BAB I REPLIKASI VIRUS Virus merupakan parasit obligat intraseluler dimana dalam replikasinya sangat bergantung pada system metabolisme sel inang. Pengetahuan mengenai replikasi virus saat ini sangat rinci dan terus berkembang, sehingga kini kita ketahui bahwa setiap keluarga virus memiliki strategi replikasi yang unik, dan untuk mengetahui strategi replikasi tersebut dapat dilakukan dengan mempelajari siklus replikasi virus melalui One Step Growth curve (pola pertumbuhan satu langkah) Gambaran unik perkembangbiakan virus adalah segera setelah interaksi dengan sel inang, virion yang menginfeksi dirusak dan infektivitas virus yang dapat diukur hilang. Fase siklus pertumbuhan ini disebut fase eklipsis, lamanya bervariasi tergantung pada virus maupun sel inang. Fase ini diikuti oleh interval kecepatan akumulasi dari keturunan partikel virus yang infeksius. Fase eklipsis sesungguhnya merupakan satu dari aktivitas sintesis intensif karena sintesis sel dialihkan untuk memenuhi kebutuhan virus. Pada beberapa kasus segera 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
REPLIKASI VIRUS
Virus merupakan parasit obligat intraseluler dimana dalam replikasinya sangat
bergantung pada system metabolisme sel inang. Pengetahuan mengenai replikasi virus
saat ini sangat rinci dan terus berkembang, sehingga kini kita ketahui bahwa setiap
keluarga virus memiliki strategi replikasi yang unik, dan untuk mengetahui strategi
replikasi tersebut dapat dilakukan dengan mempelajari siklus replikasi virus melalui
One Step Growth curve (pola pertumbuhan satu langkah)
Gambaran unik perkembangbiakan virus adalah segera setelah interaksi
dengan sel inang, virion yang menginfeksi dirusak dan infektivitas virus yang dapat
diukur hilang. Fase siklus pertumbuhan ini disebut fase eklipsis, lamanya bervariasi
tergantung pada virus maupun sel inang. Fase ini diikuti oleh interval kecepatan
akumulasi dari keturunan partikel virus yang infeksius. Fase eklipsis sesungguhnya
merupakan satu dari aktivitas sintesis intensif karena sintesis sel dialihkan untuk
memenuhi kebutuhan virus. Pada beberapa kasus segera setelah asam nukleat virus
memasuki sel inang, metabolisme seluler dialihkan secara eksklusif kepada sintesis
partikel virus baru dan sel akan dirusak.
One step growth curve merupakan kajian klasik, seluruh sel di dalam biakan
ditulari secara bersamaan menggunakan infeksi keberagaman yang tinggi, selanjutnya
dilakukan pengamatan terhadap peningkatan jumlah virus menular sepanjang waktu
melalui penghitungan titer, kemudian dititrasi secara berurutan. Virus yang bebas di
dalam media dapat dititrasi secara sepihak dari virus yang tetap terikat sel. Segera
sesudah infeksi, virus yang diinokulasikan “menghilang”, partikel menular tidak dapat
dideteksi pada media (intrasel). Fase eklipsis ini berlanjut sampai virion turunan
pertama dapat dideteksi beberapa jam kemudian. Masa eklipsis biasanya berkisar
1
antara 3 sampai 12 jam untuk virus dari berbagai famili. Diketahui bahwa fase
eklipsis Orthomyxoviridae adalah 4 jam.
Kajian awal yang bergantung atas pengujian virion menular secara kuantitatif
dengan mikroskop elektron dan uji virion menular, memberikan informasi tentang
peristiwa awal dan akhir dari siklus replikasi (pelekatan, penembusan, pendewasaan
dan pelepasan) tetapi tidak mengenai apa yang terjadi pada fase eklipsis. Penyidikan
mengenai ekspresi dan replikasi genom virus dimungkinkan hanya dengan pengenalan
metode biokimia untuk menganalisis asam nukleat virus dan protein, dan kini semua
teknik biologi molekuler yang canggih sudah digunakan untuk memecahkan masalah
ini. Tujuan akhir dari one step growth curve adalah untuk mengukur waktu yang
diperlukan dari replikasi virus hingga keluarnya virus per sel selama putaran infeksi
setahap.
