Top Banner
  73 BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Perbankan Syariah di Malaysia 4.1.1. Regulasi Perbankan Pemerintah Malaysia pada tahun 1983 telah mengeluarkan  Islamic Banking Act  (IBA) atau Undang-Undang Perbankan Islam yang mengatur tentang praktik keuangan yang dijalankan sesuai syariah. 139  IBA 1983 memberikan kewenangan kepada Bank Sentral Malaysia yaitu Bank Negara Malaysia untuk mengawasi dan membuat regulasi tentang  perbankan islam. Pada tahun 1993, Bank Negara Malaysia mengeluarkan pedoman untuk Skema Bank Tanpa Bunga (  Interest-Free Banking Scheme/IFBS) atau lebih dikenal dengan sebutan Skim Perbankan Tanpa Faedah (SPTF). Tujuan dari SPTF adalah untuk menyebarluaskan dan meningkatkan jaringan bank-  bank syariah dengan menggunakan prasarana bank-bank konvensional yang sudah mapan. Untuk mendukung tujuan tersebut, bank sentral membuat ketentuan, petunjuk dan  pengawasan atas pelaksanaan operasi windows syariah tersebut. 140  Bank-bank konvensional yang diizinkan membuka windows syariah harus memenuhi syarat sebagai berikut: 141  a. Sehat dan tidak diketemukan pelanggaran yang berarti pada pemeriksaan bank yang terakhir.  b. Memenuhi semua persyaratan dan ketentuan yang dibuat bank sentral. c. Rasio Kecukupan Modal/ Capital Adequacy Ratio (CAR) untuk bank domestik minimal 8% , sedang bank asing minimal 10%. d. Modal minimum RM 20 juta. 13 9  Hegazy, W, ibid. 140  Hamidi,  Jejak-jejak Ekonomi Syari ah, Jakarta, 2003, hal.117. 141  Ibid. Reulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007
49

Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

Jul 14, 2015

Download

Documents

Wawan Kurniawan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 1/4

 

73

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1.  Perbankan Syariah di Malaysia

4.1.1.  Regulasi Perbankan

Pemerintah Malaysia pada tahun 1983 telah mengeluarkan Islamic Banking Act (IBA)

atau Undang-Undang Perbankan Islam yang mengatur tentang praktik keuangan yang

dijalankan sesuai syariah.139

IBA 1983 memberikan kewenangan kepada Bank Sentral

Malaysia yaitu Bank Negara Malaysia untuk mengawasi dan membuat regulasi tentang

  perbankan islam. Pada tahun 1993, Bank Negara Malaysia mengeluarkan pedoman untuk 

Skema Bank Tanpa Bunga (  Interest-Free Banking Scheme/IFBS) atau lebih dikenal dengan

sebutan Skim Perbankan Tanpa Faedah (SPTF).

Tujuan dari SPTF adalah untuk menyebarluaskan dan meningkatkan jaringan bank-

  bank syariah dengan menggunakan prasarana bank-bank konvensional yang sudah mapan.

Untuk mendukung tujuan tersebut, bank sentral membuat ketentuan, petunjuk dan

 pengawasan atas pelaksanaan operasi windows syariah tersebut.140

 

Bank-bank konvensional yang diizinkan membuka windows syariah harus memenuhi syarat

sebagai berikut:141

 

a.  Sehat dan tidak diketemukan pelanggaran yang berarti pada pemeriksaan bank yang

terakhir.

 b.  Memenuhi semua persyaratan dan ketentuan yang dibuat bank sentral.

c.  Rasio Kecukupan Modal/Capital Adequacy Ratio (CAR) untuk bank domestik minimal

8% , sedang bank asing minimal 10%.

d.  Modal minimum RM 20 juta.

139 Hegazy, W, ibid. 

140Hamidi,  Jejak-jejak Ekonomi Syariah, Jakarta, 2003, hal.117.

141 Ibid.

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 2: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 2/4

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

74

e.  Memiliki staf yang terlatih dan bank tersebut bersedia menyelenggarakan program

 pelatihan perbankan syariah.

f.  Dalam proposal harus dicantumkan modus operandi, cabang yang akan ikut serta dalam

operasional syariah, rencana penghimpunan dana dan penyaluran dana, cara pemisahan

administrasi bank konvensional, aspek akuntansi, sarana dan peralatan, serta dokumen

administrasi.

Setelah bank sentral memberikan izin, bank konvensional tersebut segera membentuk 

Unit Perbankan Islam atau   Interest-free Banking Unit (IBU). IBU bertugas melaksanakan

operasi perbankan syariah dengan modal sebesar RM 1 juta yang dipisahkan dari modal bank 

konvensional. Hasil dari kebijakan ini, lebih kurang 40 bank konvensional Malaysia

menawarkan instrumen keuangan sesuai dengan kerangka IFBS.142

 

Pada tanggal 1 Desember 1998, Bank Negara (Bank Sentral) Malaysia mengeluarkan

  peraturan yang menyebutkan bahwa nama Perbankan Tanpa Faedah diganti dengan

Perbankan Islam. Peraturan itu juga menyebutkan bahwa Unit Perbankan Islam ( Islamic

 Banking Unit ) pada bank konvensional ditingkatkan perananannya menjadi Divisi Perbankan

Islam atau   Islamic Banking Division (IBD).143

Tanggung jawab IBD antara lain sebagai

 berikut:144

 

1.  Membuat strategi pengembangan operasional perbankan syariah di bank tersebut.

2. 

Menyusun kebijakan dan prosedur perbankan syariah untuk disetujui oleh manajemen.3.  Menjadi pusat layanan satu atap bagi semua kegiatan syariah, meliputi retail banking,

commercial banking, corporate banking, perdagangan, kegiatan treasury dan kegiatan

cabang. Kegiatan cabang meliputi pelayanan perbanakan, marketing,  processing,

 pengawasan cabang dan monitoring pembiayaan.

4.  Menjaga hubungan bisnis dengan bagian-bagian lain dari kegiatan konvensional dalam

 bank tersebut, terutama kegiatan yang sejenis.

5.  Bertanggung jawab atas pelaporan ke Bank Negara Malaysia.

6.  Menjaga kepatuhan dalam hal akuntansi, peraturan dan persyaratan dari bank sentral dan

 petunjuk bank sentral.

142 Hegazy, ibid.

143 Hamidi, ibid,hal. 118.

144 Ibid. 

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 3: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 3/4

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

75

Bank-bank syariah di Malaysia harus memiliki Dewan Pengawas Syariah yang disebut

dengan Shariah Advisory Council yang bertugas mengawasi produk pelayanan perbankan

agar sesuai prinsip-prinsip syariah.

4.1.2.  Produk dan Jasa Perbankan Syariah

Produk dan jasa yang ditawarkan perbankan syariah di Malaysia secara umum dibagi dalam 3

(tiga) kategori, yaitu:145

 

1.   Deposit Facilities

Ada 3 (tiga) macam produk penghimpunan dana yang disediakan oleh perbankan syariah

yaitu: (i) current accounts, (ii) savings accounts dan (iii) investment accounts yang dapat

dijalankan dengan beberapa prinsip syariah seperti   profit and loss sharing (bagi hasil),  free

services (jasa) dan ancillary principles (akad pelengkap). Prinsip profit and loss sharing yang

digunakan umumnya adalah mudharabah,  prinsip  free services dengan menggunakan qardul

hassan dan akad pelengkap dengan menggunakan wadi’ah.

2.  Financing Facilities

Sebagaimana halnya perbankan konvensional, perbankan syariah juga melakukan kegiatan

  pembiayaan yang dibutuhkan oleh nasabah. Prinsip bagi hasil yang dilakukan dengan

mudharabah dan musyarakah dipergunakan untuk membiayai modal kerja. Prinsip

murabahah dan bai bithaman ajil digunakan untuk membiayai pembelian aset tetap ( fixed assets), bahan-bahan mentah (raw materials) serta barang-barang dagangan (merchandises).

Sedangkan pembelian mesin dan alat-alat berat menggunakan prinsip ijarah dan ijarah wa

iqtina/ ijarah thumma al bai.

3.  Other Facilities

Fasilitas lain yang diberikan oleh perbankan syariah antara lain letters of credit, letters of 

guarantee, collection of bills, sale and purchase of foreign currencies, dan remittance

services. Dalam beberapa kasus, fasilitas seperti letters of guarantee, sale and purchase of 

  foreign currencies dan remittance services diberikan kepada nasabah dengan menggunakan

dasar komisi dan imbalan jasa. Kemudian letters of credit  dapat menggunakan prinsip

wakalah, murabahah serta musyarakah. 

145 Sudin Haron,  A Comparative Study of Islamic Banking Practices, Journal of King Abdul Aziz University:

Islamic Economics vol. 10, 1998, p. 23-50. 

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 4: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 4/4

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

76

4.1.3.  Prinsip-prinsip Dasar Perbankan Syariah

Prinsip syariah yang digunakan oleh bank islam di Malaysia dapat dibagi dalam 4 (empat)

kategori yaitu:146

 

1.  Profit and Loss Sharing (Bagi Hasil)

Prinsip yang dijalankan oleh perbankan islam di Malaysia antara lain prinsip mudharabah dan

musyarakah.

2.  Fee based 

Prinsip yang dijalankan oleh perbankan islam di Malaysia antara lain   Al-murabahah, Bai

bithaman ajil, Al-ijarah, Al-ijarah thumma al-bai, Al-wakalah, Al-kafalah, Al-hawalah dan

 Al-ujr. 

3.  Frees Services

Prinsip yang dijalankan oleh perbankan islam di Malaysia antara lain Al-qardhul hasan. 

4.   Ancillary Principles ( Akad Pelengkap)

Prinsip yang dijalankan oleh perbankan islam di Malaysia antara lain Ar-rahn dan Al-wadiah

 yad dhamanah. 

4.1.4.  Regulasi Perpajakan pada produk dan jasa perbankan syariah

Aspek perpajakan yang dianalisis dalam sub bab ini meliputi aspek pajak penghasilan dan

aspek pajak pertambahan nilai dengan menitikberatkan pada prinsip syariah di dalam  perbankan Islam yang meliputi wadi’ah, mudharabah, musyarakah, murabahah dan ijarah

serta prinsip syariah lainnya.

4.1.4.1.  Aspek Pajak Penghasilan

1.  Wadi’ah

Dalam pasal 2 ayat (7) Undang-Undang Pajak Penghasilan Malaysia (  Income Tax Act )

dijelaskan bahwa secara umum penghasilan yang diperoleh dan beban biaya dari instrumen

keuangan syariah dipersamakan perlakuannya dengan penghasilan bunga, yang dinyatakan

sebagai berikut:

“setiap ketentuan yang berlaku bagi peristilahan bunga yang digunakan dalamUndang-Undang ini secara mutatis mutandis berarti dan berlaku pula untuk 

  pendapatan (gains) dan keuntungan yang diterima ataupun biaya yang dikeluarkan,

 pada transaksi keuangan yang dilaksanakan berdasarkan prinsip syariah.”

146 Ibid.

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 5: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 5/4

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

77

Amandemen pada pasal definisi ini mempengaruhi perlakuan perpajakan pada pendapatan

 bank syariah yang diperoleh dari berbagai kegiatannya.

Sebelum maupun setelah amandemen ITA 1967 penerimaan dan keuntungan yang diperoleh

oleh bank syariah masuk dalam kategori ketentuan yang diatur dalam pasal 4 (a), namun

  pendapatan non operasional bank syariah sebelum amandemen dikategorikan untuk diatur 

dalam pasal 4 (f) setelah amandemen diatur dan masuk dalam kategori pasal 4 (c), sehingga

 perlakuan perpajakannya adalah dipersamakan dengan yang berlaku untuk penghasilan bunga

non operasional pada bank konvensional.

Dengan demikian, sesuai dengan pasal 4 huruf a   Income Tax Act , maka pendapatan yang

diterima oleh bank syariah yang berasal dari keuntungan pengelolaan dana wadi’ah akan

dikenakan pajak sebagaimana bunga yang diterima oleh perbankan konvensional.147

 

2.   Mudharabah

Dalam pasal 2 ayat (7) Undang-Undang Pajak Penghasilan Malaysia (  Income Tax Act )

dijelaskan bahwa secara umum penghasilan yang diperoleh dan beban biaya dari instrumen

keuangan syariah dipersamakan perlakuannya dengan penghasilan bunga, yang dinyatakan

sebagai berikut:

“setiap ketentuan yang berlaku bagi peristilahan bunga yang digunakan dalam

Undang-Undang ini secara mutatis mutandis berarti dan berlaku pula untuk   pendapatan (gains) dan keuntungan yang diterima ataupun biaya yang dikeluarkan,

 pada transaksi keuangan yang dilaksanakan berdasarkan prinsip syariah”.

Amandemen pada pasal definisi ini mempengaruhi perlakuan perpajakan pada pendapatan

 bank syariah yang diperoleh dari berbagai kegiatannya.

