Top Banner
DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan Selatan) Oleh Ayu Candra Kusumastuti I34070072 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
162

DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

Feb 23, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI

PERTANIAN MASYARAKAT

(Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang

Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala,

Provinsi Kalimantan Selatan)

Oleh

Ayu Candra Kusumastuti

I34070072

DEPARTEMEN SAINS

KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

Page 2: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

Page 3: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

ABSTRACT

AYU CANDRA. DYNAMICS OF AGRARIAN STRUCTURE AND CHANGE

IN AGRICULTURAL COMMUNITY PRODUCTION . Case Of Simpang Nungki

Transmigration Settlement Unit, District Of Cerbon, Barito Kuala Residence,

South of Kalimantan Province. Under guidance of MARTUA SIHALOHO.

Palm oil is a superior commodity. Development of oil palm plantations in

Indonesia became a superior progam of local government who has a wide

area such as Barito Kuala District, South of Kalimantan. Changes in

communities agricultural production into oil palm plantations will affect the

mode of production and agrarian structure. This research has it purpose to

determine the process of agricultural community production change into

palm oil and the dinamic of agrarian structures that occur as the process of

change in agricultural production. This research also aims to identify the

factors that influence changes in agricultural production. The research was

conducted in Simpang Nungki Transmigrasion Settlement Unit, Cerbon

District, Barito Kuala Regency, South of Kalimantan by qualitative and

quantitative approaches. Changes in agricultural community production into

oil palm are affected by external and internal communities factors. External

factors consist of government policies that support the development of oil

palm plantations. While internal factors are the level of public knowledge and

level of ownership capital for construction and maintenance the garden.The

inclusion process of new capitalist commodities are linked to the dinamics

agrarian structure of community. Agrarian structure wich consist of

ownership, tenure, and land use has it changes in commodity and production

system community. Government, private, and community are expected to

cooperate in finding the best solution to the problems which rised in the

process of change.

Page 4: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

Keywords: Dinamics of agrarian structure, agricultural production change,

and palm oil.

Page 5: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

RINGKASAN

AYU CANDRA KUSUMASTUTI. DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN

PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT. Kasus Unit

Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon,

Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Dibawah

bimbingan MARTUA SIHALOHO.

Kelapa sawit adalah komoditi unggulan saat ini.

Permintaan Crude Palm Oil (CPO) yang selalu tinggi baik di

pasaran domestik maupun internasional dan serapan tenaga

kerja yang tinggi di sektor perkebunan menjadi daya tarik

bagi pemerintah dan swasta untuk mengembangkan usaha di

bidang perkebunan kelapa sawit. Program pengembangan

masyarakat yang berhasil meningkatkan kualitas hidup

masyarakat sekitar perkebunan melalui program plasma-inti

membuat pemerintah semakin mendukung program pengembangan

perkebunan kelapa sawit. Program pengembangan kelapa

sawit ini berakibat pada perubahan komoditas pertanian

masyarakat yang menjadi penanda perubahan moda produksi

masyarakat sekitar perkebunan. Proses perubahan produksi

pertanian yang meliputi perubahan komoditas dan moda

produksi masyarakat akan menimbulkan dinamika struktur

agraria masyarakat yang terdiri dari perubahan tingkat

kepemilikan, penguasaan dan pemanfaatan lahan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses

perubahan produksi pertanian masyarakat menjadi kelapa

sawit dan proses perubahan tingkat kepemilikan, tingkat

penguasaan dan pengusahaan lahan sebagai dinamika

struktur agraria yang terjadi seiring dengan proses

Page 6: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

perubahan produksi pertanian masyarakat menjadi kelapa

sawit. Penelitian ini juga bertujuan untuk

mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi

perubahan produksi pertanian masyarakat menjadi kelapa

sawit baik faktor eksternal masyarakat maupun internal.

Penelitian ini dilakukan di Unit Pemukiman

Transmigrasi Desa Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon,

Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan dengan

menggunakan pendekatan kulitatif dan kuantitatif.

Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (puposive) dengan

alasan: 1) UPT Simpang Nungki merupakan daerah sekitar

perusahaan kelapa sawit yang menjadi wilayah plasma

perusahaan. Selain itu, masyarakat sudah memulai mengenal

dan menanam komoditas sawit sebelum menjadi plasma

perusahaan yang akan di bangun pada akhir 2011; 2)

masyarakat transmigran memiliki lahan awal yang sama dan

status kepemilikan yang jelas sehingga data lebih mudah

didapat; dan 3) lokasi tersebut terjangkau transportasi

dan dekat dengan kabupaten sehingga memudahkan peneliti

untu memperoleh data.

Dinamika struktur agraria dan proses perubahan

produksi masyarakat Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT)

Simpang Nungki dijelaskan dalam periodisasi jenis

komoditi masyarakat. Periode pertama adalah periode pra

masuknya komoditi kelapa sawit ke UPT Simpang Nungki yang

terjadi sekitar tahun 2005 sampai 2006. Pada masa ini

moda produksi masyarakat masih subsisten-komersial yang

ditandai dengan komoditi pertanian berupa padi, palawija,

Page 7: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

dan jeruk. Proses transfer kepemilikan lahan melalui

ganti rugi masih jarang terjadi. Sistem kelembagaan yang

berlaku adalah sistem bagi hasil yang mengatur sistem

lahan garapan yang banyak dilakukan oleh transmigran dan

masyarakat local.

Periode kedua adalah periode proses masuknya

komoditi kelapa sawit yang dimulai pada akhir 2006 sampai

2011. Periode ini ditandai dengan masuknya dua perusahaan

swasta di sekitar Desa Simpang Nungki dan adanya program

pemerintah terkait pengembangan perkebunan kelapa sawit.

Pada peride ini, perubahan komoditas pertanian masyarakat

menjadi kelapa sawit mulai terjadi. Proses transfer

kepemilikan mulai terjadi pada masa ini. Harga lahan pun

semakin tinggi. Kelembagaan baru yang muncul adalah

kelembagaan koperasi sebagai pendukung program plasma

yang akan di realisasikan pada akhir tahun 2011. Struktur

agraria masyarakat telah terdiferensiasi ke dalam

beberapa lapisan yakni petani pemilik, pemilik +

penggarap, pemilik + buruh tani, dan pemilik + penggarap

+ buruh tani. Periode ini adalah periode pengenalan

terhadap moda produksi kapitalis yang akan berlaku pada

periode selanjutnya.

Periode ketiga adalah periode pasca masuknya

komoditi kelapa sawit. Periode dimulai pada akhir tahun

2011 saat disepakatinya peraturan dan perjanjian terkait

kebun plasma masyarakat. Jeda waktu antara pembagian

sertifikat transmigran dengan penetapan peserta program

plasma adalah peluang bagi pemodal untuk masuk dengan

Page 8: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

membeli lahan masyarakat. Harga lahan yang tinggi tidak

menghilangkan minat pemodal untuk ikut serta dalam

program plasma di UPT Simpang Nungki. Oleh karena itu,

proses transfer kepemilikan lahan banyak terjadi pada

periode ini. Pendatang mulai berdatangan untuk menjadi

buruh-buruh perkebunan di UPT Simpang Nungki. Profesi-

profesi non petani juga mulai bermunculan di wilayah ini

seperti penyedia jasa, pedagang saprotan dan sebagainya

yang memiliki andil besar dalam hubungan produksi petani.

Hal tersebut membuat struktur agraria masyarakat akan

terdiferensiasi dalam lebih banyak lapisan. Lapisan-

lapisan baru yang akan muncul adalah kategori non petani

dan status tunggal sebagai buruh yang tidak lain adalah

tunakisma. Pada masa ini moda produksi masyarakat adalah

moda produksi kapitalis.

Faktor internal yang terdiri dari tingkat

kepemilikan modal dan tingkat pengetahuan masyarakat

tentang perkebunan kelapa sawit dengan keputusan

membangun kebun dan keberlanjutan kebun memiliki hubungan

yang kuat dan positif. Hasil tersebut menunjukkan

hubungan yang signifikan. Faktor eksternal yang terdiri

dari kebijakan pemerintah terkait pengembangan perkebunan

kelapa sawit juga sangat berpengaruh terhadap perubahan

komoditi dalam perubahan produksi masyarakat UPT Simpang

Nungki.

Page 9: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI

PERTANIAN MASYARAKAT

(Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang

Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala,

Provinsi Kalimantan Selatan)

Oleh:

Ayu Candra Kusumastuti

I34070072

SKRIPSISebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh GelarSarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

padaFakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian

Bogor

Page 10: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

DEPARTEMEN SAINS

KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

Page 11: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

DEPARTEMEN SAINS

KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh:

Nama Mahasiswa : Ayu Candra KusumastutiNIM : I34070072Judul Proposal

Skripsi

: Dinamika Struktur Agraria dan

Perubahan Produksi Pertanian

Masyarakat (Kasus Unit Pemukiman

Transmigrasi Simpang Nungki,

Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito

Kuala, Provinsi Kalimantan Selatan)Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh

gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada

Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Martua Sihaloho, SP., M.SiNIP 19770417 200604 1 007

Mengetahui

Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan

Masyarakat

Page 12: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP 19550630 198103 1 003

Tanggal Lulus: __________________________

Page 13: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI

PERTANIAN MASYARAKAT” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA

PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA TINGGI MANAPUN UNTUK TUJUAN

MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN

BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR KARYA SAYA SENDIRI DAN

TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU

DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG

DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Juli 2011

Ayu Candra K

I34070072

Page 14: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kediri, Jawa Timur pada tanggal 18

Oktober 1989. Penulis merupakan anak pertama dari dua

bersaudara dari Bapak Dedy Indaryanto, BA dan Dra. Rijani

Dana Subekti. Penulis menamatkan pendidikan Taman Kanak-

Kanak di TK RA Kusuma Mulia (1994-1995), SD Negeri Keling

III (1995-2001), Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri

2 Pare (2001-2004), dan Sekolah Menengah Atas di SMA

Negeri 2 Pare (2004-2007). Kemudian pada tahun 2007,

penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian

Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk

IPB) di departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan

Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia.

Selama di IPB, penulis tergabung dalam Leadership and

Entrepreneurship School (2007-2008) sebagai siswa. Kemudian

pada periode 2008-2009 penulis bergabung pada kementrian

Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa (PSDM) Badan Eksekutif

Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Institut Pertanian Bogor

(BEM KM IPB) kabinet IPB Gemilang sebagai staf sekaligus

sebagai staf ahli acara manajemen Leadership and

Entrepreneurship School (LES). Pada periode yang sama penulis

juga menjadi pengurus Forum Silaturahmi Mahasiswa Alumni

ESQ 165 (FOSMA ESQ 165) se-Bogor Raya sebagai staf

Kominfo dan FOSMA Komisariat IPB sebagai staf Olahraga

dan Seni. Pada periode 2009-2010 penulis kembali

tergabung dalam Kementrian PSDM BEM KM IPB kabinet

Generasi Inspirasi sebagai staff dan Manajer Akademik

Leadership and Entrepreneurship School (LES). Penulis juga aktif

Page 15: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

mengikuti berbagai kegiatan kepanitian dalam beberapa

event di IPB antara lain JAPAS tahun 2007 yang diadakan

oleh Institut Pertanian Bogor, Politik Cerdas oleh BEM

FEMA tahun 2008, kepanitiaan dalam Masa Perkenalan

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

tahun 2009, dan kepanitiaan beberapa training ESQ di IPB

baik sebagai koordinator divisi maupun sebagai anggota.

Pada tahun 2010, penulis juga melakukan Kuliah Kerja

Profesi di PT. Bakrie Sumatera Plantation (BSP) unit

Jambi pada bagian Community Development.

Page 16: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan

Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul

Dinamika Struktur Agraria dan Perubahan Produksi

Pertanian Masyarakat (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi

Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala,

Provinsi Kalimantan Selatan). Skripsi ini ditujukan

sebagai bagian persyaratan untuk mendapatkan gelar

sarjana pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan

Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian

Bogor.

Penelitian yang ditulis dalam skripsi ini bertujuan

untuk mengkaji proses perubahan produksi pertanian

masyarakat beserta faktor yang mempengaruhinya. Tujuan

lainnya ialah mengidentifikasi dinamika agraria yang

terjadi di wilayah tersebut seperti perubahan

kepemilikan, penguasaan serta pengusahaan sumber agraria

yang ada di wilayah tersebut.

Akhir kata semoga skripsi ini dapat menjadi laporan

yang bermanfaat bagi banyak pihak.

Bogor, Juli 2011

Ayu Candra Kusumastuti

NIM I34070072

Page 17: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak terlepas daribantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu,pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telahmembantu, baik secara langsung maupun tidak langsungdalam penyelesaian skipsi ini, antara lain:1. Allah SWT yang selalu memberikan rahmat dan karuniaNya

yang luar biasa dan tiada habisnya, sehingga penulisdapat menyelesaikan penulisan skripsi ini;

2. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang selalu memberikandukungan moril maupun materiil serta doa yang tiadahenti, serta Adikku tersayang Hardyasa Prasetyawan;

3. Martua Sihaloho, SP. M.Si. sebagai dosen pembimbingskripsi atas kesabarannya telah membimbing, memberikankritik dan saran yang membangun serta memberikanmotivasi pada penulis dalam penulisan skripsi ini;

4. Prof. Dr. Endriatmo Sutanto sebagai dosen pembimbingakademik yang telah memberikan dukungan, semangat danselalu membantu penulis dalam menghadapi permasalahanakademik;

5. Dr. Satyawan Sunito selaku penguji akademik atasmasukan dalam skripsi;

6. Pemerintah Kabupaten Barito Kuala, Kecamatan Cerbon,Desa Simpang Nungki, Dinas Sosial, Tenaga Kerja, danTransmigrasi, Dinas Perkebunan, dan Badan PertanahanNasional Kabupaten Barito Kuala atas bantuan dankemudahan memperoleh informasi selama penelitian;

7. teman sebimbingan Eka Ariwijayanti, teman seperjuanganLaras Sirly Safitri, Karina Swedianti, Turasih,Titania Aulia, Risma Junita, dan teman-teman KPM 44yang selalu menjadi teman diskusi saat menghadapimasalah penelitian;

8. sahabat-sahabat tercinta di Bateng 23 Desi Munggarani,Elok Puspitarini, dan Ambar Melati Ramadhani, Lusi,dan Winda yang selalu mendengarkan keluh-kesah penulisserta tidak pernah berhenti untuk memberikan semangat,

Page 18: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

doa dan dukungan kepada penulis dalam penulisanskripsi;

9. teman-teman seperjuangan di FOSMA IPB: Echa, Tika,Fina, Nurul, Nia, Lujeng, Rinal, Agus, dan lainnyayang selalu memberikan semangat dan doa;

10. teman-teman PSDM BEM KM Kabinet Gemilang danGenerasi Inspirasi atas kebersamaan dan pelajaran yangberharga. Juga Dean dan Otri yang telah membantumemberikan solusi terhadap masalah teknis yangdihadapi penulis; dan

11. semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatuyang telah membantu dan mendukung dalam penyelesaianskripsi ini.

Page 19: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

DAFTAR ISI

Halama

nDAFTAR

ISI ...........................................

...............................................

xii

DAFTAR

TABEL .........................................

.........................................

xv

DAFTAR

GAMBAR ........................................

.....................................

xvi

DAFTAR

LAMPIRAN ......................................

....................................

xvii

1.

PENDAHULUAN ...................................

..........................................

1

1.1. Latar

Belakang ...................................

......................................

1

1.2. Masalah

Penelitian .................................

..................................

3

1.3. Tujuan

Penelitian .................................

4

Page 20: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

.....................................1.4. Kegunaan

Penelitian .................................

................................

4

2. PENDEKATAN

TEORETIS ......................................

.......................

6

2.1. Tinjauan

Pustaka ....................................

..................................

6

2.1.1 Konsep

Perkebunan .................................

........................

2.1.2 Perubahan Produksi

Pertanian ..................................

.......

2.1.3 Konsep

Agraria ....................................

...........................

2.1.4 Konsep Dinamika Struktur

Agraria..................................

2.1.4.1 Perubahan Pola

Penguasaan dan Pemilikan

Lahan............................

.................................

........

6

7

9

11

12

2.2. Kerangka

Pemikiran ..................................

13

Page 21: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

..............................2.3.

Hipotesis ..................................

............................................

....

15

2.4. Definisi Operasional dan

Konseptual .................................

.....

15

3. PENDEKATAN

LAPANGAN.......................................

..................

18

3.1. Metode

Penelitian .................................

...................................

18

3.2. Lokasi dan Waktu

Penelitian..................................

..................

18

3.3. Teknik Pengumpulan

Data........................................

...............

19

3.4. Teknik Pengolahan dan Analisis

Data.....................................

20

4. GAMBARAN UMUM

LOKASI.........................................

............

21

4.1. Kondisi Umum

Desa .......................................

21

Page 22: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

.........................4.2. Kondisi

Agronomi ...................................

.................................

22

4.3. Kondisi

Demografi ..................................

.................................

23

4.4. Sarana dan

Prasarana ..................................

..............................

25

4.5. Konteks UPT Simpang

Nungki......................................

...........

26

5. DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA UNIT PEMUKIMAN

TRANSMIGRASI (UPT) SIMPANG

NUNGKI ..............................

29

5.1 Masa Pra Masuknya Komoditi Kelapa

Sawit ............................

29

5.1.1 Sejarah Unit Pemukiman

Transmigrasi Simpang Nungki

29

5.1.2 Sistem Kepemilikan dan Penguasaan

Lahan .....................

30

5.1.2.1 Status Kepemilikan dan

Penguasaan Lahan ...........

30

5.1.2.2 Sistem Transfer

Kepemilikan Lahan Pertanian ......

32

5.1.3 Sistem

Kelembagaan ................................

33

Page 23: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

......................... 5.1.4 Pemanfaatan

Lahan ......................................

.....................

34

5.2 Proses Masuknya Komoditi Kelapa

Sawit ................................

35

5.2.1 Sejarah Masuknya Komoditi Kelapa

Sawit .......................

35

5.2.2 Sistem Kepemilikan dan Penguasaan

Lahan .....................

37

5.2.2.1 Status Kepemilikan dan

Penguasaan Lahan ...........

37

5.2.2.2 Sistem Transfer

Kepemilikan Lahan Pertanian ......

41

5.2.3 Sistem

Kelembagaan ................................

.........................

41

5.2.4 Pemanfaatan

Lahan ......................................

.....................

43

5.3 Pasca Masuknya Komoditi Kelapa Sawit dan

Perubahan Agraria

Lokal ....................................

.........................................

45

5.3.1 Sistem Kepemilikan dan Penguasaan

Lahan .....................

45

5.3.1.1 Status Kepemilikan dan

Penguasaan Lahan ...........

45

Page 24: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

5.3.1.2 Sistem Transfer

Kepemilikan Lahan Pertanian ......

46

5.3.2 Sistem

Kelembagaan ................................

.........................

47

5.3.3 Pemanfaatan

Lahan ......................................

.....................

48

Ihktisar ...................................

............................................

........

49

6. FAKTOR – FAKTOR PENDUKUNG PERUBAHAN PRODUKSI

PERTANIAN .....................................

...............................................

...

51

6.1 Faktor

Eksternal ..................................

......................................

51

6.2 Faktor Internal

Masyarakat .................................

......................

54

6.2.1 Tingkat

Pengetahuan ................................

.........................

54

6.2.2 Tingkat Kepemilikan

Modal ......................................

.......

56

Page 25: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

6.3 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan

dengan Keputusan Membangun Kebun Kelapa

Sawit ....................................

.........

58

6.4 Hubungan antara Tingkat Kepemilikan

Modal dengan Keputusan Membangun Kelapa

Sawit ....................................

...

60

Ikhtisar ...................................

..........................................

...........

63

7.

PENUTUP ....................................

............................................

.........

65

7.1

Kesimpulan ...............................

..........................................

......

65

7.1

Saran ....................................

..........................................

............

66

DAFTAR

PUSTAKA .......................................

.....................................

6

Page 26: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

DAFTAR TABEL

Nomor Halama

nTabel

4.1

Transmigran UPT Simpang Nungki Tahun

2011 ...

26

Tabel

5.1.

Komoditi Pertanian Masyarakat UPT

Simpang Nungki Tahun 2005-

2006...................................

.............................

35

Tabel

5.2

Jumlah Petani Berdasarkan Kategori

Petani ......................

38

Tabel

5.3

Jumlah Transmigran Berdasarkan Luas

Lahan ...................

39

Tabel

5.4

Jumlah Pendatang Berdasarkan Luas

Lahan........................

40

Tabel

5.5

Jumlah Petani Kelapa Sawit Berdasarkan

Tahun Perubahan Komoditi

Pertanian .............................

...............

43

Tabel

6.1

Rumah Tangga Peserta Program

Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit

Berdasarkan Keputusan Membangun Kebun

Kelapa

Sawit .................................

....

53

Tabel

6.2

Rumah Tangga Menurut Tingkat

Pengetahuan Petani UPT Simpang 55

Page 27: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

Nungki ................................

.................................Tabel

6.3

Rumah Tangga Menurut Tingkat

Kepemilikan Modal Pembangunan dan

Perawatan Kebun Kelapa

Sawit ...........

57

Tabel

6.4

Hubungan antara Tingkat Pengetahuan

dengan Keputusan Membangung Kebun

Kelapa

Sawit .................................

...

58

Tabel

6.5

Hubungan antara Kepemilikan Modal

dengan Keputusan Membangun Kebun Kelapa

Sawit .................................

..

61

Page 28: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halama

nGambar

1.

Kerangka Pemikiran

.....................................

..................

14

Gambar

2.

Perkembangan Jumlah Penduduk

Kecamatan Cerbon Tahun 2005 –

2009.................................

....................

23

Gambar

3.

Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan

Cerbon Tahun

2010.................................

.....................................

.........

24

Gambar

4.

Minat Petani Plasma Terhadap Program

Plasma ..........

44

Page 29: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halama

nLampiran

1.

Peta Kecamatan

Cerbon ..............................

...................

70

Lampiran

2.

Hasil Uji Korelasi Rank

Spearman ............................

....

71

Lampiran

3.

Pelaksanaan Penelitian dan

Skripsi .............................

...

72

Lampiran

4.

Peraturan

Transmgrasi .........................

...........................

73

Lampiran Daftar Nama

Responden ...........................

......................

78

Lampiran Daftar Nama

Informan ............................

......................

80

Lampiran

7.

Kuesioner ...........................

.....................................

.......

81

Lampiran

8.

Panduan

Pertanyaan ..........................

..............................

85

Lampiran Dokumentasi ......................... 86

Page 30: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

9. .....................................

.....

Page 31: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kelapa sawit merupakan komoditas yang diunggulkan

saat ini. Permintaan CPO (crude palm oil) atau minyak

kelapa sawit yang tinggi di pasar domestik maupun

internasional membawa daya tarik tersendiri.

Pemasukan devisa dan terbukanya lapangan pekerjaan

dalam jumlah besar merupakan keunggulan lain

sektor perkebunan khususnya perkebunan kelapa

sawit. Pada periode 1979-1980, Departemen

Penerangan mencatat bahwa perkebunan kelapa sawit

menduduki peringkat kedua penyumbang devisa

terbesar dari sektor perkebunan. Fakta-fakta

tersebut membuat pemerintah mendukung pengembangan

industri kelapa sawit. Beragam kebijakan dan

aturan yang mendukung pengembangan perkebunan

kelapa sawit dibuat untuk meningkatkan iklim yang

kondusif bagi investor dalam upaya pengembangan

perkebunan terutama sawit.

