariasi berkisar dari <1µm - 10µm.Morfologi inklusi fluida yang ditemukan bervariasi, antara lain elongate, oblate, dan negativecrystal.

Inklusi yang terdapat di dalam sampel kuarsa ini secara umum memiliki tipe bifase dengankomposisi likuid (L) dan uap (V). Rasio antara uap dan likuid dari semua sampel inklusi cukupseragam di mana pada kondisi bifase memperlihatkan rasio V/L kecil (liquid rich).

Pengukuran Mikrotermometri

Page 4: DINAMIKA TEMPERATUR DAN KOMPOSISI FLUIDA …repository.ugm.ac.id/135145/1/394-405 M2P-01.pdf · dengan kedalaman 932,65 m dan merupakan sumur pemboran pertama yang dapat digunakan

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

397

Pengukuran dilakukan pada inklusi fluida yang terdistribusi secara terisolir karena diyakini sebagaiinklusi jenis primer yang memiliki kisaran ukuran sebesar 3 – 5 µm. Pengukuran mikrotermometriinklusi fluida dilakukan terhadap 25 inklusi yang terdapat di dalam urat kuarsa, 4 sampel inklusiyang terdapat di dalam urat kalsit, dan 45 sampel inklusi yang terdapat di dalam mineral kuarsapengganti.

Temperatur homogenisasi dari sampel kedalaman 778 – 779 m menunjukkan kisaran 174 – 238°C dan 197 – 205 °C seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3. Temperatur pelelehan es dari yangdiperoleh dari sampel urat kuarsa dari kedalaman tersebut berkisar -0,7 – 0,2 °C atau setara dengankandungan 0,15 – 1,2 wt.% NaCl eq sedangkan dari sampel urat kalsit berkisar -0,4 °C dan -0,1°C atau setara dengan kandungan 0,69 dan 0,15 wt.% NaCl eq.

Temperatur homogenisasi dari sampel kedalaman 927,62 – 932, 65 m menunjukkan kisarantemperatur yang lebih panjang, yaitu 135 – 291 °C dan dapat dilihat pada Gambar 4..Temperaturpelelehan es yang berkisar -0,9 – 0,2 °C menunjukkan kandungan 0,15 – 1,6 wt.% NaCl eq.

Pada beberapa sampel inklusi yang ditemukan dari kedua kedalaman tersebut menunjukkantemperatur pelelehan es yang bernilai positif (>0 °C). Kondisi demikian mengindikasikankemungkinan hadirnya gas yang umumnya berupa CO2 (González-Partida et al, 2005). KehadiranCO2 biasa dicirikan dengan pembentukan clathrate yang memerlukan suhu pembentukan melaluipendinginan hingga temperatur -70 °C (Roedder, 1984). Dikarenakan proses pendinginan yangtelah dilakukan terhadap semua sampel inklusi fluida hanya dilakukan dengan limit -30 °C makaselama pengukuran tidak ditemukan adanya pembentukan clathrate di dalam inklusi. Hal tersebutmenyebababkan temperatur pelelehan es yang didapat dari hasil pengukuran belum mencerminkantemperatur pelelehan akhir dari clathrate dan tidak dapat digunakan untuk menghitung salinitaswt.% NaCl eq.

Diskusi

Temperatur Fluida

Mengacu pada asumsi bahwa inklusi fluida jenis primer yang telah dianalisis terbentuk selamapertumbuhan kristal mineral maka temperatur homogenisasi dan pelelehan es dari hasil pengukuranmikrotermometri dapat menggambarkan kondisi sistem panas bumi.

Pada Gambar 5 terlihat adanya perubahan temperatur fluida yang terjebak sebagai inklusi didalam urat kuarsa dan urat kalsit. Temperatur homogenisasi inklusi fluida di dalam urat kuarsayang terbentuk lebih awal menunjukkan kisaran temperatur <240 °C sedangkan temperaturhomogenisasi inklusi fluida di dalam urat kalsit hanya sekitar <205 °C. Vandani (2014)menyatakan bahwa pembentukan urat kalsit terjadi pada stage paling akhir dari pembentukanmineral pengisi rongga setelah anhidrit dan kuarsa pada sampel batuan andesit dari kedalaman 778– 779 m.

Hubungan pembentukan urat kalsit dengan adanya penurunan temperatur terkait denganadanya interaksi antara mineral pembawa ion Ca2+ pada batuan di kedalaman dengan ion HCO3

-

dari senyawa bikarbonat dari permukaan yang mampu membentuk fluida dengan kondisi jenuhkalsit yang selanjuntya mengisi rekahan (Simmons dan Christenson, 1994). Kehadiran ion HCO3

-

berasal dari air kondensat yang terbentuk di dekat permukaan sehingga mengindikasikan terjadinyapercampuran antara air bersalinitas rendah dengan fluida panas bumi di kedalaman yang mampumenurunkan temperatur fluida.

Penurunan temperatur juga ditunjukkan dengan kehadiran mineral lempung penciri temperaturrendah yang terbentuk setelah mineral kalk silikat penciri temperatur tinggi. Berdasarkan studiXRD clay dan petrografi mineralogi hidrotermal dari sampel serbukbor Sumur Beta-01 ditemukanadanya ilit/smektit dengan kisaran temperatur pembentukan sebesar 190 – 220 °C (Sari, 2014) sertamineral kalk silikat, seperti epidot, phrehnit dan aktinolit dengan kisaran temperatur pembentukansebesar >240 °C (Vandani, 2014). Melalui analisis petrografi terlihat paragenesa pembentukanmineral lempung yang mencirikan temperatur pembentukan <220 °C menggantikan mineral epidotyang mencirikan temperatur pembentukan tinggi >240°C (Vandani, 2014).

Page 5: DINAMIKA TEMPERATUR DAN KOMPOSISI FLUIDA …repository.ugm.ac.id/135145/1/394-405 M2P-01.pdf · dengan kedalaman 932,65 m dan merupakan sumur pemboran pertama yang dapat digunakan

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

398

Temperatur masa kini dari hasil pemanasan sumur selama 111jam yang kemudian digunakanuntuk mengukur temperatur stabil menggunakan rumus Horner menunjukkan kisaran temperaturmaksimal sebesar 123°C. Lamanya waktu pemanasan tersebut belum menunjukkan temperaturstabil sehingga angka temperatur yang didapatkan tidak mencerminkan temperatur masa kini yangsebenarnya.

Salinitas

Pengukuran temperatur pelelehan es menunjukkankan harga salinitas fluida pada kisaran 0,15 – 1,6wt.% NaCl eq. Hal tersebut menandakan bahwa fluida panas bumi Lapangan “Beta” pada masalampau termasuk ke dalam kelompok fluida bersalinitas rendah jika dibandingkan dengan nilaisalinitas air laut, yaitu ~3,3 wt.% NaCl eq. (Weeks dan Ackley, 1982 dalam Roedder, 1984).

Pola hubungan antara nilai salinitas dan temperatur homogenisasi yang dapat dilihat padaGambar 7 dan Gambar 8 menunjukkan hubungan antara penurunan temperatur yang diikutidengan penurunan salinitas. Shepherd et al, (1985) menjelaskan bahwa pola tersebutmengindikasikan adanya pencampuran fluida panas bumi dengan fluida yang lebih dingin ataufluida bersalinitas rendah. Hal tersebut terkait dengan gejala penurunan temperatur yangdisebabkan adanya masukan air meteorik berupa air kondensat yang memiliki nilai salinitas rendahsehingga mampu menyebabkan pengenceran dan menurunkan nilai salinitas.

Terkait dengan jenis fluida dari manifestasi panas bumi yang muncul di Lapangan “Beta” makaberdasarkan nilai salinitas dan daya hantar listrik dari air manifestasi tersebut menunjukkan jenisfluida termasuk ke dalam klasifikasi air payau (Mandel, 1981; David dan De Wiest (1967) dalamPT. PLN (Persero), 2009). Air payau yang menunjukkan adanya indikasi pencampuran dengan airlaut mungkin saja dapat terjadi karena kondisi Lapangan “Beta” yang berjarak sekitar 1,5 km darilaut. Dengan melihat lokasi keterdapatan manifestasi panas bumi yang muncul di sekitar sungai danlaut mengindikasikan adanya pencampuran antara air laut dan air sungai (air tawar). Hal demikianyang mungkin dapat menyebabkan nilai salinitas air manifestasi Lapangan “Beta” memiliki kisarannilai salinitas antara air tawar dan air laut.