Sebelum maupun setelah amandemen ITA 1967 penerimaan dan keuntungan yang diperoleh

oleh bank syariah masuk dalam kategori ketentuan yang diatur dalam pasal 4 (a), namun

  pendapatan non operasional bank syariah sebelum amandemen dikategorikan untuk diatur 

dalam pasal 4 (f) setelah amandemen diatur dan masuk dalam kategori pasal 4 (c), sehingga

 perlakuan perpajakannya adalah dipersamakan dengan yang berlaku untuk penghasilan bunga

non operasional pada bank konvensional.

147 Hegazy, ibid. 

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 6: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 6/4

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

78

Dengan demikian, sesuai dengan pasal 4 huruf a   Income Tax Act , maka keuntungan yang

diterima oleh bank syariah yang berasal dari pembiayaan mudharabah akan dikenakan pajak 

sebagaimana bunga yang diterima oleh perbankan konvensional.148

 

3.   Musyarakah

Undang-Undang Pajak Penghasilan Malaysia (  Income Tax Act ) tidak memperlakukan

 partnership sebagai entitas pajak yang berdiri sendiri. Konsekuensinya, masing-masing

 partner akan melaporkan secara terpisah bagian mereka dari pendapatan  partnership. Bagian

 partner akan dihitung berdasarkan ketentuan pasal 55 ayat (5) ITA. Namun demikian, bank 

syariah dapat beralasan bahwa partnership yang dijalankan menggunakan instrumen

keuangan berdasarkan prinsip syariah, sehingga perlakuannya pun merujuk kepada pasal 2

ayat (7) ITA dimana keuntungan yang diterima oleh bank syariah yang berasal dari pembiayaan musyarakah akan dikenakan pajak sebagaimana bunga yang diterima oleh

 perbankan konvensional.149

 

4.   Murabahah

Dalam pasal 2 ayat (7) Undang-Undang Pajak Penghasilan Malaysia (  Income Tax Act )

dijelaskan bahwa secara umum penghasilan yang diperoleh dan beban biaya dari instrumen

keuangan syariah dipersamakan perlakuannya dengan penghasilan bunga, yang dinyatakan

sebagai berikut:

“setiap ketentuan yang berlaku bagi peristilahan bunga yang digunakan dalam

Undang-Undang ini secara mutatis mutandis berarti dan berlaku pula untuk 

  pendapatan (gains) dan keuntungan yang diterima ataupun biaya yang dikeluarkan, pada transaksi keuangan yang dilaksanakan berdasarkan prinsip syariah”.

Amandemen pada pasal definisi ini mempengaruhi perlakuan perpajakan pada pendapatan

 bank syariah yang diperoleh dari berbagai kegiatannya.

Sebelum maupun setelah amandemen ITA 1967 penerimaan dan keuntungan yang diperoleh

oleh bank syariah masuk dalam kategori ketentuan yang diatur dalam pasal 4 (a), namun  pendapatan non operasional bank syariah sebelum amandemen dikategorikan untuk diatur 

dalam pasal 4 (f) setelah amandemen diatur dan masuk dalam kategori pasal 4 (c), sehingga

148Ibid.

149 Ibid. 

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 7: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 7/4

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

79

 perlakuan perpajakannya adalah dipersamakan dengan yang berlaku untuk penghasilan bunga

non operasional pada bank konvensional.

Dengan demikian, sesuai dengan pasal 4 huruf a   Income Tax Act , maka keuntungan yang

diterima oleh bank syariah yang berasal dari pembiayaan murabahah akan dikenakan pajak 

sebagaimana bunga yang diterima oleh perbankan konvensional.150

 

5.  Salam

Dalam pasal 2 ayat (7) Undang-Undang Pajak Penghasilan Malaysia (  Income Tax Act )

dijelaskan bahwa secara umum penghasilan yang diperoleh dan beban biaya dari instrumen

keuangan syariah dipersamakan perlakuannya dengan penghasilan bunga, yang dinyatakan

sebagai berikut:

“setiap ketentuan yang berlaku bagi peristilahan bunga yang digunakan dalamUndang-Undang ini secara mutatis mutandis berarti dan berlaku pula untuk   pendapatan (gains) dan keuntungan yang diterima ataupun biaya yang dikeluarkan,

 pada transaksi keuangan yang dilaksanakan berdasarkan prinsip syariah”.

Amandemen pada pasal definisi ini mempengaruhi perlakuan perpajakan pada pendapatan

 bank syariah yang diperoleh dari berbagai kegiatannya.

Sebelum maupun setelah amandemen ITA 1967 penerimaan dan keuntungan yang diperoleh

oleh bank syariah masuk dalam kategori ketentuan yang diatur dalam pasal 4 (a), namun

  pendapatan non operasional bank syariah sebelum amandemen dikategorikan untuk diatur 

dalam pasal 4 (f) setelah amandemen diatur dan masuk dalam kategori pasal 4 (c), sehingga

 perlakuan perpajakannya adalah dipersamakan dengan yang berlaku untuk penghasilan bunga

non operasional pada bank konvensional.

Dengan demikian, sesuai dengan pasal 4 huruf a   Income Tax Act , maka keuntungan yang

diterima oleh bank syariah yang berasal dari pembiayaan salam akan dikenakan pajak 

sebagaimana bunga yang diterima oleh perbankan konvensional.151

 

6.   Istishna’Dalam pasal 2 ayat (7) Undang-Undang Pajak Penghasilan Malaysia (  Income Tax Act )

dijelaskan bahwa secara umum penghasilan yang diperoleh dan beban biaya dari instrumen

150 i bid.

151 ibid. 

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 8: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 8/49

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

80

keuangan syariah dipersamakan perlakuannya dengan penghasilan bunga, yang dinyatakan

sebagai berikut:

“setiap ketentuan yang berlaku bagi peristilahan bunga yang digunakan dalam

Undang-Undang ini secara mutatis mutandis berarti dan berlaku pula untuk 

  pendapatan (gains) dan keuntungan yang diterima ataupun biaya yang dikeluarkan, pada transaksi keuangan yang dilaksanakan berdasarkan prinsip syariah”.

Amandemen pada pasal definisi ini mempengaruhi perlakuan perpajakan pada pendapatan

 bank syariah yang diperoleh dari berbagai kegiatannya.

Sebelum maupun setelah amandemen ITA 1967 penerimaan dan keuntungan yang diperoleh

oleh bank syariah masuk dalam kategori ketentuan yang diatur dalam pasal 4 (a), namun

  pendapatan non operasional bank syariah sebelum amandemen dikategorikan untuk diatur 

dalam pasal 4 (f) setelah amandemen diatur dan masuk dalam kategori pasal 4 (c), sehingga

 perlakuan perpajakannya adalah dipersamakan dengan yang berlaku untuk penghasilan bunga

non operasional pada bank konvensional.

Dengan demikian, sesuai dengan pasal 4 huruf a   Income Tax Act , maka keuntungan yang

diterima oleh bank syariah yang berasal dari pembiayaan istishna’ akan dikenakan pajak 

sebagaimana bunga yang diterima oleh perbankan konvensional.152

 

7.   Ijarah dan Ijarah wa iqtina/Ijarah thumma al bai

Secara umum, penghasilan sewa yang diterima oleh orang pribadi maupun perusahaan

dikenakan pajak mengikuti ketentuan pasal 4 huruf d undang-Undang Pajak Penghasilan

Malaysia. Penghasilan sewa yang diterima oleh perusahaan yang menyewakan dikenakan

 pajak mengikuti ketentuan pasal 4 huruf a ITA sebagai penghasilan usaha (business income).

Sebelum amandemen pasal 2 ayat (7), penghasilan sewa yang diterima oleh lembaga

keuangan dikenakan pajak sebagai penghasilan di luar usaha (non-business income)

mengikuti ketentuan pasal 4 huruf d. Setelah amandemen pasal 2 ayat (7) ITA, maka

  penghasilan yang diterima maupun beban yang dikeluarkan oleh lembaga keuangan dari

transaksi ijarah maupun ijarah wa iqtina/ijarah thumma al bai’ akan dikenakan pajak 

mengikuti ketentuan pasal 4 huruf a dan dikategorikan sebagai penghasilan usaha (business

income).153

 

152 Ibid.

153 Ibid. 

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 9: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 9/4

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

81

8.  Wakalah, Kafalah, Hawalah, Rahn Qard  

Dalam pasal 2 ayat (7) Undang-Undang Pajak Penghasilan Malaysia (  Income Tax Act )

dijelaskan bahwa secara umum penghasilan yang diperoleh dan beban biaya dari instrumen

keuangan syariah dipersamakan perlakuannya dengan penghasilan bunga, yang dinyatakan

sebagai berikut:

“setiap ketentuan yang berlaku bagi peristilahan bunga yang digunakan dalamUndang-Undang ini secara mutatis mutandis berarti dan berlaku pula untuk 

  pendapatan (gains) dan keuntungan yang diterima ataupun biaya yang dikeluarkan,

 pada transaksi keuangan yang dilaksanakan berdasarkan prinsip syariah”.

Amandemen pada pasal definisi ini mempengaruhi perlakuan perpajakan pada pendapatan

 bank syariah yang diperoleh dari berbagai kegiatannya.

Sebelum maupun setelah amandemen ITA 1967 penerimaan dan keuntungan yang diperoleh

oleh bank syariah masuk dalam kategori ketentuan yang diatur dalam pasal 4 (a), namun

  pendapatan non operasional bank syariah sebelum amandemen dikategorikan untuk diatur 

dalam pasal 4 (f) setelah amandemen diatur dan masuk dalam kategori pasal 4 (c), sehingga

 perlakuan perpajakannya adalah dipersamakan dengan yang berlaku untuk penghasilan bunga

non operasional pada bank konvensional.

Dengan demikian, sesuai dengan pasal 4 huruf a   Income Tax Act , maka pendapatan yang

diterima oleh bank syariah yang berasal dari ujrah qard akan dikenakan pajak sebagaimana

 bunga yang diterima oleh perbankan konvensional.154 

4.1.4.2.  Aspek Pajak Pertambahan Nilai

Regulasi Perpajakan di Malaysia menggunakan istilah pajak tidak langsung, yang terdiri dari

sales tax dan service tax yang perlakuannya dipersamakan dengan Value Added Tax 

(VAT).155

 

Berdasarkan ketentuan Sales Tax Act (Undang-Undang Pajak Penjualan) dan Service Tax Act  

(Undang-Undang Pajak Jasa), kegiatan yang dilakukan oleh perbankan, termasuk perbankansyariah, tidak termasuk dalam jasa yang dikenakan pajak.

154 Ibid.

155 Pricewaterhouse Coopers, Corporate taxes 2002-2003, Worldwide Summaries, hal. 488. 

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 10: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 10/

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

82

Hal tersebut dipertegas dengan hasil wawancara penulis dengan otoritas perpajakan di

Malaysia156

yang menyatakan bahwa produk dan jasa yang dijalankan oleh perbankan syariah

tidak dikenakan pajak penjualan maupun pajak atas jasa.

4.1.5.   Equal Treatment Regulasi Perpajakan bagi produk dan jasa perbankan syariah

dengan produk dan jasa perbankan konvensional

4.1.5.1.  Aspek Pajak Penghasilan

Dalam pasal 2 ayat (7) Undang-Undang Pajak Penghasilan Malaysia (  Income Tax Act )

dijelaskan bahwa secara umum penghasilan yang diperoleh dan beban biaya dari instrumen

keuangan syariah dipersamakan perlakuannya dengan penghasilan bunga, yang dinyatakan

sebagai berikut:

“setiap ketentuan yang berlaku bagi peristilahan bunga yang digunakan dalam

Undang-Undang ini secara mutatis mutandis berarti dan berlaku pula untuk 

  pendapatan (gains) dan keuntungan yang diterima ataupun biaya yang dikeluarkan, pada transaksi keuangan yang dilaksanakan berdasarkan prinsip syariah”.

Amandemen pada pasal definisi ini mempengaruhi perlakuan perpajakan pada pendapatan

 bank syariah yang diperoleh dari berbagai kegiatannya.

Sebelum maupun setelah amandemen ITA 1967 penerimaan dan keuntungan yang diperoleh

oleh bank syariah masuk dalam kategori ketentuan yang diatur dalam pasal 4 (a), namun

  pendapatan non operasional bank syariah sebelum amandemen dikategorikan untuk diatur dalam pasal 4 (f) setelah amandemen diatur dan masuk dalam kategori pasal 4 (c), sehingga

 perlakuan perpajakannya adalah dipersamakan dengan yang berlaku untuk penghasilan bunga

non operasional pada bank konvensional.

Ketentuan tersebut memberikan penegasan bahwa Malaysia telah memberikan perlakuan

 perpajakan yang sama bagi produk dan jasa yang dijalankan oleh perbankan syariah dengan

 produk dan jasa perbankan konvensional.

4.1.5.2. 

Aspek Pajak Pertambahan NilaiKetentuan sales tax dan service tax di Malaysia tidak mengenakan pajak atas produk dan jasa

yang dijalankan oleh perbankan termasuk perbankan syariah. Hal ini berarti bahwa regulasi

156 Penulis melakukan wawancara lewat telepon dengan ibu Farida (salah satu pejabat di kantor pajak Malaysia),

yaitu Penolong Kanan Pengarah Kastam Cawangan Cukai Perkhidmatan Malaysia. 

