Top Banner
REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150 BAB I PENDAHULUAN Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan Penyakit Tidak Menular (PTM) yang mengalami peningkatan terus menerus dari tahun ke tahun. Hal ini ditandai dengan bergesernya pola penyakit secara epidemiologi dari penyakit menular yang cenderung menurun ke penyakit tidak menular yang secara global telah menduduki sepuluh besar penyakit penyebab kematian dan kasus terbanyak diantaranya penyakit Diabetes Mellitus dan penyakit metabolik lain. 1 Pada tahun 2000, World Health Orgamization (WHO) menyatakan bahwa dari statistik kematian di dunia, 57 jiwa kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh PTM dan diperkirakan bahwa sekitar 3,2 juta jiwa per tahun penduduk dunia meninggal akibat DM. Selanjutnya, pada tahun 2003 , WHO memperkirakan 194 juta jiwa atau 5,1% dari 3,8 miliar penduduk dunia yang berusia 20-79 tahun menderita DM dan pada 2025 akan meningkat menjadi 333 juta jiwa. WHO memprediksi Indonesia bahwa ada kenaikan dari 8,4 juta diabetisi pada tahun 2000 akan meningkat menjadi sekitar 21,3 juta diabetisi pada tahun 2030. Hal ini akan menjadikan Indonesia menduduki peringkat ke-4 dunia setelah AS, China,India dalam prevalensi diabetes. 1 Diabetes Melitus merupakan kelainan metabolik dengan etiologi multifaktorial. Penyakit ini ditandai oleh hiperglikemia kronis dan mempengaruhi metabolisme karbohidrat, Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit Dalam RSPI Prof.Dr.Sulianti Saroso Periode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 1
39

diabetes melitus

Jan 23, 2016

Download

Documents

adityailham

DM
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: diabetes melitus

REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan Penyakit Tidak Menular (PTM) yang

mengalami peningkatan terus menerus dari tahun ke tahun. Hal ini ditandai dengan

bergesernya pola penyakit secara epidemiologi dari penyakit menular yang cenderung

menurun ke penyakit tidak menular yang secara global telah menduduki sepuluh besar

penyakit penyebab kematian dan kasus terbanyak diantaranya penyakit Diabetes Mellitus

dan penyakit metabolik lain.1

Pada tahun 2000, World Health Orgamization (WHO) menyatakan bahwa dari

statistik kematian di dunia, 57 jiwa kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh PTM

dan diperkirakan bahwa sekitar 3,2 juta jiwa per tahun penduduk dunia meninggal akibat

DM. Selanjutnya, pada tahun 2003 , WHO memperkirakan 194 juta jiwa atau 5,1% dari 3,8

miliar penduduk dunia yang berusia 20-79 tahun menderita DM dan pada 2025 akan

meningkat menjadi 333 juta jiwa. WHO memprediksi Indonesia bahwa ada kenaikan dari 8,4

juta diabetisi pada tahun 2000 akan meningkat menjadi sekitar 21,3 juta diabetisi pada tahun

2030. Hal ini akan menjadikan Indonesia menduduki peringkat ke-4 dunia setelah AS,

China,India dalam prevalensi diabetes.1

Diabetes Melitus merupakan kelainan metabolik dengan etiologi multifaktorial.

Penyakit ini ditandai oleh hiperglikemia kronis dan mempengaruhi metabolisme

karbohidrat, protein, dan lemak. Hiperglikemia dapat tidak terdeteksi karena penyakit

Diabetes Melitus tidak menimbulkan gejala (asimptomatik) dan menyebabkan

kerusakan vaskular sebelum penyakit terdeteksi. Menurut hasil dari Diabetes Control and

Complication (DCCT) menunjukkan bahwa pengendalian DM yang baik dapat mengurangi

komplikasi kronik antara 20-30%. Bila diremehkan, komplikasi penyakit DM dapat

menyebabkan kerusakan gangguan fungsi , kegagalan berbagai organ, terutama mata,

ginjal,jantung, saraf dan pembuluh darah lainnya.2

Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 1

Page 2: diabetes melitus

REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Diabetes Melitus merupakan sindrom metabolik yang ditandai oleh kenaikan gula

darah.1 Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus

merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang

terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.3

2.2 Epidemiologi

Dalam Diabetes Atlas tahun 2000 (International Diabetes Federation) tercantum

penduduk Indonesia diatas 20 tahun sebesar 125 juta dan dengan asumsi prevalensi

Diabetes Melitus 4,6%. Berdasarkan pola pertambahan penduduk seperti saat ini,

diperkirakan pada tahun 2020 akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia di atas 20

tahun dengan asumsi prevalensi Diabetes Melitus 4,6% akan didapatkan 8,2 juta pasien

