perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN STAD DITINJAU DARI KEAKTIFAN SISWA DI KELAS Skripsi Oleh: Suyatmi K2306036 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
100
Embed
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PEMBELAJARAN ...... · Fisika yang salah satunya dengan model pembelajaran kooperatif. Aktivitas ... .da beberapa alasan penting mengapa sistem
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN STAD DITINJAU
DARI KEAKTIFAN SISWA DI KELAS
Skripsi
Oleh:
Suyatmi
K2306036
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN STAD DITINJAU
DARI KEAKTIFAN SISWA DI KELAS
Oleh:
Suyatmi
K2306036
Skripsi
Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna Mendapatkan Gelar
Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan P. MIPA
Universitas Sebelas Maret
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Suyatmi, PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN STAD DITINJAU DARI KEAKTIFAN DI KELAS. Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Desember 2011.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Ada atau tidak adanya
perbedaan pengaruh antara penggunaan model pembelajaran tipe Jigsaw dan
STAD terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada pokok bahasan Kalor. (2)
Ada atau tidak adanya pengaruh antara keaktifan siswa di kelas kategori tinggi
dan rendah terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada pokok bahasan Kalor.
(3) Ada atau tidak adanya interaksi antara pengaruh penggunaan model
pembelajaran kooperatif dan keaktifan siswa di kelas terhadap kemampuan
kognitif Fisika siswa pada pokok bahasan Kalor.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
eksperimen dengan desain faktorial 2 x 2. Populasi dalam penelitian ini adalah
semua siswa kelas X SMA Negeri 1 Karanganyar Tahun Ajaran 2009/2010.
Sampel diambil dengan teknik cluster random sampling sehingga diperoleh dua
kelas, yaitu kelas X.2 sebagai kelas eksperimen dan kelas X.1 sebagai kelas
kontrol yang masing-masing sampel terdiri atas 34 siswa. Teknik pengambilan
data dengan teknik dokumentasi, angket dan tes. Teknik dokumentasi digunakan
untuk memperoleh data keadaan awal siswa yang diambil dari nilai ulangan harian
terakhir. Teknik angket digunakan untuk mendapatkan data skor keaktifan siswa.
Teknik tes untuk memperoleh data kemampuan kognitif Fisika siswa pada pokok
bahasan Kalor. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
anava dua jalan dengan isi sel tak sama, kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut
anava yaitu komparasi ganda dengan metode Scheffe.
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa: (1) Ada perbedaan pengaruh antara penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan tipe STAD terhadap kemampuan
kognitif Fisika siswa pada pokok bahasan Kalor. (FA = 4,0175 > F0.05; 1.64 =
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
3.99). Siswa yang diberi pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw mempunyai kemampuan kognitif Fisika yang lebih baik daripada siswa
yang diberi pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, (2)
Ada perbedaan pengaruh antara keaktifan siswa di kelas kategori tinggi dan
rendah terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada pokok bahasan Kalor. (FB
= 22,6538 > F0.05; 1.64 = 3.99). Siswa yang mempunyai keaktifan kategori tinggi
akan mempunyai kemampuan kognitif Fisika yang lebih baik daripada siswa yang
mempunyai keaktifan kategori rendah. , (3) Ada interaksi antara pengaruh
penggunaan model pembelajaran kooperatif dan keaktifan siswa di kelas terhadap
kemampuan kognitif Fisika siswa pada pokok bahasan Kalor. (FAB = 7,27727<
F0.05; 1.64 = 3.99).
Implikasi dari hasil penelitian ini adalah pembelajaran Fisika dengan
model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw memberikan pengaruh yang lebih baik
daripada dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, sehingga diharapkan
guru mampu menerapkan model pembelajaran yang sesuai dalam pembelajaran
Fisika yang salah satunya dengan model pembelajaran kooperatif. Aktivitas
belajar siswa di kelas juga mempunyai pengaruh terhadap Kemampuan kognitif
Fisika siswa sehingga diharapkan guru dapat menumbuhkan aktivitas belajar pada
diri siswa. Dari penelitian ini diharapkan guru tidak hanya mengoptimalkan
usaha-usaha dalam mengembangkan sarana pembelajaran, tetapi juga
memperhatikan model pembelajaran dan keaktivan siswa sehingga guru mampu
mengembangkan kemampuan kognitif Fisika siswa secara optimal.
Belajar merupakan aktivitas manusia yang penting dan tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan manusia, bahkan sejak mereka lahir sampai akhir
hayat. Pernyataan tersebut menjadi ungkapan bahwa manusia tidak dapat lepas
dari proses belajar sampai kapanpun dan dimanapun, manusia itu berada dan
belajar juga menjadi kebutuhan yang terus meningkat sesuai dengan
perkembangan Ilmu Pengetahuan. Kepesatan perkembangan Ilmu Pengetahuan
mengantarkan masyarakat memasuki era global. Setiap individu di era global
dituntut memiliki daya nalar kreatif dan kepribadian yang tidak simpel, melainkan
kompleks. Untuk itu keterampilan yang harus dimiliki oleh individu adalah
keterampilan intelektual, sosial dan personal.
Pendidikan sebagai bagian integral kehidupan masyarakat di era global
harus dapat memberi dan memfasilitasi bagi tumbuh dan berkembangnya
keterampilan intelektual, sosial, dan personal. Pendidikan harus menumbuhkan
berbagai kompetensi peserta didik. Keterampilan intelektual, sosial, dan personal
dibangun tidak hanya dengan landasan rasio dan logika saja, tetapi juga inspirasi,
kreativitas, moral,intuisi dan spiritual. Sekolah sebagai institusi yang pendidikan
dan miniatur masyarakat perlu mengembangkan pembelajaran sesuai dengan
tuntutan kebutuhan pada era global.
Namun ada persepsi umum di masyarakat yang sudah berakar dalam dunia pendidikan dan juga sudah menjadi harapan masyarakat. Persepsi umum ini menganggap bahwa sudah merupakan tugas guru untuk mengajar dan menyodori siswa dengan muatan-muatan informasi dan pengetahuan. Guru perlu bersikap atau setidakmya dipandang oleh siswa sebagai maha tahu dan sumber informasi. Lebih celaka lagi, siswa belajar dalam situasi yang membebani dan menakutkan, karena dibayangi oleh tuntutan-tuntutan mengejar nilai-nilai tes dan ujian yang tinggi (Anita Lie, 2008: 11).
Dalam hal ini perlu adanya perubahan paradigma dalam menelaah proses belajar siswa dan interaksi antara siswa dan guru. Sudah seyogianyalah kegiatan belajar-mengajar juga lebih mempertimbangkan siswa. Siswa
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
bukanlah sebuah botol kosong yang bisa diisi dengan muatan-muatan informasi apa saja yang dianggap perlu oleh guru. Selain itu alur proses belajar-mengajar tidak harus berasal dari guru menuju siswa. Siswa juga dapat saling mengajar dengan sesama siswa lainnya. Bahkan, banyak penelitian yang menunjukkan bahwa pengajaran oleh rekan sebaya (peer teaching) ternyata lebih efektif daripada pengajaran oleh guru. Sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang tersruktur disebut sebagai sistem “pembelajaran gotong royong” atau cooperatif learning. Dalam sistem ini, guru bertindak sebagai fasilitator (Anita Lie, 2008: 11-12).da beberapa alasan penting mengapa sistem pengajaran ini perlu dipakai lebih sering di sekolah-sekolah. Seiring dengan proses globalisasi, juga terjadi transformasi sosial, ekonomi, dan demografis yang mengharuskan sekolah untuk lebih menyiapkan anak didik dengan keterampilan-keterampilan baru untuk bisa ikut berpartisipasi dalam dunia yang berubah dan berkembang pesat (Anita Lie, 2008: 12-16).
Fisika merupakan salah satu cabang dari pelajaran IPA yang berkaitan
dengan cara mencari tahu dan memahami alam semesta secara sistematis,
sehingga Fisika bukan hanya merupakan penguasaan kumpulan pengetahuan
yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip saja tetapi juga
merupakan suatu proses menemukan. Pendidikan Fisika diharapkan dapat menjadi
wahana bagi siswa untuk mempelajari dirinya sendiri dan alam disekitarnya, yang
di dalamnya ada berbagai pokok bahasan yang memiliki kekhususan karakter
masing-masing serta konsep-konsep yang harus dipahami.
Model pembelajaran seperti Cooperative Learning turut menambah
unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran IPA. Menurut Slavin (2008: 4)
“pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran di
mana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu
satu sama lainya dalam mempelajari materi pelajaran”. Pendapat Johnson &
Johnson yang dikutip oleh Anita Lie (2008 :18) : “Dalam Cooperative Learning
bukan sekedar kerja kelompok melainkan pada penstrukturannya yang meliputi
lima unsur pokok yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual,
interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok”. Di dalam
pembelajaran kooperatif, siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil
dan saling membantu satu sama lain. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa
menerima pendapat orang lain dan berkerja dengan teman yang berbeda latar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
belakangnya, membantu memudahkan menerima materi pelajaran, meningkatkan
kemampuan berfikir dalam memecahkan masalah. Dengan adanya komunikasi
antar anggota-anggota kelompok dalam menyampaikan pengetahuan serta
pengalamannya sehingga dapat menambahkan pengetahuan dan meningkatkan
hasil belajar serta hubungan sosial setiap anggota kelompok.
Kegiatan-kegiatan di dalam pembelajaran Fisika merupakan upaya untuk
bagaimana siswa dapat memahami konsep-konsep. Pemahaman yang diperoleh
siswa dalam proses pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar siswa yang diukur
dengan memberikan tes kepada siswa sehingga perlu diadakan penelitian untuk
memilih metode yang efektif digunakan dalam proses belajar di kelas, sehingga
dapat memberikan alternatif pendekatan atau metode yang memungkinkan untuk
diterapkan dalam proses pembelajaran Fisika, khususnya pokok bahasan Kalor.
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan STAD adalah dua
metode dari model pembelajaran kooperatif di mana dibutuhkan kerjasama siswa
untuk menguasai materi, dengan metode ini diharapkan siswa mampu
bekerjasama untuk mengembangkan kemampuan mereka dalam memahami
pelajaran. Jigsaw dan STAD cocok digunakan untuk materi Kalor karena pada
materi ini banyak terdapat permasalahan yang bisa diselesaikan bersama sehingga
setiap siswa mampu memahami materi ini dengan bantuan siswa lain. Selain itu,
Jigsaw dan STAD adalah salah satu metode dari model pembelajaran kooperatif
dimana dalam pelaksanaannya lebih sederhana dibandingkan dengan metode
yang lain.