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 11: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 11/

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

83

  perpajakan bagi produk dan jasa perbankan konvensional diberikan perlakuan yang sama

dengan produk dan jasa perbankan syariah.

4.1.6.  Pengaruh prinsip-prinsip syariah terhadap sejauhmana regulasi perbankan

mempengaruhi produk dan jasa perbankan syariah

Prinsip-prinsip syariah ditempatkan pada kedudukan yang tinggi di dalam   Islamic Banking

 Act 1983 dimana pasal 2 Undang-Undang tersebut menegaskan bahwa:

“Islamic banking business” means banking business whose aims and operations do

not involve any element which is not approved by the Religion of Islam.

Ini berarti bahwa usaha perbankan Islam adalah usaha perbankan yang tujuan dan operasinya

tidak melibatkan unsur yang tidak disetujui oleh agama Islam.157

 

Dengan demikian dapat diartikan bahwa produk dan jasa yang dijalankan oleh perbankan

Islam harus seusai dengan prinsip-prinsip syariah sebagaimana yang diatur dalam regulasi

 perbankan.

4.1.7.  Pengaruh regulasi perpajakan terhadap sejauhmana produk dan jasa perbankan

syariah mempengaruhi equal treatment regulasi perpajakan bagi produk dan

 jasa perbankan syariah dengan produk dan jasa perbankan konvensional

Sejalan dengan kemajuan yang dicapai dalam pengembangan perbankan dan lembaga

keuangan syariah, pemerintah dan penyusun perundang-undangan Negara Malaysia telah

melakukan sejumlah penyempurnaan perundang-undangan dan peraturan untuk 

mengakomodir kebutuhan lembaga keuangan syariah.158

 

Amandemen yang dilakukan oleh Malaysia atas sejumlah regulasi perpajakannya159

pada

dasarnya bertujuan untuk menghindari terjadinya diskriminasi penerapan  ketentuan

157 Utusan Malaysia On-Line, Pematuhan Syariah dalam perbankan Islam, 23 April 2007, http://www.ibfim.com/

158 Bank Indonesia, Direktorat Perbankan Syariah, ibid.

159 Undang-Undang Perpajakan yang disempurnakan yaitu:: (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan (the Income

Tax Act /ITA) Tahun 1967, (2) Undang-Undang Bea Materai (the Stamp Duty Act /SDA) Tahun 1949 dan (3)Undang-Undang Bea Pengambilalihan Aset Properti (the Real Property Gains Tax/RPGT) Tahun 1976.

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 12: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 12/

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

84

 perpajakan antara instrumen keuangan konvensional/produk dan jasa perbankan konvensional

dengan instrumen keuangan syariah/produk dan jasa perbankan syariah.160

 

4.2.  Perbankan Syariah di Indonesia

4.2.1.  Regulasi Perbankan

Eksistensi Bank Islam secara hukum positif dimungkinkan pertama kali di Indonesia

melalui Pasal 6 huruf m serta Pasal 13 huruf c Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan (UUPI).161

 

Pada tahun 1998 dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, eksistensi bank 

syariah semakin kuat karena terdapat pasal-pasal dalam undang-undang tersebut yang

menambah atau mengadakan perubahan yang menguatkan posisi bank syariah secara

yuridis.162

 

Menurut ketentuan Pasal 1 butir 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 disebutkan

“Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau

  berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas

  pembayaran”. Adapun yang dimaksud dengan prinsip syariah di dalam Pasal 1 butir 13

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 ditentukan sebagai berikut : “Prinsip syariah adalah

aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanandana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai

dengan syariat antara lain, pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah),

  pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang

dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan

  prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan

kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).

Perubahan dalam pasal-pasal Undang-Undang tersebut juga membolehkan bank-bank 

konvensional untuk beralih menjadi bank syariah atau membuka Kantor Cabang syariah

(sistem   Islamic Full Branch). Bank umum, berdasarkan Undang-Undang tersebut

160 Hegazy, W. ibid. 161Umar Farouk, Peri, Sejarah Perkembangan hukum Perbankan Islam di Indonesia, http://omperi.wikidot.

com/sejarah-hukum-perbankan-syariah-di-indonesia.

162 Ibid. 

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 13: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 13/

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

85

diperbolehkan menjalankan dual banking system, yaitu beroperasi secara konvensional dan

syariah sekaligus, sepanjang penatausahaan dan pengelolaan itu dilakukan secara terpisah.

Dalam operasionalnya bank umum tersebut membentuk cabang syariah dan unit usaha syariah

di Kantor Pusatnya. Unit Usaha Syariah ini bertindak sebagai kantor pusat dari kantor-kantor 

cabang yang berdasarkan prinsip syariah tersebut.ini diperlukan karena cara kerja kantor 

cabang syariah berbeda dengan kantor cabang konvensional, dan dimaksudkan untuk 

menjamin adanya pemisahan secara tegas administrasi kantor cabang syariah dari kantor 

konvensional.163

Bank umum syariah dan bank umum konvensional yang memiliki kantor 

cabang syariah wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah, yang akan mengawasi pelaksanaan

 prinsip syariah dalam pelayanan jasa perbankan yang bersangkutan.164

Pengangkatan anggota

Dewan Pengawas Syariah wajib mendapatkan persetujuan dari Majelis Ulama Indonesia.

Tugas Unit Usaha Syariah adalah sebagai berikut :165 

a.  Mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan kantor-kantor cabang syariah

 b.  Menempatkan dan mengelola dana yang bersumber dari kantor cabang syariah

c.  Menerima dan menatausahakan laporan keuangan dari kantor cabang syariah.

d.  Melakukan kegiatan lain sebagai kantor induk dari kantor cabang syariah.

Untuk memperluas jaringan kantor bank syariah, dalam Undang-Undang Perbankan Nomor 

10 Tahun 1998 dimungkinkan diselenggarakannya “syariah windows” pada kantor bank 

umum konvensional.

Dengan diberlakukannya Undang-Undang No 10 tahun 1998, maka landasan hukum bank 

syariah telah cukup jelas dan kuat baik dari segi kelembagaannya maupun landasan

operasionalnya. Semakin kokoh lagi setelah didukung Undang-Undang No 23 tahun 1999

tentang Bank Indonesia (BI), yang menyatakan bahwa BI dapat menerapkan kebijakan

moneter berdasarkan prinsip-prinsip syariah.166

 

163 Hamidi, ibid, hal. 115.

164 Ibid.

165 Ibid.

166 Mulya E Siregar dan Nasirwan, Tantangan Perbankan Syariah, 16 Januari 2007, http://shariahlife.wordpress.

com/ 2007/01/16/tantangan-perbankan-syariah/

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 14: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 14/

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

86

Penerbitan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 9/7/PBI/2007 tanggal 4 Mei 2007 tentang

Perubahan Atas Peraturan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional Menjadi Bank Umum

yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah dan Pembukaan Kantor 

Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Umum

Konvensional memperluas cakupan wilayah layanan transaksi perbankan syariah.167

 

Sebelumnya, penerapan Layanan Syariah (LS)/Office Channeling (OC) hanya diperbolehkan

 bila unit usaha syariah (UUS) suatu bank konvensional memiliki kantor cabang syariah (KSC)

di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia (KBI) yang sama. Setelah penyempurnaan, UUS

dapat menerapkan LS/OC di seluruh kantor cabang dan cabang pembantu bank induk 

konvensionalnya pada propinsi yang sama atau wilayah kerja KBI yang sama (mana yang

lebih luas).

4.2.2.  Produk dan Jasa Perbankan Syariah

Pada dasarnya produk yang ditawarkan oleh perbankan syariah di Indonesia dapat dibagi

dalam 3 (tiga) bagian besar, yaitu :168

Produk Penyaluran Dana (Financing), Produk 

Penghimpunan Dana (Funding) dan Produk yang berkaitan dengan Jasa (Service).

1.  Produk Penyaluran Dana ( Financing)

Dalam menyalurkan dana pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah

  pada perbankan syariah di Indonesia terbagi ke dalam 3 (tiga) kategori yang dibedakan

 berdasarkan tujuan penggunaannya yaitu:169

 

a.  Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip

 jual beli.

 b.  Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip

sewa.

c.  Transaksi pembiayaan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus

 barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil.

167 Bank Indonesia, Direktorat Perencanaan Strategis Dan Hubungan Masyarakat, Penyempurnaan Ketentuan

Pengembangan Jaringan Bank Syariah No. 9/ 17 /PSHM/Humas, 4 Mei 2007.

168 Karim, ibid, hal. 97.

169 ibid.

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 15: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 15/

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

87

Pada kategori pertama dan kedua, tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan

menjadi bagian harga atas barang atau jasa yang dijual.170

Produk yang termasuk dalam

kelompok ini adalah produk yang menggunakan prinsip jual-beli seperti murabahah, salam,

dan istishna’ serta produk yang menggunakan prinsip sewa yaitu ijarah serta ijarah

muntahhiyah bittamlik  (sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan).  Sedangkan

  pada kategori ketiga, tingkat keuntungan bank ditentukan dari besarnya keuntungan usaha

sesuai dengan prinsip bagi hasil. Pada produk bagi hasil keuntungan ditentukan oleh nisbah

 bagi hasil yang disepakati di muka.171

Produk perbankan yang termasuk ke dalam kelompok 

ini adalah musyarakah dan mudharabah.

2.  Produk Penghimpunan Dana ( Funding)

Penghimpunan dana di bank syariah dapat berbentuk giro, tabungan dan deposito.172 Salah

satu prinsip syariah yang digunakan bank syariah dalam memobilisasi dana adalah dengan

menggunakan prinsip titipan. Adapun akad  yang sesuai dengan prinsip ini adalah al

wadi’ah.173

Prinsip wadi’ah yang diterapkan adalah wadi’ah yad dhamanah yang diterapkan

 pada produk rekening giro.174

Prinsip lain yang digunakan adalah prinsip investasi. Akad yang

sesuai dengan prinsip ini adalah mudharabah.175

Prinsip mudharabah ini diaplikasikan pada

 produk tabungan berjangka dan deposito berjangka.176

 

3.  Produk yang berkaitan dengan Jasa (Service)

170 Menurut Karim, akad  jual beli dan sewa termasuk ke dalam natural certainty contracts (NCC), karena itutingkat return-nya dapat diprediksi dengan relatif pasti ( fixed and predetermined ), baik jumlah (amount ) maupun

waktu (timing) cash flow-nya.171 Menurut Karim, akad bagi hasil/investasi termasuk ke dalam natural uncertainty contracts (NUC), karena itutingkat return-nya tidak dapat dipredksi dengan relatif pasti (not fixed and not predetermined ), baik jumlah

(amount ) maupun waktu (timing) cash flow-nya. Dengan demikian, untung-rugi dinikmati bersama.

172

Karim, ibid, hal. 107.

173 Syafi’i Antonio, ibid, hal. 148.

174 Karim, ibid.

175 Syafi’i Antonio, ibid, hal. 150.

176 Karim, ibid, hal. 109.

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 16: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 16/

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

88

Beberapa produk yang ditawarkan oleh bank syariah sesuai dengan prinsip jasa antara lain:177

 

(i) al wakalah, aplikasinya dalam perbankan berupa letter of credit , (ii) al kafalah, aplikasinya

dalam perbankan berupa jasa bank garansi, (iii) al hawalah, aplikasinya dalam perbankan

 berupa jasa anjak piutang, (iv) ar rahn, aplikasinya dalam perbankan berupa jasa gadai, serta

(v) al qard , dalam bentuk  soft and benevolent loan. Produk-produk tersebut juga dapat

  berfungsi sebagai akad  pelengkap yang ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan

 pembiayaan.178

 

4.2.3.  Prinsip-prinsip Dasar Perbankan Syariah

Prinsip-prinsip dasar perbankan syariah yang dijalankan di Indonesia terdiri dari 5 (lima)

 bagian179

, yaitu : (i) prinsip titipan atau simpanan (depository/al wadi’ah), (ii) prinsip bagi

hasil (  profit and loss sharing), (iii) prinsip jual beli (sale and purchase), (iv) prinsip sewa

(lease) serta (v) prinsip jasa ( fee-based service).

1.  Prinsip titipan/simpanan

Dalam tradisi  fiqh Islam, prinsip titipan atau simpanan dikenal dengan prinsip al-

wadi’ah. Al-wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik 

individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip

menghendaki.180

Secara umum terdapat 2 (dua) jenis wadi’ah, yaitu wadi’ah yad-dhamanah

dan wadi’ah yad-amanah.

181

  Wadi’ah yad-dhamanah adalah titipan yang selama belumdikembalikan kepada penitip dapat dimanfaatkan oleh penerima titipan. Apabila dari hasil

 pemanfaatan tersebut diperoleh keuntungan maka seluruhnya menjadi hak penerima titipan.