Indikasi adanya masukan air laut ke dalam sistem panas bumi telah dilakukan oleh Moore et al,(1997) dengan mempelajari sejarah hidrotermal dari Lapangan Tiwi, Filipina. Moore et al, (1997)melakukan studi inklusi fluida terhadap urat kuarsa, kalsit, dan anhidrit. Berdasarkan perhitungansalinitas menggunakan temperatur pelelehan es dari sampel kedalaman <1600 m tersebutdidapatkan nilai salinitas yang berkisar 3,1 – 3,7 wt.% NaCl eq. Dengan melihat nilai salinitasfluida yang melampaui nilai salinitas air laut rata-rata yang secara umum sebesar ~3,3 wt.% NaCleq. (Weeks dan Ackley, 1982 dalam Roedder, 1984) maka Moore et al. (1997) menginterpretasikantelah terjadinya masukan air laut ke dalam sistem panas bumi Lapangan Tiwi pada masa lampau.

Kondisi geografi Lapangan Tiwi yang berada sekitar 1 km dari laut sangat memungkinkanterjadinya masukan air laut ke dalam sistem panas bumi di bawah permukaan. Hal serupa jugamungkin dapat terjadi pada sistem panas bumi Lapangan “Beta” mengingat kondisi geografiLapangan “Beta” yang juga berjarak sekitar 1,5 km dari laut. Walaupun memiliki jarak yang dekatdengan laut namun tidak selamanya air laut akan mempengaruhi kondisi sistem panas bumi yangterbentuk di dekatnya. Hal tersebut ditunjukkan dengan perbedaan kontras antara nilai salinitasfluida Lapangan “Beta” dan Lapangan Tiwi. Berdasarkan perbandingan nilai salinitas yangdidapatkan dari analisis inklusi fluida yang dilakukan terhadap sampel dari kedua lapangan tersebutmenunjukkan bahwa nilai salinitas fluida yang rendah pada masa lampau tidak mengindikasikanadanya masukan air laut ke dalam sistem panas bumi Lapangan “Beta” pada masa itu.

Kesimpulan

Studi inklusi fluida dalam bidang panas bumi dapat digunakan untuk mengetahui kondisi danproses yang pernah terjadi di dalam sistem pada masa lampau. Studi inklusi fluida yang telahdilakukan terhadap sampel batuan dari Lapangan “Beta” menunjukkan bahwa sistem panas bumiLapangan “Beta” merupakan sistem panas bumi konvektif yang melibatkan fluida sebagai mediaperantara pemindah panas.

Page 6: DINAMIKA TEMPERATUR DAN KOMPOSISI FLUIDA …repository.ugm.ac.id/135145/1/394-405 M2P-01.pdf · dengan kedalaman 932,65 m dan merupakan sumur pemboran pertama yang dapat digunakan

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

399

Dinamika temperatur dan komposisi fluida panas bumi Lapangan “Beta” menunjukkanpenurunan temperatur dan salinitas yang dapat mengindikasikan adanya peran air meteorik yangmempengaruhi sistem panas bumi pada masa lampau. Kondisi yang terjadi pada masa lampauhanya bersifat sementara dan dapat berubah seiring dengan proses geologi yang bersifat dinamis.

Ucapan Terimakasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada PT. PLN (Persero) yang telah bersedia menyediakandata primer berupa sampel intibor dan memberikan izin untuk mempublikasikan makalah ini.Preparasi sampel inklusi fluida dilakukan di Laboratorium Mineralogi Bidang Eksplorasi BATANserta analisis inklusi fluida dilakukan di Laboratorium Optik/Fisika Mineral SubbidangSumberdaya Bumi dan Rekayasa Mineral – Puslitbang Geoteknologi LIPI dan mendapat dukunganfinansial dari RDSP FF UGM. Ucapan terimakasih disampaikan kepada Bapak Tukijo, BapakKurnia, S.T., M.T., Ibu Ersina R.M., S.T., Bapak Ir. Sudarsono, Bapak Jaka S.T., dan BapakWawan selaku pihak yang membantu dalam preparasi sampel serta membimbing dan mengarahkanselama pengerjaan analisis di laboratorium.

