Nomor: RISALAHDPD/KMT.III-RDP/V/2018 DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMITE III DPD RI DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA MASA SIDANG III TAHUN SIDANG 2017-2018 I. KETERANGAN 1. Hari : Senin 2. Tanggal : 28 Mei 2018 3. Waktu : 10.37 WIB – selesai 4. Tempat : 5. Pimpinan Rapat : 1. Fahira Idris, SE, MH (Ketua); 2. dr. Delis Julkarson Hehi, MARS (Wakil Ketua) 3. Abdul Aziz, SH (Wakil Ketua) 6. Acara : Membahas inventarisasi materi pengawasan atas pelaksanaan UU No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional dengan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin). 7. Hadir : Orang 8. Tidak hadir : Orang
31
Embed
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ... · Acara : Membahas inventarisasi materi pengawasan atas ... Nya, kita semua dapat hadir di ruang sidang yang mulia ini dalam keadaan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Nomor: RISALAHDPD/KMT.III-RDP/V/2018
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA
-----------
RISALAH
RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMITE III DPD RI
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
MASA SIDANG III TAHUN SIDANG 2017-2018
I. KETERANGAN
1. Hari : Senin
2. Tanggal : 28 Mei 2018
3. Waktu : 10.37 WIB – selesai
4. Tempat :
5. Pimpinan Rapat : 1. Fahira Idris, SE, MH (Ketua);
2. dr. Delis Julkarson Hehi, MARS (Wakil Ketua)
3. Abdul Aziz, SH (Wakil Ketua)
6. Acara : Membahas inventarisasi materi pengawasan atas
pelaksanaan UU No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem
Keolahragaan Nasional dengan Komite Olahraga Nasional
Indonesia (KONI) dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia
(Kadin).
7. Hadir : Orang
8. Tidak hadir : Orang
2 RDP KOMITE III DPD RI MS V TS 2017-2018
SENIN, 28 MEI 2018
II. JALANNYA RAPAT:
PIMPINAN RAPAT: FAHIRA IDRIS, S.E., M.H. (KETUA KOMITE III DPD RI)
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Salam sejahtera bagi kita semua
Mengawali rapat, maaf, yang terhormat Bapak/Ibu Anggota Komite III DPD RI, yang
kami hormati Bapak Mayjen TNI Tono Suratman selaku Ketua Komite Olahraga Nasional
Indonesia, yang kami hormati Bapak Kapten A. Bahdar Saleh selaku Wakil Ketua Komite Tetap
Kelembagaan dan Kemitraan Industri Olahraga Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin),
dan hadirin yang berbahagia. Mengawali Rapat Dengar Pendapat Komite III pada pagi hari ini,
marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan perkenan-
Nya, kita semua dapat hadir di ruang sidang yang mulia ini dalam keadaan sehat walafiat dan
tanpa kurang apa pun.
Sebelum kami membuka Rapat Dengar Pendapat Komite III DPD RI, terlebih dahulu
marilah kita berdoa menurut agama dan kepercayaan Bapak/Ibu sekalian agar kegiatan hari ini
dapat berjalan dengan baik serta memberikan hasil yang bermanfaat bagi kita semua dalam
menjalankan tugas konstitusional kita.
Berdoa dimulai.
Berdoa selesai.
Yang terhormat Bapak/Ibu Anggota Komite III DPD RI, para narasumber dan hadirin yang
kami hormati, dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim pada hari ini Senin 28 Mei 2018,
Rapat Dengar Pendapat Komite III DPD RI dalam rangka membahas inventarisasi materi
pengawasan dan atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem
Keolahragaan Nasional saya buka dan terbuka untuk umum.
KETOK 1X
Perlu kami sampaikan kepada Bapak/Ibu Anggota Komite III DPD RI bahwa untuk
memperoleh materi serta informasi yang berkaitan dengan sistem keolahragaan nasional, telah
hadir di tengah-tengah kita Bapak Mayjen TNI (Purn.) Tono Suratman selaku ketua KONI,
“Selamat Datang, Pak”, dan juga Bapak Kapten A. Bahdar Saleh selaku Wakil Ketua Komite
Tetap Kelembagaan dan Kemitraan Kadin, “Selamat datang”. Kami sampaikan terima kasih
yang sebesar-besarnya atas kehadiran para narasumber. Hari ini kami tidak terlalu banyak karena
sebagian dari kami memang sedang tugas negara ke Qatar, Pak. Jadi, yang hadir yang ada di
Jakarta.
Yang terhormat Bapak/Ibu Anggota Komite III DPD RI, para narasumber, dan hadirin
yang kami hormati. Berbicara tentang pembangunan olahraga tidak semata-mata membangun
arena olahraga yang layak dan menciptakan atlet-atlet olahraga sebagaimana pandangan sebagian
besar masyarakat kita terhadap pembangunan olahraga. Namun lebih jauh dari itu, pembangunan
olahraga juga termasuk bagian dari pembangunan nasional. Selain itu, proses pembangunan
olahraga tidak luput dari keterlibatan masyarakat, baik secara perancang, penyelenggara, atau
RAPAT DIBUKA PUKUL 10.37 WIB
3 RDP KOMITE III DPD RI MS V TS 2017-2018
SENIN, 28 MEI 2018
pelaku, atau aktor. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional
(SKN) menyatakan proses pembangunan olahraga dapat diwujudkan dalam tiga bagian, yaitu
olahraga pendidikan, olahraga prestasi, dan olahraga reaksi. Yang dimaksud olahraga prestasi
adalah olahraga yang membina dan mengembangkan atlet atau olahragawan secara terencana,
berjenjang, dan bekelanjutan melalui kompetisi untuk mencapai prestasi dengan dukungan ilmu
pengetahuan dan teknologi keolahragaan. Olahraga pendidikan adalah pendidikan jasmani dan
olahraga yang dilaksanakan sebagai bagian proses pendidikan yang teratur dan berkelanjutan
untuk memperoleh pengetahuan, kepribadian, keterampilan, kesehatan, dan kebugaran jasmani.
Sedangkan, olahraga rekreasi adalah olahraga yang dilakukan oleh masyarakat dengan
kegemaran dan kemampuan yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi dan nilai
budaya masyarakat setempat untuk kesehatan, kebugaran, dan kesenangan.
Yang terhormat Bapak/Ibu Anggota Komite III DPD RI, para narasumber dan para
hadirin yang kami hormati, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan
Nasional menyatakan bahwa sistem keolahragaan nasional adalah keseluruhan aspek
keolahragaan yang saling terkait secara terencana, sistematis, terpadu, dan berkelanjutan sebagai
satu kesatuan yang meliputi pengaturan, pendidikan, pelatihan, pengelolaan, pembinaan,
pengembangan, dan pengawasan untuk mencapai tujuan keolahragaan nasional. Alur sistem dari
hulu ke hilir ini sangat penting sebagai wujud pembangunan sumber daya manusia Indonesia
membentuk watak, moral, dan kepribadian, disiplin, serta etos kerja. Pembangunan nasional
keolahragaan juga melibatkan semua komponen pemangku kepentingan secara sinergis dan
terpadu. Hal ini memungkinkan semakin bertambahnya atlet-atlet berprestasi di berbagai cabang
olahraga, di berbagai jenjang, baik nasional maupun internasional. Begitu pula perhatian
terhadap ketenagakerjaan olahraga, kelembagaan, dan anggaran yang memadai. Namun pada
realitasnya, permasalahan keolahragaan semakin kompleks, apalagi menyangkut tuntutan zaman
yang telah mendesak untuk melakukan kajian evaluasi terhadap implementasi aturan
perundangan yang telah berjalan selama ini. Beberapa temuan sementara di daerah menunjukkan
kelemahan implementasi kebijakan. Kelemahan tersebut sebagaimana terurai sebagai berikut.
1. Budaya olahraga yang masih rendah;
2. Prestasi olahraga Indonesia yang semakin tertinggal;
3. Jumlah dan mutu sumber daya manusia olahraga masih rendah;
4. Kekurangan guru pendidikan jasmani;
5. Sarana dan prasarana belum memenuhi standar;
6. Lemahnya koordinasi antarpemangku kepentingan olahraga, baik di tingkat nasional dan
daerah.
Keenam poin-poin ini adalah hasil temuan yang kami kumpulkan dari seluruh provinsi
yang ada di wilayah Indonesia melalui Anggota Komite III. Jadi melalui rapat dengar pendapat
kali ini, kami sangat berharap dapat memperoleh berbagai informasi serta data-data dari para
narasumber terkait dengan sistem keolahragaan nasional, terutama apabila kita berkaca pada
negara maju yang telah mampu membangun sistem keolahragaan ke dalam industri. Sehingga,
olahraga tidak lagi hanya bicara prestasi semata, namun juga memberi nilai ekonomi bagi negara
tersebut. Dan bagi Indonesia sendiri, hal ini belum cukup berkembang.
Yang terhormat Bapak Ibu Anggota Komite III DPD RI, para narasumber dan para
hadirin yang kami hormati, demikian pengantar singkat kami. Untuk mempersingkat waktu,
kami persilakan kepada para narasumber untuk, oh mohon maaf, ini baru ada informasi, mohon
maaf Pak, karena rencananya ini Pak Ketua yang hadir, tapi hari ini yang hadir Bapak Mayjen
TNI (Purn.), Dr. Suwarno, S,IP., M.Sc. Wakil Ketua Umum KONI Pusat. Betul, Pak, ya. Mohon
4 RDP KOMITE III DPD RI MS V TS 2017-2018
SENIN, 28 MEI 2018
maaf tadi, diketiknya soalnya dari kemarin, jadi masih ketua kemarin konsepnya. Jadi, masing-
masing dari narasumber mungkin 30 menit.
Untuk yang pertama, kami persilakan kepada yang terhormat Bapak Mayjen TNI (Purn.)
Dr. Suwarno, S,IP., M.Sc. Wakil Ketua Umum KONI Pusat. Waktu kami persilakan.
PEMBICARA: Mayjen TNI (Purn.), Dr. SUWARNO, S.IP., M.Sc. (WAKIL KETUA
UMUM KONI PUSAT)
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat pagi.
Salam sejahtera bagi kita semua
Yang sangat kami hormati Ibu Ketua Komite III DPD beserta para Anggota Komite III
yang sempat hadir pada kesempatan pagi ini beserta staf, yang kami hormati yang mewakili
Kadin. Mohon maaf, yang pertama Ketua Umum KONI Pusat mewakilkan kepada kami bertiga
karena tadi malam beliau ada undangan rapat terbatas dengan Bapak Presiden sehingga beliau
hadir ke istana dan memerintahkan kami untuk mewakili menghadap Ibu/Bapak sekalian di sini.
Saya seperti yang Ibu sampaikan tadi, saya Wakil Ketua Umum I KONI Pusat membidangi
organisasi dan prestasi didampingi oleh kebetulan ini yang membidangi organisasi Pak Mayor
Jenderal TNI (Purn.) Nanang Djuana Priyadi, ini dulu terakhir kepala rumah tangga istana,
kemudian satu lagi Mayor Jenderal Toni Setia Budi Wisodo ini bagian pimpres, beliau terakhir
adalah sebagai dosen di Lembaga Pertahanan Nasional.
Bapak/Ibu, saya juga latar belakangnya militer, saya pernah jadi Pangdam Brawijaya,
saya pernah jadi Dan Paspampres, tetapi kami bertiga asing dengan DPD ini, Bu. Tadi cari-cari
juga, tanya-tanya. Kami ke sini itu baru sebatas ke bagian stafnya DPR terkait dengan bagaimana
juga apa yang disampaikan Ibu kali ini yang ada hubungannya dengan implementasi pelaksanaan
undang-undang di sebelah ini, sehingga kami tadi tanya-tanya juga sampai sini. Undangan kami
saya pikir jam 1 siang sehingga kami agak santai-santai sedikit. Tadi tahu-tahunya ada
pemberitahuan, “Pak, undangannya bukan jam 1, tetapi jam 10.” Jadi, kami juga tadi agak rush
sedikit.
Izinkan kami menyampaikan beberapa hal. Di dalam undang-undang disampaikan ada
tujuan olahraga ini, Bu, itu sudah betul. Mari kita sama-sama rasakan, mudah-mudahan yang
saya sampaikan ini pas. Undang-undang yang ada di dalam masyarakat olahraga Nomor 3 Tahun
2005 ini, yang pertama disebutkan tujuan olahraga adalah dalam rangka memelihara dan
meningkatkan kesehatan dan kebugaran. Apa betul? Ternyata pemerintah yang ada BPJS, Bu.
Artinya, kesehatan dan kebugaran ini belum menjadi satu perhatian karena programnya belum
ada. Yang ada adalah represif, adanya BPJS kalau masyarakat sakit. Ya kan, itu sementara itu.
Yang kedua, tujuannya adalah dalam rangka meningkatkan prestasi, meningkatkan kualitas
manusia, meningkatkan mental dan akhlak mulia, disiplin, sportivitas itu ada di pemerintah
sekarang itu ada revolusi mental. Bagaimana pelaksanaannya? Bapak/Ibu sendiri sudah tahu
bagaimana implementasi terhadap revolusi mental, tetapi adalah. Persatuan, kesatuan,
meningkatkan ketahanan, itu mencakup banyak bidang. Terus yang terakhir, dalam rangka
mengangkat harkat martabat dan kehormatan bangsa itu adalah yang kita inginkan di dalam
forum pergaulan internasional.
Prestasi kita di forum internasional, kalau tadi Ibu menyampaikan tentang proses
pembinaan olahraga, sebetulnya yang kami baca di dalam undang-undang bukan proses, Bu,
tetapi ruang lingkup. Ruang lingkup olahraga kita ada 3 (tiga): olahraga prestasi, olahraga
5 RDP KOMITE III DPD RI MS V TS 2017-2018
SENIN, 28 MEI 2018
rekreasi, dan olahraga pendidikan. Kami hanya terkait dengan olahraga prestasi dan bukan
profesional, kami yang amatir, Bu. Terkait dengan ini tolak ukurnya adalah dari hasil prestasi
multievent internasional dimulai dari SEA Games, Asian Games, dan Olympic. Kecenderungan
prestasi Indonesia di forum internasional dari waktu ke waktu menurun dari tiga poin itu. Jadi
apa yang disampaikan Ibu dari satu di antara enam poin tadi, kecenderungan prestasi kita
menurun, betul.
Sebetulnya kami melihat tentang pilar-pilar pembinaan olahraga prestasi ini, kami
melihat berapa teori yang kemudian kami jabarkan ada 7 (tujuh), Bu. Jadi kalau kita melihat
olahraga-olahraga itu kenapa mesti menurun prestasinya, kami akan melihat tolak ukurnya atau
variabelnya tujuh ini:
1. berbicara kebijakan,
2. berbicara kelembagaan atau organisasi,
3. berbicara sarana dan prasarana,
4. Pembinaan atlet,
5. kompetisi, dan
6. pembinaan tenaga keolahragaan,
7. Anggaran.
Kalau variabel ini salah satunya pincang, maka itu akan berdampak kepada bagaimana hasil
prestasi kita.
Kami melihat kebijakan dari mulai Pak Karno sampai dengan saat ini, di dalam Bappenas
ada satu dokumen yang menyebutkan bahwa kebijakan olahraga yang ada di Indonesia itu
tergantung dari siapa yang sedang berkuasa. Kami berupaya untuk melihat ini. Waktu Pak Karno
olahraga ini ditempatkan di mana? Yaitu, untuk membangun manusia Indonesia baru dan
sekaligus menunjukkan eksistensi bangsa Indonesia dengan melaksanakan PON pertama tahun
1948. Kemudian pada saat Pak Karno, Indonesia memenangkan tuan rumah Asian Games tahun
1962, itu beliau menempatkan olahraga sebagai instrumen untuk karakter Indonesian building.
Jadi, sedemikian luar biasa pemahaman beliau terhadap pentingnya olahraga.
Kemudian, Pak Karno turun diganti Pak Harto, Pak Harto melanjutkan kebijakan dari
Pak Karno dengan menempatkan olahraga sebagai alat untuk membangun manusia Indonesia
seutuhnya dan ada moto mengolahragakan masyarakat dan memasyarakatkan olahraga. Kita
kenal semua dengan senam SKJ sehingga itu bukan hanya TNI, Polri, dan Pegawai Negeri serta
anak-anak sekolah yang olahraga, tetapi harapannya adalah semua masyarakat Indonesia
berolahraga, sekarang kelihatannya tidak populer.
Waktu zaman Pak Habibie, kita tahu bahwa Indonesia dalam kondisi recovery ekonomi
dan politik sehingga olahraga ini tidak menjadi satu bagian yang penting bagi pemerintah.
Pada saat zaman Pak Gus Dur, Kementerian Olahraga malah dibubarkan. Begitu juga
pada saat Pak Gus Dur diganti Bu Mega, tidak ada perubahan susunan kementerian atau kabinet
sehingga pemerintah tidak mempunyai Menteri Olahraga dan yang menangani tentang
pembinaan olahraga beralih kepada salah satu direktorat di bawah Kementerian Dikbud.
Pak SBY datang tahun 2004, kemudian beliau membangun kembali tentang olahraga dan
berhasil merumuskan Undang-Undang Olahraga Nomor 3 Tahun 2005 dan Kemenpora
dihidupkan kembali, tetapi embrio dari Kemenpora berasal dari Direktorat Keolahragaan yang
dibedol deso. Jadi satu kementerian, embrionya satu direktorat. Itu mungkin menjadi satu deputi
kalau sekarang, terus deputi yang lain diambil dari mana, saya tidak tahu waktu itu.
Itulah kira-kira seperti itu, kemudian lanjut dengan undang-undang. Dan berikutnya
setelah Pak Jokowi ini, juga undang-undangnya tetap.
6 RDP KOMITE III DPD RI MS V TS 2017-2018
SENIN, 28 MEI 2018
Pada saat zaman Pak Habibie, Pak Gus Dur, dan Bu Mega sebetulnya undang-undang itu
belum ada, tetapi pedoman hukumnya tetap menggunakan GBHN yang makin ke sini makin
tidak jelas. Ini kaitannya dengan kebijakan. Jadi, kalau umpamanya ada menurun-menurun
kebijakannya sendiri seperti itu.
Ini kaitannya dengan filosofinya, kami mengambil dari filosofi international, olympysm
dari Yunani. Kemudian, ini tujuan olahraga dan Nawacita rupanya ya nyambung, Bu. Jadi,
kebijakan ini sebetulnya sudah kalau dihadapkan dengan tujuan olahraga sudah benar tujuannya.
Sekarang bagaimana undang-undang ini, Bu? Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005,
khususnya yang berkaitan dengan tugas KONI. KONI itu membantu pemerintah membuat atau
menyusun kebijakan nasional. Jadi, pemerintah tugasnya adalah membuat kebijakan. Yang
kedua, mengkoordinir induk cabang olahraga dan KONI provinsi. Jadi, KONI Pusat itu
mempunyai KONI Daerah dan punya cabang olahraga. Sekarang cabang olahraga kami yang
punya atlet 60. Kemudian, melaksanakan pengelolaan, pembinaan, dan pengembangan olahraga
prestasi. Yang berikutnya, kami bertanggung jawab melaksanakan dan mengkoordinasikan PON,
jadi KONI itu di situ.
Kemudian, bagaimana implementasinya? Ini dihadapkan dengan peningkatan olahraga
prestasi. KONI membantu menteri dalam melaksanakan pengawasan dan pendampingan. Ini
menyimpang sudah, Bu. Jadi khususnya dalam rangka menghadapi Asian Games, kalau di dalam
undang-undang kami adalah melaksanakan pengelolaan, pembinaan, dan pengembangan. Di sini
kami ditempatkan mengawasi dan mendampingi. Ini sudah melakukan, tidak segaris. Jadi, apa
yang dicantumkan di dalam undang-undang, begitu turun di dalam aturan yang lebih rendah, ini
terjadi bias. Ini kira-kira seperti itu yang kami rasakan, begitu juga ke bawah-ke bawah. Intinya
adalah yang tadinya kita mempunyai tugas mengelola, membina, dan mengembangkan, hanya
ditempatkan sebagai mengawasi dan mendampingi.
Sehingga kami melihat beberapa, itu salah satu contoh saja, Bu, sehingga kami melihat
kaitannya dengan implementasi dari undang-undang itu, kami melihat adanya rendahnya
political will pemerintah, tidak serius pemerintah menangani olahraga ini, Bu. Kemudian,
banyak sekali yang kita lihat di lapangan tentang politisasi olahraga. Jadi, olahraga kadang-
kadang digunakan untuk hal-hal yang di luar dari tujuan olahraga itu sendiri. Kemudian,
kecenderungan pemerintah itu bukan sebagai policy maker, tetapi sebagai implementor. Jadi,
beliau ingin sebagai pelaksana, bukan sebagai perumus kebijakan.
Ini cermin organisasi pelaksana bidang prestasi olahraga tidak dibentuk sesuai dengan
kepres. Latihan performa tinggi dalam menghadapi Asian Games saat ini, kalau kita lihat
Undang-Undangnya kan mengelola, membina, mengembangkan. Tapi ini yang mengerjakan
sekarang adalah Deputi IV Kemenpora. Jadi cabang-cabang olahraga yang sekarang dilatih tidak
ke KONI, mereka langsung ke Kemenpora. Kami ditempatkan hanya sebagai pengawas dan
pendamping atau bahasa kami malah lebih tepatnya bukan pengawas dan pendamping, tetapi
“pengawas dari samping”. Karena apa? Kalau kami menemukan sesuatu, umpamanya, ”Oh ini
uang sakunya tidak lancar,” kami tidak bisa berbuat apa-apa; “Oh ini alatnya belum dibeli untuk
latihan,” kami tidak bisa berbuat apa-apa karena mereka harus ke Deputi IV Kemenpora. Ini
yang terjadi. Itulah kaitannya dengan implementasi, khususnya dalam rangka menghadapi Asian
Games ini. Jadi kalau sekarang Ibu/Bapak mendengar ada keluhan di media, itulah yang terjadi.
Umpamanya, “kami alatnya belum”, “Oh kami tidak bisa untuk full”, “Oh kami jumlahnya atlet
tidak sesuai dengan kebutuhan”, itu kira-kira seperti uang saku yang mungkin tidak sesuai, SK
belum turun, dan lain sebagainya seperti itu. Itu kondisi real di lapangan dalam rangka
menghadapi Asian Games dan Kemenpora nanti yang bertanggung jawab.
7 RDP KOMITE III DPD RI MS V TS 2017-2018
SENIN, 28 MEI 2018
Ini kelembagaan-kelembagaan yang kami sampaikan, substansi dari kelembagaan ini, Bu,
bahwa kami memang agak susah untuk melakukan sinergitas. Kalau Bapak/Ibu pahami bahwa
stakeholder di tingkat pusat itu kami ada Kemenpora, ada KOI, ada KONI, ada induk cabang
olahraga. Induk cabang olahraga itu ada di bawah organisasi KONI dan juga di bawah KOI.
Sekarang ditambah lagi beliau-beliaunya ini ada di bawah Kemenpora untuk pelatnas. Bapak/Ibu
bisa membayangkan kalau satu organisasi di bawah tiga organisasi di atasnya, mereka loyalitas
tidak akan terpusat, tidak ada satu komando. Kalau saya butuh duit, maka saya larinya ke
Kemenpora. Kalau saya supaya butuh ikut di pertandingan atau multievent internasional, saya
larinya ke KOI. Tetapi kalau saya berbicara tentang kebutuhan pembinaan organisasi, saya lari
ke KONI. Sekarang tinggal pas kepentingannya apa? Kalau kepentingannya untuk mencari duit,
mesti ke Kemenpora. Yang utama kan duit, begitu tidak ada kaitannya dengan “oh ini”, ya
sudahlah. Itu kira-kira terjadi. Jadi kalau maunya mau disinkronkan, bagaimana? Akhirnya,
menjadi tidak fokus. Kira-kira seperti itu.
Ini kalau kami lihat, Bapak/Ibu, bisa dipahami di sini, ini organisasinya. KONI itu punya
KONI Provinsi. KONI Provinsi itu punya anggaran dari pemda, dari gubernur masing-masing.
Dia yang membina, selesai itu begitu lari ke pusat, mereka langsung hubungannya dengan cabor-
cabor. Begitu cabor-cabor sesuai dengan kepentingannya, kalau mau pelatnas dan lain
sebagainya, mau kejurnas dan lain sebagainya larinya ke Kemenpora. Kalau mau pertandingan
ke luar negeri, ini larinya ke KOI. Tapi begitu pembinaan, pembinaan atletnya di daerah, itu
KONI. Nah ini yang menjadi sulit sehingga satu di antara enam apa yang dievaluasi oleh DPD
tadi benar, kalau susah untuk diintegrasikan.
Lanjut. Ini yang sudah kami sampaikan pengelolaan tadi lebih cenderung bersifat
implementor.
Lanjut. Dalam undang-undang ini, kami melihat mau menyebutkan KONI saja susah,=.
Mereka bunyinya KON (Komite Olahraga Nasional). Latar belakang undang-undang ini, dulu
ada kecenderungan, mudah-mudahan saya salah, untuk mengurangi kewenangan KONI sehingga
istilah KONI dikaburkan hanya KON (Komite Olahraga Nasional). Ini waktu zaman menterinya
Pak Adyaksa Dault, KONI-nya Pak Agum Gumelar, nah ini sampai sekarang. Menteri yang
sekarang pun pernah kami dengar di rapat terbatas di wapres mengatakan, “Pak, Komite
Olahraga Nasional Indonesia di undang-undang itu KON.” Ya mungkin beliau benar, tetapi
KONI ini lahir sebelum Indonesia lahir, konon ceritanya tahun 1938. Sehingga ini mungkin
walaupun sedikit ini penting.
Di dalam undang-undang ini dengan latar belakang tadi, itu ada diskriminasi yang
sekarang dirasakan. Pejabat struktural dan pejabat publik itu boleh menjabat sebagai pengurus
induk cabang olahraga. Contoh, sekarang Menteri PU sebagai Ketua Cabang Dayung dan
Cabang Gatebll. Pak Wiranto itu sebagai Ketua PBSI. Anggota DPR juga ada yang memegang
kriket, dan lain sebagainya, itu pejabat struktural dan pejabat publik boleh memegang pengurus
induk cabang olahraga, tetapi undang-undang ini melarang untuk menjadi pengurus KONI.
Padahal, KONI itu membawahi KONI Provinsi dan induk cabang olahraga, yang benar ini kan
begitu. Jadi mohon untuk ini seandainya tangan dan perangkat DPD bisa, ya mungkin untuk bisa
dilihat-lihat di sini.
Sarana-prasarana, ini kewenangan pemerintah. Kebijakan negara-negara berbeda-beda.
Ada negara yang tidak perlu untuk menyiapkan prasarana. Amerika, Australia, itu tidak
menyiapkan prasarana dan sarana olahraga karena masyarakatnya sedemikian sudah maju.
Perancis masih negaranya, beberapa negara Eropa masih negaranya, apalagi China. Indonesia itu
8 RDP KOMITE III DPD RI MS V TS 2017-2018
SENIN, 28 MEI 2018
tanggung jawab pemerintah. Tetapi, di tingkat pusat saja kita tidak mempunyai sports center.
Kemarin kami baru kembali dari Korea, mereka ada 100 ha (seratus hektar) membangun untuk
38 cabang olahraga satu lokasi. Mereka lengkap dengan sport science, lengkap dengan …
(kurangjelas, red.), dan ini bisa dijadikan menjadi industri olahraga karena buat latihan untuk
atlet-atlet dari luar. Siapa pun boleh ke sana, bayar 75 dolar perhari. Per-atlet lengkap sudah
akomodasinya, transportasinya, makannya, dan pelatihnya. Itu sudah luar biasa. Indonesia
tempatnya saja tidak punya. Mohon maaf, Gelora Bung Karno ini bukan sport center karena ini
hanya ada venues. Venues ini yang mengelola Setneg. Kami ada hubungannya dengan
Kemenpora, jadi kami kalau pakai yang itu, bayar. Jadi bayar, bahkan kadang-kadang kita
dikalahkan dengan mereka yang membayarnya lebih. Iya ini terjadi, Bu. Ini sekarang saja
kebetulan Asian Games. Karena wapres sebagai ketua pengarah, maka digratiskan dengan
rekomendasi dari KONI bahwa ini akan latihan. Jadi, sarana ini jadi masalah.
Yang di luar provinsi eks PON itu banyak sarana-prasarana tidak bisa digunakan atau
tidak dimanfaatkan secara maksimum karena apa? Anggaran. Dan satu pihak, ada provinsi yang
satu provinsi PON tidak punya satu pun venues yang mempunyai standar. Ada satu provinsi kita
yang mempunyai satu venue, tidak punya yang standar. Ini kan apa yang dikatakan Ibu tadi,
sarana dan prasarana, itu betul. Jadi, mungkin DPD bisa mendorong provinsi-provinsi, mohon
dapatnya paling tidak dibangun GOR lah. GOR-nya yang benar, ada tribunnya, keluasannya,
sehingga bisa digunakan multimanfaat, bisa untuk voli, bisa untuk basket, bisa untuk bela diri,
bisa untuk wedding, bisa untuk expo, dan lain sebagainya, itu multiguna, serba guna. Tapi paling
tidak punyalah, masa masih ada satu provinsi tidak punya sama sekali.
Pembinaan atlet, nah ini putus-putus, Bu. Bagaimana kita mau bagus, kalau di luar,
Thailand itu dulu belajar dari tempat kita melihat SKO Ragunan. sekarang Indonesia Ragunan
tetap Ragunan, tetapi mereka sekarang sudah mempunyai 28 Ragunan di Thailand. Sehingga,
mereka hampir semuanya cabang olahraganya bisa dibina, bisa dikaderisasi. Kalau kita, PPLP
dan SKO itu di bawah Kemenpora, sedangkan itu ada hubungannya dengan Dikbud. Jadi, antara
Dikbud dengan Kemenpora pun ini masih perlu ada sinergitas. Sedangkan di Kemendikbud,
olahraga yang diberikan di Penjas tadi itu sasarannya bukan untuk kaderisasi atlet, tetapi untuk
membangun karakter. Jadi O2SN itu disamakan dengan matemetika, disamakan dengan fisika.
Jadi, kami tidak bisa berharap dengan Kemendikbud untuk kaderisasi atlet. Ini putus-putusnya
kaderisasi seperti itu, Bu.
Pertandingan yang dilakukan O2SN ada pertandingan, mereka ada enam cabang
olahraga. Tujuannya adalah membangun karakter. PPLP itu yang khusus untuk olahraga sama
SKO (Sekolah Khusus Olahraga) itu yang melaksanakan Kemenpora. Hasil yang lalu itu melalui
babak kualifikasi untuk mengikuti PPLP, namanya Popwil, sedangkan PPLP-nya sendiri
namanya Popnas. Popwil-nya dilakukan hanya 8 cabang olahraga dan sebagian sudah kelas tiga,
sedangkan tahun berikutnya yang bersangkutan sudah lulus. Begitu Popnas yang di
pertandingkan 21 (umur 21 tahun, red.), yang 13 (umur 13 tahun, red.) itu tidak melalui babak
kualifikasi. Bagaimana kita akan bagus melakukan pembinaan atau kaderisasi? Jadi seperti itu
implementasinya.
Lanjut. Ini sebetulnya di dalam diagram kalau kami jelaskan masing-masing tidak bisa
efektif karena terkendala oleh banyak hal. Khusus untuk Dikbud Dikti, sekarang ini kami
menggunakan pelatih yang tingkat nasional itu mayoritas eks atlet, bukan dari output universitas
olahraga, hanya 14 sampai 16 persen. Karena, pada umumnya yang berasal dari akademisi
mereka mempunyai pengetahuan akademisnya bagus, tetapi implementasi di lapangan kurang,
keterampilannya kurang. Bagaimana akan memberi contoh, contoh mohon ekstremnya golf, teori
9 RDP KOMITE III DPD RI MS V TS 2017-2018
SENIN, 28 MEI 2018
untuk bagaimana memukul bola golf 100 nilainya kalau ujian, tapi begitu diberi bola, diberi stik,
bolanya kena saja syukur. Itu lulusan akademisi dan mohon maaf tidak punya standardisasi
kaitannya dengan venues yang ada di Fakultas Ilmu Keolahragaan, bahkan UNJ Jakarta itu
mempunyai venus yang termiskin di antara seluruh universitas yang mempunyai Fakultas Ilmu
Keolahragaan. Venues-nya, Bu, tempat latihannya. Hanya punya gedung serbaguna saja. Kami
pernah bicara dengan Bapak Gubernur DKI, “Pak, Pengprov-pengprov olahraga yang ada di DKI
mayoritas ada di UNJ. Jadi, kalau Bapak membantu UNJ, sama dengan membantu
pengembangan olahraga DKI. Ada 9 pengprov yang ada di UNJ, punyanya DKI. Nah ini
kondisinya.
Dan betul, kalau Ibu mengatakan guru penjas itu sedikit atau belum cukup, betul,
khususnya SD. Kami mendapat laporan dari Jawa Timur dan Sumatera Utara, guru SD itu harus
mempunyai mata pelajaran 24 jam perminggu. Pendidikan agama, matematika, dan penjas itu
tidak ada 24, sehingga campur-campur. Mohon maaf, kalau bisa dibayangkan bagaimana
pendidikan olahraga yang mengajar guru agama? Kira-kira kan akan diperbanyak doa. Begitu
juga matematika, “ya sudah kamu melangkah 4 kanan, 4 kiri, 10 ke depan, 10 ke belakang”.
Kira-kira kan seperti itu, ini untuk tingkat SD, terutama yang seperti itu sehingga akhirnya tidak
sinkron.
Lanjut. Menuju multievent sudah kami sampaikan, bahwa memang kami hanya
ditempatkan sebagai pengawas dan pendamping yang mestinya kami yang melakukan
pembinaan dan pengembangan.
Lanjut. Kami tidak memiliki kompetisi di tingkat remaja, yang lalu kami coba untuk
melaksanakan PON remaja di Jawa Timur berjalan, pertama. Kemudian, PON remaja kedua
rencana mau di Jawa tengah, tahu-tahu ada dinamika, akhirnya Kemenpora tidak mau ada PON
remaja karena bersamaan dengan Popnas. Popnas programnya Kemenpora yang dibawa dari
Direktorat Keolahragaan dulu, dibawa ke Kemendikbud. Kemendikbud punya program Popnas
melalui Direktorat Olahraga. Direktorat Olahraga menjadi Kemenpora, tetapi programnya
Dikbud tetap dibawa oleh Kemenpora sampai sekarang, jadi seperti itu. Kami akan mencoba
nanti untuk melaksanakan kompetisi di tingkat remaja supaya proses percepatan karena gap-nya
sekarang antara … (tidak jelas, red.) dengan atlet lapis kedua jauh. Sekarang saja belum
berprestasi, apalagi yang akan datang karena gap-nya terlalu jauh.
Ini single event, satu cabang-satu cabang di tingkat daerah maupun di tingkat pusat sangat
tergantung dari kemampuan cabor. Kalau cabor yang yang diberikan dukungan oleh Kemenpora,
dia mampu melaksanakan kejurnas, tetapi kalau yang cabor tidak, sangat sulit.
PON itu dilaksanakan 4 (empat) tahun sekali. Di dalam undang-undang hanya disebutkan
secara periodik. Sekarang pemerintah sudah membuat edaran ke daerah yang menyebutkan
mohon tanggapan adanya PON mungkin bisa 2 (dua) tahun dan dilaksanakan di dua provinsi.
Kalau dua provinsi, kami iya dan kami sudah mengawali untuk nanti PON 2024 dengan
Sumatera Utara dan Aceh menjadi tuan rumah. Pertimbangan kami walaupun sumber payung
hukumnya belum, tapi 6 (enam) tahun, masa tidak bisa selesai untuk membuat payung hukum,
mengubah PP saja, PP Nomor 17 Tahun 2007 yang menyebutkan di situ satu provinsi menjadi
dapat lebih dari satu provinsi. Bayangan kami begitu. Tapi, muncul keinginan baru PON 2020
Papua Barat ingin bergabung dengan Papua. Kami baru kembali dari Manokwari kemarin,
koordinasi di mana dua gubernur ini, Gubernur Papua dan Gubernur Papua Barat bertemu,
melakukan MoU dan sepakat untuk Papua Barat akan mendampingi Papua dalam rangka
penyelenggaraan PON tahun 2020. Kami, dua hari sebelumnya ada rapat dengan Kemenpora,
hadir Kemenkumham, PMK, dan Setneg membahas hal itu. Jadi, kami sampaikan dengan
10 RDP KOMITE III DPD RI MS V TS 2017-2018
SENIN, 28 MEI 2018
menghadapi tahun 2020, kok kayaknya ini perubahan untuk PP Nomor 17 Tahun 2007 penting,
mendesak, sudah kami sampaikan seperti itu. Khusus untuk PON remaja, kami sedang
menawarkan bagaimana kalau umpamanya yang dua tahunan itu yang dimaksud oleh
kementerian itu dua tahun pertama adalah remaja, dua tahun berikutnya elite, sehingga sequence-
nya itu tetap empat tahun. Kenapa mesti harus empat tahun? Karena tahun pertama setelah kita
selesai PON seperti Jawa Barat yang lalu 2016, tahun 2017-nya atlet kembali ke kabupaten/kota.
Tahun keduanya itu dibina oleh provinsi melalui porprov, tahun ketiga babak kualifikasi PON,
tahun keempatnya PON. Jadi empat tahunan siklusnya. Kalau mau dipotong dua tahunan, nanti
merusak pola, merusak sistem.
Tenaga keolahragaan, sumber daya manusia. Betul, Ibu tadi mengatakan bahwa sumber
daya manusia keolahragaan kurang. Salah satu contohnya sepak bola, pelatih tingkat nasional
mungkin hanya sekitar 70 sampai 80 orang yang mempunyai sertifikasi tingkat nasional, tapi
mungkin wasitnya mungkin 1.500. Kenapa kok orang senang jadi wasit dibandingkan pelatih?
Pelatih punya risiko. Kalau anak asuhannya atau atlet-atletnya tidak berprestasi, yang
bersangkutan akan di-bully banyak orang. Tetapi wasit, cash and carry, begitu selesai dapat dia.
Itulah kondisinya seperti ini. Bagaimana kita akan membina, mengembangkan kemampuan, serta
mencetak pelatih baru itu sangat tergantung dari anggaran. Pelatih asing kalau kita ingin baik,
harganya mahal, tapi standar sekarang 50 juta perpelatih perbulan. Jadi kalau kita ingin
mendapatkan pelatih yang bagus, harusnya harganya lebih mahal dari situ, tapi pemerintah
belum.
Anggaran, di dalam undang-undang disebutkan, anggaran itu menjadi tanggung jawab
pemerintah, pemerintah daerah, maupun masyarakat. Pemerintah wajib memberikan atau
mengalokasikan. Tapi kenyataannya seperti ini, ini kebetulan dengan Anggota DPD, sangat
variatif gubernur memberikan anggaran kepada KONI. Bagaimana untuk provinsi yang
mendapatkan anggaran hanya 2,5 M pertahun dibandingkan dengan yang 7 M pertahun,
dibandingkan dengan yang 18 M pertahun, dibandingkan dengan yang 35 M pertahun, dan
bagaimana dibandingkan dengan 130 M pertahun, atau 200 M pertahun? Bagaimana mau bisa
dibandingkan? Karena memang di situ tidak disebutkan tentang besaran persentase anggaran
yang wajib diberikan kepada KONI berdasarkan kemampuan daerah, tidak ada, sehingga
akhirnya suka-suka. Dari Bapak Gubernur, bagi mereka yang sangat concern dan paham
bagaimana peran dan fungsi olahraga, mereka akan memberikan besar. Tapi kalau tidak, ya asal
saja, apalagi kabupaten/kota. Jadi, mungkin akan lebih bagus untuk menjaga kesinambungan dari
pembinaan olahraga di daerah maupun di pusat. Di situ perlu ada pencantuman persentase
besaran anggaran, 0,5% kah. Bukan seperti pendidikan, 20% umpamanya, itu tidak. Kami perlu
ada kepastian sehingga ada kesinambungan pembinaan. Sekarang dikasih 100, kita akan bisa
membina 50 atlet. Tahun yang akan datang dikasih hanya 75, turun. Jadi yang sudah dibina tadi
akan hilang, akan kembali ke nol lagi. Jadi, kami perlu untuk yang datar ada cenderung ke atas,
datar saja cenderung ke atas sediki-sedikit sehingga ada kesinambungan.
Kami sudah bertemu dengan DPR menyampaikan hal yang sama. Kami lebih detail
karena di sana ada hubungannya dengan kalau mau revisi, bahkan kepada Sekretariat DPR pun
kami sudah bicara tentang Badan Pengawas Implementasi Undang-Undang.
11 RDP KOMITE III DPD RI MS V TS 2017-2018
SENIN, 28 MEI 2018
Saran kami ini banyak, tetapi untuk DPD kami pikir cuma 2 (dua) poin:
1. terkait dengan sarana dan prasarana yang ada di daerah, mohon untuk paling tidak
punyalah. Masa ada provinsi yang tidak punya sama sekali.
2. kaitannya dengan anggaran untuk olahraga, syukur kalau daerah didorong untuk
membuat perda yang perda itu nanti dapat diimplentasikan untuk adanya kepastian,
kesinambungan pembinaan olahraga di daerah
3. bupati/walikota sekarang belum melaksanakan, mayoritas ini, belum melaksanakan
kewajiban undang-undang ini karena bupati/walikota wajib membina sekurang-
kurangnya satu cabang olahtaga unggulan berdasarkan potensi daerah. Sampai sekarang
ini belum.
Jadi, saran kami kaitannya dengan DPD yang tiga itu, sarana dan prasarana, kaitannya
dengan mendorong terjadinya perda di daerah, terus yang ketiga kewajiban dari bupati dan
walikota untuk melakukan pembinaan satu cabang olahraga potensial yang ada di daerah.
Demikian hal-hal yang ingin kami sampaikan. Mudah-mudahan bermanfaat, ada kurang
lebihnya kami mohon maaf. Kami akhiri.
Wabillahi taufik walhidayah.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT: FAHIRA IDRIS, S.E., M.H. (KETUA KOMITE III DPD RI)
Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh
Kita beri applause dulu. Luar biasa. Terima kasih banyak, Pak, ini informasinya. Untuk
selanjutnya, kami persilakan 30 menit untuk Bapak dari Kadin.
PEMBICARA: A. BAHDAR SALEH (WAKIL KETUA KOMITE TETAP
KELEMBAGAAN DAN KEMITRAAN INDUSTRI OLAHRAGA KAMAR DAGANG
DAN INDUSTRI INDONESIA/KADIN)
Sebelumnya saya mengucapkan selamat menjalankan ibadah puasa bagi yang berpuasa.
Pimpinan, Ibu Fahira Idris yang kami hormati, Bapak-bapak, Ibu-ibu dari Komite III
yang kami hormati. Sebelumnya kami mohon maaf sebab Bapak Roeslan sebagai Ketua Kadin
Indonesia tidak bisa menghadiri dan seyogyanya diwakili sama Pak Oto, Pak Raja Oktohari, tapi
beliau juga sibuk dengan pra-olympic, jadi saya yang mewakili sebagai representatif Kadin
Indonesia.
Terima kasih banyak tadi Pak Wakil Ketua KONI sudah menjelaskan secara
komperehensif daripada segala kegiatan olahraga di tanah air kita. Kami sebagai stakeholder di
Kadin di Bidang Industri dan Prasarana Olahraga, ini kami masih seumur jagung. Jadi, ini baru
dibentuk setelah Pak Roeslan jadi Ketua Kadin Indonesia. Jadi, mungkin tidak banyak yang akan
kami paparkan, tapi Insya Allah untuk ke depan kami akan lebih intens untuk memberikan
informasi untuk DPD RI. Mungkin Pak Ainul bisa mem-break down daripada pertanyaan-
pertanyaan dari … (tidak jelas, red.) daripada Komite III ini. Silakan Pak Ainul.
12 RDP KOMITE III DPD RI MS V TS 2017-2018
SENIN, 28 MEI 2018
PEMBICARA: NARASUMBER (KADIN)
Baik.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Perkenalkan kami dari Komite Olahraga dan Industri Olahraga di Kamar Dagang
Industri. Kebetulan kami juga mendapatkan informasi ini agak mendadak dari sebetulnya kan
Pak Oso yang akan, maaf Pak Okto yang akan hadir, tetapi karena mendadak juga persiapan
Asian Games, maka diserahkan kepada kami. Kaim hanya akan mengupas beberapa hal dari
peranan dunia usaha dalam mendukung olahraga. Jika kita dengar paparan dari Pak Suwarno
tadi, terlihat bahwa bagaimana dunia usaha akan mendukung olahraga, sementara di pelaku
olahraga sendiri masih banyak simpang siur hal-hal yang banyak yang tidak klop, apakah peran
KONI, KOI, Kemenpora. Dan untung saja, pada tahun ini tidak ada yang namanya Satlak Prima.
Kalau ada Satlak Prima, bisa dibayangkan untuk mengelola seorang atlet, taruhlah seorang atlet
lari, itu ada lima lembaga tingkat pusat yang terjun hanya untuk mengelola satu atlet. Jadi saya
pikir kita bergeraknya di sini, makanya dunia usaha agak bingung, yang mau dibantu itu siapa,
yang mau di-support itu apa.
Dari TOR yang kami dapatkan, kami memulainya dari persoalan terminologi dulu. Di
dalam TOR, ada perbedaan industri dan dunia usaha. Kalau meminta ke Kadin, kami lebih
cenderung adalah peranan dunia usaha dalam peningkatan prestasi olahraga. Soalnya dalam
dalam Undang-Undang Olahraga itu, juga ada kata-kata industri. Jadi antara industri olahraga
dan industri yang mendukung olahraga atau dunia usaha yang mendukung olahraga, ini dua hal
yang berbeda. Industri olahraga adalah olahraga yang dijadikan industri, semantara yang kita
harapkan sebenarnya adalah dukungan dari dunia usaha ini untuk kegiatan olahraga. Berkaitan
dengan Undang-Undang No.3 Tahun 2005 ini, kami melihat undang-undang ini lebih cenderung
government heavy. Jadi bagi kami di dunia usaha, ya “suka-suka” dunia usaha mendukung begitu
kan, karena aturannya tidak kuat. Kita kupas di poin berikutnya.
Dasar hukum di dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 itu hanya ada dua pasal
atau tigalah pasal yang benar-benar mencantumkan badan usaha atau dunia usaha dalam
mendukung olahraga. Pertama di Pasal 67 Ayat (6), badan usaha yang bergerak di bidang
pembangunan olahraga, pembangunan perumahan dan pemukiman berupa kewajiban
menyediakan prasarana olahraga sebagai fasilitas umum dengan standar dan kebutuhan yang
ditetapkan oleh pemerintah yang selanjutnya diserahkan kepada pemerintah daerah sebagai aset
milik pemda setempat. Kemudian di Pasal 75 hanya di poin 2, di Ayat (2), peran serta
masyarakat sebagaimana dimaksud di Ayat (1) dapat dilakukan secara perseorangan, kelompok,
keluarga, organisasi, profesi, badan usaha, dan organisasi kemasyarakatan lainnya sesuai dengan
prinsip keterbukaan dan kemitraan. Jadi artinya hanya ada dua dasar hukum di UU itu yang
melibatkan badan usaha atau pengusaha atau Kadin-lah, anggota Kadin untuk terlibat dalam
olahraga. Makanya, tadi kita dengar keluhan dari Pak Suwarno tentang adanya daerah yang tidak
mempunyai sarana olahraga. Sangat lucu, ya kita kalau kita lihat ada babarapa daerah yang
banyak industri atau banyak tambang segala macam mendirikan sarana olahraga, oke, seperti
Kalimantan Selatan, Riau. Tetapi, ada juga daerah yang punya industri tambang yang tidak
mempunyai sarana olahraga juga. Cuma jadi persoalan juga ketika Riau dan Kalimantan Timur
membangun dengan semangat, tetapi maintenance kurang sehingga akhirnya beberapa sarana itu
juga tidak termanfaatkan dengan baik.
Sebenarnya ada lagi satu lagi di dalam UU itu di Pasal 24 hanya menyebutkan kata
swasta, bukan badan usaha. Kalau ditanyakan kepada Kadin, peran dunia usaha mendukung
13 RDP KOMITE III DPD RI MS V TS 2017-2018
SENIN, 28 MEI 2018
olahraga Indonesia, kalau di tingkat elite, mungkin dunia usaha kepada olahrga sudah cukup
terlihat. Kita lihat dalam Asian Games, sudah ada beberapa sponsor-sponsor dukungan dan itu
mungkin tidak terlalu besar untuk mendukung pelaksanaan Asian Games. Kalau dalam anggaran
keseluruhan, mungkin kita masih besar anggaran pemerintah. Kalau jadi patokan
penyelenggaraan event olahraga dunia yang didukung oleh dunia usaha, kita akan melihat di
Olimpiade tahun 1984 di Los Angeles, itu murni semuanya dan itu Amerika style. Itu semuanya
adalah private yang ini setelah tahun 1980 di Moskow yang semuanya government heavy gagal
dan 1984 itu semuanya private yang melaksanakan. Setelah itu ke arah sini, sinergi antara dunia
usaha dan pemerintah itu lebih ke depan.
Kemudian di beberapa cabang populer, dunia usaha yang mendukung keolahragaan
seperti sepak bola, bulu tangkis, bola basket, voli, dan tinju, dan lain-lain itu lebih banyak di-
support oleh dunia usaha. Kita tahu bulu tangkis itu full support-lah yang seperti kami tahu itu
support oleh BCA Group, ya Pak Suwarno. Kalau bulu tangkis lebih banyak di-support oleh itu.
Kemudian, keterlibatan dalam PON, Porprov, dan segala macam dunia usaha juga tidak
signifikan. Lebih banyak anggaran dari pemerintah yang masuk di situ. Kemudian, ada juga
dunia usaha yang mendukung keolahragaan ini dalam pemberian bonus atlet berprestasi tingkat
nasional. Kita tahu ketika peraih emas olimpiade itu di-support oleh salah satu perusahaan, dan
yang seperti itu yang kita lihat peran dunia usaha dalam olahraga. Juga ada beberapa juga
pengalokasian sarana olahraga oleh pengembang. Mungkin kalau kita tahu seperti GOR Britama
yang ada di Kelapa Gading itu di-support oleh swasta.
Kemudian, kontributsi dalam prestasi, kalau ditanya dunia usaha ya kita akui belum ada
alat ukur yang pas untuk mengukur kontribusi dunia usaha dalam prestasi olahraga Indonesia.
Karena itu tadi, kita melihat dalam olahraga Indonesia lebih banyak government heavy-nya. Jadi,
cenderung kekuatan pemerintah yang untuk mendukung olahraga ini. tapi, seperti yang tadi
disampaikan, kontribusi dunia usaha sangat besar pada cabang-cabang olahraga tertentu: sepak
bola, bulu tangkis, bola basket, bola voli, tinju, dan lain-lain. Dan, ada sedikit persoalan di
olahraga kita. Dunia usaha tidak bisa terlalu masuk ke dalam pembinaan prestasi. Kita melihat
karena tidak ada aturan yang kuat untuk itu. Kemudian, pendekatan dunia usaha di olahraga
bersifat marketing dan promosi sehingga sulit untuk melakukan pembinaan. Pembinaan itu
jangka panjang dan tidak ada efek promosinya bagi perusahaan. Jadi, di sini yang kesulitan dunia
usaha untuk masuk ke situ. Kemudian, badan hukum pembinaan olahraga juga belum clear.
Ketika dunia usaha untuk mensponsori sesuatu itu, ini mensponsori siapa. Mensponsori pribadi
untuk ini kan agak sulit. Sementara kita berharap adalah kerja samanya adalah lembaga atau
lembaga, apakah itu perkumpulan atau badan hukum atau yayasan atau segala macam.
Kemudian, apa yang harus dilakukan pemerintah untuk menarik dunia usaha agar terlibat
dalam olahraga?
1. Menurut kami adalah memperkuat aturan hukum sehingga dunia usaha dalam pembinaan
olahraga, salah satunya aturan tentang tanggung jawab sosial perusahaan.
2. Memperkuat para pelaku pembina olahraga di level grass root, apakah itu klub atau
apalah namanya dalam status badan hukum yang kuat. Seperti yang saya sampaikan
sebelumnya, kita tidak tahu kita membantu sebuah klub olahraga itu badan hukumnya
seperti apa.
3. Kemudian, memberikan perhatian kepada masyarakat yang punya hubungan internasional
dengan masyarakat olahraga di luar negeri sehingga mempercepat transfer ilmu olahraga.
4. Memberikan porsi yang seimbang kepada pihak swasta dalam pembinaan olahraga.
14 RDP KOMITE III DPD RI MS V TS 2017-2018
SENIN, 28 MEI 2018
5. Kemudian, memberikan insentif langsung kepada dunia usaha yang memberikan
pembinaan olahraga konkret.
6. Kemudian, yang terakhir adala revisi undang-undang mungkin yang menarik.
Sebagai referensi, di kita banyak aturan tentang CSR. Di dalam UU PT ada aturan tentang
CSR, UU Migas ada, Minerba ada, di UU Panas Bumi ada. Tetapi, tidak ada
mencantumkan CSR itu untuk pembinaan olahraga. Dan, yang lebih parah lagi di CSR
BUMN, BUMN itu ada dua program CSR, yaitu program kemitraan dan program bina
lingkungan. Kemitraan itu dana bergulir, seperti bantuan keuangan. Kemudian, bina
lingkungan tidak mencantumkan satu pun olahraga, pembinaan olahraga dan pelatihan
olahraga, tidak ada. Sehingga, banyak keengganan untuk melakukan pembinaan olahraga
dari sisi ini. Nah mungkin saya pikir hanya itu catatan yang bisa kami sampaikan dalam
forum kali ini. Diharapkan memang sama seperti Pak Suwarno bilang, sampaikan tadi
bahwa kita harus memulai dari revisi UU saya pikir. Seperti tadi contoh gamblangnya
adalah untuk menjadikan satu orang atlet pelarilah misalnya, itu ada lima lembaga tingkat
nasional yang … (kurang jelas, red.) di situ. Jadi, ini sangat tidak efektif dan efisien.
Mungkin itu saja.
Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: FAHIRA IDRIS, S.E., M.H. (KETUA KOMITE III DPD RI)
Terima kasih.
Kita applause dulu dari Kadin. Terima kasih para narasumber. Sebelum kita diskusi,
perkenankan saya memperkenalkan dulu para senator karena ini, Pak, terutama untuk Bapak
Mayjen TNI Purn. Dr. Suwarno, saya juga ingin tahu, Pak, data provinsi mana saja yang belum
ada GOR-nya. Kalau bisa kita diinformasikan karena nanti kita informasikan kepada para senator
karena kebetulan kan ada teman-teman kami yang sedang bertugas di Qatar. Kalau boleh nanti
disusulkan ya, Pak, ya melalui email. Terus kemudian juga, bupati atau walikota mana yang
belum memegang cabor (cabang olahraga, red.) sama sekali. Boleh tidak, Pak, kalau ada
informasinya nanti.
Dari sisi kiri, yang kami hormati Bapak K.H. Ahmad Sadeli Karim, senator dari Banten.
Kemudian yang berikutnya, yang terhormat Bapak H. Abu Bakar Jamalia, senator dari Jambi.
Selanjutnya, yang terhormat Bapak Drs. Muhammad Afnan Hadikusumo, senator dari DIY.
Selanjutnya, yang terhormat Bapak Ir. Mohamad Nabil, M.Si., senator dari Kepri. Di sisi tengah
paling awal, yang terhormat Bapak Pendeta Carles Simaremare, senator dari Papua. Kemudian
selanjutnya, Bapak H. AA. Oni Suwarman, senator dari Jawa Barat. Selanjutnya, yang kami
hormati Ibu Novita Anakotta, senator dari Maluku. Kemudian di sisi kanan, yang terhormat Ibu
Maria Goreti, senator dari Kalbar. Kalau saya sendiri dari DKI Jakarta, Pak, Fahira Idris.
Untuk itu, kami persilakan kepada Bapak/Ibu Anggota Komite III yang ingin
menanyakan atau ingin memperdalam materi dari para narasumber, kami persilakan dari sisi kiri.
Ya silakan yang pertama kami persilakan kepada Bapak Muhammad Afnan Hadikusumo,
kemudian yang berikutnya Bapak Mohamad Nabil. Waktu dan tempat kami persilakan.
15 RDP KOMITE III DPD RI MS V TS 2017-2018
SENIN, 28 MEI 2018
PEMBICARA: Drs. MUHAMMAD AFNAN HADIKUSUMO (DAERAH ISTIMEWA
YOGYAKARTA)
Terima kasih sebelumnya.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Yang saya hormati Ibu Ketua Komite III, teman-teman Komite III, serta Bapak-bapak
dari KONI dan dari Kadin. Bapak Ketua KONI atau yang mewakili yang saya muliakan, saya
kebetulan dipercaya menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Perguruan Seni Beladiri Tapak Suci.
Selama ini yang kami rasakan, itu pembinaan dari pusat masih kurang. Dari IPSI itu sifatnya
hanya semacam koordinasi, tetapi tidak ada pembinaan yang lebih intens begitu ya. Mungkin di
KONI, IPSI itu bagian dari cabor ya, Pak ya. Nah yang saya maksudkan adalah ketika kami ada
kegiatan, itu ada kesulitan terutama dalam hal pendanaan. Tetapi kami selama ini mandiri, jadi
menyelenggarakan sendiri. Kami membangun padepokan itu juga mandiri, kita bikin sendiri,
tidak pernah menggantungkan dengan yang lain. Hanya saja kami bisa merasakan ketika ada
keluhan dari KONI tadi tentang keterbatasan anggaran yang dirasakan oleh KONI dan itu juga
imbasnya ke kami juga. Kami juga di KONI daerah, teman-teman dari Bimwil Tapak Suci di
daerah itu juga hampir merasakan hal yang sama, pembinaan dari KONI juga kurang. Dari Dinas
Dikpora juga sangat berbeda-beda tergantung daerahnya. Kalau daerahnya APBD-nya tinggi, itu
pembinaannya bagus. Tetapi kalau APBD-nya rendah, pembinaannya juga kurang bagus. Kami
sangat berharap nanti dari KONI memberikan perhatian yang cukup, terutama untuk perguruan-
perguruan silat yang memang historis. Perguruan silat historis itu terbatas, hanya ada delapan.
Salah satunya Tapak Suci, itu sumber ilmu, pencak silat itu hanya delapan. Itu saya kira usulan
dari kami. Terima kasih.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT: FAHIRA IDRIS, S.E., M.H. (KETUA KOMITE III DPD RI)
Walaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.
Selanjutnya, yang terhormat Bapak Ir. Mohamad Nabil.