Sedangkan wadi’ah yad-amanah, penerima titipan tidak boleh memanfaatkan barang titipan

tersebut sampai diambil kembali oleh penitip.

Skema wadi’ah yad amanah dapat digambarkan sebagai berikut:182

 

177

 Syafi’i Antonio, ibid, hal. 120-134. 178 Karim, ibid, hal. 105.

179 Syafi’i Antonio, ibid, hal., hal.83.

180 Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, dalam Syafi’i Antonio, ibid, hal.85.

181Syafi’i Antonio, ibid hal.148.

182 Ibid hal.87. 

1)  Titip Barang

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 17: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 17/

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

89

Gambar 4.1

Sedangkan pada wadi’ah yad dhamanah, semua keuntungan yang dihasilkan dari dana

titipan tersebut menjadi milik bank (demikian juga bank adalah penanggung seluruh

kemungkinan kerugian). Sebagai imbalan, nasabah mendapat jaminan keamanan terhadap

hartanya, demikian juga fasilitas-fasilitas giro lainnya. Selain itu, bank dapat memberikan

  bonus kepada penitip dari hasil pemanfaatan barang/uang titipan, namun tidak boleh

diperjanjikan sebelumnya dan besarnya tergantung pada kebijakan penerima titipan.183

 

Skema wadi’ah yad dhamanah dapat digambarkan sebagai berikut:184 

Gambar 4.2.

2.  Kegiatan dengan Prinsip Bagi Hasil

a.   Mudharabah

 Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul

maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.185

 

183 Ibid.

184 Ibid hal.88.

 Nasabah

(Penitip)

Bank 

(Penyimpan)

2)  Bebankan biaya peniitipan

 Nasabah

(Penitip)

Bank 

(Penyimpan)

Users of Fund 

(Dunia Usaha)

1) Titip Dana

2) Pemanfaatan

Dana3) Bagi Hasil

4) Beri Bonus

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 18: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 18/4

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

90

Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam

kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan

akibat kelalaian pengelola.186

 

Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian pengelola, pengelola

harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.187

 

Skema mudharabah (bank bertindak sebagai pemilik dana) dapat digambarkan sebagai

 berikut:188

 

Gambar 4.3

Secara umum, mudharabah terbagi menjadi 2 (dua) jenis,189

yaitu mudharabah muthlaqah 

(investasi tidak terikat) dan mudharabah muqayyadah (investasi terikat).  Mudharabah

muthlaqah adalah mudharabah yang pemilik dananya memberikan kebebasan kepada

185 Ibid, hal. 95.

186 Ibid.187 ibid.

188 ibid, hal. 98.

189 ibid, hal. 97.

 Nasabah

( Mudharib)

Bank 

(Shahibul Maal)

PROYEK / USAHA

PEMBAGIAN

KEUNTUNGAN

MODAL

PERJANJIAN

BAGI HASIL

Pengambilan

Modal Pokok

 Nisbah

X %

 Nisbah

Y %

Modal

100 %

KEAHLIAN/

KETRAMPILAN

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 19: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 19/

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

91

  pengelola dana dalam pengelolaan investasinya.  Mudharabah muqayyadah adalah

mudharabah yang pemilik dananya memberikan batasan kepada pengelola dana mengenai

tempat, cara dan obyek investasi.

Skema mudharabah mutlaqah dapat digambarkan sebagai berikut:190

 

Gambar 4.4

Special investment melalui mudharabah muqayyadah dapat digambarkan sebagai berikut:191

 

Gambar 4.5

b.   Musyarakah

 Musyarakah adalah akad  kerja sama antara 2 (dua) pihak atau lebih untuk suatu usaha

tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan

 bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.192

Dalam

190 i bid, hal. 151. 191 i bid, hal. 152.

192 Bidayatul Mujtahid II, dalam Syafi’i Antonio, ibid, hal. 90.

Penabung/

Deposan

Dunia

UsahaBANK 

1   Titi dana2)  Pemanfaat

3)  Pemanfaat

dana

4)  Bagi Hasil

SPECIAL

Project 

BANK 

 Mudharib

(Pengelola)

INVESTOR 

Shahibul Maal 

( pemilik modal)

1)  Proyek tertentu

2)  Hubungi

Investor 

3)  Invest

Dana

4)  Penyaluran Dana

5)  Bagi Hasil

6)  Bagi

Hasil

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 20: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 20/

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

92

musyarakah, mitra dan bank sama-sama menyediakan modal untuk membiayai suatu proyek 

usaha. Setelah proyek selesai, mitra dapat mengembalikan modal tersebut berikut bagi hasil

yang telah disepakati secara bertahap atau sekaligus kepada bank.193

 

Skema musyarakah dapat digambarkan sebagai berikut :194

 

Gambar 4.6

3.  Kegiatan dengan prinsip jual beli

a.   Murabahah

 Murabahah berasal dari kata ribhu (keuntungan) adalah transaksi jual-beli di mana bank 

menyebut jumlah keuntungannya.195

Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah

sebagai pembeli. Dalam murabahah, penjual harus memberi tahu harga produk yang ia beli

dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya.196

  Kedua pihak harus

193 Syafi’i Antonio, ibid, hal. 93. 194 ibid, hal. 94.

195 Karim, ibid, hal.98.

196 Syafi’i Antonio, ibid, hal. 101.

 Nasabah

Parsial:

 Asset Value

Bank Syariah

Parsial

Pembiayaan

Bagi hasil keuntungan sesuai

 porsi kontribusi modal

(nisbah)

Keuntungan

PROYEK USAHA

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 21: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 21/

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

93

menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad  

 jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad .197

 Pembayaran

murabahah dapat dilakukan secara tunai atau cicilan.198

Selain itu, dalam murabahah  juga

diperkenankan adanya perbedaan dalam harga barang untuk pembayaran yang berbeda.

Dengan mengacu pada ketentuan dalam Pasal 1 angka 13 Undang-undang Nomor 7 Tahun

1992 tentang Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun

1998, dan fatwa Dewan Syariah Majelis Ulama Indonesia tentang  Murabahah,199

dinyatakan

 bahwa transaksi murabahah merupakan salah satu produk perbankan syariah yang dilakukan

 berdasarkan prinsip jual beli dengan memperoleh keuntungan.

Di dalam fatwa tersebut, Dewan Syariah menambahkan bahwa dalam rangka transaksi

murabahah ini bank syariah membeli barang dari pihak ketiga atas nama bank syariah itu

sendiri. Di samping itu, bank syariah juga dapat mewakilkan kepada nasabah untuk membeli

  barang dari pihak ketiga, sepanjang akad  jual beli murabahah antara bank syariah dengan

nasabah harus dilakukan setelah barang yang di-murabahah-kan tersebut secara prinsip

menjadi milik bank syariah.

Skema murabahah dapat digambarkan sebagai berikut:200

 

Gambar 4.7

197 Karim, ibid. 198 Ibid.

199 Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No.04/DSN-MUI/IV/2000 tanggal 1 April 2000 tentang Murabahah

200 Syafi’i Antonio, ibid, hal. 107.

BANK NASABAH

SUPPLIER

PENJUAL

1)   Negosiasi &

Persyaratan

2)  Akad Jual Beli

3)  Beli Barang 4) Kirim

5)  Terima

Barang &

Dokumen

6)  Bayar 

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 22: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 22/

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

94

b.  Salam

Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada.201

 

Oleh karena itu barang diserahkan secara tangguh sedangkan pembayaran dilakukan tunai.

Bank bertindak sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. Sekilas transaksi ini

mirip jual beli ijon, namun dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga, dan waktu

 penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.

Harga jual yang ditetapkan bank adalah harga beli bank dari nasabah ditambah

keuntungan. Dalam hal bank menjualnya secara tunai biasanya disebut pembiayaan talangan

(bridenganing financing). Sedangkan dalam hal bank menjualnya secara cicilan, kedua pihak 

harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam

akad  jual-beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad .

Umumnya transaksi ini diterapkan dalam pembiayaan barang yang belum ada seperti

  pembelian komoditi pertanian oleh bank untuk kemudian dijual kembali secara tunai atau

secara cicilan.

Mengingat bank tidak menjadikan barang yang dibeli atau dipesannya sebagai

 persediaan (inventory), maka dimungkinkan bagi bank untuk melakukan akad  salam kepada

 pihak ketiga (pembeli kedua) seperti bulog, pedagang pasar induk atau rekanan. Mekanisme

seperti ini disebut dengan paralel salam.202

 

Skema salam dapat digambarkan sebagai berikut:

203

 Produsen ditunjuk oleh Bank 

201 Karim, ibid, hal.99.202 Ibid, hal. 100.

203 Syafi’i Antonio, ibid, hal. 107. 

PRODUSEN

PENJUAL NASABAH

BANK 

1)   Negosiasi Pesanan

dengan Kriteria2)  Pemesanan Barang

 Nasabah & Bayar 

Tunai

3)  Kirim

4)  Kirim Pesanan

5)  Bayar 

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 23: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 23/

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

95

Gambar 4.8

c.   Istishna’

 Istishna’ adalah akad  jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu

dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli) dan

  penjual (pembuat).204

Berdasarkan akad  tersebut, pembeli menugaskan produsen untuk 

membuat atau mengadakan barang pesanan sesuai spesifikasi yang diisyaratkan pembeli dan

menjualnya dengan harga yang disepakati. Cara pembayaran dapat berupa pembayaran di

muka, cicilan atau ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu.

Dalam sebuah kontrak  istishna’, bisa saja pembeli mengijinkan subkontraktor untuk 

melaksanakan kontrak tersebut. Dengan demikian, pembuat dapat membuat kontrak  istishna’ 

kedua untuk memenuhi kewajibannya pada kontrak pertama. Kontrak baru ini dikenal sebagai

istishna’ paralel.205 

Skema istishna’ dapat digambarkan sebagai berikut:206

 

Gambar 4.9

4.  Kegiatan dengan prinsip sewa

 Ijarah adalah akad  pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui upah sewa, tanpa

diiuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.207

. Sementara itu, ijarah

muntahiyah bittamlik adalah sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih

204Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No.06/DSN-MUI/IV/2000 tentang jual beliistishna’.

205 Syafi’i Antonio, ibid, hal. 115.

206 Ibid.

207 Muhammad Rawas Qal’aji, dalam Syafi’i Antonio, ibid, hal. 117.

 NASABAH

KONSUMEN

PEMBELI

PRODUSEN

PEMBUAT

BANK 

PENJUAL

1) Pesan

2)  Beli3)  Jual

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 24: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 24/

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

96

tepatnya akad  sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan si penyewa. Sifat

 pemindahan kepemilikan ini pula yang membedakan dengan ijarah biasa.208

 

Skema Ijarah dapat digambarkan sebagai berikut:209

 

Gambar 4.10

5.  Kegiatan dengan prinsip jasa

a.  Wakalah 

Wakalah adalah akad  perwakilan antara 2 (dua) pihak dimana pihak pertama mewakilkan

suatu urusan kepada pihak kedua untuk bertindak atas nama pihak pertama.210

 

Dalam aplikasinya pada perbankan syariah, wakalah biasanya diterapkan untuk penerbitan

 Letter of Credit (L/C) atau penerusan permintaan akan barang dalam negeri dari bank di luar 

negeri (L/C ekspor).Skema Wakalah dapat digambarkan sebagai berikut:

211 

208 Syafi’i Antonio, ibid, hal. 118. 209 Ibid, hal. 119.

210 Zainul Arifin, ibid, hal. 28.

211 Syafi’i Antonio, ibid, hal. 123. 

PENJUAL

SUPPLIER 

OBJEK 

SEWA  NASABAH

BANK 

1)  Pesan

Objek Sewa

2)  Beli Objek 

Sewa

3)  Sewa

Beli

B. Milik 

A. Milik 

 NASABAH

 MUWAKIL 

INVESTOR 

 MUWAKIL 

BANK 

WAKIL 

•   Agency

•   Administration

•  Collection

•  Payment 

•  Co Arranger 

TAUKIL

Kontrak + Fee 

Kontrak + Fee 

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 25: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 25/

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

97

Gambar 4.11

b.  Kafalah 

Kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga

untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung.212

Prinsip ini dalam

 perbankan syariah diterapkan dalam penerbitan bank garansi.

Skema Kafalah dapat digambarkan sebagai berikut:213

 

Gambar 4.12

 c.   Hawalah 

 Hawalah adalah akad pemindahan utang/piutang suatu pihak kepada pihak lain. Dalam hal ini

ada 3 (tiga) pihak, yaitu pihak yang berutang (muhil atau madin), pihak yang memberi utang

(muhal atau da’in) dan pihak yang menerima pemindahan (muhal’alaih).

214

 Prinsip ini dalam perbankan syariah diterapkan dalam jasa anjak piutang ( factoring).

