Top Banner
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengaruh globalisasi dan moderenisasi sebagai hasil dari pengembangan disegala bidang menimbulkan dampak pada perubahan pola hidup dan tata nilai dari kehidupan. Salah satu efek dari perubahan itu bila di tinjau dari segi kejiwaan yang mengakibatkan semakin meningkatnya kebutuhan hidup, suasana persaingan dalam mencapai kebutuhan itu semakin tajam, sifat individualisme seseorang. Hal ini dapat memicu stressor psikososial yang mengakibatkan perubahan mental dan memerlukan penyesuaian baru, keadaan tersebut merupakan salah satu factor penyebab gangguan jiwa dimasyarakat. (Handoyo,2011) Menurut data dari World Health Organization (WHO), masalah gangguan kesehatan jiwa diseluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat serius, bahkan berdasarkan data dari Study World Bank di beberapa Negara menunjukkan 81 % dari kesehatan global masyarakat disebabkan oleh masalah gangguan jiwa (AzrulAzwar, 2005). WHO menyebutkan tidak kurang dari 450 juta penderita gangguan jiwa ditemukan didunia (Gemari, 2009). Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (DEPKES RI, 2008) gangguan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi setiap Negara tidak hanya di Indonesia saja. Gangguan jiwa yang dimaksud 1
44

Dewi astini acc

May 16, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Dewi astini acc

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengaruh globalisasi dan moderenisasi sebagai hasil dari

pengembangan disegala bidang menimbulkan dampak pada perubahan pola

hidup dan tata nilai dari kehidupan. Salah satu efek dari perubahan itu bila di

tinjau dari segi kejiwaan yang mengakibatkan semakin meningkatnya

kebutuhan hidup, suasana persaingan dalam mencapai kebutuhan itu semakin

tajam, sifat individualisme seseorang. Hal ini dapat memicu stressor

psikososial yang mengakibatkan perubahan mental dan memerlukan

penyesuaian baru, keadaan tersebut merupakan salah satu factor penyebab

gangguan jiwa dimasyarakat. (Handoyo,2011)

Menurut data dari World Health Organization (WHO), masalah

gangguan kesehatan jiwa diseluruh dunia memang sudah menjadi masalah

yang sangat serius, bahkan berdasarkan data dari Study World Bank di

beberapa Negara menunjukkan 81 % dari kesehatan global masyarakat

disebabkan oleh masalah gangguan jiwa (AzrulAzwar, 2005). WHO

menyebutkan tidak kurang dari 450 juta penderita gangguan jiwa ditemukan

didunia (Gemari, 2009).

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (DEPKES RI,

2008) gangguan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi

setiap Negara tidak hanya di Indonesia saja. Gangguan jiwa yang dimaksud

1

Page 2: Dewi astini acc

2

tidak hanya gangguan jiwa psikotik/skizofrenia, tetapi kecemasan, depresi

dan penggunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA) juga

menjadi masalah kesehatan jiwa. Di Indonesia diperkirakan sekitar 50 juta

atau 25% dari 220 juta penduduk mengalami gangguan jiwa (Swaberita,

2008). Prevalensi penderita Skizofrenia di Indonesia adalah 0,3% sampai 1%

dan terbanyak pada usia sekitar 18-45 tahun, terdapat juga beberapa penderita

yang mengalami pada umur 11-12 tahun. Apabila penduduk Indonesia 200

juta jiwa, maka sekitar 2 juta jiwa yang menderita Skizofrenia (Arif, 2006).

Undang-Undang No. 3 tahun 1966 tentang kesehatan jiwa mengatakan

bahwa gangguan jiwa adalah suatu perubahan pada fungsi yang disebabkan

oleh karena adanya gangguan dalam perkembangan fisik, intelektual, proses

pikir, emosional dan perilaku psikomotorik, yang tidak berjalan selaras

dengan orang lain (Depkes RI, 2003). Gangguan jiwa merupakan yang biasa

menyerang semua usia. Sifat serangan penyakitnya biasanya akut dan bisa

kronis atau menahun.

Menurut Depkes RI, (2003), penderita gangguan jiwa dari tahun ke

tahun terus meningkat dengan estimasi prevalensi 20-60 orang per 1000

penduduk setiap tahunnya. Ini ditunjukkan dengan data yang dikeluarkan oleh

Departemen Kesehatan RI: (1) Rata-rata 40 dari 100.000 orang di Indonesia

melakukan bunuh diri, sementara rata-rata dunia menunjukkan 15,1 dari

100.000 orang; (2) Rata-rata orang bunuh diri di Indonesia adalah 136 orang

per-hari atau 48.000 orang bunuh diri per tahun; (3) Satu dari empat orang di

Page 3: Dewi astini acc

3

Indonesia mengalami gangguan kesehatan jiwa; (4) Penderita gangguan jiwa

di Indonesia, hanya 0,5 % saja yang dirawat di RS Jiwa.

Berdasarkan data DINKES Propinsi Bengkulu, Pada tahun 2011 total

kunjungan baik rawat inap maupun rawat jalan di rumah sakit, puskesmas,

dan sarana pelayanan kesehatan lain adalah sebanyak 844.003 kunjungan.

Dari total kunjungan itu dilaporkan sebanyak7.550 (0,9%) merupakan

kunjungan gangguan jiwa, sehingga cakupan kunjungan gangguan jiwa di

propinsi bengkulu pada tahun 2011 sebesar 0,44 %.

Berdasarkan data statistic medical record Rumah Sakit Jiwa Soeprapto

Bengkulu, pada tahun 2010 penderita skizofrenia sebanyak 437 pasien dan

tahun 2011 terjadi peningkatan jumlah pasien skizofrenia yakni menjadi 837

orang dan pasien yang dirawat inap dirumah sakit sebnyak 395 orang (Sub.

Rekam Medik RSJ Soeprapto Bengkulu 2010-2011)

Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan

menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Pencapaian ideal

diri/cita-cita/harapan langsung menghasilkan perasaan berharga (Budiana

Keliat, 2002). Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan yang

negatif terhadap diri sendiri, hilangnya kepercayaan diri, merasa gagal

mencapai keinginan.

Page 4: Dewi astini acc

4

Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan,

tetapi dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang lain.

