BAB IPENDAHULUAN
A. Latar BelakangEra globalisasi ditandai dengan derasnya arus
informasi, teknologi yang semakin maju, dan persaingan global yang
sangat ketat. Adanya persaingan global ini menuntut perusahaan
untuk dapat menjaga kelangsungan hidup perusahaan. Kelangsungan
hidup perusahaan dapat dicapai melalui pertumbuhan dan
profitabilitas perusahaan. Dengan kata lain, kelangsungan hidup
perusahaan juga ditentukan oleh strategi perusahaan dalam mengelola
perusahaannya. Salah satu strategi yang dapat diimplementasikan
oleh perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya adalah
dengan cara meningkatkan kualitas produk dan pelayanan, mengurangi
biaya produksi, dan meningkatkan produktivitas. Persaingan global
juga menuntut perusahaan untuk melakukan diversifikasi produk yang
didasarkan pada selera konsumen atau para pemakai produk
perusahaan. Sementara, perusahaan yang memproduksi produk yang
beragam juga akan memiliki sumber daya atau faktor-faktor produksi
yang beragam. Bervariasinya sumber daya yang digunakan oleh
perusahaan tentunya harus dikelola dengan baik. Perusahaan harus
menggunakan sumber daya produksi secara efektif dan efisien
ketimbang perusahaan lain. Tingkat efisiensi sumber daya yang
digunakan perusahaan dalam memproduksi suatu produk dapat diukur.
Salah satu pengukuran efisiensi sumber daya tercermin dari adanya
perhitungan biaya produksi yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam
memproduksi suatu produk. Perhitungan biaya produksi yang akurat
mampu memperlihatkan tingkat efisiensi dan efektifitas pembebanan
biaya produksi pada suatu produk.
Terkadang perusahaan tidak mempedulikan perhitungan biaya
produksi yang akurat sehingga perusahaan tersebut tidak mampu
bersaing dengan perusahan yang lainnya. Perusahaan hanya
membebankan biaya produksi pada produk dengan sistem tradisional
atau dengan pemerataan biaya produksi pada unit produk yang
dihasilkan. Sementara produk yang dihasilkan tidak mengonsumsi
sumber daya dalam jumlah yang sama. Pemerataan biaya produksi yang
dilakukan oleh perusahaan akan mengakibatkan adanya distorsi biaya
atau kelebihan atau kekurangan biaya pada produk. Perusahaan yang
memproduksi produk yang seolah-olah kekurangan biaya produksi,
namun pada dasarnya perusahaan tersebut mengalai kerugian dalam
penjualannya. Sementara, kelebihan biaya produksi pada suatu produk
akan meningkatkan harga jual produk yang nantinya akan berimplikasi
pada hilangnya daya beli dan minat konsumen. Dengan demikian,
pemerataan dalam pembebanan biaya tidak dapat memberikan informasi
biaya yang akurat bagi manajemen. Untuk mendapatkan informasi yang
akurat dalam pembebanan biaya, perusahaan dapat menggunakan sistem
Activity Based Costing (ABC) yang menghitung setiap biaya pada
masing-masing aktivitas dengan dasar alokasi yang berbeda untuk
masing-masing aktivitas.B. Rumusan Masalah1. Bagaimanakah
Pembebanan BOP pada Sistem ABC dan Sistem Tradisional ?
2. Bagaimanakan Contoh Kasus Pembebanan BOP pada Sistem ABC dan
Sistem Tradisional ?