Skema Hawalah dapat digambarkan sebagai berikut:215

 

212 Ibid.

213 Ibid, hal. 125.

214 Zainul Arifin, ibid, hal. 29.

215 Syafi’i Antonio, ibid, hal. 128. 

PENANGGUNG

(Lembaga Keuangan)

DITANGGUNG

(Nasabah)

TERTANGGUNG

(Jasa/Objek) 

 MUHAL ‘ALAIH  

(FACTOR / BANK)

 MUHIL

(PENYUPLAI)

 MUHAL

(PEMBELI)

2)   Invoice

3)  Bayar 4)  Tagih

5)  Bayar 

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 26: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 26/

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

98

Gambar 4.13

d.   Rahn 

 Rahn adalah akad menggadaikan barang dari satu pihak kepada pihak lainnya, dengan utang

sebagai gantinya.216

Prinsip ini dalam perbankan syariah diterapkan dalam jasa gadai.

Skema Rahn dapat digambarkan sebagai berikut:217

 

Gambar 4.14

e.  Qard  

Qard  adalah meminjamkan harta kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan. Dalam

literatur   fiqh, qard dikategorikan sebagai aqd tathawwu’, yaitu akad  saling membantu dan

 bukan transaksi komersial.218

 

Dalam qard, bank syariah tidak mewajibkan nasabah untuk memberikan imbalan sehubungan

dengan dana yang dipinjamkan karena sifatnya untuk membantu. Namun tidak menutup

kemungkinan bank memperoleh imbalan berupa bonus yang sepenuhnya merupakan hak bagi

yang diberi pinjaman (nasabah) untuk memberikan imbalan tersebut atau tidak.

216 Zainul Arifin, ibid, hal. 27.

217 Syafi’i Antonio, ibid, hal. 131.

218 Zainul Arifin, ibid, hal. 25.

1) Su lai Baran

Pembiayaan

Jaminan

Bank   Nasabah

1)  a

1)   b Titipan / Gadai

1)  c

2)  Permohonan Pembiayaan

3)   Akad Pembiayaan

5)  Utang + Mark Up 

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 27: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 27/

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

99

Skema Qard dapat digambarkan sebagai berikut:219

 

Gambar 4.15

4.2.4.  Regulasi Perpajakan pada produk dan jasa perbankan syariah

Aspek perpajakan yang dianalisis dalam sub bab ini meliputi aspek pajak penghasilan

dan aspek pajak pertambahan nilai dengan menitikberatkan pada karakteristik dari prinsip

operasional yang dijalankan oleh perbankan syariah yang meliputi: kegiatan dengan prinsip

titipan (wadi’ah), kegiatan dengan prinsip jual beli (murabahah, salam dan istishna’),

kegiatan dengan prinsip bagi hasil (mudharabah dan musyarakah), kegiatan dengan prinsip

sewa (ijarah dan ijarah muntahiyah bit tamlik ) serta kegiatan dengan prinsip jasa (wakalah,

hawalah, kafalah, rahn, qard ).

4.2.4.1.  Aspek Pajak Penghasilan (PPh)

1.  Kegiatan dengan prinsip titipan/simpanan

Bonus yang diberikan oleh bank syariah atas dana nasabah yang disimpan (dititipkan)

dianggap sebagai imbalan sehubungan dengan pengembalian hutang. Imbalan sehubungan

dengan pengembalian hutang tersebut diidentikkan dengan bunga pada perbankan

konvensional.220

Dengan demikian, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun

219 Ibid, hal. 134.

220 Pasal 4 ayat (1) huruf f UU PPh.

  NASABAH

PROYEK USAHA

KEUNTUNGAN

PERJANJIAN

QARD 

Kembali

Modal

TENAGA

KERJA

MODAL

100%

100%

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 28: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 28/4

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

100

2000221

yang mulai berlaku 1 januari 2001, penghasilan bunga deposito/tabungan/diskonto

SBI dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 20% dari nilai bruto.

2.  Kegiatan dengan Prinsip Bagi Hasil

a.   Mudharabah

1)  Dalam hal Bank sebagai pemilik dana:

Pembiayaan yang diberikan oleh bank dapat dianggap sebagai pemberian pinjaman kepada

nasabah.222

Penghasilan yang diterima oleh bank dapat dipersamakan sebagai imbalan

sehubungan dengan pengembalian pembiayaan/pinjaman (termasuk dalam pengertian

 bunga).223

Oleh karena itu, sesuai dengan Pasal 23 ayat (4) Undang-Undang PPh, penghasilan

yang terutang atau dibayarkan kepada bank dari akad pembiayaan mudharabah dikecualikan

dari pemotongan PPh Pasal 23.

2)  Dalam hal Bank sebagai pengelola dana:

Bagi hasil yang berasal dari tabungan dan deposito tersebut diidentikkan dengan bunga pada

 perbankan konvensional. Dengan demikian, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 131

tahun 2000 yang mulai berlaku 1 januari 2001, penghasilan bunga deposito/tabungan/diskonto

SBI dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 20% dari nilai bruto.

b.   Musyarakah

1)   Musyarakah identik dengan joint operation 

Di dalam perpajakan, kegiatan musyarakah ini identik dengan joint operation (JO) yang tidak 

mengakibatkan munculnya entitas bisnis tersendiri.224

Penghasilan yang diterima suatu  joint 

operation sebenarnya merupakan penghasilan para anggota yang besarnya bagian masing-

masing ditentukan sesuai perjanjian pembentukan   joint operation, sehingga pengenaan PPh

Badannya dilakukan atas masing-masing anggota joint operation.

2)  Pemotongan PPh Pasal 23 atas kegiatan joint operation.225

 

221 Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 tentang PPh Final atas Bunga Deposito/Tabungan. 

222 Budi Susanto, Aspek Perpajakan Transaksi Keuangan Syariah, artikel yang tidak dipublikasikan.

223 Ibid.

224 Bank Indonesia, Direktorat Perbankan Syariah, ibid.

225 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-44/PJ./1994 tanggal 24 Oktober 1994 tentang Pemecahan

Bukti Pemotongan PPh Pasal 23.

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 29: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 29/

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

101

Apabila telah dilakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas nama JO, JO mengajukan permohonan

 pemecahan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat JO

terdaftar/berkedudukan dengan dilampiri fotocopy dokumen pendirian JO.

Apabila belum dilakukan pemotongan PPh Pasal 23;

a.  JO mengajukan permohonan pemecahan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada

 pemberi hasil dengan dilampiri fotocopy dokumen pendirian JO.

 b.  Pada waktu dilakukan pemotongan, pemberi hasil membuat Bukti Pemotongan PPh

Pasal 23 atas nama JO qq (NPWP anggota) dengan jumlah pajak sebesar bagian

masing-masing.

c.  Bukti pemotongan PPh Pasal 23 disampaikan untuk para anggota JO.

Prinsip umum, sesuai Pasal 23 ayat (4) Undang-Undang PPh, penghasilan yang dibayar/

terutang kepada bank dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 23 atau PPh yang bersifat

final, sehingga penghasilan yang diterima oleh bank dari akad  pembiayaan musyarakah

dikecualikan dari pengenaan PPh Pasal 23.

3.  Kegiatan dengan prinsip jual beli

a.   Murabahah

Pembiayaan murabahah dapat dipersamakan dengan pembiayaan pembelian barang yang

dilakukan oleh perbankan/lembaga keuangan konvensional.226

 

Penghasilan yang diperoleh perbankan syariah pada dasarnya dapat dianggap sebagai imbalan

atas fasilitas pembiayaan dengan pembayaran tunda (hutang). Imbalan sehubungan dengan

 pengembalian hutang termasuk dalam kategori penghasilan berupa bunga.227

 

Penghasilan yang dibayar/terutang kepada bank dari akad  pembiayaan murabahah sesuai

Pasal 23 ayat (4) Undang-Undang PPh dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 23 atau PPh

yang bersifat final.

b.  Salam

Padanan transaksi salam yang dilakukan oleh lembaga keuangan konvensional sulit

ditemukan. Keuntungan yang diperoleh merupakan selisih antara harga yang diterima oleh

226Budi Susanto, ibid.

227 Ibid. 

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 30: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 30/

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

102

 bank syariah pada transaksi salam yang pertama dengan harga yang dibayar oleh bank syariah

 pada transaksi salam yang kedua (Salam Paralel).

Dengan mendasarkan pada hal tersebut, marjin keuntungan dari transaksi jual beli (salam)

termasuk laba usaha dan sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) huruf c Undang-Undang PPh maka

 penghasilan yang diterima merupakan objek PPh dan harus dilaporkan dalam SPT Tahunan

PPh Badan.

Kemudian sesuai dengan Pasal 23 ayat (4) Undang-Undang PPh, penghasilan yang

dibayar/terutang kepada bank dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 23 atau PPh yang

  bersifat final, sehingga keuntungan yang diterima oleh bank dari akad  pembiayaan salam 

dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 23.

c.   Istishna’

Undang-Undang PPh belum mengatur secara eksplisit atas transaksi perbankan dengan

 prinsip istishna’. Dengan mengacu pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)

  No.59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah maka pengakuan penghasilan istishna’ dan

istishna’ paralel menggunakan metode persentase penyelesaian (  percentage of completion

method ) atau metode akad selesai (completion method ).228

 

Dalam hal akad   istishna’ paralel, Bank menggunakan jasa pihak lain (subkontraktor), atas

imbalan jasa yang dibayarkan oleh Bank Syariah sebagai pengguna jasa kepada subkontraktor 

sebagai pelaksanaan konstruksi, kewajiban pemotongan PPh diatur sebagai berikut:

229

 a.  Dalam hal subkontraktor memenuhi kualifikasi sebagai usaha kecil berdasarkan sertifikat

yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang dan nilai pengadaan proyek sampai

dengan Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), atas imbalan jasa yang diterima

subkontraktor wajib dipotong PPh oleh bank syariah sebesar 2% dari jumlah bruto pada

228 Di dalam PSAK 104 tentang Akuntansi istishna’ yang mulai berlaku untuk laporan keuangan perbankan

syariah tahun 2008 menjelaskan bahwa Pendapatan istishna'  diakui dengan menggunakan metode persentase

 penyelesaian atau metode akad selesai. Akad dikatakan selesai jika proses pembuatan barang pesanan selesai dan

diserahkan kepada pembeli.

229 Peraturan Pemerintah No.140 Tahun 2000 jo KMK No.559/KMK.04/2000 tentang Pajak Penghasilan atas

Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi.

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 31: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 31/

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

103

saat pembayaran uang muka dan termin.230

Pemotongan pajak tersebut bersifat final dan

termasuk dalam objek PPh Pasal 4 ayat (2).

 b.  Dalam hal subkontraktor memenuhi kualifikasi sebagai usaha menengah dan besar, atas

imbalan jasa pelaksana konstruksi yang diterima sub kontraktor dikenakan pemotongan

PPh Pasal 23 oleh bank syariah sebesar 2% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN dan

 bersifat tidak final.

c.  Dalam hal sub kontraktor memenuhi kualifikasi sebagai usaha kecil berdasarkan sertifikat

yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang dan nilai pengadaan proyek lebih dari Rp

1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), atas imbalan jasa pelaksanaan konstruksi yang

diterima atau diperoleh sub kontraktor dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 oleh bank 

syariah sebesar 2% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN dan bersifat tidak final.

4.  Kegiatan dengan prinsip sewa

a.  Pembiayaan ijarah pada prinsipnya adalah sama dengan transaksi sewa-menyewa biasa

yang lazim dikenal pada transaksi konvensional. Bank menyewakan aktiva dengan

memperoleh imbalan berupa sewa.231

Sewa tanah dan bangunan merupakan objek PPh

final (10%) sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002.232

 

Penghasilan sewa lainnya, yang merupakan objek PPh Pasal 23, yang diterima oleh bank 

sesuai pasal 23 ayat (4) huruf a Undang-Undang PPh dikecualikan dari pemotongan PPh

Pasal 23.

 b.  Pembiayaan ijarah muntahiyah bittamlik (ijarah wa iqtina) pada prinsipnya sama dengan

  finacial lease atau Sewa Guna Usaha dengan hak opsi, yang lazim dikenal dalam

 pembiayaan konvensional.233

 

Bank membiayai kebutuhan aktiva nasabah, dengan pembayaran secara berkala dan opsi

 pengalihan hak atas aktiva tersebut kepada nasabah pada akhir akad dengan syarat-syarat

yang ditetapkan.

230 Pasal 2 ayat (2) huruf a Peraturan Pemerintah No.140 Tahun 2000 jo KMK No.559/KMK.04/2000 tentangPajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi.231 Budi Susanto, ibid.

232 Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari

Persewaan Tanah Dan/Atau Bangunan.

233 Ibid. 

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 32: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 32/

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

104

Penghasilan sewa sehubungan dengan Sewa Guna Usaha dengan hak opsi dikecualikan

dari pemotongan PPh Pasal 23 sesuai pasal 23 ayat (4) huruf c Undang-Undang PPh.

5.  Kegiatan dengan prinsip jasa

Jika bank menerima imbalan jasa dari si peminjam (nasabah), maka imbalan jasa tersebut

termasuk dalam kategori bunga dan merupakan objek PPh Pasal 23. Namun karena diterima

oleh bank, maka dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 23.

4.2.4.2.  Aspek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

1.  Kegiatan dengan prinsip titipan/simpanan

a.  Wadi’ah yad dhamanah

Aplikasi prinsip wadi’ah yad dhamanah dalam perbankan syariah diterapkan pada

  pembukaan rekening giro yang merupakan kegiatan jasa perbankan syariah. Sesuai denganketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 144 tahun 2000,

234jasa perbankan syariah ini

termasuk non objek PPN.

b.  Wadi’ah yad amanah

Aplikasi prinsip wadi’ah yad amanah dalam perbankan syariah ditetapkan pada jasa penitipan

surat-surat berharga (custodian). Sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 144

tahun 2000 dan dipertegas dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-

25/PJ.53/1995, maka jasa perbankan syariah ini termasuk objek PPN.

2.  Kegiatan dengan Prinsip Bagi Hasil

a.   Mudharabah

Pembiayaan dengan prinsip mudharabah merupakan kegiatan perbankan syariah memberikan

 jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 144

tahun 2000, pembiayaan ini termasuk non objek PPN.

b.   Musyarakah

Ketentuan PPN di Indonesia

1)  JO hanya sebagai tempat koordinasi

234 Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 Tentang Jenis Barang dan Jasa Yang Tidak Dikenakan Pajak 

Pertambahan Nilai.

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 33: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 33/

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

105

Apabila setiap anggota JO hanya memperlakukan JO sebagai tempat koordinasi dan tidak 

 pernah melakukan transaksi karena setiap transaksi JO diatasnamakan masing-masing anggota

JO, JO tersebut tidak perlu dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak.235

Kewajiban PPN ada

 pada masing-masing anggota JO.

2)  JO melakukan transaksi

Jika JO dapat menerbitkan faktur pajak dan melakukan transaksi dengan pihak ketiga, JO

harus dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan berkewajiban menyampaikan SPT

Masa PPN sesuai dengan ketentuan. Selain itu, JO harus menyelenggarakan pembukuan

secara terpisah dari pembukuan anggota JO.

3.  Kegiatan dengan prinsip jual beli

a. 

 MurabahahPerlakuan PPN atas pembiayaan yang dilakukan oleh bank syariah dengan prinsip murabahah 

masih mengacu kepada ketentuan umum yang berlaku saat ini yaitu merupakan objek PPN.

Dasar-dasar pengenaan PPN atas kegiatan murabahah adalah:

(1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa

dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir 

dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000, antara lain mengatur :

1)  Pasal 1A ayat (1) huruf a menyatakan bahwa penyerahan hak atas Barang Kena Pajak 

karena suatu perjanjian termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak.

Penjelasan Pasal ini menyatakan bahwa perjanjian yang dimaksud dalam ketentuan ini

meliputi jual beli, tukar menukar, jual beli dengan angsuran atau perjanjian lain yang

mengakibatkan penyerahan hak atas barang.

2)  Pasal 1 angka 15 menyatakan bahwa Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang

melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang

dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini tidak termasuk Pengusaha Kecil

yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha

yang memilih untuk dikukukan sebagai Pengusaha Kena Pajak 

235 Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983

Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Sebagaimana

Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000. 

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 34: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 34/

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

106

3)  Pasal 4 huruf a menyatakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas

  penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh

Pengusaha.

(2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah

dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, antara lain mengatur :

1.  Pasal 1 amgka 13 antara lain menyatakan bahwa prinsip syariah adalah aturan

 perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan

dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan

sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli barang

dengan memperoleh keuntungan (murabahah).

2.  Pasal 6 huruf m menyatakan bahwa usaha bank umum antara lain menyediakan

  pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip  syariah , sesuai

dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank indonesia

(3) Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan

Undang- undang Nomor 8 Tahun 1993 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa

dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah Terahir 

dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000, menyatakan bahwa dalam rangka

  pengukuhan Pengusaha sebagai Pengusaha Kena Pajak, termasuk dalam pengertian

Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan JasaKena Pajak dan atau ekspor Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1

angka 15 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, adalah Pengusaha yang sejak semula

  bermaksud melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena

Pajak dan atau ekspor Barang Kena Pajak.

(4) Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa Yang Tidak 

Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, antara lain mengatur :

1.  Pasal 5 huruf d antara lain menyatakan bahwa jasa di bidang perbankan termasuk jenis

 jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai;

2.  Pasal 8 huruf a antara lain menyatakan bahwa jasa di bidang perbankan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 5 huruf d adalah jasa perbankan sesuai dengan ketentuan

sebagaiman diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Peerbankan

sebagaimana telah diubah dengan undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 kecuali jasa

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 35: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 35/

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

107

  penyedia tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga, jasa penitipan untuk 

kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak (perjanjian), serta anjak piutang.

Jadi meskipun transaksi murabahah merupakan salah satu kegiatan usaha yang dapat

dilakukan oleh bank syariah, namun mengingat prinsip yang mendasari transaksi tersebutadalah jual beli, maka dari sisi Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang saat ini

  berlaku, transaksi tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai jasa perbankan, melainkan

merupakan kegiatan perdagangan.

Oleh karena itu, penyerahan Barang Kena Pajak dalam rangka transaksi murabahah, baik oleh

  pemasok/produsen kepada bank maupun oleh bank kepada nasabah, sepanjang pihak yang

melakukan penyerahan adalah Pengusaha Kena Pajak, merupakan penyerahan Barang Kena

Pajak yang terutang Pajak Pertambahan Nilai.

Apabila barang yang diserahkan/diperjualbelikan dalam transaksi murabahah adalah bukan

Barang Kena Pajak, maka atas penyerahan barang tersebut tidak dikenakan Pajak 

Pertambahan Nilai.

b.  Salam

Ketentuan perpajakan di Indonesia belum secara eksplisit menetapkan bahwa kegiatan salam

dikenakan PPN. Meskipun demikian, salam dapat dianalogikan atas substansi kegiatan dan

transaksi yang terjadi pada murabahah.236

Perbedaan yang mencolok antara murabahah dan

salam adalah mekanisme pengadaan barang yang selalu didahului dengan pesanan pada salam

dengan pengadaan barang dengan atau tanpa pesanan pada murabahah.

Sebagaimana diatur dalam pasal 8 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000, jasa

 perbankan menurut Undang-Undang Perbankan yang tidak dikecualikan dari pengenaan PPN

hanya ada 3 (tiga), yaitu:

-  Jasa penyediaan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;

-  Jasa penitipan untuk kepentingan pihak lain didasarkan suatu kontrak (perjanjian); dan

-  Jasa anjak piutang.

Sementara itu, kegiatan usaha bank umum, baik konvensional maupun syariah adalah

 pemberian jasa dalam lalu lintas pembayaran. Dengan demikian, dapat dianalogikan bahwa

236 Bank Indonesia, Direktorat Perbankan Syariah, ibid. 

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 36: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 36/

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

108

kegiatan perbankan dengan prinsip salam termasuk jasa yang dikecualikan dari pengenaan

PPN.

 Namum, jika kegiatan bank syariah dengan prinsip murabahah dianalogikan dengan salam,

maka kegiatan salam tersebut merupakan transaksi jual beli yang merupakan objek PPN.

c.   Istishna’

1)  Jasa Perbankan dengan prinsip Istishna’ 

Sampai saat ini ketentuan perpajakan di Indonesia belum mengatur secara eksplisit tentang

 perlakuan pajak atas kegiatan perbankan syariah dengan prinsip istishna’. Jika dirujuk pada

  pengaturan jasa perbankan yang tidak dikenakan PPN sebagaimana diatur dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000, kegiatan Bank Syariah dengan prinsip syariah tidak 

termasuk dalam jasa yang dikenakan PPN.

2)   Istishna’ sebagai transaksi penjualan antara pembeli dan produsen yang juga bertindak 

sebagai penjual.

Interpretasi di atas dapat saja berbeda sebagaimana telah dijelaskan dalam uraian tentang

murabahah. Di dalam uraian tersebut, otoritas perpajakan di Indonesia melihat kegiatan

murabahah sebagai kegiatan jual beli barang. Jika hal ini dianalogikan dengan pengertian

istishna’ di atas, kegiatan istishna’ terjadi antara pembeli dan produsen yang juga bertindak 

sebagai penjual. Dengan demikian, menurut sudut pandang seperti ini, atas transaksi

 perbankan syariah dengan prinsip istishna’ dikenakan PPN.

4.  Kegiatan dengan Prinsip Sewa

Dalam kaitannya dengan prinsip sewa, perbankan syariah dapat memberikan jasa perbankan

dalam bentuk ijarah maupun ijarah muntahiyah bit tamlik (sewa disertai dengan kepindahan

kepemilikan).

a.  Jasa perbankan dengan prinsip ijarah 

Ketentuan perpajakan di Indonesia belum mengatur secara eksplisit tentang ketentuan

  perpajakan atas ijarah. Apabila kegiatan perbankan dengan prinsip ijarah ini dikaitkan

dengan jasa perbankan yang dikecualikan dari pengenaan PPN, ijarah ini juga dapat

dikategorikan sebagai non objek PPN.

b.   Ijarah sebagi transaksi sewa menyewa

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 37: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 37/

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

109

Jika dilihat dari pengertian di atas, ijarah dapat dikategorikan sebagai objek PPN. Mekanisme

  pemungutan PPN-nya identik dengan sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease).

Dalam hal ini Bank memungut PPN atas jasa sewa yang diberikan.

Perlu dipahami bahwa terdapat perbedaan yuridis dan ekonomis di antara sewa-menyewa

dengan sewa guna usaha tanpa hak opsi sebagai berikut:

(1) Dalam perjanjian sewa menyewa, jangka waktu sewa bukan merupakan faktor dominan.

Dalam operating lease, jangka waktu sewa menjadi fokus utama untuk membedakannya

dari financial lease (sewa guna usaha dengan hak opsi).

(2) Perjanjian sewa menyewa bukan suatu bentuk kegiatan pembiayaan tidak seperti yang

dikandung dalam operating lease.

(3) Objek operating lease adalah barang modal, sedangkan dalam perjanjian sewa menyewa

yang menjadi objek tidak terbatas pada barang modal.

(4) Di lain pihak, mekanisme pemungutan PPN atas transaksi ijarah muntahiyah bittamlik  

identik dengan perjanjian sewa beli. Perjanjian sewa beli perlu dibedakan dengan

mekanisme pemungutan sewa guna usaha dengan hak opsi, yakni:

i.  Dalam perjanjian sewa guna usaha dengan hak opsi terdapat tiga pihak, yaitu lessee,

lessor dan supplier . Sedangkan dalam perjanjian sewa beli, hanya ada 2 (dua) pihak 

yaitu produsen selaku pedagang yang akan menjual barangnya dan pembeli yang

diikat oleh perjanjian sewa beli.ii.  Dalam sewa beli, sejak awal transaksi dilakukan, calon pembeli sudah bermaksud

untuk memiliki barang yang menjadi objek perjanjian. Sedangkan dalam perjanjian

sewa guna usaha dengan hak opsi, keputusan untuk memiliki baru diambil setelah

 berakhirnya perjanjian.

iii.  Dalam perjanjian sewa beli, masa sewa (pembayaran angsuran) ditentukan

  berdasarkan kemampuan pembeli, sedangkan dalam perjanjian sewa guna usaha

dengan hak opsi, jangka waktu perjanjian ditentukan berdasarkan masa manfaat

ekonomis barang modal yang menjadi objek perjanjian.

Sesuai dengan Pasal 1A ayat (1) huruf b Undang-Undang PPN 1984, yang termasuk dalam

 pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah pengalihan Barang Kena Pajak oleh karena

suatu perjanjian sewa beli. Selanjutnya dasar pengenaan pajak atas penyerahan objek  ijarah 

adalah harga jual termasuk marjin yang disepakati dengan nasabah. Pengertian PPN atas

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 38: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 38/4

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

110

kegiatan ijarah muntahiyah bittamlik  tentu memberikan pengaruh sebagaimana pada

 pengenaan PPN atas kegiatan murabahah.

Mekanisme pemungutan PPN yang sama juga berlaku pada transaksi nasabah menjual aktiva

kepada bank dan menyewanya kembali ataupun bank menjual aktiva kepada nasabah dan

menyewanya kembali. Kedua transaksi ini tidak dapat diperbandingkan dengan mekanisme

  pemungutan PPN atas perjanjian “sale and lease back ” karena perjanjian “sale and lease

back ” dilakukan di bawah kondisi sewa guna usaha dengan hak opsi sebagaimana diatur 

dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991. Oleh karena itu, atas

kegiatan “jual sewa kembali” dalam transaksi ijarah tetap terutang PPN. Pihak Bank Syariah

atau nasabah selaku pihak yang terkait dalam transaksi tersebut sebenarnya dapat menghindari

 pengenaan PPN jika akad  jual sewa kembali tersebut memuat kondisi adanya hak opsi pada

akhir masa sewa.

5.  Kegiatan dengan prinsip jasa

Secara umum jasa yang dilakukan oleh perbankan dikecualikan dari pengenaan PPN

sebagaimana diatur dalam pasal 5 huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000.