Keyakinan ini berasal dari pemikiran klien yang sudah kehilangan control

(Depkes RI, 2000). Salah satu penyebab dari perubahan proses pikir : waham

yaitu Gangguan konsep diri : harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian

individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku

sesuai dengan ideal diri. Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai

perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, dan merasa

gagal mencapai keinginan.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang hubungan harga diri dengan waham di Ruang

Rawat inap RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian

ini adalah apakah terdapat hubungan yang signifikan antara harga diri dengan

waham di Ruang Rawat Inap RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mempelajari hubungan harga diri dengan waham di Ruang

Rawat Inap RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi harga diri di Ruang Rawat Inap

RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu

Page 5: Dewi astini acc

5

b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi Waham di Ruang Rawat Inap RSJ

Soeprapto Daerah Bengkulu

c. Untuk mengetahui hubungan harga diri dengan waham di Ruang Rawat

Inap RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Akademik

Dapat menambah referensi dan wawasan mahasiswa khususnya jurusan

keperawatan tentang hubungan harga diri dengan waham

2. Bagi RSJ Soeprapto

Dapat memberikan informasi bagi rumah sakit khususnya bidang

keperawatan tentang hubungan harga diri dengan waham

3. Bagi Peneliti

Dapat mengetahui dan mempelajari hubungan harga diri dengan

waham.

Page 6: Dewi astini acc

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka

1. Konsep Dasar Harga Diri

a. Pengertian harga diri

Harga diri adalah hasil evaluasi individu terhadap dirinya

sendiri yang merupakan sikap penerimaan atau penolakan serta

menunjukan seberapa besar individu percaya pada dirinya, merasa

mampu, berarti, berhasil, dan berharga dengan menganalisa seberapa

jauh perilaku memenuhi ideal dirinya (Stuart dan Sundeen, 2006).

Harga diri merupakan evaluasi seseorang terhadap dirinya sendiri

secara positif dan juga sebaliknya dapat menghargai secara negatif.

Jika seseorang dapat melihat secara positif terhadap dirinya, maka

orang tersebut dikatakan memiliki harga diri yang tinggi, begitupun

sebaliknya (Fitria, 2009). Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap

hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku

memenuhi ideal diri (Stuart, 2007)

Konsep diri didefinisikan sebagai semua pikiran, keyakinan dan

kepercayaan yang membuat seseorang mengetahui tentang dirinya dan

mempengaruhi hubungannya dengan orang lain (Stuart & Sunden

2005). Konsep diri adalah sebuah ide, pikiran, keyakinan dan

kepercayaan yang membuat seseorang mengetahui tentang dirinya dan

6

Page 7: Dewi astini acc

7

mempengaruhi hubungan dengan orang lain (Stuart dan Sundeen,

2006). Konsep diri adalah persepsi individu akan sifat dan

kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai –

nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek tujuan serta

lingkungan (Stuat dan Sundeen, 2005).

Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri

dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri.

Pencapaian ideal diri/cita-cita/harapan langsung menghasilkan

perasaan berharga. Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai

perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, hilangnya kepercayaan

diri, merasa gagal mencapai keinginan (Budiana Keliat, 2002).

b. Etiologi

Gangguan konsep diri : harga diri dapat disebabkan oleh

beberapa faktor, yaitu:

1) Setiap situasi yang dihadapi individu dan individu tersebut tidak

mampu menyesuaikan diri.

2) Stessor yang mempengaruhi gambaran diri,seperti, hilang bagian

tubuh, proses patologi penyakit, perubahan struktur dan fungsi

tubuh dan proses tindakan dan therapy.

3) Stres yang mempengaruhi harga diri dan ideal seperti penolakan

dan kurangnya penghargaan diri dari orang tua, pola asuh yang

tidak tepat dan kegagalan dan bersalah berulang.

(Stuart & Laraia, 2005)

Page 8: Dewi astini acc

Aktualisasi depersonalisasi

diri

Konsep diri positif

Harga diri rendah

Kekacauan identitas

Respon adaptif Respon maladaptif

8

c. Rentang Respon Konsep Diri

Konsep diri tidak ada sejak lahir, berkembang secara bertahap

sejak bayi mulai mengenal dan membedakan dirinya dengan orang

lain, keluarga mempunyai peran yang penting dalam membantu

perkembangan konsep diri, tentang pengalaman pada masa kanak –

kanak, pengalaman awal kehidupan dalam keluarga merupakan dasar

pembentukan konsep diri, dimana keluarga dapat memberikan :

Perasaan mampu><tidak mampu, perasaan diterima><ditolak, dan

Kesempatan untuk diidentifikasi

Pengalaman yang pantas tentang tujuan, prilaku dan nilai

individu dengan konsep diri positif dapat berfungsi efektif dan konsep

diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang

maladaktif (Keliat, 2005).

d. Jenis Gangguan Harga Diri

Gangguan harga diri dapat dibedakan menjadi beberapa jenis

diantaranya sebagai berikut:

Page 9: Dewi astini acc

9

1) Harga diri rendah

Harga diri rendah kronis adalah evaluasi diri/perasaan

tentang diri atau kemampuan diri yang negative dan dipertahankan

dalam waktu yang lama (NANDA, 2005). Harga diri rendah adalah

Individu cenderung untuk menilai dirinya negative dan merasa

lebih rendah dari orang lain (Depkes RI, 2003). Harga diri rendah

adalah perasaan seseorang bahwa dirinya tidak diterima

dilingkungan dan gambaran-gambaran negative tentang dirinya.

Harga diri rendah adalah semua ide, pikiran dan kepercayaan yang

membuat seseorang mengetahui tentang dirinya dan mempengaruhi

hubungan dengan orang lain. Pengertian lain mengemukakan

bahwa harga diri rendah adalah menolak dirinya sendiri, merasa

tidak berharga dan tidak dapat bertanggung jawab atas kehidupan

sendiri. Individu gagal menyesuaikan tingkah laku dan cita-cita

(Stuat dan Sundeen, 2005).

Harga diri rendah dapat dibedakan menjadi beberapa jenis

diantaranya sebagai berikut:

a) Harga diri rendah situasional

Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus

operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus

hubungan kerja (PHK), perasaan malu karena sesuatu terjadi

(korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba).

Page 10: Dewi astini acc

10

b) Harga diri kronik

Yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung

lama yaitu sebelum sakit/dirawat. Klien ini mempunyai cara

berpikir yang negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan

menambah persepsi negatif terhadap dirinya

(Fitria, 2009)

2) Harga diri tinggi

Harga diri tinggi adalah perasaan yang berakar dalam

penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan

kekalahan dan kegagalan tetapi tetap merasa sebagai seorang yang

penting dan berharga (Stuart, 2007). Harga diri tinggi adalah

perasaan yang positif secara berlebihan terhadap dirinya dan selalu

merasa ingin dijadikan orang terpenting dan terdepan dalam bidang

aspek apapun (Fitria, 2009).

e. Gejala Klinik

Karakteristik gangguan harga diri meliputi: tanpak atau

bersembunyi, menyatakan kekurangan dirinya, mengekspresikan rasa

malu atau bersalah, menilai diri sebagai individu yang tidak memiliki

kesempatan, ragu-ragu untuk mencoba sesuatu atau situasi yang baru,

mengingkari masalah yang nyata pada orang lain, melemparkan

tanggung jawab terhadap masalah, mencari alasan untuk kegagalan

diri, sangat sensitive terhadap kritikan, dan merasa hebat (Stuart,2007).