Selain yang telah dikemukakan di atas pembelajaran model kooperatif
dianggap cocok diterapkan dalam pendidikan di Indonesia, karena sesuai dengan
budaya bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai gotong royong.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis bermaksud
mengadakan penelitian yang berjudul “PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN STAD
DITINJAU DARI KEAKTIFAN SISWA DI KELAS”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
B. Identifikasi Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah yang dikemukakan, ada beberapa
masalah yang muncul. Masalah-masalah tersebut diidentifikasi, dipilih, dan
ditetapkan sebagai masalah yang akan diteliti. Adapun masalah dalam latar
belakang di atas adalah :
a. Adanya suatu kebiasaan guru yang menyampaikan konsep dan fakta dalam
proses belajar-mengajar tanpa memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berlatih mengembangkan diri sehingga menyebabkan pencapaian kemampuan
kognitif siswa tidak optimal.
b. Belum semua guru mampu menerapkan pendekatan pembelajaran secara
variatif sehingga tujuan pengajaran yang diharapkan belum dapat tercapai
secara optimal.
c. Ketidaksesuaian antara model dalam proses belajar-mengajar dengan materi
pelajaran, menyebabkan materi pelajaran sulit diterima siswa.
d. Adanya tipe-tipe model pembelajaran kooperatif seperti STAD, TGT, TAI,
CIRC dan Jigsaw yang akan membantu pemahaman siswa terhadap materi
pelajaran melalui interaksi antar siswa dalam kelompok, sehingga
keberhasilan kelompok dipengaruhi kerjasama antar anggota kelompok.
e. Adanya sikap individualisme siswa dalam belajar, yaitu siswa yang
berkemampuan tinggi lebih mendominasi kelas dalam belajar, menyebabkan
pencapaian keberhasilan belajar tidak merata bagi seluruh siswa.
f. Kemampuan siswa dalam memahami materi untuk masing-masing individu
berbeda.
g. Dalam proses belajar mengajar diperlukan keterlibatan aktif siswa melalui
pendekatan dan metode pembelajaran yang mampu membuat siswa aktif.
h. Keberhasilan belajar siswa dapat dicapai apabila ada kerjasama antar anggota
kelompok dan proses interaksi antara individu dalam berfikir bersama untuk
memecahkan masalah.
i. Banyak materi pembelajaran Fisika di SMA yang dalam proses belajar-
mengajar perlu melibatkan keaktifan siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
C. Pembatasan Masalah
Masalah yang telah diidentifikasi memerlukan pengkajian lebih
mendalam. Agar permasalahan yang dikaji tidak terlalu meluas, lebih efektif dan
efisien, serta untuk menghindari ketidaksesuain, permasalahan perlu dibatasi
pada;
a. Belum semua guru mampu menerapkan pendekatan pembelajaran secara
variatif sehingga tujuan pengajaran yang diharapkan belum dapat tercapai
secara optimal.
b. Adanya tipe-tipe model pembelajaran kooperatif seperti STAD, TGT, TAI,
CIRC dan Jigsaw yang akan membantu pemahaman siswa terhadap materi
pelajaran melalui interaksi antar siswa dalam kelompok, sehingga
keberhasilan kelompok dipengaruhi kerjasama antar anggota kelompok.
c. Dalam proses belajar mengajar diperlukan keterlibatan aktif siswa melalui
pendekatan dan metode pembelajaran yang mampu membuat siswa aktif.
d. Banyak materi pembelajaran Fisika di SMA yang dalam proses belajar-
mengajar perlu melibatkan keaktifan siswa.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan indentifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas, maka
dapat disusun perumusan masalah sebagai berikut :
a. Adakah perbedaan pengaruh antara penggunaan model pembelajaran
koooperatif tipe Jigsaw dan STAD terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa
pada pokok bahasan Kalor?
b. Adakah perbedaan pengaruh antara keaktifan siswa di kelas kategori tinggi
dan rendah terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada pokok bahasan
Kalor?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
c. Adakah interaksi antara pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif
dan keaktifan siswa di kelas terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada
pokok bahasan Kalor?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ;
a. Ada atau tidak adanya perbedaan pengaruh antara penggunaan model
pembelajaran tipe Jigsaw dan STAD terhadap kemampuan kognitif Fisika
siswa pada pokok bahasan Kalor.
b. Ada atau tidak adanya pengaruh antara keaktifan siswa di kelas kategori tinggi
dan rendah terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada pokok bahasan
Kalor.
c. Ada atau tidak adanya interaksi antara pengaruh penggunaan model
pembelajaran kooperatif dan keaktifan siswa di kelas terhadap kemampuan
kognitif Fisika siswa pada pokok bahasan Kalor.
F. Manfaat penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :
a. Bagi peneliti, menyampaikan informasi tentang pengaruh dari model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan tipe STAD terhadap kemampuan
kognitif Fisika.
b. Bagi guru bidang studi khususnya Fisika dapat menjadikan kedua teknik dari
model pembelajaran kooperatif tersebut sebagai salah satu alternatif dalam
proses belajar-mengajar.
c. Bagi siswa dapat memberikan motivasi belajar, melatih keterampilan
bertanggung jawab pada setiap tugasnya, mengembangkan kemampuan
berfikir dan berpendapat positif, dan memberikan bekal untuk dapat
bekerjasama dengan orang lain baik dalam belajar maupun dalam masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Hakikat Belajar
a. Pengertian Belajar
Belajar adalah istilah yang tidak asing lagi dan sering didengar dalam
kehidupan sehari-hari. Kata ini secara efektif sudah dikenal sejak masa kanak-
kanak. Kegiatan ini dilakukan semua manusia jika manusia ingin
mempertahankan hidup maka manusia harus menempuh kegiatan tersebut, dan
mencapai kesuksesan serta meningkatkan kualitas hidup mereka.
Belajar pada dasarnya merupakan peristiwa terjadinya perubahan tingkah
laku sebagai dampak dari pengalaman individu. Pengalaman itu berupa situasi
belajar yang disengaja dan diciptakan oleh orang lain atau situasi yang tercipta
secara tidak sengaja. Menurut Rini Budiharti (1998:1) "Belajar adalah suatu usaha
untuk terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa". Perubahan-perubahan
itu berbentuk kemampuan-kemampuan baru yang dimiliki dalam waktu yang
relatife lama. Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks.
Belajar merupakan peristiwa terjadinya perubahan tingkah laku, baik potensial
maupun aktual. Perubahan-perubahan itu, berbentuk kemampuan-kemampuan
baru yang dimiliki dalam waktu yang relatif lama (konstan), serta perubahan itu
terjadi karena usaha sadar yang dilakukan oleh individu yang sedang belajar.
“Belajar adalah proses perubahan perilaku secara aktif, proses interaksi
terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Proses yang diarahkan kepada
suatu tujuan. Proses berbuat melalui berbagai pengalaman, proses melihat,
mengamati, memahami sesuatu yang dipelajari” (Gino, dkk, 1997: 31).
Berikut ini beberapa definisi belajar yang dikemukakan oleh Agus Suprijono (2009: 2) : 1) Gagne Belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai
seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang ssecara langsung.
7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
2) Travers Belajar adalah proses menghasilkan penyesuian tingkah laku. 3) Cronbach Learning is shown by a change in behavior as a result of experience.
(belajar adalah perubahan perilkau sebagai hasil dari pengalaman) 4) Harorld Spears Learning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves,
tolisten, to follow direction. (dengan kata lain, bahwa belajar adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengar dan mengikuti arah tertentu).
5) Geoch Learning is change in performance as a result of practice. ( Belajar
adalah perubahan performance sebagai hasil latihan) 6) Morgan Learning is any relative permanent chage in behavior that is a result of
past experience. ( Belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permanent sebagai hasil dari pengalaman).
Dari beberapa pendapat para ahli tersebut di atas dapat disimpulkan
bahwa belajar adalah keseluruhan aktivitas seseorang dalam berinteraksi secara
aktif dengan sumber belajar yang dapat menghasilkan perubahan tingkah laku,
baik potensial maupun aktual yang bersifat kontinue dan bersifat positif, serta
bertujuan terjadinya perubahan kearah yang lebih baik pada peserta didik.
Perubahan tersebut terjadi karena usaha sadar yang dilakukan oleh individu yang
sedang belajar.
b. Prinsip belajar
Prinsip Belajar yang dikemukakan oleh Agus Suprijono (2009: 4) adalah mencakup tiga hal, yang pertama prinsip belajar adalah perubahan perilaku. Perubahan perilaku sebagai hasil belajar memiliki ciri-ciri : 1) Sebagai hasil tindakan rasionalinstrumental yaitu perubahan yang
disadari. 2) Kontinue atau berkesinambungan dengan perilaku lainnya. 3) Fungsional atau bermanfaat sebagai bekal hidup. 4) Positif dan berakumulasi. 5) Aktif dan sebagai usaha yang direncanakan dan dilakukan. 6) Permanen atau tetap, sebagai mana dikatakan oleh Wittig, belajar
sebagai any relatively permanent chage in an organism’s behavioral repervire that occurs as a result of experience.
Kedua , belajar merupakan proses. Belajar terjadi karena didorong kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Belajar adalah proses sistemik yang dinamis, konstruktif, dan organik. Belajar merupakan kesatuan fungsional dari berbagai komponen belajar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Ketiga, belajar merupakan bentuk pengalaman. Pengalaman adalah hasil dari interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya. William Burton mengemukakan bahwa A good learning situation consist of rich and veried series of learning experience unified araound a vigorous pupose and carried on in interaction with a rich varied and propacative environtment.
c. Tujuan Belajar
Tujuan belajar merupakan komponen sistem pembelajaran yang sangat
penting, karena semua komponen yang dalam sistem pembelajaran dilaksanakan
atas dasar pencapaian tujuan belajar. Keberhasilan belajar siswa berarti
tercapainya tujuan belajar siswa, dimana siswa melakukan emansipasi diri dalam
rangka mewujudkan kemandirian.
Dalam usaha pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem
lingkungan atau kondisi belajar yang baik. Sistem lingkungan yang baik itu terdiri
dari komponen-komponen pendukung antara lain tujuan belajar yang akan
dicapai, bahan pengajaran yang digunakan mencapai tujuan, guru dan siswa yang
memainkan peranan serta memiliki hubungan sosial tertentu, jenis kegiatan dan
sarana atau prasarana yang tersedia. Tiap-tiap tujuan belajar tertentu
membutuhkan system lingkungan tertentu yang relevan.
Menurut Sardiman : Tujuan belajar bermacam dan bervariasi, tetapi dapat diklasifikasikan menjadi dua : pertama yang eksplisit diusahakan untuk dicapai tindakan instruksional, lazim dinamakan instruksional efeks (instructional effects) yang biasanya berbentuk pengetahuan dan ketrampilan. Sedangkan hasil sampingan yang diperoleh; misalnya : kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan sikap terbuka. Hasil sampingan ini disebut nurturant effect. (Gino, Suwarni, Suripto, Maryanto, Sutijan, 1997: 18-19)
2. Hakikat Mengajar
a. Pengertian mengajar
Dalam pendidikan tidak pernah lepas dari kegiatan mengajar, selain
belajar kegiatan ini juga berperan sangat penting. Berdasarkan arti kamus,
mengajar adalah proses perbuatan, cara mengajarkan. Mengajar adalah proses
penyampaian. Arti demikian melahirkan konstruksi belajar-mengajar berpusat
pada guru. Perbuatan atau cara mengajarkan diterjemahkan sebagai kegiatan guru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
mengajari peserta didik; guru menyampaikan pengetahuan kepada peserta didik
dan peserta didik sebagai pihak penerima. Mengajar seperti ini merupakan proses
instruktif. Guru bertindak sebagai panglima, guru dianggap paling dominan, dan
guru dipandang sebagai orang yang paling mengetahui. Mengajar adalah interaksi
imperative. Mengajar merupakan transplantasi pengetahuan.
Menurut Sardiman (2011:54) mengajar dalam kegiatan belajar-mengajar diterjemahkan secara konseptual, disinkronisasikan dengan pengertian “mendidik”. Oleh karena itu, batasan mengajar adalah menyediakan kondisi yang optimal yang merangsang serta mengarahkan kegiatan belajar anak didik untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan nilai atau sikap yang dapat membawa perubahan tingkah laku maupun pertumbuhan sebagai pribadi.
Sardiman (2011:48) mengungkapkan bahwa : “mengajar merupakan suatu aktifitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak, sehingga terjadi proses belajar. Atau dikatakan, mengajar sebagai upaya menciptakan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya kegiatan belajar bagi para siswa, kondisi itu diciptakan sedemikian rupa sehingga membantu perkembangana anak secara optimal baik jasmani maupun rohani, baik fisik maupun metal”.
b. Pembelajaran
Pembelajaran berdasarkan makna leksikal berarti proses, cara, perbuatan mempelajari. Perbedaan esensiil istilah ini dengan pengajaran adalah pada tindak ajar. Pada pengajaran guru mengajar, peserta didik belajar, sementara pada pembelajaran guru mengajar diartikan sebagai upaya guru mengorganisir lingkungan agar terjadi pembelajaran. Guru mengajar dalam perspektif pembelajaran adalah guru menyediakan fasilitas belajar bagi peserta didiknya untuk mempelajarinya. Jadi, subjek pembelajaran adalah peserta didik. Pembelajran berpusat pada peserta didik. Pembelajaran adalah dialog interaktif. Pembelajaran merupakan proses organik dan konstruktif, bukan mekanis seperti halnya pengajaran (Agus Suprijono, 2009: 13).
”Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-
unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling
mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembalajaran” (Oemar Hamalik, 2001: 57).
Adapun tujuan pembelajaran merupakan sesuatu yang hendak dicapai dari proses
belajar-mengajar. Untuk menjadi pribadi yang matang, setiap manusia
memerlukan sejumlah kecakapan dan ketrampilan tertentu yang harus
dikembangkan melalui proses belajar-mengajar. Proses belajar ini merupakan
proses yang terjadi antara guru dengan peserta didik dalam pembelajaran yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
merupakan perpautan dua pokok pribadi, yaitu pribadi guru dan peserta didik.
Pada proses ini diharapkan peserta didik mempunyai sejumlah kepandaian dan
kecakapan tertentu yang dapat membentuk pribadi yang cukup terintergrasi.
Belajar dan mengajar pada dasarnya adalah interaksi atau hubungan
timbal balik antara guru dengan peserta didik dalam situasi pendidikan. Dalam
pengertian interaksi sudah barang tentu ada unsur memberi dan menerima, baik
bagi guru maupun peserta didik. Belajar dan mengajar adalah dua proses yang
mempunyai hubungan yang sangat erat dalam dunia pengajaran. Belajar biasanya
dititikberatkan kepada peserta didik, sedangkan mengajar lebih kepada guru
sekalipun sebenarnya keduanya, baik peserta didik maupun guru, bisa melakukan
kedua hal tersebut yaitu belajar maupun mengajar.
3. Kegiatan Belajar
Kegiatan belajar memecahkan masalah merupakan tipe kegiatan belajar
dalam usaha mengembangkan kemampuan berfikir. Berfikir adalah aktifitas
kognitif tingkat tinggi. Berfikir melibatkan asimilasi dan akomodasi berbagai
pengetahuan dan struktur kognitif atau skema kognitif yang dimiliki peserta didik
untuk memecahkan persoalan. Dalam legiatan belajar pemecahan masalah peserta
didik terlibat dalam berbagai tugas, penentuan tujuan yang ingin dicapai dan
kegiatan untuk melaksanakan tugas.
Gagne mengimplifikasikan kegiatan belajar menjadi delapan yang
dirangkum sebagai berikut :
a) Signal learning atau kegiatan belajar mengenal tanda. Tipe kegiatan belajar ini
menekankan belajar sebagai usaha merespons tanda-tanda yang dimanipulasi
dalam situasi pembelajaran.
b) Stimulus-response learning atau kegiatan belajar tindak balas. Tipe ini
berhubungan dengan perilaku peserta didik yang secara sadar melakukan
respons tepat terhadap stimulus yang dimanipulasi dalam situasi pembelajaran.
c) Chaining learning atau kegiatan belajar melalui rangkaian. Tipe ini berkaitan
dengan kegiatan peserta didik menyusun hubungan antara dua stimulus atau
lebih dengan berbagai respon yang berkaitan dengan stimulus tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
d) Verbal association atau kegiatan belajar melalui asosiasi lisan. Tipe ini
berkaitan dengan upaya peserta didik menghubungkan respons dengan
stimulus yang disampaikan secara lisan.
e) Multiple discrimiination learning atau kegiatan belajar dengan perbedaan
berganda. Tipe ini berhubungan dengan kegiatan peserta didik membuat
berbagai perbedaan respons yang digunakan terhadap stimlus yang beragam,
namun berbagai respons dan stimulus itu saling berhubungan antara satu
dengan yang lainnya.
f) Concept learning atau kegiatan belajar konsep. Tipe ini berkaitan dengan
berbagai respons dalam waktu yang bersamaan terhadap sejumlah stimulus
berupa konsep-konsep yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.
g) Principle learning atau kegiatan belajar prinsip-prinsip. Tipe ini digunakan
peserta didik menghubungkan beberapa prinsip yang digunakan dalam
merespons stimulus.
h) Problem solving laerning atau kegiatan belajar pemecahan masalah. Tipe ini
berhubungan dengan kegiatan peserta didik menghadapi persoalan dan
memecahkannya sehingga pada akhirnya peserta didik memiliki kecakapan
dan keterampilan baru dala pemecahan masalah (Agus Suprijono, 2009: 10-
11).
4. Hakikat IPA
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah kumpulan pengetahuan yang
diperoleh dengan metode berdasar observasi dan tersusun secara sistematis
mengenai gejala-gejala alam. IPA membatasi diri dengan membahas gejala-gejala
alam yang bisa diamati melalui percobaan dan teoritik. IPA adalah suatu
kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis tentang gejala alam.
Menurut Margono dkk (1998: 21) bahwa Pengertian IPA meliputi tiga hal yaitu produk, proses dan sikap ilmiah, yang ketiganya saling berhubungan. 1) Produk IPA, adalah semua pengetahuan tentang gejala alam yang telah
dikumpulkan melalui pengamatan / observasi. Produk IPA berupa fakta, konsep, prinsip, hukum dan teori.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
2) Proses IPA, sering disebut juga proses ilmiah / metode ilmiah. Metode ilmiah adalah gabungan antara penataran dan pengujian secara empiris. Adapun langkah-langkah metode ilmiah adalah identifikasi masalah, perumusan masalah, penyusunan hipotesis, melakukan eksperimen, pengujian hipotesis dan penarikan kesimpulan.
3) Nilai dan sikap ilmiah Selama melakukan metode ilmiah melalui proses observasi, eksperimen
dan berfikir logis harus digunakan sikap jujur, obyektif dan komunikatif agar dapat mencapai hasil IPA yang benar. Fisika menjadi bagian dari ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala alam IPA.
Pengajaran Fisika akan lebih cepat dimengerti dan dipahami jika
diajarkan sesuai hakikat Fisika. Oleh karena itu, perlu metode pengajaran Fisika
yang menyangkut produk, proses dan sikap ilmiah dari Fisika. Adapun metode
pengajaran yang menyangkut dan mencakup hakikat pengajaran Fisika antara lain
metode demonstrasi, eksperimen, penemuan, discovery-inquiry dan metode lain
yang tergabung dengan satu di antara metode tersebut, serta pendekatan-
pendekatan yang digunakan dalam proses belajar-mengajar.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Fisika adalah ilmu
pengetahuan yang tersusun secara sistematis yang mempelajari tentang kejadian
alam yang berkembang didasarkan atas penelitian, percobaan, pengamatan dan
pengukuran serta penyajian konsep, teori secara matematis dengan
memperlihatkan konsep-konsep ilmu yang mempengaruhinya dan dirumuskan
dari gejala-gejala alam yang berhubungan dengan kebendaan yang diperoleh
melalui observasi.
5. Pendekatan Pembelajaran
a. Pengertian Pendekatan Pengajaran
Pengajaran merupakan suatu usaha untuk pembelajaran siswa. Belajar
adalah usaha untuk terjadi perubahan tingkah laku pada diri siswa. Dengan adanya
interaksi antar siswa dengan lingkungannya diharapkan terjadi perubahan tingkah
laku, sedangkan menurut pendapat Rini Budiharti yaitu :
Pendekatan adalah cara umum dalam memandang permasalahan atau objek kajian, sehingga berdampak ibarat seseorang mengenakan kaca mata dengan warna tertentu didalam memandang alam sekitar. Kaca mata yang berwarna
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
hijau akan menyebabkan dunia kelihatan kehijauan-hijauan, kaca mata berwarna coklat membuat dunia kelihatan kecoklat-coklatan, dan seterusnya. (Rini Budiharti, 1998: 2)
Menurut Syaiful Sagala (2009: 68) menyatakan bahwa ”Pendekatan
pembelajaran adalah jalan yang akan ditempuh oleh guru dan siswa dalam
mencapai tujuan instruksional untuk suatu instruksional tertentu”. Hal ini berarti
bahwa pendekatan pembelajaran ialah suatu jalan yang akan ditempuh dalam
pembelajaran untuk mencapai tujuan instruksional.
Dari pendapat Rini Budiharti dan Syaiful Sagala dapat disimpulkan
bahwa pendekatan adalah cara umum dalam memandang permasalahan atau objek
kajian sehingga dapat mengembangkan keaktifan belajar sehingga tujuan
pengajaran tercapai.
b. Hakikat Pendekatan Pengajaran Konstruktivisme
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi begitu cepat, sehingga guru
tidak mungkin lagi mampu menyampaikan sejumlah informasi, konsep dan fakta
dari berbagai materi pelajaran sehingga siswa dituntut untuk lebih aktif mencari dan
menyusun, serta mengumpulkan fakta dan konsep.
Tujuan dari pendidikan Fisika dapat dicapai melalui berbagai faktor, salah
satunya adalah melalui pendekatan yang digunakan. Pendekatan konstruktivisme
menekankan pada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri melalui
objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungan mereka. Suatu pengetahuan dianggap
benar bila pengetahuan itu dapat berguna untuk menghadapi dan memecahkan
persoalan atau fenomena yang sesuai. Bagi konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat
ditransfer begitu saja dari seseorang kepada orang lain, tetapi harus diinterprestasikan
sendiri oleh masing-masing orang.
Setiap orang harus mengkonstruksi sendiri pengetahuannya sehingga
pengetahuan yang mereka dapat bukan merupakan sesuatu yang sudah jadi
melainkan melalui proses yang berkembang secara terus menerus. Dalam proses ini
keaktifan dan rasa keingintahuan seseorang memegang peranan yang sangat penting.
Konstruktivisme menyatakan bahwa pengetahuan akan tersusun atau
terbangun di dalam pikiran siswa sendiri ketika ia berupaya untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
mengorganisasikan pengalaman barunya berdasar pada kerangka kognitif yang
sudah ada di dalam pikirannya, sebagaimana dinyatakan Bodner (1986, p. 873):
“knowledge is construsted as the learner strives to organize his or her experience
in terms of preexisting mental strustures”. Dengan demikian, pengetahuan tidak
dapat dipindahkan dengan begitu saja dari otak seorang guru ke otak siswanya.
Setiap siswa harus membangun pengetahuan itu di dalam otaknya sendiri-sendiri.
Menurut Siroj (http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/43/rusdy-a-siroj.htm) ciri-ciri pembelajaran yang konstruktivis adalah : 1) Menyediakan pengalaman belajar dengan mengkaitkan pengetahuan
yang telah dimiliki siswa sedemikian rupa sehingga belajar melalui proses pembentukan pengetahuan.
2) Menyediakan berbagai alternatif pengalaman belajar, tidak semua mengerjakan tugas yang sama, misalnya suatu masalah dapat diselesaikan dengan berbagai cara.
3) Mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi yang realistik dan relevan dengan melibatkan pengalaman konkrit, misalnya untuk memahami suatu konsep melalui kenyataan kehidupan sehari-hari.
4) Mengintegrasikan pembelajaran sehingga memungkinkan terjadinya transmisi sosial yaitu terjadinya interaksi dan kerja sama seseorang dengan orang lain atau dengan lingkungannya, misalnya interaksi dan kerjasama antara siswa, guru, dan siswa-siswa.
5) Memanfaatkan berbagai media termasuk komunikasi lisan dan tertulis sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif.
6) Melibatkan siswa secara emosional dan sosial sehingga menjadi menarik dan siswa mau belajar.
Dari pendapat Siroj dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri pembelajaran yang
konstruktivis, antara lain menyediakan pengalaman belajar, mengintegrasikan
pembelajaran dengan situasi yang realistik dan relevan, memanfaatkan berbagai
media pembelajaran, dan melibatkan siswa secara emosional dan sosial.
c. Filsafat Konstruktivisme
Filsafat pengetahuan adalah bagian dari filsafat yang mempertanyakan
soal pengetahuan dan juga bagaimana kita dapat mengetahui sesuatu. Salah satu
filsafat pengetahuan yang banyak mempengaruhi pengajaran perkembangan
pendidikan sains dan matematika akhir-akhir ini yaitu filsafat konstruktivisme.
Menurut Von Glasersfeld dalam Bettencourt, 1989; Matthews, 1994;
Piaget, 1971 yang dikutip Paul Suparno ( 2007 : 8), "Filsafat konstruktivisme
adalah filsafat yang mempelajari hakikat pengetahuan dan bagaimana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
pengetahuan itu terjadi. Menurut filsafat konstruktivisme, pengetahuan itu adalah
bentukan (konstruksi) kita sendiri yang sedang menekuninya".
Secara singkat gagasan konstruktivisme mengenai pengetahuan adalah : 1) Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka
tetapi selalu merupakan konstruksi kegiatan subyek. 2) Subyek membentuk skema kognitif, kategori, konsep dan struktur yang
perlu untuk pengetahuan. 3) Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang. Struktur
konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi itu berlaku dan berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang.( Paul Suparno, 2001 : 21 ) Dari ringkasan tersebut konstruktivisme adalah salah satu filsafat
pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi atau
bentukan diri sendiri. Dari sudut pandang konstruktivisme, belajar nampak
sebagai modifikasi dari ide-ide siswa yang telah ada atau sebagai pengembangan
konsepsi siswa.
d. Makna Belajar Konstruktivisme
Menurut kaum konstruktivis, Belajar merupakan proses mengasimilasi
dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengetahuan
yang telah dimiliki siswa, sehingga pengetahuan yang dimiliki siswa semakin
berkembang. Menurut Paul Suparno (2001: 6) proses tersebut mempunyai ciri-
ciri, antara lain :
1) Belajar berarti membentuk makna-makna ciptaan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami, konstruksi arti ini dipengaruhi oleh pengertian yang ia punyai.
2) Konstruksi arti itu adalah proses yang terus menerus setiap kali berhadapan dengan fenomena atau persoalan baru, kemudian diadakan konstruksi baik secara kuat atau lemah.
3) Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil pengembangan, melainkan merupakan perkembangan itu sendiri (Fosrot, 1996).
4) Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam keraguannya yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidakseimbangan adalah situasi yang baik untuk memacu belajar.
5) Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman belajar dengan dunia fisik dan lingkungannya (Bettencourt, 1989).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
6) Hasil belajar seseorang tergantung dari apa yang telah diketahui si pelajar, konsep-konsep, tujuan-tujuan dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari. Dari uraian di atas terlihat jelas bahwa bagi konstruktivisme, kegiatan
belajar adalah kegiatan yang aktif, di mana pelajar membangun sendiri
pengetahuannya. Pelajar mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari. Ini
merupakan proses menyesuaikan konsep dan ide-ide baru dengan kerangka
berpikir yang telah ada dalam pikiran mereka.
a) Makna Mengajar Konstruktivisme
Kaum konstruktivisme beranggapan bahwa mengajar bukanlah
memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa. Mengajar merupakan kegiatan
yang membantu siswa sendiri membangun pengetahuannya. Menurut Von
Glassersfeld dalam Paul Suparno (2001: 15) menyatakan bahwa : “mengajar
adalah membantu seseorang berpikir secara benar dengan membiarkannya
berpikir sendiri”. Jadi guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang
membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik.
Secara garis besar menurut Paul Suparno (2007: 15) fungsi mediator dan
fasilitator dari guru itu dapat dijabarkan dalam beberapa tugas sebagai berikut :
1) Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggung jawab dalam membuat perencanaan belajar, melakukan proses belajar, dan membuat penelitian.
2) Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya dan mengkomunikasikan ide ilmiah. (Watt & pope, 1989)
3) Menyediakan sarana yang merangsang berfikir siswa secara produktif. Menyediakan kesempatan dan pengalaman yang paling mendukung belajar siswa. Guru harus menyemangati siswa. Guru perlu menyediakan pengalaman konflik. (Tobin, Tippins, & Gallard. 1994)
4) Memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran siswa berjalan atau tidak. Guru juga membantu mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan siswa.
Dari pendapat Paul Suparno dapat disimpulkan bahwa fungsi mediator
dan fasilitator dari guru yaitu memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang
keingintahuan siswa, menyediakan sarana yang merangsang berfikir siswa secara
produktif dan membantu mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
6. Model Pembelajaran Kooperatif
a. Model Pembelajaran Kooperatif
1) Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu pengembangan teknis
belajar bersama, saling membantu dan bekerja sebagai sebuah tim (kelompok ).
Jadi pembelajaran kooperatif berarti belajar bersama, saling membantu dalam
pembelajaran agar setiap anggota kelompok dapat mencapai tujuan atau
menyelesaikan tugas yang diberikan dengan baik.
Slavin (2008:4) mendefinisikan bahwa, Model pembelajaran kooperatif sebagai model pembelajaran di mana siswa bekerja sama dalam suatu kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lain dalam mempelajari materi pelajaran. Para siswa saling membantu, saling mendiskusikan dan berargumentasi untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing.
Di dalam model pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam
kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang siswa. Setiap kelompok
yang heterogen maksudnya terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis
kelamin dan suku. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
kooperatif menekankan pada kerjasama dalam proses belajar bagi siswa untuk
mengkonstruk pengetahuan. Belajar kelompok dalam pembelajaran kooperatif
berbeda dengan belajar kelompok biasa.
Model pembelajaran kooperatif mempunyai karakteristik tertentu, seperti
yang dirangkum sebagai berikut : a).Tujuan Kelompok, kebanyakan model
pembelajaran kooperatif mempunyai tujuan kelompok; b).Pertanggungjawaban
individu, pertanggungjawaban individu dicapai dengan 2 cara, pertama untuk
memperoleh skor kelompok dengan menjumlah skor setiap anggota kelompok.
Cara kedua dengan memberikan tugas khusus di-mana setiap siswa diberi
tanggung jawab untuk setiap bagian tugas kelompok; c).Kesempatan untuk
sukses, keunikan dalam model pembelajaran kooperatif ini yaitu menggunakan
metode skoring yang menjamin setiap siswa memiliki kesempatan yang sama
untuk berkontribusi dalam tim, d) kompetisi tim, sebagai sarana untuk memotivasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
siswa dalam bekerjasama dengan anggota timnya, e) spesialisasi tugas dan f)
adaptasi terhadap kebutuhan kelompok. (Slavin , 2008: 26-28).
Pembelajaran kooperatif memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan model pembelajaran kooperatif adalah: meningkatkan kemampuan siswa, meningkatkan rasa percaya diri, menumbuhkan kesadaran untuk berpikir, menyelesaiakan masalah, mengaplikasikan kemampuan dan pengetahuan, dan mengambangkan hubungan antara siswa. Sedangkan kelemahan pembelajaran kooperatif adalah: memerlukan persiapan yang rumit untuk melaksanakannya, bila terjadi persaingan negatif maka hasilnya akan buruk, dan bila ada siswa yang malas atau ada yang ingin berkuasa maka dalam kelompok akan terjadi kesenjangan sehingga usaha kelompok tidak berjalan sebagaimana mestinya (Slavin, 2008:4-5).
Untuk keberhasilan dalam proses pembelajarn kooperatif, guru
disarankan mengikuti langkah-langkah yang benar mulai dari perencanaan,
pengelolaan dan evaluasi kegiatan belajar. Selain itu dalam pembelajaran
kooperatif, setiap siswa saling bekerja sama satu dengan yang lain, berdiskusi dan
berpendapat, menilai kemampuan pengetahuan dan saling mengisi kekurangan
anggota lainnya. Apabila dapat diorganisasikan secara tepat maka siswa akan
lebih menguasai konsep yang diajarkan. Bagi siswa yang kurang mampu mereka
akan diberi masukan dari teman-teman dalam satu kelompoknya yang mempunyai
kemampuan lebih. Bagi siswa yang mampu, diharapkan bisa lebih berkembang
dengan menyalurkan pengetahuannya kepada siswa yang kurang mampu.
Menurut Anita Lie dalam bukunya Cooperative Learning bahwa : “model
Cooperative Learning tidak sama dengan sekadar belajar kelompok, tetapi ada
unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang
dilakukan asal-asalan”. Roger dan David Johnson mengatakan bahwa : “tidak
semua kerja kelompok bisa dianggap Cooperative Learning”, untuk itu harus
diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong yang dirangkum
sebagai berikut :
a) Saling ketergantungan positif.
Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap
anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu
menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus
menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
b) Tanggung jawab perseorangan.
Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model
pembelajaran kooperatife, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk
melakukan yang terbaik. Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran
kooperatife membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga
masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya
sendiri agar tugas selanjutnya dapat dilaksanakan dalam kelompok.
c) Tatap muka.
Dalam model pembelajaran kooperatif setiap kelompok harus diberi
kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan
memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan
semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan
kelebihan, dan mengisi kekurangan.
d) Komunikasi antar anggota.
Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai
keterampilan berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga
bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan
kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Keterampilan
berkomunikasi dalam kelompok juga merupakan proses panjang. Namun, proses
ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk
memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan
emosional para siswa.
e) Evaluasi proses kelompok.
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk
mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar
selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif (Anita Lie, 2008: 31-37).
Ada enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang
menggunakan pembelajaran kooperatif. Menurut Tim Instruktur Fisika Jawa
Tengah (2003:FIS/LKGI/12) tahapan pembelajaran kooperatif tersebut adalah:
Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Fase-fase Tingkah Laku Guru
Fase 1
Menyampaikan tujuan
dan memotivasi siswa.
Fase 2
Menyajikan informasi
Fase 3
Mengorganisasikan
siswa ke dalam
kelompok-kelompok
belajar.
Fase 4
Membimbing
kelompok bekerja dan
belajar.
Fase 5
Evaluasi
Fase 6
Memberikan
penghargaan.
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin
dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa
belajar.
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan
demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya
membentuk kelompok belajar dan membantu setiap
kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada
saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang
telah dipelajarinyaatau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya.
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya
maupun hasil belajar individualdan kelompok.
(Agus Suprijono, 2009: 65)
Slavin ( 2008:11 ) membedakan model pembelajaran kooperatif dalam
beberapa tipe yaitu: “Student Team Achievement Division ( STAD ), Team
Games Tournament ( TGT ), Team Assisted Individualization ( TAI ),
Cooperative Integrated Reading And Composition ( CIRC ), dan Jigsaw”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
a) Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Tipe STAD merupakan model pembelajaran kooperatif tipe yang paling
sederhana, di mana siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok dengan
anggota 4-5 orang, dan setiap kelompok haruslah heterogen. Guru menyajikan
pelajaran, dan kemudian siswa bekerja di dalam tim mereka untuk memastikan
bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh
siswa dikenai kuis tentang materi itu dan pada saat kuis mereka tidak boleh saling
membantu. Skor yang didapat hingga mencapai kriteria tertentu dapat diberi
sertifikat atau penghargaan yang lain.
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe
dari pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Dalam pembelajaran ini
siswa akan duduk bersama dalam kelompok yang beranggotakan 4-5 orang untuk
menguasai materi yang disampaikan oleh guru. Menurut Slavin ( 2008:12 ):
“gagasan utama dari model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah untuk
memotivasi siswa supaya dapat saling mendukung dan membantu satu sama lain
dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru”.
Adapun komponen-komponen dalam model pembelajaran kooperatif
tipe STAD menurut Slavin (2008 : 143-160), dapat dirangkum sebagai berikut.
1). Presentasi Kelas, merupakan pengajaran langsung seperti yang sering
dilakukan atau diskusi yang dipimpin oleh guru, atau pengajaran dengan
presentasi audiovisual. Tetapi bedanya dengan pengajaran biasa adalah
pengajaran ini berfokus pada unit STAD. Sehingga siswa akan menyadari
bahwa mereka harus benar-benar memberi perhatian penuh selama presentasi
kerena hal ini akan sangat membantu mereka mengerjakan kuis dan skor kuis
mereka menentukan skor tim mereka.
2). Tim, terdiri atas empat atau lima orang yang heterogen. Fungsi utama dari tim
adalah untuk memastikan bahwa semua aggota tim benar-benar belajar,
sehingga setiap anggota tim akan siap mengerjakan kuis dengan baik. Setelah
guru menyampaikan materi, tim berkumpul untuk mempelajari lembar
kegiatan, yang berupa pembahasan masalah, membandingkan jawaban, dan
mengoreksi kesalahan pemahaman antar anggota tim.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
3). Kuis, dilakukan setelah satu atau dua periode penyampaian materi dan satu
atau dua periode praktikum tim. Para siswa tidak diperkenankan untuk saling
membantu dalam mengerjakan kuis, sehingga tiap siswa bertanggungjawab
secara individual untuk mamahami materinya.
4). Skor Kemajuan Individual. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kepada
setiap seswa tujuan kinerja yang akan dicapai apabila mereka bekerja lebih
giat dan memberikan kinerja yang lebih baik dari pada sebelumnya. Tiap
siswa dapat memberikan kontribusi poin yang maksimal kepada timnya dalam
sistem skor, tetapi tidak ada siswa yang dapat melakukannya tanpa usaha yang
terbaik. Tiap siswa diberika skor “awal”, yang diperoleh dari rata-rata kinerja
siswa tersebut sebelumnya dalam mengerjakan kuis yang sama. Siswa
selanjutnya akan mengumpulkan poin untuk tim mereka berdasarkan tingkat
kenaikan skor kuis mereka dibandingkan dengan skor awal mereka.
Tabel 2.2 Perbandingan Skor Kuis dan Poin Kemajuan.
Skor Kuis Poin Kemajuan
Lebih dari 10 poin di bawah skor awal
10 – 1 poin di bawah skor awal
Skor awal sampai 10 poin di tas skor awal
Lebih dari 10 poin di atas skor awal
5
10
20
30
5). Rekognisi Tim. Tim mendapat penghargaan jika skor rata-rata mereka dapat
melampaui kriteria yang telah ditentukan. Kelompok dengan skor tertinggi
mendapatkan kriteria Superteam, kelompok dengan skor menengah
(Greatteam) dan kelompok dengan skor terendah sebagai Goodteam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Skema model pembelajaran kooperatif tipe STAD ditunjukkan pada gambar 2.1.
Gambar.2.1. Skema Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
b) Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
“Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et al, teknik ini
menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara”
(Anita Lie,2008:69).
Dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, siswa
dibagi berkelompok dengan anggota kelompok 5 atau 6 orang heterogen. Materi
pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telah dibagi dalam
beberapa sub bab. Setiap anggota kelompok masing-masing ditugaskan untuk
membaca sub bab yang yang berbeda-beda sesuai dengan yang ditugasi oleh guru
dan bertanggung jawab untuk mempelajari bagian yang diberikan itu. Kelompok
Pembentukan kelompok secara heterogen (beranggotakan 4-6 orang)
Presentasi Kelas (guru menyampaikan materi pelajaran)
Kegiatan Kelompok (belajar kelompok dengan LKS)
Kuis oleh masing-masing individu
Skoring individual dan kelompok
Penghargaan Kelompok
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
siswa yang sedang mempelajari sub bab ini disebut sebagai kelompok ahli.
Setelah itu para siswa kembali ke kelompok asal mereka dan bergantian
mengajarkan kepada teman sekelompoknya tentang hasil diskusinya di kelompok
ahli. Demikian dilakukan oleh semua anggota kelompok atas kajian di kelompok
ahli. Satu-satunya cara siswa dapat belajar sub bab lain, selain sub bab yang sudah
dipelajari adalah mendengarkan secara sungguh-sungguh terhadap teman satu
kelompok mereka. Setelah selesai pertemuan dan diskusi di-kelompok asal, siswa
diberikan kuis secara individu tentang materi ajar.
Gambar 2.2. Skema Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Skema pembelajaran tipe Jigsaw adalah seperti yang ditunjukkan oleh
gambar di atas. Dimana menggambaran proses pembentukan dan pembagian
kelompok.
Menurut Anita lie (2008: 69-70), langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif adalah : 1) Pengajar membagi bahan pelajaran yang akan diberikan menjadi empat
bagian. 2) Sebelum bahan pelajaran diberikan, pengajar memberikan pengenalan
mengenai topik yang akan dibahas dalam bahan pelajaran untuk hari itu. Pengajar bisa menuliskan topik di papan tulis dan menanyakan apa yang siswa ketahui mengenai topik tersebut. Kegiatan brainstorming ini dimaksudkan untuk mengaktifkan skemata siswa agar lebih siap menghadapi bahan pelajaran yang baru.