Pengembangan perkebunan khususnya kelapa sawit

terus berlangsung dari waktu ke waktu sejak

diperkenalkan oleh kolonial Belanda pada abad ke-19

(Bahari 2004). Perkebunan dibedakan menjadi beberapa

jenis menurut Marcus Colchester, Norman Jiwan, Andiko,

Martua Sirait, Asep Yunan Sirait, A. Surombo, Herbert

Page 32: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

Pane (2006). Pertama adalah perkebunan skala besar

yakni perkebunan Negara ataupun swasta yang disebut

Perseroan Terbatas Perkebunan Nasional (PTPN) yang

merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan dimiliki

sepenuhnya oleh negara. Perkebunan ini beroperasi

diseluruh wilayah di Indonesia. Di sektor swasta,

perkebunan khususnya kelapa sawit terbagi dalam dua

tipe besar yakni perusahaan yang lebih dari 50 persen

sahamnya dimiliki oleh orang Indonesia dan perusahaan

yang lebih dari 50 persen sahamnya dimiliki oleh

investor asing. Seluruh jenis perusahaan berskala besar

beroperasi di atas “Tanah Negara” dan diatur melalui

berbagai perizinan di tingkat nasional maupun lokal.

Jenis kedua adalah perusahaan skala menengah.

Perusahaan ini biasanya berbentuk koperasi yang

dimiliki bersama atau perseorangan dan beroperasi di

“Tanah Negara” maupun tanah pribadi. Operasi perusahaan

ini berdekatan dengan operasi skala besar dimana

produknya dijual untuk pengolahan lebih lanjut atau

ekspor. Jenis ketiga adalah perusahaan skala kecil,

yaitu perusahaan yang memiliki luas kurang dari 25

hektar dan biasanya dimiliki satu orang petani/keluarga

dan disebut sebagai perkebunan rakyat.

Pemerintah terus berupaya untuk mengembangkan

perkebunan sawit. Pengembangan perkebunan kemudian

dilakukan melalui berbagai program PIR (Perusahaan Inti

Rakyat) sejak tahun 1977, seperti NES (Nucleus Estate

Page 33: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

Smallholder) yang dibiayai world bank, PIR Khusus

(1980), dan PIR Trans (1985). Saat ini, Indonesia

merupakan negara penghasil sawit terbesar di dunia,

yakni sekitar 44,5 persen dari jumlah produksi sawit

dunia. Upaya pengembangan perkebunan kelapa sawit

hingga menjadi penghasil sawit terbesar di dunia

membutuhkan lahan yang luas. Saat ini Indonesia

memiliki 6 juta hektar lahan yang sudah ditanami, dan

telah membuka hutan tiga kali lipat lahan yang telah

ditanami. Pemerintah daerah sendiri telah menetapkan 20

juta hektar lahan untuk rencana pembangunan perkebunan

kelapa sawit terutama di wilayah Sumatra, Kalimantan,

Sulawesi dan Papua Barat (Colchester M, Jiwan N,

Andiko, Sirait M, Sirait A Y, Surombo A, Pane H 2006).

Pemerintah daerah di luar jawa yang sebagian besar

memiliki lahan luas seakan berlomba-lomba meningkatkan

Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan mengembangkan

perkebunan sawit. Selain pemasukan untuk pemerintah

daerah, komoditi kelapa sawit dianggap mampu

meningkatkan kesejahteraan masyarakat dibandingkan

dengan komoditi lain. Oleh karena itu, pemerintah

mewajibkan seluruh Perkebunan Besar Swasta (PBS) untuk

membangun kebun plasma1. Kebijakan tersebut seperti

tertuang pada Peraturan Menteri Pertanian No.26 Tahun

2007 tentang pengembangan perkebunan melalui program

revitalisasi perkebunan bahwa setiap perusahaan yang1 Kebun Plasma adalah areal wilayah plasma yang dibangun oleh perusahaan Inti dengan tanaman perkebunan.

Page 34: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit wajib

memiliki plasma minimal 20% dari luas HGU. Program

plasma ini dilakukan dalam beberapa tipe program,

seperti KKPA dan program revitalisasi perkebunan.

Program-program tersebut melibatkan masyarakat secara

langsung sebagai pemilik tanah. Keuntungan yang

dijanjikan dalam program inti-plasma ini tentu menjadi

daya tarik bagi masyarakat luas untuk ikut serta

didalamnya. Sehingga nilai tanah sebagai sumber daya

utama meningkat. Proses masuknya sistem baru

(perkebunan kelapa sawit) ke dalam masyarakat akan

mempengaruhi kehidupan masyarakat petani. Komoditas

yang berbeda memerlukan proses produksi yang berbeda

pula, sehingga masyarakat harus menggunakan moda

produksi yang berbeda. Hal tersebut mempengaruhi

perubahan hubungan produksi diantara masyarakat.

Perubahan moda produksi dapat dilihat dari perubahan

kekuatan produksi dan hubungan sosial produksi di

kalangan masyarakat petani yang akan menimbulkan gerak

perubahan dalam struktur agraria. Widiono (2008)

menjelaskan melalui penelitiannya bahwa pembangunan

perkebunan kelapa sawit berdampak penegasan sampai

polarisasi lapisan sosial dan dualistik strategi nafkah

yakni sawah dan kebun. Penelitian lain menyebutkan

bahwa dampak yang ditimbulkan adalah stratifikasi

sosial dalam banyak lapisan (Sihaloho M, Purwandari H,

dan Supriyadi A 2009). Proses masuknya komoditas baru

Page 35: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

berupa kelapa sawit menjadi lebih unik saat dilihat

pada wilayah transmigrasi. Perubahan struktur agraria

yang terjadi karena faktor-faktor lain, memiliki

hubungan baik langsung maupun tidak langsung dengan

proses masuknya komoditi kelapa sawit. Stratifikasi

yang terbentuk pada stuktur agraria masyarakat yang

awalnya memiliki kepemilikan lahan yang merata akan

mempengaruhi proses masuknya komoditi tersebut. Oleh

karena itu, proses perubahan produksi pertanian yang

awalnya beragam menjadi mayoritas kelapa sawit serta

gerak perubahan struktur agraria yang terjadi menarik

untuk diuji.

1.2. Masalah Penelitian

Pengembangan perkebunan kelapa sawit dalam skala besar

sedang berlangsung di beberapa wilayah di Indonesia.

Hal ini menjadi salah satu program unggulan pemerintah

daerah dalam bidang perkebunan. Beberapa wilayah yang

lebih dulu membangun perkebunan kelapa sawit telah

menunjukkan keberhasilannya dengan meningkatnya luas

areal perkebunan kelapa sawit. Pengaruhnya terhadap

kehidupan sosial masyarakat perkebunan pun terlihat

jelas. Oleh karena itu, penting halnya untuk mengetahui

proses perubahan produksi pertanian masyarakat menjadi

kelapa sawit. Proses tersebut dipengaruhi oleh beberapa

aspek. Sehingga akan dikaji apa saja faktor yang

mempengaruhi perubahan produksi menjadi kelapa sawit.

Merujuk latar belakang di atas, yang menyatakan bahwa

Page 36: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

proses masuknya perkebunan sawit memiliki hubungan

dengan perubahan struktur agraria masyarakat ternyata

ditemui di lokasi yang akan dijadikan tempat

penelitian. Wilayah ini merupakan daerah pengembangan

perkebunan kelapa sawit yang baru sehingga proses

perubahan produksi pertanian masyarakat dapat terlihat.

Perubahan-perubahan struktur agraria yang mengiringi

proses perubahan produksi menjadi kelapa sawit juga

sangat terlihat. Saat ini, perencanaan pembukaan kebun

baru di beberapa wilayah Kabupaten Barito Kuala telah

dibuat dan akan direalisasikan beberapa waktu ke depan.

Oleh karena itu penting untuk mengkaji bagaimana proses

dinamika struktur agraria yang terjadi pada daerah

tersebut seiring dengan masuknya perkebunan kelapa

sawit.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses

perubahan produksi pertanian masyarakat menjadi kelapa

sawit. Penelitian ini juga bertujuan untuk

mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi

perubahan produksi pertanian masyarakat menjadi kelapa

sawit baik faktor eksternal masyarakat maupun internal.

Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk

mengetahui proses perubahan tingkat kepemilikan,

tingkat penguasaan dan pengusahaan lahan sebagai

dinamika struktur agraria yang terjadi seiring dengan

Page 37: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

proses perubahan produksi pertanian masyarakat menjadi

kelapa sawit.

1.4. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah:

1) bagi masyarakat, khususnya masyarakat UPT Simpang

Nungki yang berada di wilayah yang mengalami

perubahan produksi pertanian diharapkan dapat

menambah wawasan bagaimana proses perubahan produksi

pertanian beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya

yang dikaitkan dengan dinamika struktur agraria yang

terjadi di wilayah tersebut seiring dengan perubahan

produksi pertanian tersebut;

2) bagi peneliti, penelitian ini diharapkan juga

menambah literatur, wawasan, serta ilmu pengetahuan

terkait dengan kajian agraria bagi para peneliti

bidang yang sama sehingga diharapkan dapat memberi

sumbangan bagi pengembangan studi; dan

3) bagi pemerintah dan swasta, informasi dan data dari

hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan

rujukan ilmiah tentang peergeseran dan perubahan yang

terjadi. Sehingga dapat dijadikan masukan dalam

membuat kebijakan maupun program-program pemberdayaan

masyarakat.

Page 38: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1 Konsep Perkebunan

Perkebunan adalah salah satu subsektor pertanian

non pangan yang tidak asing di Indonesia.

Pengertian perkebunan2 dalam Undang-undang No. 8

Tahun 2004 tentang perkebunan adalah segala

kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada

tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam

ekosistem yang sesuai, mengolah, dan memasarkan

barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan

bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan

serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan

bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat.

Pendekatan pengembangan komoditas perkebunan di

Indonesia adalah “perkebunan rakyat” yang diusahakan

oleh petani dan “perkebunan besar” yang diusahakan oleh

perusahaan (Sitorus, et.al 2008). Pada proses pembukaan

maupun pengembangan, pengusaha perkebunan akan

melakukan ekspansi. Secara harfiah ekspansi berarti

tindakan aktif untuk memperluas dan memperbesar cakupan

usaha yang telah ada. Ekspansi dalam bidang perkebunan

besar dapat berarti perluasan areal atau lahan

perkebunan baik yang dikelola oleh perusahaan sebagai

2 http://www.yousaytoo.com/pengertian-perkebunan-menurut-undang-undang/338977, diakses pada 18 November 2010

Page 39: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

kebun inti maupun lahan yang akan di plasmakan. Pada

perkebunan rakyat proses ekspansi dapat dilihat pada

peningkatan jumlah lahan yang dikonversi menjadi areal

perkebunan.

Pengembangan perkebunan kelapa sawit dimulai tahun

1900 dan perkebunan diusahakan berorientasi pada pasar

ekspor. Pada tahun 1978, pemerintah mengambil kebijakan

untuk mengalokasikan sebagian besar produksi minyak

sawit ke pasar domestik karena adanya kekurangan

penawaran minyak nabati yang disebabkan turunnya

produksi kelapa.

Pemerintah mengembangkan usaha perkebunan rakyat

di daerah baru dengan menggunakan jasa perkebunan besar

atau negara dalam bentuk keterkaitan antara kedua usaha

tersebut pada tahun 1974/1975. Bentuk kerjasama macam

ini disebut Perusahaan inti Rakyat Perkebunan Besar

(PIR BUN) yang merupakan terjemahan dari Nucleus Estate

Smallholder Development Project (NES Project). Pola

inti rakyat ini tercipta berdasarkan Keppres Nomor 11

tahun 1974, yang merupakan suatu pola unuk mewujudkan

sistem kerjasama yang saling menguntungkan antara

perusahaan perkebunan besar dengan usahatani yang

berada di sekitarnya.

Khusus untuk pengembangan kelapa sawit, pola

pengembangannya adalah pola PIR (Ditjen Perkebunan-

TKPIR,1987). Sampai saat ini terdapat 4 jenis PIR:

Page 40: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

1. PIR-BUN lokal: PIRBUN tersebut dilaksanakan

disekitar perkebunan yang telah ada sebagai inti,

sumber dana dari dalam negeri dan petani pesertanya

dari petani setempat (lokal).

2. PIR Bun khusus: PIR-BUN tersebut dibangun dengan

dana dalam negeri dan petani peserta sebagian besar

transmigran dan petani lokal.

3. PIR-BUN Berbantuan: PIR-BUN tersebut dibangun dengan

dana pinjaman kredit luarnegeri, dengan petani

pesertanya dari transmigrasi dan petani lokal.

4. PIR-TRANS: Pir BUN tersebut dibangun dengan dana

pinjaman bank oleh perusahaan inti, petani peserta

dari transmigrasi dan penduduk lokal. DI masa

mendatang semua pembangunan PIR BUN diarahkan pada

pola PIR TRANS, sesuai INPRES tahun 1986.

2.1.2 Perubahan Produksi Pertanian

Perubahan produksi pertanian masyarakat dari komoditi

non-kebun menjadi komoditi perkebunan merupakan proses

perubahan dalam skala yang besar. Karena perubahan

tersebut tidak hanya dilakukan oleh perseorangan, namun

dilakukan oleh sekelompok orang. Seperti dijelaskan

sebelumnya, kebijakan pemerintah sangat mempengaruhi

perubahan produksi pertanian masyarakat dari komoditi

non-perkebunan yang lebih bersifat subsisten-komersial

menjadi komoditi perkebunan yang lebih bersifat modern

dan kapitalis.

Page 41: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

Widiono (2008) menjelaskan bahwa keputusan

masyarakat untuk membuka kebun kelapa sawit dan

bergabung dengan program KKPA (Koperasi Kelompok Petani

Anggota) dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni:

a. pengetahuan yang cukup. Pengetahuan tersebut

diperoleh dari hasil interaksi dengan buruh

perusahaan dan migran etnis Batak;

b. ketersediaan modal untuk membuka dan merawat kebun

kelapa sawit; dan

c. jaminan pembelian dari perusahaan.

Proses perubahan produksi pertanian masyarakat

juga berpengaruh terhadap moda produksi masyarakat

(Fadjar 2009). Shanin (1990) dalam Fadjar (2009)

menjelaskan bahwa moda produksi mempresentasikan “cara”

yang ditempuh masyarakat dalam melakukan proses

produksi (ways of production) guna menyediakan produk

untuk memenuhi kebutuhan material. Secara khusus,

Shanin (1990) dan Russel (1989) dalam Fadjar (2009)

menjelaskan bahwa moda produksi terdiri dari: 1)

kekuatan atau daya produksi (force of production) yang akan

memengaruhi produktivitas, dan 2) hubungan sosial

produksi (relation of production) yang akan membentuk posisi

superior dan posisi subordinat sehingga hubungan sosial

akan membentuk struktur sosial dalam penguasaan

kekuatan produksi.

Page 42: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

Khan (1974) dalam Fadjar (2009) dan Sitorus (1999)

menyebutkan hasil penelitiannya tentang cara produksi

pada masyarakat Minangkabau terdiri dari:

a. produksi subsisten (subsistence production) yaitu usaha

pertanian tanaman pangan dimana hubungan produksi

terbatas dalam keluarga inti dan hubungan antara

pekerja bersifat egaliter;

b. produksi komersialis (petty comodity production) yaitu

usaha pertanian yang (sudah) berorientasi pasar

dimana hubungan produksi menunjuk pada gejala

eksploitasi surplus melalui ikatan kekerabatan, dan

hubungan sosial antara pekerja (umumnya anggota

keluarga/kerabat) bersifat egaliter tetapi

kompetitif; dan

c. produksi kapitalis (capitalist production) yaitu usaha

padat-modal berorientasi pasar dimana hubungan

produksi mencakup struktur majikan-buruh atau

“pemilik modal – pemilik tenaga”.

2.1.3 Konsep Agraria

Sitorus (2002) menjelaskan bahwa lingkup agraria

mengandung pengertian yang luas dari sekedar “tanah

pertanian” atau “pertanian”, yaitu suatu bentang alam

yang mencakup keseluruhan kekayaan alami (fisik dan

hayati) dan kehidupan sosial yang terdapat di dalamnya.

Lingkup agraria itu sendiri terdiri dari dua unsur,

Page 43: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

yaitu obyek agraria atau dapat disebut juga sebagai

sumber-sumber agraria dalam bentuk fisik. Sumber-sumber

agraria ini sangat erat kaitannya dengan ruang fisik

tertentu yang tidak dapat dipindahkan ataupun

dimusnahkan. Oleh karena itu, sumber-sumber agraria

sangat erat kaitannya dengan akumulasi kekuasaan

(politik, ekonomi, sosial). Struktur agraria merupakan

hal yang selalu berubah. Perubahan-perubahan tersebut

terkait dengan perubahan pola penguasaan dan pemilikan

lahan. Sedangkan unsur kedua adalah subyek agraria,

yaitu pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap

sumber-sumber agraria tersebut. Secara garis besar,

subyek agraria dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu

komunitas (mencakup unsur-unsur individu, kesatuan dari

unit-unit rumah tangga dan kelompok), pemerintah

(sebagai representasi negara mencakup Pemerintah Pusat,

Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa) dan swasta

(private sector mencakup unsur-unsur perusahaan kecil,

menengah dan besar). Ketiga kategori ini memiliki

ikatan dengan sumber-sumber agraria melalui institusi

penguasaan/ pemilikan/ pemanfaatan (tenure institutions).

Sitorus (2002) membagi analisis agraria ke dalam

dua bentuk. Pertama, ketiga subyek agraria memiliki

hubungan teknis dengan obyek agraria dalam bentuk kerja

pemanfaatan berdasar hak penguasaan (land tenure)

tertentu; kedua, ketiga subyek agraria satu sama lain

berhubungan atau berinteraksi secara sosial dalam

Page 44: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

rangka penguasaan dan pemanfaatan obyek agraria

tertentu. Proporsi pertama menggambarkan hubungan

teknis yang menunjukan cara kerja subyek agraria dalam

pengolahan dan pemanfaatan obyek agraria untuk memenuhi

kebutuhannya. Sedangkan proporsi kedua menggambarkan

hubungan sosial agraris yang menunjukan cara kerja

subyek agraria yang saling berinteraksi dalam rangka

pemanfaatan obyek agraria, dengan kata lain hubungan

ini berpangkal pada perbedaan akses dalam hal

penguasaan/pemilikan/dan pemanfaatan lahan.

Wiradi (1984) menjelaskan bahwa kata ”penguasaan”

menunjuk pada penguasaan efektif, sedangkan ”pemilikan”

tanah menunjuk pada penguasaan formal. Penguasaan

formal dapat dijelaskan dengan adanya undang-undang

yang mengatur mengenai penguasaan tanah. Penguasaan

tanah belum tentu dan tidak harus disertai dengan

pemilikan. Penguasaan tanah dapat berupa hubungan

“pemilik dengan pemilik”, “pemilik dengan pembagi-

hasil”, “pemilik dengan penyewa”, “pemilik dengan

pemakai” dan lain-lain (Sihaloho, 2004). Kata

“pengusahaan” menunjuk pada pemanfaatan sebidang tanah

secara produktif (Wiradi, 1984). Hubungan-hubungan

sosial agraria antar subyek agraria kemudian membentuk

sebuah struktur. Hubungan pemanfaatan antara subjek-

subjek agraria dengan sumber-sumber agraria menunjuk

pada dimensi teknis atau lebih spesifik dimensi kerja.

Page 45: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

Hubungan antar subjek agraria menghasilkan aturan-

aturan penguasaan dan pengusahaan lahan. Aturan-aturan

tersebut berlaku secara turun menurun dan ditaati oleh

seluruh anggota masyarakat. Wiradi (2009) menjelaskan

beberapa sistem kelembagaan penguasaan lahan yakni:

1. sistem Gogolan (nama lainnya adalah norowito, playangan,

pekulen, kesikepan). Sistem ini mengatur penguasaan tanah

gogolan. Tanah gogolan adalah tanah pertanian milik

masyarakat desa yang hak pemanfaatannya biasanya

dibagi-bagi kepada sejumlah petani (biasanya disebut

sebagai “penduduk inti”) secara tetap atau giliran

berkala. Pemegang hak garap atas tanah ini tidak

diberi hak untuk menjualnya atau memindahtangankan

hak tersebut. Petani dengan hak garap atas tanah

disebut “petani gogol”, atau “gogol” saja. Sampai masa

sebelum perang, untuk menjadi seorang gogol diperlukan

sejumlah persyaratan antara lain: (a) harus mampu dan

mampu melakukan kerja-wajib (ronda malam, memperbaiki

saluran air, dan sebagainya untuk keperluan desa),

(b) harus sudah menikah, (c) harus mempunyai rumah

dan pekarangan, dan (d) harus memperoleh persetujuan

dari seluruh gogol yang sudah ada;

2. sistem Gadai. Sistem gadai yang dimaksud adalah

penyerahan tanah untuk menerima pembayaran sejumlah

uang tunai, dengan ketentuan si penjual tetap berhak

atas pengembalian tanahnya dengan jalan menebusnya

kembali. Sedangkan yang dimaksud dengan hak gadai

Page 46: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

adalah penyerahan hak atas sebidang tanah kepada

orang lain dengan pembayaran berupa sekian kuintal

gabah atau sekian gram emas perhiasan atau sekian

ekor kerbau atau sapi, dengan ketentuan pemilik tanah

yang telah menyerahkan hak atas tanahnya itu kepada

orang lain dapat memperoleh haknya kembali dengan

jalan menebusnya;

3. sistem Sewa. Sistem Sewa yang dimaksud adalah

penyerahan sementara hak penguasaan tanah kepada

orang lain, sesuai perjanjian yang dibuat bersama

oleh pemilik dengan penyewa; dan

4. sistem Bagi Hasil. Sistem bagi hasil yang dimaksud

adalah penyerahan sementara hak atas tanah kepada

orang lain untuk diusahakan dengan perjanjian si

penggarap akan menanggung bebean tenaga kerja

keseluruhan, dan menerima sebagian dari hasil

tanahnya. Pemilik tanah turut menanggung resiko

kegagalan. Inilah yang membedakannya dari sistem

sewa-menyewa. Besar kecilnya bagian hasil yang harus

diterima oleh masing-masing pihak pada umumnya telah

disepakati bersama oleh pemilik dan penggarap sebelum

penggarap mulai mengusahakan tanahnya.

2.1.4 Konsep Dinamika Struktur Agraria

Pengertian dinamika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI) adalah gerak atau aktivitas. Gerak menjadi suatu

pola pergeseran dan perubahan dari waktu ke waktu

Page 47: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

hubungannya dengan pola hidup manusia yang ditandai

dengan momentum tertentu. Dinamika dalam kaitannya

dengan struktur agraria adalah gerak perubahan struktur

agraria masyarakat yang terdiri dari kepemilikan,

penguasaan dan pengusahaan lahan. Wiradi (2002)

menyebutkan bahwa tranformasi struktur agraria yang

berlangsung dalam suatu masyarakat berkaitan dengan

hal-hal berkut: 1) dinamika internal masyarakat, 2)

intervensi pemerintah melalui berbagai kebijakan, 3)

intervensi pihak lain atau pengaruh eksternal, dan 4)

warisan sejarah.

