Top Banner
SINTESIS DAN KARAKTERISASI BENTONIT DIPILARISASI LOGAM ALUMINIUM DAN ZIRKONIUM UNTUK PROSES KONVERSI ETANOL MENJADI GASOLIN SKRIPSI DESSY RAMADHANIATI PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2020 M / 1442 H
96

DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

Mar 13, 2023

Download

Documents

Khang Minh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

SINTESIS DAN KARAKTERISASI BENTONIT DIPILARISASI

LOGAM ALUMINIUM DAN ZIRKONIUM UNTUK PROSES

KONVERSI ETANOL MENJADI GASOLIN

SKRIPSI

DESSY RAMADHANIATI

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2020 M / 1442 H

Page 2: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

SINTESIS DAN KARAKTERISASI BENTONIT DIPILARISASI LOGAM

ALUMINIUM DAN ZIRKONIUM UNTUK PROSES KONVERSI ETANOL

MENJADI GASOLIN

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

DESSY RAMADHANIATI

11160960000075

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2020 M / 1442 H

Page 3: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

SINTESISDANKARAKTERISASIBENTONITDIPILARISASILOGAM

ALUMINIUM DANZIRKONIUM UNTUKPROSESKONVERSIETANOL

MENJADIGASOLIN

SKRIPSI

SebagaiSalahSatuSyaratMemperolehGelarSarjanaSains

Program StudiKimia

FakultasSainsdanTeknologi

UniversitasIslam NegeriSyarifHidayatullahJakarta

Oleh:

DESSYRAMADHANIATI

11160960000075

Menyetujui,

PembimbingI

NandaSaridewi,M.Si

NIP.198410212009122004

PembimbingII

Dr.RobertRonalWidjaya,M.Si

NIP.198304072008011009

Mengetahui,

KetuaProgram StudiKimia

Dr.LaOdeSumarlin,M.Si

NIP.197509182008011007

Page 4: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

PENGESAHANUJIANSKRIPSI

Skripsiyang berjudul“Sintesisdan KarakterisasiBentonitDipilarisasi

Logam Aluminium danZirkonium untukProsesKonversiEtanolMenjadi

Gasolin”telah diujidan dinyatakan LULUS dalam Sidang Munaqosah

FakultasSainsdanTeknologiUniversitasIslam NegeriSyarifHidayatullah

Jakarta pada hariKamis,28 Oktober2020.Skripsiinitelah diterima

sebagaisalahsatusyaratuntukmemperolehgelarSarjanaSains(S1)

Program StudiKimia.

Menyetujui,

PengujiI PengujiII

IsalmiAziz,M.T Nurhasni,M.Si

NIP.197511102006042001 NIP.197406182005012005

PembimbingI PembimbingII

NandaSaridewi,M.Si Dr.RobertRonalWidjaya,M.Si

NIP.198410212009122004 NIP.198304072008011009

Mengetahui,

DekanFakultasSainsdanTeknologi KetuaProgram StudiKimia

Prof.Dr.LilySurrayaEkaPutri,M.Env.Stud Dr.LaOdeSumarlin,M.Si

NIP.196904042005012005 NIP.197509182008011007

Rabu,
Page 5: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta
Page 6: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

ABSTRAK

DESSY RAMADHANIATI. Sintesis dan Karakterisasi Bentonit Dipilarisasi

Logam Aluminium dan Zirkonium untuk Proses Konversi Etanol Menjadi

Gasolin. Dibimbing oleh NANDA SARIDEWI dan ROBERT RONAL

WIDJAYA

Bentonit dapat dimanfaatkan sebagai katalis dengan melakukan modifikasi pada

strukturnya. Metode modifikasi struktur bentonit yang dilakukan dalam penelitian

ini adalah metode pilarisasi (Pillared Clay atau PILC) dengan penambahan logam

Al, Zr, dan paduan dua oksida logam Al-Zr. Katalis PILC kemudian digunakan

sebagai katalis asam dalam proses konversi etanol menjadi gasolin untuk bahan

bakar alternatif. Hasil katalis yang telah dipreparasi kemudian dikarakterisasi

dengan XRD, XRF, FTIR, SAA, TGA, dan TPD-NH3 kemudian hasil konversi

dianalisis menggunakan GC/FID. Hasil XRD menunjukkan keberhasilan proses

pilarisasi dengan penambahan logam Al dan Zr dengan adanya peningkatan jarak

antarlapis (interlayer) pada katalis Al/PILC, Zr/PILC, dan Al-Zr/PILC masing-

masing sebesar 14,03 Å, 21,36 Å, dan 17,88 Å yang juga diperkuat hasil XRF

dengan adanya peningkatan berat Al2O3 pada katalis Al/PILC sebesar 6,17%

sedangkan pada katalis Zr/PILC terjadi peningkatan berat ZrO2 sebesar 28,74%.

Hasil SAA menunjukkan peningkatan luas permukaan dan volume pori pada

struktur katalis Al/PILC, Zr/PILC, dan Al-Zr/PILC. Hasil TPD-NH3 menunjukkan

katalis yang telah dipilarisasi mengalami kenaikan jumlah situs asam sebesar

0,0225-0,5533 mmol/g. Adanya tipe asam Brønsted ditunjukkan melalui puncak

serapan pada 1515-1640 cm-1

dan Lewis pada 1435-1470 cm-1

dari hasil FTIR.

Hasil TGA menunjukkan adanya peningkatan stabilitas termal pada katalis

Al/PILC, Zr/PILC, dan Al-Zr/PILC. Katalis Al-Zr/PILC menunjukkan hasil

aktivitas yang paling baik terhadap proses konversi etanol menjadi gasolin dengan

perolehan konversi sebesar 90,59 dan selektifitas sebesar 99,98 %.

Kata kunci: bentonit, katalis asam, gasolin, pilarisasi, stabilitas termal

Page 7: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

ABSTRACT

DESSY RAMADHANIATI. Synthesis and Characterization of Bentonite

Pillarized by Aluminium and Zirconium Metal for Ethanol to Gasoline (ETG)

Conversion Process. Supervised by NANDA SARIDEWI dan ROBERT

RONAL WIDJAYA

Bentonite can be used as a catalyst by modifying the structure. Modification

methods used in this study is the pillarization method (Pillared Clay or PILC) with

the addition of Al, Zr, and bi-metals oxide Al-Zr. PILC catalyst is then used as an

acid catalyst in the process of converting ethanol into gasoline for alternative

fuels. Catalyst results that were prepared were then characterized by XRD, XRF,

FTIR, SAA, TGA, dan TPD-NH3 and then the activity will be tested on the

conversion of ethanol to gasoline then the conversion results analyzed using

GC/FID. XRD results show the success of the pilarization process with the

addition of Al and Zr metals in the presence of an increase in the interlayer

spacing on the Al/PILC, Zr/PILC, and Al-Zr/PILC catalysts respectively 14.03 Å,

21.36 Å, and 17.88 Å which was also strengthened by XRF results with an

increase in weight percent of Al2O3 on Al/PILC catalyst by 6.17% while the

Zr/PILC catalyst increased the weight percent of ZrO2 by 28.74%. TPD-NH3

results showed that the catalyst which had been polarized increased the number of

acid sites by 0.0225-0.5533 mmol/g. The presence of Brønsted acid type is

indicated by the absorption peak at 1515-1640 cm-1

and Lewis at 1435-1470 cm-1

from the FTIR results. TGA results show an increase in thermal stability on

Al/PILC, Zr/PILC, and Al-Zr/PILC catalysts. Al-Zr/PILC catalyst showed the

best activity results on the conversion process of ethanol to gasoline with

conversion result is 90.59% and selectivity is 99.98%.

Keywords: acid catalyst, bentonite, pillarization, thermal stability

Page 8: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

i

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena

dengan Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Sintesis dan Karakterisasi Bentonit Dipilarisasi Logam Aluminium

dan Zirkonium untuk Proses Konversi Etanol Menjadi Gasolin”. Penulis

menyadari penyusunan skripsi ini mendapat banyak bantuan, bimbingan, dan

arahan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati,

penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Nanda Saridewi, M.Si selaku Pembimbing I yang telah memberikan

pengarahan dan bimbingannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. Robert Ronal Widjaya, M.Si selaku Pembimbing II yang telah

memberikan pengetahuan, pengarahan, dan bimbingannya sehingga banyak

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Isalmi Aziz, M.T selaku penguji I yang telah memberikan banyak masukan

serta saran yang bermanfaat.

4. Nurhasni, M.Si selaku penguji II yang telah memberikan banyak masukan

serta saran yang bermanfaat.

5. Dr. La Ode Sumarlin, M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia Fakultas

Sains dan Teknologi.

6. Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud selaku Dekan Fakultas Sains

dan Teknologi UIN Syarif Hidayatulllah Jakarta.

7. Orang tua penulis Bapak (Alm.) Eddy Irianto Sembiring dan Ibu Hadiyati,

S.H, serta Kakak penulis Donny Prasetyo, S.H yang selalu memberikan doa,

Page 9: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

ii

motivasi, dan dukungan moril maupun materil yang diberikan kepada

penulis.

8. Segenap dosen Program Studi Kimia atas ilmu pengetahuan, motivasi, serta

pengalaman hidup yang dengan ikhlas diajarkan dan diberikan kepada

penulis.

9. Sahabat – sahabat penulis Rizkia Widia Putri, Nurhasanah Putri

Mayangsari, Asri Prasasti, Aini Nabila, Anisa Putri, Thessalonika, Catrin

Seplinda, dan Raudya Ayu yang telah memberikan semangat dan kekuatan

kepada penulis selama ini.

10. Teman–teman Kimia 2016 khususnya Kimia 16 C yang telah bersama

selama ±3 tahun senantiasa memberi keceriaan kepada penulis.

11. Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang telah

mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian.

12. Serta semua pihak yang telah membantu penulis secara langsung maupun

tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga arahan, motivasi, dan bantuan yang telah diberikan menjadi amal

ibadah bagi keluarga, bapak, dan rekan-rekan, sehingga memperoleh balasan yang

lebih baik dari Allah SWT. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi

penulis dan dapat dijadikan sebagai sumbangan pikiran bagi kemajuan ilmu dan

teknologi.

Jakarta, Oktober 2020

Dessy Ramadhaniati

Page 10: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. v

DAFTAR TABEL ................................................................................................ vi

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ................................................................................................. 1

1.2. Perumusan Masalah ......................................................................................... 5

1.3. Hipotesis Penelitian .......................................................................................... 6

1.4. Tujuan Penelitian ............................................................................................. 6

1.5. Manfaat Penelitian ........................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 7

2.1. Katalis ............................................................................................................... 7

2.1.1. Komponen Katalis .................................................................................. 7

2.1.2. Pembagian Katalis ............................................................................... 10

2.1.3. Parameter Katalis ................................................................................. 12

2.2. Bentonit .......................................................................................................... 12

2.2.1. Sifat Fisik dan Kimia Bentonit............................................................. 13

2.2.2. Klasifikasi Bentonit ............................................................................. 14

2.2.3. Aplikasi Bentonit ................................................................................. 15

2.3. Aluminium ..................................................................................................... 15

2.4. Zirkonium ....................................................................................................... 16

2.5. Etanol............................................................................................................. 17

2.6. Gasolin ........................................................................................................... 18

2.7. Proses Konversi Etanol menjadi Gasolin ....................................................... 19

2.8. Metode Pilarisasi ............................................................................................ 20

2.9. X-Ray Diffraction (XRD) ............................................................................... 21

2.10. X-Ray Fluorescence (XRF) .......................................................................... 23

2.11. Fourier Transform Infra Red (FTIR) ........................................................... 24

2.12. Surface Area Analyzer (SAA) ...................................................................... 25

Page 11: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

iv

2.13. Thermal Gravimetry Analyzer (TGA) .......................................................... 27

2.14. Temperature Programmed Dessorption (TPD-NH3) ................................... 28

2.15. Gas Chromatography-Flame Ionization Detector (GC-FID) ...................... 29

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 31

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................................ 31

3.2. Alat dan Bahan Penelitian .............................................................................. 31

3.3. Bagan Penelitian............................................................................................. 32

3.4. Prosedur Penelitian......................................................................................... 33

3.4.1. Pemilaran Bentonit dengan Satu Logam (Canizares et al., 1999) ........ 33

3.4.2. Preparasi Larutan Polikation Al dan Zr ............................................... 33

3.4.3. Pemilaran Bentonit dengan Dua Logam (Canizares et al., 1999) ........ 34

3.4.4. Karakterisasi Katalis ............................................................................ 35

3.4.5. Uji Aktivitas dan Analisis GC/FID Pada Konversi Etanol Menjadi

Gasolin (Rinaldi & Dwiatmoko, 2011) .............................................. 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 41

4.1. Karakterisasi Katalis Bentonit dan Bentonit Terpilar .................................... 41

4.1.1. Hasil Analisis Jarak Antarlapis dengan XRD ..................................... 41

4.1.2. Hasil Analisis Distribusi Unsur dengan XRF ...................................... 45

4.1.3. Hasil Analisis Gugus Fungsi dengan FTIR ......................................... 47

4.1.4. Hasil Analisis Luas Permukaan dan Volume Pori dengan SAA ......... 49

4.1.5. Hasil Analisis Dekomposisi Termal dengan TGA ............................... 52

4.1.6. Hasil Analisis Keasaman dengan TPD-NH3 ....................................... 54

4.2. Analisis Uji Aktivitas Katalis Terhadap Proses Konversi Etanol Menjadi

Gasolin............................................................................................................56

BAB V PENUTUP ............................................................................................... 60

5.1. Simpulan.......................................................................................................... 60

5.2. Saran............................................................................................................... 60

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 61

LAMPIRAN ......................................................................................................... 68

Page 12: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

v

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur montmorillonite (Othmer, 1964).......................................... 13

Gambar 2. Struktur etanol (Sebayang, 2006) ...................................................... 17

Gambar 3. Reaksi etanol menjadi hidrokarbon (Ramasamy & Wang, 2013) ..... 19

Gambar 4. Skema dasar XRD (Beiser, 1992) ...................................................... 22

Gambar 5. Difraksi Bragg (Beiser, 1992)............................................................ 22

Gambar 6. Skema alat XRF (Gosseau, 2009) ...................................................... 24

Gambar 7. Komponen utama dalam spektrofotemer FTIR (Stuart, 2004) .......... 25

Gambar 8. Skema alat SAA (Thomas et al., 2017) ............................................. 26

Gambar 9. Skema alat TGA (Setiabudi et al., 2012) ........................................... 27

Gambar 10. Skema alat TPD-NH3 (Chester & Derouane, 2009) ........................ 29

Gambar 11. Skema alat GC/FID (McMahon, 2007) ........................................... 30

Gambar 12. Diagram Alir Penelitian ................................................................... 32

Gambar 13. Pola difraksi low angle katalis ......................................................... 42

Gambar 14. Pola difraksi high angle katalis ....................................................... 44

Gambar 15. Spektrum FTIR katalis ..................................................................... 47

Gambar 16. Grafik luas permukaan katalis ......................................................... 50

Gambar 17. Grafik volume pori katalis ............................................................... 51

Gambar 18. Kurva TGA katalis ........................................................................... 52

Gambar 19. Hasil konversi etanol menjadi gasolin ............................................. 56

Page 13: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Klasifikasi Komponen Aktif (Nasikin & Susanto, 2010) ........................ 8

Tabel 2. Oksida Sebagai Penyangga (Nasikin & Susanto, 2010)........................... 9

Tabel 3. Contoh Promotor dan Perannya (Nasikin & Susanto, 2010) ................. 10

Tabel 4. Sifat Fisika dan Sifat Kimia Etanol (Othmer, 1964) .............................. 18

Tabel 5. Distribusi Unsur Sebelum dan Sesudah Dipilarisasi .............................. 46

Tabel 6. Puncak Serapan FTIR Sebelum dan Sesudah Dipilarisasi ..................... 48

Tabel 7. Hasil pengukuran dengan TGA .............................................................. 53

Tabel 8. Nilai Keasaman Bentonit dan Bentonit Terpilar .................................... 55

Tabel 9. Selektifitas produk hasil analisis GC/FID etanol menjadi gasolin ......... 57

Page 14: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Perhitungan preparasi katalis ......................................................... 68

Lampiran 2. Perhitungan jarak antarlapis (interlayer) dengan XRD .................. 71

Lampiran 3. Hasil analisis isoterm adsorpsi dan desorpsi katalis dengan SAA.. 73

Lampiran 4. Hasil analisis katalis dengan TGA .................................................. 74

Lampiran 5. Hasil analisis katalis dengan TPD-NH3 .......................................... 76

Lampiran 6. Hasil analisis uji aktivitas katalis dengan GC/FID ......................... 78

Lampiran 7. Perbedaan warna Bentonit, Al/PILC, Zr/PILC, dan Al-Zr/PILC ... 83

Lampiran 8. Hasil reaksi konversi etanol menjadi gasolin ................................. 83

Page 15: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebutuhan dasar manusia yang dapat meningkat tiap tahunnya adalah

energi. Bahan bakar minyak (BBM) adalah energi yang lebih banyak digunakan

untuk memenuhi kebutuhan energi nasional dibandingkan dengan sumber energi

lainnya. Namun, diketahui bahwa bahan baku dari BBM adalah fosil yang

merupakan bahan bakar tidak terbarukan (unreneweable energy). Oleh karena itu,

dikhawatirkan BBM akan langka karena tidak adanya bahanya baku maka

pemerintah mencoba mengembangkan sumber energi baru dan terbarukan, salah

satunya adalah penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar campuran atau

pengganti bensin (gasoline).

Bioetanol dapat dibuat dari tumbuhan atau material berselulosa melalui

proses fermentasi dengan hasilnya berupa etanol dan air yang bercampur secara

azeotrop. Etanol yang berasal dari hasil fermentasi diproses lagi dengan

menggunakan proses distilasi untuk menghasilkan kemurnian kadar etanol yang

lebih tinggi (Tedji & Solnaldo, 2015). Proses pemurnian campuran etanol-air

dilakukan dengan proses distilasi dengan jumlah energi yang cukup besar,

sehingga hal ini menjadi satu tantangan dalam mengembangkan bioetanol dari

tumbuhan atau material berselulosa (Rinaldi & Dwiatmoko, 2011).

Pada penelitian ini digunakan alternatif pemanfaatan langsung bioetanol

tanpa tahapan pemurnian adalah dengan proses konversi etanol menjadi gasolin

secara katalitik (ethanol-to-gasoline. ETG) untuk pemodelan bioetanol.

Penggunaan proses katalitik ETG tetap dapat dilakukan walau pada konsentrasi

Page 16: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

2

campuran etanol-air yang rendah (<60%) dan untuk menghemat energi dan waktu

pengerjaannya dalam skala lab.

Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam yang sangat melimpah

dan tersebar luas, salah satunya adalah sumber daya mineral. Allah SWT

berfirman dalam Al-Qur’an surah Al-Qashash ayat 77:

Artinya: “Dan carilah apa yang telah dianugrahkan Allah kepadamu

(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari

(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah

telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)

bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”

(Q.S Al-Qashash:77).

Allah S.W.T menciptakan dunia ini lengkap dengan kekayaan alamnya agar

manusia dapat memenuhi kebutuhan dalam hidup dan kehidupannya dengan rasa

tanggung jawab terhadap alam yang dimanfaatkannya. Manusia adalah satu-

satunya makhluk Allah yang diberi pikiran dan potensi untuk mengelola serta

memanfaatkan sumber daya alam yang ada. Mineral bentonit merupakan salah

satu kekayaan alam Indonesia yang berlimpah dan belum dimanfaatkan secara

optimal. Bentonit memiliki struktur berlapis pada interlayer yaitu aluminosilikat

perbandingannya 2:1 yang berarti bentonit tersusun atas 1 lapisan oktahedral dan

diapit oleh 2 lapisan tetrahedral. Bentonit dapat dimanfaatkan sebagai bahan

pengisi dalam industri kertas, cat dan karet, bahan penukar ion, katalis, dan

adsorben (Darmawan et al., 2005).

Page 17: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

3

Penelitian Johansson et al. (2008) menggunakan katalis komersial zeolit

HZMS-5 katalis menjadi cepat jenuh karena tidak memiliki kemampuan untuk

mengembang dan mengkerut sehingga tidak mampu menyerap banyak air yang

ada dalam bahan baku etanol. Bentonit memiliki kemampuan untuk mengembang

(swelling), memiliki ruang antar lapis (interlayer) atau memiliki pori lebih besar,

dan strukturnya fleksibel dibandingkan dengan zeolit alam (Wahyuningsih et al.,

2014).

Karakteristik bentonit sebagai katalis memiliki kelemahan yaitu stabilitas

termal dan hidrotermal yang rendah (dibawah 400°C) dan luas permukaan yang

rendah (Kloprogge et al., 2002). Sifat katalitik pada bentonit dapat ditingkatkan

dengan melakukan modifikasi struktur bentonit. Modifikasi struktur bentonit

dapat dilakukan dengan pilarisasi. Metode pilarisasi adalah proses distribusi

logam pada bentonit melalui interkalasi agen pemilar berupa kation hidroksi

logam ke dalam antar lapis silika pada struktur bentonit (Okoye & Obi, 2011).

Struktur bentonit akan mengalami proses dehidrasi dan dehidroksilasi sehingga

menghasilkan oksida logam diantara lapisan alumina-silika.

Bentonit yang telah dipilarisasi memiliki stabilitas termal yang tinggi serta

menghasilkan ruang interlayer dalam dimensi molekular (Kloprogge et al., 2002).

Fatimah et al., (2011) menemukan bahwa proses pilarisasi akan meningkatkan

perbandingan situs asam Lewis atau Bronsted dimana pembentukan pilar

alumunium oksida mendominasi sifat permukaan bentonit.

Polikation berukuran besar yang dapat digunakan dalam modifikasi bentonit

terpilar antara lain polihidroksi ion logam, sol oksida logam, dan logam kluster.

Beberapa oksida logam yang telah digunakan untuk pembuatan betonit terpilar

Page 18: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

4

antara lain Al/PILC oleh Fatimah et al. (2011), dimana kandungan aluminium

yang berbeda akan memberikan karakter fisikokimia yang berbeda. Luas

permukaan spesifik, jarak basal d001 dari struktur tanah liat, dan keasaman

permukaan merupakan karakter penting untuk reaksi katalitik yang dapat

ditingkatkan melalui proses pilarisasi.

Pada penelitian Haerudin et al. (2002) yang juga mengggunakan Al/PILC

menemukan bahwa setelah dilakukan pemilaran bentonit dengan polikation Al,

terjadi pergeseran 2θ ke arah kiri yang menandakan proses pilarisasi telah

berhasil. Pilarisasi dengan Cr/PILC oleh Widjaya et al. (2012) menghasilkan

peningkatan ukuran pori dan pergeseran 2θ pada bentonit alam (2θ = 6.065° dan

4.756°) dan Cr/PILC (2θ = 7°) menunjukkan adanya pilar Cr antara lembaran

aluminosilikat di bentonit. Pilarisasi Ti/PILC oleh Okoye & Obi (2011)

menunjukkan bahwa penyisipan pilar Ti pada bentonit menyebabkan adanya

peningkatan jarak basal dan terjadi perubahan sifat fisikokimia Ti/PILC.

Penelitian Ruslan et al. (2017) menggunakan katalis Zr/PILC menghasilkan pita

serapan pada bilangan gelombang yang menunjukkan situs asam Lewis (1635,64

cm-1

) semakin tajam yang artinya sifat asam bertambah kuat.

Penelitian dengan paduan dua oksida logam (bi-oxide metals) dalam proses

konversi etanol menjadi gasolin masih jarang dilakukan. Salah satu penelitian

menggunakan paduan dua oksida logam oksida untuk proses konversi etanol

menjadi gasolin adalah Widjaya et al. (2019) dengan logam Sn-Cr/PILC untuk

konversi etanol menjadi gasolin dan diperoleh hasil konversi menjadi senyawa

benzen, toluen, oktana, dan naftalen yang merupakan komponen gasolin

komersial. Berdasarkan latar belakang tersebut diperlukan penelitian terhadap

Page 19: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

5

katalis bentonit yang dipilarisasi dengan paduan dua oksida logam Al-Zr.

Penggunaan dua oksida logam yang berbeda memiliki keuntungan yang akan

saling melengkapi kekurangan dalam masing – masing oksida logam. Pemilihan

logam Al pada penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan luas permukaan

bentonit dan tahan pada suhu tinggi sedangkan logam Zr diharapkan dapat

meningkatkan sifat keasaman dari bentonit. Katalis Al-Zr/PILC yang memiliki

luas permukaan dan keasamaan yang tinggi diharapkan dapat meningkatkan

aktivitas katalitik serta selektifitas untuk reaksi konversi etanol menjadi gasolin.

Penelitian ini dilakukan dengan membuat katalis Al/PILC, Zr/PILC, dan Al-

Zr/PILC. Kemudian di karakterisasi dengan X-Ray Diffraction (XRD) untuk

analisis peningkatan jarak basal, X-Ray Fluorescence (XRF) untuk analisis

distribusi unsur, Surface Area Analyzer (SAA) untuk analisis luas permukaan

spesifik dan volume pori, Temperature Programmed Desorption-NH3 (TPD-NH3)

untuk analisis keasaman, Thermo Gravimetric Analyzer (TGA) untuk analisis

stabilitas termal, Fourier Tansform Infrared Spectroscopy (FTIR) untuk analisis

gugus fungsi dan situs asam. Setelah di karakterisasi, katalis diuji aktivitas

katalitiknya pada reaksi konversi etanol menjadi gasolin kemudian hasil cairan

produk dianalisis dengan Gas Chromatography –Flame Ionization Detector

(GC/FID).

1.2. Perumusan Masalah

1. Bagaimana sifat fisik dan kimia katalis bentonit yang dipilarisasi dengan

menggunakan logam Al, Zr, dan Al-Zr?

2. Bagaimana aktivitas katalitik dari katalis Al/PILC, Zr/PILC, dan Al-

Zr/PILC dalam mengkonversi etanol menjadi gasolin?

Page 20: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

6

1.3. Hipotesis Penelitian

1. Bentonit terpilarisasi logam Al, Zr, dan Al-Zr akan menghasilkan katalis

dengan sifat fisika dan kimia yang baik untuk reaksi konversi etanol

menjadi gasolin.

2. Terjadi aktitas katalitik dari katalis Al/PILC, Zr/PILC, dan Al-Zr/PILC yang

baik dalam mengkonversi etanol menjadi gasolin.

1.4. Tujuan Penelitian

1. Menentukan sifat fisika dan kimia katalis bentonit yang dipilarisasi

menggunakan logam Al, Zr, dan Al-Zr.

2. Menentukan aktivitas katalitik dari katalis Al/PILC, Zr/PILC, dan Al-

Zr/PILC dalam proses konversi etanol menjadi gasolin.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemanfataan sumber daya

mineral di Indonesia khususnya bentonit.

2. Dapat memproduksi gasolin sebagai alternatif pengganti bahan bakar fosil

yang bersifat tidak terbarukan (unreneweable energy) secara mandiri

dengan bahan baku yang tersedia di Indonesia.

Page 21: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Katalis

Katalis adalah benda yang ditambahkan dalam jumlah sedikit tetapi

memberikan dampak yang besar. Katalis merupakan zat yang mampu

meningkatkan laju suatu reaksi kimia agar reaksi tersebut dapat berjalan lebih

cepat. Katalis mempercepat reaksi dengan cara menurunkan energi aktivasi reaksi.

Penurunan energi aktivasi tersebut terjadi sebagai akibat dari interaksi antara

katalis dan reaktan. Katalis menyediakan situs-situs aktif yang berperan dalam

proses reaksi (Campbell, 1988). Fungsi katalis dalam mengarahkan reaksi

memberi dampak pada peningkatan kemurnian produk sehingga proses pemisahan

dapat dikurangi dan diperpendek untuk membuat proses menjadi lebih sederhana

(Nasikin & Susanto, 2010).

2.1.1. Komponen Katalis

Menurut Istiadi (2011) katalis umumnya terdiri dari 3 komponen yaitu,

komponen aktif, penyangga, dan promotor.

1. Komponen Aktif

Langkah pertama yang harus diperhatikan dalam perancangan suatu katalis

adalah pemilihan komponen aktifnya. Komponen aktif diklasifikasikan menjadi

beberapa macam berdasarkan jenis katalis, konduktivitas, dan reaksinya (Nasikin

& Susanto, 2010). Klasifikasi komponen aktif katalis dapat dilihat pada Tabel 1.

Page 22: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

8

Tabel 1. Klasifikasi Komponen Aktif (Nasikin & Susanto, 2010)

Jenis Katalis Konduktivitas/jenis

reaksi Reaksi

Contoh katalis

yang aktif

Logam Konduktor Redoks

Hidrogenasi

Hidrogenolisis

Dehidrogenasi

(Oksidasi)

Fe, Ni, Pt

Pd, Cu, Ag

Oksida dan

sulfida logam

Semikonduktor

Redoks

(Hidrogenasi

selektif)

Dehidrogenasi

Desulfurisasi

Oksidasi

NiO, ZnO, CuO,

Cr2-O3, MoS2

Insulator Isolator Polimerisasi Al2O3, SiO2, MgO

SiO2-Al2O3

Oksida Asam Ion Karbomiun

Isomerisasi

Perengkahan

Dehidrasi

Alkilasi

Zeolit

Keterangan: Fungsi kurang penting dalam tanda kurung

Tabel 1 menunjukkan beberapa contoh komponen aktif berdasarkan

jenisnya. Komponen aktif bertanggung jawab untuk reaksi kimia yang utama.

Ukuran pori (kristal) komponen aktif berada pada kisaran 50-500 Å. Luas

permukaan menurun seiring meningkatnya ukuran kristal. Untuk mendapatkan

aktivitas maksimum, dibutuhkan luas permukaan maksimum, dan ukuran kristal

yang sekecil mungkin (Widi, 2018).

2. Penyangga

Penyangga katalis memiliki fungsi utama menyediakan luas permukaan

yang besar bagi inti aktif. Fungsi lain dari penyangga katalis adalah dapat

bertindak sebagai "spacer" (pemberi celah) fisik antara kristal atau komponen

aktif katalis, dan jika ada pengemban yang cukup tersedia akan menghambat

sintering terjadi (Widi, 2018). Beberapa oksida yang biasa digunakan sebagai

penyangga dapat dilihat pada Tabel 2.

Page 23: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

9

Tabel 2. Oksida Sebagai Penyangga (Nasikin & Susanto, 2010)

Tipe Oksida Titik Lebur (°C)

Basa

MgO

CaO

Ca2SiO4

BaO

Ca2SiO3

3073

2853

2407

2196

2173

Netral

MgAl2O4

MgCr2O4

ZnCr2O4

ZnAl2O4

CaSiO3

2408

2300

2173

2100

1813

Amfoter

TbO2

ZrO2

CeO2

Cr2O3

La2O3

α-Al2O3

TiO2

2323

2988

2873

2708

2588

2318

2113

Asam

α-Al2O3

SiO2

SiO2-AlO3

2318

1973

1818

Tabel 2 menunjukkan beberapa contoh senyawa oksida yang digunakan

sebagai penyangga. Penyangga harus tahan terhadap panas karena pertumbuhan

kristal dan memiliki titik lebur tinggi atau minimal lebih tinggi daripada titik lebur

inti aktif. Senyawa oksida memiliki titik lebur yang tinggi sehingga sering

digunakan sebagai penyangga (Nasikin & Susanto, 2010).

3. Promotor

Promotor merupakan senyawa ketiga yang ditambahkan untuk

meningkatkan kerja katalis dalam jumlah kecil pada saat sintesis katalis. Tujuan

penambahan promotor adalah untuk menghasilkan aktivitas, selektivitas, dan

stabilitas yang diinginkan dari katalis yang dibuat. Beberapa contoh promotor

dapat dilihat pada Tabel 3.

Page 24: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

10

Tabel 3. Contoh Promotor dan Perannya (Nasikin & Susanto, 2010)

Katalis Promotor Fungsi

Al2O3

Penyangga dan katalis

SiO2, ZrO, P

K2O

Meperbaiki stabilitas termal

Menghambat terbentuknya deposit

karbon

HCl

MgO

Meningkatkan keasaman

Memperlambat sintering

SiO2-Al2O3

Katalis perengkah

Zeolit Pt Meningkatkan oksidasi CO

Katalis Perengkah

Pt/Al2O3

Pd Meningkatkan hidrogenasi

Reformasi katalitik Re Menurunkan hidrogenelisis dan

sintering

MoO3/Al2O3

Perlakuan dengan

hidrogen

Ni, Co Meningkatkan hidrogenelisis C-S dan

C-N

P, B Meningkatkan dispersi MoO3

Ni/penyangga keramik

Reformasi uap air K Meningkatkan penghilangan karbon

Cu-ZnO-Al2O3 ZnO Menurukan sintering Cu

Tabel 3 memberikan beberapa contoh promotor dan peranannya terhadap

proses katalitik. Promotor berguna untuk melindungi pengemban dari segala

gangguan dan perubahan jangka panjang. Kebanyakan promotor ditambahkan ke

pengemban untuk menghambat aktivitas yang tidak diinginkan seperti

pembentukan kokas (Widi, 2018)

2.1.2. Pembagian Katalis

Nasikin & Susanto (2010) menjelaskan bahwa katalis dapat dibedakan

menjadi katalis homogen, katalis heterogen, dan katalis enzim.

1. Katalisis Homogen

Terjadi pada fasa yang sama antara reaktan dan katalis, yang pada umumnya

berada pada fasa cair dengan pembentukan kompleks dan pembentukan kembali

antara molekul-molekul dan ligan-ligan katalis. Reaksi katalisis jenis ini terjadi

Page 25: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

11

sangat spesifik, menghasilkan selektivitas yang tinggi, dan dapat digunakan pada

kondisi yang tidak terlalu sulit. Beberapa contoh reaksi katalisis homogen, yaitu:

a. Hidrolisis ester dengan katalis asam (cair-cair)

b. Oksidasi SO2 dengan NO2 (uap-uap)

c. Dekomposisi Potasium klorat dengan MnO2 (padat-padat)

Katalisis homogen dalam bidang industri katalisis jarang digunakan karena

dibutuhkan beberapa peralatan tambahan untuk memurnikan produk, sehingga

peralatan keseluruhan proses yang diperlukan menjadi cukup rumit.

2. Katalisis Heterogen

Memiliki fasa yang berbeda dengan reaktan. Pada permukaan aktif katalis

reaktan akan diadsorpsi kemudian akan terjadi interaksi seperti reaksi sebenarnya

pada permukaan katalis atau terjadi pelemahan ikatan dari molekul yang

teradsorpsi, molekul produk selanjutnya dilepas dari permukaan katalis. Oleh

karena itu, katalis yang baik perlu mempunyai kemampuan dalam mengadsorpsi

juga mendesorpsi. Jika dibandingkan dengan katalis homogen, katalis heterogen

kurang efektif karena heterogenitas permukaannya, namun sistem katalisis

heterogen paling banyak digunakan dalam bidang industri karena memiliki

beberapa keuntungan, yaitu mudah dipisahkan (tidak memerlukan tahap yang

panjang) dari produk dengan filtrasi, dapat digunakan kembali tanpa/dengan

regenerasi, dan dapat mengurangi limbah (biasanya garam) yang dihasilkan dari

netralisasi katalis homogen asam Lewis atau Bronsted.

3. Katalisis Enzim

Merupakan molekul protein dalam ukuran koloid, yakni di antara molekul

homogen dan katalis makroskopik heterogen. Biasanya enzim digunakan dalam

Page 26: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

12

reaksi biokimia. Katalis ini sangat selektif dan efisien untuk reaksi tertentu, salah

satu contohnya adalah enzim katalase dapat mendekomposisi hidrogen peroksida

109 lebih cepat daripada katalis inorganik lainnya.

2.1.3. Parameter Katalis

Menurut Nasikin & Susanto (2010) terdapat beberapa parameter untuk

mengetahui apakah katalis tersebut baik atau tidak, antara lain:

1. Aktivitas, berhubungan langsung dengan jumlah dan waktu untuk

menghasilkan produk.

2. Selektivitas, meningkatkan produk yang diharapkan.

3. Deaktivasi, penurunan aktivitas katalis yang berhubungan dengan masa

hidup katalis (life-time). Jika kecepatan deaktivasi dapat dibuat lebih kecil,

maka katalis memiliki umur yang lebih lama.

2.2. Bentonit

Bentonit merupakan jenis lempung yang mengandung lebih dari 80%

mineral montmorillonite, dihasilkan dari pelapukan batuan, pengaruh hidrotermal,

atau akibat transformasi/divertifikasi dari tufa gelas yang diendapkan dalam air

pada suasana alkali (Zulkarnaen & Marmer, 1990). Lempung terususun dari

senyawa alumina silikat dengan ukuran partikel < 2µm. Struktur dasar bentonit

berupa filosilikat atau lapisan silikat yang terdiri dari lembaran tetrahedral silikon-

oksigen dan lembaran oktahedral aluminium-hidroksida (Lestari, 2002).

Secara umum adanya endapan bentonit karena terjadinya proses pelapukan

batuan yang disebabkan oleh adanya reaksi antara ion-ion hidrogen di dalam air,

proses hidrotermal di alam dengan adanya unsur alkali tanah akan membentu

bentonit, proses transformasi dari debu gunung berapi diendapkan dalam

Page 27: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

13

cekungan seperti danau, dan proses pengendapan batuan yang secara kimiawi

dapat terjadi sebagai endapan sedimen dalam suasana basa dan terbentuk pada

cekungan sedimen yang bersifat basa (Supeno, 2009).

Gambar 1. Struktur montmorillonite (Othmer, 1964)

Struktur montmorillonite (Gambar 1) terdiri atas tiga lembar, yaitu satu

lembar aluminol (AlO62-

) berbentuk oktahedral pada bagian tengah yang diapit

oleh dua buah lembar silanol (SiO42-

) berbentuk tetrahedral. Di antara lapisan-

lapisan silikat tersebut terdapat ruang antarlapisan yang berisi kation monovalen

maupun bivalen yang dapat dipertukarkan seperti Na+, Ca

2+, dan Mg

2+ (Syuhada

et al., 2009).

2.2.1. Sifat Fisik dan Kimia Bentonit

Menurut Sukandarrumidi (2004), beberapa sifat fisik dan kimia dari

bentonit adalah:

1. Plastis, berkilap lilin, umumnya lunak.

2. Berwarna pucat dengan kenampakan putih, hijau muda, kelabu merah muda.

Berwarna krem dalam keadaan segar dan menjadi kuning, merah coklat,

serta hitam bila lapuk.

3. Bila diraba akan terasa licin seperti sabun.

4. Mampu menyerap sedikit atau banyak air

Page 28: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

14

Unsur Al dalam bentonit mempunyai pengaruh pada daya pemucatan

bentonit. Unsur Si dalam bentonit dapat menyerap kadar Free Fatty Acid (FFA),

Peroxide Value (PV), dan zat organik lainnya yang bersifat polar (Yang, 2003).

Bentonit memiliki beberapa lapisan silikat bermuatan negatif dengan kation-

kation di dalam antarlapisnya, memiliki kemampuan untuk mengembang,

memiliki sifat penukar ion, dan memiliki luas permukaan yang besar (Wijaya &

Mudasir, 2003).

2.2.2. Klasifikasi Bentonit

1. Swelling bentonite

Merupakan jenis bentonit yang dapat mengembang disebut juga Na-bentonit

merupakan jenis mineral montmorillonite dengan lapisan partikel air tunggal

(single water layer particles) mengandung kation Na+ yang dapat dipertukarkan.

Saat dicelupkan ke dalam air bentonit jenis ini dapat mengembang hingga 8 kali

dan tetap terdispersi beberapa waktu dalam air. Perbandingan kation Na+ dan

kation Ca+ yang terdapat di dalamnya sangat tinggi dan memiliki pH 8,5-9,5 pada

suspensi koloidalnya. Bentonit jenis ini memilki kandungan Na2O di dalamnya

lebih besar dari 2%. Dapat digunakan sebagai bahan lumpur bor, pencampur cat,

penyumbat kebocoran bendungan, bahan baku farmasi, bahan perekat pada pasir

cetak dalam industri pengecoran dan lain-lain (Kusumaningtyas, 2011).

2. Non-swelling bentonite

Merupakan jenis mineral montmorillonite yang kurang dapat mengembang

apabila dicelupkan dalam air atau disebut juga Ca-bentonit, tetapi akan memiliki

sifat menyerap sedikit air dan cepat mengendap tanpa membentuk suspensi

dengan pH 4,0-7,1 jika telah diaktifkan dengan asam. Memiliki kalsium dan

Page 29: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

15

magnesium yang relatif lebih banyak dibandingkan dengan kandungan

natriumnya dan daya tukar ionnya cukup besar. Bentonit jenis ini biasa digunakan

untuk bahan penyerap atau pemucat warna (Kusumaningtyas, 2011).

2.2.3. Aplikasi Bentonit

Bentonit dapat digunakan dalam beberapa aplikasi sebagai berikut:

1. Bentonit sebagai bahan penyerap (adsorben) atau bahan pemucat warna

2. Bentonit sebagai katalis.

3. Bentonit sebagai bahan penukar ion.

4. Bentonit sebagai lumpur bor mengubah Ca-benonit menjadi Na-bentonit

dengan penambahan bahan alkali seperti natrium hidroksida.

5. Bentonit untuk tambahan makanan ternak dengan persyaratan:

a. Mengandung bentonit < 30%

b. Ukuran butiran sebesar 200 mesh

c. Daya serap 60%

d. Kandungan mineral montmorillonite 70%

6. Bentonit untuk industri kosmetik dengan syarat:

a. Mengandung mineral magnesium silikat (Ca-benotnit)

b. Ukuran butiran sebesar 325 mesh

c. Kandungan air dalam bentonit < 5%

d. Memiliki pH netral

2.3. Aluminium

Nama aluminium diambil dari kata dasarnya alum yang menunjuk pada

senyawa garam rangkap KAl(SO4)2.12H2O. Kata ini berasal dari bahasa latin

alumen artinya garam pahit (Sugiyarto & Suyanti, 2010). Aluminium merupakan

Page 30: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

16

unsur terbanyak ketiga di bumi setelah oksigen dan silikon (7,6% dari berat kerak

bumi). Aluminium ditemukan oleh Sir Humphrey Davy pada tahun 1809 sebagai

suatu unsur dan kemudian direduksi sebagai suatu logam oleh Paul Herolt di

Prancis dan C.M. Hall di Amerika secara terpisah telah memperolah logam

aluminium dari alumina dengan cara elektrolisa dari garamnya yang terfusi

(Surdia & Saito, 1999).

Aluminium dengan mempunyai tingkat oksidasi +3 dengan konfigurasi

elektronik [10Ne] 3s2

3p1. Logam aluminium tahan terhadap korosi udara karena

akan menghasilkan oksidanya Al2O3 yang merupakan lapisan nonpori dan

membungkus permukaan logam tersebut sehingga tidak terjadi reaksi lanjut.

Logam aluminium berwarna putih, mengkilat, titik leleh sekitar 660°C, moderat

lunak, jika dibuat paduan dengan logam-logam lain akan menjadi keras dan kuat,

densitasnya sebesar 2,73 g cm-3

, konduktor listrik dan panas yang baik (Sugiyarto

& Suyanti, 2010).

2.4. Zirkonium

Zirkonium merupakan logam transisi yang berwarna putih abu-abu,

berbentuk kristal (amorf), lunak, dapat ditempa dan diulur bila murni, tahan

terhadap udara bahkan api. Zirkonium ditemukan pada tahun 1788 oleh M.H.

Kalaproth dalam bentuk mineral zirkon sebagai oksida atau silikat dalam kerak

bumi dan bebatuan dengan kadar kecil. Logam ini memiliki lambang Zr dengan

nomor atom relatif 91,224. Sifat kimia dan fisika logam ini mirip dengan titanium.

Zirkonium lebih ringan dari baja dan kekerasannya mirip dengan tembaga. Saat

berada dalam bentuk bubuk, zirkonium sangat mudah terbakar, tetapi dalam

bentuk padatnya tidak mudah terbakar. Zirkonium memiliki titik didih sebesar

Page 31: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

17

4377 °C, titik lebur sebesar 1855 °C, dan densitas sebesar 6,52 g/cm3 (Arkel &

Boer, 1925).

Zirkonium mempunyai peran yang sangat penting dalam berbagai kegiatan

industri (Sajima et al., 2006) dan pemakaiannya masih jarang (Roziqin &

Wahyuni, 2007). Zirkonium bersifat mekanis dan stabilitas termal, daerah

permukaan yang besar, dan sifat asam basa sehingga penting untuk katalisis.

Zirkonium dapat digunakan dalam reaksi dalam industri seperti pengolahan air,

oksidasi alkohol, dan sintesis metanol (Vahidshad et al., 2008).

2.5. Etanol

Etanol atau yang biasa juga disebut sebagai etil alkohol adalah anggota dari

kelompok senyawa alkohol.Senyawa ini dalam suhu kamar berbentuk cairan yang

jernih, tidak berwarna dengan bau khas alkohol (Logsdon, 1994). Etanol mudah

diproduksi melalui fermentasi cairan tebu atau dari material yang mengandung

gula alami (Petrucci et al., 2008). Etanol memiliki rumus struktur seperti pada

Gambar 2.

Gambar 2. Struktur etanol (Sebayang, 2006)

Gambar 2 menunjukkan struktur kimia dari etanol dengan rumus kimia

C2H5OH atau CH3CH2OH. Etanol dapat disebut sebagai turunan etana (C2H6),

dengan salah satu atom H digantikan dengan gugus hidroksil. Gugus hidroksil

akan menimbulkan ikatan hidrogen antar molekul dan meningkatkan polaritas

pada molekul (Logsdon, 1994).

Page 32: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

18

Tabel 4. Sifat Fisika dan Sifat Kimia Etanol (Othmer, 1964)

Keterangan Nilai

Titik didih normal, °C, 1 atm +78,4

Suhu kritis, °C 243,1

Tekanan kritis, kPa 6.383,48

Volume kritis, L mol-1

0,167

Densitas, g/cm3 0,7893

Viskositas pada 20°C, mPa.s (=cP) 1,17

Kelarutan dalam air pada 20°C Saling larut

Temperatur autosulutan, °C 793,0

Titik nyala, °C 14

Berat molekul g/mol 46,070

Konstanta kesetimbangan (Ka) 10-18

Titik leleh, °C -114

Spesifik Gravitasi pada suhu 20°C 0,7851

Entalpi pembakaran (∆H° ) kJ mol

-1 -1368

Tabel 4 memberikan informasi tentang sifat fisik dan kimia etanol. Etanol

memiliki berat molekul sebesar 46 g/mol, titik didih sebesar 78,4 °C, dan densitas

sebesar 0,7893 g/cm3. Cairan etanol tidak berwarna, mudah menguap, dan dapat

bercampur dengan air. Etanol bisa melarutkan beragam jenis zat sehingga disebut

sebagai pelarut universal (Sebayang, 2006).

2.6. Gasolin

Bensin atau gasolin adalah cairan yang tersusun dari hidrokarbon rantai

lurus, mulai dari C5 (pentana) sampai dengan C12 (dodekana). Gasolin digunakan

sebagai bahan bakar untuk kendaraan bermotor. Istilah gasolin sering digunakan

dalam industri minyak, bahkan dalam perusahaan. Gasolin terbuat dari molekul

yang hanya terdiri dari hidrogen dan karbon yang terikat antara satu dengan yang

lainnya sehingga membentuk rantai hidrokarbon (Dhamayanthie et al., 2016).

Gasolin mengandung hidrokarbon dalam minyak mentah yang berhubungan

satu dengan yang lainnya dengan cara membentuk rantai yang panjangnya

berbeda-beda. Molekul hidrokarbon yang panjangnya berbeda akan memiliki sifat

Page 33: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

19

yang berbeda pula. CH4 (metana) merupakan molekul yang paling ringan. Jika

atom C dalam rantai tersebut bertambah, maka akan membuatnya semakin berat.

Bertambahnya panjang rantai hidrokarbon akan menaikkan titik didihnya juga

(Dhamayanthie et al., 2016).

2.7. Proses Konversi Etanol menjadi Gasolin

Proses konversi etanol menjadi gasolin atau biasa dikenal dengan Ethanol to

Gasoline (ETG) merupakan salah satu proses efektif dalam memproduksi gasolin

sebagai bahan bakar mesin kendaraan. Proses ETG umumnya menggunakan

katalis dengan sifat keasaman atau acidity tinggi dan tahan terhadap kandungan

air yang tinggi (Rinaldi & Dwiatmoko, 2011).

Katalis yang telah digunakan pada proses katalitik ETG ini kebanyakan

adalah katalis zeolit HZMS-5 karena memiliki tingkat keasaman cukup tinggi dan

struktur pori yang cukup baik serta teratur. Namun, katalis ini mudah mengalami

deaktivasi atau mati jika umpan yang digunakan mengandung terlalu banyak air

atau kandungan air lebih dari 5% (Johansson et al., 2008). Hal ini disebabkan

zeolit tidak memiliki kemampuan mengembang dan mengkerut untuk menyerap

air yang ada pada etanol.

Gambar 3. Reaksi etanol menjadi hidrokarbon (Ramasamy & Wang, 2013)

Gambar 3 menjelaskan bahwa proses konversi etanol menjadi gasolin

melibatkan tiga langkah utama, yaitu dehidrasi etanol untuk membentuk etilen

sebagai senyawa olefin yang paling sederhana. Kemudian terjadi reaksi sekunder

Page 34: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

20

yakni oligomerisasi etilen untuk menghasilkan senyawa olefin dengan ikatan

hidrokarbon yang lebih panjang seperti aromatik/paraffin melalui H-transfer.

Terakhir adalah reaksi hidrogenasi membentuk senyawa parafin dan reaksi

dehidrosiklisasi membentuk senyawa aromatik (Sun & Wang, 2014).

2.8. Metode Pilarisasi

Metode pilarisasi adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk

memodifikasi material lempung. Pilarisasi dilakukan dengan mencampurkan

suspensi bentonit dengan larutan polikation logam (ion keggin). Ion keggin

merupakan polioksokation stabil untuk membentuk reaksi awal yang akan

mengantikan kation dalam bentonit, contoh agen pemilar adalah Na. Kation-

kation dalam lempung akan mengalami perubahan pada metode pilarisasi

(Katdare & Ramaswamy, 1999).

Selama pilarisasi terjadi proses interkalasi. Interkalasi merupakan proses

penyisipan spesies tamu seperti ion, atom, dan molekul ke dalam antarlapis

senyawa berstruktur lapis. Interkalasi dapat diartikan juga penyisipan spesies pada

ruang antarlapis padatan dengan tetap mempertahankan struktur berlapisnya.

Atom-atom atau molekul-molekul yang disisipkan disebut interkalan, sedangkan

tempat yang akan dimasukan disebut sebagai interkalat (Schubert, 2002).

Prinsip Pilarisasi Bentonit

Penggunaan bentonit sangat luas dalam berbagai macam aplikasi seperti

sebagai katalis, adsorben, dan penukar ion. Benotnit juga memiliki kekurangan

mempunyai porositas yang masih tetap. Saat terjadi hidrasi smektit akan

mengembang, namun saat terjadi dehidrasi layer akan terbuka dan tidak

memungkinkan terjadinya proses kimia pada permukaan antarlayer.

Page 35: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

21

Beberapa peneliti menemukan cara untuk membuka lapisan-lapisan

lempung tersebut dengan memasukkan pilar yang stabil kedalam daerah

antarlapisan lempung yang kemudian akan diperoleh volume pori lempung yang

tinggi. Lempung terpilar atau Pillared Clays (PILCs) mempunyai porositas

selama terjadinya proses hidrasi dan dehidrasi. Konsep pilarisasi didasarkan pada

2 (dua) hal. Pertama, kation-kation kecil antarlapisan digantikan dengan ion-ion

yang lebih besar. Kedua, prekursor kation polioksida anorganik ditempatkan

kedalam lapisan antarlapisan lempung, stabilisasi terhadap pilar logam oksida,

serta mengikatnya secara kuat ke dalam lapisan bentonit (Barrer, 1978).

Perubahan jarak antarlapis silikat akibat masuknya agen pemilar

menyebabkan perubahan jarak basal, luas permukaan spesifik, distribusi ukuran

pori, dan morfologi struktur permukaan. Faktor – faktor yang mempengaruhi

adalah konsentrasi ion logam, derajat hidrolisis (OH/Metal), rasio metal/clay,

suhu, dan waktu pilarisasi serta suhu dan waktu kalsinasi (Sychev et al., 2000).

2.9. X-Ray Diffraction (XRD)

XRD berperan untuk mengidentifikasi fasa bulk dan menentukan sifat

kristal atau kristalinitas suatu katalis (Nasikin & Susanto, 2010).(Nasikin &

Susanto, 2010) Jika sinar-X mengenai suatu bahan, maka intensitas sinar yang

datang akan lebih besar daripada sinar yang ditransmisikan karena adanya

penyerapan (absorbsi) oleh bahan dan penghamburan (scattering) atom-atom

dalam bahan tersebut. Berkas sinar-x yang jatuh kemudian dihamburkan kesegala

arah, tetapi pada arah-arah tertentu gelombang yang dihamburkan mengalami

interferensi konstruktif (mengalami penguatan) karena keteraturan letak atom-

Page 36: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

22

atom, sedangkan yang lainnya akan mengalami interferensi deskruktif

(mengalami penghilangan).

Berkas sinar-x yang mengalami interferensi konstruktif akan menghasilkan

berkas difraksi. Interferensi konstruktif hanya terjadi antarsinar terhambur dengan

beda jarak lintasan λ, 2λ, 3λ, dan sebagainya. Rancangan skematik spektrometer

sinar-x yang didasarkan pada analisis Bragg ditunjukkan pada Gambar 4.

Seberkas sinar-X jatuh pada kristal dengan sudut dan sebuah detektor diletakkan

untuk mencatat sinar yang sudut hamburnya sebesar . Detektor akan mencatat

puncak intensitas ketika diubah yang bersesuaian dengan orde-n yang

divisualisasikan berupa difraktogram (Beiser, 1992).

Gambar 4. Skema dasar XRD (Beiser, 1992)

Gambar 5. Difraksi Bragg (Beiser, 1992)

Page 37: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

23

Gambar 5 menunjukkan seberkas sinar mengenai atom A pada bidang

pertama dan B pada bidang setelahnya. Jarak antara bidang A dengan bidang B

adalah d, sedangkan a adalah sudut difraksi. Berkas-berkas tersebut mempunyai

panjang gelombang λ, dan jatuh pada bidang kristal dengan jarak d dan sudut .

Agar mengalami interferensi konstruktif kedua berkas tersebut harus memiliki

beda jarak nλ, sedangkan beda jarak lintasan kedua berkas adalah 2d sin .

Sehingga dapat dinyatakan dengan persamaan Bragg:

nλ = 2d sin ; n = bilangan bulat 1,2,... (1)

Apabila arah sinar yang terdifraksi oleh kisi kristal memenuhi hukum

Bragg, maka akan terbentuk puncak pada pola difraksi. Pola difraksi tersebut

diamati sebagai fungsi 2 kemudian dibandingkan dengan JCPDS sebagai

standar.

2.10. X-Ray Fluorescence (XRF)

Analisis dilakukan berdasarkan perilaku atom yang terkena radiasi. Ketika

material berinteraksi dengan cahaya yang memiliki sinar-X akan menyebabkan

terpentalnya elektron pada tingkat energi paling rendah pada suatu atom sehingga

atom tidak stabil. Elektron yang berada pada tingkat (kulit valensi) yang lebih

tinggi akan mengisi posisi kosong dari elektron yang terpental (deeksitasi). Proses

deeksitasi dilakukan dengan memancarkan cahaya dengan energi yang lebih kecil

daripada energi yang menyebabkan tereksitasinya elektron. Energi yang

dipancarkan ini dinamakan radiasi flouresensi yang memiliki energi khas

tergantung dari elektron yang tereksitasi dan terdeeksitasi pada atom penyusun

sebuah material. Kekhasan karakteristik dari radiasi flouresensi pada setiap unsur

memungkinkan dilakukannya analisa kualitatif untuk mengidentifikasi unsur-

Page 38: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

24

unsur yang berbeda. Analisa kuantitatif untuk menentukan konsentrasi dari unsur

yang dianalisis dapat ditentukan berdasarkan intensitas dari radiasi fluoresensi

yang dipancarkan (Setiabudi et al., 2012).

Gambar 6. Skema alat XRF (Gosseau, 2009)

Pada Gambar 6 terlihat bahwa sinar-X dari tabung sinar-X (atau sumber

isotop) akan mengenai sampel kemudian terjadi pelepasan elektron pada kulit

K. Kekosongan pada kulit K akan diisi oleh elektron dari kulit L dan M yang

akan memancarkan sinar-X. Sinar-X dari sampel akan dikirim ke detektor,

yang akan didinginkan baik secara elektrik atau dengan cairan nitrogen. Sinyal

dari detektor akan diproses oleh elektronik lalu dikirim ke komputer yang

kemudian akan di tampilkan dalam bentuk spektrum (Setiabudi et al., 2012).

2.11. Fourier Transform Infra Red (FTIR)

Teknik pengukuran yang digunakan untuk mengumpulkan spektrum

inframerah (Selli & Forni, 1999). Pada FTIR sampel akan menyerap sebagian

radiasi inframerah dan sebagiannya lagi dilewatkan (ditransmisikan). Spektrum

yang dihasilkan berupa penyerapan dan transmisi molekul, menciptakan bekas

molekul dari sampel seperti sidik jari. Tidak ada struktur molekul yang khas

menghasilkan spektrum inframerah yang sama (Road & Madison, 2001).

Page 39: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

25

FTIR memiliki sensitivitas sebesar 80-200 kali lebih tinggi dari

instrumentasi dispersi standar karena resolusinya lebih tinggi (Kroschwitz, 1990).

FTIR menggunakan suatu interferometer Michelson sebagai pengganti

monokromator di depan monokromator. Interferometer tersebut akan memberikan

sinyal terhadap detektor sesuai dengan intensitas frekuensi vibrasi molekul berupa

interferogram (Bassler, 1986). FTIR biasanya digunakan untuk menganalisis

sampel dengan konsentrasi rendah (Stevens, 2001).

Gambar 7. Komponen utama dalam spektrofotemer FTIR (Stuart, 2004)

Komponen dasar FTIR ditunjukkan pada Gambar 7. Radiasi dari sumber

sinar dilewatkan melalui interferometer ke sampel sebelum mencapai detektor.

Selama penguatan (amplifikasi) sinyal, yang mana kontribusi-kontribusi frekuensi

tinggi telah dihilangkan dengan suatu analog-to-digital converter dan dipindahkan

ke komputer untuk menjalani transformasi Fourier (Rohman, 2014).

2.12. Surface Area Analyzer (SAA)

Alat yang digunakan untuk menganalisis luas permukaan spesifik dari suatu

material (Wogo et al., 2011). Luas permukaan spesifik diperoleh dari analisis

benda padat secara fisika dari gas yang diserap permukaan padat kemudian

dijumlahkan keseluruhan gas yang diserap bidang molekular pada permukaan

(Naderi, 2015).

Sumber

sinar Interferometer Sampel

Detektor Penguat

(Amplifier)

Pengubah analog

ke digital

Komputer

Page 40: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

26

Gambar 8. Skema alat SAA (Thomas et al., 2017)

Prinsip kerja SAA (Gambar 8) didasarkan pada siklus adsorpsi dan desorpsi

isotermis gas N2 oleh sampel berupa serbuk pada suhu N2 dalam keadaan cair.

Sejumlah volume gas nitrogen yang diketahui dimasukkan ke dalam tabung

sampel lalu sensor tekanan akan menghasilkan data tekanan proses yang

bervariasi. Data volume gas yang dimasukkan dengan jumlahnya diketahui dan

data hasil kenaikan tekanan dimasukkan ke dalam persamaan BET (Rosyid et al.,

2012).

Teori BET dikenalkan oleh Stephen Brunauer, Paul Hugh Emmett, dan

Edward Teller sejak tahun 1938. Teori BET menjelaskan mengenai adsorpsi

molekul gas pada permukaan zat padat (melekatnya molekul gas pada permukaan

zat padat). Jumlah molekul gas yang diadsorpsi tergantung dengan luas

permukaan zat padatnya. Oleh karena itu, teori BET dapat digunakan untuk

menentukan luas permukaan suatu zat padat. Teori BET juga dapat digunakan

untuk menentukan porositas suatu zat padat yang berpori (Abdullah &

Khairurrijal, 2009).

Pada analisis luas permukaan sering digunakan gas nitrogen karena

tersedianya gas nitrogen dalam kemurnian yang tinggi dapat berinteraksi dengan

Page 41: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

27

kuat dengan kebanyakan padatan. Interaksi antara fasa gas dan padat lemah

menyebabkan permukaan didinginkan dengan nitrogen cair untuk memperoleh

jumlah adsorpsi yang terdeteksi. Tekanan relatif yang lebih rendah dibandingkan

dengan tekanan atmosfer didapatkan dalam kondisi setengah vakum. Jika lapisan

adsorpsi telah terbentuk, maka sampel dipanaskan untuk menghilangkan atau

membebaskan gas nitrogen tersebut (Hwang & Barron, 2011).

2.13. Thermal Gravimetry Analyzer (TGA)

Analisis TGA dapat diartikan sebagai suatu metode yang didasarkan pada

hilangnya berat sampel yang diukur secara kontinyu sebagai fungsi temperatur

pada kecepatan tetap atau sebagai fungsi waktu (West, 1992). Data yang

dihasilkan dari analisis TGA adalah untuk mengetahui stabilitas termal dan

komposisi sampel (Williard et al., 1988). Berikut adalah skema alat TGA.

Gambar 9. Skema alat TGA (Setiabudi et al., 2012)

Gambar 9 menunjukkan bahwa komponen utama alat TGA adalah micro

balance yang digunakan untuk mengukur masa sampel dan beberapa sensor suhu.

Komponen lainnya wadah sampel, pengatur program temperatur, dan tungku

pemanas. Sebuah tungku yang dihubungkan dengan pemrogram temperatur

terdapat dua wadah, yaitu wadah sampel dan wadah rujukan (blanko). Kedua

wadah ini terhubung dengan micro balance yang akan memantau perubahan

Page 42: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

28

massa sampel dan massa blanko selama proses perubahan temperatur. Selisih

massa sampel dan massa blanko (dikondisikan nol) direkam dan hasilnya diplot

dalam sebentuk grafik fungsi masa terhadap temperatur (Setiabudi et al., 2012).

TGA yang banyak digunakan adalah berdasarkan pengukuran bobot yang

kontinyu terhadap suatu neraca sensitif (neraca panas) ketika suhu sampel

dinaikkan dalam udara atau atmosfer yang inert. TGA ini disebut nonisotermal

karena suhu mengalami kenaikan. Data yang dihasilkan sebagai termogram bobot

versus temperatur. Hilangnya bobot bisa timbul dari evaporasi lembab yang

tersisa atau pelarut, tetapi pada suhu-suhu yang lebih tinggi terjadi dari terurainya

polimer. Selain TGA nonisotermal, terdapat juga TGA isotermal yang berfungsi

untuk mencatat kehilangan bobot dengan waktu pada suhu konstan. TGA

isotermal jarang digunakan daripada TGA nonisotermal (Stevens, 2001).

2.14. Temperature Programmed Dessorption (TPD-NH3)

TPD-NH3 merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk

mengukur keasaman permukaan bahan berpori seperti zeolit, tanah liat, dan silika

mesopori (Gonzalez et al., 2007). Metode ini mudah digunakan dan biayanya

tidak terlalu mahal, tetapi memiliki kelemahan yaitu jumlah asam total dapat lebih

atau kurang mudah untuk ditentukan, interpretasi data melalui bentuk puncak dan

posisinya rumit akibat ketergantungan pada kondisi eksperimental, misalnya

jumlah sampel atau aliran gas serta fenomena kinetik seperti readsorpsi atau difusi

lambat (Costa et al., 1997).

Page 43: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

29

Gambar 10. Skema alat TPD-NH3 (Chester & Derouane, 2009)

Skema alat TPD-NH3 ditunjukkan pada Gambar 10. Pengujian

menggunakan TPD-NH3 dilakukan dengan sistem aliran gas yang dilengkapi

dengan quadrupole mass analyzer, menggunakan U-shaped quartz Reactor.

Prinsip kerja dari TPD-NH3 adalah asam Bronsted akan mengadsorb NH3

membentuk NH4+. Semakin banyak NH4

+ yang terserap oleh katalis, maka

semakin kuat asam katalis dan semakin tinggi keaktifannya (Rahmawati, 2012).

2.15. Gas Chromatography-Flame Ionization Detector (GC-FID)

Secara umum GC digunakan untuk pemisahan dan deteksi semua jenis

senyawa yang mudah menguap untuk analisis kuantitatif dan kualitatif senyawa

dalam campuran (Gandjar & Rohman, 2007). Mekanisme kerja GC yaitu cuplikan

berupa campuran yang akan dipisahkan diinjeksikan ke injektor. Kemudian

cuplikan dibawa oleh gas pembawa ke dalam kolom. Di dalam kolom terjadi

pemisahan komponen-komponen dari cuplikan. Komponen-komponen yang telah

terpisah akan meninggalkan kolom dan dideteksi oleh detektor. Kemudian

direkam oleh rekorder dan menghasilkan kromatogram yang terdiri dari beberapa

peak (Hendayana, 2006).

GC/FID merupakan metode pemisahan senyawa organik yang

menggunakan dua metode analisis senyawa yaitu kromatografi gas (GC) untuk

Page 44: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

30

menganalisis jumlah senyawa secara kualitatif dengan detektor berupa ionisasi

nyala (FID) untuk menganalisis senyawa analit yang umumnya volatil

(Sastrohamidjojo, 1991; Ojanperä & Rasanen, 2008). Skema alat GC/FID dapat

dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Skema alat GC/FID (McMahon, 2007)

Prinsip kerja dari FID adalah adanya proses pembakaran yang ditimbulkan

dari reaksi O2 dan H2. Proses ini menghasilkan energi akan mengionisasi

komponen-komponen sampel yang dikeluarkan dari kolom. Molekul-molekul

komponen tersebut akan melepaskan elektron dan berubah menjadi ion-ion. Ion

positif akan tertarik ke elektroda negatif sehingga arusnya bertambah. Kemudian

akan melalui tahanan yang menimbulkan selisih tegangan dan disalurkan melalui

amplifier ke alat pencatat (recorder, integrator) (Djenar, 2006).

FID merupakan detektor yang paling stabil terutama oleh pengaruh fluktuasi

suhu dan aliran gas pembawa. Sensitivitas detektor berkurang jika sampel yang

dianalisis mengandung unsur halogen serta terbentuknya deposit atau pengotor

pada detektor. FID digunakan untuk analisis senyawa organik (responnya akan

meningkat sesuai dengan kenaikan atom karbon), komponen dalam jumlah kecil,

senyawa dengan titik didih tinggi yang disuntikkannya dalam konsentrasi rendah

(Nastiti, 2006).

Page 45: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

31

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada Oktober 2019 hingga Maret 2020 di

Laboratorium Kimia Material dan Katalis, Pusat Penelitian Kimia LIPI, Kawasan

PUSPIPTEK Serpong.

3.2. Alat dan Bahan Penelitian

Peralatan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah peralatan gelas,

lumpang dan alu, termometer, lemari asam, neraca analitik (Mettler Toledo AB-

204S), hot plate-magnetic stirer Cimarec, spatula, pompa peristaltik Bio-Rad

Econo Pump, oven (Quincy Lab), sentrifuge Eppendorf 5840R, Gas

Chromatography-Flame Ionization Detector(GC/FID) Agilent 7890A, column

Carbowax (30 m x 320 μm, 25 μm), X-Ray Duffraction (XRD) MAC Science

MXP3, Fourier Transform Infrared Red (FTIR) Shimadzu Prestige-21, Surface

Area Analyzer (SAA) Micromeritics Tristar II 3020, Thermo Gravimetric

Analyzer (TGA) Linsies Q50 V20.13 Build 39, Temperature Programmed

Desorption (TPD)-NH3 Micromeritics Chemisorb 2750, X-Ray

Fluorescence Spectrometry (XRF) S2 PUMA.

Bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Bentonit

alam Sigma-Aldrich, AlCl3 Merck, ZrOCl2.8H2O Merck, NaOH Merck, larutan

AgNO3 0,1 M, aquades, larutan etanol 95%, dan gas N2.

Page 46: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

32

3.3. Bagan Penelitian

Gambar 12. Diagram Alir Penelitian

AlCl3

+ H2O

Diaduk ±12 jam suhu kamar

Larutan

Polikation

Al

Larutan

Polikation

Zr

Larutan

Polikation

Al-Zr

Dipompa dengan pompa peristaltik

NaOH +

H2O

NaOH +

H2O

5 gram

bentonit dan akuades

Diaduk 2 jam, suhu 60 ˚C

Suspensi

bentonit 1 %

ZrOCl2.8H2O

+ H2O

Diaduk ±24 jam suhu kamar

Dikeringkan suhu 100 ˚C, 12 jam

Katalis Al/PILC,

Zr/PILC, Al-Zr/PILC

Karakterisasi TGA (stabilitas termal), XRD

(peningkatan jarak antarlapis), SAA (luas

permukaan), XRF (distribusi unsur), TPD-NH3

(keasaman), dan FTIR (gugus fungsional)

Sentrifuge pada v= 7000 rpm, T = 20 ˚C, t = 5

menit. Dicuci 13 kali, akuades 60 ˚C

Uji Cl-, larutan AgNO3 0,1 M

Reaksi konversi etanol menjadi

gasolin suhu 250 ˚C, 4 jam

Larutan produk

Analisis GC/FID

NaOH +

H2O

Dipompa dengan pompa peristaltik

AlCl3

+ H2O

ZrOCl2.8H2O

+ H2O

Page 47: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

33

3.4. Prosedur Penelitian

3.4.1. Pemilaran Bentonit dengan Satu Logam (Canizares et al., 1999)

3.4.1.1.Preparasi Suspensi Bentonit

Sebanyak 5 g bentonit dilarutkan ke dalam 500 mL aquades kemudian

dipanaskan dengan suhu 60 sambil diaduk selama 2 jam untuk mencuci dan

menghidrasi kation agar lapisan-lapisan dari struktur bentonit mengembang dan

diperoleh suspensi 1%.

3.4.2. Preparasi Larutan Polikation Al dan Zr

3.4.2.1.Preparasi Larutan Polikation Al

Gelas beaker ukuran 2 L disiapkan lalu dimasukan 500 mL H2O kemudian

ditambahkan sebanyak 6,667 gram AlCl3 (Lampiran 1) secara perlahan-lahan

sambil diaduk dengan magnetic stirer. Disiapkan 1 L gelas beaker lalu

ditambahkan 500 mL H2O kemudian masukan 4 gram NaOH 0,2 M (Lampiran 1)

secara perlahan-lahan sambil diaduk dengan magnetic stirer. Selanjutnya, larutan

NaOH ditambahkan ke dalam larutan Al yang telah dibuat dengan pompa

peristaltik sambil diaduk cepat lalu larutan tersebut diaduk konstan selama ± 12

jam.

3.4.2.2.Preparasi Larutan Polikation Zr

Gelas beaker ukuran 1 L disiapkan lalu dimasukan 107,5 mL H2O kemudian

ditambahkan sebanyak 6,928 gram ZrOCl2.8H2O (Lampiran 1) secara perlahan-

lahan sambil diaduk dengan magnetic stirer. Disiapkan 100 mL gelas beaker lalu

ditambahkan 48,5 mL H2O kemudian masukan 0,388 gram NaOH 0,2 M

(Lampiran 1) secara perlahan-lahan sambil diaduk dengan magnetic stirer.

Selanjutnya, larutan NaOH ditambahkan ke dalam larutan Zr yang telah dibuat

Page 48: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

34

dengan pompa peristaltik sambil diaduk cepat lalu larutan tersebut diaduk konstan

selama ± 12 jam.

3.4.2.3.Pilarisasi Bentonit dengan Polikation Al dan Zr

Larutan polikation ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam suspensi

bentonit 1,0% dan diaduk selama 24 jam pada suhu kamar. Kemudian dimatikan

dan didiamkan sampai mengendap. Untuk proses stabilisasi logam pilar, material

disentrifugasi dengan kecepatan 7.000 rpm selama 5 menit pada suhu 20 .

Selanjutnya, endapan dicuci menggunakan aquades untuk menghilangkan ion Cl-

dan di uji dengan AgNO3 sampai tidak terbentuk endapan. Jika larutan sudah

terbebas dari ion Cl-, larutan kemudian disentrifugasi kembali dan di oven sampai

kering. Hasil pengeringan diangkat kemudian dihaluskan dan ditimbang. Hasil

disimpan di dalam botol sampel.

3.4.3. Pemilaran Bentonit dengan Dua Logam (Canizares et al., 1999)

3.4.3.1.Preparasi Suspensi Bentonit

Sebanyak 5 g bentonit dilarutkan ke dalam 500 mL aquades kemudian

dipanaskan dengan suhu 60 sambil diaduk selama 2 jam untuk mencuci dan

menghidrasi kation agar lapisan-lapisan dari struktur bentonit mengembang dan

memperoleh suspensi 1,0%.

3.4.3.2.Preparasi Larutan Polikation Al-Zr

Gelas beaker ukuran 500 L disiapkan lalu dimasukan 500 mL H2O

kemudian ditambahkan sebanyak 6,667 gram AlCl3 (Lampiran 1) sambil diaduk

dengan magnetic stirer. Disiapkan 500 mL gelas beaker lalu ditambahkan 250 mL

H2O kemudian ditambahkan sebanyak 16,113 gram ZrOCl2.8H2O (Lampiran 1)

sambil diaduk dengan magnetic stirer. NaOH 0,2 M sebanyak 4 gram (Lampiran

Page 49: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

35

1) secara perlahan-lahan ke dalam 500 mL H2O sambil diaduk dengan magnetic

stirer. Larutan AlCl3 dan ZrOCl2.8H2O dicampurkan dan diaduk. Selanjutnya,

larutan NaOH ditambahkan ke dalam larutan polikation dengan pompa peristaltik

sambil diaduk cepat lalu larutan tersebut diaduk konstan selama ± 12 jam.

3.4.3.3.Pilarisasi Bentonit dengan Polikation Al-Zr

Hasil preparasi larutan polikation ditambahkan secara perlahan-lahan ke

dalam suspensi bentonit 1,0% dan diaduk selama 24 jam pada suhu kamar.

Kemudian dimatikan dan didiamkan sampai mengendap. Untuk proses stabilisasi

logam pilar, material disentrifugasi dengan kecepatan 7.000 rpm selama 5 menit

pada suhu 20 . Selanjutnya, endapan dicuci menggunakan aquades untuk

menghilangkan ion Cl- dan di uji dengan AgNO3 sampai tidak terbentuk endapan.

Jika larutan sudah terbebas dari ion Cl-, larutan kemudian disentrifugasi kembali

dan di oven sampai kering. Hasil pengeringan diangkat kemudian dihaluskan dan

ditimbang. Hasil disimpan di dalam botol sampel.

3.4.4. Karakterisasi Katalis

Bentonit yang telah terpilar dengan logam Al, logam Zr, dan paduan dua

oksida logam Al-Zr kemudian dikarakterisasi untuk mengetahui peningkatan sifat

fisika dan kimianya menggunakan intrumen XRD, XRF, TGA, TPD-NH3, SAA,

dan FTIR.

3.4.4.1.Karakterisasi Katalis dengan XRD (ASTM D4926-15)

Masing-masing sampel katalis dihaluskan terlebih dahulu kemudian sekitar

0,05 g dimasukan ke dalam cetakan standar untuk analisis XRD yang berukuran

20 x 10 mm dan tebal 1 mm. Pengukuran pola difraksi 2 dilakukan pada sudut

Page 50: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

36

20-80° dengan tegangan listrik dan kuat arus listrik sebesar 40 mV dan 25mA

menggunakan radiasi Cu-K .

3.4.4.2.Karakterisasi Katalis dengan XRF (ASTM D7653-18)

Sampel diletakkan pada sampel holder hingga bagian bawahnya tertutup

rata oleh sampel. Analisis dilakukan dengan menyalakan tombol unutk penyinaran

sinar-X dan sampel akan dikenai sinar-X. Sinar-X yang mengenai sampel

diteruskan ke detektor dan dianalisis kandungan elemen-elemennya.

3.4.4.3.Karakterisasi Katalis dengan FTIR (ASTM D7653-18)

Pengukuran dilakukan dengan pembuatan pelet, ditimbang 1 mg cuplikan

yang dicampur dengan 100 mg KBr, dan dimasukkan ke dalam press holder.

Ditekan beberapa saat hingga ketebalan 0,05 mm. Pelet tersebut selanjutnya

diukur spektrumnya pada bilangan gelombang 4000-400 cm-1

.

3.4.4.4.Karakterisasi dengan SAA (ASTM D3663-03)

Tabung sampel ditimbang sebagai bobot kosong. Kemudian ditimbang

sebanyak 0,5 gram masing-masing sampel katalis dan dimasukkan ke dalam

masing-masing tabung kosong. Tabung tersebut kemudian ditempelkan pada port

degasser. Lalu dilakukan proses degassing menggunakan gas nitrogen pada suhu

200 selama 2 jam. Setelah proses degassing selesai, tabung kemudian ditimbang

kembali sebagai massa setelah degassing. Kemudian dimasukkan pada port

micromeritics dan dilakukan analisis dalam kondisi suhu nitrogen cair serta

dialirkan gas H2 dan N2.

3.4.4.5.Karakterisasi dengan TGA (ASTM E1131-08)

TGA terdiri dari sebuah sample pan yang didukung oleh sebuah balance.

Pan tersebut ditempatkan dalam suatu furnace dan dipanaskan atau didinginkan

Page 51: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

37

selama eksperimen. Masa dari sampel dipantau selama eksperimen. Sampel dialiri

oleh suatu gas inert atau gas reaktif yang mengalir melalui sampel dan keluar

melalui exhaust. Sampel ditimbang sebanyak 0,03 g kemudian dimasukkan ke

dalam wadah paltina di dalam furnace. Pengujian dilakukan dengan program

pemanasan 0 hingga 700 selama 100 menit dengan kenaikan temperatur

10 /menit, gas nitrogen dialirkan dengan kecepatan 40 mL/menit dan selanjutnya

dialirkan gas oksigen dengan kecepatan 60 mL/menit. Pengurangan fraksi masa

sampel selama eskperimen dicatat.

3.4.4.6.Karakterisasi dengan TPD-NH3 (ASTM D4824-03)

Ditimbang 0,05 g sampel dimasukkan ke dalam tabung pengadsorpsian

ammonia. Program diatur dengan kenaikan suhu hingga 400 dan ditahan selama

30 menit menggunakan gas helium. Kemudian suhu diturunkan hingga 100 dan

ditahan selama 15 menit. Selanjutnya gas diganti dengan gas ammonia-helium

dan diabsorbsi selama 30 menit. Gas kemudian diganti kembali dengan gas

helium. Recording dilakukan dengan meningkatkan suhu linear dari 100 hingga

650 dengan tingkat pemanasan 10 min-1

dan laju alir gas 10 cm3 min

-1.

3.4.5. Uji Aktivitas dan Analisis GC/FID Pada Konversi Etanol Menjadi

Gasolin (Rinaldi & Dwiatmoko, 2011)

Sampel katalis sebanyak 0,3 gram dan 10 mL larutan etanol 95%

dimasukkan ke dalam reaktor batch. Reaktor ditutup dengan rapat dan gas H2

dialirkan ke dalam reaktor untuk menghilangkan sisa O2 kemudian tekanan diatur

sebesar 1 atm. Uji aktivitas katalis dilakukan dengan memanaskan reaktor sampai

mencapai suhu 250°C sambil diaduk menggunakan stirrer selama 4 jam. Diambil

larutan produk yang telah mengalami proses reaksi sebanyak 0,1 mL lalu

Page 52: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

38

diinjeksikan ke dalam GC/FID kolom Carbowax/20M (30 m x 320 µm, 25 µm).

Hasil analisis GC/FID kemudian ditentukan konversi dan selektifitas.

% Konversi = rea al - khir

rea al 100.................................(2)

% Selektivitas =

∑ 100.................................(3)

Page 53: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

41

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakterisasi Katalis Bentonit dan Bentonit Terpilar

4.1.1. Hasil Analisis Jarak Antarlapis dengan XRD

Analisis jarak lapisan interlayer dilakukan dengan menggunakan XRD,

hasil yang didapatkan digunakan untuk menentukan besarnya pergeseran jarak

antar lapis alumina-silikat pada bentonit. Jika terjadi interkalasi maka akan terlihat

pergeseran jarak antar lapisnya yang ditandai dengan perubahan basal spacing

d001. Jarak antarlapis akan meningkat seiring dengan luas permukaannya yang

meningkat (Widihati, 2009). Analisis ini juga bertujuan untuk identifikasi fasa

kristal katalis, semakin tinggi dan sempit peaknya, maka sifat kritalinitasnya

semakin besar. Sebaliknya, semakin rendah dan lebar peaknya, maka senyawa

yang ditunjukkan akan lebih bersifat amorf (Syamsuddin & Husin, 2010). Pola

difraksi XRD low angle digunakan untuk menentukan perubahan jarak basal pada

antarlapis bentonit. Hasil XRD dapat dilihat pada Gambar 13.

Page 54: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

42

Gambar 13. Pola difraksi low angle katalis

Pola difraksi sinar-X low angle pada Gambar 13 menunjukkan bahwa

bentonit yang telah dipilarisasi mengalami pergeseran 2θ puncak refleksi d001 ke

kiri dari bentonit awal. Pergeseran puncak ke arah kiri ini menandakan adanya

kenaikan jarak basal antar lapis alumina-silikat pada bentonit karena masuknya

polihidroksi kation ke dalam antarlapis bentonit sedangkan apabila terjadi

pergerseran puncak ke arah kanan itu menandakan logam yang digunakan tidak

bereaksi dengan logam yang ada pada antarlapis bentonit. Puncak refleksi d001

bentonit awal sebesar 2θ = 7,01˚ sesuai dengan Rinaldi & Kristiani (2017) yang

menyatakan bahwa pola difraksi sinar-X low angle pada bentonit memiliki puncak

utama pada sudut 2θ = 7˚.

Bentonit yang telah dipilarisasi pada katalis Al/PILC mengalami pergeseran

puncak refleksi d001 pada sudut 2θ sebesar 5,25˚. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Haerudin (2002), katalis Al/PILC memiliki puncak refleksi d001 2θ

= 5,05˚. Pergeseran puncak pada katalis Zr/PILC terjadi pada sudut 2θ sebesar

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

3 4 5 6 7 8 9 10

Inte

nsi

tas

Re

lati

f (

a.u

)

2θ (deg)

Bentonit

Al/PILC

Zr/PILC

Al-Zr/PILC

d=16,11Å 2θ=5,48

d=22,05Å, 2θ=4,00

d=14,03Å, 2θ=5,25

d=12,60Å, 2θ=7,01

Page 55: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

43

4,00˚. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rinaldi & Kristiani (2017),

katalis Zr/PILC memiliki puncak refleksi d001 pada 2θ = 4,43˚. Katalis dengan

paduan dua oksida logam yakni Al-Zr/PILC juga menunjukkan pergeseran sudut

2θ menjadi 5,48˚. Pola difraksi sinar-X low angle katalis Al-Zr/PILC mendekati

sudut 2θ dari katalis l/PILC, dapat diperkirakan bah a logam l lebih

mendominasi pada katalis Al-Zr/PILC.

Jarak antarlapis (interlayer) bentonit sebelum dilakukan proses pilarisasi

yaitu sebesar 12,60 Å. Sekewael (2008) menyatakan bahwa bentonit memiliki

jarak antarlapis antara 12,0-15,0 Å. Bentonit yang telah dipilarisasi dengan logam

Al pada katalis Al/PILC mengalami peningkatan jarak antar lapis menjadi 14,03

Å, dengan logam Zr pada katalis Zr/PILC menjadi 21,36 Å, dan dengan paduan

dua oksida logam Al-Zr pada katalis Al-Zr/PILC menjadi 17,88 Å. Adanya

peningkatan jarak antarlapis (interlayer) menandakan bahwa proses pilarisasi

telah berhasil dilakukan. Katalis Al-Zr/PILC mengalami penurunan jarak

antarlapis dibandingkan katalis Zr/PILC. Hal ini disebabkan karena adanya

hambatan difusi oleh jumlah molekul salah satu logam pemilar yang paling

banyak diinterkalasikan, yaitu logam Zr, sehingga nilai jarak antarlapis katalis Al-

Zr/PILC memiliki kemiripan dengan katalis Al/PILC (Gil et al., 2000).

Kristalinitas katalis dapat diketahui dari pola difraksi sinar-X high angle

pada sudut 2θ antara 10-80˚. Hasil analisis XRD menunjukkan puncak-puncak

khas yang kemudian dibandingkan dengan data dari JCPDS (Joint Committee of

Powder Diffraction Standar). Pola difraksi sinar-X high angle dapat dilihat pada

Gambar 14.

Page 56: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

44

Gambar 14. Pola difraksi high angle katalis

Pola difraksi sinar-X high angle pada bentonit menghasilkan puncak-puncak

pada sudut 2θ = 19,48˚; 21,65˚; 26,3˚; 35,14˚; 54,11˚; dan 61,48˚. Hasil ini sesuai

dengan JCPDS No. 29-1499 yang menunjukkan bahwa puncak tersebut

merupakan puncak-puncak yang khas untuk bentonit dengan tipe montmorillonite.

Dewi et al. (2020) juga menemukan pola difraksi sinar-X montmorillonite yang

berada pada puncak sudut 2θ = 19,58˚; 20,64˚; dan 26,33˚.

Pola difraksi sinar-X high angle pada katalis Al/PILC menghasilkan puncak

sudut 2θ = 19,83°; 20,85°; 26,64°; 35,15°; 37,4°; dan 61,90˚. Puncak 2θ = 36,51˚

mengindikasikan bahwa senyawa Al2O3 yang berhasil diinterkalasikan memiliki

fasa kristal kubik. Hasil ini sesuai dengan JCPDS No. 004-0880 yang

menunjukkan puncak-puncak khas Al2O3 fasa kubik pada 2θ = 37,4°; 42,8°;

45,7°; dan 67,3°.

Pola difraksi sinar-X high angle pada katalis Zr/PILC menghasilkan puncak

pada sudut 2θ = 19,75˚; 26,61˚; 31,4˚; 35,40˚; 54,76˚; dan 61,95˚. Zirkonia

memiliki struktur kristalografi yang berbeda, karakteristik ini dikenal sebagai

polimorfisme. Struktur polimorf ini memiliki kristalografi yang terdiri dari

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

18000

10 20 30 40 50 60 70 80

Inte

nsi

tas

Re

lati

f (

a.u

)

2θ (deg)

Bentonit

Al/PILC

Zr/PILC

Al-Zr/PILC

∆ Bentonit □ Al2O3 ○ ZrO2

Page 57: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

45

monoklinik, tetragonal dan kubik. Zirkonium murni pada suhu kamar memiliki

struktur kristal monoklinik (m-ZrO2) dan bila terkena pemanasan < 600 ºC akan

berubah struktur kristalnya menjadi tetragonal (t-ZrO2). Pada suhu 600-900 ºC

merupakan fase tidak stabil dan bila didinginkan kembali pada suhu ruang akan

berubah kembali menjadi monoklinik (m-ZrO2) (Setiawan & Suciati, 2017).

Sementara dalam penelitian ini, ZrO2 yang dihasilkan memiliki struktur kristal

monoklinik karena disintesis pada suhu dibawah 600 °C. Hasil ini sesuai dengan

JCPDS No. 37-1484 yang menunjukkan puncak-puncak khas ZrO2 monoklinik

pada 2θ = 28,2˚; 31,4˚; 30,2˚.

Pola difraksi sinar-X high angle pada katalis Al-Zr/PILC menghasilkan

puncak pada sudut 2θ = 19,86˚; 22,47˚; 26,67˚; 35,09˚; 36,5˚; dan 62˚. Puncak-

puncak khas yang muncul pada daerah 2θ = 36,2˚ dan 26,67˚ mengindikasikan

bahwa terdapat senyawa Al2O3 dengan fase kubik dan senyawa ZrO2 dengan fase

monoklinik. Sesuai dengan JCPDS No. 004-0880 yang menunjukkan puncak-

puncak khas Al2O3 fasa kubik pada 2θ = 37,4°; 42,8°; 45,7°; dan 67,3° dan

JCPDS No. 37-1484 yang menunjukkan puncak-puncak khas ZrO2 monoklinik

pada 2θ = 28,2˚; 31,4˚; 30,2˚.

4.1.2. Hasil Analisis Distribusi Unsur dengan XRF

Analisis bentonit dan bentonit terpilar dengan XRF bertujuan untuk

menganalisis distribusi unsur-unsur yang terkandung dalam bentonit sebelum dan

sesudah dipilarisasi. Hasil karakterisasi XRF bentonit, Al/PILC, Zr/PILC, dan

paduan Al-Zr/PILC dapat dilihat pada Tabel 5.

Page 58: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

46

Tabel 5. Distribusi Unsur Sebelum dan Sesudah Dipilarisasi

No. Katalis Komposisi (% Berat)

SiO2 Al2O3 ZrO2 MgO Fe2O3

CaO K2O

1. Bentonit 60,51 19,12 0,04 12,2 4,84 1,59 0,41

2. Al/PILC 54,62 25,29 0,04 12,72 4 1,96 0,33

3. Zr/PILC 41,59 11,34 28,78 10,82 3,47 2,53 0,38

4. Al-Zr/PILC 43,52 13,89 25,97 9,16 3,39 2,61 0,36

Hasil XRF menunjukkan bahwa komponen utama penyusun bentonit

adalah SiO2 dan Al2O3. Hal ini dikarenakan SiO2 dan Al2O3 pada bentonit

memiliki komposisi terbesar jika dibandingkan dengan komponen oksida logam

lain, seperti Fe2O3, Cr2O3, MgO, CaO, dan K2O. Kandungan SiO2 dan Al2O3 pada

bentonit sebelum dilakukan proses pilarisasi masing-masing sebesar 60,51% dan

19,12%.

Peningkatan kadar Al dan Zr (% b/b) pada katalis bentonit terpilar

menunjukkan terjadinya modifikasi pada struktur bentonit setelah dipilarisasi

dengan logam Al, Zr, dan Al-Zr. Katalis Al/PILC menunjukkan terjadinya

peningkatan komposisi Al2O3 yang semula pada bentonit sebelum dilakukan

proses pilarisasi sebesar 19,12% menjadi 25,29%, sedangkan pada katalis

Zr/PILC terjadi peningkatan komposisi ZrO2 dari 0,04% menjadi 28,78%.

Paduan dua logam oksida Al dan Zr yang diinterkalasikan pada katalis Al-

Zr/PILC menunjukkan adanya kandungan Al2O3 dan ZrO2 masing-masing sebesar

13,89% dan 25,97% (Tabel 5). Al/PILC memiliki kandungan Al yang cukup besar

yaitu 25,29% tetapi ketika logam Al dipadukan dengan logam Zr untuk membuat

pilarisasi pada bentonit, kandungan logam Al-nya hanya sebesar 13,89%. Hal ini

dipengaruhi berat jenis dari kedua logam tersebut. Logam Al 3,95 g/cm3 lebih

ringan daripada logam Zr 5,68 g/cm3 sehingga logam Zr bisa lebih cepat masuk ke

dalam antarlapis bentonit, sedangkan logam Al akan mengendap terlebih dahulu

Page 59: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

47

dan memasuki antarlapis bentonit. Antarlapis bentonit memiliki kapasitas dalam

menerima kation, maka ketika logam Al sampai di lapisan antarlapis bentonit

sudah dipenuhi oleh logam Zr (Widjaya et al., 2019).

4.1.3. Hasil Analisis Gugus Fungsi dengan FTIR

Analisis FTIR digunakan untuk mengetahui perubahan gugus fungsional

pada bentonit awal dan bentonit terpilar menggunakan FTIR pada daerah bilangan

gelombang 4000-400cm-1

.

4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

220

240

260

Al-Zr/PILC

Zr/PILC

Al/PILC

Bentonit

Inte

nsitas R

ela

tif

(a.u

)

Bilangan Gelombang (cm-1)

Gambar 15. Spektrum FTIR katalis

Gambar 15 menunjukkan pita serapan FTIR pada bentonit sebelum dan

setelah dipilarisasi dengan logam Al, Zr, dan Al-Zr. Hasil analisis FTIR berupa

vibrasi dari beberapa gugus fungsional pada bilangan gelombang tertentu yang

dapat dilihat pada Tabel 6.

H-O-H stretching

O-H stretching

O-H bending

Si-O-Si stretching

Si-O-Si bending

Si-O-Al bending

Bronsted

Lewis

Page 60: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

48

Tabel 6. Puncak Serapan FTIR Sebelum dan Sesudah Dipilarisasi

No. Gugus

Fungsional

Bilangan Gelombang (cm-1

)

Referensi Bentonit Al/PILC Zr/PILC

Al-

Zr/PILC

1. Vibrasi tekuk

Si-O-Si - 466,77 466,77 462,92

(Fatmawati

et al., 2018)

2. Vibrasi tekuk

Si-O-Al - 526,57 524,63 524,64

(Fatmawati

et al., 2018)

3.

Vibrasi OH

ulur yang

terikat Al3+

796,6 790,81 794,87 792,27 (Siregar &

Irma, 2016)

4. Vibrasi Al-O - 927,76 921,97 923.9 (Siregar &

Irma, 2016)

5. Vibrasi ulur

Si-O-Si 1018,41 1039,63 1043,49 1043,49

(Siregar &

Irma, 2016)

8. Vibrasi tekuk

-OH 1635,64 1631,78 1631,78 1633,71

(Machfud,

2017)

9. Vibrasi ulur

H-O-H 3433,9 3435,22 3423,65 3421,72

(Machfud,

2017)

10. Vibrasi ulur -

OH 3630,03 3628,1 3624,25 3622,32

(Ritonga,

2015)

Puncak-puncak yang muncul pada daerah ini antara lain 3630,03; 3433,9;

1635,64; dan 1018,41. Puncak serapan pada bilangan gelombang 1018,41 cm-1

menunjukkan adanya vibrasi ulur Si-O-Si. Menurut Siregar & Irma (2016), vibrasi

ulur Si-O-Si terjadi pada bilangan gelombang 1041 cm-1

. Puncak serapan pada

bilangan gelombang 1635,64 cm-1

merupakan indikasi adanya vibrasi tekuk –OH

dari molekul air yang terserap pada interlayer dan memiliki ikatan hidrogen lemah

dengan permukaan Si-O (Machfud, 2017).

Puncak pada bilangan gelombang 3630,03 cm-1

menunjukkan adanya

vibrasi ulur dari –OH sedangkan vibrasi pada pada 3433,9 cm-1

yang

menunjukkan vibrasi ulur H-O-H yang membentuk ikatan hidrogen dengan air

(Ritonga, 2015). Puncak serapan juga muncul di bilangan gelombang 796,6 cm-1

akibat adanya vibrasi ulur -OH yang menunjukkan terikatnya kation Al3+

pada

Page 61: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

49

antarlapis bentonit (Siregar & Irma, 2016). Tabel 6 menunjukkan pergeseran

puncak serapan khas bentonit setelah dilakukan pilarisasi pada katalis Al/PILC,

Zr/PILC, dan Al-Zr/PILC. Hal ini dapat diakibatkan karena adanya perubahan

struktur ikatan silika-alumina dengan oksida logam Al dan Zr yang terikat lebih

kuat (Widjaya, 2019).

Hasil analisis dengan FTIR juga berguna untuk mengetahui tipe keasaman

yang dimiliki katalis. Tipe keasaman yang dimiliki katalis ada 2 yaitu asam

Brønsted dan asam Lewis. Tipe asam Bronsted berada pada panjang gelombang

1515-1640 cm-1

dan untuk asam Lewis berada antara 1435-1470 cm-1

(Widjaya,

2019). Proses konversi etanol menjadi gasolin dapat berlangsung dengan baik jika

katalis yang digunakan memiliki tipe keasaman Brønsted yang cenderung sebagai

donor proton. Hasil puncak serapan FTIR pada bentonit sebelum dan setelah

dipilarisasi pada katalis Al/PILC, Zr/PILC, dan Al-Zr/PILC memiliki tipe asam

Brønsted dan asam Lewis (Tabel 6). Menurut Rinaldi & Dwiatmoko (2011) reaksi

ETG dapat berlangsung dengan baik jika katalis yang digunakan memiliki donor

proton yang banyak atau memiliki tipe keasaman Brønsted yang tinggi.

4.1.4. Hasil Analisis Luas Permukaan dan Volume Pori dengan SAA

Analisis katalis bentonit dan bentonit terpilar dengan BET bertujuan untuk

mengetahui luas permukaan spesifik dan volume pori. Hasil karakterisasi BET

dapat dilihat pada Gambar 16.

Page 62: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

50

Gambar 16. Grafik luas permukaan katalis

Gambar 16 menunjukkan hasil SAA pada luas permukaan bentonit sebelum

dilakukan pilarisasi sebesar 26,48 m2/g. Setelah dilakukan proses pilarisasi terjadi

peningkatan luas permukaan menjadi 33,97 m2/g untuk katalis Al/PILC dan 0,14

cm3/g untuk katalis Zr/PILC. Peningkatan luas permukaan dan volume pori

dikarenakan hilangnya pengotor-pengotor yang terdapat pada pori dan permukaan

bentonit. Pori bentonit lebih terbuka sehingga luas permukaan bentonit akan

meningkat. Hal tersebut juga menandakan bahwa bentonit telah berhasil

dipilarisasi yakni adanya penyisipan kation Al3+

dan Zr4+

yang telah terikat dengan

stabil di dalam antarlapis bentonit pada katalis Al/PILC dan Zr/PILC (Fatimah et

al., 2011).

Peningkatan luas permukaan pada masing – masing bentonit terpilar karena

adanya proses tukar kation pada permukaan bentonit, sehingga luas permukaan

katalis bentonit bertambah. Pada logam katalis Zr/PILC memiliki peningkatan

luas permukaan yang cukup spesifik. Menurut Rinaldi & Kristiani (2017)

penggunaan logam Zr sebagai pilar akan menghasilkan luas permukaan yang

Page 63: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

51

tinggi sesuai dengan hasil XRD, dimana menghasilkan jarak basal sebesar

21,36Å.

Pada Al-Zr/PILC terjadi penurunan luas permukaan dibandingkan dengan

Zr/PILC. Penurunan luas permukaan spesifik pada Al-Zr/PILC ini kemungkinan

disebabkan oleh distribusi logam Al dan Zr yang tidak merata serta terjadinya

penggumpalan logam Al dan Zr pada permukaan bentonit, misalnya pada bagian

mulut pori atau saluran pori, sehingga menutupi pori Al-Zr/PILC. Akan tetapi,

luas permukaan Al-Zr/PILC masih lebih besar dibandingkan bentonit alam

sehingga keberadaan logam Al dan Zr pada antarlapis bentonit masih berkontibusi

terhadap luas permukaan bentonit.

Adanya kenaikan luas permukaan dan volume pori total setelah dipilarisasi

disebabkan karena terbukanya pori-pori bentonit alam karena larutnya pengotor-

pengotor yang semula menutup lubang pori-pori dan di terisi oleh logam pilar

(Nugrahaningtyas et al., 2016). Dengan terbukanya lubang pori-pori pada struktur

kristal katalis bentonit, luas permukaan yang terukur menjadi lebih besar.

Gambar 17. Grafik volume pori katalis

Page 64: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

52

Gambar 17 menunjukkan hasil SAA pada volume pori bentonit sebelum

dilakukan pilarisasi sebesar 0,08 cm3/g. Setelah dilakukan proses pilarisasi

volume pori menjadi 0,096 cm3/g untuk katalis Al/PILC dan 0,14 cm

3/g untuk

katalis Zr/PILC. Hasil ini memperlihatkan terjadinya peningkatan volume pori

pada antarlapis bentonit setelah dilakukan proses pilarisasi menggunakan logam

Al dan Zr pada katalis Al-Zr/PILC.

4.1.5. Hasil Analisis Dekomposisi Termal dengan TGA

Analisis menggunakan TGA bertujuan untuk menentukan perubahan massa

relatif suatu material yang disebabkan oleh adanya dekomposisi, oksidasi, serta

dehidrasi dari material tersebut akibat panas dari suhu yang tinggi sehingga dapat

diketahui stabilitas termalnya. Hasil TGA dapat dilihat pada Gambar 18.

0 200 400 600 800 1000

-40

-30

-20

-10

0

Peru

bahan M

assa R

ela

tif

(%)

Suhu (C)

Bentonit

Al/PILC

Zr/PILC

Al-Zr/PILC

Gambar 18. Kurva TGA katalis

Gambar 18 menunjukkan terjadinya penurunan massa relatif pada bentonit,

Al/PILC, Zr/PILC, dan Al-Zr/PILC seiring dengan kenaikan suhu pemanasan

hingga 1000 ˚C. Penurunan massa dekomposisi termal total pada katalis bentonit,

38,11 %

19,07 %

31,37 %

20,24 %

Page 65: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

53

Al/PILC, Zr/PILC, dan Al-Zr/PILC masing-masing sebesar 19,07%; 31,37%;

20,24%; dan 38,11% (Lampiran 4). Hasil kurva analisis dengan TGA

menunjukkan perubahan massa dalam tiga tahap yang dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil pengukuran dengan TGA

No. Katalis

Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3

Suhu

(˚C)

Perubahan

Massa (%)

Suhu

(˚C)

Perubahan

Massa (%)

Suhu

(˚C)

Perubahan

Massa (%)

1. Bentonit 76-140 7,65 140-200 1,35 200-686 10,05

2. Al/PILC 78-260 14,97 260-540 6,65 540-680 9,74

3. Zr/PILC 77-280 21,71 280-520 11,01 500-700 5,38

4. Al-Zr/PILC 78-280 15,98 280-560 2,45 510-700 1,81

Hasil pengukuran dengan TGA pada Tabel 7 dalam tahap pertama

menunjukkan terlepasnya molekul air secara fisik dari antarlapis dan hidrasi air

dari kation yang ada pada bentonit. Bentonit menunjukkan perubahan massa

sebesar 7,65% pada suhu antara 76-140 ˚C. Widjaya (2019) menemukan bahwa

material bentonit sangat stabil terhadap panas hingga suhu di ba ah 73 ˚C. Pada

suhu 76-140 ˚C terjadi peruahan aliran panas yang menunjukkan reaksi

penguraian bentonit akibat dehidrasi. Proses pilarisasi menggunakan logam Al

dan Zr pada katalis Al/PILC, Zr/PILC, dan Al-Zr/PILC mempengaruhi terjadinya

pelepasan molekul air pada rentang suhu 78-280 ˚C dengan perubahan massa

dengan rentang 14,97-21,71%. Jika dibandingkan dengan bentonit tanpa pilarisasi,

proses pelepasan molekul air pada bentonit terpilar terjadi pada rentang suhu yang

lebih tinggi. Hal tersebut mengindikasikan adanya perubahan struktur molekul

karena adanya tambahan logam Al dan Zr, sehingga suhu penguraian lebih tinggi

(Widjaya, 2019).

Tahap kedua menunjukkan perubahan massa bentonit pada rentang suhu

140-200 ˚C sebesar 1,35%, sedangkan bentonit terpilarisasi logam l dan Zr pada

katalis Al/PILC, Zr/PILC, dan Al-Zr/PILC terjadi perubahan massa pada rentang

Page 66: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

54

suhu 260-560 ˚C sebesar 2,45-11,01%. Menurut Widjaya (2019), pada tahap

kedua terjadi lepasnya gugus hidrogen (-OH) dan perubahan struktur garam (Mg,

Na, Ca, dan K) pada oligomer kation di dalam antarlapis bentonit.

Tahap ketiga menunjukkan terjadinya dekomposisi secara kimia. Perubahan

massa tahap ketiga pada bentonit terjadi pada suhu 200-686 ˚C sebesar 10,05%.

Pada katalis Al/PILC, Zr/PILC, dan Al-Zr/PILC menunjukkan terjadinya

perubahan massa dengan rentang sebesar 1,81-9,74% pada suhu antara 500-710

˚C. Pada rentang suhu 500-700 ˚C terjadi dehidroksilasi (lepasnya ikatan (-OH))

pada oksida logam-logam yang ada pada lembaran silikat yang mengakibatkan

rusaknya struktur proton pada lembaran alumina-silika bentonit (Kar & Mishra,

2013).

Suhu diatas 710 ˚C merupakan batas maksimum suhu yang mampu diterima

oleh material bentonit sebelum terjadi kerusakan total akibat proses dari dehidrasi

alumina-silikat dan juga kation-kation yang ada diantaranya, yaitu ikatan oksida

dari Si, Al, Mg, Na, Ca, K, Fe sebagai penyusun bentonit. Logam pilar yang

terikat pada interlayer mempengaruhi kritalinitas dari bentonit, sehingga bentonit

terpilar mempunyai karakter lebih stabil dan ketahanan panas yang lebih baik

dibandingkan bentonit tanpa pilarisasi (Widjaya, 2019).

4.1.6. Hasil Analisis Keasaman dengan TPD-NH3

Analisis bentonit dan bentonit terpilar dengan TPD-NH3 bertujuan untuk

mengetahui keasaman permukaan pada katalis bentonit dan bentonit terpilar. Hasil

karakterisasi keasaman dapat dilihat pada Tabel 8.

Page 67: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

55

Tabel 8. Nilai Keasaman Bentonit dan Bentonit Terpilar

Katalis Keasaman (mmol/g)

Bentonit 0.0225

Al/PILC 0.5295

Zr/PILC 0.5533

Al-Zr/PILC 0.4931

Karakterisasi keasaman bentonit dapat diketahui dengan metode adsopsi-

desorpsi NH3, dimana kuantitas NH3 yang terserap mengindikasikan jumlah

keasaman katalis. NH3 bersifat basa sehingga dapat dijadikan ukuran tingkat

keasaman suatu katalis untuk asam Bronsted. Asam Bronsted akan mengadsorpsi

NH3 membentuk NH4+. Semakin banyak NH

4+ yang terserap oleh katalis

menunjukkan semakin kuat asam katalis dan semakin tinggi juga keaktifannya

(Rahmawati, 2012). Peningkatan keasaman tersebut karena adanya kation H+ yang

menempati situs tukar kation dipermukaan atau adanya dissosiasi air terhidarsi

(Kumar et al., 1995). Keasaman katalis yang meningkat akan menjadikan

selektivitasnya meningkat pula (Dwiatmoko & Rinaldi, 2017).

Tabel 8 menunjukkan keasaman Al/PILC, Zr/PILC, dan Al-Zr/PILC

memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan bentonit. Pengemban satu logam

maupun dua logam dapat meningkatkan keasaman yang cukup signifikan jika

dibandingan bentonit alam aktif. Peningkatan keasaman ini dikarenakan logam-

logam tersebut dapat menyumbangkan orbital kosong yang berfungsi sebagai

asam Lewis (penerima pasangan elektron). Selain itu, karena masih adanya

pengotor-pengotor yang dapat menyumbat pori maupun menutupi permukaan

katalis sehingga basa piridin yang teradsorpsi jumlahnya lebih sedikit. Nilai

keasaman Zr/PILC memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan Al-Zr/PILC, hal

ini mungkin disebabkan oleh distribusi logam Zr yang kurang merata sehingga

Page 68: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

56

membentuk agregat-agregat di permukan bentonit dan menutupi situs aktif dari

Al-Zr. Semakin sedikit jumlah situs aktif pada katalis, maka jumlah NH3 yang

teradsorpsi pada situs aktif juga sedikit sehingga keasaman katalis berkurang

(Trisunaryanti, 2015).

4.2. Analisis Uji Aktivitas Katalis Terhadap Proses Konversi Etanol

Menjadi Gasolin

Katalis Al/PILC, Zr/PILC, dan Al-Zr/PILC diaplikasikan sebanyak 5% ke

dalam uji aktivitas katalisnya terhadap proses konversi etanol menjadi gasolin

menggunakan reaktor batch pada suhu 250 ˚C selama 4 jam. Produk yang

dihasilkan dari proses konversi etanol menjadi gasolin dianalisis menggunakan

GC/FID untuk menentukan komponen senyawa kimia yang terkandung dalam

produk gasolin tersebut juga untuk mengetahui seberapa banyak etanol yang telah

berhasil diubah menjadi gasolin. Hasil konversi dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19. Hasil konversi etanol menjadi gasolin

Keberhasilan senyawa etanol yang telah terkonversi menjadi senyawa

gasolin pada Gambar 19 menunjukkan bahwa katalis Al-Zr/PILC menghasilkan

konversi paling tinggi, yaitu sebesar 90,59% dibandingkan katalis Al/PILC dan

Zr/PILC. Jika dihubungkan dengan hasil analisa SAA yaitu apabila luas

87,95

1,76

90,59

0

20

40

60

80

100

Ko

nve

rsi (

%)

Katalis

Al/PILC

Zr/PILC

Al-Zr/PILC

Page 69: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

57

permukaan spesifik dan volume pori semakin besar, maka etanol yang masuk ke

dalam bentonit untuk bereaksi akan semain banyak pula. Rinaldi & Dwiatmoko

(2011) menyatakan bahwa tingkat keasaman katalis yang tinggi sangat diperlukan

bagi proses konversi etanol menjadi gasolin. Situs asam Bronsted dianggap

sebagai situs aktif yang sangat penting untuk proses konversi etanol menjadi

gasolin (Sun & Wang, 2014).

Dilihat dari hasil analisis keasaman menggunakan TPD-NH3, katalis Al-

Zr/PILC memiliki keasaman cukup baik. Pada hasil FTIR katalis Al-Zr/PILC

menunjukkan adanya situs asam Bronsted yang mengakibatkan Al-Zr/PILC

mampu mengkonversi etanol menjadi gasolin dengan baik. Berbeda dengan

Zr/PILC walaupun memiliki nilai keasaman yang tinggi, namun hasil konversinya

sangat rendah. Hal ini kemungkinkan terjadi karena nilai keasamaan dari Zr/PILC

yang terlalu tinggi atau belum optimal bagi proses konversi etanol menjadi

gasolin.

Hasil analisis GC/FID produk senyawa gasolin yang terbentuk dari hasil

konversi etanol (Lampiran 6) ditentukan masing-masing selektifitasnya yang

dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Selektifitas produk hasil analisis GC/FID etanol menjadi gasolin

No. Produk Selektifitas (%)

Al/PILC Zr/PILC Al-Zr/PILC

1. n-Heptane (C7H16) - - -

2. Cyclohexane (C6H12) 31,01 0,15 92,84

3. Toluene (C7H8) 9,49 2,17 0,66

4. Benzene (C6H6) 40,33 15,67 6,48

6. Fenol (C6H6O) - 5,71 -

7. n-Hexane (C6H14) - - -

Selektifitas Gasolin 80,83 26,98 99,98

Lampiran 6 menunjukkan bahwa senyawa gasolin hasil konversi etanol

menghasilkan komponen produk dengan rentang ikatan hidrokarbon C6 sampai

Page 70: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

58

C10 berupa senyawa parafin dan aromatik. Produk senyawa yang dihasilkan dari

reaksi konversi etanol menjadi gasolin merupakan komponen utama yang

terkandung di dalam gasolin atau bensin komersial.

Logam yang ada di dalam bentonit akan berfungsi sebagai katalis dalam

reaksi konversi etanol menjadi gasolin. Kandungan kation H+

dalam bentonit yang

terpilarisasi akan memutus ikatan –OH pada etanol, kemudian unsur karbon yang

ada pada etanol akan berikatan dengan karbon yang lain dan membentuk rantai

karbon baru yang lebih panjang. Ikatan –OH yang terputus tadi akan berikatan

dengan hidrogen dan membentuk H2O (Widjaya, 2019).Total gasolin pada Tabel

9 menunjukkan selektifitas yang paling tinggi didapatkan dari katalis Al-Zr/PILC

dengan selektifitas sebesar 99,98% dimana selektifitas produk yang paling tinggi

pada senyawa Cyclohexane (C6H12) sebesar 92,84%.

Berdasarkan hasil keseluruhan analisis menggunakan GC/FID diketahui

bahwa katalis Al-Zr/PILC merupakan katalis yang paling baik dalam proses

konversi etanol menjadi gasolin meskipun secara karakteristik katalis Zr/PILC

lebih baik. Hal ini kemungkinan terjadi karena temperatur yang terlalu tinggi juga

akan menghasilkan residu yang dapat menyebabkan katalis kehilangan

kemampuannya untuk mengkatalisis suatu reaksi karena situs aktif tertutup.

Temperatur yang terlalu tinggi juga dapat mengakibatkan situs aktif pada katalis

Zr/PILC berkurang (Trisunaryanti, 2015).

Penggunaan katalis dua logam dapat saling bekerja sama sehingga logam

yang satu dapat membantu meningkatkan kinerja logam aktifnya. Katalis dua

logam juga saling bekerja sama dalam mempercepat reaksi yang diinginkan dan

menekan reaksi yang tidak diinginkan sehingga selektivitasnya lebih tinggi

Page 71: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

59

(Hagen, 2005). Penelitian Widjaya (2019) menggunakan katalis Sn-Cr/Bentonit

dalam proses konversi etanol menjadi gasolin menghasilkan konversi dan

selektivitas lebih tinggi dibandingkan dengan katalis Sn/Bentonit maupun

Cr/Bentonit.

Page 72: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

60

BAB V

PENUTUP

5.1. Simpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah:

1. Berdasarkan hasil karakterisasi, pilarisasi bentonit dengan logam Al, Zr, dan

paduan dua oksida logam Al-Zr menunjukkan adanya peningkatan sifat

fisika dan kimia yang dimiliki oleh katalis, yaitu luas permukaan, volume

pori, stabilitas termal, dan keasaman pada katalis. Katalis Al/PILC,

Zr/PILC, dan Al-Zr/PILC meningkatkan jarak antar lapisan masing-masing

14,03; 21,36; dan 17,88 Å. Luas permukaan 33,9653; 168,8127; dan

150,7409 m2/g. Volume pori 0,096; 0,140; dan 0,148 cm

3/g. Keasaman

dengan jumlah situs asam 0,5295; 0,5533; dan 0,4931 mmol/g.

2. Katalis Al-Zr/PILC pada uji aktivitas katalitik dalam proses konversi etanol

menjadi gasolin menghasilkan konversi dan selektifitas masing-masing

sebesar 90,59% dan 99,98%

5.2. Saran

Diperlukan variasi logam yang lebih banyak pada sintesis katalis bentonit

terpilar untuk mengetahui nilai minimum keasaman dari katalis serta suhu

optimum pada proses konversi etanol menjadi gasolin sehingga didapatkan hasil

yang maksimal.

Page 73: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

61

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M., & Khairurrijal. (2009). Review: Karakterisasi Nanomaterial. Jurnal

Nanosains Dan Nanoteknologi, 2(1), 11–14.

Arkel, A. E. van, & Boer, J. H. de. (1925). Production of Pure Titanium,

Zirconium, Hafnium and Thorium Metal: Zeitschrift für Anorganische und

Allgemeine Chemie. 148(1), 345–350.

ASTM D3663-03. (2015). Standard Test Method for Surface Area of Catalysts

and Catalyst Carriers. ASTM International.

ASTM D4824-03. (2003). Standard Test Method for Determination of Catalyst

Acidity by Ammonia Chemisorption. ASTM International.

ASTM D4926-15. (2015). Standard Test Method for Gamma Alumina Content in

Catalysts and Catalyst Carriers Containing Silica and Alumina by X-ray

Powder Diffraction. ASTM International.

ASTM D7653-18. (2018). Standard Test Method for Determination of Trace

Gaseous Contaminants in Hydrogen Fuel by Fourier Transform Infrared

(FTIR) Spectroscopy.

ASTM E1131-08. (2008). Standard Test Method for Compositional Analysis by

Thermogravimetry. ASTM International.

Barrer, R. M. (1978). Zeolite and Clay Minerals as Sorbent and Molecular Sieves.

Academic Press.

Bassler. (1986). Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik (4th ed.). Erlangga.

Beiser, A. (1992). Konsep Fisika Modern. Penerbit Erlangga.

Campbell, I. M. (1988). Catalyst at Surfaces. Chapman and Hall.

Canizares, P., Valverde, J. L., Kou, M. R. S., & C.B, M. (1999). Synthesis and

Characterization of PILCs with Single and Mixed Oxide Pillar Prepared

from Two Different Bentonites. A Comparative Study: Micro & Meso

Material, 29, 267–281.

Cañizares, P., Valverde, J. L., Sun Kou, M. R., & Molina, C. B. (1999). Synthesis

and Characterization of PILCs with Single and Mixed Oxide Pillars

Prepared From Two Different Bentonites. A Comparative Study.

Microporous and Mesoporous Materials, 29(3), 267–281.

Chester, A. ., & Derouane, E. . (2009). Zeolite Characterization and Catalysis: A

Tutorial. Springer Science & Business Media.

Page 74: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

62

Costa, C., Dzikh, I., Lopes, J. M., Lemos, F., & RIbeiro, F. R. (2000). Activity-

Acidity Relationship in Zeolite ZSM-5. Application of Bronsted-Type

Equations. Journal of Molecular Catalysis A: Chemical, 154(1–2), 193–

201.

Darmawan, A., Suseno, A., Purnomo, S. A., Kimia, L., & Jurusan, A. (2005).

Sintesis Lempung Terpilar Titania. Jurnal Kimia Sains Dan Aplikasi, 8(3),

61–68.

Dewi, D. A. D. N., Simpen, I. N., & Suarsa, I. W. (2020). Synthesis and

Characterization of Photocatalys Fe2O3 Pillared Montmorillonite Doped

TiO2 and Its Application For Rhodamine B Photodegradation Using Visible

Light Irradiation. Journal of Chemistry, 14(1), 82–88.

Dhamayanthie, I., Octaviana, S., & Mulyani, Y. (2016). Analisa Uji Sifat

Penguapan Pada Gasoline. The 2nd Conference on Innovation and

Industrial Applications (CINIA), 274–280.

Djenar, N. S. (2006). Buku Ajar Modul “Kromatografi Gas.” Teknik Kimia

Polban.

Dwiatmoko, A. A., & Rinaldi, N. (2017). Prepasi dan Karakterisasi Katalis Asam

Pada Berbeasis Niobia untuk Produksi Senyawa Glukosa. Jurnal Riset

Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri, 8(2).

Fatimah, I. S., Narsito, & Wijaya, K. (2011). Effect of Aluminium Pillared

Montmorillonite on Its Surface Acidity Properties. ITB J. Sci, 43A, 123–

138.

Fatmawati, R. Y., Wijaya, K., & Tahir, I. (2018). Material CuO/Bentonit Sebagai

Bahan Antibakteri Escherichia Coli Cuo / Bentonite Material As

Antibacterial Agent For Escherichia Coli. Berkala Ilmiah MIPA-UGM,

25(3), 216–223.

Gandjar, I. ., & Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar.

Gil, A., Gandía, L. M., & Vicente, M. A. (2000). Recent Advances in the

Synthesis and Catalytic Applications of Pillared Clays. Catalysis Reviews -

Science and Engineering, 42(1–2), 145–212.

Gonzalez, R. L., Hermes, F., Bertmer, M., Simon, U., & Rodri, E. (2007). The

Acid Properties of H-ZSM-5 as Studied by NH3-TPD and Al-MAS-NMR

Spectroscopy. Journal Applied Catalysis, 328, 174–182.

Gosseau, D. (2009). Introduction to XRF Spectroscopy. http://users.skynet.be/

Page 75: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

63

Haerudin, H., Rinaldi, N., & Fisli, A. (2002). Characterization of Modified

Bentonite Using Aluminum Polycation. Indonesian Journal of Chemistry,

2(3), 173–176.

Hagen, J. (2005). Industrial Catalysis. Wiley‐VCH Verlag GmbH & Co. KGaA.

Hendayana, S. (2006). Kimia Pemisahan Metode Kromatografi dan Elektroforesis

Modern. PT. Remaja Rosdakarya.

Hwang, N., & Barron, A. R. (2011). BET Surface Area Analysis of Nanoparticles.

Connex. Proj., 1–11.

Istiadi, I. (2011). Teknologi Katalis Untuk Konversi Energi: Fundamental dan

Aplikasi. Graha Ilmu.

Johansson, R., Hruby, S. L., Rass-Hansen, J., & Christensen, C. H. (2008). The

Hydrocarbon Pool in Ethanol-to-Gasoline over HZSM-5 Catalysts. Springer

Science, 127, 1–6.

Katdare, S. P., & Ramaswamy, A. V. (1999). Factors Affecting The Preparation

of Alumina Pillared Montmorillonite Employing Utrasonics. Journal

Microporous and Mesoporous Material, 37, 329–336.

Kloprogge, J. T., Evans, R., Hickey, L., & Frost, R. L. (2002). Characterisation

and Al-pillaring of smectites from Miles, Queensland (Australia). Applied

Clay Science, 20(4–5), 157–163.

Kroschwitz, J. (1990). Polymer Characterization and Analysis. John Wiley &

Sons Inc.

Kumar, P., Jasra, R. V, & Bhat, T. S. G. (1995). Evolution of Porosity and Surface

Acidity in Montmorillonite Clay on Acid Activation. Industrial &

Engineering Chemistry Research, 34(4), 1440–1448.

Kusumaningtyas, N. W. (2011). Proses Esterifikasi Transesterifikasi In Situ

Minyak Sawit dalam Tanah Pemucat BEkas untuk Proses Produksi

BIodiesel. Institut Pertanian Bogor.

Lestari, S. (2002). Preparasi Lempung Terpilar sebagai Katalis. Universitas

Gajah Mada.

Logsdon, J. R. (1994). Ethanol dalam Kirk-Othmer Encyclopedia of Chemical

Technology (J. I. Kroschwitz & M. H. Grant (eds.); 4th ed., Vol. 9). John

Wiley & Sons Inc.

Machfud, M. (2017). Pengaruh Waktu Interaksi Bentonit Teraktivasi Terhadap

Daya Serap Iodium. 1, 1–8.

Page 76: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

64

Masuda, T., Fujikata, Y., Ikeda, H., Matsushita, S., & Hashimoto, K. (1997). A

Method for Calculating the Activation Energy Distribution for Desorption

of Ammonia Using a TPD Spectrum Obtained Under Desorption Control

Conditions. Applied Catalysis A: General, 162(1–2), 29–40.

McMahon, G. (2007). Analytical Instrumentation - A Guide to Laboratory,

Portable and Miniaturised Instruments. John Wiley & Sons Inc.

Naderi, M. (2015). Surface Area: Brunauer–Emmett–Teller (BET). In Progress in

Filtration and Separation (pp. 586, 590). Surface Measurement Systems,

Ltd.

Nasikin, M., & Susanto, B. H. (2010). Katalis Heterogen. Universitas Indonesia.

Nastiti, M. G. (2006). Uji Kemurnian Etanol Berdasarkan Kandungan Kadar Air

dan Kadar Pengotor. Akademi Analis Kimia.

Nugrahaningtyas, K., Widjonarko, D., & Daryani, Y. (2016). Kajian Aktivasi

H2SO4 Terhadap Proses Pemilaran Al2O3 Pada Lempung Alam Pacitan.

Jurnal Penelitian Kimia, 12(2), 190–204.

Ojanperä, I., & Rasanen, I. (2008). Handbook of Analytical Separations. In

Forensic Screening by Gas Chromatography (pp. 403–424). Elsevier

Scientific Publ. Co.

Okoye, I. P., & Obi, C. (2011). Synthesis and Characterization of Titanium

Pillared Bentonite Clay Mineral. International Archive of Applied Sciences

and Technology, 2(2), 84–89.

Othmer, K. (1964). Enchyclopedia of Chemical Technoogy. John Wiley & Sons

Inc.

Petrucci, R. H., Harwood, W. S., Herring, F. G., & Madura, J. D. (2008). Kimia

Dasar: Prinsip-Prinsip dan Aplikasi Modern. Penerbit Erlangga.

Rahmawati, E. (2012). Pengaruh Suhu Terhadap Distribusi Produk Hidrokarbon

dan Pembentukan Kokas dari Hasil Reaksi Aseton Menggunakan katalis

HZSM-5 Pada Rentang (275°C-350°C). In Skripsi. Universitas Indonesia.

Ramasamy, K. K., & Wang, Y. (2013). Catalyst Activity Comparison of Alcohols

over Zeolites. Journal of Energy Chemistry, 22(1), 65–71.

Rinaldi, N., & Dwiatmoko, A. A. (2011). Studi Awal Pada Preparasi Katalis

Berbasis Lempung Untuk Reaksi Etanol Menjadi Gasoline (ETG). PP

Kimia - LIPI.

Rinaldi, N., & Kristiani, A. (2017). Physicochemical of pillared clays prepared by

several metal oxides. AIP Conference Proceedings, 1823(November).

Page 77: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

65

Ritonga, P. S. (2015). Kajian XRD dan IR Lempung Terpilar-Fe Pada Penjernihan

Minyak Daun Cengkeh. Prosiding Seminar Rapat Tahunan, 339–348.

Road, V., & Madison. (2001). Introduction to Fourier Transform Infrared

Spectrometry. Thermo Nicolet Corporation.

Rohman, A. (2014). Spektroskopi Inframerah dan Kemometrika untuk Analisis

Farmasi. Pustaka Pelajar.

Rosyid, M., Nawangsih, E., & Dewinta. (2012). Perbaikan Surface Are Analyzer

Nova-1000 (Alat Penganalisis Luas Permukaan Serbuk). Seminar Penelitian

Dan Pengelolaan Perangkat Nuklir, 467–471.

Roziqin, M., & Wahyuni, T. (2007). Perilaku Material Amorf Gelas Metalik Biner

dan Tersier Berbasis Zirkonium terhadap Laju Korosi. Jurnal PKM, 1–9.

Ruslan, Hardi, J., & Mirzan, M. (2017). Sintesis dan Karakterisasi Katalis

Lempung Terpilar Zirkonia Tersulfatasi Sebagai Katalis Perengkah.

Seminar Nasional Kimia UNY.

Sajima, Nuraini, E., & Handayani, A. (2006). Pembuatan ZrO2 dengan

Pengendapan Larutan Stripping Secara Catu dari Berbagai Keasaman dan

Volume. Seminar Nasional II SDM Teknologi Nuklir Sekolah Tinggi

Teknologi Nuklir, 69–75.

Sastrohamidjojo. (1991). Kromatografi Edisi II. Gadjah Mada University Press.

Schubert, U. (2002). Synthesis Inorganic Materials. Willey-VCH.

Sebayang, F. (2006). Pembuatan Etanol dari Molase secara Fermentasi

Menggunakan Sel Saccharomyces cerivisiae yang Terimobilisasi pada

Kalsium Alginat. Jurnal Teknologi Proses, 5(2), 75–80.

Sekewael, S. J. (2008). Karakterisasi Sifat Fisikokimia Komposit Besi Oksida-

Montmorilonit Hasil Interkalasi Silikat Lempung Montmorilonit. J

Indonesia Chimical Acta, 1(1), 24–32.

Selli, E., & Forni, L. (1999). Comparison between the surface acidity of solid

catalysts determined by TPD and FTIR analysis of pre-adsorbed pyridine.

Microporous and Mesoporous Materials, 31(1–2), 129–140.

Setiabudi, A., Hardian, R., & Mudzakir, A. (2012). Karakterisasi Material:

Prinsip dan Aplikasinya dalam Penelitian Kimia. UPI PRESS.

Setiabudi, A., Hardian, R., & Muzakir, A. (2012). Karakterisasi Material: Prinsip

dan Aplikasinya dalam Penelitian Kimia. UPI PRESS.

Page 78: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

66

Setiawan, D., & Suciati, F. O. I. (2017). Sintesis dan Karakterisasi Zirkonium

Dioksida Untuk Digunakan Sebagai Matrik Kolom Generator Radioisotop

113Sn -113MIN. 41–48.

Siregar, S. H., & Irma, W. (2016). Sintesis Dan Perbandingan Struktur, Tekstur

Bentonit Alam dan Bentonit Teraktivasi Asam. Photon: Jurnal Sain Dan

Kesehatan, 7(01), 137–140.

Stevens, M. P. (2001). Kimia Polimer (1st ed.). Pradnya Paramita.

Stuart, B. H. (2004). Infrared Spectroscopy: Fundamentals and Applications.

John Wiley & Sons Inc.

Sugiyarto, K. H., & Suyanti, R. D. (2010). Kimia Anorganik Logam. Graha Ilmu.

Sukandarrumidi. (2004). Bahan Galian Industri. Gadjah Mada University Press.

Sun, J., & Wang, Y. (2014). Recent Advances in Catalytic Conversion of Ethanol

to Chemicals. ACS Catalysis, 4(4), 1078–1090.

Supeno, M. (2009). Bentonit Terpilar dan Aplikasi. USU Press.

Surdia, T., & Saito, S. (1999). Pengetahuan Bahan Teknik (4th ed.). PT. Pradnya

Paramita.

Syamsuddin, Y., & Husin, H. (2010). Pembuatan Katalis Padat ZrO2/Al2O3

untuk Produksi Biodiesel dari Minyak Jarak. Jurnal Rekayasa Kimia &

Lingkungan, 7(3), 112–117.

Sychev, M., Shubina, T., Rozwadowski, M., Sommen, A. P. B., Beer, V. H. J. D.,

& Santen, R. A. V. (2000). Characterization of microporosity of chromia-

and titania-pillared montmorillonites differing in pillardensity: I. Adsorption

of nitrogen. Journal Microporous and Mesoporous Material, 37, 187–200.

Syuhada, Wijaya, R., Jayatin, & Rohman, S. (2009). Modifikasi Bentonit ( Clay )

menjadi Organoclay dengan Penambahan Surfaktan. J. Nano Saintek, 2(1),

48–51.

Tedji, N. A., & Solnaldo, J. (2015). Pemisahan Campuran Etanol–Oktanol – Air

dengan Proses Distilasi dalam Structured Packing dan Dehidrasi

Menggunakan Molecular Sieve dan Bio – Based Adsorbent Untuk Produksi

Etanol Food Grade. Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Thomas, S., Thomas, R., Zachariah, A. ., & Mishra, R. . (2017). Thermal and

Rheological Measurement Techniques for Nanomaterials Characterization.

Elsivier Publishing.

Page 79: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

67

Trisunaryanti, W. (2015). Material Katalis dan Karakternya. Gadjah Mada

University Press.

Vahidshad, Y., Abdizadeh, H., Baharvandi, H. ., & Baseri, M. . (2008). Effects of

Calcinations Temperature on The Structure of CuO-ZrO2 Nanoparticles.

International Journal of Modern Physics B. World Scientific Publishing

Company, 22, 3201–3209.

Wahyuningsih, P., Wijaya, K., & Trisunaryanti, W. (2014). Pengaruh Perlakuan

Temperatur pada Sintesis Bentonit Terpilar Al2O3 terhadap Karakternya

dan Aplikasinya Sebagai Katalis dalam Reaksi Esterifikasi. Jurnal Ilmiah

Jurutera, 1(2), 24–28.

West, A. R. (1992). Solid State Chemistry and Its Applications. John Wiley &

Sons Inc.

Widi, R. K. (2018). Pemanfaatan Material Anorganik. In Journal of Chemical

Information and Modeling.

Widjaya, R. R. (2019). Pengembangan Katalis Berbasis Tanah Liat dengan

Metode Pilarisasi Timah dan Kromium untuk Proses Konversi Bioethanol

Menjadi Biogasolin. In Disertasi. Universitas Indonesia.

Widjaya, R. R., Juwono, A. L., & Rinaldi, N. (2019). Development Tin-

Chromium Pillared in Bentonite as Catalyst for Ethanol to Gasoline

Conversion. Asian Journal of Applied Sciences, 07(04), 425–434.

Widjaya, R. R., Soegijono, B., & Rinaldi, N. (2012). Characterization of

Cr/Bentonite and HZSM-5 Zeolite as Catalysts for Ethanol Conversion to

Biogasoline. MAKARA of Science Series, 16(1), 65–70.

Wijaya, K. I., & Mudasir. (2003). Sintesis dan Karakterisasi Montmorillonite

Terpilar Serta Aplikasinya sebagai Fotokatalisis. Universitas Gajah Mada.

Williard, H. H., Merit, J. A. D., & F. A, S. (1988). Instrumental Methods of

Analysis. Wadsworth Pub. Co.

Wogo, H. E., Segu, J. O., & Ola, P. D. (2011). Sintesis Silika Gel Termobilisasi

Dithizon Melalui Proses Sol-Gel. Sains Dan Terapan Kimia, 5(11), 84–95.

Yang, R. T. (2003). Adsorbents Fundamental and Applications. John Wiley &

Sons Inc.

Zulkarnaen, W. S., & Marmer, D. H. (1990). Pengkajian Pengolahan dan

Pemanfaatan Bentonit dari Kecamatan Pule, Kabupaten Trenggalek,

Provinsi Jawa Timur sebagai Bahan Penyerap dan Bahan Lumpur Bor.

Bulletin PPTM, 12(6), 9–12.

Page 80: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

68

LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan preparasi katalis

No. Parameter Al/PILC Zr/PILC Al-Zr/PILC

1. OH-/rasio logam

molar

2 2 2

2. Logam pilar/rasio

bentonit (mmol/g)

10 4,3 10

3. Larutan logam AlCl3 0,1 M ZrOCr2 0,2 M AlCl3 0,1 M

ZrOcl2 0,2 M

4. Larutan NaOH 0,2 M 0,2 M 0,2 M

5. Basis bentonit (g) 5 5 5

(Cañizares et al., 1999).

1. Perhitungan preparasi katalis Al/PILC

Dik: Basis bentonit = 5 gram

OH-/Al = 2

Logam pilar/rasio bentonit = 60 mmol/g

Perhitungan Pembuatan Larutan Polikation Al

a. Al3+

(mmol) =

Al3+

(mmol) =

Al3+

(mmol) = 50 mmol

Al3+

(mol) = 0,05 mol

b. Massa AlCl3 (g) = mol Al3+ Mr AlCl3

Massa AlCl3 (g) = 0,05 mol 133,34 g/mol

Massa AlCl3 (g) = 6,667 g

c. Volume H2O =

=

= 500 mL

Perhitungan Pembuatan Larutan NaOH

a. OH-/Al = 2

OH- = 2 Al (mol)

Page 81: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

69

OH- = 2 0,05 mol

OH- = 0,1 mol

b. Massa NaOH = mol NaOH Mr NaOH

Massa NaOH = 0,1 mol 40 g/mol

Massa NaOH = 4 g

c. Volume H2O =

=

= 500 mL

2. Perhitungan preparasi katalis Zr/PILC

Dik: Basis bentonit = 5 gram

OH-/Zr = 0,45

Logam pilar/rasio bentonit = 4,3 mmol/g

Perhitungan Pembuatan Larutan Polikation Zr

a. Zr4+

(mmol) =

Zr4+

(mmol) =

Zr4+

(mmol) = 21,5 mmol

Zr4+

(mol) = 0,0215 mol

b. Massa ZrOCl2.8H2O (g) = mol Zr4+ Mr ZrOCl2.8H2O

Massa ZrOCl2.8H2O (g) = 0,0215 mol 322,25 g/mol

Massa ZrOCl2.8H2O (g) = 6,928375 g

c. Volume H2O =

=

= 107,5 mL

Perhitungan Pembuatan Larutan NaOH

a. OH-/Zr = 0,45

OH- = 0,45 Zr (mol)

OH- = 0,45 0,0215 mol

Page 82: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

70

OH- = 0,009675 mol

b. Massa NaOH = mol NaOH Mr NaOH

Massa NaOH = 0,009675 mol 40 g/mol

Massa NaOH = 0,388 g

c. Volume H2O =

=

= 48,5 mL

3. Perhitungan preparasi katalis Al-Zr/PILC

Dik: Basis bentonit = 5 gram

OH-/Al = OH

-/Zr = 10

Perhitungan Pembuatan Larutan Polikation Al

a. Al3+

(mmol) =

Al3+

(mmol) =

Al3+

(mmol) = 50 mmol

Al3+

(mol) = 0,05 mol

b. Massa AlCl3 (g) = mol Al3+ Mr AlCl3

Massa AlCl3 (g) = 0,05 mol 133,34 g/mol

Massa AlCl3 (g) = 6,667 g

c. Volume H2O =

=

= 500 mL

Perhitungan Pembuatan Larutan Polikation Zr

a. Rasio mmol Al : Zr = 1 :1

Zr4+

(mmol) = 50 mol

Zr4+

(mol) = 0,05 mol

b. Massa ZrOCl2.8H2O (g) = mol Zr4+ Mr ZrOCl2.8H2O

Massa ZrOCl2.8H2O (g) = 0,05 mol 322,25 g/mol

Page 83: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

71

Massa ZrOCl2.8H2O (g) = 16,1125 g

c. Volume H2O =

=

= 250 mL

Perhitungan Pembuatan Larutan NaOH

a. OH-/Al = OH

-/Zr = 2

OH- = 2 Zr (mol)

OH- = 2 0,05 mol

OH- = 0,1 mol

b. Massa NaOH = mol NaOH Mr NaOH

Massa NaOH = 0,1 mol 40 g/mol

Massa NaOH = 4 g

c. Volume H2O =

=

= 500 mL

Lampiran 2. Perhitungan jarak antarlapis (interlayer) dengan XRD

a. Katalis Bentonit

Dik : 2θ = 7,014575˚, θ = 3,50728727˚

n λ = 2 d sinθ

1 1,541874 Å = 2 d sin3,50728727˚

1,541874 Å = d 0,12235

d =

d = 12,60 Å

b. Katalis Al/PILC

Dik : 2θ = 5,25649878˚, θ = 2,62824939˚

n λ = 2 d sinθ

1 1,541874 Å = 2 d x sin2,62824939˚

Page 84: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

72

1,541874 Å = d 0,091711

d =

d = 16,81 Å

c. Katalis Zr/PILC

Dik : 2θ = 4,00685818˚, θ = 2,00342909˚

n λ = 2 d sinθ

1 1,541874 Å = 2 d sin2,00342909˚

1,541874 Å = d 0,069918

d =

d = 22,05 Å

d. Katalis Al-Zr/PILC

Dik : 2θ = 5,48469402˚, θ = 2,74234701˚

n λ = 2 d sinθ

1 1,541874 Å = 2 d sin2,74234701˚

1,541874 Å = d 0,095689

d =

d = 16,11 Å

Page 85: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

73

Lampiran 3. Hasil analisis isoterm adsorpsi dan desorpsi katalis dengan SAA

0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

220

240

260

Qu

an

tity

Ad

sorb

ed

(cm

³/g

ST

P)

Relative Pressure (P/Po)

Al-Zr/PILC Adsorpsi

Zr/PILC Adsorpsi

Al/PILC Adsorpsi

Bentonit Adsopsi

0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

220

240

260

Qu

an

tity

Ad

sorb

ed

(cm

³/g

ST

P)

Relative Pressure (P/Po)

Al-Zr/PILC Desorpsi

Zr/PILC Desorpsi

Al/PILC Desorpsi

Bentonit Desorpsi

Page 86: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

74

Lampiran 4. Hasil analisis katalis dengan TGA

a. Katalis Bentonit

Dekomposisi termal total = (7,6515 + 1,35716 + 10,05804)%

= 19,0667%

b. Katalis Al/PILC

Dekomposisi termal total = (14,9668 + 6,65174 + 9,7469)%

= 31,36544%

Page 87: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

75

c. Katalis Zr/PILC

Dekomposisi termal total = (15,9828 + 2,45132 + 1,80794)%

= 20,24206%

d. Katalis Al-Zr/PILC

Dekomposisi termal total = (21,7172 + 11,0165 + 5,37613)%

= 38,10983%

Page 88: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

76

Lampiran 5. Hasil analisis katalis dengan TPD-NH3

1. Data kalibrasi

Area Volume mixed gas

(mL)

Volume 5% NH3

(mL)

mol NH3

(mol)

mol NH3

(mmol)

0,0144 0,2 0,01 4,4615E-07 0,000446

0,0268 0,4 0,02 8,92301E-07 0,000892

0,0399 0,6 0,03 1,33845E-06 0,001338

0,0538 0,8 0,04 1,7846E-06 0,001785

0,0683 1 0,05 2,23075E-06 0,002231

Dik: R (L.atm/K.mol) = 0,082057338

P (atm) = 1

T (°K) = 273,15

Volume NH3 (mL) = volume gas

n (mol) =

Volume NH3 (mL) = 0,2 mL 5% = 0,01 mL

n =

= 4,4615E-07

mol = 0,000446 mmol

y = 0,033x R² = 0,999

0,0000

0,0005

0,0010

0,0015

0,0020

0,0025

0 0,02 0,04 0,06 0,08

mo

l NH

3 (

mm

ol)

Luas Area

Page 89: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

77

2. Perhitungan keasaman katalis

Dik: mmol NH3 = 0,033 Luas Area

Keasaman =

No. Katalis Berat Sampel

(g)

Luas Area

Analisa

mol NH3

(mmol)

Keasaman

(mmol/g)

1. Bentonit 0,0289 0,0196 0,0006491 0,0225

2. Al/PILC 0,0347 0,55682 0,01837506 0,5295

3. Zr/PILC 0,0346 0,58014 0,01914462 0,5533

4. Al-Zr/PILC 0,038 0,56786 0,01873938 0,4931

a. Katalis Bentonit

mmol NH3 = 0,033 mmol 0,0196 = 0,0006491 mmol

Keasaman =

= 0,0225 mmol/g

b. Katalis Al/PILC

mmol NH3 = 0,033 mmol 0,0347 = 0,01837506 mmol

Keasaman =

= 0,5295 mmol/g

c. Katalis Zr/PILC

mmol NH3 = 0,033 mmol 0,1256 = 0,01914462mmol

Keasaman =

= 0,5533 mmol/g

d. Katalis Al-Zr/PILC

mmol NH3 = 0,033 mmol 0,1580 = 0,01873938 mmol

Keasaman =

= 0,4931 mmol/g

Page 90: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

78

Lampiran 6. Hasil analisis uji aktivitas katalis dengan GC/FID

1. Data kromatogram dan peak table produk

a. Standar Etanol

b. Katalis Al/PILC

Page 91: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

79

c. Katalis Zr/PILC

Page 92: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

80

d. Katalis Al-Zr/PILC

2. Perhitungan konversi, selektifitas, dan yield pada produk hasil konversi

etanol menjadi gasolin

Perhitungan Konversi Etanol Menjadi Gasolin

a. Katalis Al/PILC

Konversi (%) =

Konversi (%) =

= 87,95%

Page 93: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

81

b. Katalis Zr/PILC

Konversi (%) =

Konversi (%) =

= 1,76%

c. Katalis Al-Zr/PILC

Konversi (%) =

Konversi (%) =

= 90,59%

Tabel hasil analisis GC/FID produk reaksi etanol menjadi gasolin

Senyawa

Al/PILC Zr/PILC Al-Zr/PILC

Waktu

Retensi Area

Waktu

Retensi Area

Waktu

Retensi Area

Cyclohexane 3,175 162,8083 3,128 1,7895 3,066 8955,82910

Toluene 3,987 49,7998 3,349 25,8025 3,360 64,39561

Benzene 4,082 211,6997 4,002 186,4902 4,087 625,94550

1-Butanol - - 6,831 99,7440 - -

n-Decane 8,577 132,1385

1-Hexanol - - 9,168 213,9223 - -

Isopentane - - 10,878 317,2685 - -

Phenol - - 16,012 67,9272 - -

Total Area 524,9361 1045,0827 9646,17

Perhitungan Selektifitas Produk

Selektifitas Produk (%) =

∑ (4)

Selektifitas Gasolin (%) = ∑

∑ (5)

a. Katalis Al/PILC

Cyclohexane =

= 31,01%

Toluene =

= 9,49%

Benzene =

= 40,33%

Selektifitas Gasolin (%) =

= 80,83%

Page 94: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

82

b. Katalis Zr/PILC

Cyclohexane =

= 0,17%

Toluene =

= 2,47%

Benzene =

= 17,84%

1-Butanol =

= 9,54%

n-Decane =

= 12,64%

1-Hexanol =

= 20,47%

Chloroethane =

= 13,84%

Isopentane =

= 30,36%

Phenol =

= 6,50%

Selektifitas Gasolin (%) =

= 26,98%

c. Katalis Al-Zr/PILC

Cyclohexane =

= 92,84%

Toluene =

= 0,66%

Benzene =

= 6,48%

Selektifitas Gasolin (%) =

= 99,98%

Page 95: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

83

Lampiran 7. Perbedaan warna Bentonit, Al/PILC, Zr/PILC, dan Al-Zr/PILC

Bentonit Al/PILC

Zr/PILC Al-Zr/PILC

Lampiran 8. Hasil reaksi konversi etanol menjadi gasolin

Page 96: DESSY RAMADHANIATI-FST.pdf - Repository UIN Jakarta

84

Kiri ke kanan: Al/PILC, Zr/PILC, Al-Zr/PILC