Daftar Pustaka

Dilley L.M., D.I. Norman, dan B. Berrard, 2004. Fluid Inclusion Stratigraphy: New Method forGeothermal Reservoir Assessment Preliminary Results. Proc of 29th Workshop on GeothermalReservoir Engineering. Stanford, California

Goldstein, R.H. dan T.J. Reynolds, 1994. Systematics of Fluid Inclusions in Diagenetic Minerals,SEPM Short Course 31, PM (Society for Sedimentary Geology), United States of America

González-Partida, E., G. Levresse, J. Tritlla, S. Venegas-Salgado, G. Ramírez-Silva, A.Camprubí1, dan Alejandro Carrillo-Chavez, 2005. Fluid Inclusion, Hydro-Geochemistry andIsotopic Fluid Composition of the “Los Azufres”Geothermal Field, Central Mexico. Proc. World Geothermal Congress 2005Antalya, Turkey

PT. PLN Persero, 2009. Studi Geosains Tambahan WKP “Beta” - Ambon, Tidak diterbitkanPT. PLN Persero, 2011. Final Report of “Beta” Geothermal Field, JICA Preparatory Survey for

“Beta” Geothermal Field, UnpublishedLobeck, A.K., 1939. Geomorphology: An Introduction to the Study of Landscape, Mc.Graw-Hill

Book Company Inc., New YorkMarini, L. dan A.E. Susangkyono, 1999. Fluid Geochemistry of Ambon Island (Indonesia). Journal

of Geothermal Research and its Aplication, Geothermics v.28Moore, J.N., 2012. The Evolution of a Partially Vapor-Dominated Geothermal System at Karaha-

Telaga Bodas, Indonesia: Insight from Mineral Distribution and Fluid Inclusion Measurements.Proc. of New Zealand Geothermal Worksho 2012. Auckland, New Zealand

Moore, J.N., T.S. Powell, D.I. Norman, dan G.W. Johnson, 1997. Hydrothermal Alteration andFluid Inclusion Systematics of the Reservoir Rocks in Matalibong-25, Tiwi, Philippines. Proc.of Twenty-second Workshop on Geothermal Reservoir Engineering. Stanford, California

Poorter, R.P.E., Varekamp, J.V., Sriwana, T., Van Bergen, M.J., Erfan, R.D., Suharyono, K.,Wirakusumah, A.D., dan Vroon, P.Z.,1989. Geochemistry of Hot Springs and Fumarolic Gasesfrom the Banda Arc. Journal of Sea Research. Netherlands

Reyes, A.G., 2000. Petrology and Mineral Alteration in Hydrothermal Systems: From Diagenensisto Volcanic Catastrophes, Institute of Geological and Nuclear Sciences, New Zealand

Roedder E., 1984. Fluid Inclusions, BookCrafters, Inc., MichiganRuggieri, G., C.Gioloto, G. Gianelli dan M.L., 2005. Temperature and Compositional Changes in

the Hydrothermal Fluids in the Mt. Amiata Geothermal Area: Evidence from Fluid InclusionData. Proc. of World Geothermal Congress 2005. Antalya, Turkey

Rybach, L. dan L.P.J. Muffler, 1981. Geothermal Systems: Principlesannd Case Histories, JohnWiley & Sons Ltd., New York

Page 7: DINAMIKA TEMPERATUR DAN KOMPOSISI FLUIDA …repository.ugm.ac.id/135145/1/394-405 M2P-01.pdf · dengan kedalaman 932,65 m dan merupakan sumur pemboran pertama yang dapat digunakan

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

400

Sari, I.W.A., C.P.K. Vandani, E. Mulyaningsih, P. Utami, I.W. Warmada, dan Y. Yunis, 2014.Studi Alterasi Hidrotermal Bawah Permukaan Lapangan Panas Bumi “Beta”, Ambon denganMetode X-Rat Diffraction (XRD). Pros. Seminar Nasional Kebumian Jurusan Teknik GeologiUGM ke-7. Yogyakarta, Indonesia

Setyawan, W.B. dan Supriyadi, I.H., 1996. Kondisi Geologi dan Pengembangan Wilayah diKawasan Pesisir Teluk Ambon. Pros. Seminar dan Lokakarya Pengembangan Wilayah diKawasan Pesisir Teluk Ambon. Ambon, Indonesia

Shepherd, T.J., Rankin, A.H., dan Alderton, D.H.M., 1985. A Practical Guide to Fluid InclusionStudies, Chapman and Hall, New York

Tjokrosapoetro, S., E. Rusmana, dan A. Achdan, 1993. Peta Geologi Lembar Ambon, Maluku,Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Bandung, Indonesia

Van Bemmelen, R.W., 1949. The Geologi of Indonesia Vol. 1A, Government Printing Office,Amsterdam