Page 48: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

2.1.4.1 Perubahan Pola Penguasaan dan Pemilikan Lahan

Struktur agraria terkait dengan tingkat penguasaan, dan

pemilikan lahan merupakan hal yang dinamis. Struktur

agraria dalam masyarakat akan terus berubah seiring

dengan pertambahan waktu dan fenomena sosial yang

terjadi. Pada awal terbentuknya masyarakat, sebagian

besar wilayah di Indonesia dikuasai secara kolektif

terlebih untuk daerah luar Jawa, karena pada masa

kolonial di Jawa seluruh wilayah adalah milik raja.

Pola penguasaan kolektif membuat masyarakat memiliki

akses yang sama terhadap lahan (Fadjar 2009). Seiring

dengan masuknya moda produksi modern, terjadi perubahan

pola kepemilikan lahan dari yang bersifat kolektif

menjadi perseorangan. Perubahan ini berakibat pada

perubahan akses masyarakat terhadap lahan yang awalnya

terbuka menjadi tertutup. Pada pola kepemilikan

kolektif setiap masyarakat memiliki hak untuk menggarap

lahan yang diatur oleh lembaga adat. Karena status

kepemilikan lahan berada di tangan lembaga adat dan

yang menjadi hak milik penggarap hanyalah tanaman yang

tumbuh di atas tanah tersebut. Pola penguasaan

perseorangan yang dikuatkan oleh kebijakan pemerintah

tentang pengakuan pemilikan tanah melalui sertifikasi

membuat masyarakat yang tidak memiliki sertifikat tidak

dapat mengakses lahan. Sehingga pola “petani pemilik-

buruh tani” menjadi pilihan masyarakat dalam menghadapi

keadaan ini. Kepemilikan lahan yang relatif sempit

Page 49: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

membuat petani lebih rentan untuk mengalihkan hak atas

tanahnya kepada pihak lain dengan cara menjualnya

(Indrizal 1997).

Transfer kepemilikan melalui jual-beli merupakan

hal yang wajar pada masyarakat dengan pola pemilikan

perseorangan. Karena tanah memiliki nilai yang tinggi

di mata masyarakat. Namun masyarakat yang pernah

mengalami masa pemilikan kolektif memiliki kesulitan

dalam menjalankan jual beli sebagai proses transfer

kepemilikan. Karena tidak semua masyarakat memiliki

cukup modal untuk membeli lahan. Masyarakat yang tidak

memiliki cukup uang untuk membeli lahan akan menjadi

penggarap dengan sistem sewa dan bagi hasil ataupun

menjadi buruh tani di lahan-lahan yang telah dimiliki

secara perseorangan.

Perubahan-perubahan pada pola penguasaan dan

pemilikan tanah membuat pola struktur agraria menjadi

terstratifikasi oleh banyak lapisan bahkan dalam

beberapa kasus menunjukkan gejala polarisasi, seperti

dijelaskan oleh Sihaloho M, Purwandari H, dan Supriyadi

A (2009) dalam penelitiannya di dua desa perkebunan di

Banten. Gejala polarisasi terlihat dari timpangnya

tingkat kepemilikan lahan pada masyarakat. Ketersediaan

lahan yang semakin sempit membuat masyarakat perkebunan

memiliki peran ganda dalam penguasaan lahan baik

permanen maupun sementara. Proses masuknya moda

produksi modern ke dalam sistem pertanian masyarakat

Page 50: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

memunculkan peran-peran baru dalam masyarakat. Peran-

peran baru ini terkait dengan penyediaan

alat-alat/sarana produksi pertanian. Bertambahnya jenis

lapisan masyarakat pada struktur agraris masyarakat

menunjukkan diferensiasi sosial. Perubahan yang terjadi

pada struktur agraria menyebabkan pergerakan pada

pelaku didalamnya. Banyak pihak yang masuk ke dalam

struktur yang ada, tetapi juga banyak pihak yang

kemudian keluar dari struktur masyarakat karena akses

terhadap lahan yang hilang. Penelitian Sihaloho M,

Purwandari H, dan Supriyadi A (2009) menyebutkan

lapisan-lapisan yang terbentuk setelah adanya proses

pembukaan dan pengembangan perkebunan menjadi semakin

beragam yakni “petani pemilik”, “petani pemilik +

penggarap”, “petani pemilik + buruh tani”, “petani

penggarap”, “petani penggarap + buruh tani”, dan “buruh

tani”.

2.2 Kerangka Pemikiran

Komoditi yang ditanam masyarakat UPT Simpang Nungki

pada awal kedatangannya beragam seperti padi, palawija,

buah-buahan (jeruk), dan lain lain. Petani yang

mengusahakan tanaman padi sawah pada umumnya lebih

bersifat subsisten. Komoditi lain seperti palawija,

sayur, dan jeruk lebih bersifat komersil. Perubahan

produksi pertanian masyarakat dari komoditi campuran

dengan moda produksi campuran (subsisten dan komersil)

menjadi komoditi yang homogen yakni kelapa sawit dengan

Page 51: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

Perubahan Produksi Pertanian:

- Keputusan membuka Kebun

- Keberlanjutan Kebun

Faktor Eksternal Masyarakat:Kebijakan Pemerintah

Faktor Internal Masyarakat:-Tingkat Pengetahuan -Tingkat Kepemilikan Modal

Dinamika Struktur Agraria:- Perubahan Kepemilikan- Perubahan Penguasaan- Perubahan Pengusahaan

Keterangan: : Berhubungan : Berhubungan bolak balik : Kuantitatif

moda produksi kapitalis. Perubahan produksi pertanian

menjadi kelapa sawit yang merupakan komoditi baru

dipengaruhi oleh beberapa hal yang dikelompokkan dalam

dua aspek yakni faktor eksternal masyarakat yang

terdiri dari kebijakan pemerintah terkait perluasan

perkebunan kelapa sawit dan faktor internal masyarakat

yang terdiri dari tingkat pengetahuan masyarakat dan

tingkat pemilikan modal masyarakat untuk membangun

maupun merawat kebun kelapa sawit. Tingkat pengetahuan

ini ditinjau dari beberapa aspek yakni pengetahuan

tentang penanaman, perawatan, keuntungan serta kerugian

menanam kelapa sawit, dan proses pasca produksi atau

pasca kebun kelapa sawit. Perubahan produksi pertanian

masyarakat dilihat dari dua hal yakni keputusan untuk

membuka kebun kelapa sawit dan keberlanjutannya.

Seiring dengan berlangsungnya proses perubahan komoditi

pertanian masyarakat, berlangsung pula gerak perubahan

dalam bidang struktur agraria masyarakat. Hal tersebut

seperti di gambarkan pada kerangka pemikiran (Gambar

1).

Page 52: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

Keterangan: : Berhubungan : Berhubungan bolak balik : Kuantitatif

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

2.3 Hipotesis Penelitian

1. tingkat pengetahuan masyarakat memiliki hubungan

positif dengan perubahan produksi pertanian;

2. tingkat kepemilikan modal memiliki hubungan positif

dengan perubahan produksi pertanian;

3. faktor eksternal masyarakat memiliki hubungan

positif dengan perubahan produksi pertanian

masyarakat; dan

4. dinamika struktur agraria memiliki hubungan dengan

perubahan produksi pertanian masyarakat.

2.4 Definisi Operasional dan Konseptual

1

.

Perubahan produksi pertanian adalah proses

perubahan komoditas pertanian masyarakat

menjadi kelapa sawit.

Pengukuran:

Page 53: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

a

.

tinggi (skor 3) jika responden memutuskan untuk

membuka kebun kelapa sawit dan kebunnya bertahan

sampai sekarang;

b

.

sedang (skor 2) jika responden memutuskan

membuka kebun tetapi kebunnya tidak bertahan

sampai sekarang; dan

c

.

rendah (skor 1) jika responden memutuskan untuk

tidak membuka kebun.

2

.

Faktor internal masyarakat adalah keadaan responden

yang mempengaruhi keputusan responden membuka kebun

kelapa sawit dan keberlanjutan kebunnya. Faktor

internal terdiri dari:

- tingkat pengetahuan adalah pengetahuan responden

yang terdiri dari pengetahuan tentang tata cara

pembangunan kebun, perawatan kebun, pengetahuan

tentang pasca kebun (pasca produksi) dan

keuntungan serta kerugian dari kebun kelapa

sawit,

Pengukuran:

a

.

tinggi (skor 3) jika responden dapat menjawab

dan menjelaskan jawaban dengan sangat baik dan

memiliki pandangan positif terhadap kebun dan

komoditi kelapa sawit;

b

.

sedang (skor 2) jika responden dapat menjawab

dan menjelaskan jawaban dengan baik dan memiliki

Page 54: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

pandangan negatif terhadap kebun kelapa sawit

atau responden memiliki pandangan positif

tentang kebun kelapa sawit namun tidak dapat

menjawab pertanyaan tentang pengetahuan tatacara

pembukaan dan perawatan kebun dengan baik; dan

c

.

rendah (skor 1) jika responden tidak dapat

menjawab pertanyaan terkait pengetahuan tatacara

pembukaan dan perawatan kebun kelapa sawit serta

memiliki pandangan negatif tentang kebun kelapa

sawit.

- tingkat kepemilikan modal adalah jumlah uang yang

dimiliki dan dialokasikan responden baik untuk

membuka maupun merewat kebun kelapa sawit.

Pengukuran:

a

.

tinggi (skor 3) jika responden memiliki modal

untuk membuka dan merawat kebun kelapa sawit;

b

.

sedang (skor 2) jika responden hanya memiliki

modal untuk membuka kebun kelapa sawit; dan

c

.

rendah (skor 1) jika responden tidak memiliki

modal untuk membuka maupun merawat kebun kelapa

sawit.

3 Faktor eksternal masyarakat adalah faktor yang

memengaruhi keputusan masyarakat untuk membangun

kebun kelapa sawit yang berasal dari luar

masyarakat. Faktor tersebut ditinjau dari kebijakan

Page 55: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

pemerintah yang memengaruhi keputusan masyarakat.

4

.

Dinamika adalah gerak atau aktivitas. Gerak menjadi

suatu pola pergeseran dan perubahan dari waktu ke

waktu hubungannya dengan pola hidup manusia yang

ditandai dengan momentum tertentu.

- Struktur agraria adalah pola hubungan secara teknis

dengan objek agraria (lahan) dan pola hubungan

sosial(antar subjek agraria). Struktur agraria di

sini dimaknai sebagai pola hubungan dalam

pemilikan, penguasaan dan pemanfaatan lahan.

Dinamika struktur agraria akan dilihat dari:

a

.

tingkat perubahan penguasaan lahan adalah

perbandingan penguasaan lahan sebelum dan

sesudah masuknya perkebunan kelapa

sawit .Penguasaan lahan adalah penguasaan dan

atau pemilikan atas dasar milik yang hanya

terbatas pada akses terhadap lahan berupa

lahan pribadi, sewa,bagi hasil, dan gadai;

b

.

tingkat perubahan kepemilikan adalah

perbandingan pemilikan lahan sebelum dan

sesudah masuknya perkebunan kelapa sawit.

Pemilikan lahan adalah penguasaan dan atau

pemilikan lahan meliputi kemampuan akses dan

kontrol secara formal meliputi lahan pribadi,

sewa, bagi hasil dan gadai; dan

Page 56: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

c

.

tingkat perubahan pemanfaatan lahan adalah

perbandingan pemanfaatan lahan sebelum dan

sesudah masuknya perkebunan kelapa sawit.

Status dan bentuk pemanfaatan adalah berupa

pemanfaatan sendiri dan dimanfaatkan orang

lain. Bentuk pemanfaatan lahan diantaranya

berupa budidaya tanaman pangan, budidaya

holtikultura, budidaya tanaman buah,dan

lainnya.

Page 57: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

BAB III

PENDEKATAN LAPANG

3.1 Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan

kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif

merupakan pendekatan yang mampu memberikan pemahaman

mendalam dan rinci mengenai suatu peristiwa atau gejala

sosial, serta mampu menggali realitas dan proses sosial

maupun makna yang didasarkan pada pemahaman yang

berkembang dari subyek yang diteliti (Sitorus 2008).

Pendekatan ini digunakan untuk menggali informasi

tentang proses masuknya komoditas kelapa sawit dan

proses perubahan struktur agraria. Pendekatan ini juga

digunakan untuk mendapatkan informasi tentang kebijakan

yang terkait dengan pengembangan perkebunan kelapa

sawit dan mengatahui pengaruh kebijakan tersebut

terhadap pembukaan perkebunan kelapa sawit masyarakat.

Sedangkan pendekatan kuantitatif digunakan untuk

mencari informasi faktual secara mendetail yang sedang

menggejala dan mengidentifikasi masalah-masalah atau

untuk mendapatkan justifikasi keadaan dan kegiatan-

kegiatan yang sedang berjalan (Wahyuni dan Mulyono

2006). Pendekatan ini ditujukan untuk melihat struktur

agraria masyarakat yang ada sekaligus dinamika yang

terjadi di masyarakat.

3.2 Lokasi dan Waktu

Page 58: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

Penelitian ini dilakukan di UPT (Unit Pemukiman

Transmigran) Desa Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon,

Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Pemilihan

lokasi tersebut sebagai lokasi penelitian dilakukan

secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan sebagai

berikut:

1. merupakan daerah sekitar perusahaan kelapa sawit

yang menjadi wilayah plasma perusahaan. Selain itu,

masyarakat sudah memulai mengenal dan menanam

komoditas sawit sebelum menjadi plasma perusahaan

yang akan di bangun pada akhir 2011;

2. masyarakat transmigran memiliki lahan awal yang sama

dan status kepemilikan yang jelas sehingga data lebih

mudah didapat; dan

3. lokasi tersebut terjangkau transportasi dan dekat

dengan kabupaten sehingga memudahkan peneliti untu

memperoleh data.

Penelitian dilaksanakan dalam waktu lima bulan

(lampiran 3). Kegiatan penelitian meliputi penyusunan

proposal skripsi, kolokium, pengambilan data lapangan,

penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan

laporan penelitian.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi:

Page 59: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

1. data sekunder, meliputi rencana pengembangan

daerah terkait rencana perluasan perkebunan

sawit, undang-undang dan daftar kebijakan

terkait dengan perluasan perkebunan sawit dan

kepemilikan lahan, Kecamatan dalam Angka

serta Kabupaten dalam Angka terkait data luas

areal perkebunan sawit; dan

2. data primer, yang diperoleh dari wawancara

dengan responden dan informan.

Penelitian ini memiliki dua subjek penelitian,

yang terdiri dari informan dan responden. Informan

adalah pihak-pihak yang berpotensi untuk

memberikan informasi mengenai diri sendiri,

keluarga, pihak lain, dan lingkungannya. Pemilihan

informan dilakukan dengan teknik snowball sampling

(teknik bola salju). Teknik snowballing juga

digunakan untuk menentukan daftar populasi yang

karakteristiknya sesuai dengan masalah yang

diteliti (kerangka sampling). Untuk melengkapi data

yang didapatkan dari informan kunci, diperlukan

data dari informan-informan lainnya yang kemudian

didiskusikan dengan informan kunci. Informan

penelitian ini terdiri dari tokoh masyarakat,

pegawai kecamatan dan kabupaten, pegawai Dinas

Kehutanan dan Perkebunan, Dinas Transmigrasi

Kabupaten Barito Kuala.

Page 60: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

Responden didefinisikan sebagai bagian dari

kerangka sampling yang sebelumnya telah didapat

melalui tekhnik full enumeration survei terhadap

keadaan struktur agraria masyarakat dan dapat

memberikan keterangan tentang diri sendiri.

Pemilihan responden dilakukan secara sengaja

terhadap petani pemilik lahan yang tinggal di UPT

Simpang Nungki baik transmigran maupun pendatang

sebanyak 134 rumah tangga. Unit analisis

penelitian ini adalah rumah tangga petani.

Responden diwawancarai sesuai dengan kuesioner

yang telah disusun.

3.4 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data primer dan sekunder dianalisis menggunakan metode

data kualitatif dan kuantitatif. Unit analisis yang

digunakan adalah rumah tangga petani. Tahapan dalam

pengolahan dan analisis data menggunakan metode

kualitatif meliputi reduksi data, yakni penghilangan

data yang tidak diperlukan serta penambahan data

apabila dibutuhkan melalui penyusunan kembali fakta-

fakta menurut urutan sejarah dan waktunya.

Tahapan kedua adalah penyajian data yang

dimaksudkan untuk menyusun sekumpulan informasi. Data

yang mengalami proses reduksi, kemudian ditampilkan

dalam bentuk lebih ringkas dan sederhana dengan

mengunakan tabel atau gambar untuk memudahkan pembaca.

Page 61: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

Tahapan ketiga adalah penarikan kesimpulan. Penarikan

kesimpulan didasarkan atas hubungan antara konsep

agraria dengan fakta di lapangan.

Pengolahan data secara kuantitatif dilakukan

dengan tahapan editing dan koding data. Setelah itu

akan dilakukan perhitungan frekuensi yang telah

dikategorikan berdasarkan jawaban yang ada. Terakhir,

akan dilakukan tabulasi silang dalam bentuk tabel dan

analisis data menggunakan spearman. Sesuai

Koentjaraningrat (1977), pada tahap ini data dapat

dianggap selesai diproses sehingga akan disusun ke

dalam sebuah pola atau format yang telah dirancang.

Page 62: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI

4.1 Kondisi Umum Desa

Desa Simpang Nungki adalah salah satu desa yang

termasuk dalam wilayah Kecamatan Cerbon, Kabupaten

Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Desa ini berbatasan

dengan Desa Bantuil di sebelah utara, Desa Sawahan di

sebelah timur, Desa Sungai Tunjang di sebelah barat,

dan Kecamatan Mandastana di sebelah selatan. Desa

Simpang Nungki berjarak satu kilometer dari kantor

kecamatan Cerbon atau sekitar 5 menit jika ditempuh

dengan menggunakan sepeda motor. Sedangkan jarak menuju

ibu kota kabupaten atau Kota Marabahan sekitar tiga

kilometer atau sekitar 15 menit dengan menggunakan

sepeda motor. Akses masyarakat menuju pusat

administrasi Kabupaten Barito Kuala menjadi lebih mudah

setelah dibangunnya Jembatan Rumpiang yang

menghubungkan Kecamatan Cerbon dengan Kecamatan

Marabahan yang dipisahkan sungai Barito. Jarak tersebut

dapat ditempuh dengan menggunakan transportasi umum

berupa angkot (taksi dalam bahasa lokal) dan ojek.

Angkot yang beroperasi adalah angkot dengan rute

Banjarmasin-Marabahan yang lewat 30 menit sekali sampai

pukul 17.00 WIB.

Desa Simpang Nungki memiliki wilayah seluas 19,5

kilometer persegi atau hanya sekitar 9,47 persen dari

Page 63: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

luas kecamatan Cerbon yang terdiri dari pemukiman,

lahan terbuka, lahan pertanian, kebun, sungai, dan

infrastruktur publik. Secara administratif Desa Simpang

Nungki terdiri dari 8 RT yang terdiri dari dua wilayah

yakni masyarakat asli pada RT 01 sampai RT 03 dan UPT

(Unit Pemukiman Transmigrasi) pada RT 04 sampai RT 08.

Pemukiman masyarakat lokal umumnya berada di tepi jalan

utama desa. UPT atau kompleks transmigrasi sendiri

dibagi menjadi 10 simpang (Ray) dan umumnya pemukiman

transmigran berada di masing-masing gang. Hanya ada

beberapa warung, mushola dan rumah kepala desa yang

menghadap ke jalan inti. Bangunan rumah penduduk pada

umumnya adalah rumah panggung terbuat dari kayu seperti

rumah masyarakat asli Kalimantan.

Desa Simpang Nungki merupakan bagian dari

Kabupaten Barito Kuala yang terletak di garis

katulistiwa sehingga memiliki curah hujan yang tinggi.

Temperatur rata-rata adalah 26-270C. Suhu maksimum

adalah 27,50C pada bulan Oktober dan suhu minimum

mencapai 26,50C pada bulan Juli. Curah hujan tertinggi

pada tahun 2008 terjadi pada bulan Maret dan Desember

sedangkan curah hujan terendah terjadi di bulan

September. Namun beberapa tahun terakhir hal tersebut

sudah banyak mengalami pergeseran dan tidak dapat

diperkirakan lagi.

Desa Simpang Nungki adalah salah satu desa yang

terdekat dengan perusahaan PBB yakni perusahaan swasta

Page 64: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

perkebunan kelapa sawit. Desa Simpang Nungki berada

pada wilayah perencanaan kebun plasma perusahaan yang

pembangunannya akan direalisasikan pada akhir tahun

2011.

4.2 Kondisi Agronomi

Desa Simpang Nungki berada pada hamparan wilayah yang

datar dengan kelerengan 0-2 persen, dengan ketinggian

elevasi berkisar antara 1-3 meter di atas permukaan

laut. Desa Simpang Nungki berada di dekat Sungai Barito

dan dilewati sungai-sungai kecil baik alami maupun

buatan, sehingga sistem pertaniannya sangat bergantung

pada sistem pasang-surut sungai. Secara umum daerah ini

ditutupi oleh tumbuhan rawa, tumbuhan jingah, rambai

yang tumbuh disepanjang sungai, tumbuhan galam, dan

purun tikus yang hidup berdampingan dan kadang

diselingi oleh tumbuhan rumput-rumputan. Di Desa

Sumpang Nungki juga dijumpai beberapa jenis fauna khas

seperti beberapa jenis ikan air tawar seperti gabus,

papuyu, sepat, patin, dan lain-lain yang biasa

ditangkap warga untuk memenuhi kebutuhan konsumsi

sehari-hari. Jenis reptil yang sering terlihat adalah

ular sawah dan biawak. Hama yang banyak menyerang

tanaman warga adalah tikus yang banyak muncul saat

keadaan air pasang.

Jenis tanah yang ada di Desa Simpang Nungki dan

Kecamatan Cerbon umumnya ada jenis yakni organosol dan

Page 65: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

tanah aluvial. Tanah Organosol berwarna coklat hitam

dan sering disebut tanah gambut atau peat (bahan yang

mudah terbakar). Sifat keasamannya sangat tinggi

sehingga kalau ingin mempergunakan tanah ini harus

dengan sistem drainage. Kemampuan tanah di daerah ini

tidak sepenuhnya datar, yakni lereng 0,2 persen yang

merupakan daerah endapan. Keadaan efektif tanah untuk

alluvial lebih besar dari pada 90 centimeter tercatat

hampir 60-64 persen dari luas wilayah, sedangkan daerah

yang ketebalan gambutnya lebih besar dari 75 centimeter

terdapat seluas 6,74 persen. Tekstur tanah 95 persen

liat (halus) sedangkan drainage yang dominan yakni di

daerah yang tergenang rawa. Penggunaan tanah

berdasarkan peta kemampuan tanah dan jenis tanah yang

diusahaakan penduduk, daerah alluvial pada umumnya

digunakan untuk persawahan karena daerahnya yang cukup

subur. Pada daerah organosol atau gambut juga

diusahakan oleh penduduk dengan membuat handil-handil

atau saluran pembuangan air sehingga daerah tersebut

dapat diusahakan. Tanaman pertanian yang dibudidayakan

oleh masyarakat pada umumnya adalah padi sawah, jeruk,

palawija, kelapa sawit, kelapa dalam, sagu, karet,

nanas, dan lain-lain.

4.3 Kondisi Demografi

Desa Simpang Nungki adalah desa dengan penduduk

terbesar ketiga di wilayah Kecamatan Cerbon. Pada tahun

2010, desa seluas 19,50 kilometer persegi ini di huni

Page 66: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

oleh 335 kepala keluarga yang tersebar pada 8 rukun

tetangga. Penduduk Desa Simpang Nungki terdiri dari 625

laki-laki dan 613 perempuan.

2005 2006 2007 2008 20090

200040006000800010000120001400016000

Jumlah Pend...

Gambar 2. Perkembangan Jumlah Penduduk Kecamatan Cerbon Tahun 2005-2009

Pada tahun 2007 terjadi pertambahan penduduk dalam

jumlah besar di Kecamatan Cerbon karena adanya

penempatan peserta program transmigrasi pada beberapa

desa di wilayah Kecamatan Cerbon. Desa di wilayah

Cerbon yang menjadi tujuan program transmigrasi adalah

Desa Simpang Nungki dan Desa Sawahan. Hal tersebut juga

menyebabkan lonjakan tajam jumlah penduduk Desa Simpang

Nungki pada tahun 2007. Namun, jumlah penduduk pada

Kecamatan Cerbon pada tahun 2008 kembali menurun karena

adanya peserta transmigran yang pergi meninggalkan

daerah tersebut. Perkembangan jumlah penduduk Kecamatan

Cerbon dapat dilihat pada gambar 2 di atas.

Page 67: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

Sebagian besar masyarakat Desa Simpang Nungki

bekerja sebagai petani sawah dan perkebunan. Hal

tersebut sesuai dengan kondisi wilayah yang cukup

mendukung kegiatan pertanian. Sawah pasang surut yang

banyak terdapat pada Kecamatan Cerbon mampu membuat

Kecamatan Cerbon berada di posisi ke-8 penyumbang beras

terbesar Kabupaten Barito Kuala yakni sekitar 5,32%

dari total produksi beras Kabupaten Barito Kuala. Mata

pencaharian utama penduduk dapat dilihat pada gambar di

bawah ini.

Petani PNSBuruh PensiunanKaryawan Swasta Peternak/ NelayanTNI/Polri PedagangMengurus Rumah Tangga Pelajar/mahasiswalain-lain

Gambar 3. Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan CerbonTahun 2010

Berdasarkan data profil Kecamatan Cerbon tahun 2009,

mata pencaharian utama penduduk sangat beragam. Namun

berdasarkan data lapang, seluruh masyarakat Desa

Simpang Nungki yakni sebanyak 355 Kepala Keluarga

memiliki lahan dan mengusahakan pertanian di samping

Page 68: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

pekerjaan utama. Sebagian besar penduduk dengan mata

pencaharian utama sebagai petani juga menjadi buruh di

dua perusahaan besar swasta dalam bidang perkebunan

kelapa sawit yang beroperasi di sekitar Desa Simpang

Nungki. Hal tersebut dilakukan saat masa tanam padi

selesai, sehingga petani memiliki banyak waktu luang

untuk mengerjakan hal-hal lain untuk menambah

pendapatan.

4.4 Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Simpang

Nungki sudah cukup lengkap. Sarana kesehatan terdiri

dari satu puskesmas dan satu polendes dengan tenaga

medis satu bidan. Masyarakat juga bisa memanfaatkan

jasa dua dukun kampung yang terdapat di Desa Simpang

Nungki. Sarana pendidikan terdiri dari satu Sekolah

Dasar, satu Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan satu Sekolah

Menengah Pertama (SMP). Tenaga pengajar setingkat SD

berjumlah 14 orang. Tenaga dan setingkat SMP terdiri

dari 19 orang. Sarana ibadah yang tersedia adalah

berupa langgar sebanyak empat buah. Kegiatan-kegiatan

keagamaan selain ibadah wajib juga sering dilaksanakan

di langgar-langgar tersebut seperti pengajian rutin.

Hampir seluruh masyarakat lokal yang tinggal di Desa

Simpang Nungki masih memiliki hubungan kekerabatan.

Sehingga kegiatan pengajian dan selamatan juga rutin di

laksanakan bergiliran di rumah warga. Hal ini membuat

hubungan baik antara warga semakin terjalin. Kegiatan

Page 69: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

serupa juga sering di laksanakan di kompleks

transmigran. Rasa senasib dan sepenanggungan membuat

masyarakat memiliki hubungan yang masih sangat dekat.

Jalan desa sudah di aspal, namun saat ini

keadaannya sudah sangat rusak karena alat-alat berat

perusahaan masuk ke area kebun melalui jalan desa

tersebut. Jalan desa yang terdapat pada kompleks

transmigran belum pernah di aspal namun pada tahun 2009

jalan tersebut dilapisi dengan pasir dan batu

menggunakan biaya dari program PNPM Mandiri. Sebagian

besar masyarakat Desa Simpang Nungki sudah memiliki

kendaraan pribadi berupa sepeda motor untuk memudahkan

transportasi ke luar desa. Namun, masyarakat juga masih

menggunakan klotok (kapal motor kecil) untuk transportasi

karena dianggap lebih efisien untuk beberapa hal.

4.5 Konteks Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki

Unit Pemukiman Transmigran (UPT) Simpang Nungki dibuka

pada tahun 2005 sebagai salah satu daerah tujuan

program transmigrasi. Masuknya peserta transmigrasi ke

Desa Simpang Nungki dilakukan dalam tiga tahapan, yakni

tahun 2005, 2006, dan 2007. Derah asal transmigran

beragam yakni Jawa Barat (Bogor, Cianjur, Indramayu,

Cilacap, dll), Jawa Timur (Madiun,Lamongan, dan lain-

lain), Jawa Tengah (Brebes, Yogyakarta, Boyolali, dan

lain-lain), luar jawa (NTT, NTB, dan lain-lain),

Page 70: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

masyarakat lokal dari Desa Simpang Nungki dan daerah

lain di Kalimantan Selatan. Masing-masing kepala

keluarga mendapatkan rumah dan tanah seluas 1,5 hektar

(satu hektar lahan usaha dan 0,5 hektar untuk lahan

pekarangan). Fasilitas lain yang didapat adalah

peralatan dapur dan jatah hidup yang diterima sebulan

sekali selama satu tahun yang terdiri dari beras,

minyak goreng, gula, ikan asin, sabun cuci, garam,

minyak tanah, kacang hijau, dan kecap. Transmigran juga

mendapatkan bantuan alat-alat pertanian yang sesuai

dengan kondisi wilayah dan saprodi (sarana produksi)

seperti pupuk dan bibit (sayur, buah, dan padi).

Suatu wilayah akan dinyatakan layak untuk dihuni

transmigran, setelah ada kunjungan dari petugas terkait

dan perwakilan transmigran untuk menilai apakah wilayah

dan fasilitas yang tersedia sudah cukup layak untuk

ditinggali. Seperti jalan, saluran air, kondisi rumah,

keadaan lahan, dan lain-lain. Namun, setelah semua

dinyatakan layak dan pemberangkatan transmigran di

laksanakan, masih ada transmigran yang pergi

meninggalkan rumah dan tanahnya. Data jumlah tansmigran

tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.1 Transmigran UPT Simpang Nungki Tahun 2011

Kategori Jumlah (KK) Persentase(%)

Transmigran Bertahan 121 37.23Transmigran Pergi 204 62.77Jumlah 325 100.00

Page 71: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

Transmigran yang pergi meninggalkan UPT Simpang Nungki

sebagian adalah warga lokal yang berasal dari sekitar

Simpang Nungki yang lebih memilih untuk tinggal di

wilayah asalnya dan tidak menggarap lahannya.

Transmigran yang meninggalkan UPT Simpang Nungki kurang

dari 10 tahun penempatan lebih dari 50 persen. Hal ini

menyalahi aturan dan ketentuan terkait program

transmigrasi 3, namun juga menjadi hal yang banyak

terjadi di seluruh wilayah transmigrasi. Alasan

kepergian transmigran beragam, seperti kembali ke

daerah asal, mencari pekerjaan di tempat lain yang

lebih menjanjikan, ada juga yang mengajukan untuk

mengikuti program transmigrasi ke daerah lain. Kurang

lengkapnya fasilitas di UPT Simpang Nungki juga menjadi

alasan transmigran meninggalkan tempat tinggalnya. UPT

Simpang Nungki tidak memiliki jaringan listrik dan

saluran air bersih. Sehingga untuk mendapatkan air

bersih masyarakat harus menampung air hujan, karena air

tanah diwilayah ini asam. Jumlah kepala keluarga UPT

Simpang Nungki juga bertambah dengan masuknya para

pendatang yang tertarik untuk mengadu nasib di wilayah

tersebut. Hal ini sesuai dengan penuturan Bapak SHL (50

tahun)4 dan TTK (40 tahun)5.

3 Aturan dan ketentuan program transmigran dapat dilihat pada Lampiran4 Bapak SHL adalah kepala bagian Transmigrasi di Dinas Sosial,Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kabupaten Barito Kuala. Hasilwawancara tanggal 28 April 2011.

Page 72: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

“Transmigran banyak meninggalkan UPT denganalasan sarana dan prasarana yang kurang baik.Padahal fasilitas yang diberikan sudah cukuplengkap untuk pemukiman yang baru dibukatermasuk fasilitas terkait pertanian. Keadaanwilayah juga sudah dijelaskan sebelum merekadiberangkatkan. Mereka sudah diberi pelatihan-pelatihan pertanian agar dapat bertahan di tempatyang baru. Tapi banyak yang pindah ke tempat lain.Bahkan memalsukan data untuk mengikuti programtransmigrasi ke daerah yang baru. Itulah yangmembuat dia tidak berhasil padahal teman-temanyang tetap bertahan dapat berhasil. Karena dia kanharus mulai lagi dari awal untuk adaptasi dan lain-lain.”

“ Yah disini ya seperti ini mbak. Panas, kering, tanahdan airnya asam. Tidak seperti di Jawa yang enak.Untuk mandi harus mengambil air di rumah orangyang punya diesel. Trus buat minum kami nampungair hujan. Kalo tidak ada hujan ya beli air di oranglokal. Kan mereka sudah ada PAM. Air PAM nggakbisa masuk sampai sini karena tanahnya lebihtinggi. Kalau listrik sih katanya Agustus mulai masukke sini.”

Program-program pengembangan masyarakat

transmigran juga beragam, seperti kredit usaha kecil,

PNPM Mandiri, dan bantuan pengembangan perkebunan dari

Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Bantuan dana dari

program PNPM Mandiri digunakan masyarakat untuk

melapisi jalan Unit Pemukiman Transmigrasi dengan pasir

dan batu. Bantuan pengembangan perkebunan dari Dinas

Kehutanan dan Perkebunan berupa pembagian bibit karet

5 Bapak TTK adalah salah satu transmigran yang bertahan. Hasil wawancara 26 April 2011.

Page 73: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

dan kelapa sawit serta saprodi yang menunjang program

tersebut.

Page 74: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

BAB V

DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA UNIT PEMUKIMAN TRANSMIGRASI

(UPT) SIMPANG NUNGKI

5.1 Masa Pra Masuknya Komoditi Kelapa Sawit (2005 –

2006)

5.1.1 Sejarah Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang

Nungki6

Desa Simpang Nungki adalah salah satu desa di wilayah

Kecamatan Cerbon yang memiliki lokasi strategis, yakni

dekat dengan jalan kabupaten yang menghubungkan

Kabupaten Banjar dengan Kabupaten Barito Kuala. Namun,

jumlah penduduk yang kecil dan pola pikir masyarakat

lokal yang masih tradisional membuat wilayah tersebut

sulit berkembang. Bapak EDS (50 tahun) selaku tokoh

Desa Simpang Nungki yang juga bekerja sebagai pegawai

kecamatan mendapatkan informasi dari Dinas Transmigrasi

Barito Kuala bahwa akan dipilih beberapa wilayah untuk

dijadikan lokasi transmigrasi. Tokoh masyarakat baik di

tingkat desa maupun kecamatan mengoordinasikan hal

tersebut dan mengajukan permohonan kepada dinas

terkait. Para tokoh berpendapat bahwa dengan dibukanya

Unit Pemukiman Transmigrasi di Desa Simpang Nungki,

maka wilayah tersebut dapat lebih cepat berkembang.

Persiapan suatu wilayah untuk dijadikan tujuan

transmigrasi berlangsung dalam beberapa mekanisme,

6 Berdasarkan penuturan informan kunci bapak EDS selaku tokohmasyarakat dan pegawai kecamatan pada tanggal 28 April 2011

Page 75: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

seperti pelepasan dan pembukaan lahan, pembangunan

sarana dan prasarana dan pengecekan apakah tempat

tersebut sudah layak untuk dihuni atau belum.

Peserta program transmigrasi memiliki komposisi

yang berbeda sesuai dengan periode berlangsungnya

program tersebut. Saat ini, komposisi yang digunakan

adalah 50 persen penduduk lokal dan 50 persen adalah

pendatang. Keresediaan lahan yang tidak terlalu luas

membuat mekanisme pemberian lahan untuk penduduk lokal

sedikit berbeda. Pada umumnya lahan transmigrasi berada

dalam satu luasan wilayah, tapi di Desa Simpang Nungki

tidak demikian. Beberapa peserta transmigrasi lokal

tidak mendapatkan bagian lahan pekarangan sebagaimana

mestinya. Transmigran tersebut diperkenankan

mendaftarkan lahan pribadi yang dimiliki dan

mendapatkan ganti rugi sesuai dengan harga lahan pada

saat itu.

Unit pemukiman Transmigran (UPT) Simpang Nungki

dibuka pada tahun 2005. Peserta program transmigrasi

datang dalam tiga tahap yakni pada tahun 2005 sebanyak

150 kepala keluarga, tahun 2006 sebanyak 100 kepala

keluarga, dan pada tahun 2007 sebanyak 75 kepala

keluarga. Peserta transmigrasi mendapatkan fasilitas

pertanian berupa saprodi, bibit, dan lain-lain untuk

menunjang kegiatan pertaniannya. Oleh karena itu, jenis

komoditi masyarakat pun hampir sama yakni padi,

palawija, dan sayur-sayuran seperti benih-benih yang

Page 76: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

dibagikan oleh Dinas Transmigrasi. Kondisi tersebut

mulai berubah setelah satu tahun penempatan, karena

transmigran lokal mulai kembali ke daerah asal setelah

jatah hidup tidak lagi diberikan oleh Dinas

Transmigrasi. Transmigran lokal lebih memilih untuk

tinggal di rumah sendiri karena sarana dan prasarana

yang tersedia lebih memadai dibandingkan di Unit

Pemukiman Transmigran (UPT). Transmigran lain yang

berasal dari luar Kalimantan Selatan juga mulai

meninggalkan lokasi transmigrasi untuk mencari

penghidupan yang lebih layak. Beberapa transmigran

memilih untuk pulang kembali ke daerah asalnya seperti

Jawa dan Lombok. Hal ini sesuai dengan penuturan SRI

(46 tahun) di bawah ini.7

“Masyarakat lokal tertarik mengikuti programtransmigrasi karena mendapatkan jadup selamasetahun. Setelah jadup habis, ya mereka kembalilagi ke rumah mereka. Transmigran asal Jawa danLombok juga banyak yang kembali ke daerah asalkarena tidak tahan. Sebagian besar lahanditinggalkan begitu saja. Ada juga yang masihsering ke sini Cuma untuk melihat lahan danrumahnya saja.”

5.1.2 Sistem Kepemilikan dan Penguasaan Lahan (Tenurial

System)

5.1.2.1 Status Kepemilikan dan Penguasaan Lahan

Transmigran Simpang Nungki mendapatkan lahan dari

program transmigrasi. Masing-masing kepala keluarga7 Hasil wawancara dengan transmigran pada tanggal 19 April 2011

Page 77: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

mendapatkan lahan seluas 1,5 hektar dengan rincian 0,5

hektar lahan pekarangan dan satu hektar lahan usaha.

Kepemilikan lahan pada awal kedatangan transmigran

masih sama, kecuali transmigran lokal yang telah

memiliki lahan pribadi sebelum mengikuti program

transmigrasi. Transmigran berhak untuk menggarap lahan

usaha dan menempati lahan pekarangan. Bukti kepemilikan

tanah (sertifikat) akan diserahkan setelah lima tahun

menempati dan menggarap lahan tersebut sesuai dengan

ketentuan program transmigrasi. Hal tersebut berbeda

dengan masyarakat lokal yang umumnya hanya memiliki

Surat Keterangan Tanah (SKT) sebagai bukti kepemilikan

tanah yang dikeluarkan oleh kepala padang.

Program pembuatan sertifikat gratis oleh

pemerintah daerah Kabupaten Barito Kuala sedang

berlangsung, namun masyarakat Desa Simpang Nungki harus

menunggu giliran. Karena program tersebut bergilir

untuk tiap-tiap desa. Masyarakat harus mengajukan

permohonan kepada Badan Pertanahan Nasional untuk

pembuatan sertifikat tersebut. Pengajuan permohonan

dilakukan oleh pemerintah desa terkait. Namun banyak

masyarakat yang belum memiliki kesadaran tentang

pentingnya sertifikat tanah. Sehingga pemerintah desa

harus berusaha untuk memberikan pengertian kepada

masyarakat.

Seluruh rumah tangga yang ada di Desa Simpang

Nungki khususnya transmigran memiliki lahan pertanian.

Page 78: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

Namun, pada masa ini telah terbentuk beberapa lapisan

status sosial masyarakat. Hal tersebut dikarenakan

transmigran juga menggarap lahan masyarakat lokal

melalui sistem bagi hasil dan juga menjadi buruh

pertanian untuk menambah penghasilan. Saat ini status

sosial masyarakat terdiferensiasi dalam beberapa

lapisan atau kategori yang terdiri dari lapisan tunggal

dan lapisan majemuk. Lapisan status tersebut adalah

sebagai berikut:

1. petani pemilik, yakni petani yang menguasai lahan

melalui pola pemilikan tetap;

2. pemilik+penggarap, yakni petani yang menguasai lahan

tidak hanya melalui pemilikan tetap tetapi juga

melalui pemilikan sementara (mengusahakan lahan orang

lain melalui sistem bagi hasil);

3. pemilik+buruh tani, yakni petani yang menguasai

lahan melalui pemilikan tetap. Selain itu, petani ini

juga menjadi buruh tani di lahan orang lain dan

perkebunan besar swasta untuk menambah penghasilan;

dan

4. pemilik+penggarap+buruh tani, yakni petani yang

menguasai lahan tidak hanya melalui pemilikan tetap

tetapi juga sementara (menggarap lahan orang lain

dengan sistem bagi hasil).

Petani yang hanya memiliki status tunggal sebagai

petani pemilik umumnya memiliki mata pencaharian lain

selain sebagai petani seperti pedagang, pegawai

Page 79: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

pemerintah, wiraswasta, dan sebagainya. Petani yang

berstatus sebagai penggarap umumnya menggarap lahan

yang dimiliki oleh masyarakat lokal yang berada di luar

kompleks lahan transmigran. Buruh tani adalah salah

satu pilihan bagi para transmigran untuk menambah

pendapatan rumah tangga. Masyarakat lebih tertarik

untuk menjadi buruh tani karena resiko yang ditanggung

lebih kecil dibandingkan dengan menjadi penggarap yang

membutuhkan modal lebih besar.

5.1.2.2 Sistem Transfer Kepemilikan Lahan Pertanian

Pemindahan kepemilikan lahan transmigran dalam kurun

waktu kurang dari sepuluh tahun atau setidaknya sebelum

sertifikat lahan turun adalah hal yang melanggar hukum.

Proses transfer kepemilikan lahan pada masa awal

penempatan masih sangat jarang terjadi. Harga tanah

juga masih rendah. Harga tanah kapling (bukan lahan

transmigran) tahun 2005 sekitar Rp 300.000,- sampai Rp

500.000,- per hektar. Sedangkan tanah transmigran yang

telah bersertifikat sekitar Rp 1.500.000,- sampai Rp

2.000.000,- per kapling lahan usaha (dua hektar). Pada

masa ini transfer kepemilikan melalui ganti rugi banyak

terjadi pada kasus tanah kapling yang dimiliki

masyarakat lokal. Lahan kapling adalah lahan yang

dibuka oleh masyarakat lokal, sebagian besar belum

memiliki sertifikat dan hanya memiliki SKT (Surat

Keterangan Tanah). Lahan kapling terletak di luar

Page 80: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

kompleks pemukiman warga sekitar satu sampai tiga

kilometer. Hal ini sebagaimana di jelaskan oleh SHT (45

tahun)8.

“Sebelum tahun 2007, proses jual beli banyak terjadipada lahan kapling, karena harganya murah danmemiliki SKT. Harganya Cuma 300-500 ribu rupiah.Kalau lahan transmigran kan masih belumbersertifikat dan dilarang untuk digantirugikan.”

Sistem transfer kepemilikan lain yang ada di Unit

Pemukiman Transmigran Simpang Nungki adalah pemindahan

hak kepemilikan lahan kepada saudara atau anak seperti

yang dibenarkan dalam ketentuan transmigrasi. Sistem

tersebut hampir sama dengan waris. Jika hal tersebut

dilakukan sebelum sertifikat diserahkan kepada

transmigran, maka proses pemindahan harus melalui

tahapan yang ditentukan. Transmigran yang ingin

memberikan haknya kepada anak atau saudara harus

melapor dan mengajukan permohonan kepada dinas

transmigrasi. Sistem transfer kepemilikan sebelum kurun

waktu 10 tahun kepada orang lain tidak diperbolehkan.

Jika transmigran pergi meninggalkan UPT tanpa izin dari

kepala UPT dan melampaui batas waktu yang ditoleransi,

maka haknya sebagai transmigran akan dicabut. Proses

pemberian hak transmigran yang telah pergi kepada yang

baru tidak dapat dilakukan secara langsung. Transmigran

pengganti akan dipilih dari dinas transmigrasi daerah

asal transmigran yang pergi. Transmigran pengganti8 Bapak SHT adalah sekretaris Kecamatan Cerbon sekaligus wakilketua Koperasi Desa Simpang Nungki. Hasil wawancara tanggal 3 Mei2011.

Page 81: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

harus melalui proses yang sama dengan transmigran

sebelumnya, yakni melalui proses pendaftaran, seleksi,

pelatihan dan lain-lain. Oleh karena itu tidak

dibenarkan jika seorang transmigran memberikan haknya

kepada pendatang yang menggantikannya di lokasi UPT.

5.1.3 Sistem Kelembagaan (Tenancy System)

Masyarakat lokal Simpang Nungki memiliki luas

kepemilikan lahan yang beragam. Biaya besar yang harus

dikeluarkan untuk menggarap lahan membuat petani dengan

kepemilikan lahan luas tidak menggarap semua lahannya.

Hal tersebut juga dipengaruhi oleh sistem pertanian

masyarakat lokal Simpang Nungki yang masih bersifat

subsisten (untuk memenuhi kebutuhan sendiri). Banyak

lahan yang dibiarkan bera dan ditumbuhi rumput liar. Hal

ini menjadi peluang bagi transmigran dan masyarakat

berlahan sempit untuk menggarap lahan-lahan tersebut.

Sistem kelembagaan yang dijalankan Desa Simpang Nungki

adalah sistem bagi hasil.

Aturan-aturan bagi hasil berlaku untuk sekali masa

panen. Bagi hasil ini menggunakan pola aturan pemilik

lahan akan mendapatkan bagian 1 blek (kaleng) gabah atau

setara dengan 10 kilogram per borong luas lahan yang

digarap. Aturan-aturan tambahan diberlakukan sesuai

kesepakatan. Misalnya, jika pembersihan lahan dilakukan

oleh pemilik maka penggarap akan memberikan sejumlah

uang sebagai uang jasa. Besar uang yang diberikan

Page 82: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

sesuai dengan luasan lahan dan kesepakatan antara

pemilik dengan penggarap. Ukuran lahan yang digunakan

adalah per borong atau setara dengan 17 X 17 meter.

Masyarakat lokal kadang juga menggunakan ukuran hektar

untuk lahannya.

Rasa saling percaya antar masyarakat Simpang

Nungki masih sangat tinggi. Proses pembuatan

kesepakatan-kesepakatan dilakukan dengan cara

kekeluargaan. Termasuk dalam urusan tanah. Penggarap

kadang tidak mengetahui pemilik tanah yang digarapnya.

Penggarap biasanya menentukan kesepakatan-kesepakatan

dengan perantara atau wakil dari pemilik lahan.

Kesepakatan yang telah dibuat tidak di buat secara

tertulis namun hanya berupa pembicaran saja. Hal ini

seperti pengakuan TTK (40 tahun) di bawah ini9.

“Saya nggak tau siapa pemilik lahan yang sayagarap. Waktu itu perantara saya adalah Pak WSN.Katanya itu tanah saudaranya dan boleh digarapdengan sistem bagi hasil. Yah dasarnya salingpercaya aja. Tiap satu borong lahan saya harusngasih pemiliknya satu blek gabah.”

5.1.4 Pemanfaatan Lahan

Transmigran yang ditempatkan di Unit Pemukiman

Transmigrasi (UPT) Simpang Nungki mendapatkan benih-

benih tanaman pertanian, pupuk dan alat-alat pertanian.

Benih yang dibagikan berupa benih padi, palawija, sayur

dan buah-buahan. Pada awal kedatangan, transmigran9 Hasil wawancara dengan transmigran tanggal 26 April 2011.

Page 83: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

menanam semua jenis benih yang diberikan oleh Dinas

Transmigrasi. Namun, tidak semua benih dapat ditanam

dengan baik dan menghasilkan. Hal tersebut karena

keadaan lingkungan yang berbeda dengan daerah asal

sehingga kemampuan bertani para transmigran kurang

sesuai. Berikut disajikan jenis komoditi yang ditanam

masyarakat pada awal kedatangan di UPT Simpang Nungki

dan sebelum masuknya komoditi kelapa sawit (tahun 2005

sampai pertengahan 2006).

Tabel 5.1 Komoditi Pertanian Masyarakat UPT SimpangNungki Tahun 2005 - 2006

Kategori Petani KomoditiPadi Palawija Jeruk

I VII vIII V VIV V V vV V vVI V v

Berdasarkan data di atas, sebagian masyarakat lebih

memilih untuk menanam beberapa komoditi yang berbeda

dalam satu waktu. Komoditi padi pada umumnya disimpan

masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan akan

dijual jika ada sisa hasil produksi atau saat

membutuhkan uang. Sedangkan komoditi seperti palawija,

jeruk ataupun sayuran (masyarakat lokal) biasanya

dijual. Hal tersebut seperti dijelaskan oleh Khan

Page 84: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

(1974) dalam Fadjar (2009) tentang moda produksi

masyarakat. Petani dengan komoditi pertanian padi

adalah ciri dari moda produksi pertanian subsisten

yakni untuk memenuhi kebutuhan sendiri, sedangkan untuk

sayuran dan palawija adalah ciri dari moda produksi

komersial yakni moda produksi yang telah mengenal

pasar.

5.2 Proses Masuknya Komoditi Kelapa Sawit (2006-2011)

5.2.1 Sejarah Masuknya Komoditi Kelapa Sawit

Komoditi kelapa sawit mulai gencar dikembangkan di

wilayah Kalimantan Selatan sejak tahun 2006. Hal

tersebut ditandai dengan dibangunnya beberapa

perkebunan besar swasta di wilayah Kalimantan Selatan.

Pada tahun 2007 tiga perusahaan besar swasta yang

bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit mendapatkan

izin lokasi di wilayah Kabupaten Barito Kuala. Sejak

keluarnya izin lokasi tersebut, maka wacana pembangunan

kebun plasma juga dibuat. Perusahaan yang letaknya

berada di sekitar Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT)

Simpang Nungki adalah PT PBB yang berada di perbatasan

Desa Simpang Nungki dan PT ABS yang berada di wilayah

Kecamatan Jejangkit yang berbatasan langsung dengan

Kecamatan Cerbon. Surat Izin Usaha kedua perusahaan

tersebut diterbitkan pada tahun 2007, namun pembangunan

sarana dan prasarana perusahaan sudah mulai dilakukan

pada pertengahan 2006. Penduduk Desa Simpang Nungki

Page 85: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

khususnya transmigran banyak menjadi buruh lepas di dua

perusahaan tersebut. Saat ini, PT ABS memiliki keadaan

yang lebih stabil dibandingkan dengan PT PBB. Hal

tersebut dikarenakan PT PBB beberapa kali mengalami

pemindahan kepemilikan dan pergantian manajemen.

Kondisi tersebut membuat realisasi pembangunan kebun

plasma PT PBB sampai menjadi terhambat. Masuknya dua

perusahaan besar di sekitar wilayah Desa Simpang Nungki

membawa informasi baru tentang komoditi dan kebun

kelapa sawit kepada masyarakat Desa Simpang Nungki.

Sumber lain pengetahuan masyarakat tentang

perkebunan dan komoditi kelapa sawit adalah dari Dinas

Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Barito Kuala melalui

program pengembangan perkebunan. Program tersebut

bernama “Sharing Bibit Kelapa Sawit” untuk luasan 75

hektar. Dana pelaksanaan program ini berasal dari Dinas

Kehutanan dan Perkebunan tingkat I Provinsi Kalimantan

Selatan dan tingkat II Kabupaten Barito Kuala. Bantuan

tersebut berupa dana pembersihan lahan, saprodi

(herbisida, pertisida, dan pupuk), pembuatan gundukan,

pemasangan ajir, dana penanaman, dan bibit kelapa

sawit. Sosialisasi tentang perkebunan kelapa sawit

terkait keuntungan, tata cara penanaman dan perawatan

beberapa kali dilakukan oleh Dinas Perkebunan dan

Kehutanan Tingkat I Kalimantan Selatan sebelum

pembagian bibit dan lainnya. Hal ini membuat masyarakat

Page 86: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

yang awam tentang kelapa sawit mulai mengenal kelapa

sawit sebagai komoditas baru yang menguntungkan.

Pemerintah Kecamatan Cerbon juga berpendapat bahwa

perkebunan kelapa sawit memiliki dampak positif

terhadap kemajuan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu

pemerintah Kecamatan Cerbon juga membuat beberapa

program untuk mendukung program pengembangan perkebunan

kelapa sawit. Program-program tersebut adalah studi

banding petani dan beberapa tokoh desa-desa yang ada di

wilayah Barito Kuala ke petani kelapa sawit Kecamatan

Pelaihari yang telah lebih dulu menanam kelapa sawit.

Interaksi masyarakat dengan karayawan perkebunan juga

menambah wawasan dan pengetahuan masyarakat.

5.2.2 Sistem Kepemilikan dan Penguasaan Lahan (Tenurial

System)

5.2.2.1 Status Kepemilikan dan Penguasaan Lahan

Sertifikat tanah masyarakat UPT Simpang Nungki

diserahkan secara bertahap pada tahun 2010, 2011, dan

2012 sesuai dengan tahun kedatangan. Beberapa kasus

perginya transmigran dari lokasi transmigrasi membuat

pembagian sertifikat pada tahun 2010 sedikit terhambat.

Dinas Transmigrasi Kabupaten Barito Kuala meminta Badan

Pertanahan Nasional (BPN) untuk menahan sertifikat

masyarakat sampai pendataan selesai. Hal tersebut

berpengaruh pada terhambatnya perencanaan dan

pelaksanaan pembangunan kebun plasma di UPT Simpang

Page 87: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

Nungki karena belum semua masyarakat memiliki

sertifikat tanah.

Harga tanah semakin tinggi. Pendatang mulai masuk

ke Desa Simpang Nungki seiring dengan berkurangnya

jumlah transmigran yang bertahan. Masyarakat menyadari

nilai tanah akan semakin tinggi dan menarik minat orang

luar Desa Simpang Nungki untuk memilikinya. Hal

tersebut berkaitan dengan wacana pembangunan PT PBB

yang akan di laksanakan pada akhir tahun 2011. Pada

tahun 2005-2009 pembukaan lahan besar-besaran di

lakukan oleh tokoh masyarakat dan dibagikan kepada

masyarakat lokal. Masing-masing kepala keluarga

mendapatkan bagian dua kapling tanah. Pada akhir tahun

2009, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang melarang

pembukaan lahan negara.

Seluruh rumah tangga yang ada di Desa Simpang

Nungki khususnya di Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT)

memiliki lahan pertanian. Data hasil sensus rumah

tangga petani di UPT Simpang Nungki, status sosial

masyarakat terdiferensiasi dalam beberapa lapisan atau

kategori yang terdiri dari lapisan tunggal dan lapisan

majemuk seperti pada masa sebelum masuknya komoditi

kelapa sawit. Struktur agraria masyarakat pada periode

ini masih menunjukkan gejala stratifikasi dan belum

mengarah para proses polarisasi. Lapisan status

tersebut adalah sebagai berikut:

Page 88: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

1. petani pemilik, yakni petani yang menguasai lahan

melalui pola pemilikan tetap sebanyak 22 rumah

tangga;

2. pemilik+penggarap, yakni petani yang menguasai lahan

tidak hanya melalui pemilikan tetap tetapi juga

melalui pemilikan sementara (mengusahakan lahan orang

lain melalui sistem bagi hasil) sebanyak dua rumah

tangga;

3. pemilik+buruh tani, yakni petani yang menguasai

lahan melalui pemilikan tetap. Selain itu, petani ini

juga menjadi buruh tani di lahan orang lain dan

perkebunan besar swasta untuk menambah penghasilan

sebanyak 99 rumah tangga; dan

4. pemilik+penggarap+buruh tani, yakni petani yang

menguasai lahan tidak hanya melalui pemilikan tetap

tetapi juga sementara (menggarap lahan orang lain

dengan sistem bagi hasil) sebanyak 11 rumah tangga.

Selain itu, masyarakat juga menjadi buruh tani di

lahan orang lain dan perkebunan swasta untuk menambah

penghasilan. Jumlah petani tiap lapisan di UPT

Simpang Nungki dapat dilihat pada tabel di bawah ini

(tabel 5.2).

Jenis lapisan-lapisan tersebut sama dengan jenis

lapisan pada masa sebelum masuknya komoditi kelapa

sawit. Namun, jumlah petani tiap lapisan mengalami

perubahan. Informan kunci Pak SRI (46 tahun)

berpendapat bahwa setelah adanya perusahaan kelapa

Page 89: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

sawit, sulit mencari buruh pertanian karena banyak yang

menjadi buruh lepas di perusahaan10. Para petani juga

lebih memilih untuk menjadi buruh lepas perusahaan

dibandingkan menjadi penggarap lahan masyarakat lokal.

Berikut data kategori petani berdasarkan status

kepemilikan lahannya.

Tabel 5.2 Jumlah Petani Berdasarkan Kategori Petani,

2011

Kategori Petani Jumlah KK

Persentase(%)

Petani Pemilik 22 16,42Petani Pemilik + Penggarap 2 1,49Petani Pemilik + Buruh Tani 99 73,88Petani Pemilik +Penggarap + Buruh Tani 11 8,21

Jumlah 134 100,00

Tabel di atas menunjukkan bahwa mayoritas petani UPT

Simpang Nungki berstatus sebagai petani pemilik+buruh

tani. Buruh tani yang dimaksud dalam kasus ini bukan

hanya buruh tani di lahan masyarakat yang lain tetapi

juga buruh lepas di perkebunan besar swasta yang

letaknya tak jauh dari UPT Simpang Nungki. Sawah di

Desa Simpang Nungki adalah sawah pasang surut yang umur

tanamnya selama 6 bulan sehingga masyarakat memiliki

banyak waktu luang saat masa tanam selesai dan memasuki

masa tunggu. Begitu juga dengan masyarakat yang menanam

kelapa sawit yang memiliki banyak waktu luang. Waktu10 Hasil wawancara dengan warga transmigran UPT Simpang Nungki pada tanggal 5 Mei 2011

Page 90: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

luang tersebut dapat di manfaatkan untuk bekerja

sebagai buruh lepas perkebunan kelapa sawit.

Penghasilan dari pekerjaan sebagai buruh sangat

membantu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Kepemilikan lahan masyarakat mengalami sedikit

pergeseran pada masa ini. Transmigran yang meninggalkan

Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) Simpang Nungki

mencapai lebih dari 50 persen dari jumlah transmigran

awal. Hasil survei kepemilikan lahan tercatat hanya 121

kepala keluarga transmigran yang masih menetap di UPT

Simpang Nungki. Sehingga dapat diketahui sekitar 204

transmigran meninggalkan kompleks transmigrasi.

Sebagian besar transmigran yang berasal dari luar

Kalimantan Selatan memilih untuk mengalihkan

kepemilikan melalui ganti rugi kepada transmigran

maupun pendatang. Berikut data transmigran UPT Simpang

Nungki berdasarkan kepemilikan lahan.

Tabel 5.3 Jumlah Transmigran Berdasarkan Luas Lahan,2011

Luas Lahan (Ha) Jumlah (KK) Persentase (%)0,5 1 0,831,5 108 89,26

2 - 4,5 11 9,0815 1 0,83

Jumlah 121 100,00

Tabel di atas menunjukkan ada satu KK yang mengalami

penurunan luas lahan dan satu KK yang mengalami

peningkatan luas lahan yang signifikan hingga mencapai

Page 91: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

15 hektar. Pemilik 15 hektar lahan transmigran ini jug

amemiliki lahan kapling yang dibeli dari masyarakat

lokal11. Kepergian transmigran dengan beragam alasan

membuka kesempatan bagi masyarakat bermodal besar untuk

memperluas lahan yang dimiliki. Hal tersebut juga

membuka kesempatan bagi pendatang untuk masuk.

Berdasarkan data hasil sensus kepemilikan lahan di UPT

Simpang Nungki tercatat sembilan kepala keluarga yang

datang dan tinggal di pemukiman transmigrasi pada tahun

2009 dan 2010. Pendatang masuk ke wilayah UPT Simpang

Nungki karena daerah tersebut dianggap strategis.

Letaknya yang tidak jauh dari Kota Kabupaten dan berada

di wilayah perkebunan kelapa sawit membawa daya tarik

ekonomi bagi para pendatang. Berikut data kepemilikan

lahan pendatang pada tahun 2011.

Tabel 5.4 Jumlah Pendatang Berdasarkan Luas Lahan, 2011Luas Lahan (Ha) Jumlah (KK) Persentase (%)

1,5 7 77,782 1 11,112,5 1 11,11

Jumlah 9 100,00

Tabel di atas menyebutkan bahwa sebagian pendatang

memiliki lahan seluas 1,5 hektar. Lahan ini diperoleh

melalui proses ganti rugi lahan transmigran yang pergi

meninggalkan kompleks transmigrasi. Pembeli lahan11 Pemilik lahan terluas ini adalah EDS (50 tahun) yang menjadiinforman dalam penelitian ini. Bapak EDS adalah tokoh masyarakatSimpang Nungki dan juga Kasie Bina Ketentraman dan KetertibanMasyarakat Kecamatan Cerbon. Hasil wawancara tanggal 5 Mei 2011.

Page 92: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

transmigran yang pergi meninggalkan UPT Simpang Nungki

tidak hanya pendatang yang menetap di wilayah tersebut.

Pemilik modal yang berdomisili di Kabupaten Banjar juga

membeli lahan transmigran. Hal ini sesuai dengan

penuturan informan, yakni Pak SRI (46 tahun):

“Sejak adanya wacana pembangunan kebun plasma,orang luar seperti Banjar dan sekitarnya banyakyang membeli lahan transmigran dan lahan kapling.Dari seluruh lahan yang ditinggal pergi pemiliknya,sekitar 25 persen yang mengalami ganti rugi. 10persen diganti rugi orang-lokal dan transmigranlokal seperti Pak EDS, 10 persen diganti rugi olehorang luar tadi, dan 5 persen di ganti rugi olehsesama transmigran atau pendatang.”

5.2.2.2 Sistem Transfer Kepemilikan Lahan Pertanian

Status kepemilikan lahan UPT Simpang Nungki secara umum

belum banyak mengalami perubahan. Sebagian besar

transmigran yang berasal dari daerah sekitar Simpang

Nungki meninggalkan lahan transmigrasi tanpa adanya

pemindahan kepemilikan. Sehingga hak milik lahan masih

atas nama transmigran tersebut. Hal tersebut

dikarenakan masyarakat lokal lebih nyaman untuk tinggal

di daerah asal dengan fasilitas yang lebih lengkap

dibandingkan wilayah UPT yang baru dibuka. Sebagian

transmigran yang kembali ke daerah asal tidak bisa

menjual lahan karena peraturan dan ketentuan terkait

transmigrasi menyebutkan bahwa peralihan kepemilikan

lahan transmigran di bawah 10 tahun merupakan hal yang

illegal. Selain itu, pembeli kurang berminat membeli lahan

Page 93: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

transmigrasi yang belum bersertifikat. Namun beberapa

kasus proses transfer kepemilikan lahan transmigran

tetap berlangsung. Sistem transfer kepemilikan yang ada

di Desa Simpang Nungki umumnya waris dan ganti rugi.

Sistem waris yang dilakukan di Desa Simpang Nungki

adalah sistem waris yang sesuai dengan aturan agama

Islam, karena seluruh masyarakat Desa Simpang Nungki

beragama Islam. Pada wilayah transmigrasi sistem

transfer kepemilikan yang umum dilakukan adalah ganti

rugi. Data di lapang menyatakan bahwa hampir 25 persen

lahan transmigrasi sudah mengalami pindah kepemilikan.

Proses transfer kepemilikan lahan transmigrasi ini

terjadi secara sembunyi-sembunyi.

Harga lahan pada masa ini sudah semakin tinggi

baik lahan transmigran maupun lahan kapling. Lahan

transmigran yang sudah memiliki sertifikat memiliki

harga sekitar Rp 3.500.000,- sampai Rp 5.000.000,-

sesuai dengan keadaan lahan. Wacana pembangunan kebun

plasma perusahaan dan dibangunnya jalan antar kabupaten

membuat daya tarik bagi pemilik modal di luar Desa

Simpang Nungki untuk membeli lahan masyarakat.

5.2.3 Sistem Kelembagaan (Tenancy System)

Sistem kelembagaan terkait dengan penguasaan lahan

melalui sistem bagi hasil tidak mengalami perubahan

pada masa ini. Namun, minat masyarakat untuk menggarap

lahan dengan sistem bagi hasil mulai menurun.

Masyarakat terutama transmigran lebih memilih untuk

Page 94: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

menjadi buruh lepas di perkebunan kelapa sawit. Upah

menjadi buruh lepas perkebunan sekitar Rp 37.000,-

sampai Rp 47.000,- per hari. Perkebunan besar swasta

harus bersaing dalam mendapatkan tenaga kerja karena

banyaknya tenaga kerja yang dibutuhkan perkebunan

sedangkan jumlah penduduk yang masih terbatas.

PT PBB memiliki mekanisme tersendiri dalam

menerima pekerja perkebunan. Para calon buruh harus

mendaftar dulu melalui pembakal (kepala desa) untuk

mendapatkan rekomendasi. Hal ini dilakukan untuk

mencegah adanya pekerja yang tidak bertanggung jawab.

Namun mekanisme ini justru membuat masyarakat lebih

memilih bekerja di PT ABS yang letaknya lebih jauh.

Karena upah buruh PT PBB yang masuk melalui pembakal

harus dipotong sebagai uang jasa yang akan diberikan

kepada pembakal. Potongan upah tersebut sekitar Rp

13.000,- per orang. Sehingga pekerja hanya menerima

upah sebesar Rp 30.000,- saja. Sedangkan di PT ABS upah

yang didapatkan sebesar Rp 47.000,- tanpa harus ada

potongan. Hal sesuai dengan penuturan EDS (50 tahun) di

bawah ini12.

“PT PBB itu, sekarang kebingungan mencari buruh,karena masyarakat sini pindah ke PT ABS yangupahnya lebih besar karena tidak ada potongan.Hari Jumat yang Cuma kerja setengah hari upahnyajuga tetap penuh. Yah resikonya harus berangkatlebih pagi, tapi dari perusahaan disediakan klotok

12 Hasil wawancara dengan tokoh masyarakat pada tanggal 20 April 2011.

Page 95: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

yang mengantar jemput dari sungai besar sana. Jadienak tidak perlu mengeluarkan biaya lagi.”

Rancana pembangunan kebun plasma di Unit Pemukiman

Transmigrasi (UPT) Simpang Nungki memerlukan beberapa

sarana dan prasarana khusus yang harus dipersiapkan

terlebih dahulu. Salah satu sarana yang penting adalah

koperasi anggota yang akan bertanggung jawab pada

penjualan Tanda Buah Segar (TBS) petani plasma ke

perusahaan. Saat ini, struktur koperasi sudah terbentuk

dan sudah memiliki badan hukum. Namun, kesepakatan-

kesepakatan baik antara koperasi dengan perusahaan

maupun antara koperasi dengan anggota terkait kebun

plasma belum dibuat. Persiapan-persiapan yang dilakukan

untuk mempersiapkan pembangunan plasma adalah pendataan

anggota koperasi yang akan memplasmakan lahannya.

Penandatanganan kesepakatan terkait kebun plasma

anatara perusahaan dengan koperasi dan petani belum

dapat dilaksanakan karena sertifikat tanah masyarakat

belum semua turun.

Proses masuknya komoditi kelapa sawit dalam

masyarakat transmigran Simpang Nungki adalah pertanda

masuknya moda produksi baru yakni moda produksi

kapitalis. Pada periode ini, masyarakat mulai mengenal

moda produksi kapitalis. Perubahan moda produksi

tersebut berjalan perlahan seiring pelaksanaan program

plasma.

Page 96: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

5.2.4 Pemanfaatan Lahan

Pemanfaatan lahan pertanian masyarakat Unit Pemukiman

Transmigrasi (UPT) Simpang Nungki mengalami pergeseran

yang cukup signifikan sejak masuknya komoditi kelapa

sawit. Perubahan komoditi pertanian masyarakat menjadi

kelapa sawit lebih besar dibandingkan komoditi

perkebunan yang lebih dulu masuk yakni karet.

Masyarakat yang awalnya menanam padi, palawija, dan

jeruk mulai menanam bibit kelapa sawit di lahan yang

belum digarap. Beberapa petani menanam kelapa sawit dan

jeruk di lahan yang sama karena perawatan lahannya

tidak jauh berbeda. Berikut disajiakan data perubahan

komoditi pertanian masyarakat berdasarkan tahun.

Tabel 5.5 Jumlah Petani Kelapa Sawit Berdasarkan TahunPerubahan Komoditi Pertanian Tahun 2005 - 2010

Tahun Jumlah KK Persentase (%)2005 0 02006 2 3,082007 11 16,922008 27 41,542009 21 31,312010 4 6,15Jumlah 65 100,00

Masyarakat yang memutuskan untuk menanam kelapa sawit

di lahannya sebagian besar juga menanam komoditi lain

yang lebih cepat menghasilkan. Misalnya saja kelapa

sawit dan palawija, padi, atau jeruk. Hal itu dilakukan

masyarakat untuk menunjang kebutuhan sehari-hari karena

masa panen kelapa sawit dapat dinikmati setelah empat

Page 97: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

tahun masa tanam. Mayoritas petani yang menanam sawit

pada masa ini adalah transmigran pendatang. Transmigran

lokal lebih memilih untuk menanam komoditi yang telah

biasa ditanam. Transmigran lokal lebih memilih untuk

menjual bibit sawit dan pupuk yang didapat dari program

pengembangan perkebunan kelapa sawit.

