Top Banner
REFERAT DIARE PERSISTEN DAN DIARE KRONIK Disusun oleh : Cindy Amalia 030.11.060 Pembimbing : dr. Yosianna Liska, Sp.A Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Karawang 1 1
43

Diare Kronik Perseisten Dr. Yossi

Jul 07, 2016

Download

Documents

Cindy Amalia

ws
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Diare Kronik Perseisten Dr. Yossi

REFERAT

DIARE PERSISTEN DAN DIARE KRONIK

Disusun oleh :

Cindy Amalia

030.11.060

Pembimbing :

dr. Yosianna Liska, Sp.A

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Anak

Rumah Sakit Umum Daerah Karawang

16 Mei 2016 – 22 Juli 2016

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

BAB I

1

1

Page 2: Diare Kronik Perseisten Dr. Yossi

PENDAHULUAN

Diare masih merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas

anak di negara berkembang. Mortalitas tersebut dapat disebabkan oleh dehidrasi atau

akibat lingkaran sebab akibat dari diare-malnutrisi. Bayi dan anak sangat berisiko

karena kebutuhan cairan yang lebih besar, daya tahan tubuh yang kurang, dan rentan

terhadap agen fekal-organ.1

Diare pada anak diperkirakan menyebabkan 5.000.000 kematian tiap tahun di

negara berkembang. Di Amerika Serikat, kasus diare berjumlah 10% dari total kasus

rawat jalan.2 Di Indonesia diperkirakan terdapat sekitar 200-400 kejadian diare di antara

1.000 penduduk tiap tahunnya. Dengan demikian dapat diperkirakan terdapat 60 juta

kejadian diare setiap tahun. Sebagian besar dari penderita ini (60-80%) adalah anak

berusia <5 tahun. Diperkirakan bahwa setiap anak pada kelompok usia ini rata-rata

mengalami lebih dari satu kali kejadian setiap tahunnya, sebagian dari padanya (1-2%)

akan jatuh dalam keadaan dehidrasi dan 50-60% akan meninggal bila tidak segera

mendapatkan pertolongan.1 Berdasarkan profil kesehatan Indonesia 2003, penyakit

diare menempati urutan kelima dari 10 penyakit utama pada pasien rawat jalan di

rumah sakit dan menempati urutan pertama pada pasien rawat inap di rumah sakit.3

Sebagian besar penyakit diare bersifat akut yang biasanya berlangsung selama

3-5 hari, tetapi 5-15% kejadian diare berlangsung selama 14 hari atau lebih dan

menyebabkan 1/3 – 1/2 atau lebih kematian.4 Angka kematian akibat diare kronik di

Indonesia mencapai 23-62%, di luar negeri mencapai 45%, dan WHO melaporkan

sebanyak 35-56%. Kasus diare kronik walaupun lebih jarang dibandingkan diare akut

tetapi penting karena penatalaksanaannya sulit, sering sulit menentukan penyebabnya

dan memerlukan pemeriksaan khusus, merupakan 40-50% dari total hari perawatan

penderita diare, menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kehilangan berat badan tiga

kali lebih banyak daripada diare akut, dan mempunyai risiko kematian yang tinggi.5

2

2

Page 3: Diare Kronik Perseisten Dr. Yossi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Definisi diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih

lunak atau lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam.

Dalam referensi lain disebutkan bahwa definisi diare untuk bayi dan anak-anak adalah

pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal pada

bayi sebesar 5-10 g/kg/24 jam. Diare umumnya dibagi menjadi diare akut dan diare

yang berkepanjangan (kronis dan/atau persisten). Diare kronis dan diare persisten

seringkali dianggap suatu kondisi yang sama. Ghishan menyebutkan diare kronis

sebagai suatu episode diare lebih dari 2 minggu, sedangkan kondisi serupa yang disertai

berat badan menurun atau sukar naik oleh Walker- Smith et al. didefinisikan sebagai

diare persisten. Di lain pihak, dasar etiologi diare kronis yang berbeda diungkapkan

oleh Bhutta dan oleh The American Gastroenterological Association. Definisi diare

kronis menurut Bhutta adalah episode diare lebih dari dua minggu, sebagian besar

disebabkan diare akut berkepanjangan akibat infeksi, sedangkan definisi menurut The

American Gastroenterological Association adalah episode diare yang berlangsung lebih

dari 4 minggu, oleh etiologi non-infeksi serta memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.6

Bervariasinya definisi ini pada dasarnya disebabkan perbedaan kejadian diare

kronis dan persisten di negara berkembang dan negara maju, dimana infeksi merupakan

latar belakang tertinggi di negara berkembang, sedangkan penyebab non-infeksi lebih

banyak didapatkan di negara maju. Demikian juga porsi serta prioritas penelitian

maupun pembahasan lebih didominasi permasalahan diare non infeksi, antara lain

karena dalam tatalaksananya, diare bentuk ini lebih banyak membutuhkan biaya.6

Diare persisten didefinisikan sebagai berlanjutnya episode diare selama 14 hari

atau lebih yang dimulai dari suatu diare cair akut atau berdarah (disentri). Kejadian ini

sering dihubungkan dengan kehilangan berat badan dan infeksi nonintestinal. Walker-

3

3

Page 4: Diare Kronik Perseisten Dr. Yossi

Smith mendefinisikan sebagai diare yang dimulai secara akut tetapi bertahan lebih dari 2

minggu setelah onset akut. Diare akut dan diare persisten bukan merupakan 2 (dua) jenis

penyakit yang terpisah, melainkan membentuk sebuah proses berkelanjutan.1 Menurut

WHO, diare persisten adalah episode diare yang diawali dengan diare akut tetapi

berakhir dalam waktu 14 hari atau lebih.7

Lingkungan masyarakat gastrohepatologi anak di Indonesia digunakan

pengertian bahwa ada 2 jenis diare yang berlangsung ≥14 hari, yaitu diare persisten

yang mempunyai dasar etiologi infeksi, serta diare kronis yang mempunyai dasar

etiologi non-infeksi.6

2.2 EPIDEMIOLOGI

Diare persisten/kronis mencakup 3-20% dari seluruh episode diare pada balita.

