BAB 1 PENDAHULUAN Infeksi virus dengue telah muncul di Indonesia sejak abad ke 18, dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter kebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue dikenal sebagai penyakit demam lima hari (Vijf Daagse Koorts) kadang disebut juga demam sendi (Knokkel Koorts). Disebut demikian oleh karena demam menghilang dalam lima hari, disertai nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala hebat. Pada saat itu Infeksi virus dengue merupakan penyakit yang ringan dan tidak pernah menyebabkan kematian, tapi sejak tahun 1968 mulai dilaporkan adanya pasien demam berdarah yang meninggal di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian yang sangat tinggi 1 . Faktor – faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD ini sangat kompleks, yaitu pertumbuhan penduduk, urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkontrol, tidak adanya kontrol terhadap nyamuk yang efektif di daerah endemik, dan peningkatan sarana transportasi. Morbiditas dan mortalitas infeksi dengue dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain status imunologis pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, faktor keganasan virus, dan kondisi geografis setempat 2 . 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 1
PENDAHULUAN
Infeksi virus dengue telah muncul di Indonesia sejak abad ke 18, dilaporkan oleh
David Bylon seorang dokter kebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue dikenal
sebagai penyakit demam lima hari (Vijf Daagse Koorts) kadang disebut juga demam
sendi (Knokkel Koorts). Disebut demikian oleh karena demam menghilang dalam lima
hari, disertai nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala hebat. Pada saat itu Infeksi
virus dengue merupakan penyakit yang ringan dan tidak pernah menyebabkan kematian,
tapi sejak tahun 1968 mulai dilaporkan adanya pasien demam berdarah yang meninggal
di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian yang sangat tinggi1.
Faktor – faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD ini
sangat kompleks, yaitu pertumbuhan penduduk, urbanisasi yang tidak terencana dan tidak
terkontrol, tidak adanya kontrol terhadap nyamuk yang efektif di daerah endemik, dan
peningkatan sarana transportasi. Morbiditas dan mortalitas infeksi dengue dipengaruhi
oleh berbagai faktor antara lain status imunologis pejamu, kepadatan vektor nyamuk,
transmisi virus dengue, faktor keganasan virus, dan kondisi geografis setempat2.
Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh keadaan iklim dan
kelembapan udara. Pada suhu yang panas (28 – 32°C) dengan kelembapan yang tinggi,
nyamuk aedes akan tetap bertahan hidup dalam jangka waktu lama. Di Indonesia oleh
karena suhu udara dan kelembapan tidak selalu sama di setiap tempat, maka pola waktu
terjadinya penyakit agak berbeda. Di Jawa pada umumnya infeksi dengue terjadi pada
awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak pada bulan April – Mei setiap
tahun3.
Prevalensi global DHF mengalami peningkatan yang dramatis dalam dua dekade
terakhir. Sekitar 40 % dari penduduk dunia (2,5 trilyun orang) di daerah tropis dan sub
tropis beresiko terkena DHF. Penyakit ini kini menjadi penyakit yang endemik di
Indonesia sejak tiga dekade terakhir. Insidennya berfluktuasi setiap tahun bahkan sampai
terjadi wabah DHF di beberapa daerah di Indonesia4. Sampai saat ini 200 kota telah
melaporkan kejadian luar biasa. Insiden rate meningkat dari 0,005 per 100 000 penduduk
pada tahun 1968 menjadi berkisar 6 – 27 per 100.000 penduduk pada tahun terakhir ini3.
1
Jumlah kasus Dengue Hemorragic Fever ( DHF ) di Indonesia sejak Januari s/d Mei 2004
mencapai 64.000 (IR 29,7 per 100.000 penduduk) dengan kematian sebanyak 724 orang
(CFR 1,1 %)5.
DHF dapat menyerang semua golongan umur. Proporsi kasus DHF berdasarkan
umur di Indonesia menunjukkan bahwa DHF paling banyak terjadi pada anak usia
sekolah yaitu pada usia 5-14 tahun4. DHF masih sulit diberantas karena belum ada vaksin
untuk pencegahan dan penatalaksanaannya hanya bersifat suportif. Keberhasilan
penatalaksanaan DHF terletak pada kemampuan mendeteksi secara dini fase kritis dan
penanganan yang cepat dan tepat5.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
DBD (Demam Berdarah Dengue) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue tipe 1-4, dengan manifestasi klinis demam mendadak 2-7 hari disertai gejala
perdarahan dengan atau tanpa syok, disertai pemeriksaan laboratorium menunjukkan
trombositopenia (trombosit kurang dari 100.000) dan peningkatan hematokrit 20% atau
lebih dari harga normal1.
2.2 Epidemiologi
Sejak 20 tahun terakhir, terjadi peningkatan frekuensi infeksi virus dengue secara global.
Sebanyak 2,5 – 3,0 triliyun penduduk di seluruh dunia memiliki risiko menderita
penyakit ini. Di seluruh dunia 50 – 100 milyar kasus telah dilaporkan. Setiap tahunnya
sekitar 500.000 kasus DBD perlu perawatan di rumah sakit, 90% diantaranya adalah anak
2
– anak usia kurang dari 15 tahun. Angka kematian DBD diperkirakan sekitar 5% dan
sekitar 25.000 kasus kematian dilaporkan setiap harinya6.
Gb 2.1 Distribusi DBD di Dunia Tahun 20056.
2.3 Etiologi dan Transmisi
Demam Berdarah Dengue diketahui disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue
merupakan RNA virus dengan nukleokapsid ikosahedral dan dibungkus oleh lapisan
kapsul lipid. Virus ini termasuk kedalam kelompok arbovirus B, famili Flaviviridae,
genus Flavivirus. Flavivirus merupakan virus yang berbentuk sferis, berdiameter 45-60
nm, mempunyai RNA positif sense yang terselubung, bersifat termolabil, sensitif
terhadap inaktivasi oleh dietil eter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 70oC4,7. Virus
dengue mempunyai 4 serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN 43.
