DINAMIKA FOSFAT DAN KLOROFIL DENGAN PENEBARAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) PADA KOLAM BUDIDAYA IKAN LELE (Clarias gariepinus) SISTEM HETEROTROFIK MUHIB RADHIYUFA PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 M/ 1432 H
70
Embed
DINAMIKA FOSFAT DAN KLOROFIL DENGAN PENEBARAN IKAN … · perlakuannya adalah kolam perlakuan ikan lele tanpa penebaran ikan nila dan kolam perlakuan ikan lele dengan penebaran ikan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
DINAMIKA FOSFAT DAN KLOROFILDENGAN PENEBARAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus)PADA KOLAM BUDIDAYA IKAN LELE (Clarias gariepinus)
SISTEM HETEROTROFIK
MUHIB RADHIYUFA
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011 M/ 1432 H
DINAMIKA FOSFAT DAN KLOROFIL DENGAN PENEBARAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus)PADA KOLAM BUDIDAYA IKAN LELE (Clarias gariepinus)
SISTEM HETEROTROFIK
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta
MUHIB RADHIYUFA
106095003199
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011 M/ 1432 H
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, September 2011
MUHIB RADHIYUFA106095003199
Bismillaahirrahmaanirrahiim
“Untukmu Ayah Ibu”
Lima tahun sudah berlaluBersama 23 orang penuntut ilmuAku berjibakuMeraih ijazah sarjanakuMenapaki hiruk pikuk dan lika-liku ilmuDi kota central tempat para penjuru negeri mengadu
Bersama do’a mu, aku menuntut ilmuBersama harapmu, aku menuju cita-citakuBersama kasihsayangmu, aku rindu
Kini dapat aku persembahkan untuk mu ayah dan ibuSebuah karya yang ku tulis dengan tinta cintamu
Inilah keringat dan jeripayahmu ayah dan ibuInilah doa dan linangan air mata malammu ibuInilah harapanmu ayah dan ibuInilah baktiku pada mu ayah dan ibu
Jangan pernah surut sungai di kelopak matamu mengalirkan do’a ibuJangan pernah berhenti bibir mu berharap oh ayah dan ibuSampai dunia kurengkuh untuk muSampai Surga ku bawakan untuk muOh ayah dan Ibuku tercintaKasih sayangmu tiada tara.
Skripsi ini ku persembahkanuntuk Ayah dan Ibundaku Tercinta
ABSTRAK
Muhib Radhiyufa. Dinamika Fosfat Dan Klorofil Dengan Penebaran Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Pada Kolam Budidaya Ikan Lele (Clarias gariepinus) Sistem Heterotrofik
Intensifikasi dicirikan dengan adanya peningkatan kepadatan ikan dan pakantambahan. Masalah yang kemudian selalu muncul dalam budidaya secara intensif yaitu terjadinya penurunan kualitas air yang disebabkan meningkatnya limbah nitrogen dan fosfat. Hal ini dapat menyebabkan menurunnya kualitas air da kelangsungan hidup ikan. Salah satu usaha untuk meningkatkan kelangsungan hidup ikan dengan sistem budidaya perikanan intensif sistem heterotrofik.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika fosfat dan klorofil pada kolam budidaya ikan lele (Clarias gariepinus) sistem heterotrofik dengan penebaran ikan nila (Oreochromis niloticus). Penelitian dilakukan di Laboratorium Sistem Budidaya Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi BudidayaPerikanan Air Tawar Sukamandi, Subang-Jawa Barat dari bulan Mei sampai Juni2011. Pada penelitian ini menggunakan 2 perlakuan dengan 3 ulangan. Adapun perlakuannya adalah kolam perlakuan ikan lele tanpa penebaran ikan nila dan kolam perlakuan ikan lele dengan penebaran ikan nila. Data hasil penelitianditampilkan secara grafis untuk melihat dinamika dari setiap parameter dan dijelaskan secara deskriptif. Data hasil pengukuran kadar fosfat dan klorofil dianalisis dengan korelasi bivariate. Parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi: kadar fosfat, klorofil dan kualitas air (pH, suhu, oksigen terlarut, amonia, nitrat, VSS). Hasil penelitian menunjukkan penebaran ikan nila pada kolam budidaya ikan lele sistem heterotrofik mengalami dinamika kadar fosfat dan klorofil dimana terjadi penurunan pada akhir penelitian dibandingkan tanpa penebaran ikan nila. Terdapat hubungan yang erat antara kadar fosfat dengan kadar klorofil pada perlakuan tanpa penebaran ikan nila dan dengan penebaran ikan nila dengan nilai korelasi (r) sebesar 0,743 dan 0,858 dan signifikan secara statistik (P < 0,05).
Kata kunci : Dinamika fosfat dan klorofil, Ikan lele dan ikan nila
ABSTRACT
Muhib Radhiyufa. Dynamics Of Phosphate And Chlorophyll By Spreading Tilapia Fish (Oreochromis niloticus) In Catfish (Clarias gariepinus)Aquaculture Ponds Heterotrophic System
Intensification is characterized by an increase in fish density and additional food. Problems that always arise in the intensive cultivation of the decline in water quality due to increased toxic waste nitrogen and phosphate. One of the ways toimprove the survival of fish in intensive aquaculture heterotrophic system. The purpose of this research to knows the dynamics of phosphate and chlorophyll in pond culture of catfish (Clarias gariepinus) by spreading tilapia (Oreochromis niloticus) with a heterotrophic system. This research was performed in the Laboratory of Aquaculture Systems Workshop Research and Breeding Freshwater Aquaculture Technology Sukamandi, Subang, West Java, from April to May 2011. This research used two treatments with 3 replications. The treatment is a treatment pond catfish without spreading tilapia (A) and the treatment pond tilapia+catfish (B). The data results of research is shown graphically to see thedynamics of each parameter measured and analyzed by bivariate correlation. Parameters observed in this research include: levels of phosphates, chlorophyll, water quality (pH, temperature, dissolved oksigen, ammonia, nitrat, VSS). Results of this research showed that by spreading tilapia in pond culture of catfishheterotrophic systems affect the decrease level of phosphate and chlorophyll. An strong correlation between levels of phosphates and chlorophyll in treatment A and B by value (r) 0,743 and 0,858 and significant with statistic (P < 0,05).
Key words: Dynamics of phosphate and chlorophyll, catfish and tilapia.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat dan hidayah dari-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Dinamika Fosfat Dan Klorofil Dengan Penebaran Ikan Nila (Oreochromis
niloticus) Pada Kolam Budidaya Ikan Lele (Clarias gariepinus) Sistem
Heterotrofik” ini. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa kita ke zaman yang terang benderang
penuh ilmu pengetahuan seperti sekarang ini.
Pembuatan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan masukan-masukan dari
banyak pihak. Memang demikian yang penulis rasakan dalam praktek hingga
skripsi ini berhasil diselesaikan, yakni banyak pihak yang mendukung dan
membantu, berupa moril dan materil, baik secara langsung maupun tidak langsung
hingga penyusunan skripsi dapat dilakukan dengan baik dan lancar sesuai waktu
yang ditentukan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan
hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Muhammad Kasir Sihotang, MM dan Medina Samosir, AM.Pd orang
Fitoplankton adalah organisme akuatik yang merupakan pakan alami bagi
organisme yang memiliki trophic level yang lebih tinggi. Selama penelitian kadar
klorofil pada perlakuan A dan perlakuan B diamati karena di dalam kolam terjadi
proses fotoautotrofik alami yang akan membentuk padatan tersuspensi. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Schwartz dan Boyd (1994) yang menyatakan
bahwa padatan tersuspensi di kolam berasosiasi dengan biomassa plankton dan
detritus turunan plankton yang dimaksudkan untuk membuktikan adanya
pemangsaan fitoplankton oleh ikan nila yang selama penelitian ikan nila dibiarkan
tumbuh tanpa pemberian pakan.
Tabel 3. Hasil Analisis Korelasi antara Fosfat dan Klorofi pada Perlakuan A dan B menggunakan SPSS versi 16
Perlakuan A Fosfat Klorofil
Fosfat Pearson CorrelationSig. (2-tailed)N
1
7
0.743*
0.0467
Klorofil Pearson CorrelationSig. (2-tailed)N
0.743
0.0467
17
Perlakuan B Fosfat Klorofil
Fosfat Pearson CorrelationSig. (2-tailed)N
1
7
0.858*
0.0147
Klorofil Pearson CorrelationSig. (2-tailed)N
0.858*
0.0147
1
7* : Signifikan
Hasil analisis korelasi antara kadar fosfat dengan kadar klorofil pada setiap
perlakuan menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara kadar fosfat
dengan kadar klorofil pada perlakuan A, yang dapat dilihat dari nilai korelasi (r)
34
sebesar 0,743 dan signifikan secara statistik (P < 0,05). Hubungan antara kadar
fosfat dengan kadar klorofil pada perlakuan B terdapat hubungan yang erat
dengan nilai r sebesar 0,858 dan signifikan secara statistik (P < 0,05) (Tabel 3).
Hal ini sesuai dengan pendapat Davis dan Cornwell (1991) mengemukakan bahwa
adanya korelasi positif antara kadar fosfat dengan kadar klorofil.
4.3. Kelangsungan Hidup Ikan
Kelangsungan hidup ikan lele dan ikan nila terjadi penurunan dari minggu
ke-1 sebesar 100% hingga akhir penelitian sebesar 20-44%. Kelangsungan hidup
ikan lele terendah pada perlakuan A sebesar 23,56% disebabkan terjadinya stres
pada ikan karena penurunan kualitas air dampak sistem kolam tertutup dan tidak
adanya pergantian air pada kolam pemeliharaan yang selanjutnya ikan menjadi
rentan terhadap penyakit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fitriah (2004) bahwa
stres dianggap sebagai faktor utama penyebab penyakit karena stres akan
mengganggu mekanisme sistem imun yaitu mekanisme fisiologis ikan untuk
bertahan dalam kondisi lingkungan yang menguntungkan, sehingga dapat
mengurangi resistensi ikan.
Di samping itu, penurunan kelangsungan hidup ikan lele dapat pula
disebabkan terjadinya kanibalisme. Selama penelitian dilakukan tiga kali
pemberian pakan yaitu pada pagi, siang dan sore hari, sedangkan pada malam hari
ikan lele tidak diberi pakan sehingga memungkinkan ikan mengalami kelaparan
dan terjadi perbedaan pertumbuhan serta terdapat ikan yang rentan penyakit. Ikan
35
yang lambat pertumbuhannya maka ikan lain akan berukuran lebih besar dan siap
menjadi kanibal terhadap ikan lain apabila malam hari.
Gambar 7. Kelangsungan Hidup Ikan lele dan Ikan Nila
Kelangsungan hidup ikan nila terjadi penurunan pada akhir penelitian
sebesar 44,55% (Gambar 7). Penurunan kelangsungan hidup ikan nila pada
perlakuan B disebabkan terjadinya stres yang disebabkan ikan nila dibiarkan tidak
diberi pakan yang bertujuan agar ikan nila dapat memakan fitoplankton dan
biomassa bakteri hasil perlakuan heterotrofik yang pada akhirnya ikan nila tidak
mampu bertahan hidup yang selanjutnya ikan akan menjadi rentan terhadap
penyakit dan mati.
4.4. Parameter Kualitas Air
4.4.1. Suhu
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan tidak
memberikan pengaruh pada nilai suhu. Suhu rata-rata berkisar antara 27-29,63oC.
23,5630,60
44,55
0
10
20
30
40
50
A. lele B. lele B. nila
SR (
% )
36
Suhu terendah pada minggu ke-4 sebesar 27,7 oC dan suhu tertinggi pada minggu
pertama sebesar 29,9 oC pada setiap perlakuan (Gambar 8).
Gambar 8. Nilai Suhu Selama Penelitian
Kisaran suhu menunjukan nilai yang hampir sama. Nilai suhu dengan nilai
rata-rata 27-30o C menunjukkan bahwa kondisi suhu perairan cukup baik bagi
pertumbuhan fitoplankton. Berdasarkan analisis korelasi hubungan antara suhu
dengan kadar klorofil pada perlakuan B terdapat hubungan yang berlawanan
dengan nilai r sebesar -0,219 (Lampiran 6). Apabila suhu di perairan tinggi maka
kelimpahan fitoplankton menurun begitu juga sebaliknya. Hal ini sesuai dengan
yang dikemukakan oleh Effendi (2003) bahwa kisaran suhu yang optimum untuk
pertumbuhan fitoplankton di perairan adalah 20-30oC.
Dalam siklus fosfat, polifosfat harus mengalami hidrolisis untuk
membentuk ortofosfat terlebih dahulu. Siklus ini sangat dipengaruhi oleh suhu.
Hal ini sesuai dengan pendapat Effendi (2003) yang menyatakan bahwa semua
29,63
29,43
28,83
29,10
27,73
28,0328,30
29,5729,60
29,0728,87
27,70
27,97
28,73
27,50
28,00
28,50
29,00
29,50
30,00
0 1 2 3 4 5 6
(0 C)
(Minggu ke-)
perlakuan Aperlakuan B
37
polifosfat mengalami hidrolisis membentuk ortofosfat yang bergantung pada suhu,
Nilai suhu pada perlakuan yang berkisar 27-30o C mengakibatkan perubahan
polifosfat menjadi ortofosfat berlangsung normal sehingga tidak terjadi
penumpukan ortofosfat pada semua kolam perlakuan. Kisaran suhu pada
perlakuan A dan B menunjukan nilai yang hampir sama berkisar antara 27-29 oC.
Perubahan suhu mingguan masih dalam batas toleransi kelayakan hidup ikan.
Suhu ideal untuk pertumbuhan ikan lele antara 27 – 29oC (Rachmiwati, 2008) dan
suhu ikan nila antara 25 – 30oC (Wahidin, 2006).
4.4.2. pH
Kisaran nilai pH yang didapatkan selama penelitian adalah 6,8-7,2
(Gambar 9). Hasil penelitian menunjukan perbedaan perlakuan tidak memberikan
pengaruh perbedaan nilai pH dan kisaran nilai pH menunjukan nilai yang stabil.
Hanya pada minggu ke-6 nilai pH pada masing-masing perlakuan mencapai 6,5.
Rendahnya nilai pH pada minggu ke-6 disebabkan oleh proses perubahan
polifosfat menjadi ortofosfat yang merupakan nutrisi yang diperlukan oleh
fitoplankton untuk pertumbuhan dan perkembangan hidupnya. Effendi (2003)
menyatakan bahwa kecepatan perubahan polifosfat menjadi ortofosfat ini
megakibatkan nilai pH menurun.
38
Gambar 9. Nilai pH Selama Penelitian
Kisaran pH 6,8-7,2 cukup baik untuk pertumbuhan fitoplankton. pH ideal
yang dibutuhkan untuk kehidupan fitoplankton di perairan yaitu sekitar 6,5 – 8,0
(Pescod, 1973). Hubungan antara pH dengan kadar klorofil pada perlakuan B
menunjukkan hubungan yang lemah dengan nilai r sebesar 0,246 (Lampiran 6).
Kisaran pH dengan nilai 6,5-7,5 masih memenuhi kelayakan bagi pertumbuhan
ikan lele dan ikan nila. Sesuai dengan pendapat Boyd (1982) bahwa nilai pH
yang baik bagi pertumbuhan ikan nila berkisar antara 7-8, dan nilai pH untuk
pertumbuhan ikan lele berkisar antara 6,5-8,5.
4.4.3. Oksigen Terlarut
Sumber oksigen dalam perairan dapat berasal dari difusi oksigen yang
terdapat di atmosfer sekitar 35% dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan
fitoplankton. Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan kadar oksigen
terlarut yang hampir sama pada setiap perlakuan yaitu berkisar antara 0,14-0,40
7,17
6,866,79
6,92 6,94
7,10
6,57
7,00 6,936,93
7,167,11
7,19
6,546,50
6,60
6,70
6,80
6,90
7,00
7,10
7,20
7,30
0 1 2 3 4 5 6
pH
(Minggu ke-)
perlakuan Aperlakuan B
39
mg/l pada perlakuan A, sedangkan pada perlakuan B berkisar antara 0,14-0,40
mg/l. Pada minggu ke-0 kadar oksigen terlarut sebesar 3,73 pada perlakuan A dan
5,60 pada perlakuan B. Minggu ke-1 kadar oksigen terlarut berkisar 0,14-0,25
mg/l cenderung stabil dari awal penelitian hingga minggu ke-6 (Gambar 10).
Gambar 10. Kadar Oksigen Terlarut Selama Penelitian
Kadar oksigen terlarut yang berkisar < 1 mg/l pada perlakuan A dan B
disebabkan karena jumlah organisme yang banyak pada kolam perlakuan dan
ditambah organisme lain yang terbentuk di dalam kolam. Penurunan kadar
oksigen terlarut berkaitan dengan proses-proses mikrobial yang terbentuk serta
perombakan bahan-bahan organik dalam perairan.
Hubungan nilai oksigen terlarut dengan kadar klorofil pada perlakuan B
menunjukkan adanya hubungan yang kuat dengan nilai r sebesar -0,747
(Lampiran 6). Semakin tinggi kadar klorofil, maka kadar oksigen terlarut akan
semakin rendah. Hal ini dikarenakan pada siang hari fitoplankton melepaskan
3,73
0,25 0,30 0,27 0,30
0,17
0,09
5,60
0,14 0,30 0,27 0,23
0,40
0,140,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
0 1 2 3 4 5 6
(mg/
L)
(Minggu ke-)
perlakuan A
perlakuan B
40
oksigen melalui fotosintesis, meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam air.
Namun karena fitoplankton menggunakan oksigen terlarut di malam hari ketika
fotosintesis tidak terjadi, kadar oksigen terlarut menjadi rendah pada pagi hari.
Rendahnya kandungan oksigen terlarut karena kolam penelitian masuk dalam
kategori kolam tertutup sehingga proses pergerakan air mempengaruhi difusi
oksigen kedalam. Menurut Soetomo (1988) kadar oksigen terlarut dalam kolam
dapat mengalami perubahan yang mendadak karena pengaruh proses penguraian
bahan organik, pernapasan dan pembusukan di dalam air kolam sehingga dapat
mengakibatkan habisnya persediaan oksigen.
Kadar oksigen terlarut pada perlakuan A dan B menunjukkan nilai < 1
mg/l. Ikan nila dan lele dapat bertahan pada kadar oksigen terlarut kurang dari 1
mg/l. Hal ini sesuai dengan pernyataan Thefishsite (2005) bahwa ikan nila tumbuh
lebih baik apabila pasokan oksigen pada pagi cukup berkisar antara 0,7-0,8 mg/l
dan ikan lele masih dapat tumbuh dengan baik pada oksigen terlarut 1,7 mg/l.
4.4.4. Amonia
Kadar amonia pada perlakuan A dan B berkisar antara 4,29-17,58 mg/l
(Gambar 11). Pada minggu ke-1 penelitian kadar amonia meningkat hingga
mencapai 12, 902 mg/l pada perlakuan A dan 17,580 mg/l pada perlakuan B.
Terjadi penurunan kadar amonia hingga minggu ke-4 dan meningkat kembali
pada minggu ke-5 dan ke-6. Kadar amonia setiap minggu pada perlakuan B lebih
besar dari perlakuan A.
41
Gambar 11. Kadar Amonia Selama Penelitian
Kadar amonia berdinamika seiring dengan bertambahnya masa
pemeliharaan ikan. Dalam air, amoniak membentuk kesetimbangan antara bentuk
toksik (NH3) dan ion amonium non toksik (NH4+) yang masih dapat dimanfaatkan
dalam pertumbuhan fitoplankton. Hubungan kadar amonia dengan kelimpahan
fitoplankton menunjukkan hubungan yang lemah dengan nilai korelasi (r) 0,337
(Lampiran 6). Kadar amonia dalam kolam mempengaruhi pertumbuhan
fitoplankton. Sesuai dengan penelitian Rika (2011) bahwa amoniak dalam air akan
mengakibatkan kandungan oksigen menurun, yang menyebabkan biota air
(fitoplankton) kekurangan oksigen dan mati.
4.4.5. Nitrat
Kadar nitrat selama penelitian berkisar 2,333-73,858 mg/l (Gambar 13).
Kadar nitrat berfluktuasi dari minggu pertama hingga minggu ke-6. Kadar nitrat
tertinggi pada minggu ke-5 pada kolam perlakuan B dan kadar nitrat terendah
selain pada minggu ke-0 adalah minggu ke-4 sebesar pada 6,334. Kadar nitrat
0,2742
12,9027
8,4418
5,18904,2906
8,7825
12,1283
0,4136
17,5805
10,7962
6,5830 4,5384
8,132010,3934
0,00002,00004,00006,00008,0000
10,000012,000014,000016,000018,000020,0000
0 1 2 3 4 5 6
(mg/
L)
(Minggu ke-)
Perlakuan APerlakuan B
42
pada minggu ke-4 terjadi penurunan dari minggu sebelumnya. Hal ini dikarenakan
banyaknya nitrat digunakan fitoplankton untuk pertumbuhannya dilihat dari
Gambar. 6 kadar klorofil yang menunjukkan kenaikan kadar klorofil perlakuan A
pada minggu ke-4 . Kadar nitrat berhubungan dengan fosfat dalam pertumbuhan
fitoplankton. Dalam penelitian Yuliana (2007) yang menyatakan bahwa kadar
nitrat 0,11-0,54 mg/l dan fosfat 0,13-0,22 mg/l masih dapat menopang kehidupan
fitoplankton.
Gambar 12. Kadar Nitrat Selama Penelitian
Tinggi rendahnya rata-rata kadar nitrat berkaitan dengan kadar klorofil
yang terdapat di dalam kolam penelitian. Nitrat dan fosfat menjadi nutrisi yang
berperan penting dalam pertumbuhan fitoplankton. Fitoplankton mengkonsumsi
nitrogen dalam banyak bentuk, seperti nitrogen dari nitrat, ammonia, urea, asam
amino. Nitrat lebih banyak didapati di dasar yang banyak mengandung unsur
organik. Nitrat bisa diperoleh dari siklus nitrogen dan proses nitrifikasi oleh
2,2326
14,4977 19,3901
33,4149
19,3901
57,876762,7691
2,4282 9,9315
22,977829,1748
6,3438
73,858464,0737
0,0000
10,0000
20,0000
30,0000
40,0000
50,0000
60,0000
70,0000
80,0000
0 1 2 3 4 5 6
(mg/
L)
(Minggu ke-)
Perlakuan APerlakuan B
43
bakteri autotrof yaitu pengubahan amoniak-nitrit-nitrat. Nitrat tersebut dibutuhkan
dalam proses pertumbuhan fitoplankton.
Hasil analisis korelasi pada perlakuan B menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang lemah antara kadar nitrat dengan kadar klorofil, yang dapat dilihat
dari nilai korelasi (r) sebesar 0,157 (Lampiran 6). Meski berhubungan lemah nitrat
merupakan nutrisi penting untuk pertumbuhan klorofil. Menurut Raymont (1980)
ada jenis plankton yang lebih dahulu menggunakan nitrat untuk pertumbuhannya.
4.4.6. Volatile Suspended Solid
Volatile Suspended Solid (VSS) merupakan salah satu parameter populasi
bakteri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata VSS tiap minggunya pada
masing-masing perlakuan menunjukkan nilai dibawah 1 mg/l, hanya pada minggu
ke-2 pada kolam perlakuan A rata-rata VSS mencapai 2,051 mg/l (Gambar 13).
Tingginya nilai VSS dapat mempengaruhi kadar fosfat dalam perairan. Hal ini
didukung pendapat Effendi (2003) yang menyatakan bahwa perubahan polifosfat
menjadi ortofosfat pada air limbah yang mengadung bakteri berlangsung lebih
cepat dibandingkan dengan perubahan yang terjadi pada air bersih.
Populasi bakteri cenderung meningkat menjelang akhir penelitian. Hasil
analisis statistik menunjukkan korelasi yang lemah dengan nilai r sebesar 0,317
(Lampiran 6). Bakteri heterotrof dan fitoplankton merupakan organisme penyusun
pada perairan yang memanfaatkan kandungan bahan organik, hal tersebut
menyebabkan adanya persaingan dalam pemanfaatan bahan organik. Verschure et
44
al. (2004) menyatakan bahwa bakteri heterotrof berkompetisi untuk mendapatkan
karbon dan sumber energi.
Gambar 13. Nilai VSS Selama Penelitian
Nilai VSS pada perlakuan A lebih besar dibandingkan dengan perlakuan B.
Hal tersebut dikarenakan pada kolam perlakuan A tidak ada ikan nila sebagai
biofilter feeder pemakan bakteri. Pemanfaatan ikan nila sebagai pemakan bakteri
sesuai dengan pernyataan Schroeder (1978) yang menyatakan bahwa kumpulan
mikroba merupakan jejaring makanan heterotrofik dan tersambung dengan tingkat
trofik yang lebih tinggi yang dimanfaatkan sebagai sumber pakan langsung bagi
spesies yang dibudidayakan dengan demikian secara keseluruhan akan
meningkatkan efisiensi transfer energi.
0,0320,115
2,051
0,3030,060
0,519
0,929
0,0740,139
0,6240,349
0,0670,4550,742
0,000
0,500
1,000
1,500
2,000
2,500
0 1 2 3 4 5 6
(mg/
L)
(Minggu ke-)
Perlakuan APerlakuan B
45
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Penebaran ikan nila (Oreochromis niloticus) pada kolam budidaya ikan
lele (Clarias gariepinus) sistem heterotrofik mengalami dinamika kadar fosfat dan
klorofil dimana terjadi penurunan dibandingkan tanpa penebaran ikan nila.
5.2. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai identifikasi fitoplankton
serta kelangsungan hidup pada kolam budidaya ikan lele (Clarias gariepinus)
sistem heterotrofik.
46
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, Ikhwan. 2009. Aplikasi Bakteri Nitrifikasi dan Bacillus subtilis untuk meningkatkan produktivitas kultur Daphnia magna. Skripsi. Program Studi Biologi SITH. ITB. Bandung.
Achmad, R. 2004. Kimia Lingkungan. Andi Yogyakarta. Yogyakarta.
Ahmad, T. 1991. Pengelolaan peubah mutu air yang penting dalam tambak udang intensif. Direktorat Jendral Perikanan. Balai Penelitian Perikanan Bududaya Pantai : Maros.
Alexander, M. 1977. Introduction to Soil Microbiology. John Wiley and Sons.Toronto.
Avnimelech, Y. dan S. Mokady. 1988. Protein biosynthesis in circulated fishponds. In R.S.V. Pullin, T. Bhukaswan, K. Tonguthai and J.L. Maclean (eds.). The second international symposium on Tilapia in Aquaculture. ICLARM Conference Proceeding. Department of Fisheries, Bangkok; Thailand, and International Center of Living Aquatic Resources Management, Manila, Philippines.
Boyd, C.E. 1982. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Auburn University of Agriculture Station. Alabana, USA.
Brune, D.E., G. Schwartz, A.G. Eversole, J.A. Collier, dan T.E. Schwedler. 2003. Intensification of pound aquaculture and high rate photosynthetic systems. Aquaculture Engineering, 28: 65-86.
Craigh, S. dan L.A. Helfrich. 2002. Understanding Fish Nutrition, Feeds, and, Feeding. Vignia Cooperative Extension Service Publication.
Davis, C.C. 1955. The Marine and Freshwater Plankton. University Press.Michigan State.
Dawes, C. J. Marine Botany. Willey interscience publ.
Ebeling, J.M., M.B. Timmons, dan J.J. Bisogni. 2006. Engineering analysis of the stoichiometry of photoautotrophic, autotrophic, and heterotrophic removal of ammonia nitrogen in aquaculture systems. Aquaculture. 257:346-358.
Edward dan M.S. Tarigan. 2003. Pengaruh Musim Terhadap Fluktuasi Kadar Fosfat Dan Nitrat Di Laut Banda. Makara, Sains. 7(2): 82-89.
47
Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Per`airan. Kanasius. Yogyakarta.
Esoy, A.H. Odegaard dan G. Bentzen. 1998. The Effect of Sulphide and Organic Matter on The Nitrification Activity In Biofilm Procces. Water Science.
Fachrul, M.F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta.
Fitriah, Husnul. 2004. Pengaruh Penambahan Dosis Karbon Berbeda pada Media Pemeliharaan terhadap Produksi Benih Lele Dumbo (Clarias sp.). Skripsi. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Goldman, R.C. dan A.J. Horne. 1983. Lymnology. McGraw Hill InternationalBook Company.
Gunadi, B. dan R. Hafsaridewi. 2007. Pemanfaatan Limbah Budidaya Ikan Lele (Clarias gariepinus) Intensif Dengan Sistem Heterotrofik Untuk Pemeliharaan Ikan Nila. Laporan Akhir Kegiatan Riset 2007. Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar, Sukamandi.
Henderson, B.S dan H.R. Markland. 1987. Decaying Lakes: The Origins andControl of Cultural Eutrophication. John Wiley & Sons Ltd. GreatBritain.
Hepher, B. dan Y. Prugnin. 1990. Nutrition of Pond Fishes. University Press.Cambrige.
Hidayat, R. 2009. Akuakultur Berbasis Trophic Level: Pemanfaatan Limbah Budidaya Ikan Lele (Clarias sp.) oleh Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Melalui Penambahan Molase. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Iskandar. 2003. Budidaya Lobster Air Tawar. Penebar Swadaya. Jakarta
Jubaedah, I. 2006. Pengelolaan Waduk bagi Kelestarian dan Keanekaragaman Hayati Ikan. Jurnal Penyuluhan Pertanian. Vol. 1 (1).
Jaelani, L.E.W. hadie, dan W. Hadie, 1992, Pengaruh Masa pakai Air Media pada Pembenihan Udang galah dengan Sistem Resirkulasi terutup sekala rumah tangga terhadap Petumbuhan. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Perikanan Air Tawar. Cipayung.
Khairuman dan Amri, K. 2002. Budidaya Lele Dumbo secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta.
48
Kordi, M. G. H. K., dan A.B. Tancung. 2007. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya Perairan. Rineka Cipta. Jakarta.
Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Jambatan. Jakarta.
Odum, E.P. 1981. Fundamental of Ecology 3rd edition. W.B Sounders.Philadephia.
Parwanayoni, S. 2008. Pergantian populasi Bakteri Heterotrof, Alga,dan Protozoa di Lagoon BTDC Penanganan Limbah Nusa Dua Bali. Jurnal Bumi Lestari. 8 (2) : 180-185.
Pescod, M. B. 1973. Investigation of Rational Effluent and Stream Standards for Tropical Countries. ASEAN Institute of Technology. Bangkok.
Putra, Nana.S.S.U. 2008. Manajemen kualitas tanah dan air dalam kegiatan perikanan budidaya. Departement Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Balai budidaya perikanan air payau. Takalar
Rachmiwati, M, Lelyana. 2008. Pemanfaatan Limbah Budidaya ikan Lele (Clarias sp.) Oleh Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Melalui Pengembangan Bakteri Heterotrof. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor
Ratledge, C. 1994. Biochemistry of Microbial Degradation. Kluwer Academic Publisher. Amsterdam.
Raymont, J.E.G. 1980. Plankton and Productivity in the Ocean. Mc. Millan Co.New York.
Rika. 2011. Pengaruh Budidaya Keramba Ikan Terhadap Kandungan Amonia, Nitrat, Fosfat Dan Sulfida Pada Air Danau Maninjau. Skripsi. Univ. Andalas. Padang.
Rukmana, R. 1997. Ikan Nila Budidaya dan Prospek Agribisnis. Kanisius. Yogyakarta.
Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan. Jurnal Oseana. 30 (3): 21- 26.
Schroader, G.L. 1978. Autotrophic and Heterotrophic Production of Micro-organism in Intensely Manured Fish Ponds, and Related Fish Yield. Aquaculture. 14:303-325.
49
Schwartz, M.F. dan C.E. Boyd. 1994. Effluent quality during harvest of channel catfish from watershed ponds. Prog. Fish-Cult., 56:25-32.
Soetomo, H.A.M. 1988. Teknik Budidaya Udang Windu. Sinar Baru Bandung. Bandung.
Suyanto, S.R. 2006. Budidaya Ikan Lele. Swadaya. Jakarta.
Stickney, R.R. 1993. Culture of Nonsalmonid Freshwater Fishes. Second Edition. CRC pess. London-Tokyo.
Turker, H. et al. 2003. Comparative Nile Tilapia and Silver Carp Filtration Rates of Partitinoed Aquaculture systemPhytoplankton. Aquaculture. 220: 449-457.
Waluyo, L. 2009. Mikrobiologi Lingkungan. UMM press. Malang.
Wahyudi. 2006. Pengaruh Penggunaan Aerator Dan Padat Penebaran Terhadap Efisiensi Pakan dan Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus Linn.) Dalam Keramba Jaring Apung di Waduk Cirata. Skripsi. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran. Jatinangor
Widjaya, F. 1994. Komposisi Kelimpahan Plankton Laut di Teluk Pelabuhan Ratu, Jawa Barat. Fakultas Perikanan dan IPB. Bogor .
Widiyanto, Tri. 2006. Seleksi Bakteri Nitrifikasi dan Denitrifikasi untuk Bioremediasi di Tambak Udang. Sekolah Pasca sarjana IPB. Bogor.
Willet, D. dan Morrison C. 2006. Using Molasse to Control Inorganic Nitrogen and pH in Aquculture Ponds.
Winarno, K., O.P. Astirin dan A.D. Setyawan. 2000. Pemantauan Kualitas Perairan Rawa Jabung berdasarkan Keanekaragaman dan KekayaanKomunitas Bentos. Bio. 2 (1): 40-46.
Yuliana. 2007. Struktur Komunitas Dan Kelimpahan Fitoplankton Dalam Kaitannya Dengan Parameter Fisika-Kimia Perairan Di Danau Laguna Ternate, Maluku Utara. Protein. 14(1).
Zhao, H.W., D.S. Mavinic, W.K. Oldham, dan F.A. Koch. 1999. Controlling factors for simultaneous nitrification and denitrification in a two-stage intermittent aeration process treating domestic sewage. Water Resources. 33 (4): 961-970.
50
Lampiran 1. Foto Kolam Pemeliharaan
Kolam PemeliharaanFoto: Muhib (2011)
Kolam PemeliharaanFoto: Muhib (2011)
51
Lampiran 2. Foto Sampling Ikan
Penjaringan IkanFoto: Muhib (2011)
Penghitungan dan Penimbangan IkanFoto: Muhib (2011)
Pengumpulan IkanFoto: Muhib (2011)
52
Lampiran 3. Foto Pengukuran Kualitas Air
Water Quality CheckerFoto: Muhib (2011)
Pengukuran Kualitas AirFoto: Muhib (2011)
Pengukuran Fosfat dan KlorofilFoto: Muhib (2011)
53
Lampiran 4. Rata-rata Kadar Fosfat dari Minggu ke-1 sampai ke-6