Page 1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengaruh globalisasi dan moderenisasi sebagai hasil dari
pengembangan disegala bidang menimbulkan dampak pada perubahan pola
hidup dan tata nilai dari kehidupan. Salah satu efek dari perubahan itu bila di
tinjau dari segi kejiwaan yang mengakibatkan semakin meningkatnya
kebutuhan hidup, suasana persaingan dalam mencapai kebutuhan itu semakin
tajam, sifat individualisme seseorang. Hal ini dapat memicu stressor
psikososial yang mengakibatkan perubahan mental dan memerlukan
penyesuaian baru, keadaan tersebut merupakan salah satu factor penyebab
gangguan jiwa dimasyarakat. (Handoyo,2011)
Menurut data dari World Health Organization (WHO), masalah
gangguan kesehatan jiwa diseluruh dunia memang sudah menjadi masalah
yang sangat serius, bahkan berdasarkan data dari Study World Bank di
beberapa Negara menunjukkan 81 % dari kesehatan global masyarakat
disebabkan oleh masalah gangguan jiwa (AzrulAzwar, 2005). WHO
menyebutkan tidak kurang dari 450 juta penderita gangguan jiwa ditemukan
didunia (Gemari, 2009).
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (DEPKES RI,
2008) gangguan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi
setiap Negara tidak hanya di Indonesia saja. Gangguan jiwa yang dimaksud
1
Page 2
2
tidak hanya gangguan jiwa psikotik/skizofrenia, tetapi kecemasan, depresi
dan penggunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA) juga
menjadi masalah kesehatan jiwa. Di Indonesia diperkirakan sekitar 50 juta
atau 25% dari 220 juta penduduk mengalami gangguan jiwa (Swaberita,
2008). Prevalensi penderita Skizofrenia di Indonesia adalah 0,3% sampai 1%
dan terbanyak pada usia sekitar 18-45 tahun, terdapat juga beberapa penderita
yang mengalami pada umur 11-12 tahun. Apabila penduduk Indonesia 200
juta jiwa, maka sekitar 2 juta jiwa yang menderita Skizofrenia (Arif, 2006).
Undang-Undang No. 3 tahun 1966 tentang kesehatan jiwa mengatakan
bahwa gangguan jiwa adalah suatu perubahan pada fungsi yang disebabkan
oleh karena adanya gangguan dalam perkembangan fisik, intelektual, proses
pikir, emosional dan perilaku psikomotorik, yang tidak berjalan selaras
dengan orang lain (Depkes RI, 2003). Gangguan jiwa merupakan yang biasa
menyerang semua usia. Sifat serangan penyakitnya biasanya akut dan bisa
kronis atau menahun.
Menurut Depkes RI, (2003), penderita gangguan jiwa dari tahun ke
tahun terus meningkat dengan estimasi prevalensi 20-60 orang per 1000
penduduk setiap tahunnya. Ini ditunjukkan dengan data yang dikeluarkan oleh
Departemen Kesehatan RI: (1) Rata-rata 40 dari 100.000 orang di Indonesia
melakukan bunuh diri, sementara rata-rata dunia menunjukkan 15,1 dari
100.000 orang; (2) Rata-rata orang bunuh diri di Indonesia adalah 136 orang
per-hari atau 48.000 orang bunuh diri per tahun; (3) Satu dari empat orang di
Page 3
3
Indonesia mengalami gangguan kesehatan jiwa; (4) Penderita gangguan jiwa
di Indonesia, hanya 0,5 % saja yang dirawat di RS Jiwa.
Berdasarkan data DINKES Propinsi Bengkulu, Pada tahun 2011 total
kunjungan baik rawat inap maupun rawat jalan di rumah sakit, puskesmas,
dan sarana pelayanan kesehatan lain adalah sebanyak 844.003 kunjungan.
Dari total kunjungan itu dilaporkan sebanyak7.550 (0,9%) merupakan
kunjungan gangguan jiwa, sehingga cakupan kunjungan gangguan jiwa di
propinsi bengkulu pada tahun 2011 sebesar 0,44 %.
Berdasarkan data statistic medical record Rumah Sakit Jiwa Soeprapto
Bengkulu, pada tahun 2010 penderita skizofrenia sebanyak 437 pasien dan
tahun 2011 terjadi peningkatan jumlah pasien skizofrenia yakni menjadi 837
orang dan pasien yang dirawat inap dirumah sakit sebnyak 395 orang (Sub.
Rekam Medik RSJ Soeprapto Bengkulu 2010-2011)
Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Pencapaian ideal
diri/cita-cita/harapan langsung menghasilkan perasaan berharga (Budiana
Keliat, 2002). Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan yang
negatif terhadap diri sendiri, hilangnya kepercayaan diri, merasa gagal
mencapai keinginan.
Page 4
4
Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan,
tetapi dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang lain.
Keyakinan ini berasal dari pemikiran klien yang sudah kehilangan control
(Depkes RI, 2000). Salah satu penyebab dari perubahan proses pikir : waham
yaitu Gangguan konsep diri : harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian
individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku
sesuai dengan ideal diri. Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai
perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, dan merasa
gagal mencapai keinginan.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang hubungan harga diri dengan waham di Ruang
Rawat inap RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian
ini adalah apakah terdapat hubungan yang signifikan antara harga diri dengan
waham di Ruang Rawat Inap RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mempelajari hubungan harga diri dengan waham di Ruang
Rawat Inap RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi harga diri di Ruang Rawat Inap
RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu
Page 5
5
b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi Waham di Ruang Rawat Inap RSJ
Soeprapto Daerah Bengkulu
c. Untuk mengetahui hubungan harga diri dengan waham di Ruang Rawat
Inap RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Akademik
Dapat menambah referensi dan wawasan mahasiswa khususnya jurusan
keperawatan tentang hubungan harga diri dengan waham
2. Bagi RSJ Soeprapto
Dapat memberikan informasi bagi rumah sakit khususnya bidang
keperawatan tentang hubungan harga diri dengan waham
3. Bagi Peneliti
Dapat mengetahui dan mempelajari hubungan harga diri dengan
waham.
Page 6
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka
1. Konsep Dasar Harga Diri
a. Pengertian harga diri
Harga diri adalah hasil evaluasi individu terhadap dirinya
sendiri yang merupakan sikap penerimaan atau penolakan serta
menunjukan seberapa besar individu percaya pada dirinya, merasa
mampu, berarti, berhasil, dan berharga dengan menganalisa seberapa
jauh perilaku memenuhi ideal dirinya (Stuart dan Sundeen, 2006).
Harga diri merupakan evaluasi seseorang terhadap dirinya sendiri
secara positif dan juga sebaliknya dapat menghargai secara negatif.
Jika seseorang dapat melihat secara positif terhadap dirinya, maka
orang tersebut dikatakan memiliki harga diri yang tinggi, begitupun
sebaliknya (Fitria, 2009). Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap
hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku
memenuhi ideal diri (Stuart, 2007)
Konsep diri didefinisikan sebagai semua pikiran, keyakinan dan
kepercayaan yang membuat seseorang mengetahui tentang dirinya dan
mempengaruhi hubungannya dengan orang lain (Stuart & Sunden
2005). Konsep diri adalah sebuah ide, pikiran, keyakinan dan
kepercayaan yang membuat seseorang mengetahui tentang dirinya dan
6
Page 7
7
mempengaruhi hubungan dengan orang lain (Stuart dan Sundeen,
2006). Konsep diri adalah persepsi individu akan sifat dan
kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai –
nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek tujuan serta
lingkungan (Stuat dan Sundeen, 2005).
Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri
dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri.
Pencapaian ideal diri/cita-cita/harapan langsung menghasilkan
perasaan berharga. Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai
perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, hilangnya kepercayaan
diri, merasa gagal mencapai keinginan (Budiana Keliat, 2002).
b. Etiologi
Gangguan konsep diri : harga diri dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu:
1) Setiap situasi yang dihadapi individu dan individu tersebut tidak
mampu menyesuaikan diri.
2) Stessor yang mempengaruhi gambaran diri,seperti, hilang bagian
tubuh, proses patologi penyakit, perubahan struktur dan fungsi
tubuh dan proses tindakan dan therapy.
3) Stres yang mempengaruhi harga diri dan ideal seperti penolakan
dan kurangnya penghargaan diri dari orang tua, pola asuh yang
tidak tepat dan kegagalan dan bersalah berulang.
(Stuart & Laraia, 2005)
Page 8
Aktualisasi depersonalisasi
diri
Konsep diri positif
Harga diri rendah
Kekacauan identitas
Respon adaptif Respon maladaptif
8
c. Rentang Respon Konsep Diri
Konsep diri tidak ada sejak lahir, berkembang secara bertahap
sejak bayi mulai mengenal dan membedakan dirinya dengan orang
lain, keluarga mempunyai peran yang penting dalam membantu
perkembangan konsep diri, tentang pengalaman pada masa kanak –
kanak, pengalaman awal kehidupan dalam keluarga merupakan dasar
pembentukan konsep diri, dimana keluarga dapat memberikan :
Perasaan mampu><tidak mampu, perasaan diterima><ditolak, dan
Kesempatan untuk diidentifikasi
Pengalaman yang pantas tentang tujuan, prilaku dan nilai
individu dengan konsep diri positif dapat berfungsi efektif dan konsep
diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang
maladaktif (Keliat, 2005).
d. Jenis Gangguan Harga Diri
Gangguan harga diri dapat dibedakan menjadi beberapa jenis
diantaranya sebagai berikut:
Page 9
9
1) Harga diri rendah
Harga diri rendah kronis adalah evaluasi diri/perasaan
tentang diri atau kemampuan diri yang negative dan dipertahankan
dalam waktu yang lama (NANDA, 2005). Harga diri rendah adalah
Individu cenderung untuk menilai dirinya negative dan merasa
lebih rendah dari orang lain (Depkes RI, 2003). Harga diri rendah
adalah perasaan seseorang bahwa dirinya tidak diterima
dilingkungan dan gambaran-gambaran negative tentang dirinya.
Harga diri rendah adalah semua ide, pikiran dan kepercayaan yang
membuat seseorang mengetahui tentang dirinya dan mempengaruhi
hubungan dengan orang lain. Pengertian lain mengemukakan
bahwa harga diri rendah adalah menolak dirinya sendiri, merasa
tidak berharga dan tidak dapat bertanggung jawab atas kehidupan
sendiri. Individu gagal menyesuaikan tingkah laku dan cita-cita
(Stuat dan Sundeen, 2005).
Harga diri rendah dapat dibedakan menjadi beberapa jenis
diantaranya sebagai berikut:
a) Harga diri rendah situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus
operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus
hubungan kerja (PHK), perasaan malu karena sesuatu terjadi
(korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba).
Page 10
10
b) Harga diri kronik
Yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung
lama yaitu sebelum sakit/dirawat. Klien ini mempunyai cara
berpikir yang negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan
menambah persepsi negatif terhadap dirinya
(Fitria, 2009)
2) Harga diri tinggi
Harga diri tinggi adalah perasaan yang berakar dalam
penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan
kekalahan dan kegagalan tetapi tetap merasa sebagai seorang yang
penting dan berharga (Stuart, 2007). Harga diri tinggi adalah
perasaan yang positif secara berlebihan terhadap dirinya dan selalu
merasa ingin dijadikan orang terpenting dan terdepan dalam bidang
aspek apapun (Fitria, 2009).
e. Gejala Klinik
Karakteristik gangguan harga diri meliputi: tanpak atau
bersembunyi, menyatakan kekurangan dirinya, mengekspresikan rasa
malu atau bersalah, menilai diri sebagai individu yang tidak memiliki
kesempatan, ragu-ragu untuk mencoba sesuatu atau situasi yang baru,
mengingkari masalah yang nyata pada orang lain, melemparkan
tanggung jawab terhadap masalah, mencari alasan untuk kegagalan
diri, sangat sensitive terhadap kritikan, dan merasa hebat (Stuart,2007).
Page 11
11
Gejala klinik pada pasien dengan gangguan konsep diri : harga
diri rendah misalnya, mengejek dan mengkritik diri, merasa bersalah
dan khawatir, menghukum atau menolak diri sendiri, mengalami gejala
fisik, misal : tekanan darah tinggi, gangguan penggunaan zat,
menunda keputusan, sulit bergaul, menghindari kesenangan yang dapat
memberi rasa puas, menarik diri dari realitas, cemas, panic, cemburu,
curiga, halusinasi, merusak diri: harga diri rendah menyokong klien
untuk mengakhiri hidup, merusak/ melukai orang lain, perasaan tidak
mampu, pandangan hidup yang pesimistis, tidak menerima pujian,
penurunan produktivitas, penolakan terhadap kemampuan diri, kurang
memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapih, berkurang
selera makan, tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak
menunduk dan bicara lembut dengan suara lemah (Stuart dan
Sundeen,2005).
Gejala klinik pada pasien dengan gangguan konsep diri : harga
diri tinggi misalnya, bersikap agresif jika terancam, menunjukkan
perilaku destruktif, bisa terjadi penyalahgunaan narkoba, sering marah
sampai terjadi kekerasan hanya untuk membuktikan bahwa salah satu
lebih unggul (Stuart, 2007).
f. Cara Meningkatkan Harga Diri
Meningkatkan harga diri seseorang dapat dilakukan dengan
beberapa cara diantaranya :
Page 12
12
1) Memberikan kesempatan berhasil misalnya beri tugas yang
mungkin dapat diselesaikan, beri pengakuan dan pujian akan
keberhasilannya.
2) Menanamkan gagasan seperti beri idea yang dapat memotivasi
anak untuk berkembang.
3) Mendorong aspirasi contohnya pertanyaan dan pendapat anak perlu
ditanggapi, beri pengakuan dan sokongan.
4) Membantu membentuk koping misalnya : individu perlu
mengembangkan koping untuk menghadapi kemungkinan yang
terjadi dalam penyelesaian tugas-tugas perkembangan
(NANDA,2005).
g. Penatalaksanaan Medik
Penatalaksanaan medik pada pasien dengan gangguan konsep
diri tidak jauh berbeda dengan gangguan jiwa lainnya.
Penatalaksanaan medis meliputi terapi pengobatan yang lazim yang
digunakan yaitu anti psikostik, anti depresi, anti konvulsif, ECT,
antibiotik bila ada, infeksi atau penyakit infeksi dan dapat juga
diberikan vitamin bila keadaan umum lemah. (Fitria, 2009).
Pemeriksaan diagnosa yang dapat dilakukan diantaranya adalah
EEG untuk memonitor infuls kelistritikan otak, laboratorium dan
pemeriksaan lain yang dibutuhkan. Terapi rehabilitas medik dan jenis
terapi yang sesuai bagi program pengobatan klien dapat dilakukan
untuk penatalaksanaan pada klien (Kusmawati, 2010)
Page 13
13
2. Asuhan Keperawatan Harga Diri
Menurut Ade, (2011), Asuhan keperawatan harga diri adalah
sebagai berikut:
a. Pengkajian
1) Faktor Predisposisi
a) Faktor yang mempengaruhi harga diri : penolakan orang tua,
harapan orang tua yang tidak realistik, kegagalan yang
berulang kali kurang mempunyai tanggung jawab personal,
ketergantungan pada orang lain ideal diri yang tidak realistik.
b) Faktor yang mempengaruhi penampilan peran adalah
streotopik peran seks, tuntutan peran kerja dan harapan peran
kultural.
c) Faktor yang mempengaruhi identitas personal maupun
ketidakpercayaan orang tua, tekanan dan kelompok sebaya dan
perubahan struktural sosial.
2) Faktor Presipitasi
a) Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau
menyaksikan kejadian yang mengancam kehidupan.
b) Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dimana individu mengalami berbagai frustasi, ada 3
jenis transisi peran, yaitu :
c) Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang
berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap
Page 14
14
perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan
norma-norma budaya, nilai-nilai dan tekanan untuk
penyesuaian diri.
d) Transisi peran situasi terjadi dengan bertambahnya atau
berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran dan
kematian.
e) Transisi peran sehat sakit, sebagai akibat pergeseran dari
keadaan sehat ke dalam sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan
oleh : Perubahan ukuran, penampilan dan fungsi tubuh,
Perubahan fisik berhubungan dengan tumbuh kembang normal
dan Prosedur medis dan keperawatan.
3) Perilaku
Gangguan perilaku pada konsep diri dapat dibagi sebagai
berikut diantaranya perilaku yang berhubungan dengan harga diri
rendah:
a) Mengejek dan mengeritik diri sendiri
b) Merendahkan/mengurangi martabat
c) Rasa bersalah dan khawatir
d) Manifestasi fisik: menunda keputusan, gangguan
berhubungan, menarik diri dari realitas, merusak diri,
merusak/melukai orang lain.
4) Sumber-sumber koping
Page 15
15
Semua orang, berapapun terganggunya perilaku, tetap
mempunyai beberapa kelebihan personal yang mungkin meliputi :
a) Aktifitas olahraga dan aktifitas lain di luar rumah.
b) Hobi dan kerajinan tangan
c) Seni dan ekspresif
d) Kesehatan dan perawatan diri
e) Pekerjaan
f) Bakat tertentu
g) Kecerdasan
h) Imaginasi dan interpersonal.
5) Mekanisme koping
Mekanisme koping pertahanan koping jangka pendek dan
jangka panjang serta penggunaan mekanisme bertahan ego untuk
melindungi diri sendiri dalam menghadapi persepsi diri yang
menyakitkan, pertahanan jangka pendek termasuk sebagai berikut:
a) Aktifitas dapat memberikan pelarian sementara dari identitas.
b) Aktifitas garis dapat memberikan identitas sementara
c) Aktifitas yang secara sementara menguatkan perasaan diri
d) Aktifitas yang mewakili upaya jangka pendek untuk membuat
masalah identitas yang kurang berarti dalam kehidupan
individu.
Pertahanan jangka panjang termasuk sebagai berikut :
a) Penutupan identitas
Page 16
16
b) Identitas negative
6) Keadaan yang terjadi pada klien dengan gangguan konsep diri
dapat dikelompokkan menjadi 5 (lima) aspek, yaitu sebagai
berikut :
a) Aspek fisik
Aktifitas sehari-hari: nutrisi, penurunan nafsu makan,
penurunan berat badan, dan peningkatan berat badan.
Pola tidur: waktu tidur yang berlebihan, waktu tidur yang
kurang, cenderung di tempat tidur, dan sering tidur siang.
Pola istirahat, rekreasi/hoby: kurang minat, tidak perduli,
dan acuh tak acuh.
Aktifitas kelompok: penurunan aktifitas, diam, melamun,
sering menyendiri, dan sikap berjalan menundukkan
kepala.
Perilaku destriktif: menyendiri, murung.
b) Aspek Emosi
Klien sendiri, merasa rendah diri, depresi, merasa tidak
diperhatikan, merasa tidak dicintai, dan cenderung untuk tidur.
c) Aspek Sosial, klien menilai tidak berguna, tidak mempunyai
teman, klien kurang mempercayai orang lain, klien sangat
tergantung.
Page 17
17
d) Aspek intelektual, persepsi yang tidak realistis, daya ingat
menurun, tidak mampu berfikir dan membuat keputusan, ide-
ide yaitu samar dan senang berhayal, sering melamun.
e) Aspek spiritual, klien merasa putus asa dan bodoh pada
kehidupan beragama.
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang dapat ditegakkan pada pasien
harga diri diantaranya:
1) Gangguan konsep diri harga diri rendah berhubungan dengan
koping individu inefektif.
2) Kerusakan interaksi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga
diri rendah.
3) Gangguan persepsi sensorik halusinasi berhubungan dengan
menarik diri.
c. Strategi Pelaksanaan Keperawaatan
Srategi pelaksanaan keperawatan pada pasien gangguan harga diri
SP I p
1) Mengidenfikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
pasien.
2) Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang masih dapat
digunakan.
3) Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai
dengan kemampuan pasien.
Page 18
18
4) Melatih pasien dengan kegiatan yang dipilih sesuai kemampuan.
5) Membimbing pasien untuk memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian.
SP II p
1) Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
2) Melatih kegiatan kedua (atau selanjutnya) yang dipilih sesuai
kemampuan.
3) Membimbing pasien untuk memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian.
Strategi pelaksanaan keperawatan pada keluarga
SP I k
1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien.
2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah yang
dialami pasien beserta proses terjadinya.
3) Menjelaskan cara-cara merawat pasien harga diri rendah.
SP II k
1) Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan
harga diri rendah .
2) Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien
harga diri rendah .
SP III k
Page 19
19
1) Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk
minum obat (discharge planning).
2) Menjelaskan follow up pasien setelah pulang .
(Tamsuri, 2006)
3. Konsep Waham
a. Definisi Waham
Waham adalah keyakinan terhadap suatu yang salah dan secara
kukuh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan relita normal (Stuart dan Sundeen, 2005).
Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan,
tetapi dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang
lain. Keyakinan ini berasal dari pemikiran klien yang sudah
kehilangan control (Depkes RI, 2003)
Waham adalah suatu keyakinan seseorang yang berdasarkan
penilaian realitas yang salah, keyakinan yang tidak konsisten dengan
tingkat intelektual dan latar belakang budaya ketidakmampuan
merespons stimulus internal dan eksternal melalui proses interaksi
atau informasi secara akurat. Waham adalah keyakinan seseorang
yang berdasarkan penilaian realitas yang salah. Keyakinan klien tidak
konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya klien.
Waham dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan dan perkembangan
seperti adanya penolakan, kekerasan, tidak ada kasih sayang,
pertengkaran orang tua dan aniaya. (Budi Anna Keliat,2002).
Page 20
20
Waham adalah keyakinan yang salah secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak di yakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan realita normal (Stuart,2007). Waham adalah
keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan tetapi
dipertahankan dan tidak dapat dirubah secara logis oleh orang lain,
keyakinan ini berasal dari pemikiran klien dimana sudah kehilangan
control.
b. Klasifikasi Waham
Klasifikasi waham dibagi menjadi beberapa macam
diantaranya sebagai berikut:
1) Waham kebesaran; keyakinan bahwa ia memiliki kebesaran atau
kekuasaan khusus, diucapkannya berulangkali dan tidak sesuai
dengan kenyataan
2) Waham curiga; keyakinan bahwa ada seseorang atau kelompok
tertentu yang berusaha merugikan atau mencederai dirinya
3) Waham agama; keyakinan klien terhadap suatu agama secara
berlebihan
4) Waham somatic; keyakinan klien bahwa tubuh/bagian tubuhnya
terserang penyakit atau didalam tubuhnya ada binatang
5) Waham nihilistic; kenyakinan klien bahwa dirinya sudah tidak ada
didunia ini/meninggal
Page 21
21
6) Waham siar piker; kenyakinan klien bahwa orang lain mengetahui
apa yang dia fikirkan walaupun ia tidak perna mengatakan
pikirannya kepada orang tersebut
7) Waham sisip pikir; kenyakinan bahwa ada fikiran orang lain yang
disisipkan kedalam pikirannya
8) Waham control pikir; kenyakinan klien bahwa pikirannya dikontrol
oleh kekuatan dari luar (Kusmawati dan Hartono,2010).
Waham dapat di bedakan menjadi beberapa jenis
diantaranya sebagai berikut:
1) Waham kebesaran
Keyakinan secara berlebihan bahwa dirinya memiliki kekuatan
khusus atau kelebihan yang berbeda dengan orang lain, diucapkan
berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Contoh: “saya ini pejabat di kementrian kesehatan!” “saya punya
perusahaan paling besar didunia lho..”
2) Waham agama
Keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan
berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Contoh: “kalau saya mau masuk syurga, saya harus memakai
pakaian serba putih dan mengalungkan tasbih setiap hari” “saya
adalah tuhan yang bisa mengendalikan makhluk”
3) Waham curiga
Page 22
22
Keyakinan seseorang pada sekelompok orang berusaha merugikan
atau mencederai dirinya, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak
sesuai dengan kenyataan
Contoh: “saya tahu.. semua keluarga saya ingin menghancurkan
hidup saya karena mereka semua iri dengan kesuksesan yang
dialami saya”
4) Waham somatic
Keyakinan seseorang bahwa tubuh atau bagian tubuhnya
terganggu atau terserang penyakit, diucapkan berulang-ulang
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Contoh: “saya menderita kanker” (Padahal hasil pemerikasaan
lab tidak ada sel kanker pada tubuhnya)
5) Waham nihilistic
Keyakinan seseorang bahwa dirinya sudah meninggal dunia,
diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Contoh: “ini alam kubur kan ya, semua yang ada disini adalah
roh-roh” (Ade, 2011)
c. Etiologi Waham
1) Faktor perdisposisi
a) Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan
interpersonal seseorang. Hal ini dapat meningkatkan stress dan
ansietas yang berakhir dengan gangguan persepsi, klien
Page 23
23
menekan perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual
dan emosi tidak efektif
b) Faktor social budaya
Seseorang yang merasa diasingkan dan kesepian dapat
menyebabkan timbulnya waham
c) Faktor psikologis
Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda/bertentangan,
dapat menimbulkan ansietas dan berakhir dengan
pengingkaran terhadap kenyataan.
d) Faktor biologis
Waham diyakini terjadi karena atrofi otak, pembesaran
ventrikel di otak, atau perubahan pada sel kortikal dan limbic
e) Faktor genetic
2) Faktor presipitasi
a) Faktor social budaya
Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang
yang berarti atau diasingkan kelompok
b) Faktor biokimia
Dopamine, norepineprin, dan zat halusinogen lainnya diduga
dapat menjadi penyebab waham pada seseorang
c) Faktor psikologis
Page 24
Respon adaptif Respon maladaptif
Pikiran logis
Persepsi akurat Emosi konsisten dengan pengalamanPerilaku sesuiHubungan sosial
Kadang-kadang proses pikir tergangguIlusiEmosi berlebihan
Perilaku yang tidak biasaMenarik diri
Gangguan isi pikir : wahamhalusinasiPerubahan proses emosi
Perilaku tidak terorganisasiIsolasi sosial
24
Kecemasan yang memandang dan terbatasnya kemampuan
untuk mengatasi masalah sehingga klien mengembangkan
koping untuk menghindari kenyataan yang menyenangkan
(Ade, 2011).
d. Tanda dan Gejala Waham
Tanda dan gejala pada pasien dengan perubahan proses pikir:
waham adalah Menolak makan, Tidak ada perhatian pada perawatan
diri, ekspresi wajah sedih/gembira/ketakutan, gerakan tidak terkontrol,
mudah tersinggung, isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan
dan bukan kenyataan, menghindar dari orang lain, mendominasi
pembicaraan, berbicara kasar dan menjalankan kegiatan keagamaan
secara berlebihan (Ade, 2011).
e. Rentang Respon Waham
Dari rentang respon neurobiologis diatas dapat dijelaskan bila
individu merespon secara adaptif maka individu akan berfikir secara
logis. Apabila individu berada pada keadaan diantara adaptif dan
maladaptif kadang-kadang pikiran menyimpang atau perubahan isi
pikir terganggu. Bila individu tidak mampu berfikir secara logis dan
Page 25
25
pikiran individu mulai menyimpang maka ia akan berespon secara
maladaptif dan ia akan mengalami gangguan isi pikir : waham. Agar
individu tidak berespon secara maladaptive maka setiap individu
harus mempunyai mekanisme pertahanan koping yang baik. Menurut
seorang ahli medis dalam penelitiannya memberikan definisi tentang
mekanisme koping yaitu semua aktivitas kognitif dan motorik yang
dilakukan oleh seseorang yang sakit untuk mempertahankan integritas
tubuh dan psikisnya
(Riyadi, 2009).
f. Proses terjadinya waham melalui lima tahapan yaitu
1) Lack of Selfesteen
Tidak ada pengakuan lingkungan dan meningkatnya kesenjangan
antara kenyataan dan harapan. Contoh: perceraian berumah
tangga, tidak diterima oleh lingkungannya, terbatasnya
kebutuhan-kebutuhan klien baik secara fisik maupun psikis.
Secara fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orang-orang
dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya klien
sangat miskin dan menderita. Keinginan ia untuk memenuhi
kebutuhan hidup mendorongnya untuk melakukan kompensasi
yang salah. Ada juga klien yang secara sosial dan ekonomi
terpenuhi tetapi kesenjangan antara kenyataan dengan harapan
sangat tinggi.
2) Control Internal Eksternal
Page 26
26
Mencoba berfikir rasional) menutupi kekurangan dan tidak sesuai
dengan kenyataan. Contoh : seseorang yang mencoba menutupi
kekurangan terjadi karena tidak adanya pengakuan dari
lingkungan dan tingginya kesenjangan antara kenyataan dengan
harapan.
3) Environment support
Kerusakan control dan tidak berfungsi normal ditandai dengan
tidak merasa bersalah saat berbohong. Contoh : seseorang yang
mengaku dirinya adalah guru tari, karena Adanya beberapa orang
yang mempercayai klien dalam lingkungan sehingga klien merasa
didukung dan klien menganggap hal yang dikatakan sebagai
kebenaran, kerusakan control diri dan tidak berfungsi normal
(super ego). Klien mencoba berfikir rasional bahwa apa yang ia
yakini adalah kebohongan, tetapi menghadapi kenyataan bagi
klien adalah sesuatu yang sangat berat, karena kebutuhannya
untuk diakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan diterima
lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya,
4) Physic Comforting
Klien merasa nyaman dengan kebohongannya yaitu Adanya
beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya,
menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien
menganggap sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu
Page 27
27
kebenaran karena seringnya diulang-ulang. Dari sinilah mulai
terjadinya kerusakan kontrol diri.
5) Improving
Jika tidak ada konfrontasi dan korelasi maka keyakinan yang
salah akan meningkat klien merasa nyaman dengan keyakinan dan
kebohongannya serta menganggap bahwa semua orang sama yaitu
akan mempercayai dan mendukungnya. Keyakinan sering disertai
halusinasi pada saat klien menyendiri dari lingkungannya.
Selanjutnya klien lebih sering menyendiri dan menghindari
interaksi sosial (Isolasi sosial) dan apabila tidak adanya upaya-
upaya koreksi, setiap waktu keyakinan yang salah pada klien akan
meningkat
(Azrul 2005).
4. Hubungan Harga diri dengan Waham
Gangguan proses pikir: waham biasanya diawali dengan adanya
riwayat penyakit berupa kerusakan pada bagian korteks dan limbic otak.
Bisa dikarenakan terjatuh atau didapat ketika lahir. Hal ini mendukung
terjadinya perubahan emosional seseorang yang tidak stabil. Bila
berkepanjangan akan menimbulkan perasaan rendah diri, kemudian
mengisolasi diri dari orang lain dan lingkungan (Ade, 2011).
Salah satu penyebab dari perubahan proses pikir : waham yaitu
Gangguan konsep diri : harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian
individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh
Page 28
28
perilaku sesuai dengan ideal diri. Gangguan harga diri rendah dapat
digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang
kepercayaan diri, dan merasa gagal mencapai keinginan. (Budi Anna
Keliat, 2002).
Waham yang terjadi bisa dikarenakan stressor dalam menghadapi
fakta-fakta kehidupan dengan penuh kebenaran, akan tetapi ada juga yang
menghadapinya dengan perasaan tidak berdaya. Ini adalah tanggapan
negatif terhadap diri, sehingga lingkungan sekitarnya pun merupakan
sesuatu yang negatif bagi dirinya. Tanggapan ini menjadikan individu
selalu hidup dalam ketakutan yang akan mempengaruhi seluruh alam
perasaannya sehingga terjadi keguncangan dalam keseimbangan
kepribadian, yaitu suatu keadaan emosi yang labil. Maka dalam keadaan
tersebut individu tidak berpikir secara wajar, jalan pikirannya palsu, dan
segala sesuatu yang diluar diri yang dipersepsikan secara salah
(Kusmawati dan Hartono,2010).
Harga diri secara signifikan berhubungan dengan kepuasan pribadi
dan pemfungsikan diri yang efektif. seseorang dengan harga diri rendah
kurang mampu menahan tekanan untuk conform dan kurang mampu
mempersepsi stimulus yang mengancam. Sementara itu, seseorang dengan
harga diri tinggi mampu mempertahankan image dari kemampuan dan
keunikannya sebagai seorang individu tetapi kedua macam harga diri ini
dapat menjadi suatu gangguan jiwa saat kenyataan yang mereka hadapi
Page 29
29
tidak sesuai dengan keinginan yang diharapkan sehingga dapat membuat
suatu keyakinan yang kuat/waham (Riyadi, 2009).
Harga diri sangat berhubungan erat dengan keadaan lingkungan
yang setiap tahunnya meningkat sehingga menuntut setiap orang untuk
memenuhi kebutuhan dan mengikuti tren yang terjadi pada saat itu, dan
hal ini berpengaruh besar pada keadaan harga diri seseorang sehingga
seseorang cendering memiliki harga diri tinggi untuk menyacapai hal
tersebut. Tetapi saat semua yang mereka harapkan tidak dapat tercapai
maka harga diri tinggi yang mereka miliki akan mempengaruhi psikisnya
sehingga selalu yakin terhadap harapan-harapannya yang telah ada sudah
tercapai dan hal inilah yang menyebabkan seseorang dengan harga diri
tinggi mengalami gangguan proses fikir: Waham (Stuart,2007).
B. Kerangka Konseptual
Berdasarkan teoritis diatas maka peneliti menetapkan kerangka
konseptual dalam penelitian ini sebagai berikut
V. Independent V. Dependent
Bagan 1: Kerangka konseptual
Harga Diri Waham
Page 30
30
C. Definisi Operasional
Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konseptual di atas maka
peneliti merumuskan definisi operasional sebagai berikut :
Tabel. 1 Definisi Operasional
No
Variabel Definisi Operasional
Cara Ukur Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
1 IndependentHarga Diri
evaluasi seseorang terhadap dirinya sendiri secara positif dan juga sebaliknya dapat menghargai secara negative
Wawancara
Kuesioner
0: Rendah
(skor ≤14)
1 : Tinggi
(skor ≥ 25)
Nominal
2 DependentWaham
keyakinan terhadap suatu yang salah dan secara kukuh dipertahnkan walaupun tidak diyakkini
Wawancara
Kuesioner
0 : Berat
(Skor 11-14)
1 : Ringan
(skor 1-7)
Nominal
Page 31
31
oleh orang lain dan bertentangan dengan relita normal
D. Hipotesis
Ho : Tidak ada hubungan antara harga diri dengan waham di Ruang Rawat
Inap RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu
Ha : Ada hubungan antara harga diri dengan waham di Ruang Rawat Inap
RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Objek Penelitian
Lokasi penelitian di Ruang Rawat Inap RSJ Soeprapto Daerah
Bengkulu dan objek penelitian ini adalah pasien yang berobat di RSJ
Soeprapto Daerah Bengkulu
B. Desain penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian cross sectional
dimana peneliti mengukur variabel secara langsung dalam waktu yang
bersamaan dari hasil wawancara di Ruang Rawat Inap RSJ Soeprapto Daerah
Bengkulu
C. Populasi dan Sampel
Page 32
32
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah Pasien waham yang dirawat
di Ruang Rawat Inap RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu
2. Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
Total Sampling yaitu seluruh pasien waham yang dirawat di Ruang
Rawat Inap RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu dijadikan sebagai sampel.
D. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data peneliti menggunakan teknik wawancara
untuk memperoleh data dari variabel independent (harga diri) dan variabel
dependent (Waham) dan dari status klien yang dirawat di Ruang Rawat Inap
RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu
E. Teknik Analisis Data
1. Analisis univariat
Adalah untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi tentang
harga diri dan waham di Ruang Rawat Inap RSJ Soeprapto Daerah
Bengkulu
2. Analisis bivariat
Adalah analisis yang digunakan untuk melihat hubungan antara
variabel independent (harga diri) dengan variabel dependent (Waham)
31
Page 33
33
yaitu menggunakan analisis Chi-Square (X2). Untuk mengetahui keeratan
hubungan digunakan uji statistic Contingency Coefficient dan untuk
mengetahui resiko dengan menggunakan uji Risk Estimatate atau Odds
Ratio (OR)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Jalannya penelitian
Pelaksanaan penelitian ini diawali dengan dikeluarkannya surat
izin penelitian Stikes Tri Mandiri Sakti Bengkulu, Jurusan Keperawatan
pada tanggal 22 Mei 2013 dengan nomor surat 630-PH/K.01-STIKES
TMS/2013 kepada Kepala Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Provinsi
Bengkulu dan Direktur RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu. Dengan
masuknya surat izin penelitian tersebut ke RSJ Soeprapto Daerah
Bengkulu, permohonan izin penelitian tersebut disetujui oleh Kepala
Kantor Perizinan Terpadu Provinsi Bengkulu pada tanggal 23 Mei 2013
Page 34
34
dengan nomor surat 503/7.a/399/KP2T/2013 dan juga disetujui oleh
Direktur RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu pada tanggal 28 Mei 2013
dengan nomor surat 441.3/080/5.1
Pengambilan data penelitian dilakukan pada tanggal 28 Mei s/d 10
Juni 2013. Adapun subjek penelitian yang digunakan dalam penelian ini
adalah pasien waham yang berobat di Ruang Rawat Inap RSJ Soeprapto
Daerah Bengkulu. yang berjumlah 60 orang, dengan kriteria variabel
independen Harga Diri dan Variable dependen waham di teliti dalam
waktu yang bersamaan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari
hubungan harga diri dengan waham di Ruang Rawat Inap RSJ Soeprapto
Daerah Bengkulu.
Pengumpulan data menggunakan data primer yaitu data yang
diperoleh langsung dari hasil wawancara pada pasien waham dan data
sekunder yaitu untuk mengambil data dari dokumentasi pada status
catatan medis klien untuk melihat harga diri klien yang dirawat di Ruang
Rawat Inap RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu.
Selanjutnya data yang ada kemudian dianalisis dan diolah dengan
tujuan untuk mengetahui hubungan harga diri dengan waham di Ruang
Rawat Inap RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu.
Tempat pelaksanaan penelitian yaitu di RSJ Soeprapto Daerah
Bengkulu ada pun yang menjadi sampel adalah seluruh pasien waham
yang dirawat di ruang rawat inap RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu
sebanyak 60 orang.
33
Page 35
35
Secara keseluruan adalah 60 orang pasien waham, menggunakan
desain penelitian dengan pendekatan Cross sectional yaitu dengan
variable dependen (waham) dan independen (harga diri) di ukur atau
dikumpulkan sekaligus dalam waktu yang bersamaan.
Setelah melaksanakan penelitian di RSJ Soeprapto Daerah
Bengkulu, peneliti melakukan pengolahan data dengan analisis Univariat
dan Bivariat. Hasil penelitian tersebut disusun dalam bentuk tabel dan
kemudian di interprestasikan kedalam bentuk narasi.
2. Analisis Univariat
Analisis ini dilakukan untuk mendapatkan distribusi frekuensi
Harga Diri sebagai independent variable dan waham sebagai dependent
variable. Setelah dilaksanakan maka diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 2
Distribusi frekuensi Harga Diri di
Ruang Rawat Inap RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu
Harga Diri Frekuensi Persentase
Tinggi 23 38,3
Rendah 37 61,7
Jumlah 60 100,0
Berdasarkan tabel 2 diatas tampak bahwa dari 60 sampel (100,0%)
terdapat 23 orang (38,3%) dengan harga diri tinggi, 37 orang (61,7%)
dengan harga diri rendah.
Tabel 3
Distribusi frekuensi Waham di
Page 36
36
Ruang Rawat Inap RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu
Waham Frekuensi Persentase
Berat 28 46,7
Ringan 32 53,3
Jumlah 60 100
Berdasarkan tabel 3 diatas tampak bahwa dari 60 sampel (100%)
terdapat 28 orang (46,7%) dengan waham berat, 32 orang (53,3%)
dengan waham ringan.
3. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan harga
diri dengan waham di Ruang Rawat Inap RSJ Soeprapto Daerah
Bengkulu dan keeratannya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan,
maka tabulasi silang antara independent variable dan dependent variable
dapat dilihat pada table 4 di bawah ini:
Tabel 4
Hubungan Harga Diri dengan Waham
di Ruang Rawat Inap RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu
Harga
Diri
Waham Total X2 P C OR
Berat Ringan
F F F
19,203 0,000 0.515 24,818Tinggi 2 21 23
Rendah 26 11 37
Total 28 32 60
Dari tabel tabulasi silang diatas antara harga diri dengan waham.
Ternyata dari 23 pasien dengan harga diri tinggi terdapat 2 pasien dengan
Page 37
37
waham berat, dan 21 pasien dengan waham ringan, dan dari 37 pasien
dengan harga diri rendah terdapat 26 pasien dengan waham berat, dan 11
pasien dengan waham ringan. Karena sel yang ekspetasinya > 5 maka
dipergunakan uji statistik Chi-Sguare.
Hasil uji statistic Chi-Sguare didapat nilai x2=19,203 dengan
p=0,000 < ά 0,05 berarti signifikan, maka Ho ditolak Ha diterima. Jadi
terdapat hubungan yang signifikan antara harga diri dengan waham di
Ruang Rawat Inap RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu.
Hasil uji Contingency Coefficient didapat nilai S=0,515 dengan
p=0,000 < ά 0,05 berarti signifikan. Nilai S=0,515 tersebut dibandingkan
dengan nilai Smax (karena nilai terendah dari baris atau kolom adalah 2).
Karena nilai S = 0,515 dekat dengan nilai Smax=0,707 maka katagori
hubungan erat.
Hasil uji Risk Estimate didapat nilai OR= 24,818 yang artinya harga
diri Rendah beresiko menyebabkan waham sebesar 24,818 kali lipat jika
dibandingkan dengan harga diri tinggi.
B. Pembahasan
1. Hubungan Harga Diri dengan Waham di Ruang Rawat Inap RSJ
Soeprapto Daerah Bengkulu.
Hasil tabulasi silang antara harga diri dengan waham, ternyata dari
23 pasien dengan harga diri tinggi terdapat 2 pasien dengan waham
berat, hal tersebut menunjukkan bahwa seorang pasien yang memiliki
harga diri tinggi tetapi mekanisme copingnya buruk atau tidak diimbangi
Page 38
38
dengan mekanisme koping yang baik saat menerima kenyataan yang
terjadi tidak sesuai dengan yang diharapkannya maka akan berakibat pada
keadaan penyangkalan terhadap kenyataan tersebut sehingga membuat
kenyakinan yang kuat pada klien terhadap kenyataan yang diinginkannya
dan mengakibatkan terjadinya waham berat dan 21 pasien dengan waham
ringan keadaan ini dapat terjadi karena mekanisme koping klien yang
masih baik tetapi keadaan yang dihadapi klien jauh sekali dari harapan
klien sehingga klien tidak mempu mengontrol fikirannya untuk
menyangkal dari kenyataan yang dihadapinya dan mengakibatkan
terjadinya waham ringan.
Dari 37 pasien dengan harga diri rendah terdapat 26 pasien dengan
waham berat, hal tersebut menunjukkan bahwa seorang pasien yang
memiliki harga diri rendah dan berlangsung lama atau kronis selain itu
juga sudah memasuki tahap isolasi social yang berlangsung lama sehingga
membuat klien lebih banyak peluang untuk mendapatkan suatu keyakinan
dari halusinasinya yang akan membuat klien lebih yakin dan berubah
menjadi waham yang kuat dan 11 pasien dengan waham ringan dapat
terjadi karena proses terjadinya harga diri rendah yang berlangsung kronis
atau menahun tetapi klien masih dapat berfikir secara logis sehingga
keyakinan yang klien fikirkanpun tidak terlalu kuat, hanya saja saat
kenyataan yang klien hadapi terlalu berat bagi klien maka klien akan
mengalihkan alam fikirannya pada keyakinan yang salah yang membuat
Page 39
39
klien terkadang tidak dapat mengontrol lagi isi fikirnya dan
mengakibatkan terjadinya waham ringan.
Menurut Azrul (2005), keyakinan sering disertai halusinasi pada
saat klien menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya klien lebih sering
menyendiri dan menghindari interaksi sosial (Isolasi sosial) dan apabila
tidak adanya upaya-upaya koreksi, setiap waktu keyakinan yang salah
pada klien akan meningkat. Klien mencoba berfikir rasional bahwa apa
yang ia yakini adalah kebohongan, tetapi menghadapi kenyataan bagi
klien adalah sesuatu yang sangat berat, karena kebutuhannya untuk
diakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan diterima lingkungan
menjadi prioritas dalam hidupnya.
Menurut Kusmawati dan Hartono,(2010) Waham yang terjadi bisa
dikarenakan stressor dalam menghadapi fakta-fakta kehidupan dengan
penuh kebenaran, akan tetapi ada juga yang menghadapinya dengan
perasaan tidak berdaya. Ini adalah tanggapan negatif terhadap diri,
sehingga lingkungan sekitarnya pun merupakan sesuatu yang negatif bagi
dirinya. Tanggapan ini menjadikan individu selalu hidup dalam ketakutan
yang akan mempengaruhi seluruh alam perasaannya sehingga terjadi
keguncangan dalam keseimbangan kepribadian, yaitu suatu keadaan
emosi yang labil. Maka dalam keadaan tersebut individu tidak berpikir
secara wajar, jalan pikirannya palsu, dan segala sesuatu yang diluar diri
yang dipersepsikan secara salah.
Page 40
40
Hasil uji Chi-Sguare (Continuity Correction) diperoleh hubungan
yang signifikan antara harga diri dengan waham di Ruang Rawat Inap
RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu. Hasil tersebut sesuai dengan pendapat
Ade (2011) yang mengatakan gangguan proses pikir: waham biasanya
diawali dengan adanya riwayat penyakit berupa kerusakan pada bagian
korteks dan limbic otak. Bisa dikarenakan terjatuh atau didapat ketika
lahir. Hal ini mendukung terjadinya perubahan emosional seseorang yang
tidak stabil. Bila berkepanjangan akan menimbulkan perasaan rendah diri,
kemudian mengisolasi diri dari orang lain dan lingkungan.
Pendapat lainnya menurut Stuart, (2007). Harga diri sangat
berhubungan erat dengan keadaan lingkungan yang setiap tahunnya
meningkat sehingga menuntut setiap orang untuk memenuhi kebutuhan
dan mengikuti tren yang terjadi pada saat itu, dan hal ini berpengaruh
besar pada keadaan harga diri seseorang sehingga seseorang cendering
memiliki harga diri tinggi untuk menyacapai hal tersebut. Tetapi saat
semua yang mereka harapkan tidak dapat tercapai maka harga diri tinggi
yang mereka miliki akan mempengaruhi psikisnya sehingga selalu yakin
terhadap harapan-harapannya yang telah ada sudah tercapai dan hal inilah
yang menyebabkan seseorang dengan harga diri tinggi mengalami
gangguan proses fikir: Waham.
Dari hasil uji Contingency Coefficient didapat kategori hubungan
erat antara harga diri dengan waham. Hal tersebut menunjukkan bahwa
harga diri memiliki pengaruh yang besar terhadap terjadinya waham pada
Page 41
41
pasien di Ruang Rawat Inap RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu. Hasil
tersebut sesuai dengan pendapat Riyadi, (2009) yang mengatakan Harga
diri secara signifikan berhubungan dengan kepuasan pribadi dan
pemfungsikan diri yang efektif. seseorang dengan harga diri rendah
kurang mampu menahan tekanan untuk conform dan kurang mampu
mempersepsi stimulus yang mengancam. Sementara itu, seseorang dengan
harga diri tinggi mampu mempertahankan image dari kemampuan dan
keunikannya sebagai seorang individu tetapi kedua macam harga diri ini
dapat menjadi suatu gangguan jiwa saat kenyataan yang mereka hadapi
tidak sesuai dengan keinginan yang diharapkan sehingga dapat membuat
suatu keyakinan yang kuat/waham.
Dari hasil uji Risk Estimate didapat nilai OR = 24,818 yang
artinnya harga diri rendah beresiko menyebabkan waham sebesar 24,818
kali lipat jika dibandingkan dengan harga diri tinggi. Hasil tersebut sesuai
dengan pendapat Budi Anna Keliat (2002), yang mengatakan salah satu
penyebab dari perubahan proses pikir : waham yaitu Gangguan konsep
diri : harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang
pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan
ideal diri. Gangguan harga diri rendah dapat digambarkan sebagai
perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, dan merasa
gagal mencapai keinginan.
Page 42
42
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Ruang Rawat
Inap RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu tentang hubungan Harga Diri dengan
Waham terhadap 60 orang sampel pasien waham, dianalisis dengan
menggunakan analisi univariat dan bivariat disimpulkan sebagai berikut:
1. Terdapat 23 pasien (38,3%) dengan harga diri tinggi, dan 37 pasien
(61,7%) denga harga diri rendah.
2. Terdapat 28 pasien (46,7%) dengan waham berat, 11 pasien (53,3%)
dengan waham ringan.
Page 43
43
3. Terdapat hubungan yang signifikan antara Harga Diri dengan Waham di
Ruang Rawat inap RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu, dengan kategori
hubungan erat.
4. Harga diri rendah beresiko menyebabkan waham sebesar 24,818 kali lipat
jika dibandingkan dengan harga diri rendah
B. Saran
1. Bagi STIKES Tri Mandiri Sakti Bengkulu
Agar mahasiswa STIKES Tri Mandiri Sakti Bengkulu khususnya jurusan
keperawatan dapat mempelajari dan memahami hasil penelitian agar
dapat mengaplikasikan hasil penelitian ini dalam praktek keperawatan
jiwa dan dapat memberikan informasi pada masyarakat yang
membutuhkan.
2. Bagi RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu
Dianjurkan kepada seluruh staf di RSJ Soeprapto Daerah Bengkulu
khususnya perawat Ruang Rawat Inap agar dapat memberikan penjelasan
dan pendidikan kepada keluarga klien tentang harga diri dan waham,
selain itu selalu melakukan observasi juga komunikasi teraupetik terhadap
keadaan dan keluhan klien, karena diagnosa keperawatan klien dengan
gangguan jiwa bisa berubah-ubah. Sehingga setiap klien membutuhkan
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) yang berbeda-beda sesuai dengan
diagnosa keperawatan yang ditegakkan.
3. Bagi Peneliti Lain
42
Page 44
44
Agar dapat mengembangkan penelitian ini lebih lanjut dengan
menggunakan metode penelitian lain dan mencari factor-faktor yang
dominan dan dapat memicu terjadinya gangguan jiwa terutama Harga diri
dengan Waham.