 Namun ada beberapa jasa perbankan yang dikenakan PPN sebagaimana diatur dalam pasal 8

huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000, yaitu:

 jasa penyediaan untuk menyimpan barang dan surat berharga-   jasa penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak atau perjanjian

-   jasa anjak piutang

Oleh karena itu, wakalah, kafalah, rahn, qard  termasuk jasa perbankan syariah yang

dikecualikan dari pengenaan PPN, sedangkan hawalah termasuk dalam jasa perbankan

syariah yang dikenakan PPN sesuai SE-06/PJ.53/1997 tanggal 18 Maret 1997 tentang

Perlakuan PPN atas jasa anjak piutang.

4.2.5.   Equal Treatment Regulasi Perpajakan bagi produk dan jasa perbankan syariah

dengan produk dan jasa perbankan konvensional

4.2.5.1.  Aspek Pajak Penghasilan

Regulasi PPh di Indonesia belum memberikan pengaturan secara spesifik atas transaksi

keuangan yang dijalankan oleh perbankan syariah. Perlakuan PPh atas produk dan jasa yang

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 39: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 39/

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

111

dijalankan oleh perbankan syariah mengikuti ketentuan umum PPh.  Equal treatment regulasi

  perpajakan bagi produk dan jasa perbankan syariah dangan produk dan jasa perbankan

konvensional belum diatur secara menyeluruh. Namun demikian, sepanjang secara substansi

ada aliran dana yang sifatnya harus dikembalikan dianggap merupakan hutang/pinjaman, dan

imbalan yang diberikan termasuk dalam pengertian imbalan sehubungan dengan

  pengembalian hutang (termasuk kategori bunga), sehingga perlakuan PPh-nya diberikan

 perlakuan yang sama dengan perbankan konvensional.237

 

4.2.5.2.  Aspek Pajak Pertambahan Nilai

Sebagaimana halnya dengan regulasi PPh, regulasi PPN di Indonesia juga belum memberikan

 pengaturan secara spesifik atas transaksi yang dijalankan oleh perbankan syariah. Perlakuan

PPN merujuk pada ketentuan umum, salah satunya adalah Peraturan Pemerintah No. 144

Tahun 2000 tentang Jenis Barang Kena Pajak Yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan

 Nilai, menegaskan bahwa jasa di bidang perbankan termasuk jenis jasa yang tidak dikenakan

Pajak Pertambahan Nilai.238

Kemudian dalam pasal 8 huruf a antara lain menyatakan bahwa

 jasa di bidang perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d adalah jasa perbankan

sesuai dengan ketentuan sebagaiman diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992

tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan undang-undang Nomor 10 Tahun 1998

kecuali jasa penyedia tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga, jasa penitipan

untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak (perjanjian), serta anjak piutang.

Pengenaan PPN atas beberapa produk dan jasa perbankan syariah, seperti murabahah,

menandakan bahwa regulasi PPN di Indonesia saat ini belum secara menyeluruh memberikan

 perlakuan yang sama antara produk dan jasa yang dijalankan oleh perbankan syariah dengan

 produk dan jasa perbankan konvensional.

4.2.6.  Pengaruh prinsip-prinsip syariah terhadap sejauhmana regulasi perbankan

mempengaruhi produk dan jasa perbankan syariah

Prinsip-prinsip syariah memberikan pengaruh yang signifikan bagi munculnya produk dan

  jasa yang dijalankan oleh perbankan syariah sebagaimana yang diatur dalam regulasi

237 Budi Susanto, ibid.238 Pasal 5 huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000.

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 40: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 40/

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

112

 perbankan. Pasal 1 butir 3 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 disebutkan “Bank Umum

adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan

  prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”.

Adapun yang dimaksud dengan prinsip Syariah di dalam Pasal 1 butir 13 Undang-Undang

 Nomor 10 Tahun 1998 ditentukan sebagai berikut : “Prinsip syariah adalah aturan perjanjian

  berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau

  pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariat

antara lain, pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan

  berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan

memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip

sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas

 barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).

Dengan demikian jelas bahwa produk dan jasa perbankan syariah dapat dijalankan sesuai

dengan regulasi perbankan yang didalamnya termaktub prinsip-prinsip syariah yang harus

dijadikan pedoman.

4.2.7.  Pengaruh regulasi perpajakan terhadap sejauhmana produk dan jasa perbankan

syariah mempengaruhi equal treatment regulasi perpajakan bagi produk dan

 jasa perbankan syariah dengan produk dan jasa perbankan konvensional

Seperti telah disebutkan di atas, regulasi perpajakan di Indonesia, baik PPh maupun PPN,

 belum memberikan pengaturan secara spesifik atas transaksi keuangan yang dijalankan oleh

  perbankan syariah. Perlakuan perpajakan yang mengacu kepada ketentuan umum

menyebabkan beberapa produk dan jasa perbankan syariah dikenakan pajak yang berbeda

dengan produk dan jasa perbankan konvensional.

Berkaitan dengan aspek PPh, jika mendasarkan kepada substansinya, yaitu sepanjang

substansi ada aliran dana yang sifatnya harus dikembalikan dianggap merupakan

hutang/pinjaman, dan imbalan yang diberikan termasuk dalam pengertian imbalan

sehubungan dengan pengembalian hutang (termasuk kategori bunga)239

maka produk dan jasa

yang dijalankan oleh perbankan syariah dapat diberikan perlakuan perpajakan yang sama

dengan produk dan jasa perbankan konvensional.

239 Budi Susanto, ibid.

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 41: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 41/

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

113

Berkaitan dengan aspek PPN, jika produk dan jasa perbankan syariah termasuk kriteria jasa

  perbankan sebagaimana diatur dalam PP Nomor 144 Tahun 2000 maka seharusnya produk 

dan jasa perbankan syariah tidak dikenakan PPN.

4.3.  Pembahasan

4.3.1.  Perbandingan Regulasi Perbankan Indonesia dan Malaysia

Malaysia telah mempunyai Undang-Undang yang mengatur secara khusus tentang praktik 

keuangan yang dijalankan oleh perbankan syariah yaitu Islamic Banking Act 1983. Selain itu

regulasi perbankan syariah yang dikeluarkan oleh Bank Negara Malaysia pada tahun 1993

yaitu   Interest Free Banking Scheme atau juga disebut Skim Perbankan Tanpa Faedah

memungkinkan perbankan konvensional untuk menjalankan islamic windows, yaitu dengan

membentuk  Interest-free Banking Unit .

Indonesia belum mempunyai Undang-Undang yang secara khusus mengatur tentang praktik 

keuangan yang dijalankan oleh perbankan syariah. Namun demikian, secara umum praktik 

keuangan yang dijalankan oleh perbankan syariah telah diakomodir dalam Undang-Undang

  Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, dimana dalam Pasal 1 butir 3 Undang-Undang

  Nomor 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa “Bank Umum adalah bank yang melaksanakan

kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam

kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”. Adapun yang dimaksud dengan prinsip syariah di dalam Pasal 1 butir 13 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 ditentukan

sebagai berikut : “Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara

  bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau

kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariat antara lain, pembiayaan berdasarkan

  prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal

(musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau

 pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan

adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak 

lain (ijarah wa iqtina).

Penerbitan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 9/7/PBI/2007 tanggal 4 Mei 2007 tentang

Perubahan Atas Peraturan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional Menjadi Bank Umum

yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah dan Pembukaan Kantor 

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 42: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 42/

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

114

Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Umum

Konvensional memperluas cakupan wilayah layanan transaksi perbankan syariah.

Sebelumnya, penerapan Layanan Syariah (LS)/Office Channeling (OC) hanya diperbolehkan

 bila unit usaha syariah (UUS) suatu bank konvensional memiliki kantor cabang syariah (KSC)

di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia (KBI) yang sama. Setelah penyempurnaan, UUS

dapat menerapkan LS/OC di seluruh kantor cabang dan cabang pembantu bank induk 

konvensionalnya pada propinsi yang sama atau wilayah kerja KBI yang sama (mana yang

lebih luas).

4.3.2.  Perbandingan Produk dan Jasa Perbankan Syariah Indonesia dan Malaysia

Produk dan jasa yang ditawarkan oleh perbankan syariah di Malaysia secara umum

dibagi dalam 3 (tiga) bagian besar, yaitu (i) deposit facilities, (ii) financing facilities dan (iii)

other facilities.240 Sedangkan produk dan jasa yang ditawarkan oleh perbankan syariah di

Indonesia secara umum dibagi dalam 3 (tiga) bagian besar, yaitu: (i) produk penghimpunan

dana ( funding), (ii) produk penyaluran dana ( financing), dan (iii) produk yang berkaitan

dengan jasa (service).241

 

Jika dilihat dari jenis produk dan jasa yang ditawarkan baik oleh perbankan syariah di

Indonesia dan di Malaysia secara umum tidak terlalu berbeda.Perbedaan hanya pada istilah

yang digunakan, seperti bai’ bithaman ajil dengan murabahah, serta ijarah thumma al bai’

(ijarah wa iqtina) dengan ijarah muntahiyah bit tamlik .  Bai’ bithaman ajil sebenarnya adalah varian dari murabahah.

242Jika di Indonesia

  pembiayaan yang dilakukan dengan tambahan marjin keuntungan serta pembiayaan dengan

  pembayaran yang ditangguhkan/secara angsuran dinamakan dengan murabahah, maka di

Malaysia dibedakan, yaitu pembiayaan dengan tambahan marjin keuntungan disebut dengan

murabahah, sedangkan pembiayaan dengan pembayaran yang ditangguhkan disebut dengan

bai’ bithaman ajil.

240 Sudin Haron, ibid.

241 Karim, ibid, hal. 97.

242  Zaman & Movassaghi,   Islamic Banking: A Performance Analysis, The Journal of Global Business,

Volume 12, No. 22, Spring 2001, p. 31-38.

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 43: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 43/

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

115

Begitu pula untuk istilah yang digunakan untuk sewa yang disertai dengan

  perpindahan kepemilikan, jika di Indonesia disebut dengan ijarah muntahiyah bit tamlik ,

sedangkan di Malaysia disebut dengan ijarah thumma al bai’ (ijarah wa iqtina).

4.3.3.  Perbandingan Prinsip-prinsip Dasar Perbankan Syariah Indonesia dan Malaysia

Prinsip syariah yang digunakan oleh bank islam di Malaysia dapat dibagi dalam 4

(empat) kategori yaitu:243

(i) Profit and Loss Sharing (Bagi Hasil), (ii) Fee based 

(imbalan/upah), (iii) Frees Services (jasa) serta (iv) Ancillary Principles ( Akad Pelengkap).

Sedangkan prinsip-prinsip dasar perbankan syariah yang digunakan oleh perbankan

syariah di Indonesia dibagi dalam 5 (lima) kategori244

, yaitu : (i) prinsip titipan atau simpanan

(depository/al wadi’ah), (ii) prinsip bagi hasil ( profit and loss sharing), (iii) prinsip jual beli

(sale and purchase), (iv) prinsip sewa (lease) serta (v) prinsip jasa ( fee-based service).

Pada hakekatnya prinsip-prinsip syariah yang dijalankan oleh perbankan syariah di

Malaysia dan di Indonesia tidaklah berbeda. Prinsip-prinsip syariah yang diimplementasikan

dalam produk dan jasa perbankan syariah di Malaysia dan di Indonesia antara lain meliputi

wadi’ah, mudharabah, musyarakah, murabahah, ijarah, wakalah, qard, kafalah, dan lain-

lain.

Dalam penerapannya, untuk mengetahui apakah produk dan jasa yang ditawarkan oleh

  perbankan syariah tersebut telah sesuai dengan prinsip syariah maka di Malaysia pelaksanaannya diawasi oleh Shariah Advisory Council sedangkan di Indonesia diawasi oleh

Dewan Pengawas Syariah. Secara umum produk dan jasa yang ditawarkan oleh perbankan

syariah di Indonesia dan di Malaysia telah dijalankan sesuai dengan prinsip-prinsip dasar 

 perbankan syariah.

4.3.4.  Perbandingan Regulasi Perpajakan Indonesia dan Malaysia

1.  Regulasi Perpajakan Produk dan Jasa Perbankan Syariah di Indonesia

Regulasi Perpajakan di Indonesia belum mengatur secara eksplisit mengenai transaksi

keuangan yang dijalankan oleh perbankan syariah. Penerapan ketentuan perpajakan atas

243 Sudin Haron, ibid.244 Syafi’i Antonio, ibid, hal.83.

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 44: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 44/

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

116

transaksi keuangan yang dijalankan oleh perbankan syariah saat ini merujuk kepada ketentuan

umum.

Dalam aspek PPh dijelaskan bahwa sesuai dengan pasal 4 ayat (1), keuntungan yang

diperoleh bank syariah dari kegiatan transaksinya merupakan objek pajak penghasilan.

Selanjutnya dalam pasal 23 ayat (4) diterangkan bahwa penghasilan yang terutang atau

dibayar kepada bank dikecualikan dari pengenaan PPh.