Diabetes Melitus. 2

Berdasarkan laporan nasional Riskesdas (2007), Prevalensi penyakit Diabetes

Melitus di Indonesia berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 0,7%

sedangkan prevalensi DM sebesar 1,1%. Sedangkan prevalensi nasional DM

berdasarkan hasil pengukuran gula darah pada penduduk umur >15 tahun yang

bertempat tinggal di perkotaan 5,7%. 1 Cakupan diagnosis Diabetes Melitus oleh tenaga

kesehatan mencapai 63,6%, lebih tinggi dibandingkan cakupan penyakit asma maupun

penyakit jantung. Prevalensi Diabetes Melitus menurut provinsi, berkisar antara 0,4%

di Lampung hingga 2,6% di DKI Jakarta. 2

2.3 Klasifikasi

Klasifikasi Diabetes Melitus (ADA,2009) : 3

1. Diabetes Melitus Tipe 1

(Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut):

A. Melalui Proses Imunologik

B. Idiopatik

2. Diabetes Melitus Tipe 2

Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 2

Page 3: diabetes melitus

REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150

(Bervariasi mulai terutama yang predominan resistensi insulin disertai defesiensi insulin

relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin)

3. Diabetes Melitus Tipe Lain

A. Defek Genetik fungsi sel Beta :

- Kromosom 12, HNF-α (dahulu MODY 3)

- Kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)

- Kromosom 20, HNFα (dahulu MODY 1)

- Kromosom 13, insulin Promoter factor (IPF, dahulu MODY 4)

- Kromosom 17, HNF-1β (dahulu MODY 5)

- Kromosom 2, Neuro D1 (dahulu MODY 6) DNA Mitochondria, dan lainnya

B. Defek genetik kerja insulin : resistensi insulin tipe A, leprechaunism, sindrom

Rhabson Mendenhall, diabetes lipoatrofik, lainnya

C. Penyakit eksokrin Pankreas : Pankreatitis, trauma/pankreatektomi, neoplasma,

fibrosis kistik, hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus, lainnya

D. Endokrinopati : akromegali, sindrom cushing, feokromotositoma, hipertiroidisme

somatostatinoma, aldosteronoma, lainnya

E. Karena obat/zat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid,

hormone tiroid, diazoxid, agonis β edrenergic, tiazid, dilantin, interferon alfa,

lainnya

F. Infeksi : rubella congenital, CMV, lainnya

G. Imunologi (jarang) : sindrom “Stiff-man”, antibody anti reseptor insulin lainnya

H. Sindrom genetik lain : Sindrom Down, Sindrom Klinefelter, sindrom Turner,

sindrom Wolfram’s, Ataksia Friedreich’s, Chorea Hutington, sindrom Laurence-

Moon-Biedl, Distrofi Miotonik, Porfiria, Sindrom Prader Willi, lainnya

4. Diabetes kehamilan/ Gestasional

2.4 Patofisiologi

DM Tipe 1 , insulin dependent diabetes mellitus (IDDM)

Pada DM tipe 1 atau yang disebut IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus) terjadi akibat

kerusakan sel pakreas sehingga membuat β ketiadaan insulin yang mutlak. Hal ini

membuat penderita membutuhkan pasokan insulin dari luar. Kondisi ini disebabkan karena adanya lesi

pada sel beta pankreas. Pembentukan lesi ini disebabkan karena mekanisme gangguan autoimun dan

Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 3

Page 4: diabetes melitus

REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150

infeksi virus yang terlibat dalam kerusakan sel-sel beta. Adanya antibodi atau autoimun yang

menyerang sel beta biasanya dideteksi beberapa tahun sebelum timbulnya penyakit. DM tipe 1 dapat

berkembang secara tiba-tiba, dengan tiga gejala pokok: (1) meningkatnya glukosa darah, (2)

peningkatan penggunaan lemak untuk energi dan pembentukan kolesterol oleh hati, dan (3) penipisan

protein tubuh .5

DM Tipe 2

Pasien DM tipe 2 mempunyai dua defek fisiologik : resistensi insulin dan gangguan sekresi

insulin.Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.Sebagai akibat

terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme

glukosa didalam sel.Resistensi insulin pada diabetes tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi intrasel

ini.Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh

jaringan.Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus

terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. 5

Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang

berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal/sedikit

meningkat.Namun demikian,jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan

akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes mellitus tipe 2.Meskipun

terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe 2 , namun masih terdapat insulin

yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang

menyertainya.Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada DM tipe 2. 5

2.5 Faktor resiko 6

1. Diabetes Melitus tipe 1/IDDM (Insulin-dependant diabetes melitus)

DM Tipe 1 ini ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pancreas; faktor

genetic;imunologi; dan mungkin pula lingkungan (virus) diperkirakan turut

menimbulkan distruksi sel beta

a) Faktor genetik

Penderita DM tipe 1 mewarisi kecenderungan genetic kearah DM Tipe 1,

kecenderungan ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe HLA (Human

Leucocyt Antigen) tertentu. Resiko meningkat 20x pada individu yang

memiliki tipe HLA DR3 atau DR4

b) Faktor Imunologi

Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 4

Page 5: diabetes melitus

REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150

Respon abnormal di mana antibody terarah pada jaringan normal tubuh

dengan cara bereaksi jaringan tersebut sebagai jaringan asing

c) Faktor Lingkungan

Virus/toksin tentu dapat memacu proses yang dapat menimbulkan destruksi

sel beta

2. Diabetes Melitus tipe 2/NIDDM (non-insulin-dependent diabetes melitus)

Penyebab resistensi insulin pada DM tipe 2 sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor

resiko di bawah ini banyak berperan, antara lain:

Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi :

Riwayat keluarga dengan diabetes

Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab diabetes mellitus orang tua.

Ras atau latar belakang etnis

Resiko Dm tipe 2 lebih besar pada hispanik , kulit hitam, penduduk asli Amerika dan

Asia.

Riwayat diabetes pada kehamilan

Mendapatkan diabetes selama kehamilan atau melahirkan bayi lebih dari 4,5 kg dapat

meningkatkan risiko diabetes mellitus tipe 2

Faktor risiko yang bisa diubah :

Pola makan

Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan oleh

tubuh dapat memicu timbulnya DM tipe 2, hal ini karena pankreas memiliki kapasitas

terbatas dalam mensekresi kadar insulin.Oleh karena itu, mengonsumsi bahan

makanan secara berlebihan dan tidak diimbangi oleh sekresi insulin dalam jumlah

memadai dapat menyebabkan kadar gula dalam darah meningkat dan menyebabkan

diabetes mellitus.

Gaya hidup

Makanan cepat saji dan olahraga tidak teratur merupakan salah satu gaya hidup di

jaman sekarang yang dapat memicu terjadinya Dm tipe 2

Obesitas

Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 5

Page 6: diabetes melitus

REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150

Seseorang dikatakan obesitas apabila indeks massa tubuh lebih besar dari 25.HDL di

bawah 35 mg/dl dan atau trigliserid >250 mg/dl dapat meningkatkan risiko DM tipe 2

Hipertensi

Tekanan darah >140/90 mmHg dapat menimbulkan risiko DM tipe 2

Bahan kimia dan obat-obatan

Penyakit dan infeksi pada pankreas

2.6 Tanda dan Gejala

Gejala Akut

Gejala penyakit DM dari satu penderita ke penderita lain bervariasi, bahkan mungkin

tidak menunjukkan gejala apapun sampai saat tertentu. Pada permulaan gejala yang

ditunjukkan meliputi serba banyak (tripoli) yaitu: banyak makan (poliphagia), banyak minum

(polidipsia), banyak kencing (poliuria). Bila keadaan tersebut tidak segera diobati, akan

timbul gejala nafsu makan mulai berkurang, berat badan turun dengan cepat (turun 5 – 10 kg

dalam waktu 2 – 4 minggu), dan mudah lelah. Bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual,

bahkan penderita akan jatuh koma yang disebut dengan koma diabetik.5

Gejala Kronik

Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita DM adalah kesemutan, kulit terasa

panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa tebal di kulit, kram, capai, mudah mengantuk,

mata kabur, gatal di sekitar kemaluan terutama wanita, gigi mudah goyah dan mudah lepas,

kemampuan seksual menurun bahkan impotensi . 5

2.7 Diagnosis

2.7.1 Diagnosis Diabetes Melitus 3

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis

tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM,

pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik

dengan bahan darah plasma vena.Penggunaan bahan darah utuh (wholeblood), vena, ataupun

angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan olehWHO. Sedangkan untuk

Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 6

Page 7: diabetes melitus

REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150

tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan

glukosa darah kapiler dengan glukometer.

