DIMENSI MUSIK DALAM ISLAM PEMIKIRAN HAZRAT INAYAT KHAN Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Filsafat Islam (S.Fil.I) Oleh Ali Kemal NIM: 104033101046 PROGRAM AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H./2010 M.
108
Embed
DIMENSI MUSIK DALAM ISLAM PEMIKIRAN HAZRAT INAYAT …
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
DIMENSI MUSIK DALAM ISLAM PEMIKIRAN HAZRAT INAYAT KHAN
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Filsafat Islam (S.Fil.I)
Oleh
Ali Kemal
NIM: 104033101046
PROGRAM AQIDAH FILSAFAT
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H./2010 M.
LEMBAR PERNYATAAN
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil atau merupakan hasil jiplakan
dari karya orang lain, maka saya bersedia menerim sanksi sesuai yang berlaku di
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 21 Maret 2011
Ali kemal
DIMENSI MUSIK DALAM ISLAM; STUDI PEMIKIRAN HAZRAT
INAYAT KHAN
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin
untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai
Gelar Sarjana Filsafat Islam (S.Fil.I)
Oleh:
ALI KEMAL
NIM: 104033101046
Di bawah Bimbingan
Dr. Syamsuri, MA.
NIP. 19590405 198903 1003
JURUSAN AQIDAH FILSAFAT
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431/2010 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul “Dimensi Musik dalam Islam; Pemikiran Hazrat Inayat Khan”. Telah
diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 14 Maret 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah
satu syarat memperoleh gelar Sarjana Filsafat Islam (S.Fil.I.) pada Program studi Aqidah
Filsafat.
Jakarta, 21 Maret 2011
Sidang Munaqasyah
Ketua merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota
Drs. Agus Darmaji, M,Fils. Muslim, S.Th.I
NIP. 19610827 199303 01 002
Anggota
Penguji I Penguji II
Dr. Fariz Pari, M.Fils Dr. Syamsuri, MA
LEMBAR PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim.
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. atas segala nikmat yang tak terhingga dari-Nya
skripsi ini alhamdulillah dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam semoga selalu
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW para sahabatnya serta seluruh umat Islam yang
mengikuti langkah mereka hingga akhir zaman.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis mengalami beberapa kendala dan tantangan.
Waktu, materi dan permasahan lain yang terkadang mengendurkan semangat penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini. Namun patut disyukuri karena banyak sekali pengalaman berharga
yang telah penulis dapatkan dalam penyelesaian skripsi ini.
Tugas akhir ini dapat terselelaikan berkat bantuan dan kontribusi dari berbagai pihak,
oleh karena itu ucapan terima kasih yang tek terhingga penulis sampaikan kepada Bapak. Dr.
Syamsuri, MA. selaku pembimbing yang meluangkan waktu, dan pikiran serta dengan sabar dan
pengertian memberikan bimbingan, dan saran dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Penulis juga
ingin sampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat., selaku rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta
jajarannya.
2. Prof. Dr. Zainun Kamal., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta beserta jajaran dekanat.
3. Drs. Agus Darmaji, M.Fils., selaku Ketua Jurusan Aqidah Filsafat, Dra. Tien Rahmatin,
M.Ag., selaku Sekretaris Jurusan Aqidah Filsafat, beserta seluruh staf pengajar Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang membimbing penulis
selama menjalankan studi di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
4. Pemimpin dan staf akademik beserta para pegawai Fakultas Ushuluddin dan Filsafat.
Terima kasih atas bantuan dan morilnya selama penulis beraktifitas di Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat.
5. Kedua orang tua tercinta, bunda Sopiah dan ayahanda Djuhro yang selalu mendoakan
penulis agar selalu dalam keadaan sehat, dan semua kasih sayang, cinta, kesabaran, dan
perhatiannya yang selama ini selalu diberikannya. Maaf jika penulis belum dapat
memberikan yang terbaik.
6. Kakak-kakakku; Teh Eli,teh Ida, teh Ocha, aa Syamsul, aa Soma, dan aa Indra yang
selalu ada dalam memberi bantuan penulis jika dalam keadaan masalah baik dalam materi
maupun non materinya.
7. Sepupu-sepupuku yang kompak jika menghadapi masalah keluarga, Inay, Toha, Nani,
evi, Sari, Nia, dan Nila. Terima kasih atas bantuan dan dukungannya, walaupun kadang-
kadang membuat penulis merasa jengkel hingga merasa senang, karena semua itu sangat
berarti bagi penulis.
8. Fajar teman kosan yang selalu memberi teguran untuk penulis jika sedang dalam lalai,
serta patnernya Mbok Sella Nurmaya yang selalu menyemangati penulis, dan hiburan-
hiburannya. Teman-teman yang selalu kunjung ke kosan ku Iwan Taunuzi beserta
isterinya Pyun Puaddah, jangan pernah merasa bosan untuk kunjungannya. Muammar
MD, atas curcol-curcolnya.
9. Teman-teman AF seperiode 2004 H. Muslim, Mia, Ajid, Hasan alban, Yosef, Ridwan,
Lely, Rangga, Wahyu, Arrozi, Faizal, Oi, dan Hana. Terima kasih atas dukungan
morilnya, semoga kita dapat kumpul kembali dan menjadi orang-orang sukses. Amieeen..
10. Terima kasih untuk teman-teman BEMJ-AF dan BEM-FUF, yang telah kerja sama
dengan baik dalam menjalankan tugas organisasi, semoga di hari mendatang kita dapat
bekerja sama kembali. Teman –teman YAPENTUS yang dikomandoi oleh M. Bowo,
untuk memberi semangat, dan taste di Fakultas Ushuluddin. Salam Yapentus..
11. Para penghuni Freedom Cirle yang di ketuai oleh Syiqil, terima kasih atas pemberian
Pengetahuan dan masukan-masukannya. Semoga kita dapat menjaga keharmonisan
dalam kehidupan kita.
12. Khomsul Amri, Mohali, dan Zubair terima kasih atas refleksi dan hiburannya yang
membuat penulis bisa menghilangkan rasa stres. Iqbal, Naldhy, Rossi, Haris, Ahmad
Andy, wawa, Dede, Zhola dan Bunda Dinnah, terima kasih atas tumpangan atau
persinggah hidup sementara dan main Psnya. Kapan kita tanding lagi ??
15. Ka Soma dan Teh Iis serta teman-teman Mekarsari , terima kasih atas gratisan hiburan
tuk kunjungannya jika penulis mengalami kebuntuan dan kebosanan aktifitasnya, serta
nonton konser musiknya.
16. Serta semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak bisa disebutkan. Namun
tidak mengurangi rasa hormat, saya sebagai penulis mengatakan terima kasih banyak
kepada semuanya yang telah membantu dalam bentuk materi, moril dan sebagainya.
Semoga bantuan, dukungan, motivasi, serta doanya dapat menjadi amal salih dan
mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. amin. Kritik dan saran dari
pembaca sangat penulis harapkan dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang membacanya. wallȃhu a’lam i- al-șawab.
Ciputat, 20 Maret 2011
Penulis
vii
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGANTAR ................................................................................. ii
TRANSTERASI MANUAL ............................................................................. vi
DAFTAR ISI ..................................................................................................... vii
BAB I. PENDAHULUAN …………………………………………….. 1
A. Latar Belakang Masalah …………………………………….... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ……………………………….. 9
C. Tujuan Penelitian ……………………………………………... 10
D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan …………………….. 10
E. Tinjauan Pustaka ……………………………………………… 11
F. Sistematika Penulisan ………………………………………… 13
BAB II. BIOGRAFI HAZRAT INAYAT KHAN ……………….. 15
A. Riwayat Hidup Hazrat Inayat Khan .................................... 15
B. Karya-karya Hazrat Inayat Khan ……………………… ... 24
BAB III. KAITAN MUSIK DAN TASAWUF ………………….. 31
A. Konsep Musik ………………………………………………. 31
1. Musik Secara Umum ………………………………........... 31
2. Musik Dalam Pandangan Islam ……………………............ 36
B. Tasawuf ……………………………………………………… 50
1. Pengertian Tasawuf ……………………………………... 50
2. Hubungan Tasawuf Dengan Musik …………………… . 57
C. Tarekat Chisytiyah dan Tarekat Malawiyah ………………. . 66
viii
BAB IV. ANALISIS TERHADAP KONSEP DIMENSI MUSIK
MENURUT HAZRAT INAYAT KHAN ……………. 67
A. Landasan Musik Hazrat Inayat Khan ……………………….. 67
B. Dimensi Musik Pandangan Hazrat Inayat Khan …………… 71
1. Pengertian Musik …………………………………… 71
2. Bentuk-bentuk Musik ………………………………. 78
C. Musik Sebagai Kesatuan Makro dan Mikro Kosmos ………. 83
D. Bentuk dan Pemanfaatan Musik Spiritual Inayat Khan .......... 87
BAB V. PENUTUP DAN SARAN ………………………………… 91
A. Kesimpulan ………………………………………………………… 91
B. Saran ……………………………………………………………….. 93
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………… 95
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.
Keberadaan musik sulit dipisahkan dari kehidupan masyarakat dan seiring
dengan perkembangan media audio (radio dan televisi) yang dapat diterima
masyarakat. Banyaknya stasiun radio yang menjadikan musik sebagai program
mayoritas dapat menyebabkan masyarakat selalu mengikuti perkembangan musik
pada umumnya.
Perkembangan pesat seni musik dan industri musik membuat sulit
dipisahkan antara musik dengan kehidupan sehari-sehari masyarakat, maka tidak
salah jika orang memandang bahwa musik sebagai sarana tuntutan finansial pada
era ini, di mana industri musik pun mulai meningkat pesat dengan perkembangan
seni musik ini.
Indikasi lain yang menunjukkan kegandrungan masyarakat dalam bidang
musik yaitu dengan perkembangan jumlah grup band yang ada. Kondisi tersebut
menunjukkan kegandrungan masyarakat yang antusias terhadap perkembangan
musik. Hal ini juga terjadi pada grup band solo musik yang mana mereka
menyanyikan lagu-lagu yang bertema religius, sebut saja band Gigi, Ungu dan
Opick yang sering mengeluarkan album bertajuk religius yang khususnya
diluncurkan pada bulan tertentu yaitu bulan Ramadhan. Pada bulan tersebut lagu-
lagu mereka selalu ada pada deretan hist sebagaimana lagu-lagu yang mereka
nyanyikan menjadi lagu terfavorit dan andalan untuk diputarkan di berbagai
program musik di stasiun televisi maupun radio. Opick sendiri mengeluarkan
2
Album religius yang bertajuk “Istigfar” pada tahun 2005 yang silam dengan lagu
andalannya “Tomboati” lagu ini selalu selalu difavoritkan pada masa itu,
sedangkan grup band Ungu dan Gigi mengeluarkan album religius musik mereka
antara tahun 2006 dan 2009 yang bertema “Surga-Mu” dan “Restu Cinta-Mu”.
Lagu-lagu religi yang dinyanyikan oleh mereka memang ber-genre yang
berbeda-beda mulai dari genre yang berbalut rock, pop melayu hingga berirama
shalawat sebagaimana yang dinyanyikan oleh Opick. Namun secara tidak
langsung lagu-lagu tersebut memiliki hubungan dengan agama, khususnya Islam,
di mana dalam lirik lagu yang mereka nyanyikan terdapat suatu pengukapan
terhadap Allah swt. misalnya dalam lagu band Gigi yang di dalam syairnya
sebagai berikut; “Rinduku cinta-Mu sembahku untuk-Mu dan mengharapkan
ridho-Mu Tuhan”.
Musik dalam bahasa Sansakerta disebut dengan sangita, yang
melambangkan tiga subjek;
1. Menyanyi.
2. Memainkan.
3. Menari.1
Sehingga bermain musik tidak hanya untuk memainkan instrumen saja akan tetapi
diimbangi oleh nyanyian atau menyanyi dan menari merupakan bagian dari
bermain musik. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia musik diartikan dalam dua
pengertian yakni: Musik adalah ilmu atau seni menyusun nada atau suara dalam
urutan kombinasi dan hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi suara
1 Hazrat Inayat Khan, Dimensi Mistik Musik dan Bunyi, terj. Subagijono dan Fungky
Kusnaendy Timur dari buku The mysticism of Sound and Music, (Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2002),
hal. 13.
3
yang mempunyai kesatuan dan kesinambungan. Maka musik adalah nada atau
suara yang disusun sedemikian rupa hingga mengandung irama lagu dan
keharmonisan.2
Abdurrahman Al-Bagdadi memandang bahwa musik merupakan
bidang seni yang berhubungan dengan alat-alat musik dan irama yang keluar dari
alat musik tersebut. Setiap masing-masing alat musik juga memberikan penjelasan
atau membahas not dan bermacam aliran musik dapat disatukan. Instrumentalia
adalah seni suara yang diperdengarkan melalui alat-alat musik, seni vokal adalah
melantunkan syair yang hanya dinyanyikan dengan perantaraan oral (suara saja),
tanpa iringan instrumen musik.3 Maka dapat diartikan bahwa musik tidak hanya
nyanyian saja, tetapi juga memainkan instrumen musik, menari sesuai dengan
bunyi yang keluar dari instrumen yang dimainkan.
Musik adalah suatu kreasi seni yang ditujukan untuk memperoleh nilai
estetika,4 dengan nilai estetika tersebut orang dapat merasakan keindahan serta
merasakan apa yang telah dirasakan oleh penciptannya melalui pesan dalam
bentuk musik. Keindahan merupakan naluri manusia, dengan aspek intuisi yang
digunakan sebagai landasan penilaian estetika atau keindahan yang datang melaui
indera-indera yang terdapat dalam diri manusia. Baik dalam indera pendengaran,
indera penglihatan, dan indera-indera lainnya.
2 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), hal. 602. 3 Abdurrahman Al-Bagdadi, Seni Musik dalam Pandangan Islam: Seni Vocal, Musik dan
Tari, (Jakarta: Guna Insani Pres, 1994), hal. 19.
4 Nilai estetika adalah nilai yang mengandung kapasitas untuk menimbulkan tanggapan
estetik atau pengalaman estetik, yang mengartikan pengalaman yang berkaitan dengan keindahan.
Lihat Sidi Gazalba, Islam dan Kesenian; Relevansi Islam dan Seni Budaya, ( Jakarta: Pustaka
Alhusna, 1988 ), hal. 75.
4
Musik adalah sebuah hal yang tak dapat dipisahkan oleh kehidupan
manusia. Dalam sejarah peradaban manusia pun belum ditemukan suatu kaum
ataupun zaman yang melepaskan maupun meninggalkan musik dari kehidupan
manusia5. Musik berkembang sejalan dengan perkembangan zaman dan
peradaban manusia. Musik adalah perilaku sosial yang kompleks dan universal.
Musik dimiliki oleh setiap masyarakat, dan setiap anggota masyarakat adalah
“musical”.6
Agama sebagai salah satu tanda perkembangan peradaban manusia,
memiliki hubungan yang nyata dengan musik. Dalam agama Kristen, musik
dikenal sebagai salah satu bagian penting untuk melaksanakan ritual-ritual
keagamaan. John Chrysostom, seorang pemuka agama Kristen yang hidup pada
abad keempat setelah masehi mengatakan: “Tiada sesuatu, selain aransemen
musik dan nyanyian agama, yang dapat meninggikan derajat akal, memberinya
sayap untuk meninggalkan bumi dan melepaskannya dari belenggu jasmani serta
menghiasinya dengan rasa cinta kepada kearifan7.
Penganut agama Hindu di India meyakini bahwa awal kehidupan adalah
rūh, dengan itu maka ilmu pengetahuan, kesenian (termasuk musik), filsafat dan
kebatinan diarahkan untuk satu tujuan yang sama, yaitu kehidupan spiritual.
5 Yusuf Al-Qardhawy, Nasyid Versus Musik Jahiliyah, terj. H. Ahmad Fulex Bisri, H.
Awan Sumarna, H Anwar Mustafa, (Bandung: Mujahid Press, 2003), hlm. 9-10 6 Dalam budaya Barat terdapat perbedaan tajam antara siapa yamg memproduksi musik
dan siapa yang secara mayoritas mengkonsumsi musik. Dan kenyataannya semua golongan
mayoritas dapat mengkonsumsi musik, mendengar, menarikan dan mengembangkannya.
Kemudian ada kesan bahwa mayoritas diam merupakan masyarakat musikal dalam kapasitas
7 Alwi Shihab, Islam Inklusif, (Bandung: Mizan, 1999), hal. 234
5
Musik Kuno India, merupakan salah satu budaya yang diwariskan secara turun
temurun oleh pemeluk agama Hindu8.
Perjalanan sejarah kebudayaan Islam mengantarkan perkembangan musik
ke arah musik yang bercorak Islam atau musik yang bernuansa islami salah
satunya musik sufi, musik tersebut musik yang memiliki aroma islam (Islami).
Musik merupakan kesenian yang keindahannya dapat dinikmati melalui
indera pendengaran dan telah ada sejak zaman sebelum datangnya Islam. Di Arab,
musik dinikmati dengan berbagai macam cara, sesuai dengan suasana hati para
penikmatnya. Tetapi pada saat itu, mayoritas musik digunakan untuk bersenang-
senang dan hura-hura. Di tempat pertunjukan musik, mereka menari-nari dalam
keadaan mabuk menikmati lagu-lagu yang dilantunkan oleh para pemusik yang
kesemuanya adalah wanita hamba sahaya. Tidak ada pemusik laki-laki atau orang
merdeka, karena bagi mereka menjadi pemusik dianggap sebagai aib bagi orang
merdeka dan kaum laki-laki9
Namun sebagaimana lahirnya musik dalam Islam yang khusus dalam
kalangan tasawuf menganggap seni atau musik sebagai salah satu sarana
pengenalan terhadap sumber keindahan, yakni Tuhan. Seni merupakan bagian dari
keindahan Tuhan, dan bentuk pengekspresian terhadap keindahan tersebut bisa
tertuang dalam musik, puisi, lukisan, dan sebagainya. Sehingga sejauh mana
orang-orang memahami ataupun mengambil suatu hikmah dari apa yang mereka
8 Hazrat Inayat Khan, Dimensi Musik dan Bunyi, hal. 67
9 Ibid.
6
lakukan, reaksi bahkan refleksi dari keindahan yang mereka buat dapat mencapai
suatu tingkatan pendekatan terhadap Tuhan.
Musik merupakan salah satu bentuk sarana pemujaan terhadap Tuhan,
dengan bermain musik adalah kegiatan dari pengungkapan pengamalan
keagamaan seseorang. Baik dimainkan bersamaan dengan prosesi ritual yang
dilakukan ataupun tidak adanya ritual. Sebagaimana yang terlihat dan terjadi
dalam agama Kristen, musik dianggap sebagai salah satu sarana penunjang dari
prosesi ritual. Kristen katolik melakukan upacara kebaktian selalu diiringi musik
yang dimainkan serta dengan nyanyian, walaupun itu bukanlah menjadi suatu
keharusan, namun itu merupakan suatu fenomena yang sering tampak terjadi.10
Dalam kalangan Islam juga didapatkan terjadinya pro dan kontra antara
halal dan haram tentang musik. Sebut saja Ibnu Hazm, seorang ulama penganut
madzhab fiqih Zhahiriyah, yang mengharamkan musik dan alat-alat musik dengan
berbagai corak dan bentuknya. Tanpa disadari belasan Ulama pun langsung
mengkritik tajam atas gagasan Ibnu Hazm, salah satunya Al-Ghazali yang
melontarkan kritik dalam tulisannya, as-Sunnah an-Nabawiyah baina Ahli al-
Fiqh wa Ahli al-Hadist (Sunnah Nabi Antara Ahli Fikih dan Hadis), setiap orang
yang satu pemikiran dengannya terhadap fikih dan para ulamanya, seperti
penyimpangan terhadap hadis dan para ulama hadis, Al-Ghazali telah menyebut
para ulama sebagai orang-orang yang keterlaluan bodohnya karena mereka
10 Budilinggono, Bentuk dan Analisis Musik, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1993), hal. 66.
7
mengharamkan nyanyian.11
Namun banyak kalangan Islam khususnya kalangan
Islam kontemporer yang menghalalkan lagu dan musik dengan dibatasi lagu dan
musik tersebut tidak menimbulkan gairah syahwat.
Dalam bermain musik terdapat bentuk pemujaan dan kultus terhadap
realitas mutlak, salah satu bentuk tingkah laku keagamaan tersebut dapat terlihat
dari berbagai fenomena yang tampak, contohnya adalah dilihat dari tema apapun
syair lagu tersebut, maka tepat atas apa yang diungkapkan oleh Van Hogel bahwa
“tingkah laku agama sebagai suatu pemujaan dari satu sisi dan juga sebagai kultus
penghayatan terhadap realitas mutlak atau tertinggi”.12
Dalam sejarah Islam, untuk menyebut musik seperti yang diartikan
sekarang ini, digunakan perkataan handasah al-sawt yang artinya ialah seni suara
atau nyanyian. Sedangkan istilah al-musiqȃ (musik) digunakan untuk menyebut
segala jenis musik bersifat hiburan (entertainment, pelipur lara). Sedangkan lagu
atau nyanyian hiburan lazim disebut al-ghina’, yang terakhir ini secara umum
merujuk pada musik atau nyanyian profan, yang tidak punya kaitan langsung
dengan kehidupan keagamaan. Bahkan pada masa awal digunakan untuk
menyebut nyanyian yang diiringi musik untuk memanggil jin atau roh halus
sebagaimana dilakukan ahli-ahli sihir Arab jahiliyah atau dukun-dukun Yahudi
yang disebut kahin. Misalnya seperti dilakukan orang-orang Arab Utara sebelum
11 Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Siapa Bilang Musik Haram; Pro Kontra Masalah
Musik dan Nyanyian,terj. Abu Umar Basyir dari buku Tahrim alat ath-Tharb, (Jakarta; Darul
Haq, 2008), hal. 123-124.
12 Joachim Wach, Ilmu Perbandingan Agama: Inti dan bentuk Pengalaman Keagamaan,
(Jakarta: Rajawali Pers, 1996), hal. 147.
8
datangnya Islam, dalam upacara mengelilingi batu suci (nushb) yang dimeriahkan
dengan nyanyian keagamaan yang disebut nashb.
Bermain musik merupakan salah satu bentuk dari pengekspresian atas
pengalaman keagamaan. Manusia diberikan oleh Tuhan, sadar atau tidak sadar
atas dorongan Tuhan yang tersembunyi itu, menanggapi-Nya dengan cara yang
terbaik bukan melalui suatu gerak akal yang sederhana, tetapi melalui suatu
perbuatan yang banyak dan kompleks, di mana seluruh sifatnya diperhatikan, dan
dalam perkembangannya yang sempurna akan menyerupai sifat-sifat karya seni.13
Pada awal mulanya musik dipahami oleh Hazrat Inayat Khan seorang
tokoh atau guru besar musik spiritual di India, sebagaimana bermusik dengan
menggunakan instrumen biasa, namun dengan perkembangan spiritualnya maka
perkembangan pula pemahaman Hazrat Inayat Khan terhadap musik. Dalam
perkembangan selanjutnya musik dipahami sebagai salah satu sarana pengenalan
terhadap Tuhan, di mana Tuhan dianalogikan sebagai sumber keindahan, dan
musik merupakan hasil dari keindahan.14
Menurut Hazrat Inayat Khan musik mempunyai dimensi makro; bahwa
arsitektur adalah musik, taman adalah musik, pertanian adalah musik, lukisan
adalah musik, puisi adalah musik.15
Hazrat Inayat Khan mengambil pengertian
bahwa alam dengan segala keteraturan dan ketidak keteraturannya, sebagai suatu
harmoni dan juga keselarasan akan ciptaan Tuhan. Keharmonisan tersebut
merupakan suatu bagian dari musik mikro.