Page 11: Dewi astini acc

11

Gejala klinik pada pasien dengan gangguan konsep diri : harga

diri rendah misalnya, mengejek dan mengkritik diri, merasa bersalah

dan khawatir, menghukum atau menolak diri sendiri, mengalami gejala

fisik, misal : tekanan darah tinggi, gangguan penggunaan zat,

menunda keputusan, sulit bergaul, menghindari kesenangan yang dapat

memberi rasa puas, menarik diri dari realitas, cemas, panic, cemburu,

curiga, halusinasi, merusak diri: harga diri rendah menyokong klien

untuk mengakhiri hidup, merusak/ melukai orang lain, perasaan tidak

mampu, pandangan hidup yang pesimistis, tidak menerima pujian,

penurunan produktivitas, penolakan terhadap kemampuan diri, kurang

memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapih, berkurang

selera makan, tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak

menunduk dan bicara lembut dengan suara lemah (Stuart dan

Sundeen,2005).

Gejala klinik pada pasien dengan gangguan konsep diri : harga

diri tinggi misalnya, bersikap agresif jika terancam, menunjukkan

perilaku destruktif, bisa terjadi penyalahgunaan narkoba, sering marah

sampai terjadi kekerasan hanya untuk membuktikan bahwa salah satu

lebih unggul (Stuart, 2007).

f. Cara Meningkatkan Harga Diri

Meningkatkan harga diri seseorang dapat dilakukan dengan

beberapa cara diantaranya :

Page 12: Dewi astini acc

12

1) Memberikan kesempatan berhasil misalnya beri tugas yang

mungkin dapat diselesaikan, beri pengakuan dan pujian akan

keberhasilannya.

2) Menanamkan gagasan seperti beri idea yang dapat memotivasi

anak untuk berkembang.

3) Mendorong aspirasi contohnya pertanyaan dan pendapat anak perlu

ditanggapi, beri pengakuan dan sokongan.

4) Membantu membentuk koping misalnya : individu perlu

mengembangkan koping untuk menghadapi kemungkinan yang

terjadi dalam penyelesaian tugas-tugas perkembangan

(NANDA,2005).

g. Penatalaksanaan Medik

Penatalaksanaan medik pada pasien dengan gangguan konsep

diri tidak jauh berbeda dengan gangguan jiwa lainnya.

Penatalaksanaan medis meliputi terapi pengobatan yang lazim yang

digunakan yaitu anti psikostik, anti depresi, anti konvulsif, ECT,

antibiotik bila ada, infeksi atau penyakit infeksi dan dapat juga

diberikan vitamin bila keadaan umum lemah. (Fitria, 2009).

Pemeriksaan diagnosa yang dapat dilakukan diantaranya adalah

EEG untuk memonitor infuls kelistritikan otak, laboratorium dan

pemeriksaan lain yang dibutuhkan. Terapi rehabilitas medik dan jenis

terapi yang sesuai bagi program pengobatan klien dapat dilakukan

untuk penatalaksanaan pada klien (Kusmawati, 2010)

Page 13: Dewi astini acc

13

2. Asuhan Keperawatan Harga Diri

Menurut Ade, (2011), Asuhan keperawatan harga diri adalah

sebagai berikut:

a. Pengkajian

1) Faktor Predisposisi

a) Faktor yang mempengaruhi harga diri : penolakan orang tua,

harapan orang tua yang tidak realistik, kegagalan yang

berulang kali kurang mempunyai tanggung jawab personal,

ketergantungan pada orang lain ideal diri yang tidak realistik.

b) Faktor yang mempengaruhi penampilan peran adalah

streotopik peran seks, tuntutan peran kerja dan harapan peran

kultural.

c) Faktor yang mempengaruhi identitas personal maupun

ketidakpercayaan orang tua, tekanan dan kelompok sebaya dan

perubahan struktural sosial.

2) Faktor Presipitasi

a) Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau

menyaksikan kejadian yang mengancam kehidupan.

b) Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang

diharapkan dimana individu mengalami berbagai frustasi, ada 3

jenis transisi peran, yaitu :

c) Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang

berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap

Page 14: Dewi astini acc

14

perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan

norma-norma budaya, nilai-nilai dan tekanan untuk

penyesuaian diri.

d) Transisi peran situasi terjadi dengan bertambahnya atau

berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran dan

kematian.

e) Transisi peran sehat sakit, sebagai akibat pergeseran dari

keadaan sehat ke dalam sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan

oleh : Perubahan ukuran, penampilan dan fungsi tubuh,

Perubahan fisik berhubungan dengan tumbuh kembang normal

dan Prosedur medis dan keperawatan.

3) Perilaku

Gangguan perilaku pada konsep diri dapat dibagi sebagai

berikut diantaranya perilaku yang berhubungan dengan harga diri

rendah:

a) Mengejek dan mengeritik diri sendiri

b) Merendahkan/mengurangi martabat

c) Rasa bersalah dan khawatir

d) Manifestasi fisik: menunda keputusan, gangguan

berhubungan, menarik diri dari realitas, merusak diri,

merusak/melukai orang lain.

4) Sumber-sumber koping

Page 15: Dewi astini acc

15

Semua orang, berapapun terganggunya perilaku, tetap

mempunyai beberapa kelebihan personal yang mungkin meliputi :

a) Aktifitas olahraga dan aktifitas lain di luar rumah.

b) Hobi dan kerajinan tangan

c) Seni dan ekspresif

d) Kesehatan dan perawatan diri

e) Pekerjaan

f) Bakat tertentu

g) Kecerdasan

h) Imaginasi dan interpersonal.

5) Mekanisme koping

Mekanisme koping pertahanan koping jangka pendek dan

jangka panjang serta penggunaan mekanisme bertahan ego untuk

melindungi diri sendiri dalam menghadapi persepsi diri yang

menyakitkan, pertahanan jangka pendek termasuk sebagai berikut:

a) Aktifitas dapat memberikan pelarian sementara dari identitas.

b) Aktifitas garis dapat memberikan identitas sementara

c) Aktifitas yang secara sementara menguatkan perasaan diri

d) Aktifitas yang mewakili upaya jangka pendek untuk membuat

masalah identitas yang kurang berarti dalam kehidupan

individu.

Pertahanan jangka panjang termasuk sebagai berikut :

a) Penutupan identitas

Page 16: Dewi astini acc

16

b) Identitas negative

6) Keadaan yang terjadi pada klien dengan gangguan konsep diri

dapat dikelompokkan menjadi 5 (lima) aspek, yaitu sebagai

berikut :

a) Aspek fisik

Aktifitas sehari-hari: nutrisi, penurunan nafsu makan,

penurunan berat badan, dan peningkatan berat badan.

Pola tidur: waktu tidur yang berlebihan, waktu tidur yang

kurang, cenderung di tempat tidur, dan sering tidur siang.

Pola istirahat, rekreasi/hoby: kurang minat, tidak perduli,

dan acuh tak acuh.

Aktifitas kelompok: penurunan aktifitas, diam, melamun,

sering menyendiri, dan sikap berjalan menundukkan

kepala.

Perilaku destriktif: menyendiri, murung.

b) Aspek Emosi

Klien sendiri, merasa rendah diri, depresi, merasa tidak

diperhatikan, merasa tidak dicintai, dan cenderung untuk tidur.

c) Aspek Sosial, klien menilai tidak berguna, tidak mempunyai

teman, klien kurang mempercayai orang lain, klien sangat

tergantung.

Page 17: Dewi astini acc

17

d) Aspek intelektual, persepsi yang tidak realistis, daya ingat

menurun, tidak mampu berfikir dan membuat keputusan, ide-

ide yaitu samar dan senang berhayal, sering melamun.

e) Aspek spiritual, klien merasa putus asa dan bodoh pada

kehidupan beragama.

b. Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan yang dapat ditegakkan pada pasien

harga diri diantaranya:

1) Gangguan konsep diri harga diri rendah berhubungan dengan

koping individu inefektif.

2) Kerusakan interaksi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga

diri rendah.

3) Gangguan persepsi sensorik halusinasi berhubungan dengan

menarik diri.

c. Strategi Pelaksanaan Keperawaatan

Srategi pelaksanaan keperawatan pada pasien gangguan harga diri

SP I p

1) Mengidenfikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

pasien.

2) Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang masih dapat

digunakan.

3) Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai

dengan kemampuan pasien.

Page 18: Dewi astini acc

18

4) Melatih pasien dengan kegiatan yang dipilih sesuai kemampuan.

5) Membimbing pasien untuk memasukkan dalam jadwal kegiatan

harian.

SP II p

1) Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

2) Melatih kegiatan kedua (atau selanjutnya) yang dipilih sesuai

kemampuan.

3) Membimbing pasien untuk memasukkan dalam jadwal kegiatan

harian.

Strategi pelaksanaan keperawatan pada keluarga

SP I k

1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat

pasien.

2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah yang

dialami pasien beserta proses terjadinya.

3) Menjelaskan cara-cara merawat pasien harga diri rendah.

SP II k

1) Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan

harga diri rendah .

2) Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien

harga diri rendah .

SP III k

Page 19: Dewi astini acc

19

1) Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk

minum obat (discharge planning).

2) Menjelaskan follow up pasien setelah pulang .

(Tamsuri, 2006)

3. Konsep Waham

a. Definisi Waham

Waham adalah keyakinan terhadap suatu yang salah dan secara

kukuh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan

bertentangan dengan relita normal (Stuart dan Sundeen, 2005).

Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan,

tetapi dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang

lain. Keyakinan ini berasal dari pemikiran klien yang sudah

kehilangan control (Depkes RI, 2003)

Waham adalah suatu keyakinan seseorang yang berdasarkan

penilaian realitas yang salah, keyakinan yang tidak konsisten dengan

tingkat intelektual dan latar belakang budaya ketidakmampuan

merespons stimulus internal dan eksternal melalui proses interaksi

atau informasi secara akurat. Waham adalah keyakinan seseorang

yang berdasarkan penilaian realitas yang salah. Keyakinan klien tidak

konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya klien.

Waham dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan dan perkembangan

seperti adanya penolakan, kekerasan, tidak ada kasih sayang,

pertengkaran orang tua dan aniaya. (Budi Anna Keliat,2002).

Page 20: Dewi astini acc

20

Waham adalah keyakinan yang salah secara kokoh

dipertahankan walaupun tidak di yakini oleh orang lain dan

bertentangan dengan realita normal (Stuart,2007). Waham adalah

keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan tetapi

dipertahankan dan tidak dapat dirubah secara logis oleh orang lain,

keyakinan ini berasal dari pemikiran klien dimana sudah kehilangan

control.

b. Klasifikasi Waham

Klasifikasi waham dibagi menjadi beberapa macam

diantaranya sebagai berikut:

1) Waham kebesaran; keyakinan bahwa ia memiliki kebesaran atau

kekuasaan khusus, diucapkannya berulangkali dan tidak sesuai

dengan kenyataan

2) Waham curiga; keyakinan bahwa ada seseorang atau kelompok

tertentu yang berusaha merugikan atau mencederai dirinya

3) Waham agama; keyakinan klien terhadap suatu agama secara

berlebihan

4) Waham somatic; keyakinan klien bahwa tubuh/bagian tubuhnya

terserang penyakit atau didalam tubuhnya ada binatang

5) Waham nihilistic; kenyakinan klien bahwa dirinya sudah tidak ada

didunia ini/meninggal

Page 21: Dewi astini acc

21

6) Waham siar piker; kenyakinan klien bahwa orang lain mengetahui

apa yang dia fikirkan walaupun ia tidak perna mengatakan

pikirannya kepada orang tersebut

7) Waham sisip pikir; kenyakinan bahwa ada fikiran orang lain yang

disisipkan kedalam pikirannya

8) Waham control pikir; kenyakinan klien bahwa pikirannya dikontrol

oleh kekuatan dari luar (Kusmawati dan Hartono,2010).

Waham dapat di bedakan menjadi beberapa jenis

diantaranya sebagai berikut:

1) Waham kebesaran

Keyakinan secara berlebihan bahwa dirinya memiliki kekuatan

khusus atau kelebihan yang berbeda dengan orang lain, diucapkan

berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.

Contoh: “saya ini pejabat di kementrian kesehatan!” “saya punya

perusahaan paling besar didunia lho..”

2) Waham agama

Keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan

berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.

Contoh: “kalau saya mau masuk syurga, saya harus memakai

pakaian serba putih dan mengalungkan tasbih setiap hari” “saya

adalah tuhan yang bisa mengendalikan makhluk”

3) Waham curiga

Page 22: Dewi astini acc

22

Keyakinan seseorang pada sekelompok orang berusaha merugikan

atau mencederai dirinya, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak

sesuai dengan kenyataan

Contoh: “saya tahu.. semua keluarga saya ingin menghancurkan

hidup saya karena mereka semua iri dengan kesuksesan yang

dialami saya”

4) Waham somatic

Keyakinan seseorang bahwa tubuh atau bagian tubuhnya

terganggu atau terserang penyakit, diucapkan berulang-ulang

tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.

Contoh: “saya menderita kanker” (Padahal hasil pemerikasaan

lab tidak ada sel kanker pada tubuhnya)

5) Waham nihilistic

Keyakinan seseorang bahwa dirinya sudah meninggal dunia,

diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.