Vandani, C.P.K., I.W.A. Sari, E. Mulyaningsih, P. Utami, dan Y. Yunis, 2014. Studi AlterasiHidrotermal Bawah Permukaan di Lapangan Panas Bumi “Beta”, Ambon dengan MetodePetrografi. Pros. Seminar Nasional Kebumian Jurusan Teknik Geologi UGM ke-7. Yogyakarta,Indonesia

Yuwono, Y.S., 1994. Fluid Inclusion: Suatu Metoda Dasar untuk Membantu Memahami Proses-proses Geologi Eksplorasi dengan Pendekatan Mikro. Makalah IAGI PIT ke-23. Jakarta,Indonesia

Page 8: DINAMIKA TEMPERATUR DAN KOMPOSISI FLUIDA …repository.ugm.ac.id/135145/1/394-405 M2P-01.pdf · dengan kedalaman 932,65 m dan merupakan sumur pemboran pertama yang dapat digunakan

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

401

Tabel 1. Data Manifestasi Lapangan Panas Bumi “Beta”

No. Manifestasi Kode Suhu(°C)

pH Salinitas(ppt)

DHL(µS/cm)

1. Mata Air Panas TLH-1 57 6,2 1,2 22002. Mata Air Panas TLH-2 64 6 3,8 66003. Mata Air Panas TLH-3 78 6,4 3,4 61004. Mata Air Panas BTL 87 6,5 0,4 -5. Mata Air Panas TBK 52 6,1 1,2 21006. Mata Air Panas HTS-1 60 6,4 3,3 59007. Mata Air Panas HTS-2 60 6,5 3,1 55008. Mata Air Panas HTS-3 60 7,3 3,2 57009. Mata Air Panas TLH-4 40 6,9 5,2 910010. Mata Air Panas HTG 49 6,6 2,4 440011. Mata Air Panas SLM-1 61 6,4 2,8 420012. Mata Air Panas SLM-2 70 7 2,8 420013. Mata Air Panas SL-1 90 6,6 8,3 1400014. Mata Air Panas SL-2 38 7,6 3,4 630015. Fumarol 34 - 37 Bau H2S sedang - kuat

Page 9: DINAMIKA TEMPERATUR DAN KOMPOSISI FLUIDA …repository.ugm.ac.id/135145/1/394-405 M2P-01.pdf · dengan kedalaman 932,65 m dan merupakan sumur pemboran pertama yang dapat digunakan

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

402

Gambar 1. Inklusi liquid-rich di dalam urat kuarsa dari sampel kedalaman 778 -779 m

Gambar 2. Inklusi liquid-rich di dalam kuarsa sekunder yang menggantikan massa dasardari sampel kedalaman 927,62 – 932,65 m

Page 10: DINAMIKA TEMPERATUR DAN KOMPOSISI FLUIDA …repository.ugm.ac.id/135145/1/394-405 M2P-01.pdf · dengan kedalaman 932,65 m dan merupakan sumur pemboran pertama yang dapat digunakan

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

403

Gambar 3. Histogram temperatur homogenisasi dari sampel kedalaman 778 – 779 m.

Gambar 4. Histogram temperatur homogenisasi dari sampel kedalaman 927,62 – 932,65m.

Urat Kuarsa

Urat Kalsit

Kuarsa

Page 11: DINAMIKA TEMPERATUR DAN KOMPOSISI FLUIDA …repository.ugm.ac.id/135145/1/394-405 M2P-01.pdf · dengan kedalaman 932,65 m dan merupakan sumur pemboran pertama yang dapat digunakan

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

404

Gambar 5. Grafik hubungan antara temperatur homogenisasi dan salinitas dari sampelkedalaman 778 - 779 m yang menunjukkan proses pencampuran dengan fluida

bertemperatur rendah dan bersalinitas rendah.

Gambar 6. Grafik hubungan antara temperatur homogenisasi dan salinitas dari sampelkedalaman 927,62 – 932,65 yang menunjukkan proses pencampuran dengan fluida

bertemperatur rendah dan bersalinitas rendah.

Page 12: DINAMIKA TEMPERATUR DAN KOMPOSISI FLUIDA …repository.ugm.ac.id/135145/1/394-405 M2P-01.pdf · dengan kedalaman 932,65 m dan merupakan sumur pemboran pertama yang dapat digunakan

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

405

Gambar 7. Kurva hubungan temperatur vs kedalaman dengan temperatur homogenisasiinklusi fuida, temperatur mineral kalk-silikat dan temperatur masa kini.