13 Abdul Muhaya, Bersufi Melalui Musik: Sebuah Pembelaan Musik Sufi oleh Ahmad al-
Ghazali, (Yogyakarta: Gama Media, 2003), hal. 15.
14 Inayat Khan, Dimensi Mistik Musik dan Bunyi, hal. 8.
15 Ibid, hal. 5.
9
Dengan demikian setelah apa yang diungkapkannya tentu mendapatkan
respons baik dalam agama Islam. Namun tentu dapat menimbulkan kontroversi,
apakah sebenarnya tujuan daripada pengungkapan tersebut? Ataukah ia
mengartikan musik dengan keharmonisan yang ada, merupakan salah satu
sistematika spiritual terhadap Tuhan, karena musik diartikan sebagai landasan
sumber ciptaan sekaligus sarana untuk menyerapnya dan juga dunia diciptakan
oleh musik, dan dengan musik bila dunia ini ditarik ke dalam sumber yang telah
menciptakannya.
Maka karenanya, apa yang diungkapkan oleh Hazrat Inayat Khan
mempunyai pandangan berbeda ataupun berkembang dibandingkan dengan yang
lainnya, di mana ia mengungkapkan musik dalam berbagai dimensi yang luas,
termasuk di dalamnya dari Islam. Maka dengan permasalahan tersebut, penulis
dengan segala ketertarikannya akan hal tersebut memberi tema penelitian
“Dimensi Musik Dalam Islam: Studi Pemikiran Hazrat Inayat Khan”.
B. Batasan dan Rumusan Masalah.
Demi menjaga efektifitas agar pembahasan tetap terfokus pada persoalan,
maka penulis membatasi pembahasan pada konsep dimensi musik menurut Hazrat
Inayat Khan.
Untuk mempermudah pembahasan masalah di atas, dalam skripsi ini
penulis merumuskannya dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana landasan musik menurut Hazrat Inayat Khan ?
2. Bagaimana pengertian dimensi musik menurut Hazrat Inayat Khan?
10
3. Bagaimana pandangan Hazrat Inayat Khan tentang musik sebagai kesatuan
makro dan mikro kosmos?
C. Tujuan Penelitian.
1. Untuk mengetahui musik sebagai sarana ekspresi keagamaan dan
sarana spiritual.
2. Untuk mengetahui dimensi musik spiritual dalam pandangan
Hazrat Inayat Khan.
3. Dapat memberi manfaat sebagai sumbangan pemikiran dan
kekayaan khazanah ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu
Tasawuf.
D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan.
Dalam penyusunan penelitian ini, penulis menggunakan metode studi
pustaka (library research) terhadap karya-karya Hazrat Inayat Khan, terutama
mengenai musik yang membahas dimensi musik spiritual dalam Islam dan
hubungan musik dengan tasawuf sebagai data primer, seperti buku Dimensi Musik
dan Bunyi (Yogyakarta: Pustaka Sufi,2002), Dimensi Spiritual Psikologi (Jakarta:
Pustaka Hidayah, 2000), dan Kesatuan Ideal Agama-agama (Jakarta: Pustaka
Hidayah, 2003). Selain itu penulis juga mengambil karya-karya orang lain sebagai
data Sekunder, seperti karya Abdurrahman Al-Bagdadi, Seni Musik Dalam
Pandangan Islam: Vocal, Musik dan Tari (Jakarta: Gema Insani Press, 1994) dan
Sidi Gazalba dalam karyanya, Pandangan Islam Tentang Kesenian (Jakarta:
11
Bulan Bintang, 1977), dan Islam dan Kesenian; Relavansi Islam dan Seni Budaya
(Jakarta: Pustaka Alhusna, 1988), untuk membandingkan pengertian musik dalam
pandangan Islam dengan pengertian musik secara universal serta karya-karya
lainnya yang terutama membahas mengenai hubungan musik dengan agama, dan
pemikiran Hazrat Inayat Khan tentang dimensi musik dalam agama.
Secara teknis, analisis data yang digunakan bersifat kualitatif dengan
teknik pembahasan deskriptif analitis yang bertujuan untuk menjelaskan musik
agama serta membandingkan aliran-aliran musik umum dengan musik dalam
pandangan Islam. Sementara teknik penulisan dalam skripsi ini disesuaikan
dengan Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang
diterbitkan Center for Quality Development and Assurance (CeQDa) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
E. Tinjauan Pustaka.
Berkenaan dengan tinjauan pustaka mengenai tema yang penulis teliti,
penulis hanya menemukan tiga buku dan satu karya ilmiah yang membahas
dimensi musik pandangan Hazrat Inayat Khan, dan tiga buku tersebut di
antaranya:
Hazrat Inayat Khan, Dimensi Mistik Musik dan Bunyi, terj. Subagiono dan
Fungky Kusnaendy Timur dari buku The mysticism of Sound and Music. Buku ini
membahas bagaimana Hazrat Inayat Khan melakukan spiritual-spiritual terhadap
Ilahi melalui sentuhan-sentuhan musik. Selain itu dalam buku ini adalah sebuah
12
gerakan dakwah Hazrat Inayat Khan kepada masyarakat, khususnya masyarakat
India.
Kesatuan Ideal Agama-agama karya Hazrat Inayat Khan yang
diterjemahkan oleh Anand Krishna dari buku The Unity of Religious Ideals. Buku
ini berisi tentang kreasi peribadatan universal pemikiran Hazrat Inayat Khan.
Dimensi Spiritual Psikologi karya Hazrat Inayat Khan yang diterjemahkan
oleh Andi Haryadi dari Buku Spiritual Dimensions of Psychology. Buku ini
menyingkap tingkatan-tingkatan katarsis menempuh jalan spiritual, selain itu
Hazrat Inayat Khan memberikan proses-proses mental dalam diri manusia seperti
berpikir, imajinasi, sugesti, dan sebagainya dalam buku ini.
Berbeda dengan tiga buku tersebut, pada penelitian ini penulis selain
membahas tentang musik dalam pandangan Hazrat Inayat Khan, penulis juga
memberikan aneka tarekat-tarekat sufisme khususnya tarekat Chistiyyah serta
pemikiran-pemikiran sufisme Hazrat Inayat Khan.
Adapun dengan studi kepustakaan dalam karya ilmiah atau skripsi yang
mengenai Hazrat Inayat Khan dan seni musik, penulis hanya menemukan satu
karya ilmiah yaitu, Pemikiran Sufisme Hazrat Inayat Khan oleh Zainal Mutaqin.
Jelas berbeda dengan skripsi diatas, di samping membahas tentang tasawufnya,
penulis secara spesifik dan komprehesif mengulas konsep musik Hazrat Inayat
Khan.
F. Sistematika Penulisan.
13
Dalam pembahasan lebih lanjut mengenai skripsi ini, maka penulis
mencoba mendetailkan pembahasan pokok-pokok dalam skripsi ini. Penulis
menggunakan sistematika pembahasan skripsi ini dalam pembahasan 5 (lima) bab:
BAB I, membahas pendahuluan, yang berisi latar belakang masalah,
batasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian dan teknik
penulisan, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.
BAB II diawali dengan pendekatan penulis kepada sang tokoh dalam
penelitiannya yakni Hazrat Inayat Khan dengan menulis biografi Hazrat Inayat
Khan di lanjutkan perjalanan hidupnya sebagai sufi sekaligus pemusik, serta
karya-karya darinya yang mengenai dalam bidang tasawuf dengan musik yang
mana membahas musik sebagai sarana untuk mendekatkan diri terhadap Tuhan.
BAB III, membahas tentang landasan tentang teori musik dan tasawuf,
dalam bab ini penulis memperbandingkan musik yang secara umum dengan
konsep musik dalam pandangan Islam mulai dari pengertian atau definisi musik
itu sendiri hingga bagaimana mereka memainkan musik serta perbedaan dan
persamaan di antara kedua.
Masih dalam BAB III selain perbedaan persepsi musik umum dengan
pandangan Islam di mana di dalamnya terdapat warisan instrumen musik oleh
Islam. bab ini juga menyajikan tentang tasawuf, di mana penulis mencoba
memberi pengertian dari tasawuf di dalamnya dan hubungan musik terhadap
spiritual kaum sufi sebagai ajaran tasawuf. Serta tarekat-tarekat tasawuf yang
memiliki unsur musik sebagai alat media spiritualnya.
14
BAB IV, membahas landasan musik Hazrat Inayat Khan dan memuat
tentang analisis terhadap konsep musik dalam pandangan Hazrat Inayat Khan, di
mana bab ini menjelaskan konsep-konsep musik Hazrat Inayat Khan. Pengertian
musik dalam pandangan Hazrat Inayat Khan kemudian bentuk-bentuk dari musik
tersebut, dan musik sebagai kesatuan makro dan mikro kosmos.
Sementara BAB V, merupakan bab penutup yang berisi tentang
kesimpulan dan saran. Kesimpulan penulis tentang dimensi musik agama dalam
sudut pandang Hazrat Inayat Khan serta gerakan tasawuf Hazrat Inayat Khan.
15
15
BAB II
BIOGRAFI HAZRAT INAYAT KHAN
A. Riwayat Hidup Hazrat Inayat Khan.
Hazrat16
Inayat Khan adalah seorang keturunan asli India lahir pada 5 Juli
1882 di Baroda, India17
. Ayahnya bernama Rahmat Khan, berasal dari keluarga
Mashâik, Punjab, dan tinggal di Sialkot, Punjab dengan latar belakang musik,
mistik dan kepenyairan. Rahmat Khan sendiri mempelajari musik klasik India di
bawah bimbingan Sayn Alias, seorang composer sekaligus sufi yang hidup secara
asketis dari daerah Punjab. Selanjutnya Ia belajar dan menjalin hubungan erat
dengan Maula Bakhsh, hingga Rahmat Khan menikahi putrinya Fatima Bibi.
Setelah wafat istri pertamanya, ia pun menikahi kembali putri dari Maula Bakhsh
Khadija bibi, ibu dari Inayat Khan.18
Inayat Khan adalah seorang penyanyi
dhrupad19
besar yang berguru pada Sant Ilyas seorang musikus sekaligus sufi.
Jumashah adalah leluhurnya, yang hingga saat ini masih dikunjungi sebagai
tempat ziarah.
16 Istilah “Hazrat” merupakan derivasi dari kata Arab „Hâdhârät’ dan biasanya
digunakan sebagai panggilan kehormatan terhadap guru sufi atau pemimpin spiritual Islam di
kawasan India. Keterangan ini diperoleh pada 25 April 2010 dari, http://www.wahiduddin.net 17 Riwayat hidup Hazrat Inayat Khan diakses dari, http://www.short biography of Hazrat
Inayat Khan,.htm,; http://www.wahiduddin.net/hik/_music-bio.htm. 18 Hazrat Inayat Khan, The Sufi Message: Biography. Autobiography. Journal and
Anecdo, diakses pada tanggal 26, April 2010 dari http://wahiduddin.net 19 Dhurpad atau Dhrupad adalah bentuk popular Sanskrit untuk kata Dhruvapada, yaitu
salah satu jenis lagu yang biasa dinyanyikan di kawasan Utara maupun Selatan India, atau lagu-
Zamindar. Moula Bakhsh Khan adalah seorang yang merupakan salah satu
pendiri Akademi Musik India, Universitas Gayanshala di Baroda, India.
Universitas tersebut dilindungi oleh Maharaja Sayajirao Gaek dari Baroda, yang
sekarang dikenal sebagai Akademi Musik India Maharaja Sayaji Rao21
. Maula
Bakhsh Khan sendiri seorang pemusik terkenal, sebagai penggubah, pemain
sandiwara, dan pengembangan notasi musik dengan menggabungkan notasi musik
berbeda ke dalam notasi sederhana. Selain itu ia juga dikenal sebagai Beethoven
dari India, dengan menjadi seorang ahli dari musik antara Utara dan Selatan
India.22
Maula Bakhsh Khan seorang yang begitu dihormati, sebab peranannya
dalam sejarah musik India adalah bukan semata-mata karena dia sebagai seniman
yang memiliki personalitas yang kuat, namun lebih dari itu, Bakhsh Khan telah
menambah sesuatu yang amat brillian dan fanstastik bagi perkembangan musik
India yaitu penggunaannya terhadap metode ilmiah dan sistematik dalam seninya.
Selain itu Bakhsh Khan memberi sentuhan yang teramat berpengaruh dalam
keanggunan India dan kekayaan tradisi kultural yang dimilikinya. Bakhsh Khan
menyadari bahwa dirinya hidup dalam masa transisi di mana tradisi musik India
yang begitu dicintainya dihadapkan pada bahaya kematian. Sebabnya Bakhsh
20 Maula Bakhsh Khan bernama asli Chole Khan adalah putra dari Ghise Khan Enver
Khan yang berasal dari keluarga Zamindar (Landlord, landowner; tuan tanah). Nama aslinya diganti dengan Maula Bakhsh, yang berarti Karunia Ilahi, oleh seorang darwish Chistiyyah.
21 http://wahiduddin.net. diakses pada tanggal 25, April 2010. 22 Maha karya Bakhs yang patut dicatat adalah jasanya dalam melakukan penyatuan
antara corak musik India Utara yang banyak dipengaruhi oleh tradisi musik Persia dan Arab
dengan corak musik India Selatan yang dianggap sacral dan merupakan bagian penting dari
lembaga kultural keagamaan masyarakat India kawasan Selatan.
17
Khan mengupayakan untuk mengumpulkan kembali musik India dan
mengklasifikasikannya berdasar corak dan aliran yang diusung sebagai warisan
berharga bagi generasi India selanjutnya.23
Sisi lain Maula Bakhsh Khan memiliki kecenderungan untuk menghormati
berbagai tradisi agama dan mistik yang berkembang pada masa itu, sehingga
Bakhsh Khan menjadikan rumahnya sebagai tempat pertemuan untuk diskusi dan
persinggahan para cendekiawan dan agamawan dari berbagai latar belakang sosial
dan tradisi keagamaan yang berbeda, Hindu, Islam, Zoroaster, dan Kristen24
.
Kecenderungan ini yang ditularkan Bakhsh Khan terhadap cucunya Inayat Khan
dengan membawa sang cucu untuk mengunjungi banyak guru spiritual maupun
para sufi Islam.
Inayat Khan dibesarkan dengan kakeknya, dan ia dihadapkan dengan
sebuah pluralitas dalam lingkungan yang berbeda-beda agama, sehingga kakeknya
pun membesarkan Inayat Khan dalam suasana religius. Kakeknya pernah
mengajarkan dia melalui sebuah pembicaraan; “katakan kebenaran; kebenaran
adalah Tuhan; pemimpin bersih dan kehidupan sederhana. Lupakan kebaikan
yang pernah kamu lakukan, tetapi ingat kesalahanmu dan dosamu”, (Neki kar
paam me daal: lakukan kebaikan dan lupakan. Baadi kar pallu me baandh:
ingatlah kesalahan yang pernah kamu lakukan)25
.
23 Elisabet Keesing, Hazrat Inayat Khan: Abiograf. Diakses pada tanggal 26, April 2010
dari http://www.wahiduddin.net 24 Inayat Khan, The Sufi Message: Biography. Autobiography. Journal and Anecdot.
Diakses pada tanggal 26, April 2010 dari http://www.wahiduddin.net 25 http://www.GreatMasterofHindustaniMusic.htm. diakses pada tanggal 25, April 2010.
Atas kecintaan kakeknya terhadap musik, puisi, dan pengetahuan, maka
kakeknya pun menanamkannya kepada Inayat Khan di usia belianya, sehingga ia
mengatakan kepada Inayat Khan sebagai berikut: “ My taste for music, poerty,
and philosophy.” He says. “ increased daily, and I loved my grandfather’s
company more than a game with boy of my age. “ 26
Hal ini merupakan salah satu aspek di mana seseorang religius ataupun
tidak. Salah satunya adalah dengan adanya emosi keagamaan, yaitu aspek agama
yang paling mendasar, ada dalam lubuk hati manusia, yang menyebabkan manusia
beragama menjadi religius ataupun tidak religius.27
Sehingga Inayat Khan sudah
terbiasa akan lingkungan religius yang mengelilinginya.
Sebelum beranjak usia ke dua puluh, ia dipercayakan untuk mengajar di
Universitas Gayanshala, dengan mengajarkan Veena28
(alat musik India), dan ia
juga memiliki bakat suara yang merdu yang membuatnya menjadi dikenal hampir
di seluruh kawasan India. Walaupun masih belia Inayat Khan sangat mencintai
bakatnya, kecintaannya terhadap musik sama besarnya terhadap spiritual,
walaupun Inayat Khan sendiri masih belum dewasa. Terlihat Inayat Khan selalu
mencari seorang darwish, penyihir, peramal dan ahli mistik agar ia dapat
26 “ Rasaku untuk musik. Poerty, dan filsafat, dan ia mengatakan: bahwa aku lebih
mencintai kakekku yang meningkatkan ku ketimbang aku bermain bersama teman-teman sebayaku ”. diakses dari http://www. HazratInayatKhan-Bio.htm. pada tanggal 25, April 2010.
27 Dadang Kahmad, Metode Penelitian Agama: Perspektif Ilmu Perbandingan Agama ,
(Bandung: Pustaka Setia, 2000) hal. 28. 28 Veena adalah salah satu alat musik instrumen dawai yang berasal dari India yang masa
lampau. Suatu instrumen alat musik gesek yang mirip atau serupa dengan alat musik Harpa
Grecian.
19
mempelajarinya.29
Maka dengan itu tidak asing apabila seseorang mengatakan
bahwa Inayat Khan ialah seorang Tansen30
, ini terjadi pada saat itu Inayat Khan
sedang menyanyi di Istana Nizam di Hiderabad, dihadapan Tuan Mahebub Ali
Khan.
Kesungguhannya dalam mencari pengetahuan tentang sejarah maupun
suatu ajaran agama, merupakan sebagai suatu bahan perbandingan untuk
menghasilkan pemahaman baginya (suatu kebenaran mutlak ), sehingga Inayat
Khan sendiri menuangkannya ke dalam karyanya “Kesatuan Ideal Agama-
agama”, sebagai ekspresi yang dibuat dalam bentuk tulisan. Unsur kunci
menyusun cinta kepada kebijakan adalah kemauan menjaga pikiran tetap terbuka,
kesediaan membaca secara luas, dan mempertimbangkan seluruh wilayah
pemikiran dan memiliki perhatian terhadap kebenaran31
.
Keinginan yang kuat Inayat Khan terhadap pengetahuan bidang sufisme
membuat ia hijrah ke Ajmer, salah satu wilayah di India, di Ajmer terdapat
makam para tokoh-tokoh spiritual,diantaranya Nizamuddin Aulia dan Amir
Khusro, ke duanya adalah musisi sekaligus seorang mistikus besar New Delhi.
Ajmer merupakan tempat yang penuh dengan ketenangan dan kedamaian. Khwaja
Moineddin Chishti juga dimakamkan di tempat tersebut, Moineddin merupakan
29 Diakses pada tanggal 26, April 2010 dari http://www.short biography of Hazrat Inayat
Khan,.htm. 30 Tansen adalah seorang mistikus terkenal di India. 31 Peter Connolly (Ed), Aneka Pendekatan Studi Agama, (Yogyakarta: LKiS, 2002),
Inayat Khan bergabung dengan sebuah grup Darwis, yang menggunakan
musik sebagai sarana spiritualnya. Sebab Inayat Khan sendiri menyukai musik
dan memainkannya, dengan demikian ia pun mudah untuk bergabung dengan grup
tersebut. Inayat Khan pernah mimpi bertemu dengan sekelompok orang yang
sedang bermain musik dan belajar ilmu pengetahuan serta filsafat, dalam suasana
menyenangkan, sehingga ia pun menemui seseorang yang wajahnya bercahaya33
.
Pada tahun 1904 dari sebuah mimpi yang baik, ia pun akhirnya menemui
Muhammad Abu Hasim Madani, seorang mursid besar pada saat Inayat Khan
berkunjung ke rumah temannya di Hidirabad. Muhammad Abu Hasim Madani
adalah keturunan asli Madinah di Arab Saudi, Abu Hasim dikenal sebagai salah
satu yang membawa ordo sufi ke India pada abad ke 12. Demikian tak perlu butuh
waktu lama sang mursid untuk mengajak Inayat Khan untuk bergabung ke dalam
ordo Chisti.
Muhammad Abu Hasim Madani mendidik Inayat Khan selama empat
tahun secara tertutup, namun pada masa itu dianggap sebagai masa yang indah
bagi Inayat Khan. Inayat Khan mendapat wasiat sebagai perintah dari gurunya,
32 Tarekat Chistiyyah di India dirintis oleh Khawaja Mu‟in al-Din Hasan atau yang lebih
dikenal dengan nama Mu‟in al-Din Chisty (Moeiddin Chisty) (1142-1236 M). Tarekat ini memiliki
silsilah yang tersambung pada Hasan al-Bashri (642-728 M). Sepanjang sejarahnya di India, tarekat Chistiyyah memiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam masyarakat Muslim di
kawasan India, bahkan derasnya arus saintisme dan perkembangan polotik kawasan ini tidak
pernah membunuh peran penting tarekat ini dari dalam keseharian masyarakat. Bandingkan uraian
Annemarie Schimmel, Dimensi Musik dalam Islam, terj. Sapardi Djoko Damono (Jakarta: Pustaka
bernyanyi. Inayat Khan banyak mengungkapan tentang seputar ajaran sufinya ke
dalam karya-karyanya, di antaranya adalah:
1. The Complete Sayings of Hazrat Inayat Khan (New Lebanon, Omega, 1979
dan 1991)
2. The Heart of Sufism: Esensial writing of Hazrat Inayat khan (Boston-London:
Shambala, 1999)
3. The Sufi of Message of Hazrat Inayat Khan (London and Service, Katwitjk,
Barrie and Jenkins, 1960-1982). Karya ini terdiri dari 14 volume, antara lain:
Volume I. The Way of Illumination.
Dalam volume ini, Hazrat Inayat Khan berupaya mengekspresikan
kembali pandangan pandangan tradisioanal sufi tentang nilai dan tujuan
hidup dalam pengertian yang bersifat universal dan kontemporer.
Volume ini membawahi beberapa judul; The Way of Illumination; The
Inner Life; The Soul; Whence and whither; dan The Purpose of Life.
Volume II. The Mysticism of Music, sound and World.
Secara tradisional, tidak jarang sufisme mempergunakan musik sebagai
alat untuk mentransmisikan esensi dari pengetahuan mistik (mystical
insight). Dalam volume ini, Hazrat Inayat Khan mengintergrasikan peran
musik dengan sejumlah elemen lain seperti suara dan keheningan (sound
and silence), geteran dan perkataan (vibration and the words), pemikiran
dan inspirasi (thoughts and inspiration), mengkreasikan dimensi baru
26
bagi kehiduan, dengan cara demikian Inayat Khan mengkomposisikan
kembali konsep musik yang memlampaui batasan ruang dan waktu.
Volume III. The Art of Personality.
Volume ini mengandung sejumlah isi dari ajaran Hazrat Inayat Khan
mengenai warisan yang maha agung dan relasi manusia, termasuk
pengetahuan mengenai daya-daya hidup. Inayat Khan menegaskan
bahwa seni kepribadian adalah kontemplasi tentang alam raya dan
pencapaian puncak keturunan. Penciptaan kepribadian (yang baik)
dilakukan sebelum kelahiran dengan menggunakan aspek-aspek
kesadaran. Volume ini membawahi sejumlah judul; Education; Rasa
Shastra; Character-Building and The Art of Personality; Moral Culture.
Volume IV. Mental Purification and Healing.
Dalam volume ini, prinsip-prinsip sufi dijelaskan berkaitan dengan
pengaruh akal pikiran (mind) yang boleh jadi menekan tubuh (body),
terutama dalam kaitannya dengan kekuatan spiritual dalam diri manusia.
Di samping itu, penjelasan ini juga berkaitan dengan sains modern.
Volume ini terdiri dari; Health Purification, The Mind World.
Volume V. Spiritual Liberty.
Volume ini memuat banyak informasi mengenai aspek-aspek berbeda
dalam mistisisme sufi. Beberapa judul termuat antara lain; A Sufi
Message of Spiritual Liberty; Akibat; Live After Death; The
27
Phenomenon of The Soul; Love, Human and Divine; Pearls from the
Ocean Unseen.
Volume VI. The Alchemy of Happiness.
Hazrat Inayat Khan senantiasa menekankan bahwa cita-cita spiritual atau
mistik adalah tidak akan menghasilkan manfaat apapun selama
seseorang tidak hidup dalam jalan kehidupan yang dituntut spiritualitas.
Volume ini terdiri dari empat belas ceramah yang disampaikan oleh
Hazrat Inayat Khan.
Volume VII. In an Eastern Rose Garden.
Volume ini dalam edisi bahasa Indonesia berjudul “Taman Mawar dari
Timur” dan diterjemahkan oleh Nizamuddin Sadiq (Yogyakarta: Putra
Langit, 2001). Volume ini merupakan kumpulan ceramah yang diberikan
oleh Hazrat Inayat Khan tentang berbagai persoalan. Kemampuannya
untuk mengkomunikasikan kesatuan dan relativitas pandangan-
pandangannya tentang berbagai persoalan yang sekaligus
mengilustrasikan esensi persepsi mistiknya tentang kehidupan.
Volume VIII. Sufi Teachings.
Volume ini merupakan kumpulan ceramah Hazrat Inayat Khan di
dalamnya berisi mengenai beragam praktek dan aspek esoterik ajaran-
28
ajaran sufi tradisional yang diproyeksikan dalam konteks yang bersifat
universal dan modern.
Volume IX. The Unity of Religious Ideals.
Volume ini merupakan kumpulan-kumpulan pemikiran Hazrat Inayat
Khan yang disusun secara sistematis. Volume ini menunjukkan bagian
paling penting dari ajaran sufistiknya, yaitu pendasaran kesatuan seluruh
pengalaman dan pemikiran ke agamaan.
Volume X. Sufi Mysticism.
Dalam volume ini Hazrat Inayat Khan meletakkan konsep tradisional
mengenai inisiasi (initiation; bay’at), kemuridan (discipleship), ajaran
spiritual dan aspek-aspek sufisme dalam dunia saat ini. Titik tekan
volume ini adalah membawahi beberapa judul; Sufi Poetry; Art;
Yesterday, Today and Tomorrow; The Problem of the Day.
Volume XI. Philosophy, Psychology and Mysticism.
Volume ini adalah ceramah terakhir Hazrat Inayat Khan yang
disampaikan dua tahun sebelum meninggal dunia. Memuat ulasannya
yang lebih jelas mengenai persoalan-persoalan psikologi, filsafat dan
mistisisme dalam konstruksi pandangan sufistiknya. Sering tulisan ini
dapat dianggap sebagai magnum opas dari keseluruhan karya Hazrat
Inayat Khan. Pada bagian terakhir , dimuat aphorisma-aphorisma yang
29
diucapkannya dalam berbagai tempat dan kesempatan dan dikumpulkan
oleh sejumlah muridnya.
Volume XII. The Divinity of The Human Soul.
Bagian pertama volume ini menguraikan relasi manusia dengan Tuhan.
Bagian ke dua memuat autobiografi Inayat Khan. Adapun bagian ke tiga
memuat empat lakon (sandiwara) pendek yang ditulis untuk murid-
muridnya. Volume ini membawahi judul; The Vision of God and Man;
Confessions; Four Plays.
Volume XIII. Sacred Readings: The Gatha’s.
Volume ini memuat ajaran-ajaran Hazrat Inayat Khan yang
disampaikannya dalam bebagai kelas kepada murid-muridnya yang
masih berada dalam tahap awal pelatihan spiritual.
Volume XIV. Index to volume I- XIII.
30
Volume ini diterbitkan untuk memenuhi kepentingan para pemula yang
ingin belajar sufi.41
4. Spiritual Dimensions of Psychology (Omega Publications, New York, 1981).
5. Education: from Before Birth to Maturity (Hunter House Ins, USA, 1989).
6. Rass Shastra; Inayat Khan on The Mysteries of Love, Sex, and Marriage, by
Hazrat Inayat Khan.
7. Art Of Being and Becoming.
8. The Music of Life.
9. Mistery: Developing Inner strength for Life’s Challenges, by Hazrat Inayat
khan.
10. Complete Sayings by Hazrat Inayat Khan.
11. Awakening of the Human Spirit.
12. Creating The Person: A Practical Guide to The Development of Self.
13. Notes from the Unstruck Music from the Gayan.
Selain menghasilkan karya-karya tulis yang ke dalam bentuk buku dan
lain-lainnya, Hazrat Inayat Khan juga meninggalkan karya lainnya berupa;
rekaman suaranya yang sedang menyanyikan sejumlah raga (lagu tradisional
India). The Voice of Inayat Khan yang dipublikasikan pada 1909.
41 Keterangan inii disadurkan sepenuhnya untuk memberi gambaran yang cukup
mengenai kompleksitas pemikiran spiritual Hazrat Inayat Khan. Lihat Hazrat Inayat khan, Index to
Volume I-XIII (Delhi: Motilal banarsidass Publishers, 1995), p. 129-131.
31
BAB III
KAITAN MUSIK DAN TASAWUF
A. Konsep Musik.
1. Musik Secara Umum.
Musik dalam bahasa Yunani diambil dari kata “Muse” yang memiliki
makna Dewa. Pengertian musik dalam Kamus Ilmiah Populer dapat dikatakan
sebagai panduan bunyi dari beberapa alat atau instrumen musik yang bernada
secara teratur dan berkesesuaian atau seni susun padu nada.42
Budilinggo dalam pandangannya, mengatakan bahwa musik adalah
perwujudan ide-ide atau emosi-emosi yang tidak hanya tersusun atas nada, ritme,
tempo, dinamik, warna suara, dan unsur-unsur lainnya. Bahkan Budilinggo
yakinkan diri bahwa musik; adanya musik itu sendiri pada akhirnya memiliki
suatu makna.43
Sehingga musik dapat diketahui dari suatu paduan suara atau juga
yang terdiri dari susunan nada yang diatur oleh ritme, tempo, warna suara dan
sebagainya.
Musik dapat dikatakan suatu hasil kreatifitas dari manusia, lahirnya musik
keluar atas dorongan dari ide-ide atau emosi-emosi yang ada di dalamnya,
kemudian dituangkan dalam bentuk usaha menyusunkan nada, ritme, lagu, dan
42 M. Dahlan Yakub Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, ( Surabaya: Penerbit Arkola, 1994
), hal. 501. 43 I. Budilinggono, Bentuk dan Analisis Musik, ( Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1993 ), hal. 1
32
keharmonisan secara bersamaan sehingga dapat melahirkan keindahan dan
kesenangan. Menurut Sidi Gazalba, “Seni secara sederhana dan biasanya
dita‟rifkan sebagai usaha untuk menciptakan bentuk-bentuk yang
menyenangkan”.44
Hal ini mewujudkan sebuah kelebihan manusia bila
dibandingkan dengan makhluk lainnya seperti hewan. Dengan keharmonisan akal
dan hati manusia dapat berkreasi sedemikian rupa dengan menciptakan bentuk-
bentuk atau hal-hal yang menyenangkan, baik itu yang berbentuk nyata ataupun
abstrak.
Musik adalah suatu kreasi seni yang ditujukan untuk memperoleh nilai
estetika,45
dengan nilai estetika tersebut orang dapat merasakan keindahan serta
merasakan apa yang telah dirasakan oleh penciptannya melalui pesan dalam
bentuk musik. Keindahan merupakan naluri manusia, dengan aspek intuisi yang
digunakan sebagai landasan penilaian estetika atau keindahan yang datang melaui
indera-indera yang terdapat dalam diri manusia. Baik dalam indera pendengaran,
indera penglihatan, dan indera-indera lainnya.
Musik dalam indera pendengaran, melaluinya musik dapat dirasakan, yang
kemudian melanjutan ke dalam hati. Dengan indera pendengaran, manusia
merasakan unsur-unsurnya ke dalam hati, perenungan di dalamnya dapat
melahirkan rasa yang berbeda-beda dalam diri manusia, baik itu rasa yang
44 Sidi Gazalba, Pandangan Islam Tentang Kesenian, ( Jakarta: Bulan Bintang, 1977 ),
hal. 20. 45 Nilai estetika adalah nilai yang mengandung kapasitas untuk menimbulkan tanggapan
estetik atau pengalaman estetik, yang mengartikan pengalaman yang berkaitan dengan keindahan.
Lihat Sidi Gazalba, Islam dan Kesenian; Relevansi Islam dan Seni Budaya, ( Jakarta: Pustaka
Alhusna, 1988 ), hal. 75.
33
menyenangkan bisa juga sebaliknya rasa yang tidak menyenangkan, hal ini
tergantung dalam keharmonisan antara musik dengan manusia itu sendiri. Bila
musik tersebut dapat dirasakan yang menyenangkan, maka ia menikmati
keindahan musik tersebut berawal dari nilai estetika, sebut saja suara musik yang
merdu. Namun jika perhatian yang kurang dalam menikmati musik, dapat
menimbulkan minus atau kurangnya nilai-nilai seni dari musik, hal ini dapat
disebabkan dengan menghubungkannya dengan perkara-perkara lain yang
terdapat di luarnya.
Unsur dasar struktur musik terdapat 2 kategori, yaitu; Ujud dan Motif.
Ujud adalah satuan bunyi terkecil dalam sebuah komposisi musik yang belum
mengandung pengertian musikal yang terdiri atas satu, dua, atau tiga nada.
Sedangkan Motif adalah satuan terkecil dalam sebuah komposisi musik yang
mengandung pengertian musikal; bunyi-bunyian yang keluar, dan dapat diketauhi
atau ditangkap nilai musiknya.46
Musik secara besar dapat dicapai dengan menggabungkan kedua unsur
tersebut “Ujud dan Motif” ke dalam satu kesatuan, namun terdapat beberapa
persyaratan untuk dapat menghasilkan motif yang bagus, yaitu:
1. minimal terdiri dari dua nada.
2. memiliki ritme yang jelas.
3. memiliki loncatan interval yang jelas.
46 I. Budilinggono, Bentuk dan Analisis Musik, hal. 2.
34
4. memiliki gambaran ide yang jelas.47
Motif-motif di atas, terdapat atau mengandung penjelasan. Pertama,
apabila musik terdiri dari satu nada maka hanya akan memperoleh musik yang
terdiri dari satu suara saja. Dengan itu satuan terkecil dari unsur musik ialah
dengan adanya atau memiliki dua nada, dan lebih baik jikalau terdiri dari dua
nada. Ke dua, penjelasannya adalah ada suatu aturan tertentu dalam musik agar
terdapat lantunan yang harmonis. Dengan adanya ritme yang terarah atau teratur,
sehingga enak dan merdu untuk didengar. Ke tiga, musik terdiri dari interval
ataupun frase-frase tertentu, sebagai keseimbangannya dari ritme yang telah
dibuat. Ke empat atau yang terakhir, bahwa dalam setiap penuangan hasil karya,
harus ada gambaran yang jelas sehingga orang lain dapat menangkap dan
merasakan nilai keindahan.
Musik diharuskan memiliki nilai komunikasi antara pemusik (orang yang
memainkan musik) dengan orang yang mendengarkannya. Nilai komunikasi
tersebut dengan tujuan agar ke duanya dapat memperoleh pengalaman estetika.
Memperoleh nilai komunikasi, caranya serupa atau sama dengan menggunakan
bahasa agar dapat dipahami; yakni dengan menyusun atau merangkai kata-kata
atau frase, kemudian dijadikannya dengan kalimat, dan dari kalimat yang
diucapkan orang lain dapat memahami tujuan dan maksudnya. I. Budilinggono
mangatakan bahwa, kata-kata dirangkai menjadi frase dan dari frase menjadi
47 Ibid, hal. 2.
35
kalimat. Sama halnya dengan musik diawali dari rangkaian motif-motif yang ada,
menjadi suatu bentuk musik secara keseluruhan.48
Terdapat dua frase dalam musik, yaitu; frase tanya, dan frase jawab.
Pertama, frase tanya ditandai dengan sebuah batas akhir yang memberi kesan
berhenti sementara. Sedangkan yang ke dua, frase jawab ditandai dengan batas
akhir yang mempunyai kesan selesai.
Selain itu musik bisa pula disajikan ke dalam beberapa jenis, di antaranya:
a. Musik Vokal.
Kata vokal berasal dari kata vocoal (Belanda), voca (Italia), voix
(Perancis), voice (Inggris), yang memiliki makna suara. Musik vokal
memiliki arah terhadap semua suara manusia. Dengan demikian musik
vokal itu hanya mempergunakan suara manusia atau nyanyian saja, tanpa
diiringi alat musik. Hidangan musik vokal disebut dengan kata vokalia,
dan mereka yang mendendangkan musik vokal disebut dengan sebutan
vokalis.
b. Musik Instrumental.
Instrumental berasal dari sebuah kata instrument (Italia), yang
mempunyai arti alat. Maksud dalam musik instrumental di sini adalah alat
musik seperti biola, terompet, dan alat musik lain-lainnya. Musik
instrumental dalam penyajiannya, hanya menggunakan alat-alat musik saja
48 Ibid, hal. 9.
36
tanpa ada nyanyian. Hidangan musik instrumental disebut dengan kata
instrumentalia, sedangkan yang menghidangakannya disebut dengan
sebutan instrumentalis.
c. Musik Campuran.
Musik campuran adalah musik yang disatukan dari ke duanya,
yaitu musik vokal dan musik instrumental yang disajikan secara
bersamaan atau bersama-sama. Pada umumnya yang dipentingkan adalah
vokalnya, sedangkan instrumental hanya pengiring saja. Dalam
pelaksanaannya dapat dilakukan oleh banyak orang, dua orang, hingga
satu orang, jika ia memainkan musik sambil bernyanyi.49
Jadi bermain musik tidak hanya memainkan alat musik atau instrumennya
saja, akan tetapi dengan mengeluarkan nyanyian juga merupakan bagian dari
bermain musik. Dengan menyatukan kedua penyajian tersebut, akan diperoleh
permainan musik yang lengkap dan beragam menjadi satu kesatuan yang terpadu.
2. Musik Dalam Pandangan Islam.
Musik memiliki hubungan yang erat dengan kehidupan manusia, di mana
dalam sejarah peradaban manusia bahwa tak ada satu kaum ataupun zaman yang
meninggalkan ataupun melepaskan musik dari kehidupan manusia. Sebagaimana
terlihat dari perkembangan musik yang sejalan dengan perkembangan kehidupan
49 Murodi, Muatan-muatan Dakwah Dalam Lagu-lagu Ebiet G. Ade (Studi Analisis
Tentang Muatan Dakwah Dalam Lagu Ebiet G. Ade), (Karya Ilmiah Mahasiswa IAIN Sunan
Gunung Jati), hal. 31-32. di unduh dari Ref. : http://parapemikir.com/tradisi-ilmiah-islam, pada
tanggal 17, Mei 2010.
37
manusia. Karenanya musik dianggap sebagai prilaku sosial yang kompleks dan
universal, karena musik dapat dimiliki oleh seluruh masyarakat dan tiap anggota
masyarakat dapat disebut sebagai musikal.
Sedangkan agama adalah salah satu tanda perkembangan dari peradaban
manusia yang memiliki hubungan nyata dengan musik. Karena setiap agama
sendiri memiliki kegiatan-kegiatan ritual atau spiritual, dan musik adalah
merupakan salah satu sarana atau alat dari kegiatan spiritual di dalamnya.
Dalam agama Kristen, musik dikenal sebagai salah satu bagian penting
untuk melaksanakan ritual-ritual keagamaan. John Chrysostom, seorang pemuka
agama Kristen yang hidup pada abad keempat setelah masehi mengatakan: “Tiada
sesuatu, selain aransemen musik dan nyanyian agama, yang dapat meninggikan
derajat akal, memberinya sayap untuk meninggalkan bumi dan melepaskannya
dari belenggu jasmani serta menghiasinya dengan rasa cinta kepada kearifan50
.
Penganut agama Hindu di India meyakini bahwa awal kehidupan adalah
rūh, dengan itu maka ilmu pengetahuan, kesenian (termasuk musik), filsafat dan
kebatinan diarahkan untuk satu tujuan yang sama, yaitu kehidupan spiritual.
Musik Kuno India, merupakan salah satu budaya yang diwariskan secara turun
temurun oleh pemeluk agama Hindu51
.
Sedangkan Islam menanggapi musik sebagai alat purifikasi atau penyucian
jiwa seseorang dan pengenalan unsur rohani diri seseorang, karena dengan
50 Alwi Shihab, Islam Inklusif, hal. 234 51 Hazrat Inayat Khan, Dimensi Musik dan Bunyi, terj. Muhammad Faur „Abd Al-Baqi
dari Buku The mysticism of Sound and Music, (Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2002), hal. 67
38
bermusik jiwa manusia dapat menjulang tinggi ke dalam alam rohani jika
mendengarkan lantunan-lantunan melodi indah. Ini yang merupakan suatu
kegiatan yang dilakukan oleh kalangan sufi yang menggunakan musik dengan as-
sama‟ yaitu mendengarkan lantunan-lantunan melodi indah.
Diluar dari itu, berbicara tentang musik dalam pandangan Islam, berarti
membahas tentang kedudukan musik yang memiliki batasan-batasan dalam agama
Islam, seperti kesenian-kesenian lainnya yang memiliki batasan-batasan dalam
mengekpresikan kesenian atau seni.
Seni termasuk di dalamnya musik dengan Islam adalah merupakan suatu
yang tidak dapat dipisahkan, karena ke duanya mempunyai keterkaitan atau
hubungan erat antara satu sama lain, akan tetapi dari ke duanya merupakan garis
bidang yang memiliki jalur tersendiri.
Namun pada saat ini, perkembangan musik secara umum sangat pesat dan
sangat manggiurkan generasi muda. Banyak sekali bermunculan aliran musik
yang berbeda-beda; rock, heavy metal, reggae, jazz, pop, hip metal, hip hop, R&B
dan lain-lain. Musik semacam ini ada juga yang syairnya bertema kriminal,
pemujaan terhadap obat-obatan terlarang, kebebasan seksual, serta pengkultusan
perilaku bunuh diri dan keputus-asaan. Ada pula yang secara terang-terangan
memproklamirkan anti Tuhan52
.
Musik juga telah menjadi sebuah industri untuk
pemenuhan kebutuhan ekonomi. Seperti yang terjadi di Barat yang telah memiliki
52 Alwi, Shihab, Islam Inklusif, hal. 234.
39
pasar di dunia internasional. Musik kembali menjadi sesuatu yang identik dengan
perbuaatan-perbuatan yang dilakukan oleh masyarakat jahīliyah. Sekarang tidak
sulit menemukan sajian musik yang digunakan untuk menari erotis, melupakan
norma-norma masyarakat dan hanya menuruti hawa nafsu.
Dari keterangan singkat di atas, dapat disimpulkan bahwa musik dapat
digunakan manusia untuk berbagai macam tujuan. Dari tujuan untuk mendekatkan
manusia kepada Tuhan, sekedar hiburan, untuk mencari uang, bahkan ada juga
orang menggunakan musik untuk pemenuhan hawa nafsu yang menyebabkan
manusia lupa akan dirinya sebagai makhluk Tuhan. Hal inilah yang mengundang
permasalahan dalam masyarakat muslim masa kini. Permasalahan ini diawali
dengan pertanyaan ; “bagaimanakah hukum musik menurut Islam ?”.53
Para Ulama yang menyatakan haramnya bermain musik, mereka
menganggap bahwa musik merupakan sesuatu hal yang tidak memiliki manfaat.
Dalam hal ini mereka bersandar pada firman Allah dalam al-Qur‟an surat Lukman
ayat: 6
Artinya: Di antara mereka ada yang mempergunakan perkataan yang tidak
berguna54
untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan
53 Yusuf Qardhawi, Islam dan Seni, hal. 39. 54 Lahw al-Hadits ditafsirkan sebagai perkataan yang tidak berguna, dengan lagu-lagu
atau bermain musik
40
menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang
menghinakan.55
Ayat ini adalah salah satu rujukan atas pengharaman terhadap musik,
khususnya lagu. Ibn Hazm yang memberi penjelasan-penjelasan dalam ayat ini,
sebagaimana ia pun mengatakan bahwa pendapat mereka ini tidak ada yang perlu
dijadikan hujjah dengan beberapa alasan:
1. Seseorang tidak dapat dijadikan keterangan atau hujjah, kecuali
Rasulullah Saw.
2. Pendapat tersebut bertentangan dengan para sahabat yang lain.
3. Secara tekstual, ayat itu tidak dapat dipergunakan sebagai hujjah,
karena yang tercantum di dalamnya berbunyi: di antara manusia
ada orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna
untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan
dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan.56
Pengharaman tersebut atas dasar ketidak ada gunaan musik dalam aktifitas, dan
mudharat atas implikasi orang yang memainkan ataupun yang mendengarkan
musik.
55 R. H. A. Soenarjo. Dkk, Al-Qur‟an dan Terjemahanya. (Jakarta: Yayasan
Penyelenggara Penerjemah/ Penafsiran al-Qur‟an, 1971), hal. 653. 56 Lihat Dr. Yusuf Al-Qardhawi, Islam dan Seni, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2000), hal.
45.
41
Para Ulama lain yang memperbolehkan untuk bermain musik, dengan
beberapa alasan antara lain:
1. Pada dasarnya segala sesuatu itu halal (boleh), namun memiliki
batasan-batasan sehingga muncul dalil yang meperjelas atas
keharamannya. Sebab belum ada penjelasan hukum terhadap
orang yang memainkan musik boleh atau tidak bolehnya, maka
dapat saja dikatakan halal atau haram untuk bermain musik.
2. Menikmati musik dan nyanyian tersebut mempunyai batasan yang
sesuai dengan fitrah manusia sebagai human nature dan
ghazirahnya atau insting dan naluri, yang memang menyukai
kepada hal-hal yang enak dan lezat, indah dan menyenangkan,
mempesona, mengasyikan, dan memberi kedamaian dan
ketenangan dalam hati, seperti musik dan nyanyian.
3. Islam tidak membunuh ataupun mematikan fitrah manusia dengan
ghazirahnya, akan tetapi Islam mengaturnya, menyalurkannya
serta mengarahkannya mengarah ke arah hal-hal yang positif serta
diridhai oleh Allah, dan tidak sampai melanggar batas-batas yang
telah ditentukan oleh Allah.57
Andaikan orang memiliki bakat dalam bentuk seni musik atau seni suara,
maka Islam tidak melarangnya. Apabila ia mengembangkan bakatnya, lalu ia
57 Majfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, (Jakarta: PT. Gunung Agung, 1997), hal. 99-100.
42
menekuni musik atau nyanyiannya, sehingga ia menjadi seorang musikus atau
penyanyi yang hebat. Bahkan Islam sangat menghargai kalau orang yang
menggunakan bakat seni dan ahli dalam bidang seni musik sebagai sarana dakwah
Islam. Lebih baiknya lagi bakat seni musiknya sebagai sarana kehidupan
spiritualnya
Ulama yang memperbolehkan seni musik, menyandarkan terhadap firman
Tuhan dalam kitab suci al-Qur‟an pada surat Ahqaaf ayat: 7.
Artinya: Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang menjelaskan,
berkatalah orang-orang yang mengingkari kebenaran ketika kebenaran itu datang
kepada mereka: “Ini adalah sihir yang nyata”.58
Kata menghiasi dapat bermakna mempercantik dan memperindah, dan
keindahan sebagai tujuan dari adanya perhiasan, dan musik hadir dalam tatanan
yang menghasilkan suatu kreatifitas seni, yaitu; keindahan dalam bentuk suara
atau bunyi.
Selanjutnya ditambahkan dengan keterangan yang terdapat dalam surat
Fahtir ayat pertama:
` 58 R. H. A. Soenarjo. Dkk, Al-Qur‟an dan Terjemahanya. hal. 823.
43
Bahwa “Allah akan menambahkan ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-
Nya”. Para Ulama menafsirkan maka dengan suara yang baik, namun dalam hal
pembolehan ini ada suatu pembatasan sehingga musik tidak berubah dari
tujuannya sebagai sesuatu yang bermanfaat. Demikian dalam al-Qur‟an surat Al-
A‟raf ayat 31.
Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang yang melampaui batas.59
Apabila seseorang telah berlebihan maka akan menimbulkan lupa terhadap
Allah. Menurut Abdullah bin Nuh, bahwa kesenian dikatakan haram apabila
terkait pada al-Malahi atau hal-hal yang membuat orang lupa terhadap akan
Allah.60
Tidak dapat dipungkiri bahwa musik adalah sebagai salah satu alat media
dakwah yang mudah, hal ini terjadi karena musik dengan irama dan nada dapat
mudah diserap oleh para pendengar ataupun penikmat musik itu sendiri. Selain itu
juga pada dasarnya menikmati musik merupakan ghazirahnya, menyukai hal-hal
indah, dan menyenangkan. Dalam al-Qur‟an surat Al-Imron ayat 14 Allah
berfirman:
59 Ibid . hal. 823. 60 Sidi Gazalba, Pandangan Islam Tentang Kesenian, hal. 78.
44
Artinya: Dijadikannya indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa
yang diinginkannya, yaitu; wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis
emas dan perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah lading. Itulah
kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik
(Surga).61
Lebih jauh musik dapat pula berperan sebagai sarana spiritual bagi
seseorang ataupun komunitas yang menggunakannya, khususnya para pengikut
tarekat sufi, diantaranya yaitu; tarekat Malawiyyah, dan tarekat Chishtiyyah.
Dalam pandangan Sayyed Hoessein Nasr, musik religius ini (yang berada dalam
tarekat sufi tersebut), dimensi esoteris agama yang lebih kuat dibandingkan dari
pada dimensi eksoterisnya.62
Baik itu dalam pengahayatan terhadap lirik ataupun
sya‟ir, lalu juga irama lagunya. Sebagai contoh dapat diambil seperti; para sufi
yang mengambil seni musik sebagai penggugah kesadaran mereka sendiri.
Salah satu tokoh sufi yang amat terkenal dan sering menyanyi pada
masanya ialah Jalal Al-Din Rumi. Dia sering bernyanyi ataupun menyanyi dari
kedai-kedai minuman Anatolia. Jalal Al-Din Rumi mengubahnya bakat musik
atau lagu yang dimilikinya sebagai sarana untuk mengungkapkan kerinduan yang
sangat mendalam terhadap Tuhan.63
61 R. H. A. Soenarjo. Dkk, Al-Qur‟an dan Terjemahanya. hal. 77 62 Sayyed Hoesein Nasr, Spiritualitas dan Seni Islam, (Bandung: Mizan, 1993), hal. 166.
63 Ibid, hal. 166
45
Apakah semua penyanyi atau pemusik dapat mengkebangkan pikirannya,
sehingga musik tidak hanya bermanfaat untuk hal-hal yang bersifat eksoteris saja,
akan tetapi segi eksoterisnya? Sejauh mana orang tersebut sungguh-sungguh bisa
mencapai hakikat kehidupan, dan juga ke Tuhahan dari apa yang mereka lakukan
dengan bermusik? Maka musik dalam pandangan Islam cenderung diperbolehkan,
dengan catatan tidak menimbulkan mudharat yakni melupakan Allah dan juga
tidak mengandung unsur-unsur yang menyia-nyiakan waktu.
Islam hanyalah melarang musik dijadikan sebagai profanasi yang
tereksternalisasi, sementara di tingkat eksoterisnya dia tetap dibatasi hanya untuk
saat dan keadaan tertentu. Musik dengan tegas di batasi oleh peraturan untuk
menjaganya dari pembangkitan hawa nafsu.
Namun banyak para ulama‟ yang mempertahankan kehalalan musik juga
sangat banyak sekali, di antaranya adalah para filosof Islam dan para tokoh
spiritual Islam. Al-Kindi
(filosof Islam abad 9), merupakan seorang pemikir yang
pertama kali memiliki perhatian khusus mengenai musik. Ia menggunakan musik
tidak hanya sebagai hiburan tetapi juga sebagi obat untuk penyakit jiwa dan raga.
Al-Farābi
(filosof Islam abad ke 10), pernah membuat buku tentang teori
musiknya yang berjudul Kitāb al-Musīqa al-Kabīr. Ibn Sina
(filosof Islam abad ke
11), dalam dua buah bukunya, yaitu asy-Syifā‟ dan an-Najdāt, menulis satu bab
khusus yang membicarakan tentang musik. Kemudian Ibn Bajjah
(filosof Islam
abad ke 12), seorang filosof Islam dari Andalusia, pernah mengarang sebuah buku
tentang musik yang juga diberi judul Kitab al-Musīqa, yang menurut sejarah buku
ini sangat terkenal di Barat sebagaimana Kitab al-Musīqa karangan al-Farabi yang
46
terkenal di Timur. Sedangkan para ulama‟ sufi yang membahas musik dan
menggunakannya antara lain: Abū Naşr as-Sarāj, Abd al-Kārim Ibn Hawāzīn, al-
Musik dapat dikatakan suatu hasil kreatifitas dari manusia, lahirnya musik
keluar atas dorongan dari ide-ide atau emosi-emosi yang ada di dalamnya, kemudian
dituangkan dalam bentuk usaha menyusunkan nada, ritme, lagu, dan keharmonisan
secara bersamaan sehingga dapat melahirkan keindahan dan kesenangan.
Hazrat Inayat Khan mengungkapkan: “Musik adalah miniatur keseluruhan
keharmonisan alam semesta, karena keharmonisan alam semesta adalah musik itu
sendiri, dan manusia sebagai miniatur alam semesta, harus menunjukan
keharmonisan yang sama, dalam pulsasinya, dalam detak jantungnya, dan dalam
vibrasinya dia menunjukan ritme dan nada, perpaduan nada harmonis atau tidak
harmonis, kesehatannya atau sakitnya, kenikmatannya atau ketidaknyamanannya.
Semuanya menunjukkan musik atau kurang musik dalam kehidupannya.93
Selanjutnya Hazrat Inayat Khan membagi musik ke dalam dua bentuk, yakni
musik esoterik dan musik duniawi.
a. Musik Esoterik.
Kata musik berasal dari kata sansakerta yaitu “sangita” , yang mana hal ini
terdapat melambangkan tiga subjek, diantaranya yaitu; menyanyi, memainkan, dan
menari.94
Sedangkan dengan kata esoterik mengandung pengertian, yaitu;
merupakan sifat rahasia, dan hanya untuk ditasbihkan, atau hanya diketahui dan
dimengerti oleh orang-orang yang tertentu saja.95
93 Hazrat Inayat Khan, The Heart of Sufism, hal. 308. 94 Hazrat Inayat Khan, Dimensi Mistik Musik dan Bunyi, hal. 13 95 M. Dahlan Yakub Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, hal 160.
80
Apabila disatukan kedua pengertian tersebut, maka musik esoterik
merupakan menyanyi, memainkan, dan menari, namun yang mana diketahui atau
dilakukan dengan orang-orang yang tertentu saja dan bersifat rahasia (intern).
Musik bersifat abstrak, dan simbol sebagai salah satu upaya penyederhanaan
dalam mengungkapkan hal tersebut, karena abstrak mempunyai sifat yang
merupakan metafisis, di mana ia tidak bisa dibaca dengan panca indera
(pengelihatan) manusia secara langsung, maka dengan itu perlu ada meditasi yang
pengungkapan dari hal yang abstrak tersebut. Kemudian dengan simbol dari musik
esoterik, adalah merupakan musik itu sendiri sebagai awal dan akhir dari kehidupan
dunia.
Sedangkan dengan para pelakunya adalah para Dewa Khayangan, dan Krisna
adalah sebagai pejelmaannya menjadi seseorang pemusik yang ahli dan memukau
dari kedua dunia, yakni dengan memainkan serulingnya dan juga menciptakan tarian
para yogi (orang yang melakukan meditasi yoga).96
Dengan demikian musik ini bisa dapat dilihat oleh peramal dan ahli klenik,
pada keadaan ekstase.97
Pada keadaan seperti ini pengetahuan tentang keberadaan
yang kasat dan tidak kasat mata akan terungkap.98
Roh turun ke dalam materi dari
dunia bentuk di surga, yang sebagaimana hidup dengan kebebasan dan kesenangan,
96 Yoga dalam pandangan William James adalah penyatuan eksperimental antara individu
dengan Tuhannya. Hal ini yang didasarkan atas penyelamatan, dan diet, postur, pernafasan,
kosentrasi intelektual, secara disiplin moral yang agak berbeda dengan sistem-sistem yang
mengajarkannya. Lihat William james, The Varieties of Religious Experience: Pengalaman-Pengalaman Religius, (Yogyakarta: Jendela, 2003), hal. 488.
97 Ekstase mengandung arti keadaan di luar keadaan diri, hal ini biasanya terjadi bagi para
penempuh jalan tasawuf atau lima ma‟rifat sebagai salah satu maqomnya. 98 Hazrat Inayat Khan, Dimensi Mistik Musik dan Bunyi, hal. 14.
81
yang kemudian masuk ke dalam tubuh sehingga terpenjara, dengan hukum vibrasi
ruh turun ke materi. Begitu juga sebaliknya, materi naik menujuh roh. Dengan itu
terjadilah komplikasi diantara keduanya yang sehingga dapat kembali terhadap
Tuhan sebagai hukum vibrasi. Demikian para sufi dan yogi menggunakan hukum
vibrasi ini untuk mencapai kesempurnaan yang paling tinggi.
b. Musik Duniawi.
Musik duniawi tersusun atas hukum musik di seluruh alam semesta secara
keseluruhan, atau sama dengan hukum kehidupan, rasa keseimbangan, hukum
keselarasan, hukum jalan keseimbangan, hukum tersembunyi di balik segala aspek
kehidupan, yang mana menjadikan alam raya ini sempurna dan membangun
takdirnya melalui seluruh alam semesta, memenuhi tujuan-tujuannya.99
Kemudian musik ada di balik karya seluruh alam semesta, di mana musik
alam semesta adalah merupakan latar belakang gambaran kecil darinya, dan
kehidupan sendiri merupakan musik. Selanjutnya alam semesta dan kehidupan di
dalamnya adalah miniatur dari musik yang sesungguhnya. Walaupun roh terpenjara
dalam bentuk, namun ia menikmatinya dengan mendapatkan pengalaman hidup
hingga sampai kematian jasad. Namun di balik itu semua, musik itu sendiri, pikiran,
gerakan oleh manusia adalah manifestasi dari musik.
Musik duniawi itu akan bervibrasi pada manusia dengan perasaan lembut
sehingga ia sampai dapat menikmati keharmonisan. Aspek rasa merupakan
tumpahan dari segala serangan yang diperoleh dari indera, yang kemudian jatuh ke
99 Ibid, hal. 15
82
dalam hati, dan hati merupakan tempatnya rasa berada. Ia akan merasakan pahit jika
kalau melihat orang yang sengsara atau menderita, baik itu karena sakit dalam
bentuk fisik maupun dalam bentuk rohani. Maka orang lain senang maka ia pun
akan merasa bahagia untuk orang yang sedang mengalaminya, tidak perlu ada rasa
kecemburuan dalam memperoleh kesenangan. Hal ini merupakan ajaran moral bagi
setiap individu, baik itu yang mengambil jalur religius maupun tidak, sebab
keharmonisan ini sesungguhnya adalah idaman dari setiap manusia, tidak ada yang
tidak mengingatkannya.
Keharmonisan yang terdiri dari harmoni terhadap orang lain, dan
fenomena (keajaiban) bisa dicapai tanpa harus selalu menunggunya. Semakin dalam
seseorang melihat kehidupan, semakin lebar hidup membuka pada dirinya, dan
kemudian setiap saat dalam kehidupan seseorang menjadi penuh dengan keajaiban
dan kemegahan. Tuhan berjanji akan memberikan rejeki (bisa merupakan sebuah
keajaiban) dari jalan yang tidak dikira oleh manusia.
Untuk pada saat ini mungkin keharmonisan tentu dapat diraih oleh jiwa
manusia. Di kalangan sufi sendiri menggunakan keharmonisan musik melalui sama’.
Tetapi untuk musik duniawi pada era saat ini, terdapat pada musik yang ber-genre
Kapetela, yakni musik yang menggunakan suara manusia yang mengisi satu sama
lainnya. Akan tetapi jenis musik Kapetela sendiri kadang didapatkan instrumen
musik yang mengiringinya. Akan tetapi mereka memaksimalkan bermusik tanpa
83
unsur musik. Snada adalah grup musik yang sering menggunakan jenis musik
Kapetela atau yang dikenal dengan sebutan Kantata.100
Musik Duniawi pandangan Inayat Khan sangat berbeda dalam musik
duniawi yang saat ini secara umun maupun bahasa, di mana dalam perkembangan
musik itu sendiri jenis atau genre dalam musik pada modern ini sangat beragam,
seperti yang ditulis dalam bab tiga dalam “Musik Dalam Pandangan Islam”, bahwa
musik yang ada pada modern ini sangatlah mengkhawatirkan di mana musik dilihat
dari beragai aspek dalam keburukan dan kemaksiatan, salah satunya yang terlihat
dalam kehidupan sehari-hari, sebut saja musik genre dangdut yang pada saat ini
hanyalah sebagai musik yang mengandung unsur erotis, dan masih banyak lagi
sehingga terdapat pula musik yang mengklopromatirkan anti Tuhan.101
Tetapi ada
pula yang musik bernuansa Islami, yakni musik-musik yang mengandung unsur
Islam, sebut saja musik Nasyid yang memiliki unsur Islam dalam liriknya yang
mengandung pujian terhadap Tuhan bahkan menyanyikan sholawat.
Demikian musik duniawi Inayat Khan hanya sebuah definisi dari musik yang
dimiliki oleh keharmonisan alam semesta dari segenap miniaturnya dan sebagai
musik spiritual yang bersifat esoterik.
C. Musik Sebagai Kesatuan Makro dan Mikro Kosmos.
Menurut Hazrat Inayat Khan musik mempunyai dimensi makro; bahwa
arsitektur adalah musik, taman adalah musik, pertanian adalah musik, lukisan adalah
100 Perpaduan suara, lihat Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hal.303
101 Alwi, Shiha, Islam Inklusif, hal. 234
84
musik, puisi adalah musik.102
Hazrat Inayat Khan mengambil pengertian bahwa
alam dengan segala keteraturan dan ketidak keteraturannya, sebagai suatu harmoni
dan juga keselarasan akan ciptaan Tuhan. Keharmonisan tersebut merupakan suatu
bagian dari musik mikro.
Bagi setiap orang dapat dengan mudah tertarik dengan musik, di mana ia
akan segera merasakan terhadap musik apabila ia mendengarkan suara atau
bunyinya. Kemudian musik juga diperuntukan bagi siapa saja yang sebagaimana
tanpa harus memandang kasta, warna kulit, suku, dan apapun yang membedakannya.
Oleh karena itu setiap yang dipandang dengan musik adalah merupakan sebagai hati
lembut yang ada pada setiap manusia-manusia. Dalam buku Dimensi Mistik Musik
dan Bunyi, Hazrat Inayat Khan mengungkapkan bahwa; “Musik saja yang bisa
dapat menjadi sarana penyatuan jiwa dari berbagai ras, bangsa, dan suku yang
sekarang ini terpecah belah”.103
Maka kemudian dengan hati yang lembut musik akan ditarik, sehingga
manusia bisa dapat merasakan kesenangan yang mana ia tidak mengiranya
kesenangan itu, maka karenanya musik dapat diibaratkan sebagai sesuatu hal yang
berbentuk seni dan indah bagaikan seni Surgawi.
Manusia merupakan sebagai mikro kosmos, sebagaimana manusia sebagai
khalifah atau pemimpin di muka bumi ini. Ia diberikan keleluasaan oleh Tuhan
untuk manjadi bagian dari penghuni bumi. Akan tetapi dengan manusia itu sendiri
102 Ibid, hal. 5. 103 Hazrat Inayat Khan, Dimensi Mistik Musik dan Bunyi, hal. 10
85
atau manusia dengan segala kekurangannya, ada kalanya ia melakukan yang
membuat kerusakan dan sering bertikai sehingga terjadinya pertumpahan darah.
Dalam Al-Qur‟an pada surat al-Baqarah ayat 30 Allah berfirman:
..
Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Meraka berkata:
“mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan
membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa
bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfiman:
“Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui”104
Salah satu bentuk dari kerusakan yang ditimbulkan oleh manusia adalah
pengelolahan alam yang terlalu berlebihan, sehingga timbul kerusakan tersebut.
Dengan demikian alam ini memerlukan sesuatu penyeimbang terhadap kerusakan
yang ada dengan apa yang melakukannya rotasi terhadap dirinya sendiri.
Selain itu, jika hutan-hutan akan ditebang pohon-pohonnya dengan cara
membabi buta, maka akan menyebabkan terjadinya bencana banjir dan bencana
banjir tersebut melahirkan keseimbangan yang merupakan apa yang diperlukan oleh
alam agar dapat menyesuaikan dengan keadaan.
Selanjutnya, dari manusia pula selain merusakan alam ini, ia dapat
menumpahkan darah, akibat dari ulah manusia itu sendiri. Kemudian ia juga
berusaha memonopoli alam dengan menghalalkan segala cara, dengan berbuat
104 R.H.A. Soenarjo dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hal. 13
86
kecurangan, bahkan membunuh manusia yang lainnya dengan alasan demi
kepentingan pribadi atau diri sendirinya. Maka dengan demikian, nafs merupakan
sebagai salah satu faktor yang menjadikan manusia lupa terhadap lainnya, sehingga
ia menjadi sebagai sumber disharmoni, yang menyebabkan terjadinya kerusakkan-
kerusakkan di muka bumi ini.
Pada awal mulanya musik dipahami oleh Hazrat Inayat Khan sebagaimana
bermusik dengan menggunakan instrument biasa, namun dengan perkembangan
spiritualnya maka perkembangan pula pemahaman Hazrat Inayat Khan terhadap
musik. Dalam perkembangan selanjutnya musik dipahami sebagai salah satu sarana
pengenalan terhadap Tuhan, dimana Tuhan dianalogikan sebagai sumber keindahan,
dan musik merupakan hasil dari keindahan.105
Musik tidak dapat diekspresikan melalui bahasa, akan tetapi melalui
keindahan ritme dan nada yang jauh melampaui bahasa, dengan semakin sadar
seseorang pemusik tentang akan misi hidupnya, maka semakin besar pula
pengabdian yang bisa dapat dia lakukan bagi perikemanusiaan.106
Maka tidak ada yang perlu diragukan lagi bahwa musik sungguh merupakan
dapat menjadi alat pemersatu atau kesatuan antar manusia dengan manusia lainnya,
tanpa ada perbedaan, termasuk berbeda agama, dan dalam mengarungi kehidupan.
Namun hal ini akan berlaku jika penggunaan musik berarti musical dalam berpikir,
berkata, dan berbuat.
105 Hazrat Inayat Khan, Dimensi Musik dan Bunyi, hal. 8. 106 Ibid, hal. 10
87
Selain dengan manusia lainnya, maka alam juga merupakan suatu faktor
yang tidak boleh dapat dilupakan. Sebab pada hakikatnya manusia hidup di alam,
dan alamlah yang membentuknya. Dapat pula dikatakan bahwa alam dan manusia
merupakan bentuk-bentuk dari roh .
Universal (ar-Ruh) atau roh Tuhan, atau alam dan manusia itu sebagai aspek
yang saling melengkapi dari wujud “pan-kosmik” tanggal yang merupakan simbol
Tuhan.107
Manusia tidak dapat eksis jika tidak bersatu dengan manusia. Akan tetapi
dengan bersatu dengan alam, manusia bisa dapat mempertahankan eksistensinya,
hingga keberlangsungan alam selesai. Simfoni dengan alam semesta berarti dapat
memahami bahasa alam, maka dengan adanya satu daya tarik menarik dari antara
keduanya, untuk saling melestarikan dan juga memelihara keberlangsungannya.
Demikian dengan terciptanya keharmonisan antara alam dan manusia, dapat
tercapailah keinginan batin manusia untuk mencapai spiritual terhadap Tuhan.
D. Bentuk dan Pemanfaatan Musik Spiritual Inayat Khan.
Tidak ada satupun bagian di dunia ini yang dapat membantah akan kegaiban
musik, baik di Barat maupun di Timur. Musik sendiri adalah bahasa ruh, yang mana
dapat menyatukan suatu perbedaan, baik manusia dari kebangsaan maupun ras
manusia itu sendiri. Lebih jauh Inayat Khan memandang musik adalah sebuah
107 Titus Burchkhardt, Mengenal Ajaran Kaum Sufi, (Jakarta: Pustaka jaya, 1984), hal. 103.
88
jembatan antara manusia dan Tuhan. Artinya musik dapat menyatukan manusia
dengan manusia lainnya bahkan manusia dengan Tuhan.108
Bagi Inayat Khan untuk menyatukan manusia dengan Tuhan sendiri
memiliki beberapa aspek, di antaranya; keyakinan, di mana keyakinan manusia
kepada Tuhan. Efek dari aspek keyakinan karena keyakinan akan relasi keberadaan
Tuhan, di mana Tuhan tidak hanya di Surga saja, melainkan ada disekeliling
seseorang. Karena dengan keyakinan seseorang akan tiba titik sebuah kesatuan yang
hidup.
Sedangkan dengan kehidupan memiliki dua aspek; pertama, bahwa manusia
selaras atau harmoni dengan lingkungan sekelilingnya. kedua, adalah bahwa
manusia dapat menyelaraskan dirinya sendiri walaupun ada di lingkungan sekitar.
Sehingga Inayat Khan mengatakan bahwa dengan bantuan musik maka seseorang
dapat memperoleh ketenangan dan perdamaian.109
Dalam bentuk musik spiritual Inayat Khan para sufi menggunakannya dalam
bentuk sama’ yakni mendengarkan lantunan musik dan dengan tarian mereka
mengekpresikannya. Karena mereka meyakini dengan sebuah pengekspresian tarian
di dalamnya adalah sebuah ke hendak dari sumber hakikatnya, yaitu Sang Kekasih,
dan kadang tarian adalah wajah dari sang kekasih.110
108 Hazrat Inayat Khan, Dimensi Musik dan Bunyi, hal. 67