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:

1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL

sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM

2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.

3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih

sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun

pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-

ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.

Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa dapat dilihat pada

gambar 1

Gambar 1. Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa

Kriteria diagnosis DM untuk dewasa tidak hamil dapat dilihat pada tabel-1

Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 7

Page 8: diabetes melitus

REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150

Tabel 1. Kriteria diagnosis DM

*Pemeriksaan HbA1c (≥6,5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah satu

criteria diagnostic DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah

terstandarisasi dengan baik

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada

hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa

terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT).

1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa

plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).

2. GDPT:Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa

didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5,6 – 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula

darah 2 jam < 140 mg/dL.

Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994)

Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan

karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa

Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih

tanpa gula tetap diperbolehkan

Diperiksa kadar glukosa darah puasa

Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/ kgBB (anak-anak),

dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit

Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah

minum larutan glukosa selesai

Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa

Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 8

Page 9: diabetes melitus

REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150

Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok

2.7.2 Pemeriksaan Penyaring 3

Pemeriksaan penyaring dilakukan pada mereka yang mempunyai risiko DM, namun

tidak menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan

pasien dengan DM, TGT, maupun GDPT, sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat.

Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan

sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut juga merupakan faktor risiko untuk

terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular dikemudian hari.

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah

sewaktu atau kadar glukosa darah puasa.

Pemeriksaan penyaring untuk tujuan penjaringan masal (mass screening) tidak

dianjurkan mengingat biaya yang mahal, yang pada umumnya tidak diikuti dengan rencana

tindak lanjut bagi mereka yang diketemukan adanya kelainan. Pemeriksaan penyaring

dianjurkan dikerjakan pada saat pemeriksaan untuk penyakit lain atau general check-up.

Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai patokan penyaring

dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan

diagnosis DM (mg/dL)

Catatan: Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan

ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko lain, pemeriksaan

penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun

2.8 Penatalaksanaan 3

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup

penyandang diabetes.

Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 9

Page 10: diabetes melitus

REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150

Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa

nyaman, dan mencapai target pengendalian glukosa darah.

Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati,

makroangiopati, dan neuropati.

Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas da mortalitas DM.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan

darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan

mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.

Penatalaksanaan dan pengelolaan DM dititik beratkan pada 4 pilar penatalaksanaan

DM, yaitu: edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan intervensi farmakologis.

Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama

beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran,

dilakukan Intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan

insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung

kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya

ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, dan adanya ketonuria,

insulin dapat segera diberikan

EDUKASI 3

Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah

terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif

pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju

perubahan perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan

edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.

Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala

hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan kadar

glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.

Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 10

Page 11: diabetes melitus

REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150

TERAPI NUTRISI MEDIS

Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara

total. Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim

(dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya).Setiap

penyandang diabetes sebaiknya mendapat TNM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai

sasaran terapi.

Tujuan terapi gizi medis ini dilakukan dengan tujuan :

1. Kadar glukosa darah mendekati normal

- Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl

- Glukosa darah 2 jam setelah makan < 180 mg/dl

- Kadar A1c <7%

2. Tekanan darah <130/80 mmHg

3. Profil lipid :

- Kolesterol LDL <100mg/dl

- Kolesterol HDL >40 mg/dl

- Trigliserida < 150 mg/dl

4. Mencapai BB normal

Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:3,7

Karbohidrat : 45-65% total asupan energi sehari.

Rekomendasi :

1. Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung karbohidrat, lebih

ditentukan oleh jumlahnya dibandingkan dengan jenis karbohidrat itu sendiri

2. Dari total kebutuhan kalori per hari , 60-70 % diantaranya berasal dari karbohidrat

3. Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi , maka jumlah KH maksimal 70%

dari total kebutuhan per hari

4. Jumlah serat 25-50 gram per hari

5. Jumlah sukrosa tidak perlu dibatasi namun tidak boleh melebihi total kalori per

hari.

6. Penggunaan alkohol harus dibatasi tidak boleh > 10 gr/hari; fruktosa tidak

melebihi 60 gram/hari

Lemak : 20- 25% kebutuhan kalori. Tidak diperkenankan melebihi 30% total

asupan energy, lemak jenuh < 7% kebutuhan kalori, lemak tidak

Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 11

Page 12: diabetes melitus

REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150

jenuh ganda <10% kebutuhan kalori

Protein : 10-20% total asupan energy (pada pasien nefropati perlu penurunan

asupan protein menjadi 0,8 g/ KgBB perhari atau 10% dari kebutuhan

energy dan 65% hendaknya bernilai biologic tinggi)

Natrium : tidak lebih dari 3000mg, atau sama dengan 6-7 gram garam dapur

Serat : kurang lebih 25g/hari

Kebutuhan Kalori 3

Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang

diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang

besarnya 25-30 kalori/kgBB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor

seperti: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll.

Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi adalah

sbb:

Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm,

rumus dimodifikasi menjadi :

Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

BB Normal : BB ideal ± 10 %

Kurus : < BBI - 10 %

Gemuk : > BBI + 10 %

Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT).Indeks massa tubuh dapat

dihitung dengan rumus:

IMT = BB(kg)/ TB(m2)

Klasifikasi IMT

BB Kurang < 18,5 Dengan resiko 23,0-24,9

BB Normal 18,5-22,9 Obes I 25,0-29,9

BB Lebih ≥ 23,0 Obes II >30

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain:

Jenis Kelamin:

Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 12

Page 13: diabetes melitus

REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150

o Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria.Kebutuhan kalori

wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/ kg BB.

Umur:

o Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk

dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk dekade antara 60 dan 69

tahun dan dikurangi 20%, di atas usia 70 tahun.

Aktivitas Fisik atau Pekerjaan

o Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik.

o Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan

istirahat, 20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas

sedang, dan 50% dengan aktivitas sangat berat.

Berat Badan

o Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% tergantung kepada tingkat

kegemukan

o Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk

meningkatkan BB.

o Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan paling

sedikit 1000-1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200-1600 kkal perhari untuk

pria.

Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3

porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%), serta 2-3 porsi makanan

ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin

perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang diabetes yang mengidap

penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya.

LATIHAN JASMANI 3,7

Salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2 yaitu melakukan aktivitas jasmani

sehari-hari dan latihan secara teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit),

merupakan. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga,

berkebun harus tetap dilakukan . Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat

menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki

kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat

Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 13

Page 14: diabetes melitus

REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150

aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani

sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif

sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat

komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau

bermalas-malasan.

TERAPI FARMAKOLOGIS 3,8

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani

(gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.

1. Obat hipoglikemik oral

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:

A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonylurea dan glinid

B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion

C. Penghambat glukoneogenesis (metformin)

D. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.

E. DPP-IV inhibitor

A. Pemicu Sekresi Insulin

Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta

pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang.

Namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari

hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal

dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan

sulfonilurea kerja panjang

Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan

penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam

obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivate fenilalanin). Obat ini

Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 14

Page 15: diabetes melitus

REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150

diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui

hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.

B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin

Tiazolidindion

Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated

Receptor Gamma (PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini

mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein

pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion

dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat

edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan

tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala

C. Penghambat glukoneogenesis

Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis),

di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang

diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal

(serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan

hipoksemia (misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin

dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan

pada saat atau sesudah makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa pemberian metformin

secara titrasi pada awal penggunaan akan memudahkan dokter untuk memantau efek samping

obat tersebut.

D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga

mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbosetidak

menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah

kembung dan flatulens.

Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 15

Page 16: diabetes melitus

REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150

E. DPP-IV inhibitor

Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormone peptida yang dihasilkan

oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus bila ada makanan yang

masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan perangsang kuat penglepasan insulin

dan sekaligus sebagai penghambat sekresi glukagon. Namun demikian, secara cepat GLP-1

diubah oleh enzim dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)-amide

yang tidak aktif.

Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan untuk

meningkatkan GLP-1 bentuk aktif merupakan hal rasional dalam pengobatan DM tipe 2.

Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan pemberian obat yang menghambat

kinerja enzim DPP-4 (penghambat DPP-4), atau memberikan hormon asli atau analognya

(analog incretin=GLP-1 agonis). Berbagai obat yang masuk golongan DPP-4 inhibitor,

mampu menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam

bentuk aktif dan mampu merangsang penglepasan insulin serta menghambat penglepasan

glukagon.

Cara Pemberian OHO, terdiri dari:

OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons

kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis optimal

Sulfonilurea: 15 –30 menit sebelum makan

Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan

Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan

Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan suapa pertama

Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan.

DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau sebelum makan.

Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 16

Page 17: diabetes melitus

REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150

Dibawah ini merupakan perbedaan obat hipoglikemik oral yang dicantumkan pada

tabel 3:

Tabel 3. Mekanisme kerja, efek samping utama dan pengaruh terhadap penurunan

A1C

2. Suntikan

1. Insulin

2. Agonis GLP-1/incretin mimetic

insulin

Insulin diperlukan pada keadaan:

Penurunan berat badan yang cepat

Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

Ketoasidosis diabetic

Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

Hiperglikemia dengan asidosis laktat

Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal

Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)

Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasionalyang tidak terkendali dengan

perencanaan makan

Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Jenis dan lama kerja insulin

Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi lima jenis, yakni:

Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)

Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 17

Page 18: diabetes melitus

REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150

Insulin kerja pendek (short acting insulin)

Insulin kerja menengah (intermediate actinginsulin)

Insulin kerja panjang (long acting insulin)

Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin).

Efek samping terapi insulin

Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.

Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat

menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.

Agonis GLP-1

Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru untuk

pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang penglepasan insulin yang

tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan yang biasanya terjadi pada

pengobatan dengan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkin

menurunkan berat badan. Efek agonis GLP-1 yang lain adalah menghambat penglepasan

glukagon yang diketahui berperan pada proses glukoneogenesis. Pada percobaan binatang,

obat ini terbukti memperbaiki cadangan sel beta pankreas. Efek samping yang timbul pada

pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah.

3. Terapi Kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian

dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah.

Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat

dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO

kombinasi (secara terpisah ataupun fixed-combination dalam bentuk tablet tunggal), harus

dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila

sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari

kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai

dengan alasan klinis di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan

kombinasi tiga OHO dapat menjadi pilihan.

Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 18

Page 19: diabetes melitus

REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150

Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi

OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan

pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat

diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal

insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian

dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan

harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak

terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan terapi kombinasi insulin.

Kriteria Pengendalian DM

Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan pengendalian DM

yang baik yang merupakan sasaran terapi. Diabetes terkendali baik, apabila kadar glukosa

darah mencapai kadar yang diharapkan serta kadar lipid dan A1C juga mencapai kadar yang

diharapkan. Demikian pula status gizi dan tekanan darah. Kriteria keberhasilan pengendalian

DM dapat dilihat pada Tabel 4.

Untuk pasien berumur lebih dari 60 tahun dengan komplikasi, sasaran kendali kadar

glukosa darah dapat lebih tinggi dari biasa (puasa 100-125 mg/dL, dan sesudah makan 145-

180 mg/dL). Demikian pula kadar lipid, tekanan darah, dan lain-lain, mengacu pada batasan

kriteria pengendalian sedang. Hal ini dilakukan mengingat sifat-sifat khusus pasien usia

lanjut dan juga untuk mencegah kemungkinan timbulnya efek samping hipoglikemia dan

interaksi obat.

Tabel 4. target pengendalian DM 3

Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 19

Page 20: diabetes melitus

REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150

2.9.Pencegahan 5

Pencegahan Primer

Pencegahan primer merupakan cara yang paling sulit karena yang menjadi sasaran adalah

orang-orang yang belum sakit artinyaPencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau m mereka masih sehat.

Cakupannya sangat luas. Menjelaskan kepada masyarakat bahwa mencegah penyakit jauh

lebih baik daripada pengobatan. Kampanye makanan sehat dengan pola tradisional yang

mengandung rendah lemak atau pola makanan seimbang adalah alternatif terbaik dan harus

sudah mulai ditanamkan pada anak-anak. Jaga berat badan dan olahraga teratur.

Pencegahan Sekunder

Mencegah timbulnya komplikasi.Syarat untuk mencegah komplikasi adalah kadar

glukosa darah harus selalu terkendali mendekati angka normal sepanjang hari sepanjang

tahun.Selain itu tekanan darah dan kadar lipid juga harus normal.Supaya tidak ada resistensi

insulin, dalam upaya pengendalian kadar glukosa darah dan lipid itu harus diutamakan

misalnya dengan diet dan olahraga, tidak merokok.Bila tidak berhasil baru menggunakan

obat baik oral maupun insulin.Selain itu penyuluhan tentang perilaku sehat peningkatakn

pelayanan di puskesmas termasuk dalam pencegahan sekunder.

Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah

mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih menlanjut. Pada

pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan kepada pasien dan juga kelurganya dengan

materi upaya rehabilitasi yang dapat dilakakukan untuk mencapai kualitas hidup yang

optimal. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin sebelum kecacatan

menetap, misalnya pemberian aspirin dosis rendah 80-325 mg/hari untuk mengurangi

dampak mikroangiopati. Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagai disiplin, jantung,

ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medik, gizi, pediatrist dll

sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan pencegahan tersier.

2.10 Komplikasi 3,5

2.10.1 Komplikasi Akut

1. Ketoasidosis diabetik (KAD)

KAD merupakan keadaan dekompensasi –kekacauan metabolik yang ditandai trias

hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau

Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 20

Page 21: diabetes melitus

REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150

relatif. Kriteria diagnosis KAD yaitu kadar glukosa > 250 mg%, pH<7,35, HCO3 rendah,

Anion gap yang tinggi, keton serum positif.

Walaupun sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa , sistem homeostasis tubuh

terus teraktivasi untuk memproduksi glukosa dalam jumlah banyak sehingga terjadi

hiperglikemia.Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan kadar hormon kontraregulator

terutama epinefrin, mengaktivasi hormon lipase sensitif pada jaringan lemak.Akibatnya

lipolisis meningkat , sehingga terjadi peningkatan produksi benda keton dan asam lemak

bebas secara berlebihan.Akumulasi produksi benda keton oleh sel hati dapat menyebabkan

asidosis metabolik.

2. Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH)

Pada keadaan ini ditandai oleh hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai adanya

ketosis.Gejala klinis utama adalah dehidrasi berat, hiperglikemia berat dan seingkali disertai

gangguan neurologis dengan atau tanpa adanya ketosis.Perjalanan klinis SHH ini berlangsung

dalam jangka waktu tertentu (beberapa hari sampai beberapa minggu) dengan gejala khas

meningkatnya rasa haus disertai poliuria, polidipsi, dan penurunan berat badan.

Resistensi insulin yang membuat kebutuhan insulin tidak tercukupi sehingga

mengakibatkan hiperglikemia.Penurunan pemakaian glukosa oleh jaringan perifer termausk

oleh sel otot dan sel lemak, ketidakmampuan menyimpan glukosa sebagai glikogen pada otot

dan hati, dan stimulasi glukagon pada sel hati untuk glukoneogenesis mengakibatkan semakin

naiknya kadar glukosa darah.Pada keadaan dimana insulin tidak mencukupi, maka besarnya

kenaikan kadar glukosa darah juga tergantung dati status hidrasi dna masukan kahrobhidrat

oral.

Hiperglikemia mengakibatkan tiimbulnya diuresis osmotik dan mengakibatkan

menurunnya cairan tubuh total. Hiperglikemia dan peningkata konsentrasi protein plasma

yang mengikuti hilangnya cairan intravaskular menyebabkan keadaan hiperosmolar. Adanya

hiperglikemia dan hiperosmolar ini jika kehilangan cairan tidak dikompensasi dengan

masukan cairan oral maka akan timbul dehidrasi dan kemudian hipovolemia.Hipovolemia

akan mengakibatkan hipotensi dan nantinya akan menyebabkan gangguan pada perfusi

jaringan.Keadaan koma merupakan stadium terakhir dari proses hiperglikemik ini dimana

telah timbul gangguan elektrolit berat dalam kaitannya dengan hipotensi.

Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 21

Page 22: diabetes melitus

REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150

3. Hipoglikemia

Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg/dL.

Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh penggunaan sulfonilurea dan insulin. Gejala

hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebardebar, banyak keringat, gemetar, dan

rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai

koma).Hipoglikemia harus segera mendapatkan pengelolaan yang memadai. Bagi pasien

dengan kesadaran yang masih baik, diberikan makanan yang mengandung karbohidrat atau

minuman yang mengandung gula berkalori atau glukosa 15-20 gram melalui intra vena. Perlu

dilakukan pemeriksaan ulang glukosa darah 15 menit setelah pemberian glukosa. Glukagon

diberikan pada pasien dengan hipoglikemia berat.Untuk penyandang diabetes yang tidak

sadar, sementara dapat diberikan glukosa 40% intravena terlebih dahulu sebagai tindakan

darurat, sebelum dapat dipastikan penyebab menurunnya kesadaran

2.10.2 Komplikasi menahun/ kronis 3,5

1. Makroangiopati

Pembuluh darah jantung

Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes.

Biasanya terjadi dengan gejala tipikal claudicatio intermittent, meskipun sering tanpa

gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul.

Pembuluh darah otak

2. Mikroangiopati:

Retinopati diabetik

Retinopati diabetik dapat terjadi 25 x lebih mudah pada pasien diabetes.