Dalam aspek PPN, setiap penyerahan Barang Kena Pajak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

Selain itu perlakuan PPN atas usaha jasa perbankan juga merujuk kepada ketentuan Peraturan

Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000.

2.  Regulasi Perpajakan Produk dan Jasa Perbankan Syariah di Malaysia

Dalam aspek PPh, produk dan jasa perbankan syariah telah diatur dalam amandemen  Income

Tax Act  1967 (UU PPh Malaysia) khususnya dalam pasal 2 ayat (7) yang menyebutkan

 bahwa:

“setiap ketentuan yang berlaku bagi peristilahan bunga yang digunakan dalam

Undang-Undang ini secara mutatis mutandis berarti dan berlaku pula untuk 

  pendapatan (gains) dan keuntungan yang diterima ataupun biaya yang dikeluarkan, pada transaksi keuangan yang dilaksanakan berdasarkan prinsip syariah”.

Pasal tersebut menjelaskan bahwa secara umum penghasilan yang diperoleh dan beban biaya

dari instrumen keuangan syariah dipersamakan perlakuannya dengan penghasilan bunga.

Amandemen pada pasal definisi ini mempengaruhi perlakuan perpajakan pada pendapatan

 bank syariah yang diperoleh dari berbagai kegiatannya.

Sebelum maupun setelah amandemen ITA 1967 penerimaan dan keuntungan yang diperoleh

oleh bank syariah masuk dalam kategori ketentuan yang diatur dalam pasal 4 (a), namun

  pendapatan non operasional bank syariah sebelum amandemen dikategorikan untuk diatur 

dalam pasal 4 (f) setelah amandemen diatur dan masuk dalam kategori pasal 4 (c), sehingga

 perlakuan perpajakannya adalah dipersamakan dengan yang berlaku untuk penghasilan bunga

non-operasional pada bank konvensional.

245

 

245 Pasal 4 ITA 1967 mengatur penghasilan yang dikenakan pajak dalam perundang-undangan tersebut adalah:

a.  Penerimaan atau keuntungan dari kegiatan bisnis

 b.  Penerimaan atau keuntungan dari pelaksanaan pekerjaan

c.  Dividen, bunga atau diskonto

d.  Sewa, royalti atau premie.  Dana pensiun, anuitas atau penerimaan periodik lainnya yang tidak termasuk kategori tersebut di atas,

dan

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 45: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 45/

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

117

Dalam aspek PPN (di Malaysia lebih dikenal dengan Sales and Service Tax), tidak ada pasal

yang menyebutkan bahwa transaksi keuangan yang dijalankan oleh perbankan syariah

merupakan objek pajak baik dalam Sales Tax Act (Undang-Undang Pajak Penjualan) maupun

Service Tax Act  (Undang-Undang Pajak Jasa). Hal ini dipertegas dengan hasil wawancara

yang dilakukan dengan salah satu pejabat pajak di Malaysia yang menerangkan bahwa produk 

dan jasa yang dijalankan oleh perbankan syariah tidak dikenakan pajak penjualan maupun

 pajak jasa.246

 

4.3.5.    Equal treatment Regulasi Perpajakan Perbankan Syariah dengan Perbankan

Konvensional yang dijalankan oleh perbankan syariah di Indonesia dan di

Malaysia

4.3.5.1.  Aspek Pajak Penghasilan

1.  Kegiatan dengan prinsip titipan/simpanan

Ketentuan PPh di Indonesia dan di Malaysia telah memberikan perlakuan yang sama antara

 produk yang ditawarkan oleh perbankan syariah dengan prinsip wadi’ah dengan produk yang

ditawarkan oleh perbankan kovensional, dimana pengenaan PPh atas bonus yang diberikan

oleh bank syariah kepada nasabah dipersamakan perlakuannya dengan pengenaan PPh atas

 bunga pada perbankan konvensional.

2.  Kegiatan dengan Prinsip Bagi Hasil

a.   Mudharabah

Ketentuan PPh di Indonesia dan di Malaysia telah memberikan perlakuan yang sama antara

 produk yang ditawarkan oleh perbankan syariah dengan prinsip mudharabah dengan produk 

yang ditawarkan oleh perbankan kovensional, dimana pengenaan PPh atas bagi hasil yang

diberikan oleh bank syariah kepada nasabah dipersamakan perlakuannya dengan pengenaan

PPh atas bunga pada perbankan konvensional.

b.   Musyarakah

Ketentuan PPh di Indonesia belum mengatur secara eksplisit transaksi perbankan syariah

dengan prinsip musyarakah, sehingga pengenaan pajaknya diidentikkan dengan  joint 

operation. Namun demikian, menurut ketentuan umum, sesuai Pasal 23 ayat (4) UU PPh

f.  Penerimaan atau keuntungan lainnya yang tidak termasuk dalam kategori tersebut di atas.

246 Penulis melakukan wawancara lewat telepon dengan ibu Farida (salah satu pejabat di kantor pajak Malaysia),

yaitu Penolong Kanan Pengarah Kastam Cawangan Cukai Perkhidmatan Malaysia. 

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 46: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 46/

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

118

 penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada bank dikecualikan dari pemotongan PPh

Pasal 23. Sedangkan ketentuan PPh di Malaysia yang diatur dalam Pasal 2 ayat (7)  Income

Tax Act secara umum memberikan perlakuan yanag sama antara penghasilan yang diperoleh

dan beban biaya dari instrumen keuangan syariah dengan penghasilan bunga.

3.  Kegiatan dengan prinsip jual beli

a.   Murabahah

Ketentuan PPh di Indonesia dan di Malaysia telah memberikan perlakuan yang sama antara

 produk yang ditawarkan oleh perbankan syariah dengan prinsip murabahah dengan produk 

yang ditawarkan oleh perbankan kovensional, dimana pengenaan PPh atas imbalan atas

fasilitas pembiayaan dengan pembayaran tunda (hutang) yang diberikan oleh bank syariah

kepada nasabah dipersamakan perlakuannya dengan pengenaan PPh atas bunga yangdibayar/terutang kepada bank pada perbankan konvensional.

b.  Salam

Ketentuan PPh di Indonesia merujuk kepada Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPh, mengingat

 padanan salam dengan produk bank konvensional sulit ditemukan, sehingga keuntungan yang

diperoleh bank syariah dari transaksi salam merupakan objek PPh. Kemudian berdasarkan

Pasal 23 ayat (4) UU PPh, maka keuntungan yang diterima oleh bank dikecualikan dari

 pemotongan PPh Pasal 23. Sedangkan ketentuan PPh di Malaysia yang diatur dalam Pasal 2

ayat (7)   Income Tax Act secara umum memberikan perlakuan yang sama antara penghasilan

yang diperoleh dan beban biaya dari instrumen keuangan syariah dengan penghasilan bunga.

c.   Istishna’

Ketentuan PPh di Indonesia belum secara eksplisit mengatur transaksi perbankan syariah

dengan prinsip istishna’. Pengenaan pajaknya mengacu kepada PSAK No.59 tentang

Akuntansi Perbankan Syariah. Sedangkan ketentuan PPh di Malaysia yang diatur dalam Pasal

2 ayat (7)   Income Tax Act secara umum memberikan perlakuan yanag sama antara

  penghasilan yang diperoleh dan beban biaya dari instrumen keuangan syariah dengan

 penghasilan bunga.

4.  Kegiatan dengan prinsip sewa

Ketentuan PPh di Indonesia dan di Malaysia telah memberikan perlakuan yang sama antara

  produk yang ditawarkan oleh perbankan syariah dengan prinsip ijarah maupun ijarah

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 47: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 47/

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

119

muntahiyah bit tamlik dengan produk yang ditawarkan oleh perbankan kovensional, dimana

 pengenaan PPh atas penghasilan yang diterima oleh bank syariah di Indonesia dikecualikan

dari objek PPh Pasal 23.

5.  Kegiatan dengan prinsip jasa

Ketentuan PPh di Indonesia dan di Malaysia telah memberikan perlakuan yang sama antara

  produk yang ditawarkan oleh perbankan syariah dengan prinsip jasa dengan produk yang

ditawarkan oleh perbankan kovensional, dimana pengenaan PPh atas penghasilan yang

diterima oleh bank syariah di Indonesia dikecualikan dari objek PPh Pasal 23.

4.3.5.2.  Aspek Pajak Pertambahan Nilai

1. 

Kegiatan dengan prinsip titipan/simpananKetentuan PPN di Indonesia atas prinsip wadi’ah telah memberikan perlakuan yang sama

dengan produk yang ditawarkan oleh perbankan konvensional. Sedangkan di Malaysia

transaksi yang dilakukan oleh perbankan tidak dikenakan sales tax dan service tax.

2.  Kegiatan dengan Prinsip Bagi Hasil

a.   Mudharabah

Ketentuan PPN di Indonesia atas prinsip mudarabah telah memberikan perlakuan yang sama

dengan produk yang ditawarkan oleh perbankan konvensional. Sedangkan di Malaysia

transaksi yang dilakukan oleh perbankan tidak dikenakan sales tax dan service tax.

b.  Musyarakah

Ketentuan PPN di Indonesia belum mengatur secara eksplisit transaksi perbankan syariah

dengan prinsip musyarakah, namun jika diidentikkan dengan JO, maka perlakuan PPN atas

transaksi perbankan syariah dengan prinsip musyarakah diperlakukan sebagaimana ketentuan

PPN atas JO. Sedangkan di Malaysia transaksi yang dilakukan oleh perbankan tidak 

dikenakan sales tax dan service tax.

3.  Kegiatan dengan prinsip jual beli

a.   Murabahah

Ketentuan PPN di Indonesia atas transaksi perbankan syariah dengan prinsip murabahah 

menekankan kepada aspek jual belinya dan tidak menganggap sebagai jasa yang tidak 

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 48: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 48/4

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

120

dikenakan PPN sebagaimana diatur dalam PP Nomor 144 Tahun 2000. Sedangkan di

Malaysia transaksi yang dilakukan oleh perbankan tidak dikenakan sales tax dan service tax.

b.  Salam

Ketentuan PPN di Indonesia belum secara eksplisit mengatur tentang transaksi perbankan

syariah yang dilakukan dengan prinsip salam. Jika dianalogikan dengan transaksi perbankan

syariah dengan prinsip murabahah maka transaksi perbankan syariah dengan prinsip salam 

merupakan objek PPN, namun jika dianggap sebagai jasa perbankan maka sesuai PP Nomor 

144 tahun 2000 transaksi perbankan syariah dengan prinsip salam bukan merupakan objek 

PPN. Sedangkan di Malaysia transaksi yang dilakukan oleh perbankan tidak dikenakan sales

tax dan service tax.

c.   Istishna’

Ketentuan PPN di Indonesia belum secara eksplisit mengatur tentang transaksi perbankan

syariah yang dilakukan dengan prinsip istishna’. Jika dianalogikan dengan transaksi

  perbankan syariah dengan prinsip murabahah maka transaksi perbankan syariah dengan

 prinsip istishna’ merupakan objek PPN, namun jika dianggap sebagai jasa perbankan maka

sesuai PP Nomor 144 tahun 2000 transaksi perbankan syariah dengan prinsip istishna’ bukan

merupakan objek PPN. Sedangkan di Malaysia transaksi yang dilakukan oleh perbankan tidak 

dikenakan sales tax dan service tax.

4.  Kegiatan dengan Prinsip Sewa

Ketentuan PPN di Indonesia belum mengatur secara eksplisit transaksi perbankan syariah

dengan prinsip sewa. Jika transaksi perbankan syariah dengan prinsip sewa ( ijarah)

dikategorikan sebagai jasa yang dilakukan oleh perbankan syariah, maka sesuai dengan PP

  Nomor 144 Tahun 2000, transaksi tersebut dikecualikan dari pengenaan PPN, namun jika

transaksi perbankan syariah dengan prinsip ijarah tersebut dikategorikan sebagai transaksi

sewa menyewa biasa, maka transaksi tersebut dikenakan PPN. Kemudian jika transaksi

  perbankan syariah dengan prinsip ijarah muntahiyah bittamlik  dianalogikan dengan sewa

guna usaha dengan hak opsi maka sesuai pasal 15 KMK No.1169/KMK.01/1991 tanggal 27

  November 1991 transaksi tersebut bukan merupakan objek PPN. Sedangkan di Malaysia

transaksi yang dilakukan oleh perbankan tidak dikenakan sales tax dan service tax.

5.  Kegiatan dengan prinsip jasa

Re ulasi erbankan Kristanto N FE UI 2007

Page 49: Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis

5/12/2018 Digital_117194 T 24499 Regulasi Perbankan Analisis - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/digital117194-t-24499-regulasi-perbankan-analisis 49/

Re ulasi erbankan... Kristanto N. FE UI 2007

 

121

Ketentuan PPN di Indonesia atas prinsip jasa telah memberikan perlakuan yang sama dengan

 produk yang ditawarkan oleh perbankan konvensional. Sedangkan di Malaysia transaksi yang

dilakukan oleh perbankan tidak dikenakan sales tax dan service tax.