C. TujuanPenyusunanan makalah ini diharapkan dapat memperluas
cakrawala dan pemahaman para mahasiswa dan masyarakat mengenai
pembebanan BOP dengan Activity Based Costing System atau sistem
ABC. Selain hal tersebut, penulis berharap masyarakat atau
manajemen dalam perusahaan dapat mengimplementasikan sistem ABC
pada pembebanan biaya overhead pabrik atas usaha yang mereka
miliki. BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi ABC
Metode ABC merupakan salah satu metode kontemporer yang
diperlukan manajemen modern untuk meningkatkan kualitas dan output,
menghilangkan waktu aktivitas yang tidak menambah nilai,
mengefisienkan biaya, dan meningkatkan kontrol terhadap kinerja
perusahaan. Jika dikaitkan dengan penentuan harga pokok per unit,
maka dengan metode ABC akan dihasilkan perhitungan yang lebih
akurat, karena metode ini dapat mengidentifikasi secara teliti
aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh manusia, mesin dan
peralatan dalam menghasilkan suatu produk maupun jasa. Selain,
pengertian tersebut, perhitungan biaya berdasarkan aktivitas
(activity-based costing-ABC) merupakan metode untuk menentukan
biaya yang akurat. Sementara ABC merupakan inovasi yang relatif
baru dalam akuntansi biaya. ABC dapat digunakan dengan cepat oleh
perusahaan yang bergerak dalam bidang industri dan dalam organisasi
pemerintahan dan nirlaba. Dengan kata lain, ABC dapat dikatakan
sebuah sistem pembebanan biaya yang lahir dari sistem tradisional
dan memperbaiki sistem tersebut sehingga dapat menghasilkan
informasi biaya yang lebih akurat dan teliti. Walaupun ABC
dipandang sebagai sistem yang lebih baik daripada sistem
tradisional, hal tersebut tidak menjadikan sistem ABC menjadi
sistem yang sesuai untuk berbagai jenis perusahaan. B. Biaya Total
dan Biaya Per Unit
Biaya merupakan pengorbanan sumber-sumber ekonomi yang sudah
terjadi atau yang akan terjadi yang dinyatakan dalam satuan uang
untuk tujuan tertentu. Bagi manajemen, informasi biaya dapat
digunakan untuk dapat menentukan biaya, pembuatan keputusan,
perencanaan produksi, pengendalian produksi, dan pelaporan pada
pihak luar.
Informasi biaya tersebut disajikan dalam bentuk biaya total dan
biaya per unit. Biaya total merupakan seluruh biaya yang dibebankan
untuk obyek biaya tertentu. Obyek biaya adalah suatu aktivitas
dimana biaya-biaya ditambahkan. Ada empat jenis obyek biaya yaitu
suatu produk atau kelompok produk yang memiliki hubungan, jasa,
departemen (teknik, dan sumber daya manusia), dan proyek, misalnya
: penelitian, promosi pemasaran atau usaha jasa.
Cost objek atau obyek biaya adalah produk, jasa atau unit
organisasi dimana biaya dibebankan untuk beberapa tujuan manajemen.
Cost objek atau obyek biaya memiliki konsep yang luas, meliputi
kelompok produk, jasa, depertemen, pelanggan, supplier, provider
jasa telepon, dan lain-lain. Cost objek atau obyek biaya memberikan
manfaat informasi yang relatif kecil jika jumlah unit yang
diperbandingkan berbeda-beda antara obyek tertentu dengan obyek
lainnya. Untuk obyek biaya yang sama perbandingan tersebut dapat
dilakukan dari waktu-ke-waktu, atau antara relisasi dengan standar
atau anggaran, atau antara suatu organisasi dengan pihak luar.
Informasi biaya manajemen akan lebih lengkap dengan adanya biaya
per unit yaitu biaya total obyek biaya tertentu dibagi jumlah
denominator keluaran yang dihasilkannya. Agar biaya per unit dapat
dihitung dengan teliti, diperlukan satuan ukuran keluaran obyek
biaya tertentu. Informasi mengenai biaya total dan biaya per unit
digunakan oleh perusahaan untuk meraih tujuan dihasilkannya
informasi biaya. Untuk dapat membuat informasi biaya manajemen
harus melakukan pengumpulan data biaya dan mengolahnya menjadi
informasi biaya yang dipengaruhi oleh sistem pengumpulan biaya
(periodik dibanding perpetual), metode biaya (proses dibanding
pesanan), sistem biaya (sesungguhnya, normal, dan standar), metode
penentuan biaya (full costing dibanding variabel costing).
1. Sistem Periodik dan Sistem Perpetual
Sistem pengumpulan biaya periodik merupakan sistem pengumpulan
biaya yang dilakukan dalam akhir periode tertentu yang biasanya
dilakukan melalui jurnal penyelesaian. Sistem pengumpulan biaya
periodik biasanya digunakan oleh perusahaan yang relatif kecil.
Sistem pengumpulan biaya perpetul merupakan sistem pengumulan biaya
yang dilakukan secara terus menerus, yaitu setiap kali terjadi
transakasi sehingga dapat disajikan informasi biaya secara
berkelanjutan.
2. Metode Pesanan dan Metode Proses
Terdapat dua metode yang dapat digunakan secara ekstrim dalam
perhitungan biaya total dan biaya per unit dihubungkan dengan tipe
proses pemanufakturan, yaitu:
a. Metode biaya pesanan, yaitu penentuan biaya produk berdasarka
produk tunggal (batch) yang diproduksi secara spesifikasi yang
diinginkan oleh konsumen tertentu. Sehingga perusahaan yang
menggunakan sistem pesanan maka produksi produk akan berlangsung
sesuai pesanan atau permintaan konsumen. Misalnya pada perusahaan
percetakan dan galangan kapal.
b. Metode biaya proses, merupakan penentuan biaya produk
berdasarkan produksi masal atau produksi produk yang berkelanjutan.
Perusahaan yang menggunakan metode ini disebut produsen masal,
misalnya perusahaan penyulingan minyak, perusahaan tas, dll.3.
Sistem Biaya Sesungguhnya, Normal, dan Standar
Sistem biaya sesungguhnya atau sistem biaya historis atau sistem
biaya aktual merupakan sistem pembebanan biaya pada obyek biaya
tertentu sebesar biaya sesungguhnya yang digunakan oleh obyek biaya
tersebut.
Sistem biaya normal merupakan sistem pembebanan biaya pada obyek
biaya tertentu sebesar biaya sesungguhnya untuk biaya bahan baku,
biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik sebesar
biaya sesungguhnya.
Sistem biaya standar merupakan sistem pembebanan biaya pada
obyek biaya tertentu sebesar biaya seharusnya untuk obyek biaya
yang bersangkutan.
4. Metode Full Costing dan Variabel Costing
Full costing atau absorption costing merupakan metode penentuan
biaya yang memasukkan biaya yang memasukkan semua biaya produksi
variabel dan biaya produksi tetap kedalam harga produk pokok.
Elemen-elemen full costing, yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja langsung, biaya overhead pabrik variabel, dan biaya tenaga
kerja langsung
Metode penentuan biaya variabel atau variable costing atau
marginal costing atau direct costing merupakan metode penentuan
biaya yang hanya memasukkan produksi variabel ke dalam harga pokok
produksi. Elemen biaya produksi metode penentuan biaya variabel,
yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya
overhead pabrik variabelC. Ketelitian Pembebanan Biaya
Keakuratan biaya merupakan bagian yang terpenting bagi para
pemakai informasi biaya. Keakuratan biaya bukanlah merupakan
kebenaran biaya, melainkan konsep relatif yang didasarkan atas
kelogisan dan kepantasan metode yang digunakan dalam pembebanan
biaya. Keakuratan biaya digunakan untuk mengukur dan membebankan
biaya sumber-sumber yang dikonsumsi oleh obyek biaya. Pembebanan
biaya yang tidak memiliki tingkat keakuratan akan mengalami
distorsi biaya atau pembebanan biaya yang terlalu tinggi (overrun /
overstated) atau terlalu rendah (underrun / understated). Jika
terjadi distorsi biaya maka akan terjadi kesalahan pada penentuan
biaya, pembuatan keutusan, perencanaan, dan pengendalian.
Jika biaya dihubungkan dengan obyek biaya, maka biaya dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu:
1. Biaya Langsung
Biaya langsung adalah biaya yang dapat secara mudah dan akurat
dilacak pada obyek biaya tertentu. Mudah dilacak berarti biaya
dapat dibebankan dengan cara yang alayak secara ekonomis. Sedangkan
akurat dilacak adalah biaya dapat dibebankan dengan mendasarkan
pada hubungan sebab dan akibat.
2. Biaya Tidak LangsungBiaya tidak langsung merupakan biaya yang
tidak mudah dan tidak dapat akurat dilacak pada obyek biaya
tertentu
Sementara berdasarkan sifat hubungan antara biaya dengan obyek
biaya, pembebanan biaya dapat dilakukan dengan menggunakan tiga
mtode pembebanan. Ketiga metode tersebut, adalah :
a. Pelacakan Langsung
Pelacakan langsung adalah proses pengidentifikasian dan
pembebanan biaya yang dapat dihubungkan secara khusus atau secara
fisik dengan suatu dan pada obyek biaya tertentu. Palacakan
langsung biasa dilakukan terhadap biaya langsung dengan melalui
pengamatan fisik. Jika perusahaan yang memproduksi suatu produk
memerlukan bahan baku, tenaga kerja langsung, listrik, setup,
perekayasaan proses, depresiasi mesin dan bangunan, serta biaya
perawatan bangunan, maka biaya langsung yang dapat diobservasi
adalah bahan baku dan tenaga kerja langsung. Semua biaya tampak
dapat dibebankan pada obyek biaya dengan pelacakan langsung pada
obyek tersebut. Namun, kenyataanya obeservasi secara fisik mengenai
jumlah sumber-sumber yang dikonsumsi oleh obyek biaya tidak mungkin
dilakukan karena tida praktis. Dengan demikian, perlu dilakukan
pelacakan driver atau bahkan alokasi.b. Pelacakan DriverPelacakan
driver dilakukan jika pelacakan langsung tidak dapat dilakukan.
Pelacakan driver mendasarkan pada faktor sebab dan akibat. Driver
merupakan faktor-faktor yang menyebabkan perubahan dalam penggunaan
sumber, pengunaan aktivitas, biaya, dan pendapatan. Jadi, pelacakan
driver adalah penggunaan driver-driver biaya untuk membebankan
biaya pada obyek-obyek biaya. Pelacakan driver memiliki kelemahan
yaitu kekurangtelitian ketimbang pelacakan langsung. Namun, jika
hubungan sebab dan akibat dapat dideterminasi dengan baik maka akan
timbul keakuratan. Untuk melacak biaya pada obyek biaya-biaya
digunakan dua tipe driver, yaitu:
1) Driver-driver sumberDriver sumber adalah ukuran-ukuran
permintaan sumber-sumber oleh aktivitas-aktivitas dan digunakan
untuk membebankan biaya sumber-sumber pada aktivitas-aktivitas.
Jika perusahaan yang memproduksi suatu produk memerlukan bahan
baku, tenaga kerja langsung, listrik, setup, perekayasaan proses,
depresiasi mesin dan bangunan, serta biaya perawatan bangunan, maka
biaya langsung yang dapat diobservasi adalah bahan baku dan tenaga
kerja langsung. Sedangkan biaya listrik, setup, perekayasaan
proses, depresiasi mesin dan bangunan, serta biaya perawatan
bangunan adalah biaya yang dapat dilacak dengan menggunakan
pelacakan driver berdasarkan hubungan sebab-akibat. 2)
Driver-driver aktivitas
Driver aktivitas adalah ukuran-ukuran permintaan
aktivitas-aktivitas oleh obyek-obyek biaya dan digunakan untuk
membebankan baya aktivitas pada obyek biaya
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pelacakan driver merupakan
core dari sistem ABC. Hal ini terjadi karena sistem merupakan sitem
yang membebankan pada obyek biaya melalui dua tahap, yaitu dengan
melacak aktivitas pada biaya, dan melacak biaya aktivitas-aktivitas
pada obyek biaya dengan menggunakan pelacakan driver.c. Alokasi
Alokasi adalah cara pembebanan biaya tidak langsung pada
obyek-obyek biaya. Alokasi biaya tidak langsung ditentukan dengan
berdasarkan atas asumsi keterkaitan atau konveniensi atau
arbitrasi. Hal ini terjadi kerana dalam biaya tidak langsung tidak
memiliki hubungan sebab dan akibat. Contoh dari biaya tidak
langsung terhadap produk adalah biaya depresiasi bangunan,
pemeliharaan bangunan, dan biaya keamanan.D. Sistem Biaya
Tradisional
Sistem biaya tradisional berbeda dengan sistem ABC. Hal yang
membedakan adalah dalam sistem biaya tradisional, biaya produk
hanya berasal dari biaya langsung atau biaya produksi atau dapat
pula dikatakan biaya unit. Sedangkan sistem ABC membebankan
biaya-biaya baik langsung ataupun tidak langsung dalam pembentukan
rangkaian nilai. Dalam sistem tradisional, terdapat tiga elemen
dalam pembentukan biaya produk yaitu: (1) biaya bahan baku (BBB),
(2) biaya tenaga kerja langsung (BTKL), dan (3) biaya overhead
pabrik (BOP). BBB dan BTKL merupakan biaya langsung sehingga tidak
akan memunculkan masalah pembebanan pada produk. Pembebanan BBB dan
BTKL dapat dilakukan secara akurat menggunakan pelacakan langsung
atau pelacakan driver. Namun, beda halnya dengan pembebanan BOP
yang akan memunculkan masalah. Hal tersebut dikarenakan BOP tidak
mempunyai hubungan masukan-keluaran yang dapat diamati secara
langsung. Oleh karena itu, penelusuran driver dan alokasi dapat
didasarkan untuk pembebanan BOP.
Sistem tradisional hanya menggunakan driver-driver aktivitas
berlevel unit dalam pembebanan BOP pada produknya. Definisi
driver-driver aktivitas berlevel unit adalah faktor-faktor yang
menyebabkan perubahan biaya sesuai dengan perubahan unit produk
yang diproduksi. Contoh driver-driver berlevel unit misalnya: (1)
unit yang diproduksi, (2) persentase dari BBB, (3) persentasr dari
BTKL, (4) jam kerja langsung, dan (5) jam mesin.
Penggunaan driver berlevel unit memerlukan prediksi level
keluaran aktivitas yang digunakan sebagai ukuran- ukuran driver.
Level keluaran aktivitas dapat digolongkan ke dalam: (1) level
aktivitas yang diharapkan, (2) level aktivitas normal, (3) level
aktivitas praktis, dan (4) level aktivitas teoritis. Level
aktivitas diharapkan adalah keluaran aktivitas perusahaan yang
diharapkan untuk dicapai dalam satu tahun yang akan datang. Level
aktivitas normal adalah keluaran aktivitas rata-rata satu tahun
menurut pengalaman perusahaan selama jangka waktu panjang. Level
kapasitas praktis adalah keluaran aktivitas maksimum yang dapat
direalisasi jika segala sesuatu beroperasi secara efisien. Level
aktivitas teroritis adalah keluaran aktivitas maksimum secara
absolut yang dapat direalisasi jika segala sesuatu beroperasi
secara sempurna. Aktivitas praktis adalah kapasitas teoritis
dikurangi hambatan-hambatan internal yang tidak dapat dihindari.
Aktivitas normal adalah kapasitas teoritis dikurangi
hambatan-hambatan internal dan eksternal yang tidak dapat
dihindari, atau sebesar aktivitas praktis dikurangi
hambatan-hambatan eksternal yang tidak dapat dihindari. Pembebanan
BOP berdasar driver aktivitas berlevel unit dapat menggunakan: (1)
tarif tunggal, dan (2) tarif departemental.
Contoh:
PT Indojaya menghasilkan dua jenis produk yaitu A dan B. Produk
diolah melalui dua departemen yaitu Departemen 1 dan Departemen 2.
Data produksi dan biaya untuk bulan Januari 200x adalah sebagai
berikut:KeteranganProduk AProduk BJumlah
Jumlah produk 4.000 1.000 5.000
BBB Departemen 1Rp400.000Rp100.000Rp500.000
BTKL
Departemen 1Rp80.000 10.000 90.000
Departemen 2 120.000 40.000 160.000
Jumlah BTKLRp200.000Rp50.000Rp250.000
BOP:Dep 1Dep 2Jumlah
UnitRp150.000 100.000 250.000
Batch 600.000 400.000 1.000.000
Penopang Produk 500.000 300.000 800.000
Penopang Fasilitas 600.000 600.000 1.200.000
Jumlah BOPRp1.850.000Rp1.400.000Rp3.250.000
Konsumsi AktivitasProduk AProduk BJumlah
Jam Kerja Langsung (JKL)
Departemen 1 8.000 1.000 9.000
Departemen 1 12.000 4.000 16.000
Jumlah JKL 20.000 5.000 25.000
Jam Mesin (JM)
Departemen 1 8.000 2.000 10.000
Departemen 2 2.000 500 2.500
Jumlah Jam Mesin 10.000 2.500 12.500
Batch (Setup)151025
Produksi Berjalan202040
Luas Lantai Fasilitas (m2)4.0002.000 6.000
Diminta:
1. Jika perusahaan menggunakan tarif tunggal BOP, hitunglah:
a. Tarif BOP berdasar jam kerja langsung.
b. Pembebanan BOP pada setiap unit produk.
c. Biaya total dan biaya per unit setiap unit produk.
2. Jika perusahaan menggunakan tarif departemental BOP,
hitunglah:
a. Tarif BOP Departemen 1 berdasar jam mesin dan tarif BOP
Departemen 2 berdasar jam kerja langsung.
b. Biaya total dan biaya per unit setiap unit produk.
Penyelesaian:
1. Penggunaan Tarif Tunggal BOP
a. Penentuan tarif BOP berdasar jam kerja langsung
= Jumlah BOP : Jam kerja langsung = Rp3.250.000,00 : 25.000 =
Rp130 per JKL
b. Pembebanan BOP pada produk:
Produk A = 20000XRp130 =Rp2.600.000
Produk B =5000XRp130 = 650.000
Jumlah BOP dibebankanRp3.250.000
c. Penentuan biaya total dan biaya per unit:
Produk AProduk B
Biaya bahan bakuRp400.000Rp100.000
Biaya tenaga kerja langsung 200.000 50.000
Biaya overhead pabrik 2.600.000 650.000
Biaya totalRp3.200.000Rp800.000
Jumlah unit produk 4.000 1.000
Biaya per unitRp800Rp800
2. Penggunaan Tarif Departemental BOP
a. Penentuan tarif departemental BOP:
Tarif Dep 1 = Dep 1 : JM Dep 1 = Rp1.850.000 : 10.000 JM = Rp185
per JM
Tarif Dep 2 = BOP Dep 2 : JKL Dep 2 = Rp1.400.000 : 16.000 JKL =
Rp87,50 per JKL b. Pembebanan BOP pada produk
Produk AProduk B
Departemen 1
A = 8.000 x Rp185 =Rp1.480.000
B = 2.000 x Rp185 =Rp370.000
Departemen 2
A = 12.000 x Rp87,50 =Rp1.050.000
B = 4.000 x Rp 87,50 =Rp350.000
Jumlah BOP dibebankanRp2.530.000Rp720.000
c. Penentuan biaya total dan biaya per unit:
Produk AProduk B
Biaya bahan bakuRp400.000Rp100.000
Biaya tenaga kerja langsung 200.000 50.000
Biaya overhead pabrik 2.530.000 Rp720.000
Biaya totalRp3.130.000Rp870.000
Jumlah unit produk 4.000 1.000
Biaya per unitRp782,50Rp870,00
E. Kelemahan Sistem Biaya Tradisional
Sistem biaya tradisional berdasarkan tarif tunggal BOP dan tarif
departemental BOP hanya cocok dalam lingkungan pemanufakturan
tradisional dan persaingan level domestik. Namun, sistem biaya
tradisional menimbulkan distorsi biaya jika digunakan dalam
lingkungan pemanufakturan maju dan persaingan level global. Dalam
lingkungan pemanufakturan maju dan persaingan global, setidaknya
ada tiga faktor yang menyebabkan sistem biaya tradisional tidak
mampu membebankan BOP secara teliti pada produk yaitu:
1. Produk yang dihasilkan beberapa jenis
Jika perusahaan menghasilkan beberapa jenis produk dengan
menggunakan fasilitas yang sama, maka BOP merupakan biaya bersama
untuk seluruh produk yang dihasilkan. Kondisi ini mengharuskan
manajemen untuk mengidentifikasikan jumlah BOP yang ditimbulkan
atau dikonsumsi oleh masing-masing jenis produk.
2. BOP berlevel nonunit jumlahnya relatif besar
Dengan sistem biaya tradisional yang mendasarkan tarif tunggal
BOP dan tarif departemental BOP hanya cocok jika sebagian besar BOP
didominasi oleh BOP berlevel unit. Sementara dalam lingkungan
pemanufakturan maju pada umumnya BOP berlevel nonunit jumlahnya
besar, sehingga pemakaian sistem tradisional untuk kondisi ini
menimbulkan distorsi biaya.
3. Diversitas produk-produk relatif tinggi.
Diversitas produk adalah beberapa jenis produk yang dihasilkan
oleh suatu perusahaan yang mengkonsumsi aktivitas-aktivitas
overhead dalam proporsi yang berbeda-beda. Produk megkonsumsi
aktivitas-aktivitas yang berbeda disebabkan oleh perbedaan ukuran
produk, kerumitan produk, waktu setel, ukuran batch, desain dan
perekayasaan. Perbedaan-perdaan ini mencerminkan rasio konsumsi.
Rasio konsumsi adalah proporsi setiap aktivitas yang dikonsumsi
oleh suatu produk.
Ketiga faktor inilah yang mengharuskan manajemen untuk mengganti
sistem biaya tradisional dengan sistem ABC.
F. Deskripsi Sistem ABCSistem ABC dan sistem tradisional
merupakan sistem yang terdiri atas dua tahap. Namun, penentuan
biaya dalam kedua sistem tersebut berbeda. Pada tahap pertama,
sistem ABC melacak biaya pada berbagai aktivitas, sementara sistem
tradisional tidak melacak biaya pada aktivitas melainkan melacak ke
unit organisasi, misalnya departemen-departemen dalam pabrik. Pada
tahap kedua, sistem ABC dan sistem tradisonal melacak biaya ke
berbagai produk. Pelacakan ke berbagai produk yang dilakukan oleh
sistem ABC dan sistem tradisional memiliki perbedaan. Perbedaan
tersebut terletak pada prinsip perhitungan kedua metode tersebut
dengan menggunakan cost driver. Cost driver yang digunakan oleh
sistem ABC lebih banyak jumlahnya ketimbang cost driver yang
digunakan oleh sistem tradisional. Sistem tradisional biasanya
hanya menggunakan satu atau beberapa cost driver berdasarkan unit.
Implikasi atas banyaknya cost driver yang digunakan oleh sistem ABC
adalah munculnya ketelitian dalam pembebanan biaya dan ketersediaan
informasi mengenai biaya pada berbagai aktivitas sehingga mampu
membantu manajemen memfokuskan dirinya dalam menangkap peluang
untuk melakukan penghematan biaya. Penghematan biaya dapat
dilakukan dengan cara menyederhanakan aktivitas, melaksanakan
aktivitas yang lebih efisien, dan meniadakan aktivitas yang tidak
memiliki nilai tambah.
1. Prosedur Tahap Pertama
Prosedur pada tahap pertama dalam mementukan harga pokok
berdasarkan aktivitas terdiri atas:
a. Penggolongan Berbagai AktivitasProsedur awal dalam tahap
pertama adalah melakukan penggolongan berbagai aktivitas. Aktivitas
merupakan pekerjaan yang dilakukan dalam suatu organisasi. Pada
tahap ini, berbagai aktivitas diklasifikasikan ke dalam berbagai
kelompok aktivitas yang memiliki hubungan fisik yang jelas serta
pengklasifikasian aktivitas ini mudah ditentukan.
b. Pengasosiasian Biaya dengan Aktivitas
Setelah dilakukan klasifikasi aktivitas pada berbