-
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
RISALAH RAPAT PANJA PEMBAHASAN RUU TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NO.
24 TAHUN 2003
TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
SENIN, 7 Februari 2011 Tahun Sidang : 2010 - 2011 Masa
Persidangan : III Rapat ke : - Jenis Rapat : Rapat Panja Dengan : -
Sifat Rapat : Terbuka Hari, tanggal : Senin, 7 Februari 2011 Pukul
: 14.00 – 16.25 WIB Tempat : Ruang Rapat Badan Legislasi DPR RI,
Gd. Nusantara I Lantai 1 Ketua Rapat : H. A. Dimyati Natakusumah,
SH., MH., MSi Sekretaris : Drs. Djaka Dwi Winarko, M.Si Acara :
Pembahasan DIM RUU tentang Perubahan atas UU No.24Tahun
2004 tentang Mahkamah Konstitusi Hadir : 18 orang dari 28
Anggota Badan Legislasi
ANGGOTA DPR RI : PIMPINAN: 1. H.A. Dimyati Natakusumah, SH.,
MH., M.Si 2. H. Sunardi Ayub, SH
FRAKSI PARTAI DEMOKRAT: 3 dari 6 orang Anggota 1. Drs. Umar
Arsal 2. Didi Irawadi Syamsuddin, S.H., LLM 3. DR. Pieter C
Zulkifli Simabuea, MH
FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA: 4 dari 5 orang Anggota 1. H. Andi
Rio Idris Padjalangi, SH, MKn 2. Ferdiansyah, SE, MM 3. Drs. Murad
U Nasir 4. Nurul Arifin, SIP., MSi
-
FRAKSI PARTAI PDI PERJUANGAN: FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA:
3 dari 4 orang Anggota 1. Arif Wibowo 2. Honing Sanny 3. Hendrawan
Supratikno
2 dari 3 orang Anggota 1. H. M. Nasir Djamil, S.Ag 2. Ir. Memed
Sosiawan
FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL: FRAKSI PARTAI PERSATUAN
PEMBANGUNAN: 1 dari 2 orang Anggota 1. Drs. Achmad Rubaie, SH,
MH
1 dari 1 orang Anggota 1. Ahmad Yani, SH., MH
FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA: FRAKSI PARTAI GERINDRA: 0 dari
1 orang Anggota. -
0 dari 1 orang Anggota. -
FRAKSI PARTAI HANURA: 1 dari 1 orang Anggota. 1. Sarifuddin
Sudding, SH., MH
KETUA RAPAT: F-PPP (H.A. DIMYATI NATAKUSUMAH, S.H., M.H., M.Si)
: Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Selamat sore salam
sejahtera bagi kita semua, Yang kami Hormati anggota Panja RUU
tentang berubahan atas Undang-undang nomor 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi, Yang kami hormati Dirjen PU yang mewakili
Menteri Hukum dan HAM Yang kami hormati saudara Deputi mewakili
Menteri PAN dan Revormasi dan Birokrasi, unsur dari komisi Yudisial
beserta para Pejabat utama yang mewakilinya, Sekertariat dan Tenaga
Ahli dan hadirin dan Hadirot yang berbahagia. Syukur alhamdulilah
selalu kita panjatkan kehadirat allah Tuhan yang maha Esa atas
perkenannya kepada kita semua kita sehingga kita dapat menghadiri
Rapat Panja pada Sore hari ini sesuai dengan Laporan sekertariat
Rapat Panja ini, telah di tandatangani oleh 15 Anggota izi satu
orang dari 28 orang anggota Panja, jumlah Fraksi yang di tanda
tangani ada 6 fraksi oleh karena itu perkenankan saya membumka
Rapat ini dan di nyatakan tertutup.
(RAPAT: DIBUKA) Rapat panja hari ini di laksanakan untuk
melanjutkan Rapat Panja Pada tanggal 31 Januari 2011 dalam rapat
Panja tanggal 31 Januari yang lalu, panja telah membahas 3 daftar
investari maslaah yaitu Dim Nomor 22, 26,27 dan selanjutnya. Namun
selanjutnya kami menawarkan acara Rapat Panja hari ini adalah
sebagai berikut pengantar ketua Rapat sebagaimana yang telah saya
sampaikan dua pembahasan Dim dan 3 penutup, Rapat ini akan
berlangsung sampai pukul 16.00 WIB namun dapat di lanjutkan atau di
perpanjang sesuai dengan kesepakatan Rapat apabila masih ada
hal-hal yang masih di diskusikan Rapat ini dapat di lanjutkan esok
hari. Iya nanti mungkin di skros tidak di tutup apakah acara yang
kami bacakan dapat di setujui?
(RAPAT: SETUJU)
2
-
Sebelum pembahasan Dim di berikan kesempatan kepada Pemerintah
mungkin ada hal atau sesuatu yang ingin di sampaikan bila tidak ya
kita lanju? Kita lanjutkan ya, kita mulai pembahasan Dim di mulai,
ya terkait dengan Dim 22 kembali kita buka dulu Dim 22 yang kemaren
sempat terpending, adalah Majelis Kehormatan Hakim Mahkamah
Konstitusi adalah Perangkat yang di bentuk oleh Mahkamah Konstitusi
untuk memantau memeriksa dan merekomendasikan tidakan terhadap
Hakim Konsitusi yang di duga melanggar Kode etik dan prilaku Hakim
Konstitusi. Pemerintah mengusulkan majelis Kehormatan Mahkamah
Konstitusi adalah majelis yang di bentuk oleh Mahkamah Konstitusi
dan Komisi Yudisial untuk memantau memriksa dan menjatohkan sanksi
terhadap hakim konsitusi yang melanggar Kode Etik dan Prilaku hakim
konsitusi dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan keluhuran
martabat serta prilaku hakim. Alternatif, adalah terdiri dari lima
unsur unsur Mahkamah Konstitusi yang terkait dengan Dim 141 sampai
dengan Dim 143 Pasal 27 (a) RUU ayat (2) komposisi MKH adalah hakim
Konstitusi, Komisiyoner Komisi Yudisial, tiga DPR-RI yang menangani
bidang Legislasi, b, Pemerintah yang menangani bidang hukum jangan
Menkumham ya? Yang menangani Bidang Hukum nanti besok berubah itu
kalau di Belanda itu Minister Security adjasted jadi kalau di kita,
Menkumham besok berubah dan MA Makim Angung. Nah itulah di
antaranya dari tiga yang di usulkan tidak ada alternatif tadi, jadi
oleh sebab itu saya persilakan kepada Pemerintah untuk
menanggapinya karena saya lihat yang alternatif inilah yang
mengambil dari semua unsur sesuai dengan yang di harapkan oleh Ibu
Nurul Arifin juga nanti di DPR-RI ini yang akan mewakili Bu Nurul
Arifin ini, ya atau pak sapa saja. Silakan Pemerintah. PEMERINTAH
(ADAM): Terimakasih bapak ketua Panja, Bapak Ibu serta DPR-RI yang
kami hormati dan rekan-rekan dari Kementerian PAN dan RB juga dari
MKY dari alhi bahasa. Di Dim 22 memang di usulkan oelh Pemerintah
untuk menyempurnaan rumusan itu ada tambahan selain memantau dan
memerikasa juga menjatuhkan sanksi dan itu yang pertama saya kira.
Yang kedua, mengenai ke anggotaanpada waktu yang lalu kita
menyampaikan usulan untuk unsurnya dari Mahkamah Konstitusi dan
Komisi Yudisial dan kemudian mendiskusikan dari beberapa dan dari
beberapa diskusi itu kita instens melihat dari sisi yang
mengusulkan hakim Mahkamah Konstitusi ini 3 unsur pertama, DPR-RI
dedua, Presiden, dan ketiga Mahkamah Agung, nah ini nampaknya untuk
ada perwakilan dari unsur yang mengajukan dari MKH itu kami sangat
memahami melihat ini mungkin satu solusi dan dari keanggota yang
tiga yang pasti dari unsurnya kemudian memang yang Komisi Yudisial
sehingga kelima ini mewakili keseluruhannya. Jadi kami melihat ini
sudah dapat mengagambarkan unsur yang mengajukan Hakim Mahkamah
Konstitusi kemudian Komisi Yudisial dan kemudian juga Pemerintah.
Demikian Pak Ketua. KETUA RAPAT: Iya syukur Alhamdulilah ini
Pemerintah sudah setuju dengan usulan alternatif 3, teman-teman ada
yang menanggapi atau setuju ya? PEMERINTAH (ADAM): Nanti mohon
mahaf ini apakah kita menyebut Pemerintah apa Presiden? Nanti di
KETUA RAPAT: Pemerintah iya nanti di Konsitusi yang mengusulkan
Pemerintah
3
-
PEMERINTAH (ADAM): Iya Presiden diajukan 3 oleh DPR-RI 3 oleh
Mahkamah Agung dan oleh Presiden. KETUA RAPAT: Konstitusi, sesuai
dengan konsitusi setuju ya? Jadi alternatif 3 ya? Iya. Dim 22
alhamdulilah telah selesai, kita lanjut Dim berapa 26 sudah selesai
27 sudah selesai 68 kita masuk Dim 68. Dim 68 memutus perselisihan
tentang tentang hasil Pemilihan Umum yang meliputi pemilihan umum
Presiden dan Wakil Presiden dan pemilihan umum anggota DPR-RI, DPD,
DPRD dan pemilihan umum Pemilihan kepala Daerah, Pemerintah
berbendapat perlu pembahasan secar amendalam mengenai Pilkada di
katagorikan sebagai Rejim Pemilu rasa di pilih secara Demokratis
secara Undang-undang Dasar tidak secara otomatis di katagorikan
sebagai Rezim Pemilihan umum karena dalam Undang-undang dasar itu
sendiri di nyatakan secara tegas bahwa pemilu adalah Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden dan Pemilihan anggota Legislatif.
Pemerintah berpandangan bahwa pembahasan secara mendalam ini akan
memberi makna secara Konstitusional dalam rangka menemukan rumusan
hukum yang memiliki nilai Konstisionalitas dengan demikian sengketa
Pilkada tidak menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi, tetapi di
perlukan adanya penanganan perkara sengketa Pilkada setiap
Kabupaten atau Kota sebagai kemenangan kewenangan mahaf sebagai
kemenangan Khusus yang di berikan ooleh Undang-undang pada
pengadilan Negeri. Perkara ini di putus oleh pengadilan Negeri
untuk tingkat Pertama dan terakhir, dlam jangka waktu 14 hari kerja
terhitung sejak perkara tersebut di daftar pada Panitra Pengadilan
Negeri perkara sengketa pilkada daftar pada Kepanitraan Pengadilan
Negeri paling lambat 3 hari sejak tahap Pilkada di anggap sebagai
sengketa. Pemerintah bersedia membahas lebih lanjut sesuai dengan
Putusan Mahkamah Konstitusi dan mendengar pendapat Mahkamah Agung
yang terkait dengan pemilihan umum Kepala Daerah. B, memutus
perselisihan tentang hasil pemilihan Umum yang meliputi Pemilihan
umum anggota DPR-RI anggota DPRD, Presiden dan Wakil Presiden dan
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Intinya disini pada poin
Dim 68 hasil Pemilihan Umum yang meliputi pemilihan umum Presiden
dan Wakil Presiden, pemilihan umum DPR-RI dan DPRD dan pemilihan
umum dan Pemilihan kepala Daerah. Nah mungkin disini Pemerintah
dalam mendrop kata-kata yang terkait dengan Pemilihan umum dan atau
Pemilihan kepala Daerah. Jadi pilkada ini memang dari forum
Konstitusi yang apa ahli di bidang konstitusi, memaparkan pada
waktu di emprial bahwa memang ini sebaiknya sengketa Pilkada ini di
Drop, jadi rezim apa pemilu kada itu bukan rezim pemilu maka dengan
demikian Undang-undang nomor 12 Tahun 2008 maka di anulir dengan
mungkin dinyatakan dalam Pasal Peralihan. Tapi disini jangan di
terapkan bahwa pengadilan Negeri di serahkan kepada Mahkamah Agung
karena berdasarkan informasi yang di dapat bahwa sengketa Pilkada
ini ada nanti pengadilan Khusus yang akan di bentuk oleh Mahkamah
Agung, maka sebaiknya di serahkan saja pada Mahkamah Agung untuk
apa di berikan kewenangan untuk membentuk peradilan khusus atau
sementara belum Pengadilan Tinggi yang seperti yang lalu pengadilan
tinggi yang menangani sengketa Pilkada dan di lanjutkan nanti
dengan Banding kalau di Mahkamah Konstitusi itukan ada PSU pada
suara ulang nah kalau ini tidak perlu pakai PSU di serahkan kepada
Bandingnya itu kepada Mahkamah Agung. Silakan Pemerintah untuk
menanggapi ini. PEMERINTAH (ADAM): Iya terimakasih, Didalam usulan
Pemerintah seperti disampaikan oleh Pak Ketua tadi memang untuk
tidak mencanytupkan tambahan dan Pemilihan umum dan atau / atau
pemilihan kepala daerah, saya kira alasan-alasan yang sudah di
bacakan juga oleh Pak Ketua juga pernah kita bahas di Imperial
cukup
4
-
lama dan ini bukan rezim Pemilihan umum sebagaimana di dalam
Undang-undang Dasar di sebutkan bahwa pemilihan umum di
selenggarakan untuk memilih anggota DPR-RI, DPRD, Presiden dan
Wakil Presiden dan DPRD dan demikian jjuga kami kira waktu menyusun
Undang-undang Mahkamah Konstitusi yang sekarang berlaku disana di
sebut hanya (d) memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan umum.
Apakah kalau dengan ini cukup kita kembali kepada rumusan ada di
Undang-undang di Pasal 10 huruf (d) memutus perselisihan tentang
hasil Pemilihan umum dan nanti mengenai apa yang kita sampaikan
tentang perkara ini di pucuk oleh pengadilan Negeri kemudian
ketentuan-ketentuannya itu nanti akan di atur di dalam
Undang-undang tentang yang sekarang sedang siap.kan Undang-undang
tentang perubahan Undang-undang 32 Tahun 2004 dan Undang-undang
tentang pemilihan kepala Daerah dan juga Undang-undang tentang
kekuasaan kehakiman. Jadi kalau cukyp disini memutus per…. Tentang
hasil pemilihan umum saya kira iya. Demikian Pak. KETUA RAPAT:
Gimana teman-teman setuju? Apa usul Pemerintah ini kita setujui
hanya mendrop saja bahwa sengketa Pemilu kada itu tidak bukan
kewenagan Mahkamah Konstitusi, setuju ya?
(RAPAT: SETUJU) F-PG (DRS. H. MURAD U NASIR, M.SI): Memang ini
menjadi sebuah Problema masuk pada Demain Pemilu atau Pilkada yang
tidak masuk dalam Pilkada Pemilu, memang persoalan ini kalau masuk
dalam Demain pemilu itu susahnya kalau sengketa terjadi, biayanya
jaraknya makan waktu juga sempit sehingga pengalaman kita selama
pemilu kada berlangsung pengadilannya itu ada sengketa di
pengadilan tinggi cepatnya persoalannya sehingga ada pemikiran itu,
tapi untuk lebih baiknya kami belih baik berkonsultasi dulu dengan
fraksi supaya bagus ini sikap kita, saya pikir sudah sejalan Cuma
baiknya saya bicarakan dengan Fraksi untuk menyatakan sikap Partai.
Demikian Pimpinan. KETUA RAPAT: Iya catatan saja, setuju?
(RAPAT: SETUJU) Karena ini sudah kita bahas berulang-ulang dan
forum Konsitusi ini pun sudah semaparkan sedemikian rupa bahwa
kerejim bahwa Pilkana ini bukan rezim pemilu, Dim nanti tolonng di
peralihan. Dim 83 nanti itu bisa di pandangan Fraksi Pak murad ya
dengan ini. F-PG (NURUL ARIFIN, S.IP, M.SI): Yang tadi bahasan yang
ketiga dengan demikian sengketa bla-bla ini untuk tingkat pertama
dan terakhir dalam jangka waktu 14 hari itu sudah final maksud saya
belajar dari pengalaman 14 hari itu sangat kurang pak. KETUA RAPAT:
Nah nanti ini di atur di dalam Undang-undang 32 Tahun 2004 nanti
ibu Nurul yang, iya nanti otomatis karena ini tidak atau tidak
membahas ini, nanti di perhalihan saja kita hanya keterangan
5
-
sedikit bahwa dengan apa hilangnya kewenangan ini di Mahkamah
Konstitusi maka ini akan masuk dalam Undang-undang Pilkada, nah
inikan sedang di bahas kan Undang-undang nomor 32 Tahun 2004,
karena begini memang terlalu berat tanggungjawab Mahkamah
Konstitusi tapi sebetulnya saya dengan apa yang di lakukan oleh
Mahkamah Konstitusi terkait dengan setiap keputusan yang di ambil,
keputusan yang di ambil itu bukan karena hal-hal masalah lain
masalahnya selalu di votting itu tim 45 54 siapa yang punya 5 suara
dia yang menang, jadi ini yang menjadi ploblematika ini main
Votting ini di internal Mahkamah Agung nah ini yang harus
benar-benar di benahi bagaimana supaya respek, kalau dia melanggar
Konstitusi speks. Nah ini yang pemikiran kita bersama jangan sampai
ini menjadi program tanda kutip bancakan apa bancakan? Iya jadi
programnya seperti itu sehingga hal-hal setiap yang di putuskan
selalu hasil votting, sebetulnya kalau negarawan yang berdasarekan
keputusan iya harusnya secara Krus saja tidak usah pakai Votting,
melanggar konsitusi ya memang tugasnya itu tugas DPR-RI nah
kewenagan DPR-RI ini di berikan kepada Mahkamah Konstitusi tapi
yang di hajar ya DPR-RI sendiri tiap Undang-undang yang di berikan
DPR-RI di Pukul ya padahal itu secara tidak langsung Mahkamah
Konstitusi kepanjangan tangan DPR-RI untuk meneliti setiap
keputusan yang di ambil DPR-RI yaitu Undang-undang ya tapi
mudah-mudahan kedepan akan lebih smart lebih baik lagi. 83 Dim 83
kok 83 langsung, 68 dan 83 ya. 83 berpendidikan di bidang hukum
sebagaimana di maksud dengan ayat (3) Pemerintah mengusulkan
Pemerintah menyarankan syarat Pendidikan yang ada pada ayat (3) Dim
nomor 90 sampai dengan Dim 92 di tampung dalam Dim ini dengan
menyempurnakan alasan kata Pemerintah di Ganti Presiden. Karena
Undang-undang 24 Tahun 2003 disebutkan Presiden, betuulnya
Presiden? Pemerintah tapi di konsitusi Presiden dan kita di
Konsitusi saja Presiden, berijasah Doktor dengan dasar saja S1 yang
berlatar belakang ilmu hukum dengan alasan yang di uji bukan hanya
hukum dalam arti normal tetapi terkait dengan ilmu, antar bidang
seperti Ekonomi, Pertania, Kesehatan dan lain-lain. Berpendidikan
di Bidang Hukum dengan ketentuan untuk calon Hakim Konstitusi dapat
di ajukan kepada Presiden dan DPR-RI berijah Doktor dengan dasar
Sarjana yang berlatar belakang Ilmu Hukum. Dua, untuk calon hakim
Konsitusi yang di ajukan oleh Mahkamah Agung berijah paling rendah
Magister tadi kemaren sudah sepakati S3 ya semua ya? Pemerintah pun
sudah di sepakati S3 jadi di bidang hukum dengan dasar S1 yang
berlatar belakang Ilmu Hukum melihat Undang-undang Mahkamah Agung.
Nah ini di pending karena masalah linier dan an lilniar jadi linier
itu S1,S2,S3 nya Hukum kalau an linier S1 nya Hukum, S3 nya Hukum
S2 boleh bebas ini tidak begitu nyambung ya sebetulnya nah ini
menghasilkan apakah Linier atau an linier. Tapi pemikiran saya
begini nah ini menyangkut masalah terkait dengan Undang-undang yang
di kaji, secara menadalam terkait dengan Undang-undang konsitusi
maka ini lebih banyak menyangkut Hukum tatanegara, jadi sudah tidak
lagi kalau fokus itu fokus secara spesifik ini spesifik silend yang
di miliki oleh seorang Hakim Konsitusi tapi kalau mau general ada
di DPR-RI sebenarnya tidak perlu sebenarnya hakim Konsitusi
Genderal DPR-RI harus segala di siplin ilmu harus ada di DPR-RI
tapi kalau spesifik ilmu terkait dengan ilmu hukum tatanegara dan
Administrasi negara induknya adalah Administrasi negara dan
tatanegara, maka dengan sendirinya di perlukan orang-orang yang
ekspert yang di situ ya seperti itu ya secara tidak langsung harus
Linier, sebetulnya kalau an linier maka nanti banyak cabang
pemikiran wah gimana ya kalau nanti ada demo wah nanti bagaimana ya
kalau nanti masyarakat, padahal secara streak kalau kuda ya kuda
saja jangan bilangb kalau kuda itu bagaimana jadi Kambing, nah maka
dengan sendirinya pemikiran saya ini linier ini cukup tepat tapi
silakan Pemerintah untuk menanggapinya. PEMERINTAH (ADAM):
Terimakasih ini juga saya kira sudah cukup lama di bahas di kaji
untuk melihat pertama realitasnya kedua, perspektif keluar kemudian
tugas yang di hadapi Hakim Mahkamah Konstitusi. Yang pertama memang
saya kira sepakat dengan DPR-RI bahwa baik yang di ajukan oleh
Presiden
6
-
atau di ajukan oleh DPR-RI dan juga yang di ajukan oleh Mahkamah
Agung itu berijasah Doktor, ini saya kira sudah sama yang kemaren
di diskusikan apakah cukup denngan dasar S1nya yang hanya belakang
Ilmu Hukum yang S2 nya dapat tidak latarbelakang Ilmu Hukum tapi
S3nya kembali, tapi dari diskusi dan pendalaman kita ingin melihat
bahwa manang kedepan ini apa yang di bahas di kaji ini terkait
dengan bidang Hukum dan khusunya dengan Konsitusi atau Hukum
Konsitusi pada ya kita melihat bahwa akan lebih baik khualitasnya
dari utusan Mahkamah Konstitusi itu apa bila Doktor yang menjadi
hakim konsitusi itu adalah secara linier hanya memang disini di
sebutkan dengan di bidang hukum seperti yang ada di dalam rumusan
DPR-RI, dan DPR-RI menyambut berlatarbelakang pendidikan tinggi
Hukum. Ini apakah masih mau di cantumkan atau cukum dengan predikat
Doktor dan Magister di Bidang Hukum dengan dasar sarjana
berlatarbelakang ilmu Hukum demikian juga ilmu hukum Mahkamah Agung
nya, karena di Mahkamah Agung memang di Undang-undang memang masih
memungkinkan itu tidak linier tapi kalau kita strip sidini juga
bahwa dia harus linier iya tentu nanti harus di cari orang yang
memang pendidikannya linier, karena di Mahkamah Agung sekarang ya
untuk magisternya pun tidak di sebut harus linier nah oleh sebab
itu untuk kesetaraan baik yang di ajukan oleh Presiden di ajukan
oleh DPR-RI demikian juga nanti di ajukan oleh Mahkamah Agung itu
ijasah Dokter dengan tadi prinsip bahwa bidang Ilmu baik Magister
atau Dokternya adalah Linier di Bidang Hukum. Saya kira jadi
rumusannya nanti akan kita sempurnakan kita. Terima kasih. KETUA
RAPAT: Iya Pemerintah sudah menyetujui usul DPR-RI, bagaimana
setuju? Iya Pemerintah baik sekali sekarang ini setuju terus.
Kitalanjutkan Dim 90 terus lanjut terkait otomatis 94 ada surat
pernyataan? 94 tidak ada surat pernyataan itu tidak menjadi Dim?
Sudah selesaikan? Apa, terkait umur ya? Coba di lihat ya di pasal
Dim 9 coba dibacakan coba? T.A. Badan Legislasi: Selain persyaratan
sebagaimana di maksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) calon
hakim Konsitusi yang harus memenuhi kelengkapan administrasi dengan
menyerahkan (a) surat pernyataan tentang kesediannya untuk menjadi
Hakim Konsitusi, (b) daftar Riwayat Hidup, (c) menyerahkan foto
copy ijasah yang telah di legalisasi dengan menunjukan ijasah asli,
(d) laporan daftar harta kekayaan serta sumber pengasilan calon
yang di sertai dengnan dokumen pendukung yang sah. KETUA RAPAT:
Sudah secara otomatiskan itu? T.A. Badan Legislasi: Tetapi dari
Pemerintah kemaren waktu panja di Arya duta di Pending karena
dinyatakan terlalu detail, KETUA RAPAT: Betul Pemerintah?
7
-
PEMERINTAH (ADAM): Jadi ketentuan yang baru di cantumkan ini,
ini sudah ada di pasal 20 Undang-undang 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi yang sekarang disana hanya di sebutkan
ketentuan mengenai tatacara seleksi pemilihan dan pengajuan seleksi
oleh masing-masing lembaga yang berwenang sebagaimana di maksud
dalam Pasala 19 ayat (1) jadi yang melalui Presiden melalui DPR-RI
melalui Mahkamah Agung punya tatacara sendiri, tatacara sendiri itu
ya sudah di atur dalam lembaga masing-masing sehingga ketentuan ini
tidak perlu di cantumkan di dalam Undang-undang ini. KETUA RAPAT:
Saya rasa pengulangan secara lebih baik menajadi masalah ini
penguatan, pak Dirjen ini kenapa karena di takutkan itu adalah
penggunaan sertifikat atau ijasah palsu dan lain sebagainya, apakah
ini tidak jadi masalah apabila kita cantumkan tetapi di dalam
pasal-pasal ini. PEMERINTAH (ADAM): Memang ini syarat administratif
dan di lembaga yang mengusulkan baik waktu Mahkamah Agung kemudian
juga DPR-RI dan Presiden mempunyai mekanisme sendiri, nah apakah
dengan nanti syarat-syarat yang di sebutkan ini syarat yang harus
ada di setiap lembaga yang nanti mengajukan calon untuk Hakim
Mahkamah Konstitusi yang ada itu, karena selama ini di dalam
pemilihan calon hakim Mahkamah Konstitusi pada waktu sebelum ini
itu di ke presidenan dengan ada semacem jalan keluar apa pencalonan
dan lalu kemudian juga ada ada semacem seleksi tetapi yang terakhir
ini tidak di tempuh hal yang demikian ini untuk menunjukan keluasan
dan kewenangan dari masing-masing lembaga itu. Apakah syarat-syarat
seperti ini itu juga masih perlu biarlah nanti misalnya di DPR-RI
kemudian di Mahkamah Agung sendiri di Kepresidenan itu sendiri
mengatur mengenai persyaratan administratif ini. iya itu pak. KETUA
RAPAT: Iya karena penentu itu adanya di DPR-RI maka DPR-RI tetap
memerlukan jadi jangan samapai nanti ujungnya karena ini sudah
hasil dari DPR-RI maka di DPR-RI di salahkan, saya rasa itu cukup
baik juga pak Pemerintah cukup baik tetapi dicantumkan untuk
menguatkan melakukan Fit and Proper Test itu kita pun sudah pegang
begitu untuk menanyakan dari mana asal muasal dan lain sebagainya.
Jadi tidak serta merta apa yang di usulkan oleh Pemerintah Mahkamah
Agung kit aterima begitu saja, apabila ini bisa di setujuki tetap
kita cantupkan akan memperkuat pilihan DPR-RI Pak Menteri kali ya.
Hilang sudah pengusul saya itu. Iya silakan. F-PG (NURUL ARIFIN,
S.IP, M.SI): Terimakasih Ketua, seandainya memang menajadi
keberatan Pemerintah memang sudah tertampung dalam Undang-undang
Konsitusi maka yang menjadi keberatannya itu apa pak? Kan
sebetulnya kan kalau persyaratan ini disebutkan akan memperkuat di
dalam Undang-undang kalau sekarang kita bisa melihat tidak Pak di
dlaam Undang-undang tentang Mahkamah Konsitusi kira –kira
berbedanya dimana? Apa yang menjadi keberatan disit, kalau hanya
menyebujtkan ulangkan saya rasa tidak masalah hanya lebih dalam
faktor penguat saja di dalam Undang-undang ini. Kalau tidak ada
perbedaan tidak ada masalahkan pak?
