REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150 BAB I PENDAHULUAN Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan Penyakit Tidak Menular (PTM) yang mengalami peningkatan terus menerus dari tahun ke tahun. Hal ini ditandai dengan bergesernya pola penyakit secara epidemiologi dari penyakit menular yang cenderung menurun ke penyakit tidak menular yang secara global telah menduduki sepuluh besar penyakit penyebab kematian dan kasus terbanyak diantaranya penyakit Diabetes Mellitus dan penyakit metabolik lain. 1 Pada tahun 2000, World Health Orgamization (WHO) menyatakan bahwa dari statistik kematian di dunia, 57 jiwa kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh PTM dan diperkirakan bahwa sekitar 3,2 juta jiwa per tahun penduduk dunia meninggal akibat DM. Selanjutnya, pada tahun 2003 , WHO memperkirakan 194 juta jiwa atau 5,1% dari 3,8 miliar penduduk dunia yang berusia 20-79 tahun menderita DM dan pada 2025 akan meningkat menjadi 333 juta jiwa. WHO memprediksi Indonesia bahwa ada kenaikan dari 8,4 juta diabetisi pada tahun 2000 akan meningkat menjadi sekitar 21,3 juta diabetisi pada tahun 2030. Hal ini akan menjadikan Indonesia menduduki peringkat ke-4 dunia setelah AS, China,India dalam prevalensi diabetes. 1 Diabetes Melitus merupakan kelainan metabolik dengan etiologi multifaktorial. Penyakit ini ditandai oleh hiperglikemia kronis dan mempengaruhi metabolisme karbohidrat, Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit Dalam RSPI Prof.Dr.Sulianti Saroso Periode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan Penyakit Tidak Menular (PTM) yang
mengalami peningkatan terus menerus dari tahun ke tahun. Hal ini ditandai dengan
bergesernya pola penyakit secara epidemiologi dari penyakit menular yang cenderung
menurun ke penyakit tidak menular yang secara global telah menduduki sepuluh besar
penyakit penyebab kematian dan kasus terbanyak diantaranya penyakit Diabetes Mellitus
dan penyakit metabolik lain.1
Pada tahun 2000, World Health Orgamization (WHO) menyatakan bahwa dari
statistik kematian di dunia, 57 jiwa kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh PTM
dan diperkirakan bahwa sekitar 3,2 juta jiwa per tahun penduduk dunia meninggal akibat
DM. Selanjutnya, pada tahun 2003 , WHO memperkirakan 194 juta jiwa atau 5,1% dari 3,8
miliar penduduk dunia yang berusia 20-79 tahun menderita DM dan pada 2025 akan
meningkat menjadi 333 juta jiwa. WHO memprediksi Indonesia bahwa ada kenaikan dari 8,4
juta diabetisi pada tahun 2000 akan meningkat menjadi sekitar 21,3 juta diabetisi pada tahun
2030. Hal ini akan menjadikan Indonesia menduduki peringkat ke-4 dunia setelah AS,
China,India dalam prevalensi diabetes.1
Diabetes Melitus merupakan kelainan metabolik dengan etiologi multifaktorial.