Peristiwa yang terjadi selama fase eklipsis meliputi :
1.1 Transkripsi
Setelah proses adsorbsi, penetrasi dan uncoating berjalan sempurna, partikel
infeksius virus tidak dapat ditemukan pada biakan infeksi. Ketidakmampuan
dalam mendeteksi virus infeksius ini merupakan tanda dimulainya masa
eklipsis dari replikasi virus. Masa eklipsis ini akan berakhir saat pelepasan
(release) turunan virus baru ke luar sel.
Transkripsi merupakan fase sintesis dalam siklus replikasi virus yang terjadi
setelah pelepasan selubung genom. Bagian utama dalam replikasi virus adalah
mRNA harus ditranskripsikan dari asam nukleat virus demi keberhasilan
ekspresi dan duplikasi informasi genetik.
2
Berbagai kelompok virus menggunakan jalur yang berbeda dalam mensintesis
mRNA, bergantung atas struktur asam nukleat virus. Pada virus RNA sangat
unik karena informasi genetik yang dimilikinya tersandi dalam RNA. Virus
ssRNA berpolaritas negatif, pertama kali harus ditranskripsi menjadi mRNA
dan membawa polimerase RNA-tergantung-ssRNA dalam virionnya.
Orthomyxovirus mempunyai polimerase RNA untuk mensintesis mRNA.
Genom virus RNA berpolaritas negatif perlu ditranskripsikan ke dalam mRNA
berpolaritas positif (ekivalen mRNA) sebelum dimulai proses sintesis protein
virus. Pada Orthomyxovirus, mRNA berpolaritas positif (+mRNA) direkam
(disalin) dari masing-masing segmen.
RNA virus berpolaritas negatif (Orthomyxovirus) akan mensintesis RNA
pelengkap berpolaritas positif, dan polimerase RNA melibatkan transkriptase
terkait-virion serupa yang digunakan untuk mentranskripsi primer dari mRNA.
Namun, sebagian besar transkrip dari RNA virus seperti itu merupakan
molekul RNA subgenom, sehingga beberapa untai penuh berpolaritas positif
juga dibuat, agar bertindak sebagai cetakan untuk sintesis RNA virus
(replikasi).
Beberapa molekul RNA virus dapat ditranskripsi secara sinambung dari satu
cetakan RNA pelengkap. Setiap transkrip RNA merupakan hasil dari molekul
polimerase yang terikat secara terpisah. Struktur yang dihasilkan, dikenal
sebagai perantara replikatif, sebagian darinya merupakan untai-ganda, dengan
ekor untai-tunggal.
3
1.2.Translasi
Setelah proses transkripsi tercapai, virus menggunakan komponen sel untuk
mentranslasikan mRNA. Selama replikasi virus, semua makromolekul khusus
virus disintesis dalam urutan yang sangat teratur.
Transkripsi mRNA virus berguna untuk translasi protein virus (NP dan NS1)
sedangkan translasi mRNA hospes diblok. Sintesis RNA virus berguna
sebagai cetakan transkripsi kedua mRNA virus sehingga dihasilkan M1, HA,
dan NA. Selanjutnya HA dan NA menuju permukaan sel dan menyatukan diri
dengan membran sel.
Rantai RNA pendek berpolaritas negatif ditranslasikan ke dalam beberapa
protein virus dan proses itu memerlukan enzim untuk pembentukan partikel
virus baru, sedangkan RNA rantai penuh berpolaritas positif berfungsi sebagi
template untuk pembentukan progeni. RNA berpolaritas negatif yang
berakumulasi dan dapat sekaligus digunakan sebagai template untuk
penambahan RNA rantai pendek berpolaritas positif, hal itu nantinya
dibutuhkan untuk sintesis struktur protein dan polimerase virus yang akan
digabungkan dalam partikel progeni.
Kebanyakan protein virus mengalami beragam modifikasi pasca translasi,
seperti fosforilasi (untuk pengikatan asam nukleat), asilasi asam lemak (untuk
penyisipan membran), glikosilasi, atau penyibakan proteolitik. Protein virus
yang baru disintesis harus diangkut ke berbagai lokasi di dalam sel tempat
mereka diperlukan.
4
1.3 Replikasi Asam Nukleat
Tempat di dalam sel (intrasel) yang menjadi ajang berlangsungnya berbagai
peristiwa replikasi virus berbeda antar kelompok virus. 5anilla5 RNA terjadi
di nukleus, sedangkan 5anilla5 partikel virus 5anilla terjadi di sitoplasma.
Virus RNA berpolaritas negatif dari keluarga orthomyxoviridae memiliki
genom bersegmen, tiap segmen ditranskripsi oleh transkriptase yang ada di
dalam virion untuk menghasilkan Mrna. Mrna akan ditranslasi menjadi satu
protein atau lebih. Khusus pada orthomyxovirus, kebanyakan segmen
menyandi protein tunggal.
Proses replikasi RNA merupakan fenomena yang unik untuk virus. Transkripsi
RNA dari cetakan RNA memerlukan enzim polimerase RNA tergantung-
RNA. Enzim itu merupakan enzim tersandi-virus yang tidak ditemukan pada
sel yang terinfeksi. Pada proses awal replikasi virus RNA diperlukan sintesis
dari RNA pelengkap, yang selanjutnya bertindak sebagai cetakan untuk
membuat lebih banyak RNA virus.
5
BAB II
EPIDEMIOLOGI INFEKSI VIRUS
Epidemiologi adalah kajian mengenai penentu (determinan), dinamika dan
penyebaran penyakit pada populasi. Resiko infeksi penyakit pada seekor hewan atau
pada populasi hewan ditentukan oleh :
1. Sifat virus, misalnya keragaman antigenik
2. Inang dan populasi inang, misalnya kekebalan bawaan dan kekebalan
perolehan.
3. Lingkungan dan ekologi.
Epidemiologi dapat dipandang sebagai bagian dari biologi lingkungan yang berusaha
menggabungkan berbagai faktor itu menjadi satu kesatuan.
Kajian epidemiologi juga efektif untuk :
1. memastikan peran virus dalam etiologi penyakit
2. memahami interaksi virus dengan penentu lingkungan dari penyakit
3. menentukan faktor yang mempengaruhi kerentanan inang
4. memahami cara penularan virus
5. pengukuran skala besar dari vaksin dan obat.
6
2.1 Penggunaan Data dalam Epidemiologi
Tingkat Kejadian
Kejadian adalah ukuran dari frekuensi dalam suatu waktu. Misalnya tingkat
kejadian bulanan atau tahunan dan sangat penting artinya untuk penyakit akut dalam
waktu singkat.
Untuk infeksi akut, ada tiga parameter dalam menentukan tingkat kejadian infeksi:
1. Proporsi hewan yang rentan
2. Proporsi hewan rentan yang terinfeksi
3. Persentase hewan terinfeksi yang menjadi sakit
Proporsi hewan pada populasi yang rentan terhadap virus tertentu menunjukan
riwayat pendedahan terdahulu terhadap virus dan jangka waktu imunitas. Proporsi
hewan rentan yang terinfeksi selama setahun atau satu musim dapat sangat beragam,
ditentukan oleh faktor seperti jumlah dan kerapatan, infeksi arbovirus dan populasi
vektor. Dari jumlah hewan yang terinfeksi, hanya beberapa yang mudah diketahui .
Inclusion Body Hepatitis. Disebabkan oleh bakteri; E. Coli
dan Koksidiosis.
-Tidak infeksius
39
Bisa terjadi karena : tatalaksana pemeliharaan yang jelek,
stress, racun jamur yang sering terdapat pada ransum yang
lembab, antibiotika yang bekerja mengganggu sintesa protein
bakteri.
2. Faktor Vaksinatornya
Vaksinator harus memiliki dasar-dasar ilmu kedokteran hewan. Khususnya
ilmu imunologi. Vaksinasi tidak boleh dilakukan oleh sembarangan orang.
Vaksinator yang tidak memiliki dasar ilmu kedokteran hewan akan merusak
program vaksinasi.
Vaksinator harus memahami cara :
- memilih vaksin
- mengangkut vaksin
- mencampur/melarutkan vaksin
- aplikasi vaksin
- dosis vaksin
- monitoring hasil vaksinasi
- mengetahui gejala klinis penyakit
BAB VIII
KEMOTERAPI INFEKSI VIRUS
Secara teoritis bahan-bahan penghambat pertumbuhan virus dapat bekerja dengan
berbagai cara yaitu : melalui penghambatan adsorbsi dan penetrasi virus kedalam sel,
penghambatan proses biosintesis, atau penghambatan proses perakitan dan
pematangan virus.
40
Pembiakan virus tergantung pada metabolisme sel induk semang, jadi obat
penghambat infeksi virus harus dapat menghambat proses biosintesis virus tanpa
merusak sel, misalnya dengan cara merusak enzim yang spesifik virus yang hanya
dibutuhkan oleh virus untuk pembiakannya.
