DETERMINAN PERTUMBUHAN KREDIT MODAL KERJA PERBANKAN DI INDONESIA DI INDONESIA PERIODE 2012 – 2016 SKRIPSI Disusun oleh : RAISA AKBAR 135020407111025 Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Derajat Sarjana Ekonomi JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017
96
Embed
DETERMINAN PERTUMBUHAN KREDIT MODAL KERJA …repository.ub.ac.id/8645/1/Raisa Akbar.pdf · Seminar Traning Of Communication 2014 ... ECOLYMPICS Staff Divisi Keamanan Transportasi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
DETERMINAN PERTUMBUHAN KREDIT MODAL KERJA PERBANKAN DI INDONESIA DI INDONESIA
PERIODE 2012 – 2016
SKRIPSI
Disusun oleh :
RAISA AKBAR 135020407111025
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Derajat Sarjana Ekonomi
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2017
CURRICULUM VITAE
Data Pribadi
Nama : Raisa Akbar
Tempat dan Tanggal Lahir : Malang, 3 April 1995
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Domisili di Malang : Jalan A.Yani No. 1 Sukopuro – Jabung
Komponen persamaan pertama menunjukan bahwa penawaran kredit
tergantung jumlah simpanan dan nilai buku modal yang dimiliki oleh bank pada
awal periode (𝐷𝑡−1). Dalam persamaan kedua ), (𝑒𝑏/𝑒) 𝑡−1 merupakan
perbandingan harga saham sektor perbankan terhadap harga saham rata-rata di
pasar yang menunjukan penentuan profit yang diharapakan dari bank dan lebaga
intermediasi lainya yang didapat di pasar saham sehingga mempengaruhi jumlah
modal baru yang akan disalurkan sebagai kredit periode yang akan datang.
Komponen persamaan ketiga (𝐸𝑡−1), adalah kapitalisasi pasar dari modal
perusahaan pada awal periode yang mempengaruhi nilai kekayaan perusahaan
dan jaminan yang tersedia bagi perbankan. Komponen persamaan keempat (𝑖𝐿 −
𝑖𝑓 ) 𝑡 , adalah tingkat bunga kredit dikurangi biaya dana, semakin tinggi tingkat
bunga kredit daripada biaya dana maka semakin tinggi pula margin keuntungan
bank. Komponen persamaan kelima (𝑖𝐿 − 𝑖)𝑡, merupakan tingkat bunga kredit
dikurangi tingkat bunga deposito yang menggambarkan resiko siklis. Komponen
17
persamaan keenam (𝜎𝑡 ), adalah pengembaliaan yang diharapkan pada portofolio
kredit bank. Komponen terakhir (𝜋𝑡), adalah yang merupakan tingkat inflasi yang
diharapkan. Pengaruh dari tingkat inflasi ini dipertimbangkan dalam jangka
panjang dan berhubungan dengan resiko kredit. Tingkat inflasi yang tinggi akan
mengakibatkan spekulasi harga asset sehingga bank akan cenderung lebih
berhati-hati dalam memberikan kredit.
2.1.2.5. Hakim et.al.,
Menurut Hakim et.al., dalam menentukan jumlah besaran kredit yang
ditawarkan, tidak hanya meliha pada bagian sisi dalam perbankan atau faktor
melainkan faktor eksternal. Faktor eksternal adalah kebijakan bank sentral atau
efek dari kebijakan bank sentral.
Kebijakan bank sentral dalam mengedalikan stabilitas perekonomian dapat
mempengaruhi penyaluran kredit. Seperti kebijakan pengendalian inflasi, dimana
bank sentral dengan instrument dapat mempengaruhi jumlah permintaan dan
penawaran pada pasar dana dengan menggunkan surat berharga Bank Indonesia
pada oprasi pasar terbuka. Dikeluarkanya Surat berharga Bank Indonesia
membuat naik suku bunga pasar dana dan menyerap jumlah uang beredar pada
masyarakat sehingga dapat menekan inflasi. Berdasarkan hal tersebut maka pada
saat bank mengeluarkan SBI pada Operasi Pasar Terbuka (OPT) jumlah
permintaan kredit akan berkurang karena masyrakat lebih tertarik pada
penyimpanan dana karena saving lebih menguntungkan.
2.2 Hubungan antar Variabel
2.2.1. Hubungan Inflasi dengan Penyaluran kredit
Inflasi merupakan indikator terdapatnya pertumbuhan ekonomi atau
dapat dikatakan sabagai tanda bergeraknya ekonomi. Terdapat beberapa
faktor yang menyebabkan inflasi, yaitu konsumsi masyarakat yang
18
meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau
bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran
distribusi barang. Inflasi juga bisa diartikan menurunnya sebuah nilai mata
uang secara continue. Artinya apabila inflasi disebabkan oleh kosumsi dan
berlebihmya likuiditas maka inflasi merupakan cerminan kosumsi di
masyarakat yang tinggi dan membuat permintaan uang meningkat seperti
kredit yang meningkat dan menimbulkan inflasi.
Bagi dunia usaha , inflasi memyebabkan ketidak pastian dan spekulasi
sehingga dapat menggangu perencanaan dan perncapaian target kredit
perbankan. Menurut Haryati (2000), hubungan inflasi dan penyaluran kredit
adalah negatif, menurut Haryanti tingginya inflasi menyebabkan naiknya
suku bunga sehingga saat terjadi kenaikan suku bunga masyrakat lebih
memilih saving dari pada pengambilan kredit menginggat pengambilan
kredit memiliki biaya yang lebih mahal dan kurang menguntungkan, di sisi
lain saat inflasi tinggi membuat resiko pengambilan kredit cukup tinggi dan
keadan perekonomian cenderung tidak kondusif dalam menjalankan usaha
sehingga inflasi berkorelasi negatif terhahap kredit.
Sedangkan menurut Eller et al (2010, dalam Utari), hubungan negatif
inflasi dan permintaan kredit dapat dilihat dari dua aspek, pertama, saat
inflasi telah menyentuh batas tertentu akan berasosiasi dengan volatilitas
inflasi yang secara signifikan dapat menganggu fungsi pasar keuangan
dengan meningkatkan ketidakpastian. Kedua, jika suku bunga normal
tingggi, akan membuat debitur memilih kredit dengan durasi yang pendek,
yang pada gilirannya membatasi volume kredit yang dipinjam.
11
2.2.2. Hubungan Dana Pihak Ketiga (DPK) dengan Penyaluran Kredit
Dana Pihak Ketiga (DPK) adalah dan yang dihimpun dari
masyarakat berupa giro, deposito dan tabungan. DPK bagi perbankan
sangat memiliki peran penting, karena todal dari DPK menentukan besar
kecilnya jumlah kredit yang ditawarkan dan DPK merupakan sumber
modal utama dalam penyaluran kredit. Menurut Kasmir (2000) Dana Pihak
Ketiga (DPK) merupaka sumber terpenting dalam kegiatan operasional
perbankan dan merupakan ukuran keberhasilan bank apabila mampu
membiayai operasinya dari sumber dana ini.
Teori Bernake dan Blinder (1987) menjelaskan bahwa penawaran
kredit di pengaruhi oleh jumlah DPK yang dapat diserap oleh bank tersebut.
Semakin tinggi total DPK yang diserap maka semakin tinggi pula jumlah
kredit yang ditawarkan oleh bank tersebut. Teori ini sejalan dengan
enelitian dari I Made Pratista Yuda (2010) dengan hasil peneliian baahwa
DPK memiliki pengauh positif dan signifikan terhadap penyaluran kredit.
Haryati (2009) juga menyatakan bahwa total DPK memiliki pengaruh positif
signifikan terhadap penyaluran kredit, dimana ketika DPK mengalami
kenaikan maka akan di ikuti oleh keiakann kredit yang di tawarkan. Namun
Satria (2010) mendapatkan hasil yang berbeda yaitu DPK tidak memiliki
pengaruh positif terhadap penyaluran kredit hal ini disebabkan oleh DPK
yang memiliki tanggal jatuh tempo yang pendek, sehingga apabila
digunkan sebagai dan untuk penyaluran kredit cuku beresiko bagi
perbankan. Namun haasil penelitian secara genera menyatakan bahwa
DPK memiliki pengaruh positif terhadap penyaluran kredit.
12
2.2.3. Hubungan antara Non Performing Loans (NPL) dengan
Penyaluran Kredit
Non Performing Loan (NPL) merupakan rasio antara jumlah gagal
bayar dibagi jumlah total kredit. Rasio ini untuk mengukur kemampuan
bank dalam meng-cover resiko ketidak mampuan debitur dalam melunasi
kewajibannya. Besar kecilnya NPL sangat mempengarahui jumlah kredit
yang disalurkan, hal ini dikarenakan apaila NPL tinggi maka bank harus
membentuk cadangan penghapusan yang lebih besar, dengan kata lain
modal akan berkurang untuk meng-cover kerugian sehingga penyaluran
kredit akan menurun karena turunya modal.
Menurut Stiglitz dan Weiss (1992) mengatakan bahwa asumsi
dasar yang harus dipahami mengukur besar kredit adalah dapat mengukur
dan menetapkan resiko yang muncul akibat penetapan bunga kredit yang
disalurkan serta dapat mengukur kemampuan nasabah dalam melakukan
pengembalian. Dari penelitian Pratama (2011) mengatakan bahwa NPL
yang tinggi menyebabkan penurunan terhadap kredit yang di salurkan. Hal
ini disebabkan tingginya NPL menandakan bahwa modal tergerus guna
mengcover kerugian dan bank pada posisi kurang liquid sehingga terjadi
penurunan kredit. Namun berbeda penelitian dari Amalia Y (2014) yang
menyatakan bahwa NPL tidak memiliki pengaruh negatif terhadap
penyaluran kredit, hal ini bisa jadi tidak terpengaruh karena adanya implicit
guarantee yang merupakan peran Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
2.2.4. Hubungan Suku Bunga Kredit dengan Penyaluran Kredit
Suku Bunga merupakan pendapatan yang diperoleh bank dari
penyaluran kredit. Suku bunga kredit digunakan sebagai bentuk penjualan
13
atas kredit sementara bagi masyarakat merupakan harga pembelian dari
kredit. Menurut Kasmir (2000) mengatakan bahwa dalam penentuan suku
bunga kredit , bank perlu pandai dalam menentukan komponen pembentuk
suku bunga kredit agar keuntungan yang diperoleh maksimal. Suku bunga
kredit yang di tetapkan maksimum 5% di atas BI rate yang di tetapkan oleh
Bank Indonesia .
Menurut Melitz dan Pardue (1973). Jumlah kredit yang diberikan di
pengaruhi oleh tingkat bunga kredit bank yang ditetapkan sebagai profit
untuk bank. Teori ini sejalan dengan teori yang di kemukakan Bernake dan
Blinder (1987) yang menyatakan bahwa besar permintaan kredit salah
satunya ditentukan oleh suku bunga. Jadi semakin tingkat suku bunga
kredit yang diberikan maka permintaan akan kredit akan berkurang hal ini
karena masyrakat akan lebih memilih menabung atau saving karena biaya
opportunitas dari pengambilan kredit lebih tinggi dari pada saving, selain
itu resiko yang diambil cukup besar ketika mengambil kredit dengan tingkat
bunga yang tinggi.
Hasil dari penelitian yang menunjukan bahwa tinggkat bunga
memiliki hubungan negatif terhadap penyaluran permintaan kredit adalah
penelitia dari I Gde Oggy (2014) yang menyakan bahwa suku bunga
memberikan pengaruh signifikan terhadap pada penyaluran kredit. Sejalan
dengan penelitian Igde Oggy, penelitian dari Haas (2006) juga menyatakan
bahwa suku bunga berpenran negatif dalam penyaluran kredit. Namun
pada penelitiaan Agung et.al., (2001) bahwa mendapatkan hasil yang
berbeda, dimana bunga memiliki hubungan positif. Berdasarkan penelitian
agung dapat ditrik kesimpulan bahwa bunga tidak lagi menjadi masalah
utama bagi masyrakat dalam pengambilan kredit.
14
2.3 Penelitian Terdahulu
No Peneliti & Judul Penelitian Variabel Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian Tahun
1 Bagus Budiman et.al., (2012) Pengaruh NPL, CAR, Tingkat Suku bunga Terhadap Penyaluran Kredit pada Perusahaan Perbankan
Jumlah Kredit, NPL,CAR, Tingkat Suku Bunga
Ordinery Least Square (Regresi Linier Berganda)
(-)Tingakat Suku Bunga berpengaruh postif dan signifikan (-) NPL dan CAR tidak memiliki pengaruh atau tidak berpengaruh signifikan terhadap Total Kredit yang di Salurkan
2012
2 Yoga Lingga (2013) Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), NPL, dan Suku Bunga Pinjaman Terhadap Penyaluran Kredit Modal Kerja , Kosumsi, Investasi dan Kosumsi Pada Bank Pembangunan Daerah
Jumlah Kredit, DPK, NPL dan Suku Bunga Pinjaman
Ordinery Least Square (Regresi Linier Berganda)
(-) Secara parsial variabel DPK, Suku Bunga dan NPL memiliki pengaruh signfikan terhadap kredit ketiga modal
2013
3 Billy A. Pratama (2010) Analisis yang Mempengaruhi Kebijakan Penyaluran Kredit Perbankan
DPK,NPL,SBI, CAR dan Suku Bunga
Ordinery Least Square (Regresi Linier Berganda)
(-) DPK berpengaruh signifikan Positif terhadap Kredit, begitu juga CAR. NPL berpengaruh negatif terhadap Kredit Sementara untuk suku bunga
2010
15
berpengaruh positif namun tidak signifikan
4 I Gde Oggy P (2014) Pengaruh BI RATE, DPK, NPL terhadap Penyaluran Kredit Modal Kerja pada Bank Perkreditan Rakyat
BIRATE, DPK, NPL dan Total Kredit Modal Kerja BPR pulau BALI
Ordinery Least Square (Regresi Linier Berganda)
(-) DPK, NPL, BI RATE mempunyai pengaruh signifikan secara serempak terhadap penyaluran kredit begitu juga secara parsial
2014
5 Imam Mukhlis (2010) Penyaluran Kredit Bank di Tinjau Dari Jumlah DPK dan Tingkat NPL
Jumlah Kredit, NPL dan DPK
Error Correction Model (ECM)
(-) DPK dalam jangkan pendek dan jangka panjang tidak memiliki pengaruh (-) NPL berpengaruh pada jangka pendek namun tidak pada jangka panjang
2010
6 Yana Raudhatul J (2014) Determinan Kredit Modal Kerja Perbankan
DPK, PDB,INFLASI, SBI , SBK
Ordinery Least Square (Regresi Linier Berganda)
(-) Secara simultan Uji F variabel DPK, PDB, INFLASI, SBI dan SBK berpengaruh signifikan terhadap KMK (-) Secara Parsial DPK , SBK, Inflasi dan PDB berpengaruh signifikan akan tetapi untuk inflasi dan SBK memiliki pengaruh yang negatif.
2014
16
Sementara SBI tidak memiliki pengaruh
7 Dias Satria (2009) Determinasi Kredit Penyluran Bank Umum
Jumlah Kredit, Market Share, BOPO, CAR,NPL DPK,ROA dan SBI
Data Panel, Regresi Berganda
(-) BOPO,CAR, dan Penempatan SBI berpengaruh signifikan pada penyaluran kredit (-) NPL, DPK dan Market Share tidak berpengaruh
2009
17
2.4 Kerangka Pikir
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian
Sumber : Olahan Peneliti (2017)
1. Tejadi Perlamabatan kredit Modal Kerja setelah krisis Suprime
Mortage (2008)
2. Kredit Modal Kerja Memiliki proporsi lebih besar pada kredit lainya 3. Penurunan Kredit modal kerja dapat menggangu perekonomian
negara karena kredit modal kerja sebagai kredit penyangga sektor
produktif di indonesia
4. Ada beberapa faktor yang menyebabkan penurunan pertumbuhan
Kredit Modal Kerja (KMK)
Suku Bunga
Kredit NPL DPK INFLASI
Pertumbuhan Kredit Modal Kerja (KMK)
Y(KMK) = INFLASI(X1), DPK(X2), NPL (X3) dan
SBDK(X4)
18
2.5 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap batasan masalah yaang
telah dikemukankan. Setelah adanya kerangkat teori , maka hipotesis dapat di
jabarkan sebagai berikut :
H1 : Diduga Inflasi memilki pengaruh signifikan negatif dalam jangka panjang
dan jangka pendek
H2 : Diduga DPK memiliki pengaruh singifikan negatif dalam jangka panjang
dan jangka pendek
H3: Diduga NPL memilki pengaruh signifikan negatif dalam jangka panjang
dan jangka pendek
H4: Diduga Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) memiliki pengaruh positif
dalam jangka panjang dan jangka pendek
27
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif. Penelitian ini
menekankan pada pengujian pada teori-teori melalui pengukuran variabel –
variabel penelitian dan melakukan analisis data dengan prosedur statistik. Metode
penelitian ini adalah metode ex post facto. Metode ini menjelaskan kausal atau
sebab akibat antara variabel – variabel dalam penelitian yang tidak dimanipulasi
oleh peneliti. Adanya hubungan sebab akibat didasarkan atas kajian teoritis,
bahwa suatu variable tertentu mengakibatkan variable tertentu.
3.2. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang Lingkup penelitian yang ditetapkan oleh penulis yaitu meneliti
tentang Determinan Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Perbankan dalam Jangka
Pendek dan Jangka Panjang di Indonesia Periode 2012-2016. Objek analisis
adalah Pertumbuhan Kredit modal kerja , Suku Bunga Kredit, Pertumbuhan Dana
Pihak Ketiga, Non Performing Loan (NPL) dan Inflasi di Indonesia periode 2012-
2016.