Penyakit ini ditandai oleh hiperglikemia kronis dan mempengaruhi metabolisme
karbohidrat, protein, dan lemak. Hiperglikemia dapat tidak terdeteksi karena penyakit
Diabetes Melitus tidak menimbulkan gejala (asimptomatik) dan menyebabkan
kerusakan vaskular sebelum penyakit terdeteksi. Menurut hasil dari Diabetes Control and
Complication (DCCT) menunjukkan bahwa pengendalian DM yang baik dapat mengurangi
komplikasi kronik antara 20-30%. Bila diremehkan, komplikasi penyakit DM dapat
menyebabkan kerusakan gangguan fungsi , kegagalan berbagai organ, terutama mata,
ginjal,jantung, saraf dan pembuluh darah lainnya.2
Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 1
REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Diabetes Melitus merupakan sindrom metabolik yang ditandai oleh kenaikan gula
darah.1 Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.3
2.2 Epidemiologi
Dalam Diabetes Atlas tahun 2000 (International Diabetes Federation) tercantum
penduduk Indonesia diatas 20 tahun sebesar 125 juta dan dengan asumsi prevalensi
Diabetes Melitus 4,6%. Berdasarkan pola pertambahan penduduk seperti saat ini,
diperkirakan pada tahun 2020 akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia di atas 20
tahun dengan asumsi prevalensi Diabetes Melitus 4,6% akan didapatkan 8,2 juta pasien
Diabetes Melitus. 2
Berdasarkan laporan nasional Riskesdas (2007), Prevalensi penyakit Diabetes
Melitus di Indonesia berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 0,7%
sedangkan prevalensi DM sebesar 1,1%. Sedangkan prevalensi nasional DM
berdasarkan hasil pengukuran gula darah pada penduduk umur >15 tahun yang
bertempat tinggal di perkotaan 5,7%. 1 Cakupan diagnosis Diabetes Melitus oleh tenaga
kesehatan mencapai 63,6%, lebih tinggi dibandingkan cakupan penyakit asma maupun
penyakit jantung. Prevalensi Diabetes Melitus menurut provinsi, berkisar antara 0,4%
di Lampung hingga 2,6% di DKI Jakarta. 2
2.3 Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Melitus (ADA,2009) : 3
1. Diabetes Melitus Tipe 1
(Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut):
A. Melalui Proses Imunologik
B. Idiopatik
2. Diabetes Melitus Tipe 2
Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 2
REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150
(Bervariasi mulai terutama yang predominan resistensi insulin disertai defesiensi insulin
relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin)
Moon-Biedl, Distrofi Miotonik, Porfiria, Sindrom Prader Willi, lainnya
4. Diabetes kehamilan/ Gestasional
2.4 Patofisiologi
DM Tipe 1 , insulin dependent diabetes mellitus (IDDM)
Pada DM tipe 1 atau yang disebut IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus) terjadi akibat
kerusakan sel pakreas sehingga membuat β ketiadaan insulin yang mutlak. Hal ini
membuat penderita membutuhkan pasokan insulin dari luar. Kondisi ini disebabkan karena adanya lesi
pada sel beta pankreas. Pembentukan lesi ini disebabkan karena mekanisme gangguan autoimun dan
Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 3
REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150
infeksi virus yang terlibat dalam kerusakan sel-sel beta. Adanya antibodi atau autoimun yang
menyerang sel beta biasanya dideteksi beberapa tahun sebelum timbulnya penyakit. DM tipe 1 dapat
berkembang secara tiba-tiba, dengan tiga gejala pokok: (1) meningkatnya glukosa darah, (2)
peningkatan penggunaan lemak untuk energi dan pembentukan kolesterol oleh hati, dan (3) penipisan
protein tubuh .5
DM Tipe 2
Pasien DM tipe 2 mempunyai dua defek fisiologik : resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin.Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme
glukosa didalam sel.Resistensi insulin pada diabetes tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi intrasel
ini.Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan.Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus
terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. 5
Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal/sedikit
meningkat.Namun demikian,jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan
akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes mellitus tipe 2.Meskipun
terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe 2 , namun masih terdapat insulin
yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang
menyertainya.Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada DM tipe 2. 5
2.5 Faktor resiko 6
1. Diabetes Melitus tipe 1/IDDM (Insulin-dependant diabetes melitus)
DM Tipe 1 ini ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pancreas; faktor
genetic;imunologi; dan mungkin pula lingkungan (virus) diperkirakan turut
menimbulkan distruksi sel beta
a) Faktor genetik
Penderita DM tipe 1 mewarisi kecenderungan genetic kearah DM Tipe 1,
kecenderungan ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe HLA (Human
Leucocyt Antigen) tertentu. Resiko meningkat 20x pada individu yang
memiliki tipe HLA DR3 atau DR4
b) Faktor Imunologi
Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 4
REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150
Respon abnormal di mana antibody terarah pada jaringan normal tubuh
dengan cara bereaksi jaringan tersebut sebagai jaringan asing
c) Faktor Lingkungan
Virus/toksin tentu dapat memacu proses yang dapat menimbulkan destruksi
sel beta
2. Diabetes Melitus tipe 2/NIDDM (non-insulin-dependent diabetes melitus)
Penyebab resistensi insulin pada DM tipe 2 sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor
resiko di bawah ini banyak berperan, antara lain:
Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi :
Riwayat keluarga dengan diabetes
Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab diabetes mellitus orang tua.