Selain interferon, terdapat sejumlah bahan kimia yang menghambat multiplikasi virus
dan dapat digunakan mengobati infeksi virus antara lain :
1. Amantadine ( Adamantanamine).
Bahan ini menghambat multiflikasi virus, seperti virus Influenza dan Rubella
dengan cara mengganggu proses pelepasan asam inti virus (uncoating). Bila
diberikan pada awal infeksi dapat menghambat infeksi virus.
2. Cyclooctylamine hydrochloride
Bahan ini memiliki sifat yang mirip dengan amantadine hydrochloride dan karena
itu juga menghambat pertumbuhan virus-virus ARN.
3. Isoquinolines
In vitro bahan ini menghambat enzim neuraminidase yang terdapat pada
permukan Myxovirus dan bereaksi dengan amplop virus sehingga menghambat
”uncoating” dan pelepasan ARN dari partikel virus.
4. Iododeoxyuridine (IUDR)
41
Senyawa halogen pirimidin telah lama diketahui menghambat sintesis asam inti
sel jaringan dan virus dengan cara menghambat masuknya basa thymine ke dalam
serabut ADN atau mengganti thyme dalam serabut ADN sehingga terbentuk
serabut ADN palsu yang tidak berfungsi. IUDR biasanya bekerja pada tingkat
akhir replikasi virus karena itu ia dapat juga menghambat daya keja enzim DNA-
dependent RNA polymerase dam pembentukan messeger RNA (m-RNA) dengan
akibat terbentuknya enzim yang tidak sempurna dan protein kapsid yang tidak
lengkap. Dalam gambaran mikroskop elektron dari sel terinfeksi virus Herpes
yang telah diberikan IUDR, terlihat banyak partikel virus yang kosong
ditengahnya menujukan kemungkinan kesalahan dalam proses perakitan
komponen-komponen virus. Disayangkan bahwa IUDR tidak dapat dipakai dalam
pengobatan penyakit viral secara sistematik karena sangat toksik.
IUDR hanya dapat digunakan secara lokal pada pengobatan penyakit mata yang
disebabkan oleh infeksi virus Herpes. Kegunaan IUDR semakin berkurang setelah
diketahui adanya virus Herpes dan Vaksinia yang risisten terhadap IUDR.
5. Methisazone
Bahan ini disebut juga ”marboran”, telah terbukti berhasil mencegah timbulnya
gejala penyakit Cacar pada orang yang berhubungan atau kontak dengan orang
penderita Penyakit Cacar (Small Pox). Akan tetapi pada orang yang telah
menunjukan gejala penyakit, marboran tidak bermanfaat karena sudah terlalu
banyak sel jaringan yang rusak.
6. Aranotin
42
Bahan ini diperoleh dari jamur Arachniotus aureus, dapat menghambat replikasi
virus Polio invitro dan invivo dengan hanya sedikit efek toksik terhadap sel
mamalia. Bahan yang sama yang diperoleh dari Aspergillus terrens, menghambat
multiplikasi virus Coxsackie, Parainfluensa tipe 1,2 dan 3 serta sejumlah anggota
genus Rhinovirus. In vivo bahan ini melindungi tikus terhadap infeksi yang
mematikan oleh virus Coxsackie dan Influensa.
Aranotin , dan menghambat ARN yang dihasilkan virus yaitu RNA-dependent
RNA polymerase tanpa mengganggu enzim DNA dependent RNA polymerase
yang terdapat pada sel normal.
7. Adenine arabinose (Ara-A)
Dalam biakan jaringan Ara-A menghambat pertumbuhan virus Herpes Hominis
pada pemberian secara local atau tropical, dan secara sistemik dapat menghambat
Ensefalitis dan virus Vaccinia atau Herpes Hominis. Bahan ini tidak berfungsi
terhadap virus ARN.
8. Arabinose Cytosine (Ara-C)
Disamping dapat menyembuhkan keratitis oleh Herpes Simplex pada orang, bahan
ini dapat menghambat perkembangan tumor pada manusia, tikus dan mencit.
DAFTAR PUSTAKA
1. Butter M. (1987) Animal cell Tecnology : Principles and Products. Open University Press, U.K.
43
2. Durham PJK (1988) Veterinary Serology – A Short Introductory Course. Prepared for Canadian International Development Agency.
3. Hitchner SB, Domermuth, C.H, Purchase, H.G and Williams (1980) Isolation and Identification of Avian Pathogens. The American Association of Avian Pathologis.
4. Fenner FJ, Gibbs EPJ, Murphy FA, Root R, Studdert MJ and White DO, (1993). Veterinary Virology. Academic Press. California.