Lahan pertanian masyarakat UPT Simpang Nungki

banyak yang dibirakan menganggur atau tidak digarap

karena serangan hama tikus yang merusak kebun kelapa

sawit warga saat air pasang. Modal yang besar untuk

menanam kelapa sawit secara mandiri memberatkan warga.

Begitu juga dengan komoditi pertanian selain kelapa

sawit. Kesuburan tanah yang semakin menurun dan iklim

yang tidak berubah-ubah membuat perawatan lahan

pertanian semakin mahal. Keadaan tersebut membuat warga

dengan modal kecil lebih memilih menjadi buruh lepas

perkebunan dibandingkan menggarap lahannya.

Gambar 4. Minat Petani Terhadap Program Plasma

Page 98: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

Minat masyarakat akan semakin besar untuk membuka

kebun kelapa sawit. Permasalahan tidak adanya modal

atau pengetahuan tatacara perawatan kebun yang baik dan

alur proses hasil produksi pasca kebun dapat diatasi

dengan program plasma-inti. Berdasarkan survei yang

dilakukan kepada transmigran yang tinggal di UPT

Simpang Nungki, seratus persen masyarakat mengaku

sangat berminat untuk beralih komoditi menjadi kelapa

sawit. Sedangkan tidak semua petani berminat untuk

mengikuti program plasma seperti dijelaskan pada gambar

4 di atas.

Data di atas menjelaskan bahwa hampir semua masyarakat

Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) Simpang Nungki

berminat dan berencana untuk menikuti program plasma

yang diselenggarakan oleh PT PBB. Masyarakat yang tidak

berminat memplasmakan lahannya hanya sekitar 13% saja.

Mayoritas masyarakat yang tidak berminat untuk

memplasmakan lahannya adalah petani yang telah

membangun perkebunan kelapa sawit secara mandiri.

Masyarakat rata-rata memiliki modal yang cukup untuk

membangun dan merawat kebunnya sendiri. Masyarakat

beranggapan bahwa keputusan bergabung dengan program

plasma-inti akan merugikan petani karena kredit yang

diajukan oleh perusahaan sangat memberatkan.

Page 99: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

5.3 Pasca Masuknya Komoditi Kelapa Sawit dan Perubahan

Agraria Lokal

5.3.1 Sistem Kepemilikan dan Penguasaan Lahan (Tenurial

System)

5.3.1.1 Status Kepemilikan dan Penguasaan Lahan

Masyarakat telah mengenal komoditi kelapa sawit dengan

sangat baik pada masa ini. Transmigran telah

mendapatkan sertifikat sebagai bukti kepemilikan resmi

atas lahan yang didapatkan dari program transmigrasi.

Kebun plasma juga sudah dibangun. Kepemilikan lahan

oleh orang luar atau pemodal juga semakin terlihat.

Program plasma-inti kelapa sawit menarik perhatian

pemilik modal yang berasal dari luar wilayah Simpang

Nungki bahkan dari luar Kabupaten Barito Kuala untuk

memiliki lahan dan ikut menjadi bagian dalam program

tersebut. Masuknya komoditi baru membawa perubahan

terhadap moda produksi masyarakat yang awalnya bersifat

subsisten-komersil menjadi moda produksi kapitalis

yaitu usaha padat modal dimana hubungan produksi

mencakup struktur majikan-buruh atau “pemilik modal –

pemilik tenaga”. Perubahan ini ditandai dengan masuknya

pendatang ke Desa Simpang Nungki yang berprofesi

sebagai buruh perkebunan.

Pendatang yang bermatapencaharian tunggal sebagai

buruh adalah salah satu penanda bahwa struktur agraria

masyarakat terdiferensiasi ke dalam lebih banyak

lapisan. Lapisan struktur agraria juga bertambah dengan

Page 100: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

munculnya sektor jasa atau profesi non petani dalam

hubungan produksi masyarakat seperti penyedia saprotan,

pedagang pengumpul, dan sebagainya. Perubahan moda

produksi pertanian masyarakat menjadi moda produksi

kapitalis yang padat modal menimbulkan tekanan bagi

petani bermodal kecil. Dampak lain dari perubahan moda

produksi pertanian adalah munculnya golongan tunakisma

di wilayah tersebut.

5.3.1.2 Sistem Transfer Kepemilikan Lahan Pertanian

Proses tansfer jual beli akan banyak terjadi pada saat

proses pembangunan kebun plasma. Jeda waktu antara

pembagian sertifikat lahan dan pendaftaran peserta

program plasma akan memberi kesempatan bagi para

pemodal bagi dari luar maupun sekitar Desa Simpang

Nungki untuk mengganti rugi lahan transmigran. Pada

saat ini harga lahan sudah semakin tinggi dibandingkan

pada periode masuknya komoditi kelapa sawit. Harga

lahan akan semakin tinggi saat lahan telah dikonversi

dan kebun kelapa sawit sudah dapat menghasilkan.

Seperti diungkapkan oleh EDS ( 50 tahun) dibawah ini13.

“Harga tanah pasti akan meningkat karena kebunsawit kan sudah ada jadi lebih meyakinkan. Apalaginanti pasti sudah bersertifikat semua. Sekarang sajaorang luar dari Banjar sudah banyak yang membelitanah disini. Hari ini saja (pada saat wawancara)saya mau mengantar orang melihat tanah. Yang

13 Hasil wawancara dengan tokoh masyarakat pada tanggal 30 April 2011

Page 101: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

perlu dikhawatirkan kan orang kampung, hargatanah naik sedikit saja mereka sudah inginmenjualnya. Nah natinya kan mereka hanya bisajadi penonton di tanahnya sendiri.”

Program plasma memiliki ketentuan minimal luas

lahan yang harus dimiliki oleh peserta program. Jika

dilihat dari kepemilikan lahan masyarakat UPT Simpang

Nungki saat ini, maka ada satu kepala keluarga yang

tidak dapat mengikuti program tersebut karena luas

lahannya hanya 0,5 hektar dengan kata lain transmigran

ini sudah tidak memiliki lahan usaha. Tekanan yang ada

akan membuat petani bermodal kecil dan berlahan sempit

tersebut menjual lahannya jika tidak mampu bertahan dan

beradaptasi. Namun, jika petani mampu beradaptasi maka

lahan yang dimiliki dapat dipertahankan. Lahan

plasma akan di konversi dalam waktu sekitar empat

tahun. Selama empat tahun, petani harus mencari nafkah

selain dari lahannya. Pada masa ini, petani plasma

banyak yang bekerja sebagai buruh lepas perusahaan.

Proses transfer kepemilikan lahan sulit dilakukan pada

masa ini karena sertifikat lahan diserahkan pada bank

untuk memeroleh kredit. Namun, bagi petani dengan

keadaan ekonomi menengah ke bawah tekanan untuk

menjual lahan tetap besar. Kebutuhan yang besar dan

harga tanah yang tinggi menjadi tekanan bagi petani

untuk menjual lahannya. Mekanisme transfer kepemilikan

lahan dan kebun plasma di sesuaikan dengan kondisi yang

ada.

Page 102: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

5.3.2 Sistem Kelembagaan (Tenancy System)

Sistem kelembagaan yang ada mulai mengalami perubahan

pada masa ini, misalnya sistem kelembagaan bagi hasil

yang sulit diterapkan karena hampir semua lahan

masyarakat telah diikutsertakan dalam program inti-

plasma kelapa sawit. Sistem kelembagaan yang semakin

berkembang adalah sistem kelembagaan koperasi. Koperasi

adalah satu-satunya kelembagaan legal yang menjadi

perantara petani plasma dengan perusahaan. Aturan-

aturan yang semakin kompleks dibuat seiring

perkembangan kondisi. Pada umumnya, setelah lahan

dikonversi akan muncul sistem kelembagaan informal

yakni pedagang pengumpul atau biasa di sebut tengkulak.

Pada beberapa kasus munculnya kelembagaan tengkulak ini

akan merugikan koperasi sehingga dianggap sebagai

permasalahan bagi sistem kerjasama yang telah ada

antara petani, koperasi dan perusahaan. Namun,

permasalahan tengkulak ini menjadi masalah yang sulit

dipecahkan karena tak jarang melibatkan tokoh

masyarakat atau orang terpandang di wilayah tersebut.

Hal ini seperti penjelasan SHT (45 tahun) di bawah

ini14.

“Sekarang saja sudah ada yang ingin membuatkoperasi tandingan, apalagi nanti saat kebunplasma sudah jalan dan menghasilkan. Pasti banyakpihak yang juga ingin mendapatkan keuntungan

14 Hasil wawancara dengan sekretaris Kecamatan Cerbon pada tanggal29 April 2011

Page 103: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

lebih. Yah, semoga apapun masalahnya bisadiselesaikan dengan baik.”

Kelembagaan lain yang terbentuk adalah kelembagaan

penyedia jasa dan sarana produksi pertanian masyarakat.

Seperti penyedia jasa penyewaan truk, pupuk, mesin

pertanian dan lain-lain.

5.3.3 Pemanfaatan Lahan

Persiapan pembangunan kebun plasma dilakukan pada

periode ini. Pendataan anggota dan penandatanganan

kesepakatan antara perusahaan dengan koperasi selaku

perwakilan petani kelapa sawit telah dilakukan.

Perubahan komoditi pertanian masyarakat sangat terlihat

di UPT Simpang Nungki. Komoditi pertanian masyarakat

yang lama seperti padi, karet, jeruk, dan palawija

diganti dengan komoditi kelapa sawit. Seiring

berjalannya waktu, pengetahuan dan kemampuan masyarakat

dalam membangun dan merawat kebun kelapa sawit

meningkat. Tingginya minat masyarakat terhadap kelapa

sawit dapat dilihat dari pemanfaatan lahan pekarangan

transmigran yang kemudian juga ditanami kelapa sawit.

Perubahan pemanfaatan lahan menjadi kebun kelapa sawit

akan berpengaruh pada pasokan beras dan komoditi lain

seperti palawija dan jeruk di Barito Kuala.

Page 104: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

Ikhtisar

Dinamika struktur agraria di Unit Pemukiman

Transmigrasi (UPT) Simpang Nungki dibagi dalam tiga

periodisasi, yakni periode pra masuknya komoditi kelapa

sawit, periode proses masuknya komoditi kelapa sawit

dan pasca masuknya komoditi kelapa sawit. Masa pra

masuknya komoditi kelapa sawit terjadi pada tahun 2005

sampai 2006. Masa ini adalah masa awal kedatangan

transmigran di UPT Simpang Nungki karena transmigran

masuk ke UPT Simpang Nungki dalam tiga tahap yakni pada

tahun 2005, 2006, dan 2007. Perubahan struktur agraria

belum terlalu banyak. Hal ini disebabkan sertifikat

lahan masyarakat belum turun dan ketentuan transmigrasi

tidak mengizinkan pemindahan kepemilikan lahan

transmigrasi sebelum kurun waktu 10 tahun. Namun,

proses pemindahan kepemilikan dan kasus perginya

transmigran tetap terjadi. Lebih dari 50 persen

transmigran yang berasal dari luar Pulau Kalimantan

maupun transmigran lokal asal Kalimantan Selatan pergi

meninggalkan kompleks transmigrasi dengan berbagai

alasan seperti kurangnya sarana dan prasarana, lahan

yang kurang subur, dan sebagainya. Mayoritas

transmigrasi pergi meninggalkan lahan dan tempat

tinggalnya tanpa menjual lahan. Sistem transfer

kepemilikan banyak terjadi pada lahan kapling yang

dimiliki masyarakat lokal. Sistem kelembagaan yang ada

pada periode ini adalah kelembagaan bagi hasil yang

Page 105: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

mengatur tentang aturan lahan garapan. Pada periode ini

komoditi pertanian yang ditanam oleh masyarakat pada

umumnya adalah padi, palawija, dan jeruk.

Masa proses masuknya komoditi kelapa sawit terjadi

pada tahun 2006 akhir sampai saat ini tahun 2011.

Periode ini ditandai dengan beroperasinya dua

perusahaan besar swasta yang bergerak dalam bidang

usaha perkebunan kelapa sawit di sekitar Desa Simpang

Nungki. Program dan kebijakan pemerintah terkait

pengembangan program kelapa sawit juga menjadi penanda

periode ini dimulai. Proses transfer kepemilikan

terjadi pada masa ini. Harga lahan pertanian semakin

tinggi terlebih untuk lahan yang telah bersertifikat.

Lahan yang mengalami pemindahan kepemilikan sekitar 25

persen dari jumlah lahan transmigran yang pergi. Proses

transfer kepemilikan ini terjadi melalui sistem ganti

rugi dan terjadi dalam dua periode yakni masa pra

masuknya komoditi kelapa sawit dan masa proses masuknya

komoditi kelapa sawit. Sistem kelembagaan yang ada

hampir sama dengan periode sebelumnya yakni kelembagaan

bagi hasil dalam pengaturan lahan garapan. Kelembagaan

baru yang muncul pada masa proses masuknya komoditi

kelapa sawit adalah koperasi. Komoditi pertanian yang

ditanam masyarakat sudah mulai berubah. Sekitar 50

persen kepala keluarga mulai menanam kelapa sawit pada

masa ini. Pada peride pertama dan kedua, struktur

agraria masyarakat belum mengalami perubahan yang

Page 106: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

besar. Seluruh kepala keluarga Unit Pemukiman

Transmigrasi Simpang Nungki memiliki lahan pertanian.

Status sosial masyarakat terdiferensiasi ke dalam

beberapa jenis lapisan yakni petani pemilik, petani

pemilik+penggarap, petani pemilik +buruh tani, dan

petani pemilik+penggarap+buruh tani.

Periode pasca masuknya komoditi kelapa sawit

ditandai dengan disepakatinya perjanjian-perjanjian

terkait kebun plasma masyarakat dan mulai dibangunnya

kebun plasma di UPT Simpang Nungki. Pendatang juga

mulai masuk ke Desa Simpang Nungki untuk mengadu nasib.

Sistem transfer kepemilikan melalui ganti rugi banyak

terjadi. Harga lahan yang semakin tinggi tidak

menghilangkan minat pemodal untuk memiliki lahan yang

akan diplasmakan. Proses transfer kepemilikan ini

diperkirakan banyak terjadi pada masa jeda antara

pembagian sertifikat transmigran dengan penetapan

peserta program plasma. Masuknya buruh-buruh perkebunan

baru dan proses trannsfer kepemilikan lahan akan

mencetak tunakisma baru yang akan menambah lapisan-

lapisan dalam struktur agraria masyarakat UPT Simpang

Nungki.

Page 107: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

BAB VI

FAKTOR – FAKTOR PENDUKUNG PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN

6.1 Faktor Eksternal

Komoditi Kelapa Sawit memiliki banyak nilai tambah

dibandingkan dengan komoditi perkebunan lainnya. Harga

pasaran yang tinggi dan relatif stabil memberikan daya

tarik tersendiri bagi pemerintah dan pengusaha.

Perkembangan industri kelapa sawit di Indoensia sangat

pesat. Keadaan ini membawa peluang bagi pemerintah

untuk membuat kebijakan terkait perkebunan kelapa sawit

dalam Hal tersebut direalisasikan pemerintah melalui

Peraturan Menteri Pertanian No.26 Tahun 2007 tentang

pengembangan perkebunan melalui program revitalisasi

perkebunan bahwa setiap perusahaan yang bergerak di

bidang perkebunan kelapa sawit wajib memiliki plasma

minimal 20 persen dari luas HGU.Keberhasilan program

pengembangan kelapa sawit berbasis perkebunan rakyat di

beberapa daerah dengan meningkatnya keadaan sosial

ekonomi masyarakat menambah daya tarik komoditi kelapa

sawit.

Pemerintah daerah Barito Kuala khususnya dan

Kalimantan Selatan pada umumnya telah menetapkan

program-program terkait dengan pengembangan perkebunan

kelapa sawit berbasis perkebunan rakyat melalui program

revitalisasi perkebunan. Program revitalisasi

perkebunan adalah upaya percepatan pengembangan

perkebunan rakyat melalui perluasan, peremajaan, dan

Page 108: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

rehabilitasi tanaman perkebunan. Pelaksanaan program

ini merupakan bentuk kerjasama dari beberapa pihak.

Perbankan sebagai pihak penyedia kredit investasi,

pemerintah sebagai fasilitator yang memberikan dukungan

dan subsidi bunga, perusahaan di bidang usaha

perkebunan sebagai mitra pengembangan dalam pembangunan

kebun, pengolahan dan pemasaran hasil. Pelaku utama

dalam program ini adalah masyarakat sebagai peserta

program dan pemilik lahan perkebunan.

Peraturan dan kebijakan yang mendukung program

revitalisasi perkebunan antara lain:

1. Peraturan Menteri Pertanian RI,

No.33/Permentan/OT.140/7/2006 tanggal 26 Juli 2006,

tentang Pengembangan Perkebunan Melalui Program

Revitalisasi Perkebunan;

2. Surat Keputusan Menteri Pertanian RI,

No.490/Kpts/OT.160/8/2006 tanggal 24 Agustus 2006,

tentang Pembentukan Tim Koordinasi Pelaksanaan

Program Revitalisasi;

3. Peraturan Menteri Keuangan RI, No: 117/PMK.06/2006

tanggal 30 Nopember 2006, tentang Kredit Pengembangan

Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP);

Page 109: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

4. Perjanjian Kerjasama Pendanaan antara Departemen

Keuangan RI dengan BRI No. PKP-01/KPEN-RP/DP3/2006

tanggal 20 Desember 2006;

5. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.26/MENHUT-II/2007

tentang Perubahan Kedua atas KepMenHut No.292/KPTS-

II/1995, tentang Tukar Menukar Kawasa Hutan;

6. Surat Menteri Keuangan RI NO. S-313/MK.05/2007

Tentang subsidi bungan KPEN-RP;

7. Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional No.

3817-310.21-D.II tanggal 6 Desember 2007 tentang

Standar Satuan Biaya Sertifikat Hak Milik Program

Revitalisasi Perkebunan;

8. SK. Dirjend Perkebunan No135/Kpts/RC.110/10/2008 tgl

14 Oktober 2008 tentang Satuan Biaya Pembangunan

Kebun Peserta Revitalisasi Perkebunan;

9. Surat Edaran No. 40-DIR/ADK/12/2006 tanggal 20

Desember 2006 tentang KPEN-RP dengan Pola Kemitraan;

dan

10. Surat Edaran NO.41-DIR/ADK/12/2006 tanggal 20

Desember 2006 tentang KPEN-RP dengan Pola Non

Kemitraan.

Peraturan dan kebijakan tersebut menjadi dasar

bagi pemerintah daerah Kalimantan Selatan dan Barito

Kuala untuk membuat program-program terkait

pengembangan kelapa sawit. Seperti dijelaskan

sebelumnya, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Daerah

Page 110: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

Tingkat II Barito Kuala bekerjasama dengan Dinas

Perkebunan Daerah Tingkat I Kalimantan Selatan memiliki

beberapa program terkait pengembangan perkebunan kelapa

sawit. Program tersebut seperti sosialisasi tentang

perkebunan kelapa sawit, pembagian bibit bersertifikat

serta bantuan pupuk. Beberapa wilayah yang menjadi

tujuan program pengembangan perkebunan kelapa sawit

adalah adalah desa-desa yang berada di sekitar

perusahaan besar seperti Kecamatan Wanaraya, Cerbon,

Jejangkit, dan lain-lain. Program pengembangan kebun

kelapa sawit di Kecamatan Cerbon khususnya Desa Simpang

Nungki dilaksanakan pada tahun 2007. Peserta program

ini adalah transmigran yang kedatangannya pada tahun

2005 dan 2006. Beberapa sumber berpendapat bahwa

tingkat keberhasilan dan keberlanjutannya hanya sekitar

50 persen saja. Namun, jika dilihat dari keadaan yang

ada di lapangan, program tersebut telah memberikan

pemahaman kepada masyarakat tentang perkebunan kelapa

sawit maupun proses produksinya. Berikut data reponden

yang mengikuti program tersebut.

Tabel 6.1 Rumah Tangga Peserta Program PengembanganPerkebunan Kelapa Sawit Berdasarkan Keputusan MembangunKebun Kelapa Sawit, 2011

Kategori Peserta Jumlah KK Persentase (%)Membangun kebun 65 67,01

Tidak membangun kebun 32 32,99Jumlah 97 100,00

Page 111: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa dari seluruh

peserta program yang masih betahan di UPT Simpang

Nungki lebih dari 50 persen membangun kebun kelapa

sawit. Sisanya sekitar 32 persen tidak membangun kebun

kelapa sawit. Sebagian besar dari peserta program yang

tidak membangun kebun kelapa sawit adalah transmigran

lokal yang lebih memilih untuk menjual bibit dan pupuk

yang didapat dari program tersebut untuk mendapatkan

tambahan penghasilan. Karena transmigran lokal

berpendapat bahwa kebun kelapa sawit masih kurang

menguntungkan, perawatannya lebih susah dan mahal, dan

pengetahuan tentang pelaksanaan kebun kelapa sawit yang

masih rendah. Hal ini berbeda dengan transmigran yang

berasal dari luar Provinsi Kalimantan Selatan yang

telah lebih dulu mengenal perkebunan kelapa sawit.

Mayoritas transmigran pendatang membangun kebun kelapa

sawit dengan fasilitas yang diberikan oleh Dinas

Kehutanan dan Perkebunan. Hal ini sesuai dengan

penuturan Pak BNA (38 tahun) di bawah ini15.

“Masyarakat lokal umumnya susah menerima halbaru, yah makanya susah maju. Oleh karena itu,program-program seperti ini biasanya di lakukan diwilayah transmigrasi. Diharapkan masyrakat lokalnantinya dapat melihat keberhasilan transmigrandan mau menirunya. Program ini dilaksanakan diDesa Simpang Nungki sekitar tahun 2007, dankebanyakan yang mau menanam kelapa sawit kantransmigran dari luar Kalimantan. Tahun ini jugaada lagi program serupa di UPT Desa Sawahan dan

15 Pak BNA adalah pegawai Dinas Perkebunan Kabupaten Barito Kuala.Hasil wawancara tanggal 5 Mei 2011.

Page 112: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

di Wanaraya karena memang program utama DinasPerkebunan Kalimantan Selatan kan pengembangankomoditi perkebunan kelapa sawit ini.”

6.2 Faktor Internal Masyarakat

6.2.1 Tingkat Pengetahuan

Komoditi kelapa sawit merupakan hal yang baru bagi

sebagian besar masyarakat Simpang Nungki. Pengetahuan

masyarakat tentang kelapa sawit diperoleh dari berbagai

sumber yakni program penyuluhan Dinas Kehutanan dan

Perkebunan Kabuapten Barito Kuala yang dilaksanakan

pada tahun 2007, hasil interaksi dengan petani daerah

lain yang telah lebih dahulu menanam kelapa sawit, dan

dari tata cara penanaman perusahaan tempat masyarakat

bekerja sebagai buruh lepas. Kecamatan Cerbon memiliki

program studi banding ke Kecamatan Pelaihari yang telah

terlebih dahulu berhasil dalam bidang perkebunan kelapa

sawit. Program ini diikuti oleh beberapa petani dan

pengurus koperasi dari desa-desa di wilayah Kecamatan

Cerbon termasuk Desa Simpang Nungki. Tingkat

pengetahuan masyarakat dilihat dari pengetahuan tentang

keuntungan dan kerugian komoditi kelapa sawit,

pengetahuan tengan proses pembangunan kebun kelapa

sawit, perawatan kebun kelapa sawit, dan pengetahuan

tentang proses pasca produksi atau pasca kebun. Berikut

data tingkat pengetahuan masyarakat Unit Pemukiman

(UPT) Simpang Nungki.