Ras atau latar belakang etnis
Resiko Dm tipe 2 lebih besar pada hispanik , kulit hitam, penduduk asli Amerika dan
Asia.
Riwayat diabetes pada kehamilan
Mendapatkan diabetes selama kehamilan atau melahirkan bayi lebih dari 4,5 kg dapat
meningkatkan risiko diabetes mellitus tipe 2
Faktor risiko yang bisa diubah :
Pola makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan oleh
tubuh dapat memicu timbulnya DM tipe 2, hal ini karena pankreas memiliki kapasitas
terbatas dalam mensekresi kadar insulin.Oleh karena itu, mengonsumsi bahan
makanan secara berlebihan dan tidak diimbangi oleh sekresi insulin dalam jumlah
memadai dapat menyebabkan kadar gula dalam darah meningkat dan menyebabkan
diabetes mellitus.
Gaya hidup
Makanan cepat saji dan olahraga tidak teratur merupakan salah satu gaya hidup di
jaman sekarang yang dapat memicu terjadinya Dm tipe 2
Obesitas
Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 5
REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150
Seseorang dikatakan obesitas apabila indeks massa tubuh lebih besar dari 25.HDL di
bawah 35 mg/dl dan atau trigliserid >250 mg/dl dapat meningkatkan risiko DM tipe 2
Hipertensi
Tekanan darah >140/90 mmHg dapat menimbulkan risiko DM tipe 2
Bahan kimia dan obat-obatan
Penyakit dan infeksi pada pankreas
2.6 Tanda dan Gejala
Gejala Akut
Gejala penyakit DM dari satu penderita ke penderita lain bervariasi, bahkan mungkin
tidak menunjukkan gejala apapun sampai saat tertentu. Pada permulaan gejala yang
ditunjukkan meliputi serba banyak (tripoli) yaitu: banyak makan (poliphagia), banyak minum
(polidipsia), banyak kencing (poliuria). Bila keadaan tersebut tidak segera diobati, akan
timbul gejala nafsu makan mulai berkurang, berat badan turun dengan cepat (turun 5 – 10 kg
dalam waktu 2 – 4 minggu), dan mudah lelah. Bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual,
bahkan penderita akan jatuh koma yang disebut dengan koma diabetik.5
Gejala Kronik
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita DM adalah kesemutan, kulit terasa
panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa tebal di kulit, kram, capai, mudah mengantuk,
mata kabur, gatal di sekitar kemaluan terutama wanita, gigi mudah goyah dan mudah lepas,
kemampuan seksual menurun bahkan impotensi . 5
2.7 Diagnosis
2.7.1 Diagnosis Diabetes Melitus 3
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis
tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM,
pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik
dengan bahan darah plasma vena.Penggunaan bahan darah utuh (wholeblood), vena, ataupun
angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan olehWHO. Sedangkan untuk
Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 6
REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150
tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan
glukosa darah kapiler dengan glukometer.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL
sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih
sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun
pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-
ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.
Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa dapat dilihat pada
gambar 1
Gambar 1. Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa
Kriteria diagnosis DM untuk dewasa tidak hamil dapat dilihat pada tabel-1
Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 7
REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150
Tabel 1. Kriteria diagnosis DM
*Pemeriksaan HbA1c (≥6,5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah satu
criteria diagnostic DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah
terstandarisasi dengan baik
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada
hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa
terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa
plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).
2. GDPT:Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa
didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5,6 – 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula
darah 2 jam < 140 mg/dL.
Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994)
Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa
Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih
tanpa gula tetap diperbolehkan
Diperiksa kadar glukosa darah puasa
Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/ kgBB (anak-anak),
dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit
Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah
minum larutan glukosa selesai
Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa
Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 8
REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150
Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok
2.7.2 Pemeriksaan Penyaring 3
Pemeriksaan penyaring dilakukan pada mereka yang mempunyai risiko DM, namun
tidak menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan
pasien dengan DM, TGT, maupun GDPT, sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat.
Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan
sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut juga merupakan faktor risiko untuk
terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular dikemudian hari.
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah
sewaktu atau kadar glukosa darah puasa.
Pemeriksaan penyaring untuk tujuan penjaringan masal (mass screening) tidak
dianjurkan mengingat biaya yang mahal, yang pada umumnya tidak diikuti dengan rencana
tindak lanjut bagi mereka yang diketemukan adanya kelainan. Pemeriksaan penyaring
dianjurkan dikerjakan pada saat pemeriksaan untuk penyakit lain atau general check-up.
Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai patokan penyaring
dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM (mg/dL)
Catatan: Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan
ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko lain, pemeriksaan
penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun
2.8 Penatalaksanaan 3
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup
penyandang diabetes.
Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 9
REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150
Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa
nyaman, dan mencapai target pengendalian glukosa darah.
Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati,
makroangiopati, dan neuropati.
Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas da mortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan
darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan
mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.
Penatalaksanaan dan pengelolaan DM dititik beratkan pada 4 pilar penatalaksanaan
DM, yaitu: edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan intervensi farmakologis.
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama
beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran,
dilakukan Intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan
insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung
kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya
ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, dan adanya ketonuria,
insulin dapat segera diberikan
EDUKASI 3
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah
terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif
pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju
perubahan perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan
edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.
Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala
hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan kadar
glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.
Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 10
REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150
TERAPI NUTRISI MEDIS
Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara
total. Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim
(dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya).Setiap
penyandang diabetes sebaiknya mendapat TNM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai
sasaran terapi.
Tujuan terapi gizi medis ini dilakukan dengan tujuan :
1. Kadar glukosa darah mendekati normal
- Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl
- Glukosa darah 2 jam setelah makan < 180 mg/dl
- Kadar A1c <7%
2. Tekanan darah <130/80 mmHg
3. Profil lipid :
- Kolesterol LDL <100mg/dl
- Kolesterol HDL >40 mg/dl
- Trigliserida < 150 mg/dl
4. Mencapai BB normal
Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:3,7
Karbohidrat : 45-65% total asupan energi sehari.
Rekomendasi :
1. Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung karbohidrat, lebih
ditentukan oleh jumlahnya dibandingkan dengan jenis karbohidrat itu sendiri
2. Dari total kebutuhan kalori per hari , 60-70 % diantaranya berasal dari karbohidrat
3. Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi , maka jumlah KH maksimal 70%
dari total kebutuhan per hari
4. Jumlah serat 25-50 gram per hari
5. Jumlah sukrosa tidak perlu dibatasi namun tidak boleh melebihi total kalori per
hari.
6. Penggunaan alkohol harus dibatasi tidak boleh > 10 gr/hari; fruktosa tidak
melebihi 60 gram/hari
Lemak : 20- 25% kebutuhan kalori. Tidak diperkenankan melebihi 30% total
asupan energy, lemak jenuh < 7% kebutuhan kalori, lemak tidak
Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 11
REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150
jenuh ganda <10% kebutuhan kalori
Protein : 10-20% total asupan energy (pada pasien nefropati perlu penurunan
asupan protein menjadi 0,8 g/ KgBB perhari atau 10% dari kebutuhan
energy dan 65% hendaknya bernilai biologic tinggi)
Natrium : tidak lebih dari 3000mg, atau sama dengan 6-7 gram garam dapur
Serat : kurang lebih 25g/hari
Kebutuhan Kalori 3
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang
diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang
besarnya 25-30 kalori/kgBB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor
seperti: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll.
Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi adalah
sbb:
Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm,
rumus dimodifikasi menjadi :
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
BB Normal : BB ideal ± 10 %
Kurus : < BBI - 10 %
Gemuk : > BBI + 10 %
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT).Indeks massa tubuh dapat
dihitung dengan rumus:
IMT = BB(kg)/ TB(m2)
Klasifikasi IMT
BB Kurang < 18,5 Dengan resiko 23,0-24,9
BB Normal 18,5-22,9 Obes I 25,0-29,9
BB Lebih ≥ 23,0 Obes II >30
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain:
Jenis Kelamin:
Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 12
REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150
o Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria.Kebutuhan kalori
wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/ kg BB.