Penularan infeksi virus dengue selain dipengaruhi oleh virus dengue itu sendiri,
terdapat 2 faktor lain yang berperan yaitu faktor host dan vektor perantara. Virus dengue
dikatakan menyerang manusia dan primata yang lebih rendah. Penelitian di Afrika
menyebutkan bahwa monyet dapat terinfeksi virus ini. Transmisi vertikal dari ibu ke anak
telah dilaporkan kejadiannya di Bangladesh dan Thailand6. Vektor utama dengue di
Indonesia adalah Aedes aegypti betina, disamping pula Aedes albopictus betina7. Ciri-ciri
nyamuk penyebab penyakit demam berdarah (nyamuk Aedes aegypti)8:
3
Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih
Hidup di dalam dan di sekitar rumah
Menggigit/menghisap darah pada siang hari
Senang hinggap pada pakaian yang bergantungan dalam kamar
Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di sekitar rumah bukan di
got/comberan
Di dalam rumah: bak mandi, tampayan, vas bunga, tempat minum burung, perangkap
semut dan lain-lain.
Gbr 2.2 Aedes aegypti betina 8.
Jika seseorang terinfeksi virus dengue digigit oleh nyamuk Aedes aegypti, maka
virus dengue akan masuk bersama darah yang diisap olehnya. Didalam tubuh nyamuk itu
virus dengue akan berkembang biak dengan cara membelah diri dan menyebar ke seluruh
bagian tubuh nyamuk. Sebagian besar virus akan berada dalam kelenjar air liur nyamuk.
Dalam satu minggu jumlahnya dapat mencapai puluhan bahkan sampai ratusan ribu
sehingga siap untuk ditularkan kepada orang lain. Jika nyamuk tersebut menggigit
seseorang maka alat tusuk nyamuk (proboscis) menemukan kapiler darah, sebelum darah
orang itu diisap maka terlebih dahulu dikeluarkan air liurnya agar darah yang diisapnya
tidak membeku2.
Bersama dengan air liur inilah virus dengue tersebut ditularkan kepada orang lain.
Tidak semua orang yang digigit nyamuk Aedes aegypti tersebut akan terkena demam
berdarah dengue. Orang yang mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus dengue
tidak akan terserang penyakit ini, meskipun dalam darahnya terdapat virus dengue.
Sebaliknya pada orang yang tidak mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus
4
dengue, dia akan sakit demam ringan atau bahkan sakit berat, yaitu demam tinggi disertai
perdarahan bahkan syok, tergantung dari tingkat kekebalan tubuh yang dimilikinya3.
2.4 Patofisiologi dan Patogenesis
Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue(DBD) disebabkan oleh
virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan
perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada
DBD. Renjatan itu disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses
imunologi. Pada demam dengue hal ini tidak terjadi. Manifestasi klinis demam dengue
timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya virus. Virus akan berkembang di dalam
peredaran darah dan akan ditangkap oleh makrofag. Segera terjadi viremia selama 2 hari
sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag akan
segera bereaksi dengan menangkap virus dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi
APC (Antigen Presenting Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini akan
mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak
virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang
sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada 3
jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi,
antibodi fiksasi komplemen.6
Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang
terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala lainnya.
Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi agregasi trombosit yang menyebabkan
trombositopenia, tetapi trombositopenia ini bersifat ringan.6
Imunopatogenesis DBD dan DSS masih merupakan masalah yang kontroversial.
Dua teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan DSS
yaitu teori virulensi dan hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection
theory).
Teori virulensi dapat dihipotesiskan sebagai berikut : Virus dengue seperti juga virus
binatang yang lain, dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus
mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi
fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan
5
replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi, dan mempunyai potensi untuk
menimbulkan wabah. Renjatan yang dapat menyebabkan kematian terjadi sebagai akibat
serotipe virus yang paling virulen.2,4
Secara umum hipotesis secondary heterologous infection menjelaskan bahwa jika
terdapat antibodi yang spesifik terhadap jenis virus tertentu maka antibodi tersebut dapat
mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi terdapat dalam tubuh merupakan
antibodi yang tidak dapat menetralisasi virus, justru dapat menimbulkan penyakit yang
berat.6 Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan
menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang akan berikatan
dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Dihipotesiskan juga
juga mengenai antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan
meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai
respon terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian
menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan
keadaan hipovolemia dan syok.6
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis infeksi sekunder (teori secondary
heterologous infection) dapat dilihat pada gambar 2.3 Sebagai akibat infeksi sekunder
oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respon antibodi anamnestik
yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi
limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG antidengue. Disamping itu,
replikasi virus dengue terjadi juga di dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat
terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya
kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan
mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3
dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan
merembesnya plasma dari ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskuler. Pada pasien
dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan
berlangsung selama 24 – 48 jam. Perembesan plasma yang erat hubungannya dengan
kenaikan permeabilitas dinding pembuluh darah ini terbukti dengan adanya peningkatan
kadar hematokrit, penurunan kadar natrium dan terdapatnya cairan di dalam rongga
serosa (efusi pleura dan asites). Syok yang tidak tertanggulangi secara adekuat akan
6
menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakibat fatal, oleh karena itu
pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.4
Gambar 2.3 Patogenesis Terjadinya Syok Pada DBD.4
Sebagai respon terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen antibodi selain
mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan
mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua
faktor tersebut akan mengakibatkan perdarahan pada DBD. Agrerasi trombosit terjadi
sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit
mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin diphosphat ), sehingga trombosit
dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia.
Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan