DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE I MASA SIDANG III TAHUN SIDANG 2015-2016 DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA I. KETERANGAN 1. Hari : Selasa 2. Tanggal : 26 Januari 2016 3. Waktu : 10.09 WIB -selesai 4. Tempat : R. Sidang 2A 5. Pimpinan Rapat : Drs. H. Akhmad Muqowam (Ketua Komite I) 7. Acara : RDPU Komite I dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pertahanan, dan Kementerian Luar Negeri membahas pengawasan UU No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara 7. Hadir : Orang 8. Tidak hadir : Orang
30
Embed
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ... · Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua. ... Seizin Bapak-Ibu sekalian, dengan ucapan bismillahirrahmanirrahim, ... Kewilayahan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA
-----------
RISALAH
RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE I
MASA SIDANG III TAHUN SIDANG 2015-2016
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
I. KETERANGAN
1. Hari : Selasa
2. Tanggal : 26 Januari 2016
3. Waktu : 10.09 WIB -selesai
4. Tempat : R. Sidang 2A
5. Pimpinan Rapat :
Drs. H. Akhmad Muqowam (Ketua Komite I)
7. Acara : RDPU Komite I dengan Kementerian Dalam Negeri,
Kementerian Pertahanan, dan Kementerian Luar Negeri
membahas pengawasan UU No. 43 Tahun 2008 tentang
Wilayah Negara
7. Hadir : Orang
8. Tidak hadir : Orang
RDPU KOMITE I DPD RI MS III TS 2015-2016
SELASA, 26 JANUARI 2016 1
II. JALANNYA RAPAT :
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Baik, Ibu-Bapak sekalian, seizin Ibu-Bapak sekalian rapat akan kita mulai.
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillah.
Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua.
Yang saya hormati Pak Dirjen Hukum dan Perjanjian Nasional Pak Ferry Adamhar,
S.H., LL.M. Kemudian, Pak Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Bapak Ir. Agung
Mulyana yang mewakili Pak Teguh. Kemudian, Dirjen Strategi Pertahanan yang dalam hal
ini diwakili oleh Pak RM. Harahap. RM itu apa, Pak? Raja Murni. Kalau Padang beda lagi
nanti itu. Jawa beda lagi ya, Raden Mas bisa. Kemudian, segenap Ibu dan Bapak Anggota
Komite I Dewan Perwakilan Daerah.
Pertama-tama marilah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa bahwa
alhamdulillah pada hari ini kita bisa hadir dalam rangka Rapat Dengar Pendapat antara
Komite I dengan Kementerian Luar Negeri , Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian
Pertanahan. Semoga apa yang kita lakukan ini mendapat kelancaran dan menghasilkan
sesuatu yang bermanfaat bagi kita bersama.
Ibu dan Bapak sekalian. sebelum saya buka saya mohon maaf karena di ruang tunggu
ini kan ramai tadi itu. Ada Menteri Perhubungan, ada Menteri Agama, ada Menteri
Perhubungan Agama, Pak Nono. Yang salah satu kemudian Ketua DPD juga datang, Pak
Lukman dengan kritisnya, “Bagaimana Ketua, kabarnya kok 2,5 tahun?” Begitu kan, nah itu
jadi ramailah di situ. Kira-kira begitu.
Seizin Bapak-Ibu sekalian, dengan ucapan bismillahirrahmanirrahim, RDP dengan
agenda yang saya sampaikan tadi kami nyatakan dibuka dan terbuka untuk umum.
KETOK 1X
Ibu dan Bapak sekalian, sebelum kami melanjutkan pengantar, izinkan kami
memperkenalkan anggota yang hadir. Pertama adalah dari sebelah kanan saya Pak Syarif dari
Lampung. Kemudian, Pak Azis beliau dari Jakarta, siap bersaing dengan Ahok katanya
begitu. Kemudian, Pak Nono Sampono beliau dari Maluku. Kemudian, Pak Jacob Komigi
dari Papua Barat. Kemudian, Pak Yusran Silondae dari Sulawesi Tenggara. Kemudian,
belakang yang di sana itu adalah Pak Hudarni Rani, beliau dari Bangka Belitung.
Pengalaman terakhir, Gubernur Bangka Belitung. Saya kira walaupun kecil, tetapi cabe rawit
begitu, gurunya Ahok. Kemudian, sebelah kiri saya yang berbatik biru, beliau adalah Pak
Cholid, beliau dari Yogyakarta. Kemudian, Bu Eni dari Jawa Barat. Kemudian, Pak Rijal
Sirait dari Sumatera Utara. Kemudian, belakang ada Pak Idris dari Kalimantan Timur.
Kemudian, Pak Asri Anas dari Sulawesi Barat. Kemudian, Bu Antung Fatmawati dari
Kalimantan Selatan. Kemudian, sebelah kanan saya ini Pak Fachrul Razi, beliau dari Aceh,
Wakil Ketua. Kemudian, sebelah kiri saya ini ada Pak Benny Rhamdani dari Sulawesi Utara.
Jadi yang pasti, Pak, tidak ada anggota dari provinsi yang sama dobel di Komite I ini, Pak,
jadi pasti.
Ibu dan Bapak sekalian, kami hadir juga beberapa tenaga ahli Undang-Undang
Kewilayahan ini. Saya ingin kenalkan ini walaupun sudah sangat beken, tetapi terima kasih.
RAPAT DIBUKA PUKUL 10.09 WIB
RDPU KOMITE I DPD RI MS III TS 2015-2016
SELASA, 26 JANUARI 2016 2
Di belakang ada Prof. Indria Samego. Kemudian, ada Ibu Ganewati, doktor. Kemudian, ada
juga yang di sana itu adalah Pak Eddy dari Tanjung Pura kebetulan. Kemudian, belakang Pak
... (kurang jelas, red.) dan Prof Indria dari UI.
Ibu dan Bapak sekalian, perlu saya sampaikan bahwa di dalam Masa Sidang III
pengawasan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara
menghasilkan tiga rekomendasi:
1. Dalam rangka mengoptimalkan pengelolaan wilayah perbatasan untuk tercapainya
kesejahteraan masyarakat, peningkatan keamanan, dan pelestarian lingkungan di
daerah perbatasan, serta memperkokoh kedaulatan negara Republik Indonesia, maka
secara regulatif perlu dilakukan perubahan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008
tentang Wilayah Negara atau membentuk undang-undang tersendiri yang khusus
mengatur pengelolaan daerah perbatasan. Jadi, Bapak-Ibu sekalian, antara judul
dengan ada yang di dalam menurut kajian kami ini belum tuntas. Judulnya itu
mestinya adalah mampu menjawab mengenai pasal atau bab wilayah negara dalam
Undang-Undang 1945.
Mampu juga memberikan jawaban terhadap geostrategis, geopolitik dari negara
kesatuan Republik Indonesia. Tetapi, di dalam Undang-Undang Wilayah Negara,
substansi yang saya maksudkan tadi tampaknya belum terakomodasi di dalam
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008. Oleh karena itu, antara mayor judul dengan
minor yang ada di dalam itu kira-kira kegedean judul daripada substansi yang ada di
dalamnya. Karena itu, kami di Komite I, pertama adalah jika mungkin maka revisi
Undang-Undang Nomor 43 itu adalah judulnya wilayah negara, tetapi substansinya
adalah ya termasuk melaksanakan pasal atau bab wilayah negara di dalam Undang-
Undang 1945, kemudian yang kedua adalah merefleksikan kedaulatan, lalu yang
ketiga adalah pertanahan dan keamanan negara. Saya kira di dalam postulat apa pun,
negara terdiri dari wilayah penduduk yang saya kira ini menjadi bagian dari kita.
Dalam hal ini, Bapak-Ibu sekalian, tampaknya undang-undang atau yang kita sebut
Deklarasi Juanda. Kemudian, lanjutnya di dalam apa yang kita sebut sebagai Undang-
Undang berapa, tahun 1985 atau tahun 1982 itu, saya lupa namanya itu UNCLOSE.
Ini namanya belum nyambung dengan wilayah negara. Karena itu, itu satu hal yang
strategis.
Yang lain bahwa di dalam Undang-Undang Nomor 43 itu mengatur mengenai
bagaimana mengelola wilayah perbatasan yang hari ini itu adalah ditangani oleh
Badan Nasional Pengelola Perbatasan. Jadi, ada sesuatu. Bicara perbatasan ini adalah
bicara bagaimana Vietnam, bagaimana Singapura, bagaimana 11 negara yang lain,
tetapi kita masih juga pada bagaimana mengelola wilayah perbatasan. Baru pada
tataran itu. Padahal, kalau bicara perbatasan maka Kalimantan Barat, Pak Eddy, saya
kira ada satu wilayah yang masih disebut antara kita dan Malaysia. Jadi karena itu,
apakah muncul Wilayah Negara, apakah kemudian undang-undang kedua
Pengelolaan Perbatasan Negara, atau kemudian yang ketiga adalah bagaimana
judulnya tetap Wilayah Negara, tetapi ada substansi yang berkaitan dengan
kewilayahan kedaulatan, ada substansi yang berkaitan pengelolaan perbatasan negara.
Lagi-lagi, apa ya, kita temui satu kenyataan bahwa Badan Nasional Pengelola
Perbatasan pun sulit sekali melakukan direction kepada yang dia kelola, ini Mas
Teguh. Jadi, apa yang dilakukan oleh BNPP sebatas koordinasi. Koordinasi dalam
bahasa saya itu selemah-lemahnya iman, dalam bahasa saya. “Sudah dikoordinasikan,
deh,” itu artinya tidak akan terjadi apa-apa di situ. Ini yang saya kira fakta di
lapangan, Bapak-Ibu sekalian, itu merupakan evaluasi kami atas Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 2008.
RDPU KOMITE I DPD RI MS III TS 2015-2016
SELASA, 26 JANUARI 2016 3
2. Lalu rekomendasi yang kedua adalah penguatan kelembagaan pengelolaan
perbatasan, baik pada di tingkat pusat ataupun di daerah, baik provinsi ataupun
kabupaten, bahkan sampai di kecamatan. Jadi, ada sekitar 40 kabupaten, 41 kabupaten
kita berbatasan dengan 12 negara. Kita terbentang di puluhan kecamatan yang saya
kira hari ini kalau kita bicara perbatasan, sungguh pun ada nawacita itu masih pada
tataran nawaitu saja, belum kita membangun dari pinggiran, masih nawaitu saja.
3. Kemudian yang ketiga adalah melakukan penguatan penganggaran pengelolaan
kawasan daerah perbatasan dengan mendorong adanya alokasi anggaran khusus yang
bersumber dari APBN atau APBD provinsi dan kabupaten kota yang saya kira inilah
perlu pintu masuk yang lebih konsolidatif di dalam rangka keberpihakan kita kepada
daerah.
Nah, menindaklanjuti hasil rekomendasi tersebut, maka pada Masa Sidang I Komite I
memulai pembahasan dengan pada tanggal 31 Agustus yang lalu kita sudah expert meeting.
Kemudian, pada 4 sampai 7 Oktober kita sudah melakukan kunjungan kerja ke Riau,
Kalimantan Barat, dan Maluku Utara. Kemudian, pada Oktober 18 sampai 24, kita
mengadakan studi referensi ke Inggris dan Perancis. Kemudian, pada Senin yang lalu expert
meeting dengan para pakar. Ada Prof. Indria Samego, ada Prof. Eddy Suratman, kemudian
ada Dr. Ganewati, kemudian Dr. ... (kurang jelas, red.) yang secara keseluruhan ini adalah
bagian dari upaya penghormatan Komite I atas hasil yang diharapkan. Karena itu, Bapak-Ibu
sekalian, hari ini kita RDP harapannya kemudian adalah nanti akan ada raker dengan Menteri
Ketahanan, Menteri Luar Negeri, kemudian Menteri Dalam Negeri untuk memastikan
positioning dari perlu atau tidaknya Wilayah Negara dalam perspektif DPD ini. Ini saya kira
sangat kami perlukan kebijakan, appealing dari Komite I DPD, apakah kemudian juga
disepakati oleh pemerintah sehingga di ujungnya adalah ketika ada DPR, DPD, dan
pemerintah melakukan revisi Undang-Undang Nomor 43, kita sudah dalam trek yang sama.
Saya kira demikian pengantar, Bapak-Ibu sekalian, dan untuk pertama barangkali
bagaimana ini namanya Pak? Luar Negeri, Pertahanan, Dalam Negeri, atau bagaimana ini?
Jadi, dalam negeri, luar negeri, baru pertahanan sebab pertahanan akan tahu tumpasnya kalau
sudah tahu dua-duanya ini. Tumpasi tujuan dan lain-lain itu, Pak. Silakan yang mewakili
Kemendagri.
PEMBICARA: PERWAKILAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI
(NARASUMBER)
Terima kasih Pak Pimpinan.
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua.
Pak Pimpinan, mohon maaf Pak Ir. Agung Mulyana sebagai Dirjen Administrasi
Kewilayahan sudah pensiun, Pak. Jadi, posisi sekarang kosong, Plt jadi posisinya Plt, sekitar
1,5 tahun kurang lebih, Pak. Jadi, posisinya kosong. Sekarang Plt, tetapi pada waktu yang
sama Plt sudah ada anu, jadi tidak bisa hadir ada tugas lain. Jadi, menugaskan kami untuk
mewakili pada acara DPD ini, Pak.
Perlu kami informasikan kepada Bapak Pimpinan bahwa kinerja pengelolaan itu
sekarang kita Kementerian Dalam Negeri kebijakanya adalah kita mencoba bagaimana untuk
meningkatkan kinerja pengelolaan kawasan perbatasan itu adalah dengan cara
mengoptimalkan undang-undang yang ada. Dari Undang-Undang Nomor 43 itu kan
diperintahkan di situ harus dibuat PP. Jadi, kewenangan pemerintah, kemudian pemerintah
provinsi, dan kabupaten/kota. Jadi, kita akan buat PP dan PP-nya itu diamankan mudah-
mudahan bisa diselesaikan di tahun 2016 ini. Jadi, perintah itu di Undang-Undang Nomor 43
RDPU KOMITE I DPD RI MS III TS 2015-2016
SELASA, 26 JANUARI 2016 4
kalau tadi itu diperintahkan untuk membuat PP tentang kewenangan pemerintah pusat,
provinsi, dan kabupaten/kota, dan bagaimana pelaksanaannya di lapangan seperti apa,
sehingga tidak lagi yang seperti dikatakan Bapak Pimpinan bahwa kita selemah-lemah
imanlah. Mudah-mudahan sudah sampai tangan begitu, Pak, jadi mudah-mudahan, itu satu.
Kemudian, di Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 juga diamanatkan bahwa di itu
harus membuat PP juga, Pak, untuk di dalam pengelolaan kawasan perbatasan, yaitu PP-nya
tentang pengelolaan dan pemanfaatan kawasan perbatasan. Jadi, dua-dua undang-undang ini
sudah mengamanatkan untuk membuat PP dalam agar tataran operasionalisasi pembangunan
di kawasan perbatasan itu bisa dilaksanakan secara optimal. Jadi, melalui dua undang-undang
ini kita mudah-mudahan, Pak, di tahun 2016 ini kita bisa membuat PP. Ya mudah-mudahan
ini salah satu perintah dan sekaligus juga ijtihad mudah-mudahan nanti pelaksanaan di
kawasan bertambah baik.
Karena begini, Pak, kenapa itu tidak bisa dilaksanakan? Pertama, kan namanya di
dalam konsep proses pembangunan kawasan perbatasan itu kalau diproses ke dalam itu kan
seharusnya ada tiga pendekatan ya Pak. Ada pendekatan institusi, pendekatan kewirausahaan
bagaimana untuk bisa men-drive dari kawasan itu bisa terbangun, dan ketiga adalah
pendekatan bagaimana grass root dari masyarakat di kawasan perbatasan itu siap untuk
menyongsong dan berpartisipasi di dalam pembangunan kawasan perbatasan itu. Nah,
ketiganya ini untuk mengintegrasikan ketiga pendekatan ini, memang ini dibutuhkan
kewenangan jelas begitu, baik di pusat, kemudian provinsi, maupun di kabupaten/kota. Kalau
belum ada PP-nya, memang kita mengalami kesulitan. Sebagai contohlah, Pak, bahwa di
Undang-Undang Nomor 23 di situ ada terkait dengan kawasan khusus sebagai contoh.
Kawasan khusus macam-macam ini, Pak, dan bahkan sebelum undang-undang lahir itu
bahwa pusat telah membuat semacam kawasan-kawasan pembangunan, kawasan-kawasan
untuk pertumbuhan, baik yang di perbatasan maupun yang di luar perbatasan. Akhirnya,
karena tidak ada pembagian yang jelas dari kewenangan itu sehingga terjadi dualisme
kewenangan di lokasi itu, baik di kawasan perbatasan maupun nonperbatasan. Akibat ada
dualisme itu akhirnya performance atau kinerja dari pembangunan itu menjadi tidak perform
begitu lho Pak, karena ada dua matahari.
Untuk mencoba untuk bisa menyelesaikan ini, ya kebetulan alhamdulillah melalui
Undang-Undang kita ada PP. Nah, PP ini mudah-mudahan ini Pak, bisa sampai ke tataran
tadi, bisa membagi mana-mana yang menjadi kewenangan, siapa melakukan apa, begitu.
Jadi, sebagai contoh ada satu kawasan nanti jelas apa yang dikerjakan kabupaten, mana yang
dikerjakan pusat, provinsi. Karena kalau tidak Pak, sekarang saja salah satu contoh misalnya,
membangun satu ini, Pak, bangunan saja, mau di kiri-kanan saja di Pontianak itu, Pak. Ada
PLN itu karena dudukan ini kewenangannya siapa begitu, kabupaten harus ngapain, provinsi
ngapain, akhirnya bisa lama. Nah, itu padahal satu bangunan untuk menempatkan satu fungsi
dari untuk agar di kawasan perbatasan itu bisa berjalan dengan baik, ya susah untuk
membangun satu fungsi. Oleh karena itu, untuk menentukan ada posisi di kiri jalan atau di
kanan jalan itu membutuhkan, sempat kebinggungan karena orang daerah pun karena tidak
jelas jadi protes, kenapa di kiri, kenapa di kanan. Mudah-mudahan, Pak, dengan PP itu nanti
kita yang akan kita susun mudah-mudahan bisa memperjelas apa yang harus dilakukan oleh
masing-masing tingkatan pemerintah itu dalam mencapai tujuan penyelenggaraan
pembangunan di kawasan perbatasan.
Dengan demikian, harapan kami mungkin kami arahan ke depan jadi untuk sementara
mengoptimalkan dulu kebijakan undang-undang yang ada, kemudian PP-nya, dan mungkin
cara bekerjanya kita di dalam melaksanakan pembangunan. Saya pikir itu, Pimpinan.
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
RDPU KOMITE I DPD RI MS III TS 2015-2016
SELASA, 26 JANUARI 2016 5
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Jadi pertanyaanya, Mas, kalau kemudian undang-undang itu, jadi posisinya begini,
Kemendagri dalam hal ini sebagai ketua BNPP posisinya sendiko dawuh, makanya betul
mudah-mudahan. Mudah-mudahan itu kalau orang kampung, Mas, ya mudah-mudahan nanti
selamat, mudah-mudahan terus itu, Pak. Menurut saya Kemendagri harus jelas bahwa
rekomendasinya apa. Satu.
Lalu yang kedua, bicara PP sekali lagi PP itu kalau orang Jawa, habis cuci baju,
kemudian di-PP. Kapan keringnya? Ya tergantung situasi, tergantung cuaca. Saya nanti
tolong sampaikan pada Pak Dirjen Plt-nya bahwa straith forward-nya seperti apa, visi dari
Kementerian Dalam Negeri. Cuma mudah-mudahan, mahasiswa pun bisa mudah-mudahan
terus itu, Mas, kalau mudah-mudahan saja oleh itu. Jadi, misalnya menghadapi dualisme tadi
itu, sebaiknya begini, Komite I, jelas Pak. Jangan menggunakan paradigma ......(kurang jelas
red.). Jadi, Sampean muda harus figth bagaimana visi jelas ke depan dalam menghadapi
perbatasan itu.
Terima kasih.
Silakan, Kementerian Luar Negeri.
PEMBICARA: PERWAKILAN KEMENTERIAN LUAR NEGERI (NARASUMBER)
Terima kasih, Pak.
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Pertama, terima kasih kami telah diundang dalam diskusi ini, Pak, yang menurut
hemat kami, kita mungkin bisa mengusulkan beberapa hal dalam rekomendasi. Bapak-Ibu
sekalian, seperti yang selama ini kita lakukan, yang kita lakukan adalah kita membuat road
map karena kami di dalam bidang ini kita akan menyelesaikan hal-hal yang sifatnya pending
dan malah belum pernah dilaksanakan dalam perundingan ini.
Kami di Kemenlu chief negotiator untuk laut, Pak, ya, perbatasan laut. Road map
yang kita masukkan dan kita lihat dalam quick win pemerintahan Jokowi adalah mengenai
perundingan dengan Palau dan Timor Leste yang kita sudah masukkan dan kita sudah mulai
start dan di sebelah kiri kami adalah Direktur Perjanjian ... (kurang jelas, red.) yang menjadi
chief negotiator untuk ini dan di beberapa negara yang perbatasannya belum selesai, seperti
Vietnam dan juga kita akan membahas lagi dengan Filipina ya. Palau kita sudah mulai, Pak,
dan ada juga yang sudah lama tidak, belum pernah kita inikan, Pak, sudah lama tidur, yaitu
dengan Thailand. Nah, ini yang kita arahkan, Pak.
Lalu, dengan perbatasan darat pun kita lakukan, Pak, karena kita ingin demarkasi ini
kita selesaikan. Kita selesaikan strategi yang kita lakukan of course yang menjadi chief
negotiator untuk darat ini adalah dari Kemdagri. Yang kita ingin lakukan, yang ingin kita
masukan di sini, kita terpikir seperti ini, Pak, perjanjian darat yang sudah selesai dengan
pihak Malaysia, kita seal, Pak, kita seal, kita daftarkan ke PBB, daftarkan ke PBB. Ini yang
sudah selesai ya. Memang ada beberapa tempat, ada segmen yang kita namakan OBP 9
tempat, Pak, yang masih, 9 sampai 10 yang masih dinegosiasikan, Pak. Tetapi, yang sudah
selesai ini, Pak. Malah kami berbicara dengan Kemdagri dan Sesjen Kemdagri kalau
misalnya yang belum selesai, misalnya ini Pak, kita buat virtual tata ruang, virtual tata ruang
misalnya. Kan banyak manfaat yang akan kita dapat di situ. Pertama adalah dengan kita
daftar itu, kita jelas Pak, untuk border kita. Yang kedua, sudah terdaftar di internasional.
Yang ketiga, kita bisa gunakan untuk kita kan, Pak, mau dikembangkan, mau diapakan, dan
segalanya dengan pemda. Ini dari sisi kami pemerintah pusat.
Lalu, di laut kita selesaikan itu dan hal ini yang kita sekarang sedang lakukan, Pak.
Menyangkut dengan undang-undang ini, kita memang dua tahun yang lalu ya, kita selesaikan
RDPU KOMITE I DPD RI MS III TS 2015-2016
SELASA, 26 JANUARI 2016 6
yang namanya Undang-Undang Kelautan, Pak. Memang di situ ada unsur kewilayahan di
sana. Mungkin along the line kita mungkin perlu juga mix making-nya dengan undang-
undang itu ya karena wilayah kita adalah wilayah laut dan wilayah darat.
Benar, Pak, mekanisme yang kita terapkan dengan negara-negara tetangga yang
berbentuk joint border committee, joint border ini sangat bagus, Pak, dan hal-hal ini mungkin
bisa dikembangkan bagaimana peran serta pemerintah daerah di situ, dalam hal ini, Pak. Jadi
itu yang bisa kami masukkan dalam hal ini, Pak, dalam hal perubahan yang akan di-ini-kan
dalam undang-undang ini sesuai dengan apa yang kita lakukan di Kemlu, Pak. Mungkin
direktur kami akan menyampaikan sedikit mengenai apa yang sekarang dilakukan.
Terima kasih.
PEMBICARA: PERWAKILAN KEMENTERIAN LUAR NEGERI (NARASUMBER)
Terima kasih, Bapak Pimpinan.
Atas izin Bapak Pimpinan, Pak Dirjen, kami ingin menambahkan, Pak, dalam konteks
pengantar yang tadi Bapak sampaikan berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun
2008. Kemlu dalam beberapa kajian selama ini memang seperti yang Bapak sampaikan,
judulnya lebih besar daripada isinya. Sementara, Kemlu sendiri selama ini menggunakan kata
diplomasi perbatasan di mana diplomasi perbatasan itu mencakup dua hal. Di dalamnya
sebenarnya ada di sini. Jadi, di dalam diplomasi perbatasan itu ada penetapan garis dan yang
kedua adalah pengelolaan wilayah di perbatasan.
Kalau kita lihat undang-undang ini ketika bicara wilayah negara, maka kita
menentukan garisnya. Kemudian ketika bicara di bab-bab berikutnya mengenai kewenangan,
maka ini masuk ke wilayah pengelolaan. Sehingga, tadi pertanyaannya adalah ketika BNPP,
apakah BNPP itu ikut dalam penetapan atau dalam pengelolaan? Kan ada namanya adalah
pengelolaan. Memang jadi di sini ada banyak ruang kosong atau kalaupun kita katakan tadi
ada PP yang akan diatur sehingga ini diharapkan bisa menjadi satu gambaran yang konkret.
Tadi Pak Dirjen juga melihat Undang-Undang Kelautan juga sebenarnya sudah mengisi
wilayah negara, hanya bedanya kalau di Undang-Undang Kelautan bicaranya wilayah laut,
ini adalah wilayah negara. Nah, wilayah negara mencakup laut di dalamnya. Nah, dalam
konteks ini, Pak, jadi mohon kalau bisa kita melihat secara komprehensif Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 2008 dibandingkan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang
Kelautan dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 mengenai Pemerintahan Daerah. Dari
dua undang-Undang terakhir itu yang tahun 2014 kita sepakati, ini mungkin bisa menjadi
salah satu penyempurna dari Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008.
Beberapa hal yang juga kami ingin tekankan di sini, ketika bicara hak berdaulat dan
kita memiliki kedaulatan, kita selalu terkotak-kotak membaginya melihat dari kewenangan.
Padahal, kalau kita lihat UNCLOS tadi Bapak sampaikan kalua UNCLOS tidak melihat dari
kewenangan, tetapi melihatnya dari ruangnya. Jadi, kalau dilihat dari undang-undang saat ini,
pertanyaannya adalah kita hanya berdaulat sampai di landas kontinen dan zona ekonomi
ekslusif. Bagaimana dengan laut lepas? Apakah kita tidak memiliki hak berdaulat? UNCLOS
bicaranya kita memiliki. Nah, ini yang tidak diatur. Jadi, di Undang-Undang Kelautan kita
coba masukkan, di laut lepas pun kita bisa memberantas kejahatan, di laut lepas pun kita bisa
mencegah pencemaran, yang tidak ada pengaturannya di sini. Jadi, itu yang sebagai apa ya,
kalau kita mau mengubah mindset-nya, jangan melihat dari hak dan kewajiban kita, tetapi
melihatnya dari ruang atau wilayah itu sendiri secara umum.
Dan, kami memang di awal melihat dalam kajian yang ada undang-undang ini
memang heavy-nya ke darat. Jadi, kalau kita lihat kan di Pasal 1 mengenai batas wilayah
negara itu kawasan perbatasan Pasal 1 Ayat (6) itu kan disebut kawasan untuk batas wilayah
darat kawasan perbatasan di kecamatan. Pertanyaan, kalau memang ini komprehensif yang di
RDPU KOMITE I DPD RI MS III TS 2015-2016
SELASA, 26 JANUARI 2016 7
laut di mana? Kalau dipakainya kecamatan, terlalu kecil. Kita laut bicaranya bisa provinsi
atau beberapa kabupaten yang berbatasan dengan Palau saja itu bisa dua provinsi lebih. Jadi,
ini menjadi pertimbangan kalau memang nanti ke depannya mau direvisi, visinya jangan
hanya melihatnya dari darat. Tadi Pak Dirjen sampaikan, kalau darat berarti kita hanya bicara
tiga negara, padahal mayoritas negara-negara, tujuh negara lainnya itu adalah batas lautnya.
Jadi, ini biar seimbang nanti muatan materinya, Pak. Demikian, Pak.
PEMBICARA: PERWAKILAN KEMENTERIAN LUAR NEGERI (NARASUMBER)
Terima kasih, Pak.
Mudah-mudahan ini bisa lebih meng-ini-kan Pak. Bagi kami di tim perunding ini
penting sekali karena hal-hal ini akan menjadi modal kita dalam berunding. Modal kita, we
can say that this is our law, we have to accelerate it. Malaysia juga bilang begitu misalnya,
yang lain juga bilang begitu. Jadi, along that line mungkin kita bisa inikan di sini dan bisa
menjadi bahan bagi Bapak sendiri mau kasih rekomendasi ke depan.
Terima kasih, Pak.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Baik, Ibu-Bapak sekalian, saya kira sudah ada gambaran mana wilayah negara, mana
kelautan, mana perairan, ya kan. Wilayah negara undang-undangnya seperti apa hari ini,
masih melihatnya adalah dari sisi land view-nya begitu.
Saya gambarkan begini, Pak Nono barangkali sudah sangat paham, tetapi melihat laut
dari darat itu memang di mana kita berdiri itu perspektif kita tampak. Tetapi, kalau melihat
darat dari laut, nah itu baru ketahuan di mana itu Kendal, di mana itu Batang, di mana itu
Pekalongan, sama. Sama juga ketika satelit, satelit itu di mata satelit di Indonesia itu satu
titik. Kalau kemudian di dalam pembayaran telekomunikasi zona 1, zona 2 itu kan urusan
kita sendiri. Jadi, memang itu ya jadi saya mengandaikan bahwa undang-undang yang ada
seperti ini masih apa ya overlap satu dengan yang lain. Saya kira jika sepakat maka wilayah
negara itu menjadi undang-undang mother law-nya itu di sini menurut saya. Yang lain
supported dalam positioning urgency-nya itu adalah motherland itu wilayah negara.
Jadi, Pak Dirjen, masa 70 tahun merdeka tidak mengerti wilayah kita, sih. Bukan
tidak mengerti, tidak pasti wilayah kita itu kan aneh, Pak. Terakhir Sipadan-Ligitan kenapa?
Karena memang di dalam diplomasi internasional, kita tidak cukup data bahwa iki we kowe
ini milik saya itu, tidak jelas Pak. Maka, di ruangan ini saya sering joke, NKRI itu Negara
Kok Republik Indonesia, begitu lho, Pak. Itulah negara Bapak-bapak sekalian begitu. Jadi,
kalau di Komite I begitu saya jadikan joke-nya itu, Pak.
Baik, terima kasih Pak Dirjen. Belum yang lain masalah misalnya soal derivasi dari
UNCLOS, sedangkan dengan negara sekepal Malaysia saja FIR kita juga masih didikte.
Menurut saya, tidak mengerti ini Republik Indonesia ini yang sekadar Malaysia saja, “eh,
atur dong bagaimana FIR-nya itu kita punya,” flight-nya itu.
Baik, silakan dari Kementerian Pertahanan.
PEMBICARA: PERWAKILAN KEMENTERIAN PERTAHANAN (NARASUMBER)
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Yang terhormat Ketua Komite I DPD RI, Wakil Ketua Komite I, dan para Anggota
Komite I.
Kami dari Kementerian Pertahanan, Pak, menyampaikan beberapa hal. Tetapi, pada
prinsipnya bicara wilayah negara ini, Kementerian Pertahanan ini sebenarnya peserta, Pak,
RDPU KOMITE I DPD RI MS III TS 2015-2016
SELASA, 26 JANUARI 2016 8
pengikut. Jadi, motor kita itu berbicara di sini adalah Kementerian Dalam Negeri, kemudian
Kementerian Luar Negeri. Jadi, hampir semua perjanjian-perjanjian itu kami adalah anggota,
Pak, jadi dengan demikian kami penyempurna dari apa yang diinginkan agar kepentingan-
kepentingan Kementerian Pertahanan di wilayah negara ini tidak terabaikan.
Bicara masalah Undang-Undang Nomor 43 ini, wilayah negara, sebetulnya kita
sekarang sudah kami dalam kita sudah ada PP Nomor 68 tentang Tata Ruang Pertahanan.
Jadi, sebetulnya sudah masuk di sana apa yang menajdi tugas kita yang lebih detail. Namun
demikian, kami sedikit mengomentari di undang-undang ini. Memang saya lihat juga
undang-undang ini kalau bicara tadi wilayah negara tadi Ketua sudah menyampaikan
bahwasanya wilayah negara harusnya mencakup semua wilayah. Nah, di dalam definisinya
juga perlu dicantumkan saya kira di sini lebih detail lagi wilayah darat, laut, udara, dan itu
perlu ditentukan ketinggiannya. Darat juga belum disebutkan bawah daratannya, berapa
kilometer sebenarnya bawah darat itu kita berkuasa, itu wilayah kita. Karena suatu saat
teknologi semakin tinggi, maka di bawah ini diperlukan. Kalau kita tusuk terus sampai ke
bawah barangkali keluarnya di Amerika, Pak. Jadi, barangkali karena bulat, Pak, jadi kita
tidak tahu. Makanya, harus ditentukan sebetulnya bawahnya berapa. Kita saja belum punya
undang-undang bawah permukaan, bawah tanah, sehingga ketika dibuat jalan di bawah tanah
ini harus ada ininya, harus. Jadi, saya kira harus disebutkan juga di dalam wilayah negara ini,
jadi harus ada itu .
Kemudian, juga tadi udara juga dengan adanya FIR tadi Bapak sudah sampaikan
bahwasanya ke atas itu juga ada aturannya, Pak. Berapa sebetulnya luas yang boleh kita
inikan. Kita ketahui bahwasanya satelit-satelit berkeliaran di atas kita, Pak. Nanti tanggal 30
salah satu perwira kita akan menjadi security officer kapal Cina yang mengendalikan
satelitnya dari Indonesia. Jadi, ada satelitnya Cina itu pengendalinya kerja sama dengan
Lapan, Pak. Mengendalikannya, meyakinkannya di orbitnya adalah dari posisi di Indonesia,
salah satu dari Sulawesi Utara. Kemarin itu dari Maluku dia mengendalikannya. Artinya apa?
Perlu juga diatur, Pak, bahwasanya wilayah negara kita juga sampai sana.
Juga jumlah pulau, Pak, wilayah negara harusnya menyebutkan juga jumlah pulau
dan seterus juga di sini juga sudah disebutkan sebetulnya toponimi, penamaan. Saya sudah
baca juga sedikit. Tetapi, sebetulnya di sini juga disebutkan kalau wilayah negara itu pulau
apa saja. Kita baru dari sekian, 17.000 sekian, baru 14.629 yang diberi nama yang dideposit
ke PBB. Berarti masih ada tantangan seharusnya di Undang-Undang Wilayah Negara ini
harus disebutkan.
Kemudian, kami juga berbicara masalah perbatasan. Di perbatasan Kalimantan tadi
disampaikan juga dari Kemenlu bahwasanya perbatasan darat memang belum selesai, Pak,
kita masih rapat terus. Ada 9 OBP tadi, mudah-mudahan dalam waktu dekat ini kita bisa
selesaikan satu demi satu. Ketuanya adalah dari Sekjen Kemdagri. Saya ketua di bidang OBP
saja, Pak. Jadi, ada beberapa bagian perjanjian itu yang menjadi ketuanya hanya kita tiga,
kemudian nanti ada lagi BNPB dan seterusnya. Jadi, memang alot di sana. Alotnya
disebabkan oleh barangkali selama ini kita tidak punya target yang jelas, timeline-nya.
Seharusnya timeline-nya itu ditetapkan. Tetapi, itu juga bisa juga merugikan kita karena
memang Malaysia ini juga mereka sangat cerdik melihat kelemahan kita. Namun demikian,
mudah-mudahan ada kemajuan ke depan karena kemarin waktu kita berunding, saya
sampaikan posisi kita di mana. Jadi, kalau dahulu posisinya kita tidak pernah jelas, tetapi
memposisikan diri dulu, baru kami minta posisi mereka. Setelah kami sampaikan begitu,
mereka makin kebingungan karena posisi kita berdasarkan perjanjian antara Belanda dengan
Inggris. Itu yang kita pegang, buku itu yang kita pegang, itu yang menjadi patokan kami
untuk membicarakan perbatasan. Ke depan mudah-mudahan bisa selesai.
Demikian juga di Papua. Papua sebenarnya tidak terlalu banyak permasalahan di
perbatasannya. Hanya saja cara pengukurannya mereka masih, ahli mereka dari Australia,
RDPU KOMITE I DPD RI MS III TS 2015-2016
SELASA, 26 JANUARI 2016 9
menunggu bosnya mereka di Australia. Jadi, agak alotnya di situ. Dengan Timor Leste juga
masih ada hal-hal yang belum selesai sehingga juga berkaitan dengan lautnya. Ketika di darat
itu belum ditentukan titiknya, maka ke lautnya susah dilakukan. Maka, tantangan kita dengan
Timor Leste adalah perbatasan daratnya belum tuntas semuanya, terutama yang di pinggir
lautnya. Dengan demikian, penarikan ke lautnya susah sekali dilakukan.
Selanjutnya untuk perbatasan juga, kami berpatokan pada Perpres. Perpres yang di
perbatasan ada sembilan. Yang mengemuka adalah di Kalimantan, di Kalimantan itu ada itu
sudah kita laksanakan tahun 2015 kemarin beberapa pengelolaan perbatasan, Perpres No. 31.
Kemudian, tahun ini rencana di Papua kita akan kegiatan di perbatasan. Perpres Nomor 32 ini
bagaimana kita membangun perbatasan di Papua. Kami mohon di perbatasan ini memang ini
adalah daerah strategis. Kalau di amanatnya kita ketahui bahwasanya di perbatasan ini ada
dua, memperhatikan soal pertahanan dan lingkungan hidup. Jadi, dua itu yang menonjol di
perbatasan. Jadi, mohon nanti di wilayah negara ini juga tetap dicantumkan bahwasanya
perbatasan itu domain yang besar itu ada dua, jadi pertahanan dengan lingkungan hidup
karena bagaimanapun kita harus mempertahankan pertama kali negara kita dari perbatasan
dulu.
Selanjutnya, barangkali dari staf saya, Pak, menambahkan. Sudah? Saya kira sudah,
sudah semua kita sampaikan, Pak.
Terima kasih atas perhatiannya.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.
Terima kasih Pak Harahap dari Kementerian Pertahanan Republik Indonesia.
Jakarta ini untung jauh dari perbatasan, Pak, sehingga kalau ada tamu negara, wajah
jelek kita itu tidak tanpak, Pak. Coba kalau misalnya ibu kota kita di Jayapura, mau ditaruh di
mana wajah jelek Indonesia ini, Pak. Kalau misalnya di Entikong sana tampak sekali wajah
bopeng-bopeng kita. Taruh kemudian di misalnya di Belu yang perbatasan dengan Timor
Leste, akan nampak bopeng-bopeng kita. Indonesia memang dalam istilah yang lain disebut
srigunung. Dari jauh kelihatan cantik, begitu dekat masya Allah naudzubillahi mindzalik.
Itulah NKRI, Negara Kok Republik Indonesia tadi itu. Nah, jadi karena itu, untungnya
Jakarta ini jauh dari perbatasan.
Coba, Pak Dirjen, Bapak kalau misalnya mau di Amerika, mau di Asia, di Timur
Tengah, mau di Eropa, begitu mengalirnya perbatasan itu, begitu regulatifnya mereka
sehingga tidak tahu, tahu-tahu dari Jerman sudah di Perancis. Tidak berasa tahu-tahu sudah
lagi di Belgia. Mereka sudah selesaikan ini semua, Pak. Jadi, border itu buat mereka tidak
ada soal. Tetapi, kalau lihat di Entikong sekali lagi, ini kalau Indonesia ini anak tiri, sedang
mereka itu adalah anak kandung. Begitu Entikong kita masuk, owalah mak luas betul
Sarawak ini, Pak. Hebat sekali Serawak ini, Pak. Begitu tengok belakang, itulah negara
Bapak-bapak sekalian.
Jadi, saya kira konsen dari Komite I ini memang sudah geram, Pak. Ini teman-teman
dari daerah semua ini kan ada dari NTT, ada dari Papua, ada dari Sulawesi Utara Pak Benny
ini. Jadi, nama Sulawesi Utara pun banyak yang berhimpitan dengan nama orang-orang dari
General Santos di sana. Misalnya ada Sambuanga, ada Sambuaga, kan beda tipis itu. Theo
Sambuaga itu orang Sulawesi Utara, tetapi kalau Sambuanga itu orang dari sebelah sana, kan
begitu. Jadi, ini kultur yang mungkin sama, tetapi bahwa di dalam yurisdisi kewilayahan
tentu berbeda.
Baik, Bapak-Ibu sekalian, saya kira nafsu Bapak-bapak Komite I sudah sangat
meninggi. Kalau bicara masalah begini ini karena memang kita sepakat output yang kita
RDPU KOMITE I DPD RI MS III TS 2015-2016
SELASA, 26 JANUARI 2016 10
harapkan optimal. Saya akan daftar, satu, Pak Nono. Dari sisi kanan cukup, Pak? Pak Jacob
ngomonglah. Itu Palau itu tidak kenal namanya Papua Barat. Ini, Pak, dari Papua Barat.
Palau itu istilah Jakarta-nya, orang Pala itu, Pak. Palau itu kan di atasnya Raja Ampat itu,
Pak, tetapi begitu ketemu di Eropa, tanya di mana itu Indonesia? Kurang ajar kan itu, padahal
negara sekepal di atas Raja Ampat itu. Mau ngomong tidak? Ya harus ngomong Bapak kan
mewakili Palau dan Papua Barat. Kiri, Kaltim, Pak Idris. Bu Eni ini perbatasan dengan DKI,
urusan dengan Jabodetabek nanti itu.
Baik, pertama silakan, Pak Nono.
PEMBICARA: Letjen TNI (Marinir) Purn. Dr. NONO SAMPONO, M.Si. (MALUKU)
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Salam sejahtera bagi untuk kita semua.
Ketua, Pimpinan, dan teman-teman Anggota DPD Komite I, khususnya Bapak dan
Ibu pejabat dari Menteri Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian
Pertahanan
Hari ini secara spesifik memang kita ingin melihat kembali kita membahas tentang
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara. Saya kira apa yang
disampaikan oleh Ketua tadi mengambarkan betapa hari ini kita menghendaki sesuatu,
sesuatu yang berarti bukan sekadar hanya kita bicara tentang bagaimana kita mengusulkan
adanya perubahan-perubahan pasal, termasuk turunan-turunan yang kita dengar dari pejabat
kementerian yang terkait. Tetapi, menurut saya hari ini sebenarnya kalau boleh saya sarankan
ditunda saja pertemuan ini karena kita tidak bicara masalah teknis. Kita menghendaki hal
yang lebih besar. Kalau memang menteri berhalangan, kita tunda saja. Bukan mengecilkan
arti pejabat yang ada di depan kita ini, bukan, tetapi yang kita inginkan lebih jauh dari itu
karena kita bicara adalah wilayah negara.
Negara memiliki tiga komponen besar: satu, rakyatnya, bangsanya; yang kedua,
wilayahnya; dan yang ketiga, pemerintah. Kita ingin mendapatkan hal penting berkaitan
dengan kewilayahan. Wilayah ini harus kita kuasai, harus kita kelola, dan harus kita
amankan. Ini tiga hal penting. Makanya....
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Saya konfirmasi, saya interupsi dulu, Pak Nono. Memang kita RDP hari ini, belum
raker, Pak. Jadi, nanti pada satu kali kita akan minta final pendapat dari kementerian dan ini
dirjen yang diharapkan hadir. Memang hari ini RDP, Pak Nono, bukan raker, Pak.
Terima kasih, Pak.
PEMBICARA: Letjen TNI (Marinir) Purn. Dr. NONO SAMPONO, M.Si. (MALUKU)
Oke. Saya teruskan, Pak.
Karena saya melihat tadi saya kok ada yang dikehendaki oleh kita DPD RI yang tadi
disampaikan oleh Pak Ketua adalah soal perbatasan secara spesifik. Karena, bicara wilayah
bukan hanya perbatasan masalahnya, terlalu luas untuk kita bahas memang masalahnya.
Kalau memang harus ada hal-hal yang bersifat sektoral, mungkin semua dirjen kita undang,
mungkin kira-kira begitu. Tetapi, tidak apa-apalah. Izinkan saya menyampaikan pandangan.
Jadi, kembali kepada kita bicara wilayah. Memang kita ketahui negara ini kalau
dalam keadaan tertentu, maaf presiden berhalangan, wakil presiden, maka tiga menteri ini
sebagai penguasa negara ini, bukan Menpolhukam, bukan. Konstitusi adalah Menteri Dalam
Negeri, Menteri Luar Negeri, dan Menteri Pertahanan dan Keamanan, bukan yang lainnya.
RDPU KOMITE I DPD RI MS III TS 2015-2016
SELASA, 26 JANUARI 2016 11
Saya kira sepakat untuk itu. Oleh karena itu, betapa pentingnya kita melihat bahwa wilayah
negara ini sangat-sangat memiliki tempat atau posisi yang begitu tinggi dalam kepentingan
negara ini. Oleh karena itu, dalam pemahaman saya mari kita bicara. Jangan kita
mempersempit, apalagi memperkecil, mengkerdilkan masalah ini menurut saya. Oleh karena
itu, kita sering jangan sekadar bicara, betul tadi yang disampaikan jangan kita melihat
kedaulatan semata, jangan melihat ini sebagai ruang. Tetapi, dari undang-undang ini
sebenarnya akan ada turunan undang-undang lagi.
Jadi, kita selalu melihat sektoral. Apa yang terjadi? Lahirlah undang-undang yang
berkaitan dengan ya itu sektoral. Telurnya didahulukan daripada induknya sehingga menjadi
pabaliut. Ini termasuk, maaf di harian Pelita yang kemarin maaf saya bagikan itu mulai dari
halaman 1 dan 15 terkandung di belakangnya ada masalah wilayah juga. Oleh karena itu,
memang agak lucu. Kita bicara kelautan, Undang-Undang Kelautan. Terlahir enam belas atau
lima belas undang-undang terdahulu yang sektoral dan akhirnya menyulitkan Undang-
Undang Kelautan itu sendiri. Ini nanti Undang-Undang Teroris, Undang-Undang TNI,
Undang-Undang Polri, dan lain sebagainya nanti mempersulit Undang-Undang Keamanan
Nasional. Ini juga sama sehingga menjadi masalah kita. Wilayah juga begitu nanti punya
masalah yang sama. Kalau kita tidak hati-hati dalam undang-undang ini, maka itu yang
terjadi.
Nah, kembali kepada masalah yang kita bicara tentang perbatasan secara spesifik,
saya melihat ada beberapa pertimbangan penting. Pertama, pengalaman lepasnya Sipadan
dan Ligitan, Timor Timur termasuk. Mungkin juga nanti akan muncul yang lain. Kita tampil
dalam forum pengadilan internasional, mereka bertanya apakah ada undang-undang tentang
perbatasan di Indonesia? Kita katakan sudah ada bagian sub dari undang-undang yang lain.
Artinya, tentang perbatasan sendiri tidak jadi bagian penting. Cina misalnya, tentang
Hongkong, tentang Taiwan, itu undang-undang sendiri. Artinya, kalau begitu tampil di forum
internasional, resiprokal. Ini teman-teman di luar negeri juga mengerti itu. Resiprokal itu ada
kesetaraan dalam melihat prioritas masalah itu. Begitu berhadapan dengan luar negeri, kita
tidak bicara hanya batas wilayah. Kita bicara tentang pengelolaannya bagaimana, sistem
pengamanannya bagaimana. Jadi, ada yang bersifat mengatur.
Apa artinya Badan Nasional Penanggulangan Bencana, apa artinya itu? Ulangi, Badan
Nasional Pengelola Perbatasan. Posisinya di bawah menteri. Menteri sendiri juga sektoral.
Nah, kalau saya melihat mungkin lembaga badan nasional penanggulangan bencana itu
disejajarkan dengan menteri ya. Kenapa ini tidak, misalnya? Agar kewenangannya diperluas
misalnya kalau memang kepentingannya ke sana. Kalau tadi Pak Ketua mengatakan sebagai
ilustrasi ibu kota pindah, kita akan melihat wajah. Tetapi secara teori, kalau kita melihat
manajemen perbatasan itu mengambarkan manajemen negara itu. Kalau amburadul ya berarti
negara itu sistemnya amburadul. Kita tahu semua itu teman-teman di kementerian. Oleh
karena itu, kita harus letakkan ini dalam posisi yang lebih.
Tentang kewilayahan, bukan hanya perbatasan saya kira. Tentang tata ruang nasional
tadi sudah disinggung, tentang laut. Pasti harus ada Undang-Undang tentang Tata Ruang
Nasional. Di sana ada tata ruang laut nasional, darat nasional, udara nasional bahkan tadi dari
Kementrian Pertahanan di bawah. Misalnya di Batam, sekarang tiba-tiba pemerintah
Singapura untuk kepentingan tertentu, dia membuat tembus di Batam. Saya ambil contoh
Inggris dengan Perancis membuat hubungan kereta bawah tanah, bawah laut. Itu kan melalui
kedaulatan negara lain. Bagaimana kalau nanti ini muncul? Kan itu masalahnya, nah oleh
karena itu saya kira ini tata ruang nasional sangat penting juga diturunkan ke bawah,
kemudian termasuk geografi. Misalnya wilayah pulau besar atau daratan seperti apa, provinsi
kepulauan seperti apa, saya kira ini bagian dari itu semua. Jadi, jangan hanya melihat dari
aspek, maaf di teman-teman Kementerian Dalam Negeri, hanya karena uang kemudian ini
dikecilkan persoalannya.
RDPU KOMITE I DPD RI MS III TS 2015-2016
SELASA, 26 JANUARI 2016 12
Oleh karena itu, saya mengusulkan yang pertama usulan untuk lahirnya Undang-
Undang tentang Perbatasan ini penting. Karena, ini bukan sekadar menyangkut batas
wilayah, bukan, tetapi jauh lebih penting dari itu dan karena ini lintas sektoral di sini. Kalau
tidak ada payung hukum, hanya sekadar PP, tidak cukup. Atau diberikan kewenangan,
menteri sekalipun, jangankan kepada Badan Penanggulangan Pengelola Perbatasan, satu
kementerian pun, kementerian lain tidak akan patuh. Walaupun dengan PP kayak apa pun
juga. PP artinya banyak, Pak Ketua. Itu bisa juga PP, bukan, kalau Pak Benny orang timur
bilang PP itu lain, Pak. Sama dengan tempe, Pak, orang Jawa bilang tempe itu kalau dibikin
logat yang lain juga artinya lain. Jadi, Undang-Undang Perbatasan menurut saya layak untuk
kita munculkan, di samping yang lainnya.
Yang kedua, Badan Nasional, untuk sementara, Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (Badan Nasional Pengelola Perbatasan, red.) disejajarkan dengan Badan Nasional
Penanggulangan Bencana karena menyangkut mengatur juga kementerian yang lain. Kalau
tidak, dia mandul begitu saja. Misalnya contoh, dia mendapatkan anggaran tahun ini kalau
tidak salah 13, sekian triliun dari 16 yang turun tahun ini karena adanya di kementrrian lain
uang itu. Tidak sanggup dia untuk mengkoordinasikan itu.
Jadi, jangan kita berpikir sekadar hanya efisien, tetapi juga efektif. Kita harus berpikir
efisien, tetapi juga efektif sehingga apa pun yang kita hasilkan di sini dengan pertimbangan
yang tadi itu menurut saya menjadi bagian yang. Saya kira itu.
Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Baik Pak Nono, jadi tanda Inggris, Prancis ini kan sudah melintas antarnegara.
Negara berbeda, kedaulatan berbeda-beda, tetapi bahwa taste-nya, Pak. Itu mana Inggris,
mana Prancis tidak kita rasa, Pak. Serviceability itu jelas bahwa inilah pelayanan, antarnegara
pun tidak ada soal. Barangkali kalau di sini antarprovinsi barangkali itu sudah kita nikmati.
Tetapi, kalau di Jawa ini kan ketika di Jawa Timur naik bis kita bisa tidur, dulu begitu Pak.
Begitu grunjal-grunjal, ah ini Jawa Tengah, kira-kira begitu. Begitu agak pabaliut itu pasti
Jawa Barat. Jadi, yang membedakan itu infrastrukturnya, Pak, bukan karena yurisdiksinya
itu, Pak. Jadi, itulah NKRI, Negara Kok Republik Indonesia itu yang secara horisontal dan
vertikal itu selalu ada lack structural, bukan hanya kultural
PEMBICARA: Letjen TNI (Marinir) Purn. Dr. NONO SAMPONO, M.Si. (MALUKU)
Sedikit tambahan, masih yang tertinggal. Pengalaman kita yang lalu dengan Malaysia,
kita membentuk yang namanya GBC (General Border Committee). Di sana diketuai oleh
wakil perdana menteri, di sini diketuai oleh pada masa itu hanya panglima TNI. Malah
sekarang ini itu SPC ya di bawahnya lagi, ini GBC. Nah, kadang-kadang kita kan terlihat
betul, di sana wakil perdana menteri, di sini setingkat menteri. Jadi tidak, jomplang, tidak
resiprokal. Itulah Indonesia ya, jadi akhirnya ya begitu saja.
Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Masya Allah, 70 tahun merdeka kok masih begini. Semua ruang yang kita lihat tidak