8
-
PEMERINTAH (ADAM): Jadi memang ini tadi kita melihat sudah dalam
praktek selama ini namun setelah kami melihat juga di sampaikan
oleh Ibu Nurul Arifin tadi kemudian pak Ketua juga, kemudian kami
lihat juga di dlam Undang-undang tentang Komisi Yudisial yang 22
Tahun 2004 memang ini di cantumkan daftar riwayat hidup, ijasah
asli, surat keterangan sehat jasmani rohani kemudian daftar
kekayaan dan nomor wajib pajak. Jadi saya pikir ini kami bisa
menerima bahwa hal ini di cantumkan artiya syarat-syarat
administratif ini sekurang-kurangnya sudah harus ada menjadi syarat
pada setiap lembaga itu nanti dalam menseleksi calon-calonnya, ini
kami setuju. Makasih. KETUA RAPAT: Pemerintah dari saya kalau tidak
setuju dari tadi kok setuju terus nih, setuju ya dicantumkan
tetap.
(RAPAT: SETUJU) Jadi usul dari DPR ini yang digunakan terus
berikutnya adalah terkait dengan umur ya. Bapak dan Ibu sekalian.
Terkait dengan Pasal 23 Dim 112 Hakim Konsistusi diberhentikan
dengan hormat telah berusia 65 Tahun, catat mengenai ketentuan usia
pensiun Hakim Konsistusi diubah menjadi 65 Tahun, maka implikasinya
Pasal 15 Ayat (2) huruf D Rancangan Undang-undang Mahkamah
Konstitusi juga harus disesuaikan lihat DIM 85. Berdasarkan
keterangan dari Kementerian PAN dalam perkembangan Panja tanggal 31
Januari 2011, apabila dibandingkan dengan peraturan kepegawaian
usia pensiun adalah 65 Tahun. Memang disini harus ada penyegaran,
jangan sampai memang beda antara DIM Mahkamah Agung dengan Hakim
Konsistusi, Hakim Konsistusi itu bekerja dari pagi sampai malam
hari tiada hari tanpa rapat saking sibuknya dan berhadapan langsung
publik. Beda dengan Mahkamah Agung yang hanya dengan administratif.
Maka oleh sebab itu usulnya adalah paling muda paling rendah itu
sesuai dengan ketentuan adalah usia paling rendah ini bukan 45
kemarin 47 Tahun dan paling tinggi adalah 60 Tahun. Sehingga
pensiun pada usia 65 Tahun kurang lebih.
Silahkan Pemerintah kalau mau menanggapi terkait dengan umur, ya
terkait dengan umur ini kami minta izin dari Deputi Kementerian PAN
dan reformasi birokrasi untuk menjelaskan kemudian juga
membandingkan tentang usia-usia pensiun di PNS kemudian juga
dipejabat-pejabat negara dan juga bagaimana analisisnya terhadap
kinerja yang selama ini dan terkait juga dengan volume dan beban
kerja di masing-masing pejabat yang terkait dengan umurnya itu.
Kami persilakan. PEMERINTAH: Baik terima kasih Bapak Ketua Panja.
Yang saya hormati Bapak Ibu anggota dewan yang saya hormati.
Terkait dengan batas usia pensiun sebagaimana pernah kami sampaikan
pada pensiun PNS itu, pensiun diusia 56. Namun dalam beberapa hal,
beberapa jabatan tertentu maka bisa diperpanjang untuk jabatan
struktural bisa sampai 60 bahkan 62.
9
-
Jadi paling tinggi jabatan struktural berhenti pada usia 62 itu
Eselon 2 60, Eselon 1 62. Sedangkan untuk jabatan-jabatan lain
tertentu yang sifatnya fungsional profesional seperti guru besar,
Hakim pada Mahkamah Agung, Hakim pada peradilan tinggi, panitera,
guru dan sebagainya bervariasi. Sesuai dengan Undang-Undang
Mahkamah Agung, Hakim Mahkamah Agung bisa sampai 70 Tahun. Hakim
Pengadilan Tinggi 65 Tahun, Panitera Pengadilan Tinggi 62 Tahun.
Sedangkan sesuai dengan Undang-Undang guru dan dosen, guru besar
bisa sampai 70 Tahun dan guru bisa 60 Tahun. Kenapa kami sampaikan
kembali ini karena waktu kemarin itu 60 Tahun itu pada umumnya dan
kalau itu Bapak Ketua menyampaikan suatu pemikiran bahwa ini kerja
berat, kalau Mahkamah Agung kan sampai 70 Tahun. Kalau disini
kelihatannya disini maka Pak Dirjen sudah ada pesan dari Pak
Menteri silahkan disampaikan bukan saya kapasitas untuk
menyampaikan. Silakan Pak Dirjen saya kembalikan. DIRJEN: Baik jadi
memang dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi yang sekarang itu
usia pensiun Hakim Mahkamah Konstitusi itu 67. Kalau Mahkamah Agung
sebelum sampai 70 kemarin 65 dan dapat diperpanjang menjadi 67 lalu
dengan Undang-Undang yang merubah Undang-Undang Mahkamah Agung yang
lalu dapat sampai 70. Ini kemudian lalu dikaji didiskusikan terkait
dengan volume kerja, beban kerja dari Mahkamah Konstitusi itu
mengadili pada tingkat pertama dan terakhir dan juga memang
berhadapan dengan para pihak dan juga dinamikanya. Maka memang
perlu dipikirkan bahwa usia sampai 67 itu menjadi beban berat juga
bagi Hakim yang bersangkutan. Oleh sebab itu diserahkan kepada
Bapak Ibu yang membentuk Undang-Undang untuk juga memikirkan hal
seperti itu apakah masih kita rela para Hakim Konsistusi bekerja
sampai usia 67 atau kita melihat kemaslatannya sehingga dengan
demikian usia itu dapat kita lihat baik termasuk kemaslatan
kerjanya dan kemaslatan para Hakim yang menanggung atau memikul
beban tugas tersebut, saya kira itu Pak. KETUA RAPAT: Silahkan Pak
Suding. F-HANURA (H. SARIFUDDIN SUDDING, S.H., M.H.): Terima kasih
atas kesempatan ini. Saya kira ini memang perlu ada satu pemikiran
yang sama antara kita dengan pihak Pemerintah juga harus
bersinergikan dengan Undang-Undang Mahkamah Agung karena ini adalah
satu lembaga tinggi negara dalam bidang yudisial dalam posisi
kesetaraan. Ketika misalnya dalam Undang-Undang Mahkamah Agung
kemarin memang dalam pembahasan sudah disepakati tentang usia
pensiun itu 70 Tahun ini saya kira akan muncul pertanyaan. Ketika
misalnya Hakim Mahkamah Konstitusi ini justru dibawah dari usia
pensiun yang ada di Mahkamah Agung.
Justru saya berpikiran terbalik Ketua saya kira bukan hanya kita
jangan hanya melihat beban kerja dan segala macam, justru
Hakim-Hakim di Mahkamah Konstitusi adalah suatu orang-orang
negarawan yang memang diperlukan pemikiran-pemikiran yang matang
dalam usia yang katakanlah sampai batas usia 70 Tahun, memang
orang-orang disana harus butuh kematangan. Karena memang yang dia
tugaskan fungsinya ini adalah orang-orang yang selalu berpikiran
tentang konsistusi, memperbaiki konteks ketata negaraan kita.
Ketika misalnya umur-umur 65-67 saya kira
10
-
kita bisa lihatlah ambil contoh saja ketika misalnya Pak Jimli
kemarin dalam usia yang begitu produktif sampai usia 70 Tahun itu
masih memungkinkan. Saya kira saya tetap mengusulkan agar
Undang-Undang Mahkamah Konstitusi disenergikan masa usia pensiun
dengan Undang-Undang Mahkamah Agung. Terima kasih Ketua. KETUA
RAPAT: Ada lagi teman-teman anggota, kita pending ya untuk lobi
dahulu terkait dengan ini bagaimana ini, pending dahulu?
(RAPAT: SETUJU)
Sudah ya, terkait dengan PAW oh iya.
Bapak dan Ibu sekalian. Terkait dengan DIM 128 itu masih banyak
DIMnya itu, 128 adalah apabila Hakim Konstitusi diberhentikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, lembaga yang berwenang
mengajukan pergantian antar waktu Hakim Konsistusi sesuai dengan
syarat-syarat tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Pasal
18 dan Pasal 20 yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden,
Pemerintah mengusulkan dihapus karena ketentuan ini secara
substantif sudah ada dalam DIM 135 usul Pemerintah, apa 135. Usul
Pemerintah Pasal 26 Ayat (3) dengan perubahan jangka waktu menjadi
dalam jangka waktu paling lambat 30 hari kerja disesuaikan Pasal 26
Ayat (1) Undang-Undang Nomer 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi, lembaga berwenang sebagaimana yang dimaksud makna ini.
Cuman ini intinya adalah PAW itu meneruskan sisa masa jabatan, atau
PAW itu dia begitu PAW 5 Tahun, seperti misalnya Musro, Musro itu 1
Tahun atau 5 Tahun. Karena lembaga ini adalah per 5 Tahun adalah
mengisi sisa masa jabatan atau begitu dia PAW dia mengisi 5 Tahun
masa jabatan. PAW itu kalau anggota DPR PAW ya sisa masa jabatan
jadi kita setuju sisa ya karena DPR itu adalah DPR sisa masa.
Pemerintah silakan. PEMERINTAH: Jadi memang di Pasal 26
Undang-Undang yang sekarang itu dalam hal terjadi kekosongan Hakim
Konsistusi karena berhenti atau diberhentikan, lembaga yang
berwenang sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 18 Ayat (1) itu
DPR, Mahkamah Agung atau Presiden mengajukan kepada Presiden dalam
jangka waktu paling lambat 30 hari kerja sejak terjadinya
kekosongan. Kemudian keputusan tentang pergantian tersebut paling
lambat 7 hari sejak pengajuan diterima Presiden. Dari Pemerintah
ingin menambahkan di Ayat (5), Hakim Konsistusi yang mengantikan
sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) untuk masa jabatan 5 Tahun.
KETUA RAPAT: Setuju ya sama DPR, sisanya saja bisa disetujui ya
tanggunglah sama Pak Menteri setuju itu.
11
-
PEMERINTAH: Saya akan laporkan dahulu ini. KETUA RAPAT: Telepon
dahulu Pak Menteri sisa apa ini, supaya kita bisa ketok ini jangan
terlalu banyak yang dipending. Kita lanjut ya, pending sebentar
kita lanjut yang lain.
(RAPAT: SETUJU) Karena di DPR ini tidak mengenal 5 Tahun 5 Tahun
adalah sisanya saja, lanjut dengan pidana tadi. Jdi alternatif
pidana ini jangan disebutkan 5 Tahun baru dia bisa diganti, karena
Mahkamah Konstitusi itu adalah negarawan hukumannya berapa pun
harus diganti, setuju ya teman-teman. Ya kalau misalnya Hakim
Mahkamah Konstitusi adalah negarawan, karena dia dihukum seTahun
masa tidak diganti dia jadi pidana begitu. Bibit Chandra saja baru
tersangka sudah suruh keluar ini orang pidana 1 Tahun bukan 5 Tahun
masa tidak bisa diganti. Maka disini terpidana berapa pun terkena
pidana harus diganti Hakim Konsistusi. Silakan. F-PG (FERDIANSYAH,
S.E., M.M.): Yang perlu diklarifikasi bersama adalah kalau dia
terkena hukuman kaya misalnya anggota DPR, kalau lebih dari 5 Tahun
berarti tidak punya hak untuk dipilih itu yang perlu diwaspadai
juga. Artinya disini apakah akan mengatur seperti itu statusnya
nanti kan akan mengarah seperti itu dalam hal dia sebagai Hakim
Mahkamah Konstitusi itu Pimpinan yang perlu kita klarifikasi. Yang
kedua kalau memang seperti itu berarti konsistensinya adalah
sebenarnya sudah terjawab yaitu pada posisi antar waktu itu
otomatically jadi sisanya, jadi itu Pimpinan. KETUA RAPAT: Dari
Pemerintah terkait dengan Pasal berapa itu ya, 116 coba 116 disitu
dikatakan adalah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan
Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 Tahun
atau lebih.
Jadi kalau orang yang kena pidana itu berdasarkan incra ya mau
1-2 Tahun ya dia harus diberhentikan jadi Hakim Konsistusi kan
negarawan, masa negarawan seorang pidana. Setuju ya kita hilangkan
artinya kita memilih lebih negarawan lebih teladan lebih baik
kualitasnya dan mudah-mudahan orang seperti itu ya cukup banyak.
Jadi yang diancam dengan pidana penjara 5 Tahun itu kita drop saja
setuju ya, karena ini Hakim Konsistusi ini agak beda ini, beda
dengan anggota DPR, anggota DPR lulusan SMA boleh tidak negarawan
juga boleh ini agak lebih. Tetapi kalau konsistusi karena dari kami
yang harus negawaran yang tidak pernah diancam pidana penjara,
tetapi incra harus betul incra dijatuhi pidana penjara berdasarkan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Karena melakukan tindak
pidana yang diancam, tidak usah pakai diancam. Karena melakukan
tindak pidana cukup itu saja.
12
-
F-PG (FERDIANSYAH, S.E., M.M.): Pimpinan. Boleh kami jelaskan
saja dalam penjelasan mungkin bisa untuk menetapkan supaya jangan
sampai ini saya paham ini bahasa tegas dari Pimpinan, tetapi tadi
ada kesulitan pemahaman atau tafsiran nanti dijelaskan dalam
penjelasan. Kalau ada kesulitan dalam hal penafsiran yang berbeda.
Terima kasih Pimpinan. KETUA RAPAT: Ya tindak pidana kejahatan,
pidana umum dan khusus begitu, pidana kejahatan asusila itu, kalau
asusila melanggar salah satu sila berarti asusila begitu ya, tindak
pidana kejahatan setuju ya?
(RAPAT: SETUJU)
Setuju ya, tadi bagaimana Pak Dirjen? DIRJEN: Ya akan kami
sampaikan dahulu ke Pak Menteri mengenai batas usia, batas masa
jabatan apakah meneruskan sisa masa jabatan yang digantikan atau
sampai 5 Tahun. Karena kalau disimulasikan nanti sampai masa batas
jabatan yang digantikan itu kemungkinan terjadi bahwa yang
digantikan itu akan terjadi kekosongan sehingga Mahkamah Konstitusi
tidak dapat bersidang. Ini harus kita, mungkin harus kami singung
sedikit kalau negara lain tidak terkait dengan akan terhambatnya
tugas pokok fungsi mereka untuk melaksanakan tugas mereka. KETUA
RAPAT: Sebetulnya tidak usah takut Pak Dirjen, vacum of power itu
kalau tidak ada negosiasi yang jelas maka dengan sendirinya begitu
terjadi PAW, PAW itu 5 Tahun maka dengan sendirinya PAW itu kan 1-2
tidak mungkin dengan sendirinya. Maka Pemerintah melakukan fit and
proper test sebelum berakhir nanti ada disini ketentuannya.
Jadi dengan sendirinya tidak ada vacum of power didalam
mengelola Mahkamah Konstitusi, maka kalau ada tingkat 1 PAW itu
orang lain tidak ada dia sendirian, memang dia bisa bersidang
sendirian tidak bisa juga. Maka dengan sendirinya ada tenggang
waktu, limit waktu 5 Tahun jadi per 5 Tahun terjadi pergantian
kalau dia mau ikut lagi boleh. Disini juga harus kita batasi Hakim
Konsistusi itu hanya boleh dua kali saja, jangan karena dia muda 40
sekian Tahun masuk dia terus berulang-ulang 3-4 kali menjadi Hakim
Konsistusi nanti malah abuse of power. Kan nanti jadi berlebihan
dia terlalu lama merasa lebih besar, bagaimana Pak? DIRJEN: Saya
konsultasikan dahulu. KETUA RAPAT: Oke kalau begitu kita
pending.
(RAPAT: SETUJU)
13
-
Selesai ya, ada lagi tinggal 2 berarti ya, oke.
Bapak dan Ibu sekalian. Syukur alhamdulilah kita sudah
selesaikan tinggal ada beberapa yang dipending ini yang terkait
dengan umur dan terkait dengan PAW ya mudah-mudahan selanjutnya
nanti kita agendakan dan tolong nanti dari Pemerintah sudah mau
finalkan itu. Demikian terima kasih dengan mengucap hamdallah,
alhamdulilah hirobil alamin rapat ditutup
(RAPAT DITUTUP PADA PUKUL 15.25 WIB)
Jakarta, 7 Februari 2011
Sekretaris Rapat,
Drs.Djaka Dwi Winarko, M.Si
14
DEWAN PERWAKILAN RAKYATREPUBLIK INDONESIA