Umur:
o Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk
dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk dekade antara 60 dan 69
tahun dan dikurangi 20%, di atas usia 70 tahun.
Aktivitas Fisik atau Pekerjaan
o Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik.
o Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan
istirahat, 20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas
sedang, dan 50% dengan aktivitas sangat berat.
Berat Badan
o Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% tergantung kepada tingkat
kegemukan
o Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk
meningkatkan BB.
o Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan paling
sedikit 1000-1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200-1600 kkal perhari untuk
pria.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3
porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%), serta 2-3 porsi makanan
ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin
perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang diabetes yang mengidap
penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya.
LATIHAN JASMANI 3,7
Salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2 yaitu melakukan aktivitas jasmani
sehari-hari dan latihan secara teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit),
merupakan. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga,
berkebun harus tetap dilakukan . Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki
kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat
Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 13
REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150
aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani
sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif
sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat
komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau
bermalas-malasan.
TERAPI FARMAKOLOGIS 3,8
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani
(gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.
1. Obat hipoglikemik oral
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:
A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonylurea dan glinid
B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion
C. Penghambat glukoneogenesis (metformin)
D. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.
E. DPP-IV inhibitor
A. Pemicu Sekresi Insulin
Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang.
Namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari
hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal
dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan
sulfonilurea kerja panjang
Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam
obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivate fenilalanin). Obat ini
Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 14
REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150
diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui
hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.
B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin
Tiazolidindion
Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated
Receptor Gamma (PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini
mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein
pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion
dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat
edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan
tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala
C. Penghambat glukoneogenesis
Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis),
di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang
diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
(serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan
hipoksemia (misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin
dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan
pada saat atau sesudah makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa pemberian metformin
secara titrasi pada awal penggunaan akan memudahkan dokter untuk memantau efek samping
obat tersebut.
D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga
mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbosetidak
menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah
kembung dan flatulens.
Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 15
REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150
E. DPP-IV inhibitor
Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormone peptida yang dihasilkan
oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus bila ada makanan yang
masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan perangsang kuat penglepasan insulin
dan sekaligus sebagai penghambat sekresi glukagon. Namun demikian, secara cepat GLP-1
diubah oleh enzim dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)-amide
yang tidak aktif.
Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan untuk
meningkatkan GLP-1 bentuk aktif merupakan hal rasional dalam pengobatan DM tipe 2.
Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan pemberian obat yang menghambat
kinerja enzim DPP-4 (penghambat DPP-4), atau memberikan hormon asli atau analognya
(analog incretin=GLP-1 agonis). Berbagai obat yang masuk golongan DPP-4 inhibitor,
mampu menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam
bentuk aktif dan mampu merangsang penglepasan insulin serta menghambat penglepasan
glukagon.
Cara Pemberian OHO, terdiri dari:
OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons
kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis optimal
Sulfonilurea: 15 –30 menit sebelum makan
Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan
Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan
Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan suapa pertama
Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan.
DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau sebelum makan.
Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 16
REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150
Dibawah ini merupakan perbedaan obat hipoglikemik oral yang dicantumkan pada
tabel 3:
Tabel 3. Mekanisme kerja, efek samping utama dan pengaruh terhadap penurunan
A1C
2. Suntikan
1. Insulin
2. Agonis GLP-1/incretin mimetic
insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
Penurunan berat badan yang cepat
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Ketoasidosis diabetic
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasionalyang tidak terkendali dengan
perencanaan makan
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Jenis dan lama kerja insulin
Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi lima jenis, yakni:
Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 17
REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150
Insulin kerja pendek (short acting insulin)
Insulin kerja menengah (intermediate actinginsulin)
Insulin kerja panjang (long acting insulin)
Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin).
Efek samping terapi insulin
Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.
Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat
menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.
Agonis GLP-1
Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru untuk
pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang penglepasan insulin yang
tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan yang biasanya terjadi pada
pengobatan dengan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkin
menurunkan berat badan. Efek agonis GLP-1 yang lain adalah menghambat penglepasan
glukagon yang diketahui berperan pada proses glukoneogenesis. Pada percobaan binatang,
obat ini terbukti memperbaiki cadangan sel beta pankreas. Efek samping yang timbul pada
pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah.
3. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian
dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah.
Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat
dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO
kombinasi (secara terpisah ataupun fixed-combination dalam bentuk tablet tunggal), harus
dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila
sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari
kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai
dengan alasan klinis di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan
kombinasi tiga OHO dapat menjadi pilihan.
Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 18
REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150
Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi
OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan
pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat
diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal
insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian
dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan
harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak
terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan terapi kombinasi insulin.
Kriteria Pengendalian DM
Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan pengendalian DM
yang baik yang merupakan sasaran terapi. Diabetes terkendali baik, apabila kadar glukosa
darah mencapai kadar yang diharapkan serta kadar lipid dan A1C juga mencapai kadar yang
diharapkan. Demikian pula status gizi dan tekanan darah. Kriteria keberhasilan pengendalian
DM dapat dilihat pada Tabel 4.
Untuk pasien berumur lebih dari 60 tahun dengan komplikasi, sasaran kendali kadar
glukosa darah dapat lebih tinggi dari biasa (puasa 100-125 mg/dL, dan sesudah makan 145-
180 mg/dL). Demikian pula kadar lipid, tekanan darah, dan lain-lain, mengacu pada batasan
kriteria pengendalian sedang. Hal ini dilakukan mengingat sifat-sifat khusus pasien usia
lanjut dan juga untuk mencegah kemungkinan timbulnya efek samping hipoglikemia dan
interaksi obat.
Tabel 4. target pengendalian DM 3
Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 19
REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150
2.9.Pencegahan 5
Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan cara yang paling sulit karena yang menjadi sasaran adalah
orang-orang yang belum sakit artinyaPencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau m mereka masih sehat.
Cakupannya sangat luas. Menjelaskan kepada masyarakat bahwa mencegah penyakit jauh
lebih baik daripada pengobatan. Kampanye makanan sehat dengan pola tradisional yang
mengandung rendah lemak atau pola makanan seimbang adalah alternatif terbaik dan harus
sudah mulai ditanamkan pada anak-anak. Jaga berat badan dan olahraga teratur.
Pencegahan Sekunder
Mencegah timbulnya komplikasi.Syarat untuk mencegah komplikasi adalah kadar
glukosa darah harus selalu terkendali mendekati angka normal sepanjang hari sepanjang
tahun.Selain itu tekanan darah dan kadar lipid juga harus normal.Supaya tidak ada resistensi
insulin, dalam upaya pengendalian kadar glukosa darah dan lipid itu harus diutamakan
misalnya dengan diet dan olahraga, tidak merokok.Bila tidak berhasil baru menggunakan
obat baik oral maupun insulin.Selain itu penyuluhan tentang perilaku sehat peningkatakn
pelayanan di puskesmas termasuk dalam pencegahan sekunder.
Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah
mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih menlanjut. Pada
pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan kepada pasien dan juga kelurganya dengan
materi upaya rehabilitasi yang dapat dilakakukan untuk mencapai kualitas hidup yang
optimal. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin sebelum kecacatan
menetap, misalnya pemberian aspirin dosis rendah 80-325 mg/hari untuk mengurangi
dampak mikroangiopati. Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagai disiplin, jantung,
sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan pencegahan tersier.
2.10 Komplikasi 3,5
2.10.1 Komplikasi Akut
1. Ketoasidosis diabetik (KAD)
KAD merupakan keadaan dekompensasi –kekacauan metabolik yang ditandai trias
hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau
Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 20
REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150
relatif. Kriteria diagnosis KAD yaitu kadar glukosa > 250 mg%, pH<7,35, HCO3 rendah,
Anion gap yang tinggi, keton serum positif.