Contoh: “ini alam kubur kan ya, semua yang ada disini adalah

roh-roh” (Ade, 2011)

c. Etiologi Waham

1) Faktor perdisposisi

a) Faktor perkembangan

Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan

interpersonal seseorang. Hal ini dapat meningkatkan stress dan

ansietas yang berakhir dengan gangguan persepsi, klien

Page 23: Dewi astini acc

23

menekan perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual

dan emosi tidak efektif

b) Faktor social budaya

Seseorang yang merasa diasingkan dan kesepian dapat

menyebabkan timbulnya waham

c) Faktor psikologis

Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda/bertentangan,

dapat menimbulkan ansietas dan berakhir dengan

pengingkaran terhadap kenyataan.

d) Faktor biologis

Waham diyakini terjadi karena atrofi otak, pembesaran

ventrikel di otak, atau perubahan pada sel kortikal dan limbic

e) Faktor genetic

2) Faktor presipitasi

a) Faktor social budaya

Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang

yang berarti atau diasingkan kelompok

b) Faktor biokimia

Dopamine, norepineprin, dan zat halusinogen lainnya diduga

dapat menjadi penyebab waham pada seseorang

c) Faktor psikologis

Page 24: Dewi astini acc

Respon adaptif Respon maladaptif

Pikiran logis

Persepsi akurat Emosi konsisten dengan pengalamanPerilaku sesuiHubungan sosial

Kadang-kadang proses pikir tergangguIlusiEmosi berlebihan

Perilaku yang tidak biasaMenarik diri

Gangguan isi pikir : wahamhalusinasiPerubahan proses emosi

Perilaku tidak terorganisasiIsolasi sosial

24

Kecemasan yang memandang dan terbatasnya kemampuan

untuk mengatasi masalah sehingga klien mengembangkan

koping untuk menghindari kenyataan yang menyenangkan

(Ade, 2011).

d. Tanda dan Gejala Waham

Tanda dan gejala pada pasien dengan perubahan proses pikir:

waham adalah Menolak makan, Tidak ada perhatian pada perawatan

diri, ekspresi wajah sedih/gembira/ketakutan, gerakan tidak terkontrol,

mudah tersinggung, isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan

dan bukan kenyataan, menghindar dari orang lain, mendominasi

pembicaraan, berbicara kasar dan menjalankan kegiatan keagamaan

secara berlebihan (Ade, 2011).

e. Rentang Respon Waham

Dari rentang respon neurobiologis diatas dapat dijelaskan bila

individu merespon secara adaptif maka individu akan berfikir secara

logis. Apabila individu berada pada keadaan diantara adaptif dan

maladaptif kadang-kadang pikiran menyimpang atau perubahan isi

pikir terganggu. Bila individu tidak mampu berfikir secara logis dan

Page 25: Dewi astini acc

25

pikiran individu mulai menyimpang maka ia akan berespon secara

maladaptif dan ia akan mengalami gangguan isi pikir : waham. Agar

individu tidak berespon secara maladaptive maka setiap individu

harus mempunyai mekanisme pertahanan koping yang baik. Menurut

seorang ahli medis dalam penelitiannya memberikan definisi tentang

mekanisme koping yaitu semua aktivitas kognitif dan motorik yang

dilakukan oleh seseorang yang sakit untuk mempertahankan integritas

tubuh dan psikisnya

(Riyadi, 2009).

f. Proses terjadinya waham melalui lima tahapan yaitu

1) Lack of Selfesteen

Tidak ada pengakuan lingkungan dan meningkatnya kesenjangan

antara kenyataan dan harapan. Contoh: perceraian berumah

tangga, tidak diterima oleh lingkungannya, terbatasnya

kebutuhan-kebutuhan klien baik secara fisik maupun psikis.

Secara fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orang-orang

dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya klien

sangat miskin dan menderita. Keinginan ia untuk memenuhi

kebutuhan hidup mendorongnya untuk melakukan kompensasi

yang salah. Ada juga klien yang secara sosial dan ekonomi

terpenuhi tetapi kesenjangan antara kenyataan dengan harapan

sangat tinggi.

2) Control Internal Eksternal

Page 26: Dewi astini acc

26

Mencoba berfikir rasional) menutupi kekurangan dan tidak sesuai

dengan kenyataan. Contoh : seseorang yang mencoba menutupi

kekurangan terjadi karena tidak adanya pengakuan dari

lingkungan dan tingginya kesenjangan antara kenyataan dengan

harapan.

3) Environment support

Kerusakan control dan tidak berfungsi normal ditandai dengan

tidak merasa bersalah saat berbohong. Contoh : seseorang yang

mengaku dirinya adalah guru tari, karena Adanya beberapa orang

yang mempercayai klien dalam lingkungan sehingga klien merasa

didukung dan klien menganggap hal yang dikatakan sebagai

kebenaran, kerusakan control diri dan tidak berfungsi normal

(super ego). Klien mencoba berfikir rasional bahwa apa yang ia

yakini adalah kebohongan, tetapi menghadapi kenyataan bagi

klien adalah sesuatu yang sangat berat, karena kebutuhannya

untuk diakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan diterima

lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya,

4) Physic Comforting

Klien merasa nyaman dengan kebohongannya yaitu Adanya

beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya,

menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien

menganggap sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu

Page 27: Dewi astini acc

27

kebenaran karena seringnya diulang-ulang. Dari sinilah mulai

terjadinya kerusakan kontrol diri.

5) Improving

Jika tidak ada konfrontasi dan korelasi maka keyakinan yang

salah akan meningkat klien merasa nyaman dengan keyakinan dan

kebohongannya serta menganggap bahwa semua orang sama yaitu

akan mempercayai dan mendukungnya. Keyakinan sering disertai

halusinasi pada saat klien menyendiri dari lingkungannya.

Selanjutnya klien lebih sering menyendiri dan menghindari

interaksi sosial (Isolasi sosial) dan apabila tidak adanya upaya-

upaya koreksi, setiap waktu keyakinan yang salah pada klien akan

meningkat

(Azrul 2005).

4. Hubungan Harga diri dengan Waham

Gangguan proses pikir: waham biasanya diawali dengan adanya

riwayat penyakit berupa kerusakan pada bagian korteks dan limbic otak.

Bisa dikarenakan terjatuh atau didapat ketika lahir. Hal ini mendukung

terjadinya perubahan emosional seseorang yang tidak stabil. Bila

berkepanjangan akan menimbulkan perasaan rendah diri, kemudian

mengisolasi diri dari orang lain dan lingkungan (Ade, 2011).

Salah satu penyebab dari perubahan proses pikir : waham yaitu

Gangguan konsep diri : harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian

individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh

Page 28: Dewi astini acc

28

perilaku sesuai dengan ideal diri. Gangguan harga diri rendah dapat

digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang

kepercayaan diri, dan merasa gagal mencapai keinginan. (Budi Anna

Keliat, 2002).

Waham yang terjadi bisa dikarenakan stressor dalam menghadapi

fakta-fakta kehidupan dengan penuh kebenaran, akan tetapi ada juga yang

menghadapinya dengan perasaan tidak berdaya. Ini adalah tanggapan

negatif terhadap diri, sehingga lingkungan sekitarnya pun merupakan

sesuatu yang negatif bagi dirinya. Tanggapan ini menjadikan individu

selalu hidup dalam ketakutan yang akan mempengaruhi seluruh alam

perasaannya sehingga terjadi keguncangan dalam keseimbangan

kepribadian, yaitu suatu keadaan emosi yang labil. Maka dalam keadaan

tersebut individu tidak berpikir secara wajar, jalan pikirannya palsu, dan

segala sesuatu yang diluar diri yang dipersepsikan secara salah

(Kusmawati dan Hartono,2010).

Harga diri secara signifikan berhubungan dengan kepuasan pribadi

dan pemfungsikan diri yang efektif. seseorang dengan harga diri rendah

kurang mampu menahan tekanan untuk conform dan kurang mampu

mempersepsi stimulus yang mengancam. Sementara itu, seseorang dengan

harga diri tinggi mampu mempertahankan image dari kemampuan dan

keunikannya sebagai seorang individu tetapi kedua macam harga diri ini

dapat menjadi suatu gangguan jiwa saat kenyataan yang mereka hadapi

Page 29: Dewi astini acc

29

tidak sesuai dengan keinginan yang diharapkan sehingga dapat membuat

suatu keyakinan yang kuat/waham (Riyadi, 2009).

Harga diri sangat berhubungan erat dengan keadaan lingkungan

yang setiap tahunnya meningkat sehingga menuntut setiap orang untuk

memenuhi kebutuhan dan mengikuti tren yang terjadi pada saat itu, dan

hal ini berpengaruh besar pada keadaan harga diri seseorang sehingga

seseorang cendering memiliki harga diri tinggi untuk menyacapai hal

tersebut. Tetapi saat semua yang mereka harapkan tidak dapat tercapai

maka harga diri tinggi yang mereka miliki akan mempengaruhi psikisnya

sehingga selalu yakin terhadap harapan-harapannya yang telah ada sudah

tercapai dan hal inilah yang menyebabkan seseorang dengan harga diri

tinggi mengalami gangguan proses fikir: Waham (Stuart,2007).

B. Kerangka Konseptual

Berdasarkan teoritis diatas maka peneliti menetapkan kerangka

konseptual dalam penelitian ini sebagai berikut

V. Independent V. Dependent

Bagan 1: Kerangka konseptual

Harga Diri Waham

Page 30: Dewi astini acc

30

C. Definisi Operasional

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konseptual di atas maka

peneliti merumuskan definisi operasional sebagai berikut :

Tabel. 1 Definisi Operasional

No

Variabel Definisi Operasional

Cara Ukur Alat Ukur

Hasil Ukur

Skala Ukur

1 IndependentHarga Diri

evaluasi seseorang terhadap dirinya sendiri secara positif dan juga sebaliknya dapat menghargai secara negative

Wawancara

Kuesioner

0: Rendah

(skor ≤14)

1 : Tinggi

(skor ≥ 25)

Nominal

2 DependentWaham

keyakinan terhadap suatu yang salah dan secara kukuh dipertahnkan walaupun tidak diyakkini

Wawancara

Kuesioner

0 : Berat

(Skor 11-14)

1 : Ringan

(skor 1-7)

Nominal

Page 31: Dewi astini acc

31

oleh orang lain dan bertentangan dengan relita normal

D. Hipotesis

Ho : Tidak ada hubungan antara harga diri dengan waham di Ruang Rawat

Inap RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu

Ha : Ada hubungan antara harga diri dengan waham di Ruang Rawat Inap

RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Objek Penelitian

Lokasi penelitian di Ruang Rawat Inap RSJ Soeprapto Daerah

Bengkulu dan objek penelitian ini adalah pasien yang berobat di RSJ

Soeprapto Daerah Bengkulu

B. Desain penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian cross sectional

dimana peneliti mengukur variabel secara langsung dalam waktu yang

bersamaan dari hasil wawancara di Ruang Rawat Inap RSJ Soeprapto Daerah

Bengkulu

C. Populasi dan Sampel

Page 32: Dewi astini acc

32

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah Pasien waham yang dirawat

di Ruang Rawat Inap RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu

2. Sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik

Total Sampling yaitu seluruh pasien waham yang dirawat di Ruang

Rawat Inap RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu dijadikan sebagai sampel.

D. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data peneliti menggunakan teknik wawancara

untuk memperoleh data dari variabel independent (harga diri) dan variabel

dependent (Waham) dan dari status klien yang dirawat di Ruang Rawat Inap

RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu

E. Teknik Analisis Data

1. Analisis univariat

Adalah untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi tentang

harga diri dan waham di Ruang Rawat Inap RSJ Soeprapto Daerah

Bengkulu

2. Analisis bivariat

Adalah analisis yang digunakan untuk melihat hubungan antara

variabel independent (harga diri) dengan variabel dependent (Waham)

31

Page 33: Dewi astini acc

33

yaitu menggunakan analisis Chi-Square (X2). Untuk mengetahui keeratan

hubungan digunakan uji statistic Contingency Coefficient dan untuk

mengetahui resiko dengan menggunakan uji Risk Estimatate atau Odds

Ratio (OR)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Jalannya penelitian

 Pelaksanaan penelitian ini diawali dengan dikeluarkannya surat

izin penelitian Stikes Tri Mandiri Sakti Bengkulu, Jurusan Keperawatan

pada tanggal 22 Mei 2013 dengan nomor surat 630-PH/K.01-STIKES

TMS/2013 kepada Kepala Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Provinsi

Bengkulu dan Direktur RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu. Dengan

masuknya surat izin penelitian tersebut ke RSJ Soeprapto Daerah

Bengkulu, permohonan izin penelitian tersebut disetujui oleh Kepala

Kantor Perizinan Terpadu Provinsi Bengkulu pada tanggal 23 Mei 2013

Page 34: Dewi astini acc

34

dengan nomor surat 503/7.a/399/KP2T/2013 dan juga disetujui oleh

Direktur RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu pada tanggal 28 Mei 2013

dengan nomor surat 441.3/080/5.1

Pengambilan data penelitian dilakukan pada tanggal 28 Mei s/d 10

Juni 2013. Adapun subjek penelitian yang digunakan dalam penelian ini

adalah pasien waham yang berobat di Ruang Rawat Inap RSJ Soeprapto

Daerah Bengkulu. yang berjumlah 60 orang, dengan kriteria variabel

independen Harga Diri dan Variable dependen waham di teliti dalam

waktu yang bersamaan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari

hubungan harga diri dengan waham di Ruang Rawat Inap RSJ Soeprapto

Daerah Bengkulu.

Pengumpulan data menggunakan data primer yaitu data yang

diperoleh langsung dari hasil wawancara pada pasien waham dan data

sekunder yaitu untuk mengambil data dari dokumentasi pada status

catatan medis klien untuk melihat harga diri klien yang dirawat di Ruang

Rawat Inap RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu.

Selanjutnya data yang ada kemudian dianalisis dan diolah dengan

tujuan untuk mengetahui hubungan harga diri dengan waham di Ruang

Rawat Inap RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu.

Tempat pelaksanaan penelitian yaitu di RSJ Soeprapto Daerah

Bengkulu ada pun yang menjadi sampel adalah seluruh pasien waham

yang dirawat di ruang rawat inap RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu

sebanyak 60 orang.

33

Page 35: Dewi astini acc

35

Secara keseluruan adalah 60 orang pasien waham, menggunakan

desain penelitian dengan pendekatan Cross sectional yaitu dengan

variable dependen (waham) dan independen (harga diri) di ukur atau

dikumpulkan sekaligus dalam waktu yang bersamaan.

Setelah melaksanakan penelitian di RSJ Soeprapto Daerah

Bengkulu, peneliti melakukan pengolahan data dengan analisis Univariat

dan Bivariat. Hasil penelitian tersebut disusun dalam bentuk tabel dan

kemudian di interprestasikan kedalam bentuk narasi.

2. Analisis Univariat

Analisis ini dilakukan untuk mendapatkan distribusi frekuensi

Harga Diri sebagai independent variable dan waham sebagai dependent

variable. Setelah dilaksanakan maka diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 2

Distribusi frekuensi Harga Diri di

Ruang Rawat Inap RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu

Harga Diri Frekuensi Persentase

Tinggi 23 38,3

Rendah 37 61,7

Jumlah 60 100,0

Berdasarkan tabel 2 diatas tampak bahwa dari 60 sampel (100,0%)

terdapat 23 orang (38,3%) dengan harga diri tinggi, 37 orang (61,7%)

dengan harga diri rendah.

Tabel 3

Distribusi frekuensi Waham di

Page 36: Dewi astini acc

36

Ruang Rawat Inap RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu

Waham Frekuensi Persentase

Berat 28 46,7

Ringan 32 53,3

Jumlah 60 100

Berdasarkan tabel 3 diatas tampak bahwa dari 60 sampel (100%)

terdapat 28 orang (46,7%) dengan waham berat, 32 orang (53,3%)

dengan waham ringan.

3. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan harga

diri dengan waham di Ruang Rawat Inap RSJ Soeprapto Daerah

Bengkulu dan keeratannya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan,

maka tabulasi silang antara independent variable dan dependent variable

dapat dilihat pada table 4 di bawah ini:

Tabel 4

Hubungan Harga Diri dengan Waham

di Ruang Rawat Inap RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu

Harga

Diri

Waham Total X2 P C OR

Berat Ringan

F F F

19,203 0,000 0.515 24,818Tinggi 2 21 23

Rendah 26 11 37

Total 28 32 60

Dari tabel tabulasi silang diatas antara harga diri dengan waham.

Ternyata dari 23 pasien dengan harga diri tinggi terdapat 2 pasien dengan

Page 37: Dewi astini acc

37

waham berat, dan 21 pasien dengan waham ringan, dan dari 37 pasien

dengan harga diri rendah terdapat 26 pasien dengan waham berat, dan 11

pasien dengan waham ringan. Karena sel yang ekspetasinya > 5 maka

dipergunakan uji statistik Chi-Sguare.

Hasil uji statistic Chi-Sguare didapat nilai x2=19,203 dengan

p=0,000 < ά 0,05 berarti signifikan, maka Ho ditolak Ha diterima. Jadi

terdapat hubungan yang signifikan antara harga diri dengan waham di

Ruang Rawat Inap RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu.

Hasil uji Contingency Coefficient didapat nilai S=0,515 dengan

p=0,000 < ά 0,05 berarti signifikan. Nilai S=0,515 tersebut dibandingkan

dengan nilai Smax (karena nilai terendah dari baris atau kolom adalah 2).

Karena nilai S = 0,515 dekat dengan nilai Smax=0,707 maka katagori

hubungan erat.

Hasil uji Risk Estimate didapat nilai OR= 24,818 yang artinya harga

diri Rendah beresiko menyebabkan waham sebesar 24,818 kali lipat jika

dibandingkan dengan harga diri tinggi.

B. Pembahasan

1. Hubungan Harga Diri dengan Waham di Ruang Rawat Inap RSJ

Soeprapto Daerah Bengkulu.

Hasil tabulasi silang antara harga diri dengan waham, ternyata dari

23 pasien dengan harga diri tinggi terdapat 2 pasien dengan waham

berat, hal tersebut menunjukkan bahwa seorang pasien yang memiliki

harga diri tinggi tetapi mekanisme copingnya buruk atau tidak diimbangi

Page 38: Dewi astini acc

38

dengan mekanisme koping yang baik saat menerima kenyataan yang

terjadi tidak sesuai dengan yang diharapkannya maka akan berakibat pada

keadaan penyangkalan terhadap kenyataan tersebut sehingga membuat

kenyakinan yang kuat pada klien terhadap kenyataan yang diinginkannya

dan mengakibatkan terjadinya waham berat dan 21 pasien dengan waham

ringan keadaan ini dapat terjadi karena mekanisme koping klien yang

masih baik tetapi keadaan yang dihadapi klien jauh sekali dari harapan

klien sehingga klien tidak mempu mengontrol fikirannya untuk

menyangkal dari kenyataan yang dihadapinya dan mengakibatkan

terjadinya waham ringan.

Dari 37 pasien dengan harga diri rendah terdapat 26 pasien dengan

waham berat, hal tersebut menunjukkan bahwa seorang pasien yang

memiliki harga diri rendah dan berlangsung lama atau kronis selain itu

juga sudah memasuki tahap isolasi social yang berlangsung lama sehingga

membuat klien lebih banyak peluang untuk mendapatkan suatu keyakinan

dari halusinasinya yang akan membuat klien lebih yakin dan berubah

menjadi waham yang kuat dan 11 pasien dengan waham ringan dapat

terjadi karena proses terjadinya harga diri rendah yang berlangsung kronis

atau menahun tetapi klien masih dapat berfikir secara logis sehingga

keyakinan yang klien fikirkanpun tidak terlalu kuat, hanya saja saat

kenyataan yang klien hadapi terlalu berat bagi klien maka klien akan

mengalihkan alam fikirannya pada keyakinan yang salah yang membuat

Page 39: Dewi astini acc

39

klien terkadang tidak dapat mengontrol lagi isi fikirnya dan

mengakibatkan terjadinya waham ringan.

Menurut Azrul (2005), keyakinan sering disertai halusinasi pada

saat klien menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya klien lebih sering

menyendiri dan menghindari interaksi sosial (Isolasi sosial) dan apabila

tidak adanya upaya-upaya koreksi, setiap waktu keyakinan yang salah

pada klien akan meningkat. Klien mencoba berfikir rasional bahwa apa

yang ia yakini adalah kebohongan, tetapi menghadapi kenyataan bagi

klien adalah sesuatu yang sangat berat, karena kebutuhannya untuk

diakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan diterima lingkungan

menjadi prioritas dalam hidupnya.

Menurut Kusmawati dan Hartono,(2010) Waham yang terjadi bisa

dikarenakan stressor dalam menghadapi fakta-fakta kehidupan dengan

penuh kebenaran, akan tetapi ada juga yang menghadapinya dengan

perasaan tidak berdaya. Ini adalah tanggapan negatif terhadap diri,

sehingga lingkungan sekitarnya pun merupakan sesuatu yang negatif bagi

dirinya. Tanggapan ini menjadikan individu selalu hidup dalam ketakutan

yang akan mempengaruhi seluruh alam perasaannya sehingga terjadi

keguncangan dalam keseimbangan kepribadian, yaitu suatu keadaan

emosi yang labil. Maka dalam keadaan tersebut individu tidak berpikir

secara wajar, jalan pikirannya palsu, dan segala sesuatu yang diluar diri

yang dipersepsikan secara salah.

Page 40: Dewi astini acc

40

Hasil uji Chi-Sguare (Continuity Correction) diperoleh hubungan

yang signifikan antara harga diri dengan waham di Ruang Rawat Inap

RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu. Hasil tersebut sesuai dengan pendapat

Ade (2011) yang mengatakan gangguan proses pikir: waham biasanya

diawali dengan adanya riwayat penyakit berupa kerusakan pada bagian

korteks dan limbic otak. Bisa dikarenakan terjatuh atau didapat ketika

lahir. Hal ini mendukung terjadinya perubahan emosional seseorang yang

tidak stabil. Bila berkepanjangan akan menimbulkan perasaan rendah diri,

kemudian mengisolasi diri dari orang lain dan lingkungan.

Pendapat lainnya menurut Stuart, (2007). Harga diri sangat

berhubungan erat dengan keadaan lingkungan yang setiap tahunnya

meningkat sehingga menuntut setiap orang untuk memenuhi kebutuhan

dan mengikuti tren yang terjadi pada saat itu, dan hal ini berpengaruh

besar pada keadaan harga diri seseorang sehingga seseorang cendering

memiliki harga diri tinggi untuk menyacapai hal tersebut. Tetapi saat

semua yang mereka harapkan tidak dapat tercapai maka harga diri tinggi

yang mereka miliki akan mempengaruhi psikisnya sehingga selalu yakin

terhadap harapan-harapannya yang telah ada sudah tercapai dan hal inilah

yang menyebabkan seseorang dengan harga diri tinggi mengalami

gangguan proses fikir: Waham.

Dari hasil uji Contingency Coefficient didapat kategori hubungan

erat antara harga diri dengan waham. Hal tersebut menunjukkan bahwa

harga diri memiliki pengaruh yang besar terhadap terjadinya waham pada

Page 41: Dewi astini acc

41

pasien di Ruang Rawat Inap RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu. Hasil

tersebut sesuai dengan pendapat Riyadi, (2009) yang mengatakan Harga

diri secara signifikan berhubungan dengan kepuasan pribadi dan

pemfungsikan diri yang efektif. seseorang dengan harga diri rendah

kurang mampu menahan tekanan untuk conform dan kurang mampu

mempersepsi stimulus yang mengancam. Sementara itu, seseorang dengan

harga diri tinggi mampu mempertahankan image dari kemampuan dan

keunikannya sebagai seorang individu tetapi kedua macam harga diri ini

dapat menjadi suatu gangguan jiwa saat kenyataan yang mereka hadapi

tidak sesuai dengan keinginan yang diharapkan sehingga dapat membuat

suatu keyakinan yang kuat/waham.

Dari hasil uji Risk Estimate didapat nilai OR = 24,818 yang

artinnya harga diri rendah beresiko menyebabkan waham sebesar 24,818

kali lipat jika dibandingkan dengan harga diri tinggi. Hasil tersebut sesuai

dengan pendapat Budi Anna Keliat (2002), yang mengatakan salah satu

penyebab dari perubahan proses pikir : waham yaitu Gangguan konsep

diri : harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang

pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan

ideal diri. Gangguan harga diri rendah dapat digambarkan sebagai

perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, dan merasa

gagal mencapai keinginan.

Page 42: Dewi astini acc

42

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Ruang Rawat

Inap RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu tentang hubungan Harga Diri dengan

Waham terhadap 60 orang sampel pasien waham, dianalisis dengan

menggunakan analisi univariat dan bivariat disimpulkan sebagai berikut:

1. Terdapat 23 pasien (38,3%) dengan harga diri tinggi, dan 37 pasien

(61,7%) denga harga diri rendah.

2. Terdapat 28 pasien (46,7%) dengan waham berat, 11 pasien (53,3%)

dengan waham ringan.

Page 43: Dewi astini acc

43

3. Terdapat hubungan yang signifikan antara Harga Diri dengan Waham di

Ruang Rawat inap RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu, dengan kategori

hubungan erat.

4. Harga diri rendah beresiko menyebabkan waham sebesar 24,818 kali lipat

jika dibandingkan dengan harga diri rendah

B. Saran

1. Bagi STIKES Tri Mandiri Sakti Bengkulu

Agar mahasiswa STIKES Tri Mandiri Sakti Bengkulu khususnya jurusan

keperawatan dapat mempelajari dan memahami hasil penelitian agar

dapat mengaplikasikan hasil penelitian ini dalam praktek keperawatan

jiwa dan dapat memberikan informasi pada masyarakat yang

membutuhkan.

2. Bagi RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu

Dianjurkan kepada seluruh staf di RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu

khususnya perawat Ruang Rawat Inap agar dapat memberikan penjelasan

dan pendidikan kepada keluarga klien tentang harga diri dan waham,

selain itu selalu melakukan observasi juga komunikasi teraupetik terhadap

keadaan dan keluhan klien, karena diagnosa keperawatan klien dengan

gangguan jiwa bisa berubah-ubah. Sehingga setiap klien membutuhkan

Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) yang berbeda-beda sesuai dengan

diagnosa keperawatan yang ditegakkan.

3. Bagi Peneliti Lain

42

Page 44: Dewi astini acc

44

Agar dapat mengembangkan penelitian ini lebih lanjut dengan

menggunakan metode penelitian lain dan mencari factor-faktor yang

dominan dan dapat memicu terjadinya gangguan jiwa terutama Harga diri

dengan Waham.