Diabetes Mellitus Tipe 1 dengan Penyulit Ketoasidosis Diabetik
(KAD)
Sania Tiara Dhita
102012044
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat : Jl. Terusan Arjuna No. 6 Jakarta Barat
Telephone : (021) 5694-2061
Fax : (021)-563 1731
Pendahuluan
Diabetes melitus adalah sindrom yang disebabkan
ketidakseimbangan antara tuntutan dan suplai insulin. Sindrom
ditandai oleh hiperglikemi dan berkaitan dengan abnormalitas
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Abnormalitas metabolik
ini mengarah pada perkembangan bentuk spesifik komplikasi ginjal,
okular, neurologik, dan kardiovaskuler. Ketoasidosis diabetik (KAD)
adalah komplikasi akut diabetes melitus yang serius, suatu keadaan
darurat yang harus segera diatasi. Ketoasidosis diabetik disebabkan
oleh penurunan kadar insulin efektif di sirkulasi yang terkait
dengan peningkatan sejumlah hormon seperti glukagon, katekolamin,
kortisol, dan growth hormon. Mortalitas terutama berhubungan dengan
edema serebri yang terjadi sekitar 57%-87% dari seluruh kematian
akibat KAD. Peningkatan lipolisis, dengan produksi badan keton
(hidroksibutirat dan asetoasetat) akan menyebabkan ketonemia dan
asidosis metabolik. Hiperglikemia dan asidosis akan menghasilkan
diuresis osmotik, dehidrasi, dan kehilangan elektrolit. Secara
klinis, ketoasidosis terbagi ke dalam tiga kriteria, yaitu ringan,
sedang, dan berat, yang dibedakan menurut pH serum. Risiko KAD pada
IDDM adalah 1-10% per pasien per tahun. Risiko meningkat pada anak
dengan kontrol metabolik yang jelek atau sebelumnya pernah
mengalami episode KAD, anak perempuan peripubertal dan remaja, anak
dengan gangguan psikiatri (termasuk gangguan makan), dan kondisi
keluarga yang sulit (termasuk status sosial ekonomi rendah dan
masalah asuransi kesehatan). Pengobatan dengan insulin yang tidak
teratur juga dapat memicu terjadinya KAD. Terdapat lima penanganan
prehospital yang penting bagi pasien KAD, yaitu: penyediaan oksigen
dan pemantauan jalan napas, monitoring, pemberian cairan isotonik
intravena dan balance elektrolit, tes glukosa, dan pemeriksaan
status mental (termasuk derajat kesadaran).1
Pembahasan
1) Anamnesis
Diabetes mellitus bisa timbul akut berupa ketoasidosis diabetik,
koma hiperglikemik disertai efek osmotik diuretik dari
hiperglikemia ( poliuri, polidipsia, nokturia). Ketoasidosis
diabetik keadaan ini bisa terjadi sebagai manisfestasi pertama
diabetes mellitus atau bisa juga terjadi pada pasien yang sudah
diketahui mengidap diabetes melitus. Onset gejala bisa bertahap
mulai dari haus dan poliuria gejala lain diantaranya adalah sesak
nafas, nyeri abdomen, mengantuk, bingung, atau bahkan koma.2
Ada beberapa hal yang harus ditanyakan dalam mencari atau
mengevaluasi penyakit Diabetes Mellitus pada anak?
Apakah mengalami poliuria (kencing menjadi sering dan
banyak)?
Apakah mengalami polidipsia (merasa haus terus)?
Apakah mengalami polifagia (rasa lapar terus menerus)?
Apakah mengalami penurunan berat badan?
Apakah suka mengantuk? 3,4
Pada skenario bisa kita dapati hasil anamnesis sebagai berikut
:
a. Identitas pasien: anak perempuan usia 7 tahun.
b. Keluhan utama: Pada kasus ini keluhan utamanya adalah lemas
sejak beberapa jam yang lalu disertai nyeri perut dan muntah, BAK
sedikit sekali.
c. Riwayat penyakit sekarang: Pasien mengalami penurunan berat
badan sejak 3 minggu yang lalu, pasien juga sering merasa haus dan
juga sering BAK pada malam hari.
d. Riwayat penyakit dahulu: Adalah pengobatan yang dijalani
sekarang, termasuk OTC, vitamin, dan obat herbal. Alergi (alergi
obat dan yang lainnya yang menyebabkan manifestasi alergi
spesifik), operasi, rawat inap di rumah sakit, transfusi darah
termasuk kapan dan berapa banyak jumlah produk darahnya, trauma,
dan riwayat penyakit yang sudah pernah terjadi.
e. Riwayat penyakit keluarga: Pada bagian ini ditanyakan pada
pasien apakah terdapat riwayat keluarga yang bersangkutan dengan
penyakit sekarang.
f. Riwayat sosial-ekonomi: Disini ditanyakan bagaimana kehidupan
sosial dan keadaan ekonomi pasien tersebut.
2) Pemeriksaaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik yag pertama dilakukan adalah menentukan
derajat kondisi kesadaran pasien. Untuk menentukan derajat
kesadaran per jam sampai dengan 12 jam terutama pada anak yang
masih muda dan mengalami diabetes untuk pertama kali adalah
menggunakan GCS. Skor maksimum normal GCS adalah 15. Skor 12 atau
kurang menunjukkan gangguan kesadaran yang bermakna. Skor yang
terus menurun menunjukkan edema serebri yang semakin berat. Tingkat
kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang
terhadap rangsangan dari lingkungan. Tingkat kesadaran-kesadaran
dibedakan menjadi:
a. Compos Mentis (conscious) yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dan dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya.
b. Apatis yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
c. Delirium yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, dan kadang
berhayal.
d. Somnolen (Obtundasi, Letargi) yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih
bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, dan
mampu memberi jawaban verbal.
e. Stupor (soporo koma) yaitu keadaan seperti tertidur lelap,
tetapi ada respon terhadap nyeri.
f. Coma (comatose) yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada
respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun
reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap
cahaya).2
Setelah ditetapkan tingkat kesadaran pasien, kemudian akan
dilanjutkan pengukuran tanda-tanda vital (TTV). Pengukuran
tanda-tanda vital (TTV) secara umum meliputi suhu, denyut nadi,
frekuensi pernafasan, dan tekanan darah.
a. Suhu.5
Suhu dapat diukur pada beberapa tempat di tubuh melalui oral,
rectal, aksila, kulit atau membrane timpani. Suhu normal tubuh
adalah 37) melalui oral (mulut). Secara tradisional telah diasumsi
bahawa suhu rectal lebih tinggi 1dan suhu aksila lebih rendah 1
dibanding suhu oral. Beberapa tingkatan pada pengukuran tingkat
derajat suhu antara lain:
1. Hipotermi: Bila suhu tubuh kurang dari 36C.
2. Normal: Bila suhu tubuh berkisar antara 36-37,5C.
3. Febris / pireksia. : Bila suhu tubuh antara 37,5-40C.
4. Hipertermi: Bila suhu tubuh lebih dari 40C.
b. Denyut Nadi.6
Nadi yang teraba kuat dapat diukur secara radial pada anak yang
berusia lebih dari 2 tahun. Tingkat derajat denyut nadi pada orang
yang sedang beristirahat atau dalam kondisi berbaring antara lain
adalah:
1. Bayi baru lahir : 100-180/menit.
2. 1 minggu-3 bulan: 100-220/menit.
3. 3 bulan-2 tahun: 80-150/menit.
4. 2-10 tahun: 70-110/menit.
5. 10 tahun- dewasa: 55-90/menit.
c. Pernafasan.1,5
Pada orang dewasa yang dipantau sebagai patokan untuk menilai
frekuensi pernafasan adalah pergerakan dada, sedangkan pada bayi
observasi yang dipantau sebagai patokan untuk menilai frekuensi
pernafasan adalah pergerakan abdomen karena pernapasan bayi
terutama adalah pernapsan diafragmatik. Karena pergerakan tersebut
tidak teratur, hitung jumlahnya selama 1 menit penuh agar
akurat.
Tabel 1: Kadar pernafasan pada anak.
Umur
Range (per menit)
Neonates 6 bulan
30-50
6 bulan 2 tahun
20-30
3tahun - 10 tahun
20-28
10 tahun-18 btahun
12-20
d. Tekanan Darah.1
Pengukuran tekanan darah dengan metode yang noninvasive adalah
bagian dari penetuan tanda vital rutin. Tekana darah harus diukur
setiap tahun pada anak berusia 3 tahun sampai remaja dan pada anak
yang memiliki gejala hipertensi, anak dalam unit kedaruratan, dan
unit perawatan intensif. Metode pengukuran Tekanan darah yang
paling umum adalah menggunakan auskultasi dan stigmomanometer air
raksa.
Tabel 2: Tekanan darah pada anak.
1 tahun
102mmHg/55mmHg
5 tahun
112mmHg/69mmHg
10 tahun
119mmHg/78mmHg
Umumnya pada pemeriksaan fisik anak yang diduga menderita
ketoasidosis diabetik biasanya dapat ditemukan beberapa tanda-tanda
khusus antara lain turgor kulit menurun, membran mukosa dan kulit
kering, refleks menurun, tercium bau nafas keton atau aseton
(tercium wangi bau seperti buah), bingung, koma, dan nyeri tekan
abdomen.
3) Pemeriksaan Penunjang
a. Glukosa
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl(16,6
hingga 44,4 mmol/L). Sebagian pasien mungkin memperlihatkan kadar
gula darah yang lebih rendah dan sebagian lainnya mungkin memiliki
kadar sampai setinggi 1000 mg/dl (55,5 mmol/L) atau lebih yang
biasanya bergantung pada derajat dehidrasi. Harus disadari bahwa
ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan kadar glukosa
darah. Sebagian pasien dapat mengalami asidosis berat disertai
kadar glukosa yang berkisar dari 200 mg/dl sampai lebih besar dari
1000mg/dL. sementara sebagian lainnya mungkin tidak memperlihatkan
ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya mencapai
400 hingga 500 mg/dl (22,2 hingga 27,7 mmol/L). Pada pasien yang
mengalami ketoasidosis metabolik tes toleransi glukosa-nya (TTG)
akan memanjang (lebih besar dari 200mg/dl). Biasanya tes ini
dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa yang
meningkat dibawah kondisi stress. Pasien dikategorikan
hiperglikemia bila kadar glukosa darah lebih dari 11 mmol/L (>
200 mg/dL).7
b. Natrium dan Kalium.
Kadar natrium dan kalium dapat rendah, normal atau tinggi sesuai
jumlah cairan yang hilang (dehidrasi). Namun, kadar natrium serum
terukur secara aritifisial berkurang karena hiperglikemia. Kadar
natrium terkoreksi dapat dihitung menurut formula berikut.
Kadar natrium terkoreksi = kadar natrium terukur + (1,6 x (kadar
glukosa serum- 150) / 100)
Hiperlipidemia dapat juga menunjang penurunan serum terukur.
Sekalipun terdapat pemekatan plasma harus diingat adanya deplesi
total elektrolit tersebut dan elektrolit lainnya yang tampak nyata
dari tubuh. Efek hiperglikemia ekstravaskuler menyebabkan
bergeraknya cairan ke ruang intravaskuler. Bila kadar glukosa
turun, tingkat natrium serum meningkat dengan jumlah yang
sesuai.7
c. Bikarbonat.
Bukti adanya ketoasidosis dicerminkan oleh kadar bikarbonat
serum yang rendah (0 hingga 15 mEq/L) dan pH yang rendah (6,8
hingga 7,3). Tingkat pCO2 yang rendah (10 hingga 30 mmHg)
mencerminkan kompensasi respiratorik (pernafasan Kussmaul) terhadap
asidosis metabolik. Akumulasi benda keton yang mencetuskan asidosis
dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan urin.7
d. Nitrogen urea darah( BUN)
Kadar nitrogen urea darah dapat meningkat dengan adanya azotemia
sekunder prarenal akibat dehidrasi.7
e. Gas darah arteri (AGD).
Umumnya pada pasien dengan kondisi ketoasidosis diabetik derajat
pH sering pada kondisi asidosis yaitu berkisar antara 7,3 sampai
6,8. Derajat berat ataupun ringannya asidosis diklasifikasikan
sebagai berikut 7:
1. Ringan: Bila pH darah 7,25-7,3, bikarbonat 10-15 mmol/L.
2. Sedang: Bila pH darah 7,1-7,24, bikarbonat 5-10 mmol/L.
3. Berat: Bila pH darah < 7,1, bikarbonat < 5 mmol/L.
f. Keton.
Jika ditemukan keton dalam urin menandakan kegagalan fungsi
ginjal. Pada pasien dengan kondisi ketoasidosis diabetik urin
mengandung bahan keton seperti asam asetat, B-Hidroksibutirat.7
g. Hemoglobin Terglikasi
Derivatif hemoglobin glikosilasi (HbA1a, HbA1b, HbA1c) merupakan
hasil dari reaksi nonenzimatik antara glukosa dan hemoglobin. HbAc1
merupakan gambaran gula darah rata-rata selama 6-12 minggu. Bila
kadar gula darah meningkat berikatan dengan dengan Hb maka HbAc1
makin tinggi. Persentase HbA1c lebih sering diukur. Nilai normal
4-6% untuk penderita DM > 7%. Pengukuran kadar HbA1c adalah
metode terbaik untuk jangka menengah untuk pemantauan jangka
panjang pengendalian diabetes.
Komite ahli internasional yang terdiri dari wakil-wakil yang
ditunjuk dari American Diabetes Association, Asosiasi Eropa untuk
Studi Diabetes, dan lain-lain merekomendasikan tes HbA1c untuk
mendiagnosa diabetes mellitus. Komite rekomendasi untuk diabetes
diagnosis tingkat HbA1c sebesar 6,5% atau lebih tinggi, dengan
konfirmasi dari tes ulang (kecuali gejala klinis hadir dan tingkat
glukosa> 200 mg / dL).7
h. C. Peptida
Fungsi untuk menguji faal sel pulau langerhans. Normal pada
puasa 0,9 3,9ng/ml. Bila ada kerusakan sel pulau langerhans maka
kadarnya akan menurun.
4) Working Diagnosis
4.1 Diabetes Melitus yang Bergantung- insulin (Tipe 1)
Diabetes mellitus ditandai dengan hiperglikemia dan glukosuria
dan terjadi sebagai titik akhir dari banyak proses penyakit. Tipe
tersering yang terjadi pada masa kanak-kanak adalah diabetes
melitus tipe 1(DM1) yang disebabkan oleh destruksi autoimun
pankreas. Pasien dengan DM tipe 1 menderita defisiensi insulin
berat dan biasanya permanen dan memerlukan insulin untuk ketahanan
hidup dan pencegahan episode ketoasidosis yang mengancam jiwa.
Diagnosis diabetes melitus dapat didiagnosa jika kadar glukosa
serum puasa lebih besar dari 126mg/dL atau kadar glukosa serum 2
jam sesudah makan(postprandial) lebih besar dari 200mg/dL pada dua
kesempatan yang berbeda. Pasien dianggap mengalami intoleransi
glukosa jika kadar glukosa serum puasa lebih besar dari 110mg/dL
tetapi kurang dari 126mg/dL dan jika nilai 2 jam sesudah makan
lebih besar dari 140mg/dL tetapi kurang dari 200mg/dL.
Hiperglikemia sporadis terjadi pada anak dan biasanya menyertai
penyakit sebelumnya.7
Berkembangnya DM menjadi timbul penyulitnya yaitu KAD
(Ketoasidosis Diabetikum) bisa terjadi karena:
0. Dihentikannya pemakaian insulin dalam jangka waktu yang lama
pada penderita lama.
0. Terlambat didiagnosanya penderita DM yang baru
0. Stress
0. Muntah1,3
Epidemiologi, DM1 adalah gangguan endokrin pediatri tersering
yang mengenai sekitar 1 dari 300-500 anak dibawah usia 18 tahun.
Determinan genetik memainkan peran pada kerentanan terhadap DM1
walaupun cara perwarisan adalah hal yang kompleks dan mungkin
multigenik. Saudara kandung atau anak kandung pasien diabetes
memiliki resiko menederita DM sebesar 3-6%. Selain faktor genetik
faktor lingkungan juga berperan. Alel HLAtertentu(HLA DR3 dan DR4)
telah dibuktikan meningkatkan risiko perkembangan DM1. 90% anak
dengan DM1 memiliki alel HLA DR3,DR4 atau keduanya.7
Etiologi, selain adanya gen kerentanan diabetes, serangan
lingkungan harus terjadi untuk memicu penghancuran autoimun sel
pulau (islet). Penelitian telah menunjukkan peningkatan insiden DM1
pada anak yang terpanjan susu sapi sebelum berusia 2 tahun.
Penelitian ini mengarah pada teori bahwa terjadi reaktivitas silang
antibodi terhadap albumin serum bovin (BSA) dengan antigen sel
pulau. Agen infeksi virus mungkin juga terlibat termasuk virus B
coxsackie,sitomegalovirus(CMV), gonsongan dan rubella. Kemungkinan
mulainya respon autoimun virus mencakup cedera sel beta langsung
melalui infeksi virus, reaktivitas silang antibodi dan aktivasi
poliklonal limfosit B dan paling mungkin menunjukan proses
destruktif terus menerus.7
Patofisiologi, Kerusakan sel beta pankreas akibat proses
autoimun menyebabkan terjadinya defisiensi insulin. Insulin sangat
penting untuk proses karbohidrat, lemak, dan protein. Insulin
menurunkan kadar glukosa darah dengan memungkinkan glukosa untuk
memasuki sel-sel otot dan dengan merangsang konversi glukosa
menjadi glikogen (glycogenesis) sebagai toko karbohidrat. Insulin
juga menghambat pelepasan glukosa yang disimpan dari glikogen hati
(glikogenolisis) dan memperlambat pemecahan lemak menjadi
trigliserida, asam lemak bebas, dan keton. Hal ini juga merangsang
penyimpanan lemak. Selain itu, insulin menghambat pemecahan protein
dan lemak untuk produksi glukosa (glukoneogenesis) di kedua hati
dan ginjal. 1,2,3,4,7 Hiperglikemia (yakni, kadar glukosa darah
acak lebih dari 200 mg / dL atau 11 mmol / L) hasil ketika
kekurangan insulin mengarah ke tanpa hambatan glukoneogenesis dan
mencegah penggunaan dan penyimpanan glukosa beredar. Ginjal tidak
dapat menyerap kembali kelebihan beban glukosa, menyebabkan
glycosuria, diuresis osmotik, haus, dan dehidrasi. 1,3,9
Gambar 1. Mekanisme siklus gula darah ( DM tipe 1).
Manisfestasi Klinis, bila kapasitas sekresi insulin menjadi
tidak cukup untuk mendukung ambilan glukosa perifer dan menekan
produksi glukosa hati , hiperglikemia akan terjadi. Manisfestasi
awal defisiensi insulin adalah hiperglikemia postprandial.
Hiperglikemia puasa muncul kemudian. Ketogenesis merupakan tanda
defisiensi insulin berat. Ketiadaan supresi glukoneogenesis,
glikogenolisis dan oksidasi asam lemak menunjang hiperglikemia dan
menyebabkan pembentukan badan keton(asetoasetat dan beta
hidroksibutirat) dan aseton. Simpanan lemak dalam jaringan adiposa
dipecah untuk menyediakan substrat untuk glukoneogenesis dan
oksidasi asam lemak. Glikosuria terjadi bila kadar glukosa serum
melebihi nilai ambang ginjal untuk penyerapan kembali
glukosa(sekitar 180mg/dL). Glikosuria menyebabkan diuresis osmotik(
termasuk kehilangan natrium, kalium dan air) yang menyebabkan
dehidrasi. Polidipsi terjadi karena pasien berupaya mengkompensasi
kehilangan cairan yang berlebihan. Penurunan berat badan terjadi
akibat keadaan katabolik yang terus-menerus serta kehilangan kalori
yang sudah masuk gkukosuria dan ketonuria. Tanda klasik DM1 adalah
Polidipsia,Polifagia, dan kehilangan berat badan.7
4.2 Ketoasidosis Diabetik
Jika tanda klinis DM1 tidak terdeteksi di awal, ketoasidosis
diabetik (KAD) dapat terjadi. Jadi, KAD merupakan suatu kondisi
akut dan mengancam jiwa akibat komplikasi DM dengan ditemukannya
penanda biokimia berupa trias: (1) pH aterial kurang dari 7,25 ,(2)
kadar bikarbonat serum kurang dari 15mEq/L dan (3) keton terdeteksi
dalam serum urine.7
Klasifikasi KAD:
Tabel 1. Klasifikasi derajat KAD berdasarkan derajat
asidosis10
Derajat KAD
pH
HCO3-
Ringan