Page 1
DETEKSI KONTAMINASI SOIL TRANSMITTED HELMINTH
(STH) PADA KUBIS (Brassicaolerace) YANG DIJUAL DI
PASAR MEGALUH
(Studi di Pasar Megaluh)
KARYA TULIS ILMIAH
Oleh:
DELLA VIONITA INDRIANI
171310009
PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2020
Page 2
ii
DETEKSI KONTAMINASI SOIL TRANSMITTED HELMINTH
(STH) PADA KUBIS (Brassicaolerace) YANG DIJUAL DI
PASAR MEGALUH
(Studi di Pasar Megaluh)
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan sebagai salah satu syarat memenuhi persyaratan pendidikan pada
Program Studi Diploma III Analis Kesehatan pada Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Insan Cendikia Medika Jombang
Della Vionita Indriani
17.131.0009
PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2020
Page 3
iii
CONTAMINATION DETECTION OF THE SOIL TRANSMITTED
HELMINTH (STH) ON CABBAGE (BRASSICAOLERACE) WICH IS SOLD
IN MEGALUH MARKET
By.
Della Vionita Indriani1 Anthofani Farhan2 Hindyah Ike Suhariati3
ABSTRACT
There are still many cases of worms found in the children and adults.
Worms cases can occur because of an unclean lifestyle. Humans can be infected
by food contaminated by worm eggs, especially in foods that are eaten directly
without cooking such as cabbage (Brassicaolerace).
The purpose of this researh is to detect the presence of STH (Soil
Transmitted Helminths) on cabbage (Brassicaolerace) sold in Megaluh market.
The research used is descriptive research. The sample used in this study is
cabbage (Brassicaolerace) which is sold in the Megaluh market with a sample
size of 5 cabbages. On research it uses a sampling technique, namely purposive
sampling. In this study, the criteria studied were cabbage with holes and the
cleanliness of the sellers' stalls.
Examination using the centrifugation method with Naci 0.9% to determine
know the eggs of Soil Transmitted Helminth (STH) worms. The results of the
research are 5 samples of cabbage obtained from the Megaluh market showed
that 4 positive samples were contaminated with worm eggs and 1 sample was
negative. The positive samples found eggs of Ascaris lumbricoides and
Strongyloidesstercoralis.
Based on the results of the study, there was contamination of Soil
Transmitted Helminth (STH) worm eggs in cabbage sold in the Megaluh market.
Keywords: STH, Brassicaolerace, market
Page 4
iv
DETEKSI KONTAMINASI SOIL TRANSMITTED HELMINTH
(STH) PADA KUBIS (Brassicaolerace) YANG DIJUAL DI
PASAR MEGALUH
Oleh :
Della Vionita Indriani1 Anthofani Farhan2 Hindyah Ike Suhariati3
ABSTRAK
Kasus cacingan masih banyak ditemui pada anak-anak maupun orang dewasa.
Kasus cacingan bisa terjadi karena gaya hidup yang kurang bersih. Manusia bisa
tertular akibat makanan yang terkontaminasi oleh telur cacing, terutama pada
makanan yang dimakan secara langsung tanpa di masak seperti kubis
(Brassicaolerace ).
Tujuan dari penelitian ini yaitu mendeteksi adanya STH (Soil Transmitted
Helminths) pada kubis (Brassicaolerace) yang dijual di pasar Megaluh. Penelitian
yang digunakan yaitu penelitian deskriptif. Sampel yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu kubis (Brassicaolerace) yang dijual di pasar Megaluh dengan
jumlah sampel 5 kubis. Pada penelitian ini menggunakan teknik sampling yaitu
Purposive sampling. Pada penelitian ini kriteria yang diteliti yaitu kubis yang
berlubang dan kebersihan dari lapak penjualnya.
Pemeriksaan menggunakan metode sentrifugasi dengan NaCl 0,9% untuk
mengetahui adanya telur cacing Soil Transmitted Helminth (STH). Hasil
penelitian secara mikroskopis pada kubis sebanyak 5 sampel yang di dapatkan
dari pasar Megaluh menunjukkan hasil 4 sampel positif terkontaminasi telur
cacing dan 1 sampel negatif. Pada sampel yang positif ditemukan telur Ascaris
lumbricoides dan Strongyloidesstercoralis.
Berdasarkan hasil penelitian terdapat kontaminasi telur cacingSoil Transmitted
Helminth (STH) pada kubis yang dijual di pasar Megaluh.
Kata Kunci :STH, kubis, Pasar
Page 5
v
LEMBAR PERSETUJUAN KARYA TULIS ILMIAH
Judul Karya Tulis Ilmiah : Deteksi Kontaminasi Soil Transmitted Helminth (STH)
Pada Kubis (Brassicaolerace) Yang Dijual Di Pasar
Megaluh
Nama Mahasiswa : Della Vionita Indriani
Nomor Pokok : 171310009
Program Studi : DIII Analis Kesehatan
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Anthofani Farhan, S.pd. M.Si Hindyah Ike S, S.Kep., Ns., M.Kep
NIK 01.16.845 NIK 04.06.059
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ketua STIKes ICMe
Sri Syekti, S.Si., M.Ked H. Imam Fatoni, SKM., MM
NIK. 05.03.019 NIK. 03.04.022
Page 6
vi
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
DETEKSI KONTAMINASISOIL TRANSSIMTED HELMINTH
(STH) PADA KUBIS (Brassicaolerace) YANG DIJUAL DI
PASAR MEGALUH
Disusun oleh :
Della Vionita Indriani
Telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 12 Agustus 2020 dan
dinyatakan telah memenuhi syarat
Jombang, 2020
Komisi Penguji,
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Anthofani Farhan, S.pd. M.Si Hindyah Ike S, S.Kep., Ns., M.Kep
NIK 01.16.845 NIK 04.06.059
Penguji Utama
H. Imam Fatoni, SKM., MM
NIK 03.04.022
Page 7
vii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertandatangan dibawah ini :
Nama : Della Vionita Indriani
NIM : 171310009
Jenjang : Diploma
Program Studi : Analis Kesehatan
Demi pengembangan ilmu pengetahuan menyatakan bahwa karya tulis ilmiah
saya yang berjudul :
“Deteksi Kontaminasi Soil Transmitted Helminth (Sth ) Pada Kubis
(Brassicaolerace) Yang Di Jual Di Pasar Megaluh“ Merupakan karya tulis
ilmiah dan artikel yang secara keseluruhan adalah hasil karya penelitian
penulis, kecuali teori yang dirujuk dari suber informasi aslinya.
Demikian pernyataan ini saya buat untuk dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya
Jombang 13Agustus 2020
Saya yang menyatakan
Della Vionita Indriani
NIM 171310009
Page 8
viii
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI
Yang bertandatangan dibawah ini :
Nama : Della Vionita Indriani
NIM : 171310009
Jenjang : Diploma
Program Studi : Analis Kesehatan
Demi pengembangan ilmu pengetahuan menyatakan bahwa karya tulis ilmiah
saya yang berjudul :
“Deteksi Kontaminasi Soil Transmitted Helminth (Sth ) Pada Kubis
(Brassicaolerace) Yang Di Jual Di Pasar Megaluh “ Merupakan karya tulis
ilmiah dan artikel yang secara keseluruhan benar benar bebas dari
plagiasi. Apabila di kemudian hari terbukti melakukan proses plagiasi,
maka saya siap di proses sesuai dengan hukum dan undang- undang yang
berlaku.
Demikian pernyataan ini saya buat untuk dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya
Jombang 13 Agustus 2020
Saya yang menyatakan
Della Vionita Indriani
NIM 171310009
Page 9
ix
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jombang, 12 November 1998 merupakan putri
pertama dari pasangan Bapak Dedik Yuli Setyobudi dan Ibu Dyah Retno
Lidiawati.Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di TK Kretarto gongseng lulus
pada tahun 2005, SDN Gongseng 1 lulus pada tahun 2011, SMPN 1 Megaluh
lulus pada tahun 2014, SMAN Plandaan lulus pada tahun 2017, dan pada tahun
yang sama penulis masuk Perguruan Tinggi STIKes Insan Cendekia Medika
Jombang. Penulis memilih program studi D-III Analis Kesehatan dari lima
program studi yang ada di STIKes Insan Cendekia Medika Jombang.
Demikian daftar riwayat hidup saya buat dengan sebenar-benarnya.
Jombang, 2020
Della Vionita Indriani
17.131.0009
Page 10
x
MOTTO
Jika orang lain bisa, maka aku juga harus bisa !!!
Page 11
xi
PERSEMBAHAN
Tiada yang maha pengasih dan maha penyayang selain engkau Ya
ALLAH, Syukur Alhamdulillah berkat rahmat dan karunia-Mu, saya bisa
menyelesaikan KaryaTulisIlmiahini. saya persembahkan untuk :
1. Teristimewa kedua orang tua saya yaitu Bapak DedikYuliSetyobudidan
Ibu DyahRetnoLidiawati sebagai motivator terbesar dalam hidupku, saya
juga mencoba memberikan yang terbaik untuk beliau, betapa saya ingin
melihat beliau bangga dengan saya, serta kasih sayang yang tak ternilai
dan pengorbanan beliau kepada saya selama ini.
Terimakasih atas dukungan moril maupun materil untuk saya selama ini.
2. Adik DiqfaAnugrahBimantarayang juga sudah memberikan saya semangat
untuk menyelesaikan KaryaTulisIlmiahini, Terima kasih atas doa dan
dukungannya.
3. Dosen pembimbing utama dan pembimbing anggota Anthofani Farhan,
S.pd. M.Si dan Hindyah Ike Suhariati, S.Kep., Ns., M.Kepyang selalu
memberikan motivasi kepada saya, selalu peduli kepada saya dan selalu
perhatian, Ucapan terima kasih saya berikan untuk ilmu yang tak ternilai
harganya yang telah beliau berikan sangatlah berarti untuk saya.
4. Untuk teman-teman almamaterku dan teman-teman seperjuanganku di
kampus yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu. Mari kita lanjutkan
perjuangan kita di luar sana. Jaga nama baik almamater dan buat harum
nama kampus kita.
Almamaterku tercinta, terima kasih!!
Page 12
xii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
bimbinganNyasehinggapenulismampumenyelesaikanKaryaTulisIlmiahdenganjud
ul “Deteksi Kontaminasi Soil Transmitted Helminth (STH) pada Kubis
(Brassicaolerace) yang dijual Di Pasar Megaluh”. Karya Tulis Ilmiah ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Analis
Kesehatan (A.md.Kes) pada program studi DIII Analis Kesehatan STIKES Insan
Cendekia Medika Jombang.
Bersama ini perkenankanlah saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya dengan hati yang tulus kepada Ketua STIKES Insan Cendekia Medika
Jombang yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada kami untuk
menyelesaikan pendidikan, Ketua Program Studi DIII Analis Kesehatan yang
telah memberikan kesempatan dan dorongan kepada kami untuk menyelesaikan
Program Studi DIII Analis Kesehatan, dan seterusnya.
Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah
memberikan kesempatan, dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan karya tulis
ilmiah ini.
Saya sadari bahwa karya tulis ilmiah ini jauh dari sempurna, tetapi saya
berharap karya tulis ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca dan bagi keperawatan.
Jombang, 12 Mei 2020
Penulis
Della Vionita Indriani
17.131.000
Page 13
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
SURAT PERTANYAAN ............................................................................ ii
ABSTRAK ................................................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN..................................................................... v
LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI TUGAS AKHIR .......... vi
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ...................................................... vii
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI.......................................... viii
RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... ix
MOTTO ....................................................................................................... x
PERSEMBAHAN........................................................................................ xi
KATA PENGANTAR ................................................................................ xii
DAFTAR ISI................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR................................................................................... xvi
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xvii
DAFTAR SINGKATAN............................................................................. xviii
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 3
1.3 Tujuan .................................................................................................. 3
1.4 Manfaat ................................................................................................ 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 5
2.1 Soil Transmitted Helminth (STH) ........................................................ 5
2.1.1 Ascaris lumbricoides ................................................................... 5
2.1.2 Trichuris thrichiura..................................................................... 10
2.1.3 Hookworm................................................................................... 15
2.1.4 Strongyloides stercoralis............................................................. 21
2.2. Kubis (Brassicaoleracea)..................................................................... 25
2.2.1 Klasifikasi ................................................................................... 25
2.2.2 Definisi dan Morfologi................................................................ 25
Page 14
xiv
2.3 Tinjauan tentang Metode Pemeriksaan ............................................... 27
2.3.1 Metode Sedimentasi .................................................................... 27
2.3.2 Metode Pengapungan .................................................................. 27
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL ...................................................... 29
3.1 Kerangka Konsep ................................................................................. 29
3.2 Penjelasan Kerangka Konsep............................................................... 30
BAB 4 METODE PENELITIAN............................................................... 31
4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ........................................................... 31
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. 31
4.2.1 Waktu Penelitian ......................................................................... 31
4.2.2 Tempat Penelitian........................................................................ 31
4.3 Populasi Penelitian, Sampel dan Sampling.......................................... 31
4.3.1 Populasi Penelitian ...................................................................... 31
4.3.2 Sampel......................................................................................... 32
4.3.3 Sampling ..................................................................................... 32
4.4 Kerangka Kerja .................................................................................... 33
4.5 Variabel dan Definisi Operasional Variabel ........................................ 34
4.5.1 Variabel Penelitian ...................................................................... 34
4.5.2 Definisi Operasional Variabel..................................................... 34
4.6 Pengumpulan Data ............................................................................... 35
4.6.1 Instrumen Penelitian.................................................................... 35
4.6.2 Alat.............................................................................................. 35
4.6.3 Bahan .......................................................................................... 35
4.6.4 Prosedur Penelitian...................................................................... 35
4.7 Teknik Pengolahan dan Analisa Data .................................................. 36
4.7.1 Pengolahan Data.......................................................................... 36
4.7.2 Analisa Data ................................................................................ 37
4.8 Etika Penelitian .................................................................................... 39
4.8.1 Informed conset (Lembar Persetujuan) ....................................... 39
4.8.2 Anonymita (Tanpanama) ............................................................. 39
4.8.3 Confidentiality (Kerahasiaan) ..................................................... 39
Page 15
xv
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................... 40
5.1 Hasil ..................................................................................................... 40
5.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian ....................................................... 40
5.1.2 Hasil Penelitian ........................................................................... 40
5.1.3 Pembahasan................................................................................. 41
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN....................................................... 44
6.1 Kesimpulan .......................................................................................... 44
6.2 Saran..................................................................................................... 44
6.2.1 Bagi Masyarakat.......................................................................... 44
6.2.2 Bagi Tenaga Kesehatan............................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 45
Page 16
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Telur Ascaris lumbricoides fertil................................................................. 6
Gambar 2.2 Ascaris lumbricoides infertil ....................................................................... 7
Gambar 2.3 Cacing Ascaris lumbricoides....................................................................... 8
Gambar 2.4 Daur hidup Ascaris lumbricoides................................................................ 9
Gambar 2.5 Telur Trichuris trichiura ............................................................................. 12
Gambar 2.6 Cacing Trichuris trichiura .......................................................................... 12
Gambar 2.7 Daur hidup Trichuris trichiura.................................................................... 13
Gambar 2.8 Telur Hookworm ......................................................................................... 16
Gambar 2.9 Cacing Hookworm....................................................................................... 17
Gambar 2.10 Larva Rhabditiform dan Filariform........................................................... 17
Gambar 2.11 Daur hidup Hookworm (CDC,2017) ......................................................... 19
Gambar 2.12 Cacing Strongyloides stercoralis .............................................................. 22
Gambar 2.13 Daur hidup Strongyloides stercoralis........................................................ 24
Gambar 2.14 Sayuran kubis (Brassicaoleracea) ............................................................ 26
Gambar 3.1 Kerangka konseptual penelitian .................................................................. 29
Gambar 4.1 Kerangka operasional penelitian ................................................................. 33
Page 17
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Definisi Operasional ...................................................................................... 34
Tabel 5.1 Deteksi Kontaminasi Soil Transmitted Helminth (STH) ............................... 41
Page 18
xviii
DAFTAR SINGKATAN
Cm : Centimeter
Dpl : Diatas permukaan laut
Gr : Gram
Kg : Kilogram
Mm : Milimeter
Mg : Miligram
NaCl : Natrium Chlorida
STH : Soil Transmitted Helminth
WHO : World Health Organizati
Page 19
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konsumsi sayuran di masyarakat Jombang cukup tinggi. Penyedia sayuran
terbesar di kabupaten Jombang terdapat di pasar Legi. Pasar-pasar kecil yang
lain memasok komoditi sayuran dari pasar Legi salah satunya yaitu pasar
Megaluh. Komoditi sayuran yang di jual di pasar Megaluh hampir 70%
berasal dari pasar Legi Jombang.
Kontaminasi bukan hanya bisa berasal dari rantai kontaminasi sebelumnya
tetapi faktor kebersihan lingkungan juga berpengaruh besar terhadap
kontaminasi telur cacing ke dalam bahan pangan seperti sayuran (Anwar, K.
2019)
Kasus cacingan masih banyak ditemui pada anak-anak maupun orang
dewasa. Kasus cacingan bisa terjadi karena gaya hidup yang kurang bersih.
Manusia bisa tertular akibat makanan yang terkontaminasi oleh telur cacing,
terutama pada makanan yang dimakan secara langsung tanpa di masak seperti
lalapan yang terdiri dari kubis (Brassicaolerace ).
Kasus cacingan yang paling sering disebabkan oleh cacing gelang yaitu
Ascaris lumbricoides. Ascaris lumbricoiedes adalah parasit yang lazim
menyebabkan ascariasis dengan menginfeksi saluran pencernaan manusia
(Yadaf dan Khandelwal, 2019).
Cacing Ascaris lumbricoides adalah cacing nematoda usus yang ukuran
cacing bisa makroskopik, panjang, dan besar. Ukuran panjang yang mencapi
sekitar 15 cm hingga mencapai 40 cm. Cacing ini dikenal dengan nama cacing
Page 20
2
gelang karena jika cacing dilingkarkan pada tangan maka akan seperti gelang.
Cacing ini merupakan salah satu kelompok cacing STH (Soil Transmited
Helminth) yang artinya membutuhkan tanah sebagai tempat berkembang
menjadi stadium infektif, selain itu ditularkan melalui tanah (Ardianto, et al.
2019).
Cacing STH (Soil Transmitted Helminths) adalah kelompok nematoda
usus yang menyebabkan infeksi pada manusia melalui kontak dengan telur
cacing STH yang berkembang di dalam tanah yang hangat dan lembab
terutama pada negara-negara tropis dan subtropis. Infeksi Soil Transmitted
Helminths (STH) salah satu infeksi yang paling umum terjadi di seluruh dunia.
Lebih dari 1,5 miliar orang atau 24% dari populasi dunia terinfeksi STH yang
tersebar luas di daerah tropis dan subtropis, dengan jumlah terbesar terjadi di
sub-Sahara Afrika, Amerika, Cina dan Asia Timur. Di Indonesia prevalensi
infeksi cacing STH sangat tinggi, terutama pada golongan penduduk yang
kurang mampu, dan sanitasi yang buruk. Berdasarkan data yang terkumpul
prevalensi infeksi STH lebih dari 50% positif dan tersebar luas baik di
perkotaan maupun di pedesaan (WHO, 2019). Faktor predisposisi dari
penyebaran infeksi ini adalah ekonomi rendah dan menengah, dan biasanya
terjadi pada daerah dengan sanitasi buruk (Moncayo, Lovato dan Cooper,
2018)
Cacing STH (Soil Transmitted Helminths) tidak menunjukkan gejala yang
mencolok, hal tersebut menyebabkan infeksi STH disepelekan padahal infeksi
STH yang tidak ditangani dapat menyebabkan penurunan kondisi kesehatan,
gizi, kecerdasan, dan produktitivitas kerja (Dewi FMK, et al. 2018).
Page 21
3
Infeksi STH dapat berasal dari lingkungan seperti tanah, debu, tangan,
kuku, air, dan sayuran. Di Indonesia yang memiliki keanekaragaman bahan
pangan hayati, sehingga masyarakat dapat dengan mudah mengonsumsi sayur.
Sayur hampir sepanjang tahun dapat tumbuh, sehingga tidak mengganggu
asupan konsumsi sayur. Sayur merupakan bagian tumbuhan seperti daun,
batang, dan bunga. Sayur merupakan salah satu media transmisi dari telur
STH. Di daerah yang memiliki sanitasi kurang memadai, telur dari tanah dapat
melekat pada sayuran dan tertelan jika sayuran tidak di cuci atau dimasak
dengan benar (WHO, 2019)
1.2 Rumusan Masalah
Apakah terdapat STH (Soil Transmitted Helminths) padakubis
(Brassicaolerace) yang dijual di pasar Megaluh.
1.3 Tujuan Penelitian
Mendeteksi adanya STH (Soil Transmitted Helminths) pada kubis
(Brassicaolerace) yang dijual di pasar Megaluh.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Teriotis
Untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan terkait STH (Soil
Transmitted Helminths) pada kubis (Brassicaolerace)
Page 22
4
1.4.2 Praktis
1.4.2.1 Bagi Peneliti
Diharapkan proposal penelitian ini dapat dijadikan acuan
untuk penelitian selanjutnya.
1.4.2.2 Bagi Tenaga Kesehatan
Memberikan masukan dalam rangka meningkatkan
penyuluhan kesehatan kepada masyarakat agar menerapkan pola
hidup sehat dengan memperhatikan hygienitas dan sanitasi
lingkungan pasar
1.4.2.3 Bagi Masyarakat
Menambah pengetahuan mengenai kecacingan dan pola
hidup sehat dengan memperhatikan hygiene dan sanitasi yang baik.
1.4.2.4 Bagi Instasi Pendidikan
Menambah pengetahuan tentang telur Soil Transmitted
Helminths khususnya mahasiswa D-III Analis Kesehatan Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang, dan data
tersebut dapat dijadikan sebagai bahan penyuluhan tentang
kecacingan.
Page 23
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Soil Transmitted Helmint (STH)
Soil Transmitted Helmint (STH) adalah sekelompok cacing parasit (kelas
Nematoda) yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia melalui kontak telur
ataupun larva parasit itu sendiri yang berkembang di tanah lembab yang
terdapat di negara beriklim tropis maupun subtropis. Nematoda usus yang
tergolong dalam Soil Transmitted Helmint adalah cacing gelang Ascaris
Lumbricoides, cacing cambuk Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis
serta cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale)
(Setya, 2015)
2.1.1 Ascaris Lumbricoides
Ascaris Lumbricoides ( cacing gelang ), umunya sebagai parasit
dalam usus manusia. Hewan ini bersifat kosmopolit, terutama di daerah
tropis. Ascaris lumbricoidesmenyebabkan penyakit yang di kenal dengan
askariasis.
a. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Flum : Nemathelmintes
Kelas : Nematoda
Sub-kelas : Phasmida
Ordo : Rhabdidata
Sub-ordo : Ascaridata
Familia : Ascarididae
Page 24
6
Genus : Ascaris
Spesies : Ascaris lumbricoides ( Atmo, Andi Tri.2016)
b. Morfologi
1. Telur yang dibuahi
Telur berbentuk bulat atau lonjong, mempunyai
ukuran 45-75 × 35-50 mikron, berdinding tebal yang
berwarna coklat keemasan. Dinding telur terdiri dari tiga
lapis yaitu, lapisan paling dalam adalah lapisan lipoidal,
lapisan tengah transparan yang terbuat dari bahan glikogen,
dan lapisan yang luar terdiri dari bahan albuminoid yang
bergerigi.
(Atmojo, 2016)
Gambar 2.1. Telur Ascaris lumbricoides fertil
2. Telur yang tidak dibuahi
Telur dikeluarkan oleh cacing betina yang tidak
dibuahi atau pada awal produksi telur. Memiliki ukuran
88-94 × 44 mikron. Mempunyai dua lapis dinding (tidak
Page 25
7
memiliki lapisan lipoidal). Bagian dalam telur penuh
dengan granula yang amorf.
(Atmojo, 2016)
Gambar 2.2. Ascaris lumbricoides infertil
3. Cacing Dewasa
Cacing berbentuk panjang silidris, yang memiliki
ukuran betina 35 cm dan jantan 15-31 cm. Cacing ini
merupakan nematoda usus terbesar pada manusia. Pada
ujung anterior, terdapat tiga buah bibi, satu terletak
mediodorsal dan dua ventrolateral. Bagian tengah rongga
mulut (buccal cavity) yang berbentuk segitiga. Ekor
cacing pada betina lurus sedangkan pada jantan berbentuk
melengkung ke arah ventral. Pada ujung posterior cacing
jantan terdapat sepasang copulatory spiculae. Bagian
anterior pada tubuh tumpul, sedangkan bagian posterior
lebih lancip (Atmojo, Andi Tri.2016)
Page 26
8
(Atmojo, 2016)
Gambar 2.3. Cacing Ascaris lumbricoides
Keterangan : 1. Cacing jantan ,2. Cacing betina
c. Daur Hidup
Cacing ini ditemukan kosmopolit (diseluruh dunia) terutama
di daerah tropik dan erat hubungannya dengan hygiene dan sanitasi.
Lebih sering ditemukan pada anak-anak.
Ascaris lumbricoides merupakan Soil Transmitted Helmint,
Hookworm dan Trichuris thrichiura. Sumber penularan yang paling
sering yaitu sayuran. Adapun keputusan yang menyatakan rata-rata
ditemukan 1,44 telur per spesimen sayur atau 42,8% sayuran yang
mengandung telur Ascaris lumbricoides. Lebih 23,1% dari telur yang
ditemukan merupakan telur berembrio. Sumber penularan lain yaitu
tanah. Pada keputusan yang sama bahwa pada setiap gram tanah
dapat dijumpai 360 telur. Serangga juga disebut sebagai sumber
penularan. Sumber-sumber penularan ini mudah lagi karena telur
Ascaris lumbricoides tahan terhadap asam, alkohol dan bahan
pengawet yang biasa dipakai di rumah tangga (D Natalia. 2019)
Telur yang belum infektif keluar bersama tinja. Setelah 20-24
hari, telur menjadi infektif, bila telur ini tertelan, di dalam usus halus
Page 27
9
telur ini keluar larva dan dapat menembus dinding usus halus
mengikuti peredaran darah melalui saluran vena hati, vena kava
inferior menuju jantung kanan, ke paru-paru. Di dalam paru-paru,
larva ini menembus alveoli melalui bronkeolus dan bronkus ke
dalam trakea. Larva akan melalui faring, esofagus, dan ventrikulus
sampailah larva ke dalam usus tempat mereka menetap dan menjadi
dewasa serta mengadakan kopulasi (Irianto, 2013).
(Atmojo, 2016)
Gambar 2.4. Daur hidup Ascaris lumbricoides
d. Patogenesis
Adapun siklus cacing melewati paru menyebabkan
perdarahan kecil pada dinding usus dan alveolus. Cacing dewasa di
dalam usus dapat menyebabkan mekanik pada dinding sehingga
terjadi kelainan mukosa. Kelainan mukosa ini menyebabkan
penyerapan gizi seperti protein, hidrat arang dan vitamin berkurang
yang ditandai dengan sakit perut dan mual, sehingga menyebabkan
masukan (intake) zat gizi berkurang. Pada keadaan ini dapat terjadi
secara menahun yang aakhirnya terjadi kekurangan gizi atau
malnutrisi, khususnya pada anak balita yang menujukkan gejala-
Page 28
10
gejala lebih berat dari oranag dewasa meskipun dihinggapi sejumlah
cacing sama banyaknya (Dewi, R.N.(2017)
e. Diagnosis
Diagnosis penyakit ini dilakukan dengan cara pemeriksaan
tinja (feses) menggunakan metode secara langsung. Adanya telur
yang berada di dalam tinja dapat memastikan diagnosis askariasis.
Selain itu diagnosis juga dapat dibuat bila cacing dewasa keluar
sendiri melalui mulut ataupun hidung karena muntah maupun
melalui tinja (Dewi, R.N. (2017).
f. Pengobatan
1. Garam piperazine, 75 mg per-kg berat badan, maksimum 3,5
gram, diberikan 2 hari sebagai dosis harian tunggal.
2. Albendazole, untuk orang dewasa dan anak-anak di atas 2 tahun
yang diberikan dengan dosis tunggal 400 mg.
3. Levamisole hydrochlorida diberikan sebagai dosis tunggal 2,5-5
mg per-kg berat badan.
4. Pyrantel pamoate, diberikan sebagai dosis tunggal 10 mg per-kg
berat badan dengan maksimum pemberian 1 gram.
5. Mebendazole, diberikan dengan dosis 100 mg dua kali per hari
selama 3 hari berturut-turut (Watadisastra, 2009).
2.1.2 Trichuris thrichiura
Trichuris thrichiura yang biasanya disebut dengan cacing cambuk
atau cacing cemiti karena memilik bentuk tubuh yang menyerupai cemiti
Page 29
11
dengan bagian depan tipis dan bagian belakang yang jauh lebih tebal.
Hidup cacing ini umunya disekum manusia, sebagai penyebab
Trichuriasis dan tersebar secara cosmopolitan. Cacing ini sering
ditemukan pada manusia, tapi umumnya tidak begitu berbahaya.
Penyakit cacing Trichuris thrichiura disebut trichuriasis,
trichocephaliasis atau infeksi cacing cambuk.
a. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Nemathelmintes
Kelas : Nematoda
Sub-kelas : Aphasmidia
Ordo : Enoplida
Sub-ordo : Tricurata
Famili : Trichuridae
Genus : Trichuris
Spesies : Trichuris trichiura Linnaeus (Irianto, 2013)
b. Morfologi
1. Telur Cacing
Yang memiliki ukuran 50-54 × 22-23 mikron. Secara spesifik,
mempunyai bentuk seperti tong anggur (barrel shape) atau lemon
shape yang pada ujungnya terdapat dua buah mucoid plug
(sumbat yang jernih). Dinding telur berwarna coklat dari warna
empedu, kedua ujungnya berwarna kuning. Telur yang keluar
bersama tinja mengandung sel yang tidak bersegmen dan akan
Page 30
12
mengalami embrionisasi (mengandung larva) setelah 10-14 hari
berada di tanah (Pusarawati et al, 2015)
(Atmojo, 2016)
Gambar 2.5. Telur Trichuris trichiura
2. Cacing dewasa
Cacing dewasa memiliki panjang 35-55 mm, 2/5 bagian
posterior gemuk yang menyerupai pegangan cambuk dan 3/5
merupakan bagian anterior kecil panjang seperti cambuk. Cacing
betina mempunyai panjang 5 cm, ekor sedikit melengkung dan
ujung tumpul. Cacing jantan mempunyai panjang 4 cm, ekor
melingkar dan memiliki sebuah spicula yang retrakil (Dewi, R.N.
2017)
(Atmojo, 2016)
Gambar 2.6. Cacing Trichuris trichiura
Keterangan : 1. Cacing betina, 2. Cacing jantan
Page 31
13
c. Daur hidup
Siklus hidup cacing ini berawal dari telur yang keluar bersama
tinja lalu mengalami pematangan di dalam tanah yang lembab dan
tempat teduh. Dalam prosesnya, pematangan telur ini membutuhkan
waktu 3 minggu hingga 5 minggu. Telur yang sudah matang akan
bersifat infektif. Telur infektif dapat bertahan selama beberapa tahun
pada kondisi yang optimal, suhu optimum telur Trichuris cukup tinggi
yaitu 28 Telur yang infektif inilah yang kemudian dapat
menginfeksi hospes melalui vektor mekanik atau benda lain yang
terkontaminasi oleh telur yang infektif lalu menetas di dalam usus. Di
dalam usus, larva mengalami empat kali ekdisis sampai stadium muda
dan berkembang menjadi cacing dewasa. Waktu yang dibutuhkan dari
saat terjadi infeksi sampai ditemukan ada telur cacing pada inang
berlangsung sekitar 7-10 minggu (Kaufmann dalam Oliva W., 2017)
(Atmojo, 2016)
Gambar 2.7. Daur hidup Trichuris trichiura
Page 32
14
d. Patogenesis
Sebagian besar infeksi yang disebabkan oleh Trichuris
merupakan infeksi ringan dan asimptomatik. Cacing Trichiura dewasa
yang berada di kolon dan retkum memasukkan kepala ke dalam
mukosa usus yang dapat menimbulkan iritasi dan luka. Cacing dewasa
menghisap darah oleh karena itu menyebabkan luka pada mukosa usus
yang lama-kelamaan akan terjadi anemia. Bakteri dan amoeba bisa
masuk ke dalam luka sehingga menyebabkan terjadi infeksi sekunder
bakteri dan infeksi protozoa (Dewi, R. N. 2017).
e. Diagnosis
Cara untuk menegakkan diagnosa dari penyakit ini ialah
dengan ditemukan keberadaan telur cacing Trichuris trichiura yang
berada di dalam tinja (feses) ataupun dengan menemukan cacing
dewasa yang berada di anus atau prolaps rekti (Watadisastra dalam
Dewi, R. N. 2017).
f. Pengobatan
Adapun pengobatan yang dilakukan yaitu dengan
mengkonsumsi Mebendazole, dengan menggunakan dosis 100 mg dua
kali per-hari selama 3 hari berturut-turut, tidak tergantung berat badan
maupun usia penderita (Watadisastra dalam Dewi, R. N. 2017).
Page 33
15
2.1.3. Hookworm
Hookworm atau biasa disebut dengan cacing tambang
merupakan Soil Transmitted Helminth yang cara penularan dan
siklus hidup melalui tanah. Penularan cacing tambang pada
manusia dapat terjadi karena menelan telur atau larva cacing ke
dalam tubuh yang melalui pori-pori kulit. Infeksi cacing Hookworm
tersebut tersebar luas di Indonesia terutama di daerah yang beriklim
tropis. Infeksi cacing ini masih menjadi masalah kesehatan yang
khususnya terjadi pada anak-anak karena bisa menyebabkan
gangguan pertumbuhan dan juga menyebabkan penurunan
kemampuan kognnitif. Cacing tambang yang bisa menginfeksi
manusia yaitu Ancylostoma duodenale dan Necator americanus.
(Hariani, 2015).
a. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Nematoda
Kelas : Secernentea
Ordo : Strongiloidae
Familia : Ancylostomatidae
Genus : Necator / Ancylostoma
Spesies : Ancylostoma duodenale
Necator americanus
Ancylostoma braziliense
Ancylostoma ceylanicum
Ancylostoma caninum (Wikipedia, 2013)
Page 34
16
b. Morfologi
1. Telur Cacing
Telur cacing HOOKWORM mempunyai ukuran
, yang berbentuk lonjong dengan dinding tipis
dan jernih. Ovum dari telur yang baru keluar tidak
mempunyai segmen. Telur ini hidup di tanah dengan suhu
optimum 23 ovum akan berkembang menjadi
2,4 dan 8 blasmoter pada suhu 0 telur Hookworm dapat
hidup dalam waktu 7 hari dan bisa bertahan hidup
beberapa hari pada suhu 45 , sedangkan pada suhu
optimum dalam waktu 24-48 jam akan menetas lalu keluar
larva rhabditiform yang akan makan dari bahan sisa
organik disekitarnya. Larva rhabditiform memiliki ukuran
panjang 0,25-0,30 mm berdiameter 17 mikron. Rongga
mulut panjang dan sempit. Eshofagus bebrbentuk seperti
kantong yang terletak di sepertiga anterior. Larva filaform
dikenal sebagai larva fase tiga, larva fase ini tidak makan,
mempunyai mulut yang tertutup dan eshofagus yang
memanjang. Ujung posterior runcing (Pusarawati et al,
2015)
(Atmojo, 2016)
Gambar 2.8. Telur Hookworm
Keterangan: 1. Telur Tipe A, 2. Telur Tipe B, 3. Telur Tpe
C
Page 35
17
2. Cacing dewasa
a. Ancylostoma duodenale
Memiliki bentuk yang silindris dan relatif gemuk.
Bentuk tubuh melengkung seperti “huruf C”. Cacing
jantan memiliki panjang 8-11 mm berdiameter 0,4-0,5
mm, sedangakan panjang cacing betina yaitu 10-13
mm berdiamter 0,6 mm. Di dalam rongga mulut
terdapat dua pasang gigi ventral, gigi sebelah luar
mempunyai ukuran lebih besar. Ujung posterior
cacing betina tumpul sedangkan yang jantan memiliki
bursa copulatrix.
b. Necator americanus
Ujung anterior melengkung tajam ke arah dorsal
seperti “hurus S” berbentuk silindris. Cacing jantan
memiliki panjang 7-9 mm berdiameter 0,3 mm,
sedangkan panjang cacing betina yaitu 9-11 mm
berdiamter 0,4 mm. Pada rongga mulut terdapat
bentuk semilunar cutting plates (yang membedakan
dengan Ancylostoma duodenale). Ujung posterior
cacing jantan terdapat bursa copulatrix dengan
sepasang spiculae. Sedangkan ujung posterior cacing
betina runcing dan terdapat vulva (Pusarawati et al,
2015).
Page 36
18
(Atmojo, 2016)
Gambar 2.9. Cacing Hookworm
(Atmojo, 2016)
Gambar 2.10. Larva Rhabditiform dan Filariform
Keterangan: 1. Larva Rhabditiform, 2. Larva Filariform
c. Daur hidup
Telur yang keluar dengan tinja (feses) menetas
dalam waktu 1-1,5 hari menjadi larva rhabditiform.
Larva rhabditiform akan tumbuh menjadi larva
filariform dengan kurun waktu selama 3 hari, larva
filariform dapat menembus kulit dan hidup selama 7-8
minggu di tanah. Telur cacing tambang memiliki
besar kira-kira 60 x 40 mikron berbentuk bujur yang
mempunyai dinding tipis beberapa sel. Panjang larva
rhabditiform yaitu 250 mikron, sedangkan panjang
larva filariform kira-kira 600 mikron. Telur larva
filariform menembus kulit kapiler darah, jantung
kanan, paru, bronkus, trakea, laring, usus halus.
Page 37
19
Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit,
infeksi A.duodenale mungkin juga dengan menelan
larva filarifrom (Gandahusa dalam Purnomo, J. 2018)
Gambar 2.11. Daur hidup Hookworm (CDC,2017)
d. Patogenesis
Larva yang berada di dalam paru menyebabkan
lesi berupa bercak-bercak hemoragi. Cacing dewasa
yang di dalam usus mulutnya di lengkapi dengan
lempeng khitin pada N.americanus di bagian dorsal
dan dua pasang gigi pada A.duodenum menancapkan
diri pada vili mukosa usus, yang dihisap kedalam
mulut sehingga kapiler pecah. Usus terluka dan
mengeluarkan darah kemudian masuk ke dalam mulut
cacing. Pada waktu melakukan kopulasi cacing jantan
meninggalkan lokasinya di usus, mencari cacing
betina, sehingga terdapat luka di mana-mana yang
mengeluarkan darah. Semakin banyak cacing dewasa
Page 38
20
semakin banyak luka yang ditimbulkan. Dapat
mengakibatkan anemia yang sifatnya hipokhrom
normositer (Dewi, R.N. 2017)
e. Diagnosa
Diagnosa bisa di tegakkan dengan menemukan
adanya telur, larva maupun cacing tambang dewasa
yang berada di dalam tinja (feses) segar, mampu
menyebabkan berbagai keluhan dan gejala klinis yang
tidak khas. Keluhan dan gambaran klinis infeksi
cacing tambang berupa:
1. Ground itch (gatal kulit ditempat masuknya larva
filariform)
2. Anemia mikrositik hipokrom, leukopenia dengan
limfositosis relatif dengan jumlah kurang dari
4.000/ml, dan gambaran umum kekurangan darah
(pucat, perut membesar tidak wajar, rambut rontok
dan kering)
3. Gejala bronchitis akibat adanya larva di dalam paru
yang menyebabkan batuk yang kadang disertai darah.
4. Pada waktu pemeriksaan darah, penderita infeksi
cacing cacing tambang menunjukkan gambaran: pada
penderita perempuan hemoglobin yang menurun
sampai kurang dari 11,5 g/dl, sedangkan pada laki-
laki kurang dari 13,5 g/dl (Soedarto, 2016).
Page 39
21
f. Pengobatan
Obat yang harus dikonsumsi yaitu obat
Anthelminthic (obat yang dapat membersihkan tubuh
dari cacing parasit), seperti Albendazol dan
Mebendazol dengan dosis 20 mg/KgBB diminum
sebagai dosis tunggal selama 2 hari berturut-turut ata
10 mg/KgBB yang juga diminum sebagai dosis
tunggal selama 3 hari berturut-turt. Suplemen zat besi
juga diperlukan jika penderita menderita anemia
(Badan POM RI,2015)
2.1.4 Strongyloides stercoralis
Strongyloides stercoralis (cacing benang) adalah
parasit yang terdapat di daerah panas. Daerah penyebaran
cacing ini berdekatan dengan cacing tambang. Cacing ini
memiliki ciri khusus yaitu adanya stadium yang hidup
bebas untuk kelangsungan hidup serta memerlukan suhu
rata-rata 15 (Dewi, R.N. 2017).
a. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Sub-kelas : Phasmidia
Ordo : Rhabditida
Sub-ordo : Strongylata
Page 40
22
Famili : Strongyloididea
Genus : Strongyloides
Spesies : Strongyloides stercoralis (Irianto, 2013)
b. Morfologi
1. Cacing dewasa
a. Cacing betina gemuk memiliki panjang 1 mm,
berekor runcing. Uterus cacing ini berisi telur
yang tersusun berderet yang seperti petai cina
dan vulva yang berada di bagian ventral tengah
b. Cacing jantan gemuk memiliki panjang yaitu
0,7 mm, esofagus cacing ini pendek dan tidak
memiliki caudal alae. Memiliki ekor lancip dan
agak membengkok ke arah ventral juga
mempunyai sepasang spiculae.
(Atmojo, 2016)
Gambar 2.12. Cacing Strongyloides stercoralis
Keterangan: 1. Larva cacing betina, 2. Larva
cacing jantan
2. Larva
a. Larva rhabditiform
Larva ini memiliki bentuk pendek,
gemuk, dan mempunyai panjang 225 mikron.
Page 41
23
Rongga mulut yang pendek, panjang esofagus ¼
dari panjang tubuh dan memiliki bulbus esfagus.
Juga terdapat genital primordial yang besar di
ventral bagian tengah tubuh.
b. Larva filariform
Bentuk larva ini yaitu langsing panjang,
dan tidak memiliki selubung. Ujung posterior
bercabang atau seperti huru “W”. Panjang badan
esofagus yaitu ½ (Pusarawati, 2015)
c. Daur hidup
Daur hidup cacing ini yaitu cacing betina dapat
menembus mukosa usus, terutama bagian anus
proksimal yang menempati kelenjar Lieberkun tempat
untuk bertelur. Larva rhabditiform yang terbentuk akan
mengadakan penetrasi dan bermigrasi sampai di lumen
usus dan keluar bersama feses. Larva rhabditiform yang
keluar bersama feses akan hidup bebas atau berubah
menjadi larva yang infektif untuk hospes. Larva
filariform mampu bertahan hidup selama beberapa
minggu sebelum mengadakan penetrasi ke dalam kulit
manusia, bisa juga masuk melalui makanan yang
terkontaminasi. Larva akan masuk ke dalam pembuluh
darah atau limfe sampai ke jantung lalu ke paru-paru
kemudian ke alveoli dan bronki. Larva yang tumbuh
Page 42
24
akan menjadi cacing betina muda lalu berpindah ke
trakea, esofagus, sampai ke usus. Lalu cacing betina akan
meletakkan telur ke mukosa mulut (Dewi, R.N 2017)
(Atmojo, 2016)
Gambar 2.13. Daur hidup Strongyloides stercoralis
d. Patogenesis
Larva yang melakukan penetrasi ke kulit bisa
menyebabkan dermatitis dengan menyebabkan gejala
gatal-gatal dan urtikaria. Infeksi berat mampu
menyebabkan keluhan paru-paru (Irianto, 2013).
e. Diagnosa
Diagnosa bisa ditegakkan dengan adanya larva
rhabditiform di dalam tinja (feses) segar atau pada cairan
doudenum. Telur bisa ditemukan di tinja setelah
pemberian diare berat atau setelah pemberian pencahar.
f. Pengobatan
Pengobatan bisa dilakukan dengan mengkonsumsi:
Page 43
25
1. Pyrvinium pamote, dengan dosis 3x50 mg/kg berat
badan per hari, dengan dikonsumsi selama 7 hari
berturut-turut
2. Thiabendazole, dosis 25mg/kg berat badan,
dikonsumsi 2 kali sehari selama 3 hari
3. Mebendazole.
2.2Kubis (Brassicaoleracea)
2.2.1 Klasifikasi
Taksonomi sayuran kubis (Brassicaoleracea) sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub diviso : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Papavaorales
Famili : Cruciferae (Brassicaceae)
Genus : Brassica
Spesies : Brassicaoleracea. L.var. Capitata L.(Abdiana,2018)
2.2.2 Definisi dan Morfologi
Kubis (Brassicaoleracea) merupakan tanaman semusim atau dua
musim dan termasuk dalam family Brassiceae. Di Indonesia pada
umumnya kubis banyak ditanam di dataran tinggi 1.000-2.000 meter
diatas permukaan permukaan laut (dpl). Tetapi setelah ditemukan
kultivar atau varietas yang tahan panas, tanaman kubis dapat
Page 44
26
diusahakan di dataran rendah 100-200 meter dpl, walaupun hasilnya
tidak sebaik yang ditanam di dataran tinggi. Keadaan iklim yang cocok
untuk tanaman kubis yaitu daerah yang relatif lembab dan dingin.
Kelembaban yang diperlukan tanaman kubis yaitu 80%-90%, dengan
suhu berkisar antara 15℃-20℃, cukup untuk mendapatkan sinar
matahari (Abdiana, 2018).
Kubis (Brassicaoleracea) termasuk salah satu sayuran daun yang
digemari oleh hampir setiap orang. Cita rasa enak dan lezat, yang juga
mengandung gizi cukup tinggi seta komposisi lengkap, baik mineral
maupun vitamin.
Kubis (Brassicaoleracea) adalah salah satu jenis sayuran yang
mudah terkontaminan oleh telur cacing. Ini terjadi karena dalam
penanaman sayur kubis selalu bersentuhan langsung dengan tanah,
penggunaan pupuk organik yang berasal dari manusia maupun hewan,
bentuk daun kubis yang bergelombang memungkinkan terjadi
kontaminasi (Lanor, 2015)
Gambar 2.14 Sayuran kubis(Brassicaoleracea)
Page 45
27
2.3 Tinjauan tentang Metode Pemeriksaan
Identifikasi telur cacing dapat dilakukan dengan pemeriksaan pada sampel
yang diduga mengandung atau terkontaminasi telur cacing. Metode yang sering
digunakan yaitu metode sedimentasi dan flotasi (pengapungan).
2.3.1 Metode Sedimentasi
Metode sedimentasi berat jenis larutan yang digunakan lebih kecil
daripada telur cacing, sehingga telur cacing akan mengendap di dasar
tabung. Prinsip metode ini yaitu dengan adanya gaya sentrifuge dapat
memisahkan antara suspensi dan supernatannya sehingga telur
mengendap (Bramanatyo, 2014)
Kelebihan metode ini adalah mampu menemukan jumlah telur
lebih banyak dan lebih jarang mendapatkan hasil negatif palsu
dibandingkan dengan metode natif. Metode ini juga lebih efesien dalam
mencari protozoa dan berbagai macam telur cacing.
Kekurangan dari metode ini yaitu jika proses sentrifuge tidak
dilakukan dengan benar maka kemungkinan besar akan memberikan
hasil negatif palsu karena partikel-partikel rusak atau tidak mengendap
secara utuh.
2.3.2 Metode Pengapungan
Pada metode pengapungan berat jenis larutan yang digunakan
harus lebih besar daripada berat jenis telur cacing yang berkisar 1,10-
1,20 sehingga telur cacing akan terapung pada permukaan lalu diambil
untuk pemeriksaan (Sumanto, 2012)
Page 46
28
Metode pengapungan sangat baik digunkan untuk pemeriksaan
sampel yang mengandung sedikit telur cacing dan untuk diagosis infeksi
berat dan ringan penyakit kecacingan. Sediaan yang dihasilkan lebih
bersih daripada metode sedimentasi karena telur cacing akan terpisah dari
dari kotoran sehingga telur cacing dapat terlihat jelas. Metode ini juga
menunjukkan sensitivitas yang tinggi sebagai pemeriksaan diagnosis Soil
Transmitted Helminth dengan tingkat infeksi rendah.
Prinsip pemeriksaan metode pengapungan dengan NaCl jenuh
adalah sampel dielmusikan kedalam larutan NaCl jenuh, dimana telur
cacing pada sampel mengapung kepermukaan larutan karena perbedaan
berat jenis antara telur dan larutan NaCl (Sandjaja, 2007:46)
Kekurangan metode ini yaitu memerlukan waktu yang cukup lama
dan hanya berhasil untuk telur Nematoda, Schistoma, Dibothriosephalus
dan jenis telur dari famili Taenidae.
Page 47
29
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL
3.1. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah suatu pernyataan secara visualisasi yang
berhubungan antara konsep satu terhadap konsep lainnya atau antara variable
satu dengan variable lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo,
2012. h. 83). Berikut merupakan kerangka konseptual dari penelitianini:
Keterangan: : Variabel yang diamati dalam penenlitian
: Variabel yang tidak diamati dalam penenlitian
Gambar 3.1. Kerangka konseptual Deteksi KontaminasiSoil Transmitted Helminth
(STH) Pada Kubis (Brassicaolerace) yang dijual di pasar Megaluh.
Kubis
Hasil
Positif
ditemukan adanya telur, larva,
cacingSoil Trasmitted
Helminth (STH)
Negatif
tidak ditemukan adanya telur,
larva, cacing Soil Transmitted
Helminth (STH)
Pengapungan Sedimentasi
Metode Pemeriksaaan
Non STH Soil Transmitted Helminth (STH)
Jenis-jenis Cacing STH
1.Ascaris lumbricoides
2.Trichuris trichiura
3.Hookworm
4.Stongyloides stercoralis
Nematoda Usus Nematoda Jaringan
Deteksi Cacing Parasit
Page 48
30
3.2 Penjelasan Kerangka Konsep
Pada pemeriksaan ini akan menjelaskan tentang deteksi cacing parasit
yang digolongkan menjadi dua yaitu nematoda usus dan nematoda jaringan.
Nematoda usus dapat berkembang biak dengan baik terutama pada tanah yang
lembab dan basah. Nematoda jaringan adalah cacing nematoda yang hidup
pada saluran limfatik. Nematoda usus di bagi menjadi dua yaitu non STH
yang tidak memerlukan tanah sebagai media penularanya itu cacing
Enterobius vermicularis dan STH yang memerlukan tanah sebagai media
penularan meliputiAscaris lumbricoides, Hookworm, Trichuris trichiura,
Strongyloides stercoralis. Metode sedimentasi adalah proses pengendapan
dimana metode ini lebih mudah digunakan karena proses pengendapannya
tanpa merusak bentuk telur cacing. Metode pengapungan atau flotasi ini
digunakan untuk pemeriksaan yang mengandung sedikit telur. Hasil di tandai
dengan jika hasil positif jika terdapat adanya telur, larva dan cacing. Hasil
negatif jika tidak terdapat adanya telur, larva, dan cacing. Spesies cacing Soil
Transmitted Helminth (STH) yang biasa dijumpai antara lain Ascaris
lumbricoides, Hookworm, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis.
Page 49
31
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ialah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan
tujuan dan kegunaan tertentu. Penelitian yang digunakan yaitu penelitian
deskriptif, yaitu jenis penelitian yang betujuan untuk menggambarkan mengenai
suatu fenomena dengan cara mendeskripsikan suatu variabel yang sesuai dengan
yang diujikan (Sugiyono, 2016).
4.2 Waktu dan Tempat penelitian
4.2.1 Waktu penelitian
Penelitian ini dimulai dari awal penyusunan proposal sampai selesai
penyusunan laporan akhir pada bulan Februari sampai dengan bulan Juli
pada tahun 2020.
4.2.2 Tempat penelitian
Tempat yang digunakan untuk melaksanakan penelitian ini yaitu di
laboratorium parasitologi STIKes Insan Cendekia Medika Jombang,
Kabupaten Jombang, Provinsi Jawa Timur.
4.3 Populasi penelitian, Sampel dan Sampling
4.3.1 Populasi Penelitian
Populasi yaitu wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek atau
subyek yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Page 50
32
Populasi pada penelitian ini yaitu kubis (Brassicaolerace) yang dijual di
pasar Megaluh.
4.3.2 Sampel
Sampel yaitu bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2016).Sampel yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu kubis (Brassicaolerace) yang di jual di pasar Megaluh
dengan jumlah sampel 5 kubis.
4.3.3 Sampling
Sampling merupakan pengambilan sampel untuk menentukan sampel
yang akan digunakan dalam penelitian (Sugiyono, 2015). Pada penelitian ini
menggunakan teknik sampling yaitu Purposive sampling. Purposive
sampling adalah pengambilan sampling yang berdasar atas suatu
pertimbangan tertentu seperti ciri-ciri maupun sifat-sifat populasi yang sudah
diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini kriteria yang
diteliti yaitu kubis yang berlubang dan kebersihan dari lapak penjualnya.
Page 51
33
4.4 Kerangka Kerja
Berikut ini adalah kerangka kerja penelitian deteksi kontaminasi Soil
Transmitted Helminth (STH) pada kubis (Brassicaolerace) yang dijual di pasar
Megaluh
Gambar 4.1 Kerangka kerja penelitian Deteksi kontaminasi Soil Transmitted
Helminth (STH) pada kubis (Brassicaolerace) yang dijual di pasar
Megaluh.
Desain PenelitianDeskriptif
Teknik SamplingPurposive sampling
Pengumpulan Data
Identifikasi Masalah
Penyajian Data
Penyusunan Proposal
PopulasiPenelitian ini berhubungan dengan Soil Transmitted Helminth (STH) pada kubis
(Brassicaolerace)
SampelKubis (Brassicaolerace)
Penyusunan Laporan Akhir
Pengolahan dan Analisa data(Coding dan tabulating)
Page 52
34
4.5 Variabel dan Definisi Operasional Variabel
4.5.1 Variabel
Variabel adalah seseorang atau obyek yang mempunyai variasi antara
satu orang dengan yang lain atau satu obyek dengan obyek lain (Sugiyono,
2015). Variabel dari peneitian ini yaitu Soil Transmitted Helminth (STH)
pada kubis.
4.5.2 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional adalah definisi variabel-variabel yang akan diteliti
secara operasional di lapangan (Masturoh dan Anggita, 2018 h.111). Definisi
operasional variable dalam penelitian ini sebagai berikut:
Tabel 4.1Definisi operasional dari deteksi kontaminasi Soil Transmitted Helminth
(STH) pada kubis (Brassicaolerace) yang dijual di pasar Megaluh.
Variabel Definisi
Operasional
Parameter Alat Ukur Kategori Skala
Kontaminasi
Soil
Transmitted
Helminth
(STH) pada
kubis.
Deteksi
kontaminasi
Soil
Transmitted
Helminth
(STH) yang
menggunakan
metode
sedimentasi
dan
pengapungan
pada
mikroskop
Terdapat
telur, larva,
maupun
cacing Soil
Transmitted
Helminth
(STH) pada
kubis.
Observasi
alat-alat
laboratorium
parasitology
Positif (jika
ditemukan
adanya
telur, larva,
caing STH)
Negatif
(jika tidak
ditemukan
telur, larva,
cacing
STH)
Nominal
Page 53
35
4.6 Pengumpulan Data
4.6.1 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat yang dibuat da disusun sesuai
prosedur yang ada untuk pengembangan instrument berdasarkan teori serta
kebutuhan penelitian untuk mengumpulkan data. (Adib, 2017).
4.6.2 Alat
1. Mikroskop
2. Tabung reaksi
3. Rak tabung reaksi
4. Beaker glass
5. Batang pengaduk
6. Centrifuge
7. Cover glass
8. Objek glass
9. Pipet tetes
10. Neraca analitik
4.6.3 Bahan
1. Kubis
2. NaCl 0,9%
4.6.4 Prosedur Penelitan
1. Mengambil sampel kubis dan dipotong kecil-kecil.
Page 54
36
2. Merendam kubis sebanyak 30 gram dengan larutan NaCl 0,9% sebanyak
200 ml dengan beaker glass
3. Menunggu selama 30 menit, setelah itu mengaduk kubis dengan batang
pengaduk hingga merata
4. Memasukkan larutan NaCl 0,9% sebagai perendam kedalam tabung
reaksi sebanyak ¾ tabung
5. Memasukkan tabung reaksi pada centrifuge dengan kecepatan 1500 rpm
selama 5 menit sampai terjadi endapan
6. Membuang larutan NaCl 0,9% kemudian memipet endapan pada tabung
reaksi
7. Meletakkan endapan di atas objek glass 1 tetes dan menutup dengan
cover glass
8. Memeriksa objek glass di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x, 40x,
dalam lapang pandang
9. Melihat adanya telur, larva, cacing STH (Soil Transmitted Helminth) dan
mencatat hasilnya
10. Mendokumentasikan hasil.
4.7 Teknik Pengolahan dan Analisa Data
4.7.1 Pengolahan Data
Pengolahan data adalah Teknik mengolah semua keterangan
untuk keperluan penelitian yang bersifat teratur (sistematis) dan terencana
Page 55
37
(Al-Hafizh, 2008). Setelah mengumpulkan data, maka dilakukan pengolahan
data secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk Tabulating.
a. Coding
Coding atau kode yaitu isyarat yang dibuat dalam bentuk angka-
angka atau huruf-huruf untuk memberikan petunjuk/identitas pada suatu
informasi maupun data yang akan dianalisis (Notoatmodjo, 2010). Kode
yang diberikan yaitu sebagai berikut:
Kubis 1 Kode K1
Kubis 2 Kode K2
Kubis 3 Kode K3
Kubis 4 Kode K4
Kubis 5 Kode K5
b.Tabulating
Tabulating yaitu memasukkan data dari tabel distribusi frekuensi
yang disajikan dalam prosentase sehingga diperoleh data dari masing-
masing variabel (Notoatmojdo, 2010)
Pada penelitianini data akan disajikan dalam bentuk tabel yang
menggambarkan hasil dari deteksi kontaminasi Soil Transmitted
Helminth (STH) pada kubis yang dijual di pasar Megaluh.
4.7.2 Analisa Data
Analisa data bertujuan untuk memperoleh gambaran dari hasil
penelitian yang telah dirumuskan dalam tujuan penelitian, dan mendapatkan
Page 56
38
kesimpulan secara umum dari penelitian yang merupakan kontribusi dalam
pengembangan ilmu yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2012). Data yang
telah didapatkan akan dianalisis secara deskriptif karena peneliti hanya
inigin menggambarkan adanya telur cacing dan jenis telur cacing (STH)
yang ditemukan pada kubis yang dijual di pasar Megaluh.
Pada saat penelitian, peneliti memberikan penilaian terhadap hasil
yang sudah diperoleh dengan melihat ada atau tidaknya telur Soil
Transmitted Helminth pada kubis. Setelah memperoleh hasil kemudian
membuat tabel hasil pemeriksaan dengan kategori yang sudah ditetapkan,
hasil yang diperoleh dan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
Keterangan
P : Presentase
f : Frekuensi sampel kubis yang terdapat telur cacing
n : Jumlah kubis yang diiperiksa
Hasil pengolahan data kemudian diintrepetasikan dengan
menggunakan skala sebagai berikut:
100% : Seluruhnya
76-99% : Hampir seluruh sampel
51-75% : Sebagian besar sampel
50% : Setengah sampel
26-49% : Hampir setengah sampel
P=
Page 57
39
1-25% : Sebagian kecil sampel
0% : Tidak ada satupun sampel
4.8 Etika Penelitian
Etika penelitian merupakan etika yang berlaku untuk setiap kegiatan
penelitian antara pihak peneliti dengan pihak yang diteliti dan masyarakat yang
akan memperoleh dampak hasil penelitian tersebut (Notoatmodjo, 202).
Pengambilan data menggunakan etika sebagai berikut:
4.8.1 Informed conset (Lembar Persetujuan)
Merupakan bentuk persetujuan antar peneliti dengan responden. Subjek
diberitahu tentang maksud dan tujuan penelitian. Jika subjek bersedia responden
menandatangani lembar persetujuan.
4.8.2 Anonymita (Tanpa nama)
Responden tidak perlu mencantumkan namanya pada lembar pengumpulan
data, cukup menulis nomor responden atau inisial untuk menjamin kerahasiaan.
4.8.3 Confidentiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan yang diperoleh dari responden akan dijamin kerahisiaannya
oleh peneliti, penyajian data atau hasil penelitian hanya ditampilkan pada forum
akademis.
Page 58
40
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil
5.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian
Pengambilan sampel pada penelitian ini diambil di pasar Megaluh,
Kabupaten Jombang, dan sampel yang diambil sebanyak 5 sampel.
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 14 Juli 2020 di Laboraturium
Paarasitologi Program Studi DIII Analis Kesehatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang.
5.1.2 Hasil Penelitian
Hasil penelitian secara mikroskopis pada kubis sebanyak 5 sampel
yang didapatkan dari pasar Megaluh menunjukkanhasil 4 sampel positif
terkontaminasi telur cacing dan 1 sampel negatif. Pada sampel yang
positif ditemukan telur Ascaris lumbricoides dan Strongyloide
sstercoralis. Pemeriksaan menggunakan metode sentrifugasi dengan NaCl
0,9% untuk mengetahui adanya telur cacing Soil Transmitted Helminth
(STH). Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 5.1 sebagai berikut:
Page 59
41
Tabel 5.1 Hasil deteksi kontaminasiSoil Transmitted Helminth (STH) pada kubis
yang dijual di pasar Megaluh.
No SampelKontaminasi
Jumlah KeteranganCacing Telur
1 K 1 - + 1 Ascaris lumbricoides
2 K 2 - + 1 Strongyloides stercoralis
3 K 3 - - 0 Tidak ditemukan
4 K 4 - + 1 Strongyloides stercoralis
5 K 5 - + 1 Ascaris lumbricoides
Total 5 0 4 4 (80%)
Sumber : Data Primer (Juli 2020)
Berdasarkan tabel 5.1 terlihat 4 sampel positif dan 1 sampel negative,
keempat sampel yang positif terdiri dari sampel dengan kode Kubis 1 dan
Kubis 5 yang ditemukan kontaminasi telur cacing Ascaris lumbricoides
masing-masing sampel ditemukan 1 telur cacing. Pada sampel dengan
kode Kubis 2 dan Kubis 4 ditemukan adanya kontaminasi telur cacing
Strongyloidesstercoralis yang masing-masing sampel ditemukan 1 butir
telur. Kemudian sampel yang mendapatkan hasil negatif adalah sampel
dengan kode Kubis 3.
5.1.3 Pembahasan
Sayur merupakan komponen yang sangat penting dari makanan sehari-
hari, khususnya sayur yang memiliki kandungan protein, vitamin B
mineral, dan serat yang tinggi. Tetapi sayuran juga menjadi makanan yang
mudah terkontaminasi oleh parasit, terutama parasit yang berasal dari
Page 60
42
tanah. Tanah merupakan sumber penularan paling utama dan terpenting
untuk berbagai jenis penyakit.
Berdasarkan penelitian kontaminasi Soil Transmitted Helminth
(STH) pada sampel kubis yang dijelaskan pada tabel 5.1 diatas diketahui
bahwa presentase Sebagian besar sampel kubis yang dijual di pasar
Megaluh terkontaminasi oleh telur cacingSoil Transmitted Helminth (STH)
sebanyak 80% atau 4 sampel kubis dan sebanyak 20% atau 1 sampel kubis
yang tidak terkontaminasi telur cacing Soil Transmitted Helminth (STH).
Menurut jenis telur Soil Transmitted Helminth (STH) kontaminasi telur
cacing Ascaris lumbricoides 40%, kontaminasi Strongyloides stercoralis
40%.
Berdasarkan data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa
pencemaran telur cacing pada sayur kubis dikarenakan kurangnya
kebersihan lingkungan dan kesadaran dari pedagang. Selain itu juga
penggunaan feses hewan sebagai pupuk tanaman merupakan salah satuf
aktor yang menyebabkan terjadi pencemaran tanah sehingga bisa
mencemari hasil tanaman kubis dan bisa menginfeksi manusia, sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Tri Widyaningsih, et al. (2019)
bahwa kontaminasi Soil Transmitted Helminth (STH) dapat berkembang
biak pada tanah yang gembur dan bercampur dengan humus dengan
kelembaban yang tinggi.
Page 61
43
Meskipun tidak menyebabkan infeksi yang serius, tetapi orang yang
terinfeksi parasit bisa menyebabkan penurunan nafsu makan yang diikuti
dengan kekurangan gizi sehingga pada anak bisa menyebabkan gizi buruk.
Karena gizi buruk tersebut pada anak-anak dapat mengakibatkan kondisi
stanting.
Kontaminasi Soil Transmitted Helminth (STH) pada kubis bisa
terjadi karena cara pemupukan yang menggunakan pupuk hewani, alat
transportasi yang kurang bersih atau bisa juga dengan pencucian hasil
tanaman menggunakan air yang terkontaminasi. Untuk mendapatkan sayur
kubis yang baik dan tidak mengandung cacing yaitu dengan cara memilih
sayuran yang masih baik dan membuang kulit luar kubis beberapa lapis
agar terhindar dari infeksi Soil Transmitted Helminth (STH) (Rini Safitri, et
al. 2019).
Cara mengatasi masalah kecacingan ini yaitu dengan diadakan
penyuluhan kepada masyarakat dan para pedagang di pasar mengenai
pentingnya hiegene dalam penanganan bahan pangan. Dengan cara ini
keadaan endemic sampai angka kesakitan yang tinggi dapat diatasi dengan
baik.
Page 62
44
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian terdapat kontaminasi telur cacing Soil
Transmitted Helminth (STH) pada kubis yang di jual di pasar Megaluh.
6.2 SARAN
6.2.1 Bagi Masyarakat
Untuk mayarakat diharapkan dapat memperhatikan kebersihan
lingkungan tempat membeli sayuran, tidak menggunakan feses sebagai pupuk
tanaman, mencuci sayuran terutama sebagai lalapan mentah dengan air
mengalir sampai bersih agar telur cacing tidak melekat pada sayuran.
6.2.2 Bagi Tenaga Kesehatan
Dapat memberikan pengarahan atau penyuluhan kepada masyarakat
tentang hidup bersih dan sehat agar terhindar dari berbagai penyakit.
6.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Supaya bisa melakukan penelitian yang lebih baik lagi tentang
kontaminasi Soil Transmitted Helminth (STH). Melakukan penelitian lebih
dalam lagi tentang sayuran yang bisa terkontaminasi Soil Transmitted
Helminth (STH) seperti selada, kacang panjang, dan sawi putih.
Page 63
45
DAFTAR PUSTAKA
Abdiana, R.. 2018.Identifikasi Telur Soil Transmittted Helminth (STH) Pada Lalapan
Kubis (Brassica Oleracea) Di Warung Makan Kelurahan Kampung Baru,
Labuhan Ratu, Kota Bandar Lampung, Skripsi, Program Studi Pendidikan
Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Adib, Helen Sabera.2017. Teknik Pengembangan Instrument Penelitian Ilmiah Di
Perguruan Tinggi Keagamaan Islam. UIN Raden Fatah, Palembang
Atmojo, Andi Tri. 2016. “Ascaris lumbricoides”, (Online), (https://medlab.id/ascaris-
lumbricoides.
Badan POM RI. 2015. “Obat kecacingan”, (Online)
(http://pionas.pom.go.id/artikel/obat-kecacingan, diakses 17 April 2020)
Dewi FMK, Nurdian Y. 2018.Faktor Risiko Petani Sayuran terhadap Infestasi Soil
Transmitted Helminth(Skripsi). Jember: Fakultas Kedokteran Universitas
Jember
Dewi, R. N. (2017). Identifikasi Nematoda Usus Golongan Soil Transmitted Helminth
pada Anak dengan Pemeriksaan secara Langsung di TPA Putri Cempo
Mojosongso Surakarta(Doctoral dissertation, Universitas Setia Budi
Surakarta).
Dold, & Holland. (2019). Paracites Ascariasis.
https://www.cdc.gov/dpdx/ascariasis/index.html
Guerrant, Walker, &Weller.. (2017). Paracites Trichuriasis..
https://www.cdc.gov/dpdx/trichuriasis/index/html
H.Ardiato, Natalia C, dan Lya D.A.2019. Modul Traing Helminth (cacing) untuk
guru SMA. CV jejak. Universitas Ciputra. Surabaya hal 7.
Irianto, K. 2013. Parasitologi Medis. Bandung: Alfabeta
Jourdan, Lamberto, Fenwick, Addiss. (2019). Paracites Hookworm.
https://www.cdc.gov/dpdx/hookworm/index/html.
Lanor, Y., 2015, Identifikasi Kontaminan Telur Cacing Pada Sayur Lalapan Kubis
dan Kemangi yang dijual Pedagang Kaki Lima di Pasar Malam Kampung
Solor Kota Kupang, Karya Tulis Ilmiah ,Jurusan Analis Kesehatan Politeknik
Kesehatan Kemenkes, Kupang.
Page 64
46
Moncayo AL, Lovato R, dan Cooper PJ. 2018. Soil-transmitted helminth infections
and nutritionalstatus in Ecuador : findings form a national survey and
implications for control strategies. BMJ open. 8(4).
M. Yadaf, Shikha.K. 2019. Pemodelan Homologi dan Studi dimulasi dinamika
Molekuler dari β Carbonik anhidrase dari Ascaris lumbricoides. Bio medical
informatis amiti Unversiti Haryana, Gurgaon. India.
Natalia, D. (2019). Visualisasi telur Ascaris lumbricoides pada feses patologis yang
disimpan pada suhu 8 selama 8 hari (Studi di Laboratorium Parasitologi
STIKes ICMe Jombang) (Doctoral dissertation, STIKes ICMe Jombang).
Oliva w. (2017). Prevalensi derajat infeksi dan factor resiko trichuris trichiura pada
peternak sapi potong di desa Ronggo Kecamatan Jaken Kabupaten Pati.
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Bogor
Purnomo, J.(2018). Identifikasi telur dan larva nematoda usus pada feses anak SDN
01 Karangsari, Kecamatan Jatiyoso, Kabupaten Karanganyar (Doctoral
dissertation, Universitas Setia Budi Surakarta).
Pusarawati. 2015. “Atlas Parasitologi Kedokteran”. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokterab EGC
Rini Safitri, Betta Kurniawan, dan Evi kurniawati. 2019. Identifikas Kontaminasi Soil
Transmitted Helminth (STH) pada Lalapan Kubis (Brassicaolerace) di Warung
Makan Kaki Lima Sepanjang Jalan Zainal Abidin Pagar Alam, Kota Bandar.
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung.
Riswanda, Z., & Kurniawan, B. (2016). Infeksi Soil-Transmitted Helminth: Ascaris,
Trichiuriasis dan cacing tambang. Jurnal Majority, 5 (5), 61=68
Setya, A. K. 2015.”Parasitologi: Praktikum Analis Kesehatan”. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Soedarto. 2016. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi Kedua. Jakarta: Sagung
Seto
Watts, Robertson, & Bradbury. (2019). Paracites Strongyloidiasis.
https://www.cdc.gov/dpdx/strongyloidiasis/index/html.
WHO.2017. Soil-transmitted Helminth Infections. Gareva : World Health
Organization. Tersedia dari :
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs366/en/(diakses tanggal 10
Maret 2020).
Page 65
47
WHO, 2019. Soil-transmitted Helminth infections. Tersedia pada :
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/soil-transmitted-helminth-
infections
Widarti, W. 2018. Identifikasi Telur Nematoda Usus Pada Kol di pasar Tradisional
Kota Makasar. Jurnal Media Analis Kesehatan.
Wikipedia. 2015. “Cacing Tambang”, (Online),
(https://id.m.wikipedia.org/wiki/cacing_tambang, diakses 17 April 2020)
Page 66
48
Lampiran 1
Data hasil telur cacing Soil Transmitted Helminth (STH) pada kubis
(Brassicaolerace) yang dijual di pasar Megaluh.
No Kode TelurSoil Transmitted Helminth (STH) Jumlah
(f)
Ascaris
lumbricoides
Hookworm Trichuris
trichiura
Strongyloides
stercoralis
1 K1 Positif (+) Negatif (-) Negatif
(-)
Negatif (-) 1
2 K2 Negatif (-) Negatif (-) Negatif
(-)
Positif (+) 1
3 K3 Negatif (-) Negatif (-) Negatif
(-)
Negatif (-) 0
4 K4 Negatif (-) Negatif (-) Negatif
(-)
Positif (+) 1
5 K5 Positif (+) Negatif (-) Negatif
(-)
Negatif (-) 1
Jumlah
(f)
2 0 0 2 4
Page 67
49
Lampiran 2
Dokumentasi
Gambar Keterangan
Kubis
Larutan NaCl 0,9%
Perendaman kubis dengan larutan
NaCl 0,9% selama 30 menit
Page 68
50
Larutan NaCl setelah perendaman
kubis yang akan di centrifuge
Melakukan pemusingan dengan
centrifuge untuk mendapatkan
endapan
Setelah centrifuge didapatkan
endapan
Page 69
51
Pengamatan menggunakan
mikroskop
Page 70
52
Lampiran 3
Gambar Hasil Penelitian
Gambar Keterangan
Telur cacing Ascaris lumbricoides
dengan perbesaran 40x
(Sampel K1)
Telur cacing Strongyloides
stercoralis dengan perbesaran 40x
(Sampel K2)
Telur cacing Strongyloides
stercoralis dengan perbesaran 40x
(Sampel K4)
Page 71
53
Telur cacing Ascaris lumbricoides
perbesaran 40x
(Sampel K5)
Page 72
54
SURAT KETERANGAN PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Soffa Marwa Lesmana, A.Md. AK
Jabatan : Staf Laboratorium Klinik DIII Analis Kesehatan
Menerangkan bahwa mahasiswa dibawah ini:
Nama : Della Vionita Indriani
NIM : 17.131.000.9
Telah melaksanakan pemeriksaan DeteksiKontaminasiSoil Transmitted Helminth
(STH) Pada Kubis(Brassicaolerace)Yang Di Jual Di Pasar Megaluhdi Laboratorium
Parasitologi prodi DIII Analis Kesehatan mulai hari Selasa, 14 Juli 2020, dengan hasil
sebagai berikut :
HASIL PENELITIAN
No SampelKontaminasi
Jumlah KeteranganCacing Telur
1 K 1 - + 1 Ascaris lumbricoides
2 K 2 - + 1 Strongyloidesstercoralis
3 K 3 - - 0 TidakDitemukan
4 K 4 - + 1 Strongyloidesstercoralis
5 K 5 - + 1 Ascaris lumbricoides
Total 5 0 4 4 (80%)
Demikian Surat Keterangan ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Koordinator Laboratorium Klinik Laboran
Prodi DIII Analis Kesehatan
Soffa Marwa Lesmana, A.Md. AK Soffa Marwa Lesmana, A.Md. AK
Mengetahui,
Kepala Laboratorium Klinik
Erni Setyorini, SKM.,MM
YAYASAN SAMODRA ILMU CENDEKIA
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN“INSAN CENDEKIA MEDIKA”
LABORATORIUM ANALIS KESEHATANSEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG
Kampus I : Jl. Kemuning 57a Candimulyo Jombag
Jl. Halmahera 33, Kaliwungu Jombang, e-Mail: [email protected]
Page 73
55
LEMBAR KONSULTASI
Nama : Della Vionita Indriani
Nim : 171310009
Judul : Deteksi Kontaminasi Soil Transmitted Helminth (STH) Pada Kubis
(Brassicaolerace) Yang Di Jual Di Pasar Megaluh.
No. Tanggal Hasil Konsultasi
1. 19 Februari 2020 Acc judul
2. 23 Februari 2020 Bab 1 revisi
3. 29 Februari 2020 Bab 1 revisi
4. 07 Maret 2020 Bab 1 acc
5. 08 April 2020 Bab 2 revisi
6, 16 April 2020 Bab 2 acc
7. 22 April 2020 Bab 3 revisi,
8. 28 April 2020 Bab 3 acc, bab 4 revisi
9 19 Mei 2020 Bab 4 revisi
10 29 Mei 2020 Bab 4 acc, siap sidang proposal
11. 21 Juli 2020 Bab 5 revisi, bab 6 revisi
12. 29 Juli 2020 Bab 5 revisi, bab 6 revisi, abstrak
13. 30 Juli 2020 Bab 5revisi, bab 6 revisi, abstrak revisi
14. 6 Agustus 2020 Bab 5 acc, bab 6 acc, abstrak acc
Mengetahui,
Pembimbing Utama,
Anthofani Farhan, S.pd. M.Si
YAYASAN SAMODRA ILMU CENDEKIA
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN“INSAN CENDEKIA MEDIKA”
LABORATORIUM ANALIS KESEHATANSEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG
Kampus I : Jl. Kemuning 57a Candimulyo Jombag
Jl. Halmahera 33, Kaliwungu Jombang, e-Mail: [email protected]
Page 74
56
LEMBAR KONSULTASI
Nama : Della Vionita Indriani
NIM : 171310009
Judul : Deteksi Kontaminasi Soil Transmitted Helminth (STH) Pada Kubis
(Brassicaolerace) Yang Di Jual Di Pasar Megaluh.
No. Tanggal Keterangan
1. 17 April 2020 Bab 1 revisi, bab 2 revisi
2. 4 Mei 2020 Bab 1 revisi, bab 2 acc
3. 6 Mei 2020 Bab 1 acc
4. 6 Mei 2020 Bab 3 revisi, bab 4 revisi
5. 8 Mei 2020 Bab 3 acc, bab 4 acc
6. 30 Juli 2020 Bab 5 revisi tambahkan fakta, teori, opini,,
bab 6 revisi
7. 4 Agustus 2020 Bab 5 acc, bab 6 acc, revisi abstrak
8. 10 Agustus 2020 Acc abstrak
Mengetahui,
Pembimbing Anggota,
Hindyah Ike Suhariati, S.Kep., Ns., M.Kep
YAYASAN SAMODRA ILMU CENDEKIA
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN“INSAN CENDEKIA MEDIKA”
LABORATORIUM ANALIS KESEHATANSEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG
Kampus I : Jl. Kemuning 57a Candimulyo Jombag
Jl. Halmahera 33, Kaliwungu Jombang, e-Mail: [email protected]
Page 75
57
JADWAL PENYUSUNAN KARYA TULIS ILMIAH
No. Kegiatan Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus
1. Pembuatan
judul
2. Penyususnan
proposal
3. Ujian
proposal
4. Revisi
proposal
5. Pengambilan
data
6. Pengolahan
data
7. Penyusunan
KTI
8. Ujian KTI
9. Revisi KTI
(Februari – Agustus)
Keterangan :