Page 113: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

Tabel 6.2 Rumah Tangga Menurut Tingkat PengetahuanPetani UPT Simpang Nungki, Kec. Cerbon, Kab.Barito Kuala, 2011Tingkat Pengetahuan Jumlah KK Persentase (%)

Rendah 37 27,61Sedang 29 21,64Tinggi 68 50,75Jumlah 134 100,00

Tabel di atas menunjukkan bahwa masyarakat UPT Simpang

Nungki sebagian memiliki pengetahuan yang tinggi

tentang tatacara pembangunan kebun, perawatan kebun dan

juga memiliki pandangan yang baik terhadap perkebunan

kelapa sawit. Masyarakat yang memiliki pengetahuan

tinggi mayoritas adalah adalah transmigran yang masuk

pada tahun 2005 dan 2006 yang menjadi peserta program

pengembangan kebun kelapa sawit dari Dinas Kehutanan

dan Perkebunan. Sedangkan masyarakat dengan pengetahuan

rendah adalah transmigran dengan tahun kedatangan 2007.

Pengetahuan yang diperoleh transmigran tidak hanya

berasal dari luar individu (eksternal) melainkan juga

dari pengalaman setelah mencoba sesuatu. Beberapa

transmigran pernah merantau ke wilayah lain dengan

komoditi kelapa sawit. Sehingga memiliki pengetahuan

lebih dibanding transmigran lokal. Hal ini sesuai

dengan penuturan Pak Sri (46 tahun) di bawah ini16.

“Beberapa transmigran memiliki pengetahuan yangtinggi tentang kebun kelapa sawit seperti Pak TRT.Dia sudah pernah merantau ke beberapa tempatseperti Sampit dan lain-lain sebelum ikut program

16 Hasil wawancara dengan transmigran pada tanggal 12 Mei 2011

Page 114: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

transmigrasi. Kebetulan di sana komoditi yangdiusahakan juga kelapa sawit. Makanya kebunkelapa sawit milik Pak TRT bagus. Kalo yang lain-lainseperti saya kan coba-coba dan ikut-ikut saja”

Hubungan erat yang dimiliki antar transmigran

membuat informasi mudah menyebar. Masyarakat dengan

tingkat pengetahuan tinggi akan menyebarkan pengetahuan

yang dimiliki kepada masyarakat lain yang memiliki

minat sama terhadap kelapa sawit. Hal ini menyebabkan

tingkat pengetahuan masyarakat senantiasa meningkat

seiring berjalannya waktu. Pengetahuan yang didapatkan

masyarakat dari hasil mencoba juga akan disebarkan

kepada masyarakat lain. Hal ini terlihat dari cara

penanaman sawit yang di lakukan oleh masyarakat Simpang

Nungki. Menurut materi yang diberikan Dinas Perkebunan

cara penanaman kelapa sawit di daerah berlahan gambut

adalah dengan membuat gundukan sehingga keasaman tanah

dapat berkurang. Hal tersebut tidak dapat

diimplementasikan oleh masyarakat karena jika angin

besar maka pohon-pohon sawit akan tumbang. Kondisi

tersebut membuat masyarakat menemukan solusi yakni

dengan merendahkan gundukan dan membangun saluran air

tiap pohon disekitar gundukan sehingga rendahnya

gundukan tidak membuat tanah asam.

Pengetahuan pemakaian pupuk yang pas juga didapat

dari hasil mencoba atau eksperimen di lapangan. Banyak

faktor yang menyebabkan materi-materi yang diberikan

dinas tidak dapat diimplementasikan di lapangan. Namun

Page 115: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

tidak banyak petani yang senantiasa mencoba cara-cara

baru untuk mencari jalan keluar dari permasalahan

kebunnya. Sebagian besar masyarakat hanya menunggu atau

melihat petani lain menemukan cara-cara yang lebih

sesuai dan menirunya.

6.2.2 Tingkat Kepemilikan Modal

Masyarakat UPT Simpang Nungki sebagian besar

bermatapencaharian sebagai petani dan buruh tani

(termasuk buruh lepas perkebunan kelapa sawit).

Pendapatan yang didapat, sebagian diperuntukkan untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari dan sebagian disimpan

sebagai modal pertanian pada masa tanam selanjutnya.

Biaya yang dikeluarkan untuk kebun kelapa sawit berbeda

dengan komoditi pertanian yang lain. Modal untuk

membangun dan merawat kebun kelapa sawit jumlahnya jauh

lebih besar. Oleh karena itu perlu kesiapan khusus

terutama modal untuk membangun kebun kelapa sawit.

Biaya pembangunan dan perawatan kebun didaerah berlahan

gambut selama kelapa sawit belum dipanen sekitar empat

puluh juta rupiah. Jumlahnya jauh lebih besar daripada

kebun kelapa sawit yang dibangun di daerah dataran

tinggi seperti sebagian besar Pulau Sumatera. Tingkat

kepemilikan modal memiliki hubungan yang tidak langsung

dengan minat petani terhadap kebun kelapa sawit.

Beberapa transmigran dengan minat tinggi mendapat

tambahan modal membangun kebun dengan menjual aset yang

Page 116: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

dimiliki di daerah asal atau meminjam dari kerabat.

Berikut data kepemilikan modal masyarakat untuk

membangun dan merawat kebun kelapa sawit.

Tabel 6.3 Rumah Tangga Menurut Tingkat KepemilikanModal Pembangunan dan Perawatan Kebun Kelapa Sawit UPTSimpang Nungki, Kec. Cerbon, Kab. Barito Kuala, 2011

Tingkat Kepemilikan Modal Jumlah KK Persentase (%)Rendah 30 22,39Sedang 64 47,76Tinggi 40 29,85Jumlah 134 100,00

Transmigran peserta program pengembangan perkebunan

kelapa sawit dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan

mendapatkan bantuan modal untuk pembukaan dan perawatan

kebun kelapa sawit. Bantuan berupa bibit kelapa sawit

bersertifikat, pupuk, bantuan dana pembersihan lahan,

pemasangan anjir dan pembuatan gundukan sangat membantu

petani dengan kepemilikan modal yang terbatas untuk

membangun kebun kelapa sawitnya. Masyarakat dengan

kepemilikan modal tinggi tidak hanya mampu membiayai

proses produksi tetapi juga akan memperluas lahan yang

dimilikinya. Lahan yang luas akan menghasilkan lebih

banyak dan menambah modal yang dimiliki. Hal tersebut

berbeda dengan masyarakat dengan modal terbatas seperti

kebanyakan transmigran yang harus mencari tambahan

modal dengan pekerjaan tambahan atau meminjam uang dari

pihak lain. Modal yang ada akan sulit bertambah bahkan

akan terus berkurang untuk menutupi biaya produksi dan

Page 117: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

biaya hidup. Hal ini seperti yang diungkapkan STB (44

tahun) di bawah ini17.

“ Kebun kelapa sawit itu membutuhkan modal yangbesar dek. Saya saja sudah menjual sapi saya diJawa. Saya juga pinjam uang adik saya. Yah demimasa depan lah, kan nantinya kalo sudahmenghasilkan, uang yang diterima juga banyak.Tapi yah itu, tikus dan kebakaran lahan paskemarau beberapa waktu lalu membuat kebunmasyarakat sini rusak semua. Cuma beberapa yangbisa diselamatkan. Sekarang kan bibit kalau belisendiri mahal. Saya saja sudah hampir habis 2,5juta untuk beli bibit buat nambal sulam bibit yangrusak dimakan tikus. Yah kalau ga kuat modal ya gabertahan kebunnya”

6.3 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan

Keputusan Membangun Kebun Kelapa Sawit

Tingkat pengetahuan masyarakat Unit Pemukiman

Transmigran tentang kebun kelapa sawit dilihat dari

beberapa aspek yakni: a) pengetahuan tentang keuntungan

dan kerugian menanam kelapa sawit yang akan

mempengaruhi minat petani, b) pengetahuan tentang

tatacara pembukaan kebun, c) tatacara perawatan kebun,

dan d) pengetahuan tentang proses pasca produksi atau

pasca kebun. Tingkat pengetahuan yang tinggi pada empat

hal di atas akan mempengaruhi keputusan masyarakat

untuk membangun kebun kelapa sawit atau dapat disebut

dengan beralih komoditi. Berikut tabel yang menjelaskan

hubungan antara tingkat pengetahuan masyarakat dengan

17 Hasil wawancara dengan transmigran pada tanggal 3 Mei 2011

Page 118: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

keputusan membangun kebun dan keberlanjutan kebun

tersebut.

Tabel 6.4 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan denganKeputusan Membangun Kebun Kelapa Sawit, 2011

Tidak M embangun Kebun

Persen (% )

M embangun Tidak

Bertahan Persen (% )

M embangun Kebun Bertahan

Persen (% ) Jumlah Persen

(% )

Rendah 20 14,93 11 8,21 6 4,48 37 27,61

Sedang 19 14,18 6 4,78 4 2,98 29 21,64

Tinggi 23 17,16 20 14,92 25 18,66 68 50,75

62 46,27 37 27,61 35 26,12 134 100,00

Tingkat

Pengetahuan (K

K)

Jumlah

Keputusan Petani (KK)

Tabel di atas menjelaskan bahwa ada hubungan antara

tingkat pengetahuan masyarakat UPT Simpang Nungki

dengan keputusan membuka kebun dan keberlanjutan kebun

kelapa sawit tersebut. Sebagian besar masyarakat dengan

pengetahuan rendah tidak membuka kebun. Hanya enam KK

yang memiliki pengetahuan rendah dan dapat bertahan.

Hal tersebut dikarenakan tahun pembangunan kebun belum

terlalu lama atau sekitar tahun 2009 dan 2010.

Masyarakat dengan tingkat pengetahuan sedang

sebagian besar tidak membuka lahan. Sedangkan

masyarakat dengan tingkat pengetahuan perkebunan tinggi

memiliki sebaran yang hampir merata pada ketiga

keputusan yakni keputusan tidak membangun kebun,

membangun kebun tidak bertahan, dan membangun kebun

yang bertahan sampai sekarang. Sebagian besar

Page 119: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

masyarakat dengan tingkat pengetahuan tinggi tidak

membuka kebun dengan alasan tidak memiliki modal yang

cukup. Modal awal yang didapatkan dari program

pengembangan perkebunan kelapa sawit dari Dinas

Perkebunan pada awal pengenalan terhadap komoditi

kelapa sawit seperti bibit dan pupuk telah dijual

karena minat terhadap kelapa sawit masih rendah.

Keterbatasan modal juga menjadi masalah bagi masyarakat

dengan tingkat pengetahuan tinggi namun kebun kelapa

sawit yang dibangunnya tidak dapat bertahan. Hal ini

diperkuat dengan pendapat SHD (46 tahun) di bawah

ini18.

“Pengetahuan sangat berpengaruh terhadapkeadaan kebunnya mbak. Karena yang punyapengetahuan tinggi kan tau apa yang harusdilakukan pada pohon kelapa sawit yangbermasalah. Kalo yang pengetahuannya rendah yahcuma ikut-ikut aja. Pas awal juga pengetahuanpenting, banyak orang lokal tidak membangunkebun karena belum tahu kalo kelapa sawit itumenguntungkan”

Uji korelasi menggunakan Rank Spearmen menunjukkan

bahwa korelasi antara pengetahuan dengan keputusan

membuka kebun dan keberlanjutannya adalah sebesar 0,278

sangat kuat dan searah dengan nilai p(0,001)<alpha 5

persen artinya korelasi signifikan. Hasil tersebut

menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang kuat dan

positif antara tingkat pengetahuan masyarakat dengan

18 Hasil wawancara transmigran pada tanggal 15 April 2011

Page 120: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

keputusan membangun kebun dan keberlanjutan kebun

kelapa sawit masyarakat. Hal tersebut berarti, jika

tingkat pengetahuan yang dimiliki masyarakat tinggi

maka keputusan untuk membangun kebun kelapa sawit juga

tinggi. Begitu juga sebaliknya, jika tingkat

pengetahuan masyarakat rendah maka keputusan membuka

kebun juga rendah.

6.4 Hubungan antara Tingkat Kepemilikan Modal dengan

Keputusan Membangun Kebun Kelapa Sawit

Proses pembangunan kebun kelapa sawit memerlukan modal

yang besar terutama jika dilakukan secara mandiri.

Keadaan lahan gambut dan berawa seperti di mayoritas

wilayah Kabupaten Barito Kuala memerlukan biaya yang

lebih besar yakni sekitar 30-40 juta rupiah sampai

kebun tersebut dapat berproduksi. Namun, masyarakat UPT

Simpang Nungki memiliki keadaan yang berbeda, karena

sebagian masyarakat pernah menjadi peserta program

pengembangan perkebunan kelapa sawit yang

diselenggarakan oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan

wilayah setempat. Bantuan yang diberikan tersebut

meringankan beban biaya yang harus ditanggung petani

dalam proses pembukaan dan perawatan kebun. Namun,

beberapa kasus berbeda terjadi di masyarakat UPT

Simpang Nungki. Masyarakat yang memiliki minat rendah

untuk membangun kebun kelapa sawit memilih untuk

menjual bibit dan pupuk yang diberikan oleh Dinas

Page 121: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

Perkebunan melalui program pengembangan perkebunan

kelapa sawit. Kemudian, saat minat dan pengetahuan

tentang perkebunan kelapa sawit meningkat, modal yang

dimiliki tidak memadai untuk membangun dan merawat

kebun tersebut. Hama tikus yang meningkat pada saat air

pasang dan kebakaran lahan yang terjadi pada musim

kemarau tahun 2008 dan 2009 menyebabkan banyak kebun

kelapa sawit masyarakat rusak. Ketersediaan modal

sangat diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut.

Berikut disajikan tabel yang menjelaskan hubungan

antara tingkat kepemilikan modal dengan keputusan

pembukaan kebun dan keberlanjutan kebun. Tingkat

pengetahuan yang rendah dalam mengatasi masalah yang

dihadapi petani juga membuat modal yang harus

dikeluarkan untuk memperbaiki keadaan kebun kelapa

sawit semakin besar.

Tabel 6.5 Hubungan antara Kepemilikan Modal denganKeputusan Membangun Kebun Kelapa Sawit, 2011

Page 122: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

Tidak M embangun Kebun

Persen (% )

M embangun Tidak

Bertahan Persen (% )

M embangun Kebun Bertahan

Persen (% ) Jumlah Persen

(% )

Rendah 24 17,92 1 0,75 5 3,73 30 22,39

Sedang 24 17,91 21 15,67 19 14,18 64 47,76

Tinggi 14 10,45 15 11,19 11 8,21 40 29,85

62 46,27 37 27,61 35 26,12 134 100,00

Tingkat K

epem

ilikan

Modal (KK)

Jumlah

Keputusan Petani (KK)

Tabel di atas menunjukkan bahwa petani dengan tingkat

kepemilikan modal rendah lebih memilih untuk tidak

membangun kebun kelapa sawit. Hanya lima kelapa

keluarga dengan tingkat kepemilikan modal rendah namun

kebun kelapa sawit yang dibangunnya dapat bertahan

hingga saat ini. Hal itu dikarenakan waktu pembangunan

kebun belum terlalu lama, sehingga kebun dapat bertahan

hingga sekarang. Selain itu, beberapa transmigran

meminjam modal kepada kerabat atau menjual aset yang

dimiliki di daerah asal untuk terus memperbaiki kondisi

kebun yang dibangunnya. Masyarakat pada kelompok

tingkat kepemilikan modal sedang memiliki jumlah yang

paling besar dibandingkan dua kelompok lainnya.

Sebagian kelompok masyarakat memilih untuk tidak

membangun kebun. Alasan yang diungkapkan adalah karena

tidak memiliki modal yang cukup untuk membangun dan

merawat kebun. Namun sebagian besar masyarakat dengan

tingkat kepemilikan modal sedang memilih untuk

membangun kebun walaupun sebagian tidak bertahan. Kebun

yang tidak dapat bertahan disebabkan pengetahuan yang

Page 123: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

dimiliki kurang sehingga modal yang dimiliki tidak

dapat digunakan untuk mempertahankan kebun yang telah

dibangun. Hal serupa juga terjadi pada kelompok

masyarakat dengan tingkat kepemilikan modal tinggi.

Pada kelompok ini, kebun yang dimiliki sekitar 15

keluarga tidak dapat bertahan sampai sekarang.

Pengetahuan yang rendah tetap menjadi alasan utama.

Perasaan takut gagal setelah terjadi bencana kebakaran

lahan dan serangan hama tikus setiap air pasang membuat

masyarakat pada tingkat kepemilikan modal tinggi tidak

memperbaiki kebun kelapa sawitnya. Bahkan, 14 kepala

keluarga dengan tingkat kepemilikan modal tinggi

memilih untuk tidak membangun kebun kelapa sawit. Hasil

uji korelasi menggunakan rank spearman antara tingkat

pengetahuan dengan keputusan membuka kebun sebesar

0,238 sangat kuat dan searah dengan nilai

p(0,003)<alpha 5 persen artinya korelasi signifikan.

Artinya, tingkat kepemilikan modal dan keputusan

membuka kebun dan keberlanjutannya memiliki hubungan

yang kuat dan positif. Jika tingkat kepemilikan modal

tinggi maka keputusan untuk membangun kebun kelapa

sawit juga tinggi. Begitu juga sebaliknya, jika

kepemilikan modal rendah maka keputusan untuk membangun

kebun juga semakin rendah.

Page 124: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

Ikhtisar

Proses perubahan komoditi pertanian masyarakat Unit

Pemukiman Transmigran (UPT) Simpang Nungki dipengaruhi

oleh dua faktor utama yakni faktor eksternal masyarakat

dan faktor internal. Faktor eksternal adalah kebijakan

pemerintah baik pusat maupun daerah yang terkait

pengembangan perkebunan kelapa sawit. Hasil penelitian

di UPT Simpang Nungki menyebutkan bahwa kebijakan

pemerintah sangat mendukung pengembangan perkebunan

kelapa sawit di wilayah Barito Kuala pada umumnya dan

Desa Simpang Nungki khususnya. Hal ini dapat dilihat

dari izin usaha perusahaan besar swasta yang

dikeluarkan oleh pemerintah daerah Barito Kuala dan

Kalimantan Selatan untuk beroperasi di sekitar wilayah

Simpang Nungki. Sekumpulan kebijakan yang dikeluarkan

oleh berbagai departemen dan kementrian untuk mendukung

dan mengatur berlangsungnya program revitalisasi

perkebunan. Program-program Dinas Kehutanan dan

Perkebunan terkait program pengembangan perkebunan

kelapa sawit berbasis perkebunan rakyat juga sangat

berpengaruh terhadap perubahan pengetahuan dan minat

masyarakat terhadap kelapa sawit. Hal ini dibuktikan

dengan 67 persen masyarakat membuka kebun kelapa sawit

setelah mengikuti program pengembangan perkebunan

kelapa sawit dan bekerja sebagai buruh perkebunan yang

dapat mengubah pengetahuan dan minat masyarakat

terhadap perkebunan kelapa sawit.

Page 125: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

Faktor internal terdiri dari tingkat pengetahuan

masyarakat tentang perkebunan dan tingkat kepemilikan

modal untuk membangun dan merawat kebun kelapa sawit.

Tingkat pengetahuan meliputi pengetahuan untung dan

rugi perkebunan kelapa sawit, pengetahuan tatacara

pembukaan dan perawatan kebun kelapa sawit, serta

pengetahuan tentang proses pasca kebun atau pasca

produksi. Tingkat pengetahuan masyarakat ini akan

berpengaruh terhadap minat masyarakat untuk membuka

kebun dan beralih komoditas menjadi kelapa sawit. Data

hasil penelitian menyebutkan bahwa 50 persen masyarakat

memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi. Berdasarkan

hasil uji korelasi menggunakan rank spearman dan tabulasi

silang, tingkat pengetahuan memiliki hubungan positif

dengan keputusan masyarakat untuk membuka kebun dan

keberlanjutan kebunnya. Sehingga jika tingkat

pengetahuan tinggi maka keputusan membuka kebun juga

tinggi. Namun, ada beberapa hal yang tidak sesuai.

Karena tingkat kepemilikan modal masyarakat yang

terbatas. Masyarakat dengan tingkat pengetahuan tinggi

dan minat besar untuk membuka kebun kelapa sawit

memutuskan tidak membuka kebun karena terbatasnya modal

yang dimiliki untuk membangun dan merawat kebun. Oleh

karena itu, tingkat kepemilikan modal menjadi salah

satu faktor internal yang sangat berpengaruh terhadap

keputusan masyarakat. Beradsarkan hasil uji korelasi

menggunakan rank Spearman menyebutkan bahwa tingkat

Page 126: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

kepemilikan modal memiliki hubungan positif dengan

keputusan masyarakat untuk membuka kebun dan

keberlangsungan kebunnya. Namun, tidak semua petani

dengan tingkat kepemilikan modal tinggi memutuskan

untuk membuka kebun. Hal ini disebabkan rendahnya

pengetahuan tentang kelapa sawit. Selain tingkat

kepemilikan modal dan tingkat pengetahuan, terdapat

beberapa faktor yang ditemukan dilapangan seperti

tingkat keberanian petani untuk mencoba hal-hal baru

dan menerima resiko. Hal ini ditunjukkan pada petani

dengan kepemilikan modal tinggi namun kebun kelapa

sawitnya tidak mampu bertahan. Selain itu jenis suku

juga mempengaruhi keputusan petani. Sebagian besar

petani yang tidak menanam kelapa sawit ada masyarakat

lokal suku banjar yang agak sulit menerima hal baru.

Page 127: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

BAB VII

PENUTUP

7.1 Kesimpulan

Dinamika struktur agraria dan proses perubahan produksi

masyarakat Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) Simpang

Nungki dijelaskan dalam periodisasi jenis komoditi

masyarakat, yakni:

1. periode pertama adalah periode pra masuknya komoditi

kelapa sawit ke UPT Simpang Nungki yang terjadi

sekitar tahun 2005 sampai 2006. Pada masa ini moda

produksi masyarakat masih subsisten-komersial yang

ditandai dengan komoditi pertanian berupa padi,

palawija, dan jeruk. Proses transfer kepemilikan

lahan melalui ganti rugi masih jarang terjadi. Sistem

kelembagaan yang berlaku adalah sistem bagi hasil

yang mengatur sistem lahan garapan yang banyak

dilakukan oleh transmigran dan masyarakat lokal;

2) periode kedua adalah periode proses masuknya

komoditi kelapa sawit (akhir 2006 – 2011) yang

ditandai dengan masuknya dua perusahaan swasta di

sekitar Desa Simpang Nungki dan adanya program

pemerintah terkait pengembangan perkebunan kelapa

sawit. Pada peride ini, perubahan komoditas pertanian

masyarakat menjadi kelapa sawit mulai terjadi. Proses

transfer kepemilikan terjadi pada masa ini. Harga

lahan pun semakin tinggi. Kelembagaan baru yang

dibentuk adalah kelembagaan koperasi sebagai

Page 128: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

pendukung program plasma yang akan di realisasikan

pada akhir tahun 2011. Struktur sosial masyarakat

telah terdiferensiasi ke dalam beberapa lapisan yakni

petani pemilik, pemilik + penggarap, pemilik + buruh

tani, dan pemilik + penggarap + buruh tani. Periode

ini adalah periode pengenalan terhadap moda produksi

kapitalis yang akan berlaku pada periode selanjutnya;

dan

3. periode ketiga adalah periode pasca masuknya

komoditi kelapa sawit (mulai akhir 2011). Periode ini

ditandai dengan telah disepakatinya peraturan dan

perjanjian terkait kebun plasma masyarakat. Jeda

waktu antara pembagian sertifikat transmigran dengan

penetapan peserta program plasma adalah peluang bagi

pemodal untuk masuk dengan membeli lahan masyarakat.

Harga lahan semakin tinggi. Namun, proses transfer

kepemilikan semakin banyak terjadi pada periode ini.

Pendatang mulai berdatangan untuk menjadi buruh-buruh

perkebunan di UPT Simpang Nungki. Profesi-profesi non

petani juga mulai bermunculan di wilayah ini seperti

penyedia jasa, pedagang saprotan dan sebagainya yang

memiliki andil besar dalam hubungan produksi petani.

Hal tersebut membuat struktur agraria masyarakat akan

terdiferensiasi dalam lebih banyak lapisan. Lapisan-

lapisan baru yang akan muncul adalah kategori non

petani dan status tunggal sebagai buruh yang tidak

lain adalah tunakisma. Kelembagaan baru yang muncul

Page 129: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

adalah kelembagaan petani plasma dan kelembagaan

pedagang pengumpul. Pada masa ini moda produksi

masyarakat adalah moda produksi kapitalis.

Faktor internal yang terdiri dari tingkat

kepemilikan modal dan tingkat pengetahuan masyarakat

tentang perkebunan kelapa sawit dengan keputusan

membangun kebun dan keberlanjutan kebun memiliki

hubungan yang kuat dan positif. Hasil tersebut

menunjukkan hubungan yang signifikan. Faktor eksternal

yang terdiri dari kebijakan pemerintah terkait

pengembangan perkebunan kelapa sawit juga sangat

berpengaruh terhadap perubahan komoditi dalam perubahan

produksi masyarakat UPT Simpang Nungki.

8.2 Saran

Saran yang diajukan peneliti berdasarkan hasil

penelitian ini adalah:

1. bagi Pemerintah Daerah Barito Kuala khususnya dan

Provinsi Kalimantan Selatan, sebaiknya meningkatkan

perhatian dan keberpihakan kepada masyarakat kecil di

Barito Kuala pada umumnya dan UPT Simpang Nungki

khususnya. Sosialisasi terkait pentingnya kepemilikan

lahan untuk masa depan dan sosialisasi tentang

perkebunan kelapa sawit sangat penting untuk membantu

menyelesaikan masalah yang dihadapi. Penerapan

kebijakan-kebijakan yang mengatur transmigran serta

Page 130: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

program-program untuk membantu menyelesaikan

permasalahan transmigran perlu diperbaiki.

2. bagi PT PBB, sebaiknya kesepakatan-kesepakatan

mengenai program plasma dibuat dengan

mengikutsertakan masyarakat selaku calon peserta

program untuk menghindari kesalahpahaman diantara

kedua pihak. Kesepakatan yang dibuat terutama

mekanisme pengembalian kredit dan konversi lahan

sebaiknya tidak memberatkan petani; dan

3. bagi masyarakat UPT Simpang Nungki, sebaiknya dapat

mempertahankan kepemilikan lahan saat ini dan terus

menggali informasi tentang masalah-masalah pertanian

dan solusi dari masalah tersebut dari dinas terkait

dan petani-petani daerah lain yang pernah mengalami

masalah serupa. Masyarakat hendaknya mencari tahu

model kerjasama dari perusahaan lain sebagai

pembanding sistem kerjasama dalam program plasma yang

dibuat oleh PT PBB. Hal ini dapat meningkatkan posisi

tawar (bargaining position) masyarakat. Sehingga menjadi

pihak yang berdaya.

Page 131: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Rofiq. 1998. Perkebunan dari NES ke PIR. Jakarta

[ID]: Puspa Swara. 182hal

Bahari Syaiful. April 2004. Konflik Agraria di Wilayah

Perkebunan: Rantai Sejarah yang Tak Berujung.

Jurnal Analisis Sosial. 9(1): 37-45.

Colchester M, Jiwan N, Andiko, Sirait M, Firdaus AY,

Surambo A, Pane H. 2006. Tanah yang Dijanjikan.

Minyak Sawit dan Pembebasan Tanah di Indonesia:

Implikasi terhadap Masyarakat Lokal dan Masyarakat

Adat. Jakarta [ID]: Yayasan Obor Indonesia. 210

hal.

Departemen Penerangan. 1982. Peranan Komoditi

Perkebunan Sebagai Sumber Devisa Negara. Jakarta

[ID]. 25 hal

Fadjar Undang. 2009. Transformasi Struktur Agraria dan

Diferensiasi Sosial pada Komunitas Petani: Studi

Kasus Pada Empat Komunitas Petani Kakao di Propinsi

Sulawesi Tengah dan Nangroe Aceh Darussalam.

[Disertasi]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor.

294 hal.

Hefner Robert. 1999. Geger Tengger: Perubahan Sosial

dan Perkelahian Politik. Yogyakarta [ID]. hal 448.

Indrizal Edi. 1997. Ekstensifikasi Perkebunan Kayu

Manis Rakyat dan Perubahan Sosial di Pedesaan:

Studi Kasus di Desa Sukokayo Kabupaten Kerinci

Page 132: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

Provinsi Jambi. [Thesis]. Bogor [ID]: Institut

Pertanian Bogor. 171 hal.

McCarthy J F. 2008. Policy Narratives, Landholder Engagement,

And Oil Palm Expansion On The Malaysian And Indonesian Frontiers.

The Geographical Journal. 175(2): 112-123.

Mirza Iskandar. 2001. Kepemilikan Atas Lahan Perkebunan

Antara Masyarakat Dengan Perusahaan Perkebunan

Kelapa Sawit : Studi Kasus Kecamatan Kikim

Kabupaten Lahat Sumatera Selatan. [Thesis].

Yogyakarta [ID]: Universitas Gajah Mada. 119 hal.

Sihaloho Martua. 2004. Konversi lahan Pertanian dan

Perubahan Struktur Agraria. [Thesis]. Bogor[ID]:

Institut Pertanian Bogor. 138 hal

Sitorus M T F. 1999. Pembentukan Golongan Pengusaha

Lokal di Indonesia: Pengusaha Tenun dalam

Masyarakat Batak Toba. [Thesis], Bogor [ID]:

Institut Pertanian Bogor. 298 hal.

Sitorus, M T F. 2002. Lingkup Agraria dalam Menuju

keadilan Agraria: 70 Tahun Gunawan Wiradi. Bandung

[ID]: Yayasan AKATIGA. hal.

Sumardjono Maria. 2008. Tanah dalam Perspektif Hak

Ekonomi Sosial dan Budaya. Jakarta [ID]: Kompas. 299

hal.

Tjondronegoro Sediono. 1999. Sosiologi Agraria Kumpulan

Tulisan Terpilih. Bogor [ID]: Laboraturium

Sosiologi, Antropologi, dan Kependudukan Faperta

IPB dan Akatiga. 201 hal.

Page 133: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

Wahyuni dan Muljono. 2009. Metode Penelitian Sosial.

Bahan Kuliah. Departemen Sains Komunikasi dan

Pengembangan Masyarakat. Bogor [ID]: Institut

Pertanian Bogor. 102 hal.

Wardini Cici. 2010. Dinamika Agraria Lokal Di Sekitar

Kawasan Pertambangan Emas: Studi Kasus Kampung

Pongkor, Desa Cisarua, Kecamatan Nanggung, Provinsi

Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor [ID]: Institut

Pertanian Bogor. 114 hal.

White Ben. 2009. Laba dan Kuasa Dicat Warna Hijau?

Catatan Mengenai Biofuel, Agribisnis, dan Petani.

Jurnal Tanah Air. Edisi Oktober-Desember: 237-257.

Widiono S. 2008. Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit

serta Dampaknya Terhadap Pelapisan Sosial dan

Strategi Nafkah: Studi Kasus Dua Desa Sawah Etnis

Serawai dan Jawa di Kabupaten Seluma, Propinsi

Bengkulu. [Thesis]. Bogor [ID]: Institut Pertanian

Bogor. 112 hal.

Wiradi G. 1984. Pola Penguasaan tanah dan reforma

agraria. Tjondronegoro S M P dan Wiradi G, editor.

Dua Abad Penguasaan Tanah, Pola Penguasaan Tanah

Pertanian di Jawa dari Masa ke Masa. Jakarta[ID]:

PT Gramedia. 413 hal.

Wiradi G dan Makali. 1984. Penguasaan Tanah dan

Kelembagaan. Kasryono F, editor. Prospek

Pembangunan Ekonomi Pedesaan Indonesia. Jakrta

[ID]: Yayasan Obor Indonesia. 413 hal.

Page 134: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

Zuber, Ahmad. 2007. Pendekatan dalam Memahami Perubahan

Agraria di Pedesaan. [Blog]. [Internat]. [diunduh

20 Februari 2011]. Dapat diunduh dari

http://ahmad.zuber70.googlepages.com.

Page 135: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

Lampiran 1Peta Kecamatan Cerbon

Sumber: Profil Kecamatan Cerbon 2011

Page 136: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

Lampiran 2 Hasil Uji Korelasi Rank Spearmen

NONPAR CORR/VARIABLES=Pengetahuan Keputusan /PRINT=SPEARMAN TWOTAIL NOSIG/MISSING=PAIRWISE

Correlations

pengetahuan keputusan

Spearman's rho pengetahuan Correlation Coefficient

1.000 .256**

Sig. (1-tailed) . .001

N 134 134

keputusan Correlation Coefficient

.256** 1.000

Sig. (1-tailed) .001 .

N 134 134

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

NONPAR CORR/VARIABLES=Modal Keputusan /PRINT=SPEARMAN TWOTAIL NOSIG/MISSING=PAIRWISE .

Correlations

modal keputusan

Spearman's rho modal Correlation Coefficient

1.000 .238**

Sig. (1-tailed) . .003

N 134 134

keputusan Correlation Coefficient

.238** 1.000

Sig. (1-tailed) .003 .

N 134 134

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

Page 137: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan
Page 138: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

Lampiran 3

Tabel Jadwal Pelaksanaan Penelitian

No Rencana Kegiatan Maret April Mei Juni Juli1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Pembuatan Proposal2 Kolokium3 Perbaikan Proposal4 Penjajagan lapang5 Pengumpulan Data

6Pengolahan Data danPenulisan Skripsi

7Konsultasi dan Perbaikan Skripsi

8 Ujian Skripsi9 Perbaikan Skripsi

10 Perbanyakan

Page 139: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

Lampiran 4

Peraturan Perundangan Transmigrasi

Page 140: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan
Page 141: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan
Page 142: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan
Page 143: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan
Page 144: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan
Page 145: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

Lampiran 5

Daftar Nama Responden

Page 146: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

Nama Etnis T/P Kedatangan

MSDJateng T 2005

RSDJateng T 2005

EDAJateng T 2005

SKRJateng T 2005

EKSJateng T 2005

HRTJateng T 2005

HRM Jabar T 2005

SPMJateng T 2005

AMR Jabar T 2005

ASPJateng T 2005

YSP Lokal T 2005

JNRLombok T 2005

DRSJateng T 2005

NSR Jabar T 2005MHY Lokal T 2005DLH Lokal T 2005

DNSJateng T 2005

CKM Jabar T 2005

MNRLombok T 2005

ZNRLombok T 2005

SHR Lokal T 2005

RMLJateng T 2005

JML Lokal T 2005SHT Lokal T 2005

HSTJateng T 2005

MJK Jabar T 2005

Page 147: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

TRMJateng T 2005

TGNJateng T 2005

SMTJateng T 2005

SMRJateng T 2005

SKLJateng T 2005

ZMN Lokal T 2005EDS Lokal T 2005

SRIJateng T 2006

IDRJateng T 2006

SPDJateng T 2006

STRJateng T 2006

TRTJateng T 2006

Nama Etnis T/P Kedatangan

ADKjateng T 2006

SPRJateng T 2006

STNJateng T 2006

NRS Lokal T 2006ADS Lokal T 2006

NRCJateng T 2006

TTKJateng T 2006

KRLJateng T 2006

MSRJateng T 2006

AGS Jatim P 2006UDN Lokal T 2006

SRTJateng T 2006

SPTJateng T 2006

NRS Jaten T 2006

Page 148: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

g

AGPJateng T 2006

DMNJateng T 2006

AMTJateng T 2006

YOSJateng T 2006

BARJateng T 2006

MKMJateng T 2006

SNGJateng T 2006

LGMJateng T 2006

SHDJateng T 2006

TMNJateng T 2006

PTMJateng T 2006

SKRJateng T 2006

SYKJateng T 2006

MHMJateng T 2006

GNWJateng T 2006

WGMJateng T 2006

SRWJateng T 2006

KSS Lokal T 2006ABD Lokal T 2006

STMJateng T 2006

STDJateng T 2006

SPRJateng T 2006

PRLJateng T 2006

SYH Lokal T 2006

Nama Etnis T/P Kedatangan

Page 149: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

SPN lokal T 2006UDI Lokal T 2006HSN Lokal T 2006IJM Lokal T 2006LMR Lokal T 2006SBK Lokal T 2006

GYNJateng T 2006

SGYJateng T 2006

MRK Lokal T 2006BSR Lokal T 2006SMS Lokal T 2006DPL Lokal T 2006

SDKJateng T 2006

BMN Lokal T 2006BHR Lokal T 2006

TRTJateng T 2006

SHRJateng T 2006

STBJateng T 2006

WJN Jatim T 2007

RHMJateng T 2007

KSMJateng T 2007

MRD Jatim T 2007LSN Jatim T 2007RDI Jatim T 2007

SKMJateng T 2007

MJTJateng T 2007

Nama Etnis T/P Kedatangan

AMS Lokal T 2007

ARFJateng T 2007

SPN Jatim T 2007SGG Jatim T 2007HRY Jatim T 2007

Page 150: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

KSH Jatim T 2007SFL Jatim T 2007JSH Lokal T 2007SPR Jatim T 2007

NRFJateng T 2007

SHP Lokal T 2007RYN Jatim T 2007SYH Lokal T 2007ALP Lokal T 2007RHM Lokal T 2007

RHDJateng T 2007

SBRJateng T 2007

SJNJateng P 2008

AMD Jatim P 2009

SYTJateng P 2009

SPYJateng P 2009

SRDJateng P 2009

HDSJateng P 2009

AMD Jatim P 2009BWS Jatim P 2010

SMRJateng P 2010

Page 151: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

Lampiran 6Daftar Informan

Nama Status

AMTPembakal / Kepala Desa

Simpang Nungki

BNAPegawai Dinas

Perkebunan

BRNPegawai Kesbangpol

Linmas

DNI Pegawai BPN

EDS

Tokoh Masyarakat dan

Kepala Seksi Bina

Ketentraman dan

Ketertiban Masyarakat

Kec. Cerbon

HNAPegawai Dinas

Perkebunan

INDPegawai Dinas

Perkebunan

RDWKepala Bagian Sumber

Daya Alam Kabupaten

Barito Kuala

SHD Tranmigran

SHLKepala Bagian

Transmigrasi

SHTSekretaris Kecamatan

Cerbon

SRI Transmigran

STB Transmigran

TTK Transmigran

Page 152: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

Lampiran 7

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

PENELITIAN STRUKTUR AGRARIA MASYARAKAT TRANSMIGRAN

A. KETERANGAN UMUM RESPONDENNo : Status Warga : Transmigran / Pendatang Nama : Masuk Tahun :Alamat : Pekerjaan :Etnis :B. PENGUASAAN LAHAN1. Status Kepemilikan Lahan

Pertanyaan Ya Tidak1. Apakah bapak/ibu memiliki lahan pertanian yang berstatus milik?2. Apakah bapak/ibu menggarapkan lahan pertanian pihak lain (Sewa/bagihasil)?3. Apakah bapak/ibu bekerja di lahan pertanian pihak lain (buruh)?

Lahan Sendiri/Milik (Ha) Lahan Garap (Sewa/BagiHasil)

2. Ceritakan tanah yang bapak milikiLuas (ha)Lokasi (dalam/luardesa)

Saya, Ayu Candra Kusumastuti, mahasiswi Institut PertanianBogor, Program Studi Sains Komunikasi dan PengembanganMasyarakat. Sehubungan dengan penelitian yang saya lakukan,saya meminta kesediaan saudara/bapak/ibu untuk menjawabpertanyaan di kuesioner ini dengan keadaan yang sebenar-benarnya. Kerahasiaan jawaban saudara/bapak/ibu akan dijamin

Page 153: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

Tahun perolehCara perolehan

Program transmigrasi, ganti rugi, waris,...

Kondisi awal

Sawah, kebun, lahan terbuka, lainnya...

Sumber modal

Bantuan, jual...., lainnya....

Riwayat tanaman

Tahun: Jenis Tanaman:

Yang menggarap

Sendiri, keluarga inti, kerabat luas, tetangga/teman, orang lain, lainnya....

3. Jika lahan diperoleh dengan cara membeli/ganti rugi,ceritakan

TahunLuasIdentitas penjual (nama,etnis)Harga lahanHarga beras

4. Jika kebun bapak diperoleh dengan bagi hasil, ceritakan pola kerjasama yang disepakati:

5. Jika ada kebun bapak yang digarap orang lain, ceritakan:- alsannya:

- hubungan sosial dengan penggarap:- Jelaskan pola kerjasama yang disepakati:

6. Ceritakan lahan yang pernah dimiliki bapak, tetapi sekarang sudah di lepas

Page 154: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

Lokasi (dalam/luar desa)Jarak dari rumah (km)Luas (Ha)Tahun perolehTahun dilepasAlasan dilepas

Cara melepas (jual beli, waris, lainnya..)Kepada (keluarga initi, kerabat luas, teman/tetangga, orang lain)Alamat penerimaAsal etnis penerima

7. Ceritakan kebun milik orang lain yang sedang

bapak usahakan:

Lokasi (dalam/luar desa)Jarak dari rumah (km)Luas (Ha)Tahun mulaiPola hubungan kerja (sewa,bagi hasil, lainnya..)Hubungan sosial dg pemilikPekerjaan pemilikAlamat pemilikJelaskan Pola Kerjasama yang disepakati C. Minat Terhadap Kelapa Sawit

Pertanyaan Ya Tidak1. Apakah Bapak/Ibu berencana untuk

Page 155: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

menanam kelapa sawit?

Alasan

2. Jika Ya, apakah Bapak/Ibu berencana untuk bekerjasama dengan perusahaan (plasma)? Alasan

3. Apakah Bapak/Ibu tahu tatacara penanaman dan perawatan kelapa sawit? Jika Ya, darimana Bapak/ibu mendapatkan pengetahuan tersebut?Jelaskan:

D. Tingkat Pengetahuan dan Tingkat Kepemilikan ModalD1. Pembangunan Kebun1. Apakah bapak pernah membangun kebun kelapa sawit? Jelaskan alasannya!

2. Jelaskan tatacara membangun kebun?

3. Apa masalah yang sering muncul pada saat pembangunankebun?

4. Berapa besar biaya pembangunan kebun seluas satu hektar lahan?

5. Apakah bapak memiliki modal yang cukup untuk membuka

kebun?

a. Tidak, darimana bapak mendapatkan

b Punya, tapi kurang. Darimana mendapat tambahan....

c. Punya

D2. Perawatan Kebun

Page 156: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

1. Berapa tahun masa tanam sawit?

a. 5-10 tahun b.15-20 tahun d.25-30

tahun

b.10-15 tahun c. 20-25tahun

2. Pada usia berapa tahun kelapa sawit mulai

menghasilkan tandan dengan berat normal?

a. 4 tahun c. 6 tahun

b. 5 tahun d. Lainnya

3. Berapa kali anda melakukan pemupukan dalam sebulan?

a. 0-1 kali c. 2-4 kali

b. 1-2 kali d. Lebih dari 4 kali

4. Berapa besar biaya perawatan yang diperlukan 1

hektar kebun kebun kelapa sawit ?

5. Jelaskan alokasi penggunaan biaya tersebut!

6. Menurut Anda apakah keuntungan dan kerugian menanam

kelapa sawit dibandingkan komoditi yang lain?

7. Apakah masalah yang sering muncul pada perkebunan

kelapa sawit di wilayah ini? Bagaimana cara

mengatasinya?

8. Apakah kebun kelapa sawit Bapak/Ibu bertahan sampai

sekarang? Jelaskan alasannya!

9. Jika kebun Bapak/Ibu masih bertahan, apakah sudah

menghasilkan? Jelaskan!

Page 157: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

10. Apakah Bapak/Ibu tahu proses pasca kebun dari hasil

kebun (kemana menjual, dll)? Jelaskan!

Page 158: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

Lampiran 8

Panduan Pertanyaan

1. Menurut Anda, bagaimana prospek perkebunan kelapa

sawit di daerah Anda di masa yang akan datang?

2. Menurut Anda, apakah kebijakan pemerintah yang

menjadi faktor pendorong dalam memperluas areal

perkebunan sawit?

3. Menurut Anda, apakah alasan pemerintah (baik pusat

dan daerah) mendukung pembangunan dan pengembangan

perkebunan kelapa sawit?

4. Menurut Anda, bagaimana posisi tawar komoditas

kelapa sawit di pasar domestik maupun internasional?

5. Apakah permintaan pasar dan harga komoditas sawit

di pasaran berpengaruh pada pertambahan areal

perkebunan sawit di wilayah Anda?

6. Apakah alasan masyarakat membuka atau tidak

membuka kebun kelapa sawit?

7. Apakah menurut Anda kepemilikan modal dan

pengetahuan masyarakat tentang perkebunan kelapa

sawit mempengaruhi keputusan mereka untuk membuka

kebun kelapa sawit?

8. Bagaimana aktivitas perpindahan kepemilikan lahan

setelah masuknya komoditas kelapa sawit?

9. Ceritakan perubahan-perubahan kepemilikan yang

terjadi setelah masuknya komoditas sawit!

10. Menurut Anda apakah perkebunan kelapa sawit

memberikan lebih banyak dampak positif atau negatif

Page 159: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

terhadap kesejahteraan masyarakat?

11. Bagaimana respon masyarakat UPT Simpang Nungki

terhadap program pengembangan program kelapa sawit

dan pembangunan kebun plasma?

12. Menurut Anda, bagaimana tingkat pengetahuan dan

kepemilikan modal masyarakat mempengaruhi keputusan

untuk membuka kebun?

13. Apakah dengan tingkat pengetahuan dan kepemilikan

modal yang dimiliki, masyarakat mampu membangun kebun

secara mandiri?

Page 160: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

Lampiran 9

Dokumentasi

Page 161: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

Gambar 1. Jalan Desa SimpangNungki Gambar 2. Jalan UPT Simpang

Gambar 3. Unit PemukimanTransmigrasi

Gambar 4. Kebun KelapaSawit Masyarakat yang

Kurang Baik

Gambar 5. Tanaman Kelapa SawitPasca Kebakaran Lahan

Gambar 6. Kebun Kelapa Sawityang Baik

Page 162: DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA DAN PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN MASYARAKAT (Kasus Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki, Kecamatan Cerbon, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan

1

Gambar 7. Bekas KebunKelapa Sawit Transmigran

Gambar 8. Jalan KebunTransmigran

Gambar 9. Kebun yangMulai Menghasilkan Buah

Pasir

Gambar 10. JembatanRumpiang