Insidensi diare persisten di beberapa negara berkembang berkisar antara 7-15% setiap

tahun dan menyebabkan kematian sebesar 36-54% dari keseluruhan kematian akibat

diare. Hal ini menunjukkan bahwa diare persisten dan kronis menjadi suatu masalah

kesehatan yang mempengaruhi tingkat kematian anak di dunia.. Di Indonesia,

prevalensi diare persisten/kronis sebesar 0,1%, dengan angka kejadian tertinggi pada

anak-anak berusia 6-11 bulan.6

Hasil dari penelitian kesehatan dasar (RISKESDAS) dari Departemen

Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2007 menunjukkan prevalensi diare di

Indonesia dari 9 % dan itu adalah penyebab 13 kematian dengan proporsi 3,5%

berdasarkan pola kematian pada semua umur. Data dari satu penelitian di Rumah Sakit

Cipto Mangunkusumo yang Ulasan 207 pasien dengan diare kronis dalam periode

1999-2000 melaporkan bahwa diare disebabkan penyebab infeksi di 100 pasien

(48,3%), penyebab non-infeksi pada 69 pasien (33,3%) dan penyebab dicampur dalam

38 pasien (18,4%). 6

2.3 ETIOLOGI

4

4

Page 5: Diare Kronik Perseisten Dr. Yossi

Terdapat perbedaan etiologi antara diare persisten dan diare kronis. Diare

persisten disebabkan oleh infeksi dan disertai berbagai faktor resiko, sedangkan diare

kronis disebabkan oleh beberapa keadaan non infeksi, umumnya meliputi intoleransi

protein susu sapi/kedelai (pada anak usia <6 bulan, tinja sering disertai dengan darah);

celiac disease (gluten-sensitive enteropathy), dan cystic fibrosis.6

Tabel 1. Enteropatogen penyebab diare.6

Tabel 2. Etiologi diare kronik 8

Infant Sindrom malabsopsi post gastroenteritis

  Intoleransi protein/susu sapi

  Defisiensi disakarida sekuder

  Fibrosis kistik

Anak-anak Diare kronik non spesifik

5

5

Page 6: Diare Kronik Perseisten Dr. Yossi

  Defisiensi disakarida sekunder

  Sindrom malabsopsi post gastroenteritis

  Penyakit seliac

  Fibrosis kistik

Remaja Irritable bowel syndrome

  Inflamatory bowel disease

  Giardiasis

  Intoleransi laktosa

2.4 PATOGENESIS

Patogenesis diare kronis melibatkan berbagai faktor yang sangat kompleks.

6

6

Page 7: Diare Kronik Perseisten Dr. Yossi

Pertemuan Commonwealth Association of Pediatric Gastrointestinal and Nutrition

(CAPGAN) menghasilkan suatu konsep patogenesis diare kronis yang menjelaskan

bahwa paparan berbagai faktor predisposisi, baik infeksi maupun non-infeksi akan

menyebabkan rangkaian proses yang pada akhirnya memicu kerusakan mukosa usus

dan mengakibatkan diare kronis. Seringkali diare kronis dan diare persisten tidak dapat

dipisahkan, sehingga beberapa referensi hanya menggunakan salah satu istilah untuk

menerangkan kedua jenis diare tersebut. Meskipun sebenarnya definisi diare persisten

dan diare kronis berbeda, namun, kedua jenis diare tersebut lebih sering dianggap

sebagai diare oleh karena infeksi.6

7

7

Page 8: Diare Kronik Perseisten Dr. Yossi

Gambar 7.2. menunjukkan perjalanan diare akut menjadi diare persisten.

Dijelaskan bahwa faktor seperti malnutrisi, defisiensi imun, defisiensi mikronutrient,

dan ketidaktepatan terapi diare menjadi faktor risiko terjadinya diare berkepanjangan

(prolonged diarrhea). Pada akhirnya prolonged diarrhea akan menjadi diare persisten

yang memiliki konsekuensi enteropati dan malabsorpsi nutrisi lebih lanjut.6

Dua faktor utama mekanisme diare kronis adalah (1) faktor intralumen dan (2)

faktor mukosal. Faktor intralumen berkaitan dengan proses pencernaan dalam lumen,

termasuk gangguan pankreas, hepar dan brush border membrane. Faktor mukosal

adalah faktor yang mempengaruhi pencernaan dan penyerapan, sehingga berhubungan

dengan segala proses yang mengakibatkan perubahan integritas membran mukosa usus,

ataupun gangguan pada fungsi transport protein. Perubahan integritas membran mukosa

usus dapat disebabkan oleh proses akibat infeksi maupun non-infeksi, seperti alergi

susu sapi dan intoleransi laktosa. Gangguan fungsi transport protein misalnya

disebabkan gangguan penukar ion Natrium-Hidrogen dan Klorida-Bikarbonat.6

8

8

Page 9: Diare Kronik Perseisten Dr. Yossi

Secara umum patofisiologi diare kronis/persisten digambarkan secara jelas oleh

Ghishan, dengan membagi menjadi lima mekanisme: (1) sekretoris, (2) osmotik, (3)

mutasi protein transport membran apikal, (4) pengurangan luas permukaan anatomi,

dan (5) perubahan motilitas usus.6

1. Sekretoris

Pada diare sekretoris, terjadi peningkatan sekresi Cl- secara aktif dari sel kripta

akibat mediator intraseluler seperti cAMP, cGMP, dan Ca2+. Mediator tersebut juga

mencegah terjadinya perangkaian antara Na+ dan Cl- pada sel vili usus. Hal ini

berakibat cairan tidak dapat terserap dan terjadi pengeluaran cairan secara masif ke

lumen usus. Diare dengan mekanisme ini memiliki tanda khas yaitu volume tinja yang

banyak (>200ml/24jam), konsistensi tinja yang sangat cair, konsenstrasi Na+ dan Cl-

>70mEq, dan tidak berespon terhadap penghentian makanan. Contoh penyebab diare

sekretoris adalah Vibrio cholerae di mana bakteri mengeluarkan toksin yang

mengaktivasi cAMP dengan mekanisme yang telah disebutkan sebelumnya.6

2. Osmotik

Diare dengan mekanisme osmotik bermanifestasi ketika terjadi kegagalan

proses pencernaan dan/atau penyerapan nutrien dalam usus halus sehingga zat tersebut

akan langsung memasuki colon. Hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan osmotik di

lumen usus sehingga menarik cairan ke dalam lumen usus. Absorpsi usus tidak hanya

tergantung pada faktor keutuhan epitel saja, tetapi juga pada kecukupan waktu yang

diperlukan dalam proses pencernaan dan kontak dengan epitel. Perubahan waktu transit

usus, terutama bila disertai dengan penurunan waktu transit usus yang menyeluruh,

akan menimbulkan gangguan absorbsi nutrien. Contoh klasik dari jenis diare ini adalah

diare akibat intoleransi laktosa. Absennya enzim laktase karena berbagai sebab baik

infeksi maupun non infeksi, yang didapat (sekunder) maupun bawaan (primer),

menyebabkan laktosa terbawa ke usus besar dalam keadaan tidak terserap. Karbohidrat

yang tidak terserap ini kemungkinan akan difermentasi oleh mikroflora sehingga

9

9

Page 10: Diare Kronik Perseisten Dr. Yossi

terbentuk laktat dan asam laktat. Kondisi ini menimbulkan tanda dan gejala khas yaitu

pH<5, bereaksi positif terhadap substansi reduksi, dan berhenti dengan penghentian

konsumsi makanan yang memicu diare.6

Tabel 3. Perbedaan diare osmotik dan diare sekretorik8

Beda Diare osmotik Diare sekretorik

Volume feses < 200 ml/24 jam > 200 ml/24 jam

Kecepatan respon Stop diare Kontinu diare

Natrium feses < 70 meq/l > 70 meq/l

Tes reduksi Positif Negatif

pH feses < 5 > 6

3. Mutasi protein transport

Mutasi protein CLD (Congenital Chloride Diarrhea) yang mengatur pertukaran

ion Cl- /HCO3- pada sel brush border apical usus ileo-colon, berdampak pada

gangguan absorpsi Cl- dan menyebabkan HCO3- tidak dapat tersekresi. Hal ini

berlanjut pada alkalosis metabolik dan pengasaman isi usus yang kemudian

mengganggu proses absorpsi Na+. Kadar Cl- dan Na+ yang tinggi di dalam usus

memicu terjadinya diare dengan mekanisme osmotik. Pada kelainan ini, anak

mengalami diare cair sejak prenatal dengan konsekuensi polihidramnion, kelahiran

prematur dan gangguan tumbuh kembang. Kadar klorida serum rendah, sedangkan

kadar klorida di tinja tinggi. Kelainan ini telah dilaporkan di berbagai daerah di dunia

seperti Amerika Serikat, Kanada, hampir seluruh negara di Eropa, Timur Tengah,

Jepang dan Vietnam. Selain mutasi pada penukar Cl-/HCO3-, didapat juga mutasi pada

penukar Na+/H+ dan Na+–protein pengangkut asam empedu.6

10

10

Page 11: Diare Kronik Perseisten Dr. Yossi

4. Pengurangan luas permukaan anatomi usus

Berbagai gangguan pada usus, pada kondisi-kondisi tertentu seperti necrotizing

enterocolitis, volvulus, atresia intestinal, penyakit Crohn dan lain-lain, diperlukan

pembedahan, bahkan pemotongan bagian usus yang kemudian menyebabkan short

bowel syndrome. Diare dengan patogenesis ini ditandai dengan kehilangan cairan dan

elektrolit yang masif, serta malabsorbsi makro dan mikronutrien.6

5. Perubahan pada gerakan usus

Hipomotilitas usus akibat berbagai kondisi seperti malnutrisi, skleroderma,

obstruksi usus dan diabetes mellitus, mengakibatkan pertumbuhan bakteri berlebih di

usus. Pertumbuhan bakteri yang berlebihan menyebabkan dekonjugasi garam empedu

yang berdampak meningkatnya jumlah cAMP intraseluler, seperti pada mekanisme

diare sekretorik. Perubahan gerakan usus pada diabetes mellitus terjadi akibat neuropati

saraf otonom, misalnya saraf adrenergik, yang pada kondisi normal berperan sebagai

antisekretori dan/atau proabsorbtif cairan usus, sehingga gangguan pada fungsi saraf ini

memicu terjadinya diare.6

2.5 MANIFESTASI KLINIS

Anak dengan diare persisten lebih banyak menunjukkan manifestasi diare cair

dibandingkan diare disentriform. Selain itu, malnutrisi merupakan gambaran umum

anak-anak dengan diare persisten. Studi kohort di Amerika menunjukkan bahwa gejala

penurunan nafsu makan, muntah, demam, adanya lendir dalam tinja, dan gejala-gejala

flu, lebih banyak ditemukan pada diare persisten dibandingkan diare akut. Gejala lain

yang mungkin timbul tidak khas, karena sangat terkait dengan penyakit yang

mendasarinya.6

11

11

Page 12: Diare Kronik Perseisten Dr. Yossi

2.6 DIAGNOSIS

Evaluasi pada pasien dengan diare kronis/persisten meliputi:

1. Anamnesis

Anamnesis harus dapat menggali secara jelas perjalanan penyakit diare, antara

lain berapa lama diare sudah berlangsung dan frekuensi berak. Selain itu anamnesis

juga bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor risiko penyebab diare, antara lain

riwayat pemberian makanan atau susu, ada tidaknya darah dalam tinja anak, riwayat

pemberian obat dan adanya penyakit sistemik.6

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik pada diare kronis/persisten harus mencakup perhatian khusus

pada penilaian status dehidrasi, status gizi, dan status perkembangan anak.

I. Kemungkinan anak mengalami dehidrasi5

a. Keseimbangan cairan, riwayat input dan output cairan

b. Tanda dehidrasi

Derajat dehidrasi pada diare persisten ditetapkan sesuai dengan acuan tatalaksana diare

akut. Hanya perlu berhati-hati pada diare persisten yang disertai KEP dan penyakit

penyerta, yang dapat mengganggu penilaian indikator derajat dehidrasi

II. Nutrisi5

Status gizi ditetapkan sesuai standar. Kurang mikronutrien seperti vitamin A dan zinc

dapat memperpanjang lama diare, tetapi sering manifestasi klinik klasik kekurangan

mikronutrien ini belum muncul. Memeriksa kadar mikronutrien ini relatif sukar dan

mahal, sehingga dalam praktek, tanpa pemeriksaan terlebih dahulu, semua penderita

dengan diare persisten diberi suplementasi mikronutrien tertentu

Kemampuan makan anak dinilai berdasarkan riwayat makanan sewaktu sehat, selama

sakit, keadaan umum anak, serta melalui pengamatan untuk menentukan cara (enteral

atau parenteral) dan bentuk pemberian makanan (cair, saring, lunak, atau biasa).

12

12

Page 13: Diare Kronik Perseisten Dr. Yossi

Kemampuan pencernaan anak dinilai berdasarkan riwayat makan sewaktu sehat, dan

selama sakit, dihubungkan dengan manifestasi klinis yang muncul untuk sampai pada

dugaan ada tidaknya intoleransi pada jenis makanan tertentu

III. Penyebab infeksi5

Langkah yang dapat dilakukan adalah:

Mempelajari perjalanan penyakit dengan harapan mengarahkan pada

diagnosis etiologik

Melakukan pemeriksaan mikroskopik feses

Melakukan pemeriksaan darah tepi

Biakan feses

IV. Penyakit penyerta5

Diare persisten sering disertai penyakit penyerta

V. Indikasi rawat inap5

Berumur kurang dari 4 bulan

Mengalami dehidrasi

Menderita KEP sedang dan berat

Menderita infeksi berat

Indikasi berdasarkan penyakit penyerta lain

Penderita diperkirakan tidak akan dapat mengkonsumsi makanan sesuai dengan jenis,

bentuk, dan jumlah yang direkomendasikan

Kasus diare persisten ini walaupun sedikit tetapi penting karena

penatalaksanaannya sulit, sering sulit menentukan penyebabnya dan memerlukan

pemeriksaan yang khusus, merupakan 40-50% dari total hari perawatan penderita diare,

menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kehilangan berat badan 3 kali lebih

banyakdaripada diare yang berakhir kurang dari 7 hari, mempunyai risiko kematian

yang tinggi, hampir separuh dari kematian karena diare disebabkan oleh diare

persisten.5

3. Pemeriksaan laboratorium6

a. Pemeriksaan darah.Pemeriksaan darah standar meliputi pemeriksaan hitung darah

13

13

Page 14: Diare Kronik Perseisten Dr. Yossi

lengkap, elektrolit, ureum darah, tes fungsi hati, vitamin B12, folat, kalsium, feritin,

laju enap darah, dan protein C-reaktif.

b. Pemeriksaan tinja.Pemeriksaan tinja spesifik antara lain meliputi tes enzim pankreas,

seperti tes fecal elastase, untuk kasus yang diduga sebagai insufisiensi pankreas. pH

tinja <5 atau adanya subtansi yang mereduksi pada pemeriksaan tinja, membantu

mengarahkan kemungkinan intoleransi laktosa dengan mekanisme yang telah

dijelaskan sebelumnya. Kultur tinja diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan

infeksi protozoa, seperti giardiasis, dan amebiasis yang banyak dikaitkan dengan

kejadian diare persisten.6

2.7 PENATALAKSANAAN

Mengidentifikasi penyebab spesifik dari diare kronis dengan pendekatan

sistemik merupakan hal yang penting dilakukan karena dapat memberikan terapi yang

paling cocok dan memberikan prognosis yang baik.9 Faktor pemicu yang paling penting

dari diare persisten atau diare kronis adalah penyakit diare akut yang disebabkan oleh

infeksi enterik. Kekurangan gizi yang disebabkan oleh diare yang terkait dengan infeksi

enterik adalah etiologi tersering dari diare persisten di negara-negara berkembang.

Malnutrisi merupakan etiologi penting diare persisten dan berhubungan dengan

destruksi intestinal barier dan villus atrofi.10

Prinsip umum dalam penatalaksanaan diare akut dapat diterapkan pada

Penderita baru dengan diare persisten sebaiknya dirawat inap untuk mencari etiologi

dan menatalaksana dengan baik. Tujuan utama tatalaksana klinik adalah

mempertahankan status hidrasi dan keseimbangan elektrolit, status nutrisi dan

memperbaiki kerusakan mukosa serta pada keadaan tertentu memberi antibiotika yang

tepat.6

1. Penilaian Keadaan

14

14

Page 15: Diare Kronik Perseisten Dr. Yossi

- Anamnesis mengenai riwayat perjalanan diare, yakni penekanan pada lamanya

perjalanan diare, kemungkinan anak mengalami dehidrasi, frekuensi buang air besar,

adanya darah dalam tinja, diare menjadi lebih buruk setelah diberi makanan tertentu,

infeksi ekstraintestinal saat itu, kesulitan pemberian makanan, kualitas dan kuantitas

pemberian makanan, obat yang ada di rumah yang pernah diberikan, apakah antibiotik

telah diberikan seperti yang dianjurkan, apakah anak dapat tumbuh nomal.

- Pemeriksaan fisik, antara lain :

(a) Identifikasi adanya dehidrasi, pada diare persisten ditetapkan sesuai dengan acuan

tatalaksana diare akut, hanya perlu hati-hati pada diare persisten yang disertai KEP dan

penyakit penyerta, yang dapat mengganggu penilaian indikator derajat dehidrasi.

(b) Identifikasi adanya komplikasi, antara lain hipovolemia, asidosis, gagal ginjal, kejang,

panas, muntah, malabsorpsi maltosa/glukosa, hiponatremi, hipernatremi, ileus

paralitikus, pernafasan dalam, dan mengantuk.

(c) Identifikasi derajat berat malnutrisi, yakni anak yang kelihatan tidak gembira dan pasif

merupakan hal yang umum didapatkan pada malnutrisisedang sampai berat. Banyak

anak dengan malnutrisi karena malabsorpsi pada diare persisten menunjukkan adanya

kelambatan dalam perkembangannya. Pemeriksaan yang cermat dari tinggi badan, berat

badan dan lingkar kepala, perbandingan berat badan terhadap tinggi badan, dan menilai

kurva pertumbuhan anak merupakan hal yang mendasar dari pemeriksaan fisik.

2. Pertolongan Awal dan Stabilisasi

Penderita dengan diare persisten membutuhkan penggantian kehilangan cairan yang

masih berlangsung dan koreksi ketidakseimbangan elektrolit.

a. Mempertahankan status hidrasi

Volume cairan disesuaikan dengan derajat dehidrasi:

(a) Tanpa dehidrasi : cairan rumah tangga dan ASI diberikan semaunya, oralit diberikan

sesuai usia setiap kali buang air besar atau muntah dengan dosis:

- Usia kurang dari 1 tahun : 50-100 cc

- Usia 1-5 tahun : 100-200 cc

- Usia lebih dari 5 tahun : semaunya (200-300 ml)

(b) Dehidrasi tidak berat (ringan-sedang); rehidrasi dengan oralit 75 cc/kgBb dalam 3 jam

15

15

Page 16: Diare Kronik Perseisten Dr. Yossi

pertama dilanjutkan pemberian kehilangan cairan yang sedang berlangsung sesuai umur

seperti di atas setiap kali buang air besar.

Tabel 8. Komposisi Oralit WHO

Kandungan Oralit WHO (lama)(g/l) Oralit WHO (baru )(g/l)

NaCl 3,5 2,6

Glukosa 20,0 13,5 glukosa anhydrous

KCl 1,5 1,5

Trisodium sitrat

dehidrat

2,9 atau berupa 2,5 Natrium

Bicarbonat 2,9

Total osmolaritas 311 mOsm/l 245 mOsm/l

(c) Dehidrasi berat; rehidrasi parenteral dengan cairan ringer laktat atau ringer asetat

100 cc/kgBb. Cara pemberian:

- Usia kurang dari 1 tahun : 30 cc/kgBb dalam 1 jam pertama, dilanjutkan 70 cc/kgBb

dalam 5 jam berikutnya.

- Usia lebih dari 1 tahun : 30 cc/kgBb dalam ½ jam pertama, dilanjutkan 70 cc/kgBb

dalam 2 ½ jam berikutnya.

Minum diberikan jika pasien telah ingin minum 5 cc/kgBb selama proses rehidrasi.

Tabel 9. Komposisi Ion dan Larutan Infus Intravena

LARUTAN Na+ K+ Ca 2+ Cl- Laktat/Asetat

Ringer Laktat 130 4 3 109 28

Larutan 1/2 Darrow 61 18 0 52 27

Larutan Nacl 0,9 % 154 0 0 154 0

Larutan Glukosa dan Dekstrosa 0 0 0 0 0

b. Koreksi ketidakseimbangan elektrolit

Ketidakseimbangan elektrolit dapat terjadi secara akut antara lain berupa

hipokalemia dan asidosis berat membutuhkan penanganan khusus.

- Hipernatremia (Na > 155 mEq/L), koreksi penurunan Na dilakukan secara bertahap

16

16

Page 17: Diare Kronik Perseisten Dr. Yossi

dengan pemberian cairan dekstrosa 5% + ½ salin. Penurunan kadar Na tidak boleh

lebih dari 10 mEq perhari karena bisa menyebabkan edem otak.

- Hiponatremi (< 130 mEq/L), koreksi kadar Na dilakukan bersamaan dengan koreksi

cairan rehidrasi yaitu memakai ringer laktat atau normal salin, atau dengan memakai

rumus:

Kadar Na koreksi : (mEq/L) = 125 ± kadar Na serum x 0,6 x berat x BB; diberikan

dalam 24 jam

- Hiperkalemia (K > 5 mEq/L), koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium glukonas

10% 0,5-1 ml/kgBb iv perlahan-lahan dalam 5-10 menit sambil memantau denyut

jantung.

- Hipokalemia (K < 3,5 mEq/L), koreksi dilakukan menurut kadar K.

Jika kadar K 2,5 - 3,5 mEq/L, berikan 75 mEq/kgBb per oral per hari dibagi 3 dosis.

Jika kadar K < 2,5 mEq/L; berikan secara drip intarvena dengan dosis :

3,5 ± kadar K terukur x Bb (kg) x 0,4 + 2 mEq/kgBb/24 jam dalam 4 jam pertama

3. Manajemen Nutrisi6

i. Diet elemental

Komponen-komponen yang terkandung dalam diet elemental terdiri atas asam amino

kristalin atau protein hidrolisat, mono- atau disakarisa, dan kombinasi trigliserida rantai

panjang atau sedang. Kelemahan diet elemental ini adalah harganya mahal. Selain itu,

rasanya yang tidak enak membuat diet ini sulit diterima oleh anak-anak sehingga

membutuhkan pemasangan pipa nasogastric untuk mendapatkan hasil maksimal. Oleh

karena itu, diet elemental mayoritas hanya digunakan di negara maju.

ii. Diet berbahan dasar susu

Diet berbahan dasar susu yang utama adalah ASI. ASI memiliki keunggulan dalam

mengatasi dan mencegah diare persisten, antara lain mengandung nutrisi dalam jumlah

yang mencukupi, kadar laktosa yang tinggi (7 gram laktosa/100 gram ASI, pada susu

non-ASI sebanyak 4,8 gram laktosa/100 gram) namun mudah diserap oleh system

pencernaan bayi, serta membantu pertahanan tubuh dalam mencegah infeksi. Proses

17

17

Page 18: Diare Kronik Perseisten Dr. Yossi

pencernaan ASI di lambung berlangsung lebih cepat disbanding susu non-ASI,

sehingga lambung cepat kembali ke kondisi pH rendah, dengan demikian dapat

mencegah invasi bakteri ke dalam saluran pencernaan. ASI juga membantu

mempercepat pemulihan jaringan usus pasca infeksi karena mengandung epidermial

growth factors.

iii. Diet berbahan dasar daging ayam

Keunggulan makanan berbahan dasar ayam antar lain bebas laktosa, hipoosmolar, dan

lebih murah. Sejumlah studi menunjukan bahwa pemberian diet berbahan dasar ungags

pada diet persisten memberikan hasil perbaikan yang signifikan. Tesis S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Minat Gizi Masyarakat FK UGM dengan single blind,

randomized-controlled trial menunjukan durasi diare yang lebih pendek secara

bermakna pada anak dengan diare yang mendapat bubur ayam dibanding yang

mendapat bubur tempe. Namun demikian, mengingat harga bubur refeeding ayam

empat kali lebih tinggi daripada bubur refeeding tempe, penggunaan bubur tempe dapat

menjadi pilihan tatalaksana diare pada situasi keterbatasan kondisi ekonomi.

4. Pemberian mikronutrien

Defisiensi zinc, vitamin A, dan besi pada diare persisten/kronis diakibatkan asupan

nutrisi yang tidak adekuat dan pembuangan mikronutrien melalui defekasi.

Suplementasi multivitamin dan mineral harus diberikan minimal dua RDA

(Recommended Daily Allowances) selama dua minggu. Satu RDA untuk anak umur 1

tahun meliputi asam folat 50 mikrogram, zinc 10 mg, vitamin A 400 mikrogram, zat

besi 10 mg, tembaga 1 mg, dan magnesium 80 mg. WHO (2006) merekomendasikan

suplementasi zinc untuk anak berusia ≤ 6 bulan sebesar 10 mg (1/2 tablet) dan untuk

anak berusia > 6 bulan sebesar 20 mg (1 tablet), dengan masa pemberian 10-14 hari.

Meta-analisis yang dilakukan The zinc Investigator Collaboration Group menunjukan

bahwa pemberian zinc menurunkan probabilitas pemanjangan diare akut sebesar 24%

dan mencegah kegagalan terapi diare persisten sebesar 42%.

18

18

Page 19: Diare Kronik Perseisten Dr. Yossi

Suplementasi Zinc

WHO dan UNICEF merekomendasikan pemberian suplemen zinc sebesar 10 mg

(pada bayi di bawah 6 bulan) hingga 20 mg per hari selama 10 hari-14 karena mampu

mengurangi angka kejadian selama 2-3 bulan setelah pemberian suplemen.

Suplementasi zinc dihubungkan dengan efek klinis yang penting dalam

mengurangi resiko terjadinya diare berkelanjutan (23%), frekuensi terjadinya episode

diare persisten (39%) serta dapat mengurangi jumlah feses yang encer (±21-39%).

Efek pengurangannya tersebut memungkinkan penurunan resiko terjadinya dehidrasi

dan kebutuhan terhadap penggantian cairan dan elektrolit. Pada penelitian kecil

terhadap diare persisten, pemberian suplemen zinc 20 mg, dihubungkan dengan efek

reduksi sebesar 20% terhadap lamanya diare dan frekuensi dari feses.

Kemungkinan mekanisme yang ditimbulkan dari suplementasi zinc pada diare

antara lain meningkatkan penyerapan air dan elektrolit pada intestinal, memicu

regenerasi dan memperbaiki fungsi dari epitel usus, meningkatkan jumlah enzim yang

terdapat di enterosit brush-border, membantu peran imunitas dalam melawan proses

infeksi termasuk imunitas selular dan imunitas humoral.

Vitamin A

Diare dapat menyebabkan kekurangan vitamin A, karena selama diare absorpsi

vitamin A berkurang. Karena itu bila ditemukan tanda-tanda dan gejala klinis

kekurangan vitamin A berupa rabun senja, harus diberi 200.000 i.u vitamin A per oral.

Penelitian membuktikan bahwa konsentrasi retinol dalam serum berkurang pada

keadaan defisiensi zinc. Selain itu juga dapat menyebabkan ketidakmampuan dari

retinol untuk mencapai konsentrasi normal dalam serum. Hal ini terjadi karena

kemungkinan adanya interaksi antara zinc dengan vitamin A. Dibuktikan bahwa

dengan suplementasi zinc yang dikombinasikan dengan retinol vitamin A, maka

konsentrasi retinol dalam serum akan meningkat. Pada anak dengan malnutrisi,

suplementasi zinc dapat meningkatkan konsentrasi retinol binding protein dalam serum.

19

19

Page 20: Diare Kronik Perseisten Dr. Yossi

Defisiensi zinc dan vitamin A sering ko-eksis pada anak dengan malnutrisi, sehingga

suplementasi zinc dapat menanggulangi kegagalan dari suplementasi vitamin A.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Rahman dkk (2001) menunjukkan bahwa zinc

dan vitamin A jika digunakan bersama-sama menjadi lebih efektif dalam mengurangi

kejadian diare persisten.

Pemberian Probiotik

Probiotik telah dipercaya dalam pengobatan diare. Probiotik merupakan

mikroorganisme yang mempunyai efek menguntungkan terhadap kesehatan manusia

saat berkoloni di usus, dianjurkan sebagai terapi tambahan dalam pengobatan diare.

Beberapa mikroorganisme efektif dalam mengurangi keparahan dan lamanya diare,

antara lain Lactobacillus rhamnous, Lactobacillus plantarum, beberapa strain dari

Bifidobacteria, Enterococcus faecium, dan Saccharomyces boulardii. Probiotik secara

umum dianjurkan tanpa indikasi spesifik. Efikasi sediaan probiotik dalam pengobatan

diare dihubungkan dengan strain dari masing-masing bakteri. Probiotik bisa berbentuk

susu fermentasi, yogurt, keju,mentega, sari buah dan susu formula yang difortifikasi

dengan bakteri asam laktat.

Prebiotik diberi batasan sebagai bahan makanan yang mempunyai efek pada

inang yang menguntungkan dengan secara selektif memacu pertumbuhan dan aktivitas

dari satu spesies atau sejumlah spesies bakteri dalam kolon (flora komensal) yang dapat

menunjang kesehatan.

Penderita diare perlu nutrisi untuk memulihkan kondisi usus. Pemberian

probiotik dapat menjadi alternatif pengelolaan nutrisi pada penderita diare. Dari

berbagai penelitian pemberian probiotik, prebiotik maupun kombinasi keduanya

(sinbiotik) dapat membantu mengurangi gejala, dan mempercepat terjadinya proses

penyembuhan.

5. Terapi Farmakologis

20

20

Page 21: Diare Kronik Perseisten Dr. Yossi

Terapi antibiotik rutin tidak direkomendasikan karena terbukti tidak efektif.

Antibiotik diberikan hanya jika terdapat tanda-tanda infeksi, baik infeksi intestinal

maupun ekstra-intestinal. Jika dalam tinja didapatkan darah, segera diberikan antibiotik

yang sensitif untuk shigellosis. Metronidazol oral (50 mg/kgBB dalam 3 dosis terbagi)

diberikan pada kondisi adanya trofozoit Entamoeba histolytica dalam sel darah, adanya

trofozoit Giardia lamblia pada tinja, atau jika tidak didapatkan perbaikan klinis pada

pemberian dua antibiotic berbeda yang biasanya efektif untuk Shigella. Jika dicurigai

penyebab adalah infeksi lainnya, antibiotik disesuaikan dengan hasil biakan tinja dan

sensitivitasnya.

21

21

Page 22: Diare Kronik Perseisten Dr. Yossi

Follow up Pertumbuhan6

22

22

Page 23: Diare Kronik Perseisten Dr. Yossi

Dampak keberhasilan utama dari pengobatan diare persisten terhadap pertumbuhan

adalah penambahan berat badan, yang harus dipantau secara seksama terutama bila

diare tidak bereaksi terhadap pengobatan. Bila diare masih terus berlangsung, penderita

harus ditimbang sekurang-kurangnya sekali seminggu dan ibunya harus mendapatkan

penerangan mengenai pengobatan berdasarkan hasilnya. Pemantauan pertumbuhan

harus diteruskan setelah diare berhenti sampai pertumbuhan yang baik tercapai.

23

23

Page 24: Diare Kronik Perseisten Dr. Yossi

FAKTOR RESIKO DAN PENCEGAHAN

24

24

Page 25: Diare Kronik Perseisten Dr. Yossi

Malnutrisi, defisiensi mikronutrien dan defisiensi status imun pasca infeksi atau

trauma menyebabkan terlambatnya perbaikan mukosa usus, sehingga menjadi

kontribusi utama terjadinya diare persisten.6

Kelompok penderita diare persisten terbanyak adalah kelompok usia < 12 bulan.

Hal ini didukung dengan studi Fraser et al (1998) yang mengemukakan bahwa kejadian

diare persisten paling banyak pada anak usia ≤ 3 bulan. Studi yang dilakukan di

Bangladesh menunjukkan bahwa rata-rata usia anak penderita diare persisten adalah

10,7 bulan. Kelompok usia terbanyak penderita diare persisten adalah usia kurang dari

1 tahun.6

Kejadian diare persisten sangat terkait dengan pemberian ASI dan makanan.

Penderita diare persisten rata-rata mendapatkan ASI eksklusif 2,5 bulan lebih singkat

dibandingkan kelompok kontrol. Penundaan pemberian ASI pertama pada awal

25

25

Page 26: Diare Kronik Perseisten Dr. Yossi

kelahiran juga merupakan salah satu faktor risiko diare peristen. Pemberian makanan

pendamping terlalu dini meningkatkan risiko kontaminasi sehingga insidensi diare

persisten semakin tinggi. Oleh karena itu, pencegahan terhadap kejadian diare persisten

meliputi pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan, pemberian makanan tambahan yang

higienis, dan manajemen yang tepat pada diare akut sehingga kejadian diare tidak

berkepanjangan. Manajemen diare akut yang tepat meliputi pemberian ORS,

manajemen nutrisi dan suplementasi zinc.

Diare Persisten pada Kondisi Khusus

1. Diare persisten pada Infeksi HIV Diare persisten merupakan salah satu menifestasi

klinis yang banyak dijumpai pada penderita HIV. Studi di Zaire menunjukkan bahwa

insidensi diare persisten lima kali lebih tinggi pada anak-anak dengan status HIV

seropositif. Faktor penting yang meningkatkan kerentanan anak-anak dengan HIV

terhadap kejadian diare persisten adalah jumlah episode diare akut sebelumnya. Setiap

episode diare akut pada pasien HIV meningkatkan risiko 1,5 kali untuk terjadinya diare

persisten. Parthasarathy (2006) mengemukakan bahwa skrining yang dilakukan di India

menunjukkan 4,1% anak dengan diare persisten berstatus HIV seropositif.9,33,34

Meskipun patogenesis virus HIV dalam menyebabkan diare pada anak-anak belum

diketahui secara jelas, diduga kejadian diare persisten pada kasus HIV terkait dengan

perubahan status imunitas. Pada infeksi HIV, terjadi penurunan kadar CD4, IgA

sekretorik dan peningkatan CD8 lamina propria. Perubahan keadaan ini memacu

pertumbuhan bakteri.35,36 Berbagai patogen dari kelompok virus, bakteri dan parasit

dapat menyebabkan diare persisten pada HIV. Parasit yang terbanyak dijumpai pada

penderita HIV dengan diare persisten adalah Entamoeba histolytica (17,1%). Insidensi

infeksi oportunistik ini meningkat pada keadaan kadar CD4 yang rendah. Schmidt

(1997) mengemukakan bahwa microsporodia adalah parasit terbanyak penyebab diare

persisten pada HIV. Parasit ini menyebabkan pemendekan dan pengurangan luas

permukaan villi usus, meskipun kondisi ini juga didapatkan pada pasien-pasien HIV

tanpa gejala diare persisten. Selain itu, insidensi defisiensi laktase lebih tinggi pada

26

26

Page 27: Diare Kronik Perseisten Dr. Yossi

pasien HIV dengan infeksi microsporidiasis. Grohmann et al (1993) menyatakan bahwa

Astrovirus, Picobirnavirus, Calicivirus, dan Adenovirus adalah enterovirus terbanyak

pada HIV dengan diare.

2. Diare persisten pada keganasan. Beberapa tumor dapat menghasilkan hormon yang

secara langsung menstimulus sekresi usus dan menyebabkan diare. Ada pula tumor

yang dapat menyebabkan gangguan pada absorpsi nutrien dan berdampak pada diare.

Pada pancreatic cholera, terbentuk neoplasma sel endokrin pada pankreas yang

menghasilkan suatu neurotransmitter dan memicu terjadinya sekresi berlebihan di usus.

Pada sindrom carcinoid, terbentuk tumor carcinoid yang mensekresi serotonin,

bradikinin, prostaglandin dan substansi P yang kesemuanya menstimulus proses sekresi

di usus. Karsinoma meduller tiroid menghasilkan kalsitonin yang menstimulus sekresi

di usus, menyebabkan sekitar 30% penderita karsinoma tersebut mengalami diare. Pada

sindroma Zollinger-Ellison (gastrinoma), peningkatan produksi asam lambung yang

disebabkan tumor penghasil gastrin dapat mengganggu enzim pencernaan dan

menyebabkan presipitasi asam empedu sehingga menyebabkan malabsorpsi zat nutrien.

Pada diare jenis ini, tinja memiliki pH yang rendah.6

Diare pada keganasan juga berhubungan dengan efek samping kemoterapi. Kemoterapi

menyebabkan peradangan membran mukosa traktus gastrointestinal (mukositis). Agen-

agen kemoterapi yang sering berkaitan dengan diare adalah 5-Fluorouracil dan

Irinotecan. 5-Fluorouracil menginduksi diare melalui peningkatan rasio jumlah kripta

terhadap villi, sehingga meningkatkan sekresi cairan ke lumen usus.

Diare persisten dan kronis menjadi suatu masalah kesehatan yang mempengaruhi

tingkat kematian anak di Indonesia dan dunia. Patogenesis diare kronis melibatkan

berbagai faktor yang sangat kompleks. Hubungan antara diare persisten dengan

malnutrisi bagaikan lingkaran setan yang memerlukan penanganan yang integratif dan

bertahap sehingga terapi yang dibutuhkan tidak hanya terapi medikamentosa akan

tetapi dibutuhkan pula terapi nutrisi yang optimal.6

27

27

Page 28: Diare Kronik Perseisten Dr. Yossi

DAFTAR PUSTAKA

1. Soeparto P. Sumbangan dan peran kaum professional dalam mendukung program

penyakit saluran cerna di era otonomi. Kumpulan Makalah Kongres Nasional II Badan

Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia. 2003. h. 17-27.

2. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics.

Edisi ke-18. Philadelpia: Saunders; 2008. h. 1621-6.

3. Ma’arij NFN. Identifikasi drug related problems (DRPs) dalam pengobatan diare pada

anak di instalasi rawat inap rumah sakit umum daerah wonogiri tahun 2007.

28

28

Page 29: Diare Kronik Perseisten Dr. Yossi

4. Widaya IW, Gandi. Konsistensi pelaksanaan program serta morbiditas dan mortalitas

diare di era otonomi dan krisis. Kumpulan Makalah Kongres Nasional II Badan

Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia. 2003. h. 45-54.

5. Suraatmaja S. Gastroenterologi anak. Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD/RS

Sanglah Denpasar: Sagung Seto. 2007.

6. Soenarto, Yati. Diare kronis dan Diare Persisten. Buku Ajar Gastroenterologi-

Hepatologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Cetakan kedua. 2015. Jakarta: Badan

Penerbit IDAI. Hlm: 121-133.

7. Ghaino A, Marco ED. Persistent diarrhea. in walker, goutet, kleinman,eds. Pediatric

gastrointestinal disease chapter 10, 4th edition BC Decker inc hamilton . 2004.

8. Ghishan FK. Chronic diarrhea. in : Kliegman RM et al,editors. Nelson textbook of

pediatrics. 18th edition. Philadelpia: Saunders, 2007.1621-1626.

9. Wyllie R, Hyams JS, Kay M. Pediatric Gastrointestinal and Liver disease. 4th ed.

Philadelphia: Saunders Elsevier; 2011. pp. 106–118.

10. Malnutrition as an enteric infectious disease with long-term effects on child

development. Guerrant RL, Oriá RB, Moore SR, Oriá MO, Lima AA Nutr Rev. 2008

Sep; 66(9):487-505

29

29