Walaupun sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa , sistem homeostasis tubuh
terus teraktivasi untuk memproduksi glukosa dalam jumlah banyak sehingga terjadi
hiperglikemia.Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan kadar hormon kontraregulator
terutama epinefrin, mengaktivasi hormon lipase sensitif pada jaringan lemak.Akibatnya
lipolisis meningkat , sehingga terjadi peningkatan produksi benda keton dan asam lemak
bebas secara berlebihan.Akumulasi produksi benda keton oleh sel hati dapat menyebabkan
asidosis metabolik.
2. Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH)
Pada keadaan ini ditandai oleh hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai adanya
ketosis.Gejala klinis utama adalah dehidrasi berat, hiperglikemia berat dan seingkali disertai
gangguan neurologis dengan atau tanpa adanya ketosis.Perjalanan klinis SHH ini berlangsung
dalam jangka waktu tertentu (beberapa hari sampai beberapa minggu) dengan gejala khas
meningkatnya rasa haus disertai poliuria, polidipsi, dan penurunan berat badan.
Resistensi insulin yang membuat kebutuhan insulin tidak tercukupi sehingga
mengakibatkan hiperglikemia.Penurunan pemakaian glukosa oleh jaringan perifer termausk
oleh sel otot dan sel lemak, ketidakmampuan menyimpan glukosa sebagai glikogen pada otot
dan hati, dan stimulasi glukagon pada sel hati untuk glukoneogenesis mengakibatkan semakin
naiknya kadar glukosa darah.Pada keadaan dimana insulin tidak mencukupi, maka besarnya
kenaikan kadar glukosa darah juga tergantung dati status hidrasi dna masukan kahrobhidrat
oral.
Hiperglikemia mengakibatkan tiimbulnya diuresis osmotik dan mengakibatkan
menurunnya cairan tubuh total. Hiperglikemia dan peningkata konsentrasi protein plasma
yang mengikuti hilangnya cairan intravaskular menyebabkan keadaan hiperosmolar. Adanya
hiperglikemia dan hiperosmolar ini jika kehilangan cairan tidak dikompensasi dengan
masukan cairan oral maka akan timbul dehidrasi dan kemudian hipovolemia.Hipovolemia
akan mengakibatkan hipotensi dan nantinya akan menyebabkan gangguan pada perfusi
jaringan.Keadaan koma merupakan stadium terakhir dari proses hiperglikemik ini dimana
telah timbul gangguan elektrolit berat dalam kaitannya dengan hipotensi.
Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 21
REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg/dL.
Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh penggunaan sulfonilurea dan insulin. Gejala
hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebardebar, banyak keringat, gemetar, dan
rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai
koma).Hipoglikemia harus segera mendapatkan pengelolaan yang memadai. Bagi pasien
dengan kesadaran yang masih baik, diberikan makanan yang mengandung karbohidrat atau
minuman yang mengandung gula berkalori atau glukosa 15-20 gram melalui intra vena. Perlu
dilakukan pemeriksaan ulang glukosa darah 15 menit setelah pemberian glukosa. Glukagon
diberikan pada pasien dengan hipoglikemia berat.Untuk penyandang diabetes yang tidak
sadar, sementara dapat diberikan glukosa 40% intravena terlebih dahulu sebagai tindakan
darurat, sebelum dapat dipastikan penyebab menurunnya kesadaran
2.10.2 Komplikasi menahun/ kronis 3,5
1. Makroangiopati
Pembuluh darah jantung
Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes.
Biasanya terjadi dengan gejala tipikal claudicatio intermittent, meskipun sering tanpa
gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul.
Pembuluh darah otak
2. Mikroangiopati:
Retinopati diabetik
Retinopati diabetik dapat terjadi 25 x lebih mudah pada pasien diabetes.
Pembentukan retinopati diabetik ini melibatkan lima proses dasar yang terjadi pada
tingkat kapiler yaitu : 1) pembentukan mikroaneurisma, 2) peningkatan permeabilitas
pembuluh darah, 3) penyumbatan pembuluh darah, 4) proliferasi pembuluh darah baru
(neovaskular) dan jaringan fibrosa di retina, 5) kontraksi dari jaringan fibrosis kapiler
dan jaringan vitreus. Pencegahan yang dapat dilakukan yaitu kontrol glukosa darah,
kontrol tekanan darah , fotokoagulasi dengan sinar laser, vitrektomi untuk perdarahan
vitreus atau ablasio retina
Nefropati diabetik
Sindrom klinis pada pasien diabetes melitus yang ditandai dengan albuminuria
menetap (>300 mg/24 jam) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 2-
Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 22
REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150
6 bulan.Pendekatan utama tatalaksana pada nefropati diabetik yaitu 1) pengendalian
gula darah ( olahraga, diet, obat anti diabetes),2) pengendalian tekanan darah ( diet
rendah garam, obat antihipertensi), 3) perbaikan fungsi ginjal (diet rendah protein,
pemberian Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-I) dan atau Angiotensin
Receptor Blocker (ARB), 4) Pengendalian faktor-faktor komorbiditas lain
(pengendalian kadar lemak, mengurangi obesitas).
3. Neuropati diabetik
Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer,
berupa hilangnya sensasi distal. Beresiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan
amputasi.Manifestasi neuropati diabetik ini sangat bervariasi, mulai dari tanpa
keluhan dan hanya biasa terdeteksi dengan pemeriksaan elektrofisiologis, hingga
keluhan nyeri yang hebat. Bisa juga keluhannya dalam bentuk neuropati lokal atau
sistemik, yang semua itu bergantung pada lokasi dan jenis saraf yang terkena lesi.
Pengelolaan neuropati diabetik perlu melibatkan banyak aspek seperti perawatan
umum/kaki, pengendalian glukosa darah dan parameter metabolik lain. Perawatan
umum/ kaki yaitu dengan menjaga kebersihan kulit, hindari trauma kaki seperti sepatu
yang sempit dan cegah trauma berulang.
Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 23
REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150
BAB III
KESIMPULAN
Diabetes Mellitus (DM) adalah salah satu penyakit tidak menular dan
merupakan penyakit metabolik yang disebabkan oleh banyak faktor dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya.
Modifikasi gaya hidup terutama dalam aktivitas jasmani dan pola makan dengan gizi
yang seimbang perlu diperhatikan karena zat gizi sangat dibutuhkan oleh metabolisme tubuh
sehingga proses pencernaan dan absorbsi tidak terganggu dengan didukung oleh organ tubuh
yang berfungsi dengan baik. Tinggi rendahnya kadar gula dalam darah dipengaruhi oleh
makanan yang dikonsumsi terutama sumber karbohidrat, protein, dan lemak.
Dalam menegakkan diagnosis DM diperlukan gejala klinis, pemeriksaan klinis dan
juga pemeriksaan penyaring. Tatalaksana yang baik akan mempengaruhi prognosis terhadap
penderita DM. Pencegahan dan edukasi perlu diberikan terhadap orang yang sehat maupun
yang sedang menjalani terapi diabetes mellitus.Hal ini perlu dilakukan karena bila gula darah
tidak terkontrol maka akan menimbulkan berbagai komplikasi yang akan mempengaruhi
Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 24
REFERAT Diabetes Mellitus Vivi - 406148150
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pengendalian Penyakit Diabetes Mellitus dan Penyakit Metabolik.Jakarta : Bakti Husada; 2008.
2. Putri NHK, Isfandiari MA. Hubungan Empat Pilar Pengendalian DM Tipe 2 dengan Rerata Kadar Gula Darah. Jurnal Berkala Epidemiologi.2013; 1 (2) : p 234-43.
3. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta: Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia; 2011.
4. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Penterjemah: Irawati, Ramadani D, Indriyani F. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006.
5. Fauci et al.. Harrison’s : Principles of Internal Medicine. 17th Edition. USA :The McGraw-Hill Companies. 2008.
6. John. MF Adam. Klasifikasi dan Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus yang Baru. Cermin Dunia Kedokteran. 2006; p37-40.
8. Departemen Farmakologi dan Terapeutik.Farmakologi dan Terapi.Edisi kelima. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;2011.p 481-95.
Kepaniteraan Ilmu Ilmu Penyakit DalamRSPI Prof.Dr.Sulianti SarosoPeriode : 31 Agustus – 7 November 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 25