3.3. Populasi dan Sample
3.3.1. Populasi
Pada Penelitian ini generalisasi wilayah penelitian atau populasi yang
diambil adalah laporan keuangan tentang penyaluran Kredit Modal Kerja (KMK),
Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Non Performing Loan (NPL) pada Bank Umum
28
Konvensional yang meliputi Bank Swasta Nasional, Bank Persero, Bank Asing dan
Bank Campuran pada periode tahun 2012-2016.
3.3.2. Sample
Pada penelitian ini sample atau objek yang dipilih peneliti dalam melakukan
penelitian adalah Bank Umum Konvensional dengan kategori Buku IV. Kategori
Buku IV adalah Kategori Bank yang memiliki modal diatas 30 Triliun dengan
pembiayaan produktif atau kredit produktif paling sedikit 70% dimana 20% dari
70% penyaluran dana disalurkan kepada UMKM. Buku IV dipilih karena Kategori
Bank IV memiliki proporsi penyaluran kredit yang besar dan dinaggap relevan
dengan penelitian yang diambil oleh peneliti.
3.4. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series
data time series merupakan data runtut waktu yang dapat digunakan untuk
melihat pergerakan secara berkala . data time series digunakan oleh peneliti untuk
melihat hubungan antar variabel dalam waktu kurun tertentu. Berdasarkan
sumbernya data terbagi menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder. Dan
dalam penelitian kali ini peneliti menggunakan data sekunder.
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data sekunder variabel
inflasi, Suku Bunga Kredit , Pertumbuhan Kredit, NPL dan Pertumbuhan Dana
Pihak Ketiga. Data tersebut diambil dalam bentuk data bulanan rentan waktu 2012-
2016. Berikut tabel mengenai jenis data, satuan yang digunakan, dan sumber data
dari masing-masing variabel.
29
Tabel 3.1. : Variabel Penelitan dan Sumber Data
NO Variabel Sumber Data Satuan
1 Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Bank Indonesia (SPI) %
2 Inflasi BPS %
3 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Bank Indonesia (SPI) %
4 NPL Bank Indonesia (SPI) %
5 Suku Bunga Dsar Kredit Bank Indonesia (SPI) %
3.5. Definisi Operasional Variabel
Menurut Sugiyono (2007) Variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk
apa saja yang menjadi titik perhatian atau objek yang di tentukan oleh peneliti
untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian
ditarik kesimpulannya. Variabel yang digunakan dalam penelitian terbagi menjadi
2. Pertama variabel terikat atau variabel dependen. Kedua variabel : bebas atau
variabel independent. Untuk variabel dependen. adalah Pertumbuhan kredit Modal
Kerja (KMK). Kemudian untuk variabel independen adalah NPL, Inflasi,
Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga dan Suku Bunga Kredit.
Definisi operasional dari masing –masing variabel dalam penelitian ini
sebagai berikut
3.5.1. Definisi Pertumbuhan Kredit Modal Kerja
Pertumbuhan kredit adalah pertumbuhan kredit jumlah penyaluran kredit
oleh bank umum. Penelitian ini menggunakan data kredit modal kerja atau KMK.
Periode data yang digunakan pada tahn 2012-2016 dengan bentuk data bulanan
Bank umum dengan mengacu pengelompokan bank dengan kegiatan usaha di
buku IV
30
Buku IV merupakan pengelompokan kegiatan usaha bank dengan modal
inti paling sedikit 30 trilliun, dengan pembiayaan produktif atau kredit produktif
paling sedikit 70% dari total kredit dan 35% batas atas penyertaan modal. Rumus
dari menghitung pertumbuhan kredit sebagai berikut :
Pertumbuhan kredit =jumlah kreditt – Jumlah kredit t−1
Jumlah kredit t−1 x 100
3.5.2. Definisi Operasional Inflasi (X3)
Data yang digunakan untuk variabel inflasi adalah data inflasi dengan proxy
Indek Harga Konsumen (IHK) di Indonesia data inflasi yang digunkan adalah pada
periode 2012-2016, satuan data persen (%) dengan data bentuk bulanan. Rumus
dalam mengitung inflasi dapat ditulis sebagai berikut :
Laju Inflasi (IHK) = IHKt−IHKt−1
IHK t−1 x 100
3.5.3. Definisi Operasional Pertumbuhan DPK
Dana Pihak Ketiga merupakan dana yang di himpun dari masyarakat
dalam bentuk depositi, giro dan tabungan. DPK ini merupakan sumber
pembiayaan bagiperbankan. Pada penelitian ini data DPK yang digunakan berupa
data time series pada tahun 2012-2016 dengan bentuk data bulanan. Satuan data
dalam penelitian ini adalah prosentase (%). Dalam menghitung pertumbuhan DPK
dapat menggunakan rumus :
Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) = jumlah DPKt – Jumlah DPK t−1
Jumlah DPK t−1 x 100
3.5.4. Definisi Operasonal Non Performing Loan
Non Performing Loan (NPL) merupakan rasio yang digunakan dalam
mengukur tinggi rendahnya gagal bayar kredit suatu bank. Data NPL yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data NPL seluruh bank atau keseluruhan.
Periode data yang digunakan adalah tahun 2012-2016 dengan bentuk data
31
bulanan dengan satuan persen (%). Rumus untuk menghitung pertumbuhan NPL
adalah sebagai berikut
Rasio Non Performing Loan (NPL) = Jumlah NPL
Jumlah Kredit yang Disalurkan x 100
3.5.5. Definisi Operasional Suku Bunga Kredit
Suku Bunga Kredit adalah besaran biaya yang di tentukan lembaga
intermediasi seperti perbankan dalam pemberian kredit terhadap masyarakat.
Pada penelitian ini variabel suku bunga diukur dalam persen (%) dan periode data
mulai tahun 2012-2016.
3.6. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan dalam pengumpulan data
adalah metode Dokumentasi Lembaga, karena data yang digunakan dalam
penelitian ini diperoleh dari arsip-arsip yang dipublikasikan oleh suatu lembaga
yaitu laporan - laporan statistik yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dan Badan
Pusat Statistik.
3.7. Metode Analisis Data
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor internal dan faktor
eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan modal kerja Sehubungan dengan hal
tersebut, metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi dengan model
koreksi kesalahan (Error Correction Model). Data yang tidak stasioner seringkali
menunjukkan hubungan ketidakseimbangan dalam jangka pendek, tetapi ada
kecenderungan terjadinya keseimbangan hubungan jangka panjang. Selanjutnya
dilakukan uji kointegrasi untuk mengetahui ada tidaknya hubungan jangka panjang
di dalam variabel ekonomi yang diteliti. Kemudian akan diterapkan model koreksi
kesalahan (ECM) untuk mengoreksi adanya ketidakseimbangan tersebut.
32
Pada penelitian ini menggunakan metode analisis Error Correction Model
(ECM). Menurut Sargan, Engle dan Granger, error corrrection model merupakan
teknik untuk mengoreksi ketidakseimbangan jangka pendek menuju jangka
panjang, serta dapat menjelaskan hubungan antara peubah terikat dengan peubah
bebas pada waktu sekarang dan waktu lampau. Error Correction Model atau yang
juga dikenal dengan model koreksi kesalahan adalah suatu model yang digunakan
untuk melihat pengaruh jangka panjang dan jangka pendek masing-masing
variabel bebas terhadap variabel terikat (Satria, 2004).
3.7.1. Spesifikasi Model
Pada penelitian ini akan melihat bagaimana dampak dari variabel Inflasi,DPK,
NPL dan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) terhadapa pertumbuhan kredit modal
kerja. Pada penelitian ini yang menjadi variabel dependent adalah variabel
pertumbuhan kredit modal kerja dan variabel independen terdiri dari Inflasi,
DPK,NPL dan suku bunga kredit. maka dari itu dapat di buat persamaan sebagai
0,15% (Financial.detik.com). hal ini menyebabkan permintaan kredit modal kerja
menurun, karena masyarakat menilai inflasi naik atau naiknya bahan baku
produksi akan memberikan keuntungan yang kecil atau bahkan memberikan
kerugian sehingga mengambil kredit merupakan keputusan yang beresiko. Oleh
sebab itu pada jangka pendek inflasi mempengaruhi pertumbuhan kredit modal
kerja.
Dalam jangka panjang inflasi cenderung stabil dan sedikit berfluktuatif,
namun dalam jangka panjang pertumbuhan kredit modal kerja merespon
pergerakan Inflasi, laju inflasi yang mulai tinggi pada tahun 2013 tepatnya pada
bulan Juli, dimana Bank Indonesia menetapkan BI rate hingga 7,5%, naiknya suku
bunga acuan tentunya menderek Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) hal ini yang
menyebabkan menurunya pertumbuhan kredit modal kerja karena suku bunga
yang tinggi yang membuat kredit tidak menarik bagi masyarakat. Selain itu pada
tahun 2013-2014 Bank Indonesia dalam mengatasi inflasi yang tinggi melakukan
penguatan moneter atau stabilitas moneter dengan melakukan Operasi Pasar
Terbuka (OPT) dengan menjual Surat berharga Bank Indonesia (SBI) yang
58
berjuan untuk mengurangi porsi dana yang disalurkan bank umum atau megurangi
jumlah uang yang beredar dengan tujuan pengendalian inflasi.
Sementara pada tahun 2016 inflasi cenderung stabil pada grafik namun
terjadi lonjakan pada awal tahun, menurut Bank Indo nesia naiknya inflasi pada
awal tahun 2016 akibat kelompok bahan makanan bergejolak (volatile food)
mencapai 2,40 persen (mtm) atau 6,77 persen (yoy), terutama bersumber dari
kenaikan harga pada komoditas daging ayam ras dan bawang merah. Kredit
modal kerja juga mengalami perlambatan, menurut BPS tahun 2016 perlambatan
kredit modal kerja disebabkan oleh penurunan daya beli masyarakat. Penurunan
ini merupakan imbas dari perlambatan ekonomi nasional yang diakibatkan oleh
pelemahan ekonomi dunia yang (Bisnis.liputan6.com).Dengan demikian dalam
jangka panjang inflasi mempengaruhi pertumbuhan kredit modal kerja. penelitian
ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Utari et al. (2010) yang menyatakan
bahwa nflasi mempengaruhi pertumbuhan kredit dalam jangka panjang.
Bagi perbankan dengan modal inti di atas 30 Trilliun dan kemampuan
penyaluran kredit 75% dari DPK dan kemampuan 35% penyertaan modal (
Penggolongan BUKU 4 ), kenaikan inflasi dalam jangka pendek akan memberikan
keutungan bank dalam jangka pendek melalui kenaikan suku bunga, keadaan ini
akan memberikan spread margin profit, hal ini di sebabkan oleh kenaikan harga
mendahului kenaikan upah. Jadi perusahaan atau masyarakat di dunia usaha
akan berekspansi dengan menaikan produksi dengan cara pengambilan kredit
modal kerja dengan penjelasan tersebut maka inflasi dalam jangka pendek dapat
menaikan keutungan bank dalam menyalurkan kredit namun dengan catatan
inflasi dalam batas wajar.
Dalam Jangka Panjang pergerakan inflasi akan mempengaruhi
pertumbuhan kredit modal kerja pada perbankan dengan penggolongan buku 4.
59
Hal ini inflasi dalam jangka panjang akan mempengaruhi profitabilitas perbankan.
Bahaya inflasi dalam jangka panjang adalah penurunan nilai mata uang yang
diikuti oleh penurunan output yang yang dibarengi oleh penurunan uang kas yang
berada di masyarakat . keadaan ini yang membuat daya beli turun, dan harga
barang melambung yang menyebabkan perusahan atau masyarakat tidak dapat
menjalankan usaha dan menurunakan permintaan kredit, disisi lain perbankan
juga tidak dapat menyalurkan kredit modal kerja karena terhalang tingginya bunga
untuk melindungi penurunan nilai mata uang. Berdasarkan perjelasan di atas
tingginya inflasi dalam jangka panjang akan menghabat kredit yang berdapak pada
pertumbuhan ekonomi.
4.3.3. Pengaruh Pertumbuhan DPK terhadap Pertumbuhan Kredit
Modal Kerja
Tabel 4.6: Hasil Variabel DPK Jangka Pendek dan Panjang terhadap KMK
No Variabel Coefficient Probability Signifikansi
1 D(DPK) 0.184650 0.0054 Sig**
2 DPK (-1) 0.988789 0.0054 Sig**
3 ECT 0.488842 0.0003 Sig*
Sumber: data diolah (2017)
Berdasarkan hasil estimasi, hasil penelitian ini menunjukan bahwa
pertumbuhan dana pihak ketiga berpengaruh signifikan dalam dalam jangka
panjang dan bernilai positif. Dalam arti bahwa pertumbuhan DPK searah dengan
pertumbuhan kredit modal kerja. Dalam jangka pendek pertumbuhan DPK
berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan modal kerja kredit modal kerja. Hal
ini terlihat dari nilai probabilitas pada D(DPK) yang bernilai 0.0054 atau dibawah
60
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
Jan
-12
Ap
r-1
2
Jul-
12
Okt
-12
Jan
-13
Ap
r-1
3
Jul-
13
Okt
-13
Jan
-14
Ap
r-1
4
Jul-
14
Okt
-14
Jan
-15
Ap
r-1
5
Jul-
15
Okt
-15
Jan
-16
Ap
r-1
6
Jul-
16
Okt
-16
KMK dpk
alpa (0.010) yang berarti pada jangka pendek DPK bengaruh terhadap
pertumbuhan kredit modal kerja, nilai koefisien positif menandakan bahwa dalam
jangka pendek Kenaikan DPK akan menambah pertumbuhan kredit modal kerja
secara signifikan, begitu juga dengan jangka panjang DPK memiliki pengaruh
signifikan dengan nilai koefisien negatif hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas
yang berada diawah alpha 0.0054 < 0.010 dengan nilai koefisien positif yang
berarti kenaikan DPK tidakakan memberikan dapak pertambahan terhadap
pertumbuhan kredit modal kerja . selain itu nilai ECT menunujukan 0.60638,
mendakan bahwa nilai keseimbangan atau ketidaksesuaian yang dapat dikoreksi
jangka pendek terhadap jangka panjang sebesar 0.60638. Nilai ECT yang masih
dibawah dari 0.05% menunjukan bahwa ketidaksusaian yang dikoreksi cukup
cepat yaitu sekitar 6 bulan.
Gambar 4.10: Pertumbuhan KMK dan Pertumbuhan DPK Indonesia (2012-
2016)
Sumber: Bank Indonesia, data diolah (2017)
Dalam jangka pendek, perlambatan Dana Pihak Ketiga (DPK) memberi
respon terhadap pertumbuhan kredit Modal kerja yang melambat. Pada periode
2012-2016 terlihat bahwa pertumbuhan kredit model kerja cenderung searah atau
61
mengikuti pertumbuhan DPK. Hal ini menyebabkan dalam jangka pendek
pertumbuhan DPK mempengaruhi pertumbuhan kredit modal kerja, hal ini karena
DPK yang terserap mampu disalurkan dengan baik oleh perbankan meski DPK
mengalami perlambatan, hal ini dapat dilihat dari Rasio LDR tahun 2012 yang
masih mencapai 85-92%.
Selain itu muncul instrumen Medium tern Notes (MTN) atau surat hutang
jangka menengah, instrument ini merupakan instrument perbankan dalam
memperoleh sumber pendanaan dalam jangka pendek. Munculnya MTN ini
diakibatkan karena melambatnya pertumbuhan DPK oleh sebab itu perbankan
menggunakan sumber pendanaan MTN sebagai pengganti DPK yang melambat.
Sehingga perlambatan DPK tidak menjadi masalah bagi perbankan oleh karena
itu DPK dalam jangka pendek memiliki pengaruh signifikan terhadap kredit modal
kerja.
Perlambatan DPK dalam jangka pendek akan memberikan dampak pada
kesulitan likuiditas pada perbankan yang mengakibatkan perlambatan penyaluran
kredit. oleh karena itu perlu upaya berupa kebijakan be MTN dan inklusi keuangan
yang diharapkan merangsang atau akselerasi DPK hal ini karena apabila kredit
mengalami penurunan karena bank kekurangan dana maka tentunya dapat
menggangu perekonomian dan dunia usaha sektor rill menginggat sumber
pendanaan usaha berasal dari kredit.
Dalam jangka panjang, melambatnya pertumbuhan Dana Pihak Ketiga
(DPK) telah direspon oleh Pertumbuhan kredit modal kerja, sehingga
Pertumbuhan DPK berpengaruh terhadap pertumbuhan kredit modal kerja dalam
jangka panjang. Hal ini disebabkan bank tidak lagi kesulitan liquiditas akibat
melambatnya pertumbuhan DPK karena munculnya kebijakan MTN, jadi bank
dapat menyalurkan dana secara opitimal dengan berkurangnya resiko liquiditas,
62
oleh karena itu dalam jangka panjang DPK memiliki pengaruh terhadap
pertumbuhan kredit modal kerja. Namun perlambatan DPK tetap mengurangi
kemampuan bank dalam menyalurkan kredit meskipun dalam jangka pendek
dapat mengantinya dengan MTN .
Bagi Perbankan dengan kategori Buku 4 perlambatan DPK merupakan
kendala yang harus segera di atasi oleh perbankan mengingat bank dalam
kategori 4 wajib menyalurkan dana atau kredit sebesar 70% dan 20% wajib
disalukan ke UMKM atau kredit produktif. Pada negara berkembang peran
perbankan sangat perlu dalam membantu pembangunan perekonomian apabila
bank katagori 4 mengalami perlambatan DPK maka dunia usaha atau kegiatan
usaha di sektor rill akan mengalami penurunan hal ini karena sumber pendanaan
di negara berkembang adalah kredit dan dominasi penyaluran kredit berasal dari
bank kategori 4.
Perlambatan DPK dalam jangka panjang akan memberikan dampak yang
buruk bagi perekonomian, perlambatan DPK secara terus menerus akan
mengurangi jumlah kredit yang disalurkan, apibila dalam jangka panjang keadaan
perekonomian dunia usaha lambat dan berhenti karena jumlah kredit yang
disalurkan tidak maksimal, hal ini tentunya cukup berbahaya dimana apabila dunia
usaha tidak memiliki modal untuk bergerak maka, tidak terbukanya lapangan
pekerjaan, tingginya pengguran hingga turunya perekonomian secara rill.
63
4.3.4. Pengaruh Perubahan Non Performing Loan terhadap Pertumbuhan
Kredit Modal Kerja
Tabel 4.7 Hasil Variabel DPK Jangka Pendek dan Panjang terhadap KMK
No Variabel Coefficient Probability Signifikansi
1 D(NPL) -1.458138 0.0000
Sig
2 NPL(-1) -1.410918 0.0000 Sig
3 ECT -0.606385 0.0000 Sig
Sumber : data diolah(2017)
Berdasarkan hasil estimasi, hasil penelitian menunjukan bahwa Non
Performing Loan (NPL) memiliki pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan kredit
modal kerja dengan dampak negatif atau berlawanan arah dalam jangka pendek
maupun panjang. Hal tersebut terlihat pada nilia probabilitas 0.000 < 0.005 dengan
nilai koefisien bertanda --1.458138yang berarti pada jangka pendek tiap kenaikan
NPL 1 persen maka akan menyebabkan penurunan pada pertumbuhan kredit
modal kerja sebesar -1.458138 atau - 1,45%. Sementara dalam jangka panjang
nilai probabilitas 0.0010 < 0.000 dengan nilai koefisien -1.410918. hal ini
menandakan pada jangka panjang bahwa dalam jangaka panjang perubahan npl
berpengaruh signifikan pada pertumbuhan kredit modal kerja. Niali koefisien
negatif menandakan bahwa perubahan npl mengurangi kredit modal kerja. selain
itu nilai ECT menunujukan -0.606385, mendakan bahwa nilai keseimbangan atau
ketidaksesuaian yang dapat dikoreksi jangka pendek terhadap jangka panjang
sebesar -0.606385. Nilai ECT yang masih dibawah dari 0.5% menunjukan bahwa
ketidaksusaian yang dikoreksi cukup cepat yaitu sekitar 6 bulan.
64
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
6
7
Jan
-12
Ap
r-1
2
Jul-
12
Okt
-12
Jan
-13
Ap
r-1
3
Jul-
13
Okt
-13
Jan
-14
Ap
r-1
4
Jul-
14
Okt
-14
Jan
-15
Ap
r-1
5
Jul-
15
Okt
-15
Jan
-16
Ap
r-1
6
Jul-
16
Okt
-16
NPL KMK
Gambar 4.11: Perubahan NPL dan Pertumbuhan KMK Tahun 2012-2016
Sumber: Bank Indonesia, data diolah (2017)
Dalam jangka pendek non performing loan mempengaruhi pertumbuhan
kredit modal kerja seperti ditunjukan pada gambar 4.10 dimana apabila NPL
hampir menyetuh batas atas NPL perbankan yaitu 2,5 maka pertumbuhan kredit
modal kerja akan menurun seperti contoh pada tahun 2014 pada bulan April NPL
menyentuh 2,51 dan langsung memberikan dampak pada penurunan pada bulan
Mei dan Juni 2014 dengan penurunan 2,08% akibat kenaikan NPL. NPL
merupakan salah satu dari indikator kesehatan bank, dalam jangka pendek naik
NPL akan mempengaruhi kesehatan bank khususnya pada perolehan laba. Selain
hal tersebut, NPL yang tinggi menyebabkan bank harus menyiapkan lebih
cadangan lebih yang disimpan di Bank Indonesia sehingga dapat mengurangi DPK
dan mengurangi kredit pada jangka pendek (Billy A Pratama,2010). Berdasarkan
statistik perbankan Indonesia (SPI), April tahun 2012 lalu ada beberapa sektor
yang mencatatkan peningkatan NPL. Kenaikan NPL tertinggi di sektor
pertambangan dan penggalian, mencapai sekitar Rp 1,13 triliun atau tumbuh 96
persen dibandingkan periode yang sama pada 2012. Padahal kredit sektor ini
hanya tumbuh 22 persen jadi Rp 114 triliun. Menurut Direktur Risiko Bisnis Bank
BNI, Sutirta Budiman, menduga kenaikan NPL pada beberapa sektor tersebut
65
lantaran pelambatan ekonomi global dan domestik. Ini mempengaruhi kapasitas
bisnis perusahaan sehingga menjadi kredit bermasalah bagi bank, dan tekanan
NPL akan berlanjut hingga periode 2013 -2014 karena akan terjadi kenaikan BI
rate dan LPS rate. Kenaikan suku bunga ini akan mengurangi kemampuan debitur
mencicil pinjaman sehingga bank perlu menyisihakan cadangan kerugian dari
DPK sehingga kredit yang akan disalurkan semakin kecil selain itu kenaikan suku
bunga juga memberikan dampak pada penurunan permintaan kredit. berdasarkan
ulasan di atas maka hasil penelitian sesuai dengan ulasan, bahwa dalam jangka
pendek NPL memiliki pengaruh yang signifikan dan memberikan dampak pada
pertumbuhan kredit modal kerja.
Bagi Bank Kategori 4 NPL yang tinggi dapat menimbulkan masalah bagi
perekonomian. hal ini apabila NPL tinggi hingga terjadi kebangkrutan maka akan
mengakibatkan gejolak perekonomian penarikan karena bank akan kesulitan
likuiditas. Selain hal tersebut bank kategori 4 adalah bank yang memiliki porsi
pemberian kredit yang cukup besar sehingga apabila NPL tinggi hingga
kebangkrutan maka fungsi intermediasi dapat tidak berjalan dan perekonomian
menjadi berhenti karena sumber pendanaan berkurang atau tidak ada sumber
pendanaan. Namun bank kategori 4 adalah bank yang memiliki stadart kualitas
yang bagus akan manjemen resiko pemberian kredit sehingga tingkat NPL bank
dengan Kategori 4 tidak melebih 2,5. Namun apabila terjadi NPL yang tinggi
tentunya langsung terasa terhadap perkonomian karena bank Kategori 4 adalah
bank yang memiliki proporsi paling banyak dalam penyaluran kredit terhadap
masyarakat,
NPL yang tinggi dalam jangka pendek tentunya memberikan dampak yang
buruk bagi perekonomian, dalam jangka pendek tingkat NPL akan mempengaruhi
solvabilitas perbankan, naiknya NPL jangka pendek akan mengurangi jumlah
66
kredit yang disalurkan hal ini disebabkan tindakan bank dalam mengurangi resiko.
Turunya kredit modal kerja dalam jangka pendek akan berdampak pada
perekonomian sperti pertumbuhan ekonomi yang melambat. Hal ini di sebabkan
karena melambatnya sektor rill dalam memproduksi output karena kekurangan
modal.
NPL dalam jangka panjang juga memberikan dampak signifikan pada
pertumbuhan kredit modal kerja. Turunnya modal kerja jangka panjang akibat NPL
yang tinggi dalam jangka panjang merupakan dampakkarena kondisi
perekonomian yang semakin terbuka, dimana dalam sistem perbankan nasional
telah mengizinkan bank asing masuk, hal ini yang semakin membuat kopetensi
semakin ketat sehingga membuat turunyna kualitas debitur yang disebabkan oleh
persaingan mendapatkan debitur yang semakin ketat. Berdasarkan hal tersebut
maka turunnya kulaitas debitur akan mendorong naiknya NPL yang berdampak
pada kekurangan likuiditas dan berkungnya DPK, sehingga turunya penawaran
terhadap kredit oleh karena itu hasil penelitian sesuai dengan ulasan, dimna pada
jangka NPL mempengaruhi signifikan terhadap pertumbuhan kredit modal kerja
dang berpengaruh negatif, atau mengurangi pertumbuhan kredit modal kerja.
NPL yang tinggi dalam jangka panjang, akan berdampak pada
perekonomian, tingginya NPL dalam jangka panjang akan mengakibatkan
kebankrutan bagi bank. keadaan ini yang mengkibatkan rush lembaga keungan
dimana tidak ada kepercayaan masyarakat pada lembaga keuangan, yang
berdampak pada pengambilan dana secara besar besarn oleh masyrakat yang
mengkibatkan bank kekurangan likuiditas dan berdampak pada berhentinya fungsi
intermediasi dimana roda perekonomian tidak berjalan dan Jumlah Uang Beredar
menjadi tinggi dan perekonomian akan semakin memburuk.
67
4.3.5. Pengaruh Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) terhadap Pertumbuhan
Kredit Modal Kerja Tahun 2012-2016
Tabel 4.8: Hasil Variabel SBDK Jangka Pendek dan Panjang terhadap KMK
No Variabel Coefficient Probability Signifikansi
1 D(R) 0.010146 0.2897 Tdk.Sig
2 R(-1) 1.108188 0.2897 Tdk. Sig
3 ECT -0.606385 0.0000 Sig
Sumber: Data diolah (2017)
Berdasarkan hasil estimasi, hasil penelitian menunjukan bahwa dalam
jangka pendek maupun dalam jangaka panjang variabel R atau suku bunga dasar
kredit tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada pertumbuhan kredit modal
kerja.hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas yakni sebesar -0.006394 atau >
0.0005 (alpha) yang menunjukan bahwa dalam jangka pendek suku bunga dasar
kredit tidak memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan kredit modal kerja, begitu
juga pada jangka panjang yang menunjukan nilai probabilitas yang berada di atas
alpha (0.2722 > 0.0005). Namun nilai koefisien pada jangka pendek bernilai negatif
atau -0.006394 sementara pada jangka panjang koefisien bernilai 0.7667734. hal
ini mendakan bahwa dalam jangka pendek suku bunga tidak memiliki pengaruh
yang signifikan namun memberiakan dampak pada pengurangan pertumbuhan
kredit modal kerja. Sementara dalam jangka panjang tidak memiliki pengaruh
signifikan namun membrikan dampak postif atau pertambahan pada pertumbuhan
kredit modal kerja.
68
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
Jan
-12
Ap
r-1
2
Jul-
12
Okt
-12
Jan
-13
Ap
r-1
3
Jul-
13
Okt
-13
Jan
-14
Ap
r-1
4
Jul-
14
Okt
-14
Jan
-15
Ap
r-1
5
Jul-
15
Okt
-15
Jan
-16
Ap
r-1
6
Jul-
16
Okt
-16
KMK SBDK
Gambar 4.12: Perubahan SBDK dan Pertumbuhan KMK Tahun 2012-2016
Sumber: Bank Indonesia, data diolah (2017)
Terlihat bahwa SBDK mengalami fluktuatif sementara kredit modal kerja
cenderung stabil. Dalam jangka pendek kredit modal kerja tidak memiliki pengaruh
dari SBDK, hal ini disebabkan karena kredit modal kerja merupakan kredit dengan
kredit jatuh tempo menengah dan pendek., kredit modal kerja juga memiliki
rekening koran. Selain itu hitungan bunga kredit modal kerja lebih cenderung stabil
per periode dan untuk kredit modal kerja yang jatuh tempo pendek UMKM
cenderung hitungan harian sesuai rekening koran sehingga dalam jangka pendek
tidak berpengaruh. Kredit modal kerja di dominasi oleh UMKM dimana kemudahan
dari proses pengajuan kredit merupakan tolak ukur bagi pengaju kredit UMKM di
bandingkan dengan tingkat suku bunga kreditnya (Infobanknews), dalam hasil
penenlitian suku bunga tidak memiliki pengaruh namun bernilai koefisien negatif
hal ini disebabkan pada jangka pendek seperti periode 2012 -2013 terjadi kenaikan
inflasi yang signifikan hingga Bank Indoensia meningkatkan Bi rate hingga 7,5%
dan mengakibatkan penurunan pada kemampuan debitur untuk membayar kredit
atau keengganan mengambil kredit sehingga meskipun tidak berpengaruh
signifikan pada pertumbuhan kredit modal kerja namun kenaikan suku bunga
tetap memberikan dampak berupa pengurangan pada pertumbuhan kredit.
69
Suku Bunga Bank Kategori 4 adalah suku bunga yang kompetitif apabila
dibandingakan dengan bank kategori lainya hal ini karena dari 70% penyaluran
kredit, 20% penyaluran kredit wajib disalurkan kepada kredit produktif termasuk
pada kredit modal kerja. Namun untuk kredit modal kerja suku bunga dari bank
kategori 4 tidak memiliki pengaruh terhadap kredit modal kerja, hal ini karena
kemudahan dan administrasi yang cepat merupakan tolak ukur. Hal ini
dikarenakan dominasi permintaan terhadap kredit modal kerja dalah UMKM.
Selain hal tersebut kebijakan inklusi keuangan yang belum maksimal
mengakibatkan bank sulit menjangkau masyrakat . sehingga masyrakat masih
mengandalkan sumber pendanaan dari lembaga keuangan seperti BPR atau
lainya. Dimana suku bunga yang kompetitif dari bank kategori 4 tidak memiliki
pengaruh.
Dalam jangka pendek naiknya suku bunga cukup memberikan keuntungan
bagi bank dengan catatan kenaikan suku bunga masih dalam batas wajar, namun
apabila terjadi shock atau keniakan yang upnormal dari suku bunga hal ini yang
dapat membahayakan perekonomian karena naiknya suku bunga dapat menjadi
resiko berupa gagal bayar dan turunya permintaan kredit. hal ini yang
menyebabkan pertumbuhan ekonomi rendah turunya yang di indikator output yang
rendah akibat kredit yang menurun, selain itu suku bunga yang tinggi juga
mengakibatkan penurunan pada sektor investasi yang mengkibatkan sedikitnya
lapangan pekerjaan hingga menumpuknya pengangguran. Berdasarkan
penjelasan di atas suku bunga yang tinggi dalam jangka pendek dapat menganggu
perekonomian .
Dalam jangka panjang, SBDK dari kredit juga tidak memiliki pengaruh dan
bernilai negatif,hal ini disebabkan oleh jangka waktu kredit mikro yang pendek,
perubahan suku bunga dalam jangka panjang tidak akan memberikan dapak yang
70
signifikanpada debitur atau kreditur menginggat jumlah kredit modal kerja
umumnya dalam jumlah kecil sehingga meskipun terdapat shock atau keniakan
suku bunga yang signifikan dampak yang dirasakan dari kerugian tidak terlalu
terasa. Namun naiknya suku bunga tetap memberikan penurunan pada
pertumbuhan modal kerja namun tidak signifkan. Hasil penelitian ini di dukung
oleh penelitian dari G Diah Utari et al (2010) yang menyatakan bahwa suku bunga
kredit memiliki hubungan yang berlawanan arah dengan pertumbuhan kredit
dalam jangka panjang.
Suku bunga kredit yang tinggi dalam jangka panjang akan mempengaruhi
perekonomian yang dapat dilihat dari turunya kredit yang disalurkan, rendahnya
kredit yang disalurkan akan berbahaya bagi perekonomia, dimana roda
perekonomia masih begantung kredit, disisi lain investasi akan mengalami
penurunan akibat suku bunga yang tinggi sehingga secara makro suku bunga
tinggi dala jangka panjang akan berdampak buruk pada perekonomian.
4.3.6 Penentu Lain Pertumbuhan Kredit : Prespektif Penawaran dan
Permintaan
Dari hasil penelitian, dapat dijelaskan bahwa determinan pertumbuhan
kredit modal kerja dari sisi penawaran dan permintaan didominasi oleh pengaruh
jangka panjang. Sehingga penting menganalisis faktor-faktor lain yang
mempengaruhi pertumbuhan kredit modal kerja dari sisi penawaran maupun sisi
permintaan. Rasio Loans Deposite Ratio ( LDR) merupakan rasio yang dpat
menggambarkan permintaan dan penawaran kredit. Berikut grafik ini adalah
perkembangan LDR bank umum selama periode 2012-2016.
71
0
20
40
60
80
100Ja
n-1
2
Ap
r-1
2
Jul-
12
Okt
-12
Jan
-13
Ap
r-1
3
Jul-
13
Okt
-13
Jan
-14
Ap
r-1
4
Jul-
14
Okt
-14
Jan
-15
Ap
r-1
5
Jul-
15
Okt
-15
Jan
-16
Ap
r-1
6
Jul-
16
Okt
-16
Gambar 4.13: Pertumbuhan Loan to Deposite Ratio Indonesia Tahun 2012-
2016
Sumber : Data diolah (2017)
Berdasarkan pada gambar 4.13, dapat dilihat bahwa LDR Indonesia
selama periode 2012-2016 berkisar pada 80-92%. Bank Indonesia sebagai
otoritas makropudensial dan moneter menerapkan batas bawah dan atas LFR
(LDR) sesuai dengan PBI No. 12/19/2010 dan PBI No. 17/11/PBI/2015, dimana
batas bawah adalah 78% dan batas atas adalah 92%. Namun pada Juni 2016
Bank Indonesia menaikan batas bawah LFR menjadi 80% guna mendorong
pertumbuhan kredit dengan kebijakan PBI yang baru (Infobanknews).
Apabila dilihat dari grafik diatas, maka batas bawah darri peraturan PBI No.
12/19/2010 dan PBI No. 17/11/PBI/2015 telah tercapai dimana pada periode 2012
LFR telah mencapi 80%. LFR indonesia mulai mengalami peningkatan mulai
Januari 2013 sampai Juli 2014, dima juli LFR Bank Umum di Indonesia mencapai
92%. Namun di bulan periode Juli 2014 LFR indonesia mengalami fluktuatif hingga
plaing rendah mencapai 78% pada bulan Januari 2016. Rendahnya LFR
mendekati batas atau melebihi batas bawah menandakan bahwa perbankan tidak
menyalurkan sumber pendanaan mereka pada pemberian kredit, tetapi juga
dialokasikan pada pembelian surat berharga, atau instrument pasar modal yang
dianggap lebih minim resiko dan mendapatkan keuntungan atau return yang lebih
besar bila dibandingkan dengan kredit. Namun pada intinya perbankan membagi
72
sumber pendanaan untuk diversifikasi resiko agar resiko tidak terkumpul pada satu
titik yaitu kredit.
Pada sisi permintaan, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
pemintaan kredit. seperti, jangkauan bank atau inklusif keuangan, kualitas
pelayanan bank, kualitas debitur pengelolaan sumber daya alam atau manusia .
berdasarkan survei BPS tahun 2015 hanya sekitar 60 juta dari total 250 juta orang
Indonesia yang memiliki rekening bank. Hambatannya adalah sulitnya
menjangkau layanan jasa keuangan formal dari perbankan seperti kuranganya
branches-branches pada pelosok desa. Kualitas debitur juga merupakan
hambatan bank dalam menyalurkan kredit, hal ini berkenaan dengan usaha yang
dilakukan debitur dimana kebanyakan masih belum bankable sehingga cukup sulit
mencairkan kredit untuk menambah modal. Masyarakat desa juga memiliki potensi
sumber daya alam yang melimpah namun, sumber pendanaan masih belum ada
dan bank sulit menjangkau.
4.4 Implikasi Hasil Penelitian
1. Pengendalian inflasi merupakan hal yang berada di luar batas bank. hasil
dari penelitiain ini menunjukan bahwa inflasi memiliki pengaruh signifikan
pada pertumbuhan kredit modal kerja. Hal ini mengandung implikasi
bahwa bank perlu memperhatikan pergerakan inflasi agar ketika terjadi
shock inflasi bank tidak langsung bersifat contercyclycal terhadap
pertumbuhan ekonomi dengan pengereman secara langsung terhadap
penyaluran kredit kredit. bagi bank dengan kategori 4 inflasi dalam jangka
pendek akan memberikan keutungan dengan catatan inflasi masih dalam
batas wajar.
2. Dana Pihak Ketiga (DPK) merupakan kumpulan dari tabungan, giro dan
deposito. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa DPK mengalAmi
73
perlambatan, namun DPK tetap berpengaruh signifikan terhadap
pertumbuhan kredit modal kerja. Hal ini mengandung implikasi bahwa
bank memiliki sebuah instrument penambah sumber pendanaan modal
bank seperti MTN (Surat Hutang Jangka Pendek) yang mengakibatkan
bank tetap dapat menyalurkan kredit tanpa mengahdapi resiko liquiditas.
Selain itu perlu kebijakan inklusif agar dapar merangsang pertumbuhan
DPK dengan menyerap dana yang berada dimasyarakat yang selama ini
belum terjangkau oleh perbankan.
3. NPL merupakan Rasio Gagal Bayar atau tolak ukur kesehatan bank Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa NPL yang tinggi mempengaruhi
signifikan terhadap pertumbuhan kredit modal kerja bank kategori buku 4
. Hal ini mengandung implikasi bahwa bank perlu meningkatkan
menjemen resiko terhadap penyaluran kredit seperti pengetatan
pengajuan kredit dengan 5C atau Pembobotan resiko usaha dengan
pengetatan pengajuan kredit , maka dapat menekan NPL dan kredit yang
disalurkan tepat pada sektor produktif. Hal ini penting karena pada bank
buku 4 sebesar 20% dari 70% pemberian kredit adalah ke sektor produktif
jadi apabila salah penyaluran maka roda perekonomian tidak berjalan
malah memberikan efek perlambatan roda perekonomian.
4. Suku Bunga adalah instrumen penting dalam penyaluran dana atau kredit
karena suku merupakan harga dari pengembalian dana atau kredit yang
di salurkan atau sebagai instrument yang digunakan bank dalam mancari
spread margin. Pada penelitian ini suku bunga tidak memiliki pengaruh
terhadap kredit modal kerja. Hal ini mengandung implikasi bahwa kredit
modal kerja merupakan kredit tenor pendek dengan begitu, suku bunga
dasar tidak mempengaruhi penyaluran kredit.
74
BAB V
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian pada bab sebelumnya yang menganalisis
determinan pertumbuhan kredit modal kerja perbankan di Indonesia, maka
kesimpulan dan saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian dan pembahasan
adalah sebagai berikut :
1. Inflasi memiliki pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan modal kerja,
namun bagi perbankan dengan modal inti 30 trilliun (kategori buku 4)
inflasi dalam jangkan pendek memiliki pengaruh positif hal ini karena
dalam jangka pendek inflasi cenderung stabil, dan inflasi memberikan
kenaikan harga dimana kenaikan harga akan memberikan keutungan
bagi dunia usaha sehingga dunia usaha akan berekspansi dengan
mengambil kredit oleh sebab itu dalam jangka pendek inflasi
memberikan dampak positif terhadap kenaikan kredit modal kerja.
2. Dana Pihak Ketiga adalah sumber pendanaan bank dalam melakukan
kredit. Pengelolaan Dana Pihak Ketiga (DPK) adalah hal terpenting
agar bank terhindar dari missmatch kredit atau krisis liquiditas.
Perlambatan DPK juga memberikan dampak pada penurunan kredit
modal kerja namun , bagi bank dengan kategori 4 penurunaan DPK
dapat teratasi dengan munculnya Surat Hutang Jangka pendek (MTN)
yaitu dana penambah DPK sehingga pelambatan DPK dapat diatasi
dengan melihat rasio LDR yang amsih menyentuh kisaran 88%-92%.
75
3. Non Performing Loan merupakan indikator kesehatan, NPL merupakan
indikator yang perlu diperhatikan perbankan dalam menyalurkan kredit
, NPL yang tinggi mengakibatkan penurunan pada pertumbuhan kredit
modal kerja hal ini disebabkan oleh perkenomian yang terbuka
sehingga kompetisi perbankan yang cukup ketat dalam mendapatkan
nasabah, sehingga membuat penurunan kualitas debitur yang
berdampak pada naiknya NPL. Bagi bank dengan BUKU kategori 4
naiknya NPL cukup mempengaruhi pertumbuhan kredit modal kerja
karena dalam buku kategori 4 kredit yang disalurkan wajib palling
rendah 70% dari DPK dan 20%nya kredit wajib disalurkan terhadap
UMKM atau kredit produktif oleh karena itu apabila NPL tinggi maka
tentunya penyaluran kredit modal kerja terganggu
4. Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) merupakan suku bunga acuan atau
suku bunga dasar pemberian kredit, SBDK memiliki peran yang vital
pada pemberian kredit modal kerja, namun proporsi kredit modal kerja
sebagai besar adalah UMKM dan kredit jangka pedek maka
kemudahan administrasi dan kemudahan pencairan dana merupakan
tolak ukur.
5. Faktor – faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan kredit dari sisi
penawaran adalah LDR Bank Umum yang masih mendekati batas
bawah akibat adanya alternatif investasi lain seperti pasar modal. Pada
sisi permintaan dipengaruhi oleh jangkauan dan pelayanan perbankan
kepada masyarakat serta pengelolaan sumber daya alam yang kurang
optimal sehingga permintaan kredit masih rendah.
76
5.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian di atas, saran yang dapat
diberikan adalah sebagai berikut:
a. Bank dengan kategori buku 4 perlu menjalankan Inklusi Keuangan secara
optimal untuk mengurangi perlambatan Dana Pihak. Sebagai bank dengan
tingkat tingkat penyaluran kredit paling besar 70% maka Bank harus
menambah proporsi penerbitan instrumen lain untuk sumber pendanaan
kredit selain dana pihak ketiga. Selain itu bank – bank yang memiliki idle
funds sebaiknya menempatkan dananya pada instrumen yang jangka
waktunya lebih pendek untuk menjaga likuiditas bank.
b. Bank perlu menerapkan prinsip kehati – hatian dalam menyalurkan kredit
agar kredit bermasalah dapat ditekan sehingga target ekspansi kredit bank
dapat tercapai. Hal ini dikarenakan pada bank dengan kategori buku 4
penyaluran kredit mencapai 20% dari 70% kredit yang disalurkan sehingga
perlu penerapkan prisnsip kehati-hatian seperti prinsip 5 C agar
pertumbuhan kredit modal kerja tidak terganggu
c. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat membandingkan variabel -
variabel independen yang digunakan terhadap pertumbuhan dua jenis
kredit lainnya yaitu kredit investasi dan kredit konsumsi karena masing –
masing jenis kredit memiliki karakteristik dan respon yang berbeda – beda.
76
DAFTAR PUSTAKA
Agung, J. (2001). Credit Crunch di Indonesia Setelah Krisis : Fakta Penyebab dan Implikasi Kebijakan. Bulletin Moneter Bank Indonesia. Dipetik may 08, 2017, dari www. bi.go.id/id/publikasi
Ahmad, K. (2010). Determinan Permintaan Kredit Pada Bank Umum di Jawa Tengah. Economics Development Analysis Journal, 8 No 2.
Amelia, N., Aimon, H., & Efrizal, S. (2014). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penwaran dan Permintaan Kredit Modal Kerja di Sumatra Barat. 1-40.
Anshori, F. A., & Chalid, D. A. (2011). Analisis Pengaruh Penyaluran Kredit terhadap Struktur Modal. 1-18.
Ascarya. (2012). Alur Transmisi dan Efektifitas Kebijakan Moneter Ganda di Indonesia. Bulletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, 14 No 3.
Astuti, A. (2013). Pengaruh Inflasi , BI RATE , DPK , NPL dan CAR terhadap Penyaluran kredit. SkripsiUIN JKT. Dipetik May 09, 2017
BA, P. (2010). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Penyaluran Kredit Perbankan(Tesis). Unerversitas Diponegoro UNDIP.
Badan Pusat Statistik. (2016). Data Inflasi Bulanan. www.bps.go.id diakses pada
25 Juli 2017
Bank Indonesia. (2016). Statistik Perbankan Indonesia. www.bi.go.id diakses pada 20 Juli 2017
Bank Indonesia. (2015). Statistik Perbankan Indonesia.www bi.go.id diakses
pada 20 Juli 2017
Bank Indonesia. (2014).Statistik Perbankan Indonesia.www bi.go.id diakses pada 20 Juli 2017
Bank Indonesia. (2013). Statistik Perbankan Indonesia.www bi.go.id diakses
pada 21 Juli 2017
Bank Indonesia. (2012). Statistik Perbankan Indonesia.www bi.go.id diakses pada 20 Juli 2017
Bank Indonesia. (2013). Laporan Tahunan Perekonomian: Bauran III Respon Kebijakan. www.bi.go.id diakses pada 14 Mei 2017.
Bank Indonesia. 2014. Laporan Pengawasan Perbankan. www.bi.go.id diakses pada 16 Mei 2017
Bernake , S, B., & Blinder, A. S. (1988). Credit Money and Aggregate Demand. Economic Assosition, 78 No. 2. Dipetik Februari 07, 2017
Binangkit, Y. L. (2013). Analisis Pengatuh Dana Pihak Ketiga, Non Performing Loan, dan Suku Bunga Pinjaman Terhadap Penyaluran Kredit Modal Kerja, Investasi, dan Kosumsi Bank Pembangunan Daerah. 1-26.
77
Blundell-Wignall, & Gizycki, M. (t.thn.). Credit Supply and Demand and The Australian Economy. Research Discussion Papper, 9208. Dipetik May 11,
2017, dari http://www.centralbank.org.bb/webbc
Bulanan, D. I. (2017, May 15). Inflasi . Diambil kembali dari Badan Pusat Statistik: wwww.bps.go.id
Dariyanti, Ningsih, & Zuhroh, I. (2010). Analisis Permintaan Kredit Pada Bank Swasta Nasional di Jawa Timur. Jurnal Ekonomi Pembangunan , 8, 1-12.
Dewi, A. (2013). Peranan Kredit Usaha Rakyat (KUR) bagi Pengembangan UMKM di Kota Medan (Studi Kasus Bank BRI) . Jurnal Ekonomi dan Pembangunan, 105-116. Dipetik may 17, 2017
Ditria, Y. (2008). Pengaruh Tingkat Suku Bunga, Nilai Tukar Rupiah dan Jumlah Ekspor Tehadap Tingkat Kredit Perbankan. Journal Of Applied Finance and Accounting, 1, 166-192. Dipetik April 03, 2017
Engle, & Granger, C. W. (t.thn.). Cointegration and Error Correction. Jurnal Ekonometrika, Volume 55, 251-276. Dipetik Juli 7, 2017, dari www.med.openn.edu/beat/docs
Hariyanti, S. (2009). Pertumbuhan Kredit Perbankan di Indonesia Intermediasi dan Pengaruh Variabel Makro Ekonomi. Jurnal Keuangan dan Perbankan, 299-310. Dipetik Juli 5, 2017, dari www.jerkubank.files.wordpress.com
Hooy, & D, D. (2007). The Non Performing Loan Some Bank Level Evidence, 105-139. Dipetik Juli 5, 2017, dari http://cba.upd.edu.ph/asialink
Ibrahim, Mardiana;. (2014). Pengaruh Tingkat Suku Bunga Terhadap Penyaluran Kredit Konsumtif Pada Bank Rayat Indonesia (Tbk) Cabang Gowa. Jurnal STIE, 1-12.
Irma, A. (2011). Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga, CAR, NPL, dan LDR terhadap Penyaluran Kredit UMKM (Studi Pada Bank Umum Swasta Nasional Periode 2003-2010). Journal Manjemen Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Dipetik May 15, 2017
Kasmir. (2000). Manajemen Perbankan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Kaunang, G. (2013). Tingkat Suku Bunga Pinjaman dan Kredit Macet Pengaruhnya Terhadap Permintaan Kredit UMKM di Indonesia. Journal EMBA, 1 No 3, 841-959.
Lellyved, Ralph, & Haas. (2006). Internal Capital Market and Landing By Multinational Bank Subsident. Journal of Financial Intermediation, 119, 1-25. Dipetik Juni 30, 2017, dari http://ideas.repec.org.com
Mellitz, & Pardue. (1973). The Demand and Supply of Commercial Bank Loans. Journal of Money, Credits and Banking, 5, 669-692. Dipetik Juli 17, 2017,
dari http://libgan.org/scimme/get.php
Muklis, I. (2010). Penyaluran Kredit Bank Ditinjau dari Jumlah Dna Pihak Ketiga dan Non Performing Loan. Jurnal Keuangan dan Perbankan, 115, 130-138.
78
Panggalih, D. N. (2013). Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Loan (NPL), Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia(SBI), Suku Bunga Kredir Usaha Rakyat Terhadap Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) . Journaal Universitas Brawijaya , 1-24.
Pasha, R. (2009). Analisis Penawaran dan Permintaan Kredit dan Identifikasi serta Peluang ekspansi pembiayaan kredit sektoral di wilayah kerja KBI Mlanag. Jurnal Keuangan dan Perbankan, 148-164.
Pratama, B. (2010). Analisis Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit Perbankan. Jurnal Ilmiah. Dipetik Juli 7, 2017, dari http://eprints.undip.ac.id
Purba, N. N., Syaukat, Y., & Maulana, T. N. (2012). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Penyaluran Kredit Pada BPR konvesional di Indonesia. Journal Ipb, 1-13. Dipetik May 06, 2017, dari http://Journal.ipb.ac.id//index.php/jabem
Purnomo, P., & Wibowo. (2013). Branchless Banking Setelah Multilisence atau Kesempatan Bagi Perbankan Nasional. Bank Indonesia. Buletin Bank Indonesia. Dipetik Juli 7, 2017, dari www.bi.go.id
Satria, Rangga, D., & Subegti. (2010). Determinasi Penyaluran Kredit Bank Umum Di indonesia Periode 2006-2009. Journal Kuangan dan Perbankan, 14 No 3.
Sitompul, K. (2010). Pengaruh Dana Pihak Ketiga, CAR, ROA dan Tngkat Suku Bunga SBI Terhadap Pertumbuhan Kredit. Skripsi. Dipetik Juni 26, 2017,
dari www.eprints.undip.ac.id
Sugiarto, A. (2004). Mencari Structur Perbankan yang Ideal. Journal Bankk Indoensia.
Tunisman, T. (2014, September). Likuiditas Mengganjal Perbankan. Dipetik Juni
15, 2017, dari Info Bank News: www.infobanknews.com
Utari, Amurti, D., & Kurniati, T. (2010). Pertumbuhan Kredit Optimal dan Kebijakan Makroprudensial untuk Pengendalian Kredit. Working Paper BI. Diambil kembali dari www.bi.go.id/publikasi
Waljianah, R. (2013). Determinan Tingkat Suku Bunga Pinjaman Perbankan di Indonesia Periode Juli 2005 - Des 2011. 1-12.
Widarjono, A. (2009). Ekonometrika Pengantar dan Aplikasi. Yogyakarta: PT. Ekonista Kampus FE UII.
Widyawati, S. (2014). Determinan Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Perbankan di Indonesia . Jurnal Keuangan dan Perbankan , 1-19.
Y, P., & RD, S. (2013). Analisis Pengaruh LDR, CAR, ROA, dan Faktor Eksternal Perbankan terhadap Volume KPR pada Bank Persero Periode 2009-2012. Diponegoro Journal Of Management, 2 No 3, 1-15.