3) Siswa dibagi dalam kelompok berempat. 4) Bagian pertama bahan diberikan kepada siswa yang pertama, sedangkan
siswa yang kedua menerima bagian yang kedua. Demikian seterusnya. 5) Kemudian, siswa disuruh membaca/mengerjakan bagian mereka
masing-masing.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
6) Setelah selesai, siswa saling berbagi mengenai bagian yang dibaca/dikerjakan masing-masing. Dalam kegiatan ini, siswa bisa saling melengkapi dan berinteraksi antara satu dengan yang lainnya.
7) Khusus untuk kegiatan membaca, kemudian pengajar membagikan bagian cerita yang belum terbaca kepada masing-masing siswa. Siswa membaca bagian tersebut.
8) Kegiatan ini bisa diakhiri dengan diskusi mengenai topik dalam bahan pelajaran hari itu. Diskusi bisa dilakukan antara pasangan atau dengan seluruh kelas.
Variasi untuk pembelajaran Jigsaw adalah jika tugas yang dikerjakan cukup sulit, siswa bisa membentuk Kelompok Para Ahli. Siswa berkumpul dengan siswa lain yang mendapatkan bagian yang sama dari kelompok lain. Mereka bekerja sama mempelajari/mengerjakan bagian tersebut. Kemudian, masing-masing siswa kembali ke kelompoknya sendiri dan membagikan apa yang telah dipelajarinya kepada rekan-rekan dalam kelompoknya.
Untuk skema pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah sepertii yang
disampaikan pada tabel berikut ini.
Tabel 2.2 Tabel Skema Pelaksanaan Pembelajaran Tipe Jigsaw.
7. Keaktifan Siswa
a. Pengertian Keaktifan Siswa
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:31) bahwa ”aktivitas
adalah keaktifan, kegiatan”. Sardiman (2011:100) menyatakan bahwa ”aktivitas
belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental”. John Dewey yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
dikutip oleh Dimyati dan Mudjiono (2006:44) mengemukakan, bahwa belajar
adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka
inisiatif harus datang dari siswa untuk dirinya sendiri. Guru hanya sekedar
pembimbing dan pengarah. Belajar hanya terjadi apabila anak aktif mengalami
sendiri.
Dari pengertian tersebut di atas maka keaktifan memiliki arti yang sama
dengan arti aktivitas yaitu suatu kegiatan atau kesibukan. Sedangkan keaktifan
belajar adalah kegiatan atau kesibukan yang dilakukan oleh siswa dalam belajar
yang berupa keaktifan fisik dan mental.
b. Pentingnya Keaktifan Siswa
Pada prinsipnya belajar adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku.
Orang yang belajar harus aktif, karena tanpa adanya tindakan yang aktif, belajar
tidak mungkin berjalan. Sardiman A.M (2011:95) mengatakan bahwa “Tidak ada
belajar kalau tidak ada aktivitas”. Sehingga terlihat disini bahwa aktivitas
merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam proses belajar
mengajar. Lebih lanjut Rousseau yang dikutip oleh Sardiman A.M. (2011:96-97)
mengatakan bahwa “ Segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan
sendiri, penyelidikan sendiri, dengan bekerja sendiri, dengan fasilitas yang
diciptakan sendiri, baik secara rohani atau teknis”.
Semua cara belajar itu mengandung keaktifan pada siswa, meskipun
kadar keaktifannya berbeda-beda. Ada kegiatan belajar yang mempunyai kadar
keaktifan yang tinggi dan ada pula yang rendah, tidak mungkin ada titik nol. Jadi
disini terlihat bahwa sesungguhnya belajar dapat dicapai melalui proses yang
bersifat aktif walaupun dengan kadar yang berbeda.
Jadi dari pandangan dari beberapa ahli di atas, maka jelas dalam
pembelajaran anak didik harus aktif berbuat. Atau dengan kata lain bahwa dalam
belajar sangat diperlukan keaktifan yang bersifat jasmani, fisik, dan mental.
c. Bentuk-Bentuk Keaktifan Siswa
Kecenderungan psikologi dewasa ini menganggap bahwa anak adalah
makhluk yang aktif. Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu,
mempunyai kemampuan, dan aspirasinya sendiri. Belajar yang dilakukan siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
tidak mungkin dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak mungkin dilimpahkan
kepada orang lain. Dimyati dan Mudjiono (2006:44) menemukakan bahawa:
Semua cara belajar itu mengandung unsur keaktifan. Dalam setiap proses belajar siswa selalu menampakkan keaktifan. Keaktifan ini beraneka ragam bentuknya, mulai dari kegiatan fisik maupun psikis. Keaktifan siswa dalam belajar tersebut dapat muncul dalam berbagai bentuk, misalnya mendengarkan seorang guru yang sedang berceramah, mendiskusikan sesuatu dengan guru atau teman sekelas, dan sebagainya.
Pendapat Paul B. Diedrich yang dikutip oleh Sardiman (2011:101)
membuat suatu daftar yang berisi macam-macam aktivitas siswa yang digolongkan menjadi 8 aktivitas di antaranya :
melihat hubungan, mengambil keputusan. 8) Emosional activities Contohnya : menaruh minat, gembira, bersemangat, bergairah, berani,
tegang.
Dengan klasifikasi di atas menunjukkan bahwa keaktifan siswa dalam
belajar cukup kompleks dan bervariasi. Berbagai macam kegiatan tersebut harus
berusaha diciptakan di dalam kelas agar siswa tidak merasa bosan dalam belajar.
Belajar bukan hanya sekedar menghafal suatu teori, melainkan juga
dihadapkan pada fakta-fakta dan pemecahan berbagai masalah. Siswa dituntut
banyak melibatkan diri dalam proses belajar, misalnya: mendengarkan,
memperhatikan, dan tanya jawab dengan guru.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Nana Sudjana (1996:61) mengemukakan bahwa “ Keaktifan siswa dapat
dinilai dengan cara:
1) Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya
2) Terlibat dalam pemecahan soal
3) Bertanya pada siswa lain atau guru apabila tidak memahami apa yang
dihadapinya.
4) Berusaha mencari informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah.
5) Melaksakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru.
6) Menilai kemampuan dari hasil-hasil yang dipelajari
7) Melatih diri dalam memecahkan masalah yang sejenis.
Dari kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa penilaian keaktifan siswa
dapat dilihat bagaimana siswa berperan aktif dalam melaksanakan tugas
belajarnya dan pemecahan masalahnya. Penilaian lain dapat dilihat dari
bagaimana usaha siswa mencari informasi, bekerjasama dengan temannya untuk
memecahkan masalah belajar.
8. Kemampuan Kognitif Siswa
Adanya suatu penilaian merupakan salah satu bagian dari kegiatan atau
usaha. Melalui kegiatan ini, kita dapat mengetahui sejauh mana hasil dari suatu
kegiatan. Dalam proses pembelajaran di sekolah, hasil yang didapat biasanya
disebut dengan kemampuan kognitif yaitu hasil yang dicapai oleh siswa selama
mengikuti proses pembelajaran. Hal ini akan memberikan masukan bagi guru
untuk mengetahui seberapa banyak siswa mampu menguasai materi yang diterima
selama proses pembelajaran tersebut berlangsung.
Cara penalaran (kognitif) seseorang terhadap suatu objek selalu berbeda-
beda dengan orang lain. Artinya orang yang sama mungkin akan mendapat
penalaran yang berbeda dari dua orang atau lebih. Jadi karena berbeda, dalam
penalaran berbeda pula dalam kepribadian maka terjadilah perbedan individu.
Aspek kognitif secara garis besar meliputi jenjang-jenjang yang dikembangkan
oleh Bloom yang dikutip oleh Aunurrahman (2009: 49), komponen kognitif
meliputi:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
a) Pengetahuan (knowledge) yaitu berhubungan dengan mengingat materi pelajaran yang sudah dipelajari sebelumnya. Pengetahuan dapat menyangkut bahan yang luas atau sempit, seperti fakta (sempit) dan teori (luas). Namun, apa yang diketahui hanya sekedar informasi yang dapat diingat saja. Oleh karena itu, pengetahuan merupakan tingkatan ranah kognitif yang paling sederhana.
b) Pemahaman (comprehension), adalah kemampuan memahami arti sesuatu bahan pelajaran, seperti menafsirkan, menjelaskan atau meringkas tentang sesuatu. Kemampuan semacam ini lebih tinggi daripada pengetahuan.
c) Penerapan (application), adalah kemampuan menggunakan atau menafsirkan sesuatu bahan yang sudah dipelajari ke dalam situasi baru atau situasi konkret, seperti menerapkan sesuatu dalil, metode, konsep, atau teori. Kemampuan ini lebih tinggi daripada pemahaman.
d) Analisis (analysis), adalah kemampuan menguraikan atau menjabarkan sesuatu ke dalam komponen atau bagian-bagian sehingga susunannya dapat dimengerti. Kemampuan ini meliputi mengenal bagian-bagian, hubungan antar bagian, serta prinsip yang digunakan dalam organisasi atau susunan materi pelajaran.
e) Sintesis (syntesis), merupakan kemampuan untuk menghimpun bagian ke dalam suatu keseluruhan, seperti merumuskan tema, rencana atau melibatkan hubungan abstrak dari berbagai informasi atau fakta.
f) Evaluasi (evaluation), berkenaan dengan kemampuan menggunakan pengetahuan untuk membuat penilaian terhadap sesuatu berdasarkan maksud atau cerita tertentu.
Berdasarkan uraian yang dikemukakan oleh Bloom tersebut dapat
diketahui bahwa kemampuan kognitif tidak hanya berhubungan dengan
pengetahuan saja, tetapi di dalamnya terdapat jenjang/tingkatan-tingkatan yang
berhubungan dengan aspek mengingat dan berpikir. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa kemampuan kognitif adalah kemampuan yang berhubungan
dengan aktivitas kerja otak.
9. Kalor
Dalam kehidupan sehari-hari dikenal istilah suhu dan kalor. Sebuah oven
yang panas dikatakan memiliki suhu tinggi, sebaliknya es dari kulkas dikatakan
memiliki suhu rendah. Dalam kehidupan sehari-hari juga terjadi beberapa
peristiwa yang diakibatkan adanya pemanasan, gelas pecah karena diberi air
terlalu panas atau ban motor meletus karena ditaruh di tempat panas seharian. Hal
tersebut dapat dijelaskan secara rinci dalam materi suhu dan kalor.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
a. Suhu
Suhu termasuk besaran pokok dalam fisika. Suhu menyatakan tingkat
(derajat) panas atau dinginnya suatu zat. Suhu diukur dengan termometer.
Berdasarkan zat yang digunakan dalam termometer, ada beberapa macam
termometer, antara lain: termometer cairan, termometer gas, pirometer, termostat,
dan termokopel.
Pengukuran suhu didasarkan pada keadaan fisis zat ( padat, cair, gas)
yang mengalami perubahn jika suhunya berubah. Sensitifitas benda terhadap
perubahan suhu dinamakan sifat termometrik zat. Perubahan termometrik zat
antara lain sebagai berikut :
a. Perubahan volume
b. Perubahan wujud
c. Perubahan daya hantar listrik
d. Perubahan warna
1). Skala termometer
Skala pada termometer dibuat dengan menetapkan terlebih dahulu dua titik
tetap sebagai pedoman. Titik tetap tersebut diambil pada saat es melebur dan pada
saat air mendidih. Pada termometer yang menggunakan skala Celcius, es melebur
pada suhu 00 C digunakan sebagai titik tetap bawah dan air mendidih pada suhu
C0100 ditetapkan sebagai titik tetap atas. Selang antara dua titik tersebut
kemudian dibagi menjadi 100 bagian yang sama sehingga tiap bagian menyatakan
perubahan suhu sebesar C01 .
Selain termometer skala Celcius, ada juga termometer skala Kelvin,
Fahrenheit, dan Reamur. Penetapan skala pada keempat termometer di atas
diperlihatkan oleh Gambar 2.3 :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
(Joko Sumarsono, 2009: 136)
Gambar 2.3 : Perbandingan Skala Pada Termometer Celcius, Kelfin dan Farenheat
a. Celcius : batas bawah 0, batas atas 100
b. Reamur : batas bawah 0, batas atas 80
c. Farenheat : batas bawah 32, batas atas 212
d. Kelvin : untuk titik lebur es 273, dan titik didih air 373
secara umum hubungan antara skala dua termometer dapat dirumuskan dengan :
2b2a
2b2
1b1a
1b1
TT
TT
TT
TT
(2.1)
dengan
1T = suhu termometer 1
2T = suhu termometer 2
1aT = titik tetep atas termometer 1
2aT = titik tetap atas termometer 2
b1T = ttik tetap bawah termometer 1
b2T = titik tetap bawah termometer 2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
b. Pemuaian
Perhatikan kabel telepon pada musim dingin dan musim panas. Pada
musim dingin kabel terlihat kencang dan pada musim panas kabel terlihat kendor.
Gelas yang diisi air panas mendadak dapat pecah. Air yang mendidih kadang akan
tumpah dari wadahnya jika terus dipanasi. Beberapa peristiwa di atas merupakan
contoh dari pemuaian. Pemuaian merupakan gerakan atom penyusun benda
karena mengalami pemanasan. Makin panas suhu suatu benda, makin cepat
getaran antar atom yang menyebar ke segala arah. Karena adanya getaran atom
inilah yang menjadikan benda tersebut memuai ke segala arah, hal ini ditunjukkan
oleh Gambar 2.4 . Pemuaian dapat dialami zat padat, cair, dan gas.
(Resnick Halliday, 2009: 587)
Gambar 2.4 Gambar Struktur Molekul Zat Padat
1) Pemuaian Zat Padat
Pemuaian zat pada dasarnya ke segala arah. Namun, hanya akan dipelajari
pemuaian panjang, luas, dan volume. Besar pemuaian yang dialami suatu benda
tergantung pada tiga hal, yaitu ukuran awal benda, karakteristik bahan, dan besar
perubahan suhu benda. Setiap zat padat mempunyai besaran yang disebut
koefisien muai panjang. Koefisien muai panjang suatu zat adalah angka yang
menunjukkan pertambahan panjang zat apabila suhunya dinaikkan 1° C. Makin
besar koefisien muai panjang suatu zat apabila dipanaskan, maka makin besar
pertambahan panjangnya. Demikian pula sebaliknya, makin kecil koefisien muai
panjang zat apabila dipanaskan, maka makin kecil pula pertambahan panjangnya.
Koefisien muai panjang beberapa zat dapat dilihat pada tabel berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Tabel 2.3 Koefisien Muai Panjang
(Resnick Halliday, 2009. Hal : 588)
Sedangkan koefisien muai luas dan volume zat padat, masing-masing adalah
2 dan 3 .
a) Pemuaian Panjang
Pada zat padat yang berukuran panjang dengan luas penampang kecil,
seperti pada kabel dan rel kereta api. Pemuaian pada luas penampang dapat
diabaikan. Pemuaian yang diperhatikan hanya pemuaian pada pertambahan
panjangnya. Pertambahan panjang pada zat padat yang dipanaskan relatif kecil
sehingga butuh ketelitian untuk mengetahuinya.
Jika sebuah batang mempunyai panjang mula-mula 0l , koefisien muai
panjang , suhu mula-mula 1T , lalu dipanaskan sehingga panjangnya menjadi
tl dan suhunya menjadi 2T ( Gamabar 2.5) , maka akan berlaku persamaan,
sebagai berikut.
(Joko Sumarsono, 2009: 138)
Gambar 2.5 Pemuaian Panjang Pada Sebuah Besi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Untuk pemuaian panjang pada zat padat dapat dirumuskan sebagai berikut :
lll 0t (2.2)
karena Tll 0 , maka persamaannya menjadi seperti berikut.
T 1 l
T l ll
0
00t
(2.3)
keterangan:
0l : panjang batang mula-mula (m)
tl : panjang batang setelah dipanaskan (m)
l : selisih panjang batang = tl – 0l
: koefisien muai panjang (/°C)
1T : suhu batang mula-mula (° C)
2T : suhu batang pada suhu T(° C)
T : selisih suhu (° C) = 2T – 1T
b) Pemuaian Luas
Untuk benda-benda yang berbentuk lempengan plat (dua dimensi), akan
terjadi pemuaian dalam arah panjang dan lebar. Hal ini berarti lempengan tersebut
mengalami pertambahan luas atau pemuaian luas. Serupa dengan pertambahan
panjang pada kawat, pertambahan luas pada benda dapat dirumuskan sebagai
berikut.
000 l pA
Δl lΔp pl pA 00ttt
2 2
00
2200
00000000
0000
ΔTα ΔT 2α 1 l p
ΔT α ΔT α ΔT α 1 l p
ΔT α lΔT α p ΔT α p l ΔT α lp l p
Δl Δp l Δp Δl p l p
Karena nilai sangat kecil sehingga untuk 22 T juga akan menjadi sangat
kecil sehingga dapat diabaikan sehingga diperoleh perumusan sebagai berikut :
βΔT1AA
2ααΔ1 l PA
ot
00t
, dengan 2 (2.4)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Jadi untuk pemuaian luas akan diperoleh perumusan sebagai berikut :
T1AA 0t (2.5)
keterangan:
tA : luas bidang mula-mula ( 2m )
0A : luas bidang pada suhu T ( 2m )
: koefisien muai luas (/°C)
T : selisih suhu (° C)
c) Pemuaian Volume
Zat padat yang mempunyai tiga dimensi (panjang, lebar, dan tinggi),
seperti bola dan balok, jika dipanaskan akan mengalami muai volume, yakni
bertambahnya panjang, lebar, dan tinggi zat padat tersebut, hal ini seeprti
ditunjukkan Gambar 2.6. Karena muai volume merupakan penurunan dari muai
panjang, maka muai ruang juga tergantung dari jenis zat.
(Resnick Halliday, 2009: 588)
Gambar 2.6 Gambar Pemuaian Volum Pada Sebuah Ring
Jika volume benda mula-mula 0V , suhu mula-mula 1T , koefisien muai
ruang , maka setelah dipanaskan volumenya menjadi tV , dan suhunya menjadi
2T sehingga akan berlaku persamaan, sebagai berikut.
0000 tl pV (2.6)
tttt t l p V (2.7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
)ΔT α ΔT α 3 ΔT 3α 1 ( V
) ΔT α ΔT α 3 ΔT α 3 1 ( t l p
)ΔT α ΔT α ΔT α ΔT α ΔT α ΔT α ΔT α (1t l p
ΔT) α(t ΔT) α l ( ΔT) αp ( ΔT) α t ( ) ΔT α (l p ΔT) α(t ΔT) α (p l
ΔT αt l p ΔT α l ΔT) α p ( t ΔT) α (l tp ΔT) α p ( t l t l p
Δt Δl Δp Δt Δl p Δt Δp l Δt l p Δl Δp t Δl t p Δp t l tl p
Δt t Δl Δp Δl p Δp l l p
Δt tΔl lΔp p
3322o
3322000
33222222000
000 000000
000000000000000
000000000000
00000
000
karena nilai sangat kecil maka nilai 33 T akan bernilai sangat kecil sehingga
dapat diabaikan, serta nilai 22 T3 juga diabaikan karena nilainya sangat kecil
juga, sehingga persamaan untuk Volume akhir menjadi :
T 31VV ot (2.8)
dengan 3 sehingga diperoleh persamaan :
T 1VV 0t (2.9)
keterangan:
0V : volume benda mula-mula( 3m )
tV : volume benda setelah dipanaskan ( 3m )
: koefisien muai ruang (/°C)
T : selisih suhu (° C)
c. Kalor
Sendok yang digunakan untuk menyeduh kopi panas, akan terasa hangat.
Leher Anda jika disentuh akan terasa hangat. Dalam hal ini ada yang berpindah
dari kopi panas ke sendok dan dari leher ke syaraf kulit. Sesuatu yang berpindah
tersebut merupakan energi/kalor. Pada dasarnya kalor adalah perpindahan energi
dari satu benda yang bersuhu lebih tinggi ke benda yang bersuhu lebih rendah.
Pada waktu zat mengalami pemanasan, partikel-partikel benda akan bergetar dan
menumbuk partikel tetangga yang bersuhu rendah. Hal ini berlangsung terus
menerus membentuk energi kinetik rata-rata sama antara benda panas dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
benda yang semula dingin. Pada kondisi seperti ini terjadi keseimbangan termal
dan suhu kedua benda akan sama.
1) Hubungan Antara Kalor dengan Suhu Benda
Sewaktu memasak air, akan membutuhkan kalor untuk menaikkan suhu air
hingga mendidihkan air. Nasi yang dingin dapat dihangatkan dengan penghangat
nasi. Nasi butuh kalor untuk menaikkan suhunya. Berapa banyak kalor yang
diperlukan air dan nasi untuk menaikkan suhu hingga mencapai suhu yang
diinginkan? Secara induktif, makin besar kenaikan suhu suatu benda, makin besar
pula kalor yang diserapnya. Selain itu, kalor yang diserap benda juga bergantung
massa benda dan bahan penyusun benda. Secara matematis dapat di tulis seperti
berikut.
T c mQ (2.10)
keterangan:
Q : kalor yang diserap/dilepas benda (J)
m : massa benda (kg)
c : kalor jenis benda (J/kg°C)
T : perubahan suhu (° C)
Kalor jenis benda (zat) menunjukkan banyaknya kalor yang diperlukan
oleh 1 kg zat untuk menaikkan suhunya sebesar satu satuan suhu (° C). Hal ini
berarti tiap benda (zat) memerlukan kalor yang berbeda-beda, meskipun untuk
menaikkan suhu yang sama dan massa yang sama. Kalor jenis beberapa zat dapat
di lihat pada tabel berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Tabel 2.4 Kalor Jenis Berbagai Zat.
(Resnick Halliday, 2009. Hal : 607)
2) Kapasitas Kalor
Air satu panci ketika dimasak hingga mendidih memerlukan kalor tertentu.
Kalor yang dibutuhkan oleh air agar suhunya naik 1° C disebut kapasitas kalor.
Kapasitas kalor sebenarnya banyaknya energi yang diberikan dalam bentuk kalor
untuk menaikkan suhu benda sebesar satu derajat. Pada sistem SI, satuan kapasitas
kalor adalah 1JK . Namun, karena di Indonesia suhu biasa dinyatakan dalam
skala Celsius, maka satuan kapasitas kalor yang dipakai dalam buku ini adalah
J/°C. Kapasitas kalor dapat dirumuskan sebagai berikut.
T CQ (2.11)
keterangan:
Q : kalor yang diserap/dilepas (J)
C : kapasitas kalor benda (J/°C)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
T : perubahan suhu benda (° C)
Jika persamaan kapasitas kalor disubstitusikan ke persamaan kalor jenis,
maka didapatkan persamaan sebagai berikut.
T c m Q
T C Q
T c m T C
c m C (2.12)
keterangan:
C : kapasitas kalor benda (J/°C)
m : massa benda (kg)
c : kalor jenis benda (J/kg °C)
sehingga rumus Q dapat ditulis :
TmcQ (2.13)
c. Perubahan Wujud
Suatu zat dapat berada pada salah satu wujud dari ketiga wujud tersebut,
tergantung pada suhunya. Misalnya, air. Air dapat berwujud padat apabila berada
pada tekanan normal dan suhunya di bawah 0° C. Air juga dapat berwujud uap
bila tekanannya normal dan suhunya di atas 100° C. Contoh lain adalah tembaga.
Tembaga dapat berwujud padat bila berada pada tekanan normal dan suhu di
bawah 1.083° C. Tembaga akan berwujud cair bila berada pada tekanan normal
dan suhunya antara 1.083° C – 2.300° C. Tembaga akan berwujud gas bila berada
pada tekanan normal dan suhunya di atas 2.300° C.
1) Kalor Lebur dan Kalor Didih
Kalor yang diserap benda digunakan untuk dua kemungkinan, yaitu untuk
menaikkan suhu atau untuk mengubah wujud benda. Misalnya, saat es mencair,
ketika itu benda berubah wujud, tetapi suhu benda tidak berubah meski ada
penambahan kalor. Kalor yang diberikan ke es tidak digunakan untuk mengubah
suhu es, tetapi untuk mengubah wujud benda. Kalor ini disebut kalor laten. Kalor
laten merupakan kalor yang dibutuhkan 1 kg zat untuk berubah wujud. Kalor laten
ada dua macam, yaitu kalor lebur dan kalor didih. Kalor lebur merupakan kalor
yang dibutuhkan 1 kg zat untuk melebur. Kalor yang dibutuhkan untuk melebur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
sejumlah zat yang massanya m dan kalor leburnya KL dapat dirumuskan sebagai
berikut.
LK mQ atau m
QKL (2.14)
keterangan:
Q : kalor yang diperlukan (J)
m : massa zat (kg)
LK : kalor lebur zat (J/kg)
Tabel 2.5 Kalor Lebur Beberapa Zat
(Resnick Halliday, 2009. Hal : 610)
Sama halnya kalor lebur, kalor didih merupakan kalor yang dibutuhkan 1
kg zat untuk mendidih/menjadi uap. Kalor ini sama dengan kalor yang diperlukan
pada zat untuk mengembun. Jadi, kalor yang dibutuhkan 1 kg air untuk menguap
seluruhnya sama dengan kalor yang dibutuhkan untuk mengembun seluruhnya.
Kalor yang dibutuhkan untuk menguapkan sejumlah zat yang massanya m dan
kalor didih atau uapnya Ku, dapat
dinyatakan sebagai berikut.
uK mQ (2.15)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
keterangan:
Q : kalor yang diperlukan (J)
m : massa zat (kg)
UK : kalor didih/uap zat (J/kg)
2) Asas Black
Kalor berpindah dari satu benda yang bersuhu tinggi ke benda yang
bersuhu rendah. Perpindahan ini mengakibatkan terbentuknya suhu akhir yang
sama antara kedua benda tersebut. Pernahkah Anda membuat susu atau kopi?
Sewaktu susu diberi air panas, kalor akan menyebar ke seluruh cairan susu yang
dingin, sehingga susu terasa hangat. Suhu akhir setelah percampuran antara susu
dengan air panas disebut suhu termal (keseimbangan). Kalor yang dilepaskan air
panas akan sama besarnya dengan kalor yang diterima susu yang dingin. Kalor
merupakan energi yang dapat berpindah, prinsip ini merupakan prinsip hukum
kekekalan energi. Hukum kekekalan energi dirumuskan pertama kali oleh Joseph
Black (1728 – 1899). Oleh karena itu, pernyataan tersebut juga di kenal sebagai
asas Black. Joseph Black merumuskan perpindahan kalor antara dua benda yang
membentuk suhu termal sebagai berikut.
terimalepas QQ (2.16)
Keterangan:
lepasQ : besar kalor yang diberikan (J)
terimaQ : besar kalor yang diterima (J)
d. Perpindahan Kalor
Kalor merupakan energi yang dapat berpindah dari benda yang bersuhu
tinggi ke benda yang bersuhu rendah. Pada waktu memasak air, kalor berpindah
dari api ke panci lalu ke air. Pada waktu menyetrika, kalor berpindah dari setrika
ke pakaian. Demikian juga pada waktu berjemur, badan Anda terasa hangat
karena kalor berpindah dari matahari ke badan Anda. Ada tiga cara kalor
berpindah dari satu benda ke benda yang lain, yaitu konduksi, kenveksi, dan
radiasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
1) Konduksi
Peristiwa perpindahan kalor melalui suatu zat tanpa disertai dengan
perpindahan partikel-partikelnya disebut konduksi.
Perpindahan kalor dengan cara konduksi disebabkan karena partikel-
partikel penyusun ujung zat yang bersentuhan dengan sumber kalor bergetar.
Makin besar getarannya, maka energi kinetiknya juga makin besar. Energi kinetik
yang besar menyebabkan partikel tersebut menyentuh partikel di dekatnya,
demikian seterusnya sampai akhirnya Anda merasakan panas. Besarnya aliran
kalor secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut.
d
TTktAQ 12 atau
d
TTkA
t
Q 12 (2.17)
Jika t
Qmerupakan kelajuan hantaran kalor (banyaknya kalor yang mengalir per
satuan waktu) dan 12 TTT , maka persamaan di atas menjadi seperti berikut.
d
TkAH
(2.18)
keterangan:
Q : banyak kalor yang mengalir (J)
A : luas permukaan (m2)
T : perbedaan suhu dua permukaan (K)
d : tebal lapisan (m)
k : konduktivitas termal daya hantar panas (J/ms K)
t : lamanya kalor mengalir (s)
H : kelajuan hantaran kalor (J/s)
Setiap zat memiliki konduktivitas termal yang berbeda-beda. Konduktivitas termal
beberapa zat ditunjukkan pada tabel berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Tabel 2.6 Konduktivitas Termal Berbagai Zat.
(Resnick Halliday, 2009. Hal : 625)
2) Konveksi
Konveksi adalah perpindahan kalor yang disertai dengan perpindahan
partikel-partikel zat. Perpindahan kalor secara konveksi dapat terjadi pada zat cair
dan gas.
a. Konveksi pada Zat Cair
Perpindahan kalor secara konveksi terjadi karena adanya perbedaan massa
jenis zat. Konveksi air banyak dimanfaatkan dalam pembuatan sistem aliran air
panas di hotel, apartemen, atau perusahaan-perusahaan besar. Contoh konveksi
udara dalam kehidupan sehari-hari, antara lain,
sebagai berikut.
1) Sistem ventilasi rumah. Udara panas di dalam rumah akan bergerak naik dan
keluar melalui ventilasi. Tempat yang ditinggalkan akan diisi oleh udara dingin
melalui ventilasi yang lain sehingga udara di dalam rumah lebih segar.
2) Cerobong asap pabrik. Pada pabrik-pabrik, udara di sekitar tungku pemanas
suhunya lebih tinggi daripada udara luar, sehingga asap pabrik yang massa
jenisnya lebih kecil dari udara luar akan bergerak naik melalui cerobong asap.
3) Angin laut dan angin darat. Pada siang hari daratan lebih cepat panas daripada
lautan. Udara di daratan memuai sehingga massa jenisnya mengecil dan
bergerak naik ke atas. Tempat yang ditinggalkan akan diisi oleh udara dingin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
dari laut, maka terjadilah angin laut. Sebaliknya, pada malam hari daratan lebih
cepat dingin daripada lautan. Udara di atas laut memuai, massa jenisnya
mengecil dan bergerak ke atas. Tempat yang ditinggalkannya akan diisi oleh
udara dingin dari darat, maka terjadilah angin darat.
Adapun secara empiris laju perpindahan kalor secara konveksi dapat dirumuskan
sebagi berikut.
T A hH (2.19)
keterangan
H : laju perpindahan kalor (W)
A : luas permukaan benda (m² )
12 TTT = perbedaan suhu (K atau ° C)
h : koefisien konveksi ( 42KWm atau 402 CWm )
3. Radiasi
Perpindahan kalor yang tidak memerlukan zat perantara (medium) disebut
radiasi. Setiap benda mengeluarkan energi dalam bentuk radiasi elektromagnetik.
Laju radiasi dari permukaan suatu benda berbanding lurus dengan luas
penampang, berbanding lurus dengan pangkat empat suhu mutlaknya, dan
tergantung sifat permukaan benda tersebut. Secara matematis dapat ditulis sebagai