Pembentukan retinopati diabetik ini melibatkan lima proses dasar yang terjadi pada

tingkat kapiler yaitu : 1) pembentukan mikroaneurisma, 2) peningkatan permeabilitas

pembuluh darah, 3) penyumbatan pembuluh darah, 4) proliferasi pembuluh darah baru

(neovaskular) dan jaringan fibrosa di retina, 5) kontraksi dari jaringan fibrosis kapiler

dan jaringan vitreus. Pencegahan yang dapat dilakukan yaitu kontrol glukosa darah,

kontrol tekanan darah , fotokoagulasi dengan sinar laser, vitrektomi untuk perdarahan

vitreus atau ablasio retina

Nefropati diabetik

Sindrom klinis pada pasien diabetes melitus yang ditandai dengan albuminuria

menetap (>300 mg/24 jam) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 2-

Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 22

Page 23: diabetes melitus

REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150

6 bulan.Pendekatan utama tatalaksana pada nefropati diabetik yaitu 1) pengendalian

gula darah ( olahraga, diet, obat anti diabetes),2) pengendalian tekanan darah ( diet

rendah garam, obat antihipertensi), 3) perbaikan fungsi ginjal (diet rendah protein,

pemberian Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-I) dan atau Angiotensin

Receptor Blocker (ARB), 4) Pengendalian faktor-faktor komorbiditas lain

(pengendalian kadar lemak, mengurangi obesitas).

3. Neuropati diabetik

Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer,

berupa hilangnya sensasi distal. Beresiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan

amputasi.Manifestasi neuropati diabetik ini sangat bervariasi, mulai dari tanpa

keluhan dan hanya biasa terdeteksi dengan pemeriksaan elektrofisiologis, hingga

keluhan nyeri yang hebat. Bisa juga keluhannya dalam bentuk neuropati lokal atau

sistemik, yang semua itu bergantung pada lokasi dan jenis saraf yang terkena lesi.

Pengelolaan neuropati diabetik perlu melibatkan banyak aspek seperti perawatan

umum/kaki, pengendalian glukosa darah dan parameter metabolik lain. Perawatan

umum/ kaki yaitu dengan menjaga kebersihan kulit, hindari trauma kaki seperti sepatu

yang sempit dan cegah trauma berulang.

Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 23

Page 24: diabetes melitus

REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150

BAB III

KESIMPULAN

Diabetes Mellitus (DM) adalah salah satu penyakit tidak menular dan

merupakan penyakit metabolik yang disebabkan oleh banyak faktor dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau

kedua-duanya.

Modifikasi gaya hidup terutama dalam aktivitas jasmani dan pola makan dengan gizi

yang seimbang perlu diperhatikan karena zat gizi sangat dibutuhkan oleh metabolisme tubuh

sehingga proses pencernaan dan absorbsi tidak terganggu dengan didukung oleh organ tubuh

yang berfungsi dengan baik. Tinggi rendahnya kadar gula dalam darah dipengaruhi oleh

makanan yang dikonsumsi terutama sumber karbohidrat, protein, dan lemak.

Dalam menegakkan diagnosis DM diperlukan gejala klinis, pemeriksaan klinis dan

juga pemeriksaan penyaring. Tatalaksana yang baik akan mempengaruhi prognosis terhadap

penderita DM. Pencegahan dan edukasi perlu diberikan terhadap orang yang sehat maupun

yang sedang menjalani terapi diabetes mellitus.Hal ini perlu dilakukan karena bila gula darah

tidak terkontrol maka akan menimbulkan berbagai komplikasi yang akan mempengaruhi

produktivitas kinerja penandang diabetes mellitus.

Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 24

Page 25: diabetes melitus

REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pengendalian Penyakit Diabetes Mellitus dan Penyakit Metabolik.Jakarta : Bakti Husada; 2008.

2. Putri NHK, Isfandiari MA. Hubungan Empat Pilar Pengendalian DM Tipe 2 dengan Rerata Kadar Gula Darah. Jurnal Berkala Epidemiologi.2013; 1 (2) : p 234-43.

3. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta: Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia; 2011.

4. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Penterjemah: Irawati, Ramadani D, Indriyani F. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006.

5. Fauci et al.. Harrison’s : Principles of Internal Medicine. 17th Edition. USA :The McGraw-Hill Companies. 2008.

6. John. MF Adam. Klasifikasi dan Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus yang Baru. Cermin Dunia Kedokteran. 2006; p37-40.

7. Mahan LK, Stump SE. Krause’s Food & Nutrition Therapy.Saunders.2008; 12: p 775-9.

8. Departemen Farmakologi dan Terapeutik.Farmakologi dan Terapi.Edisi kelima. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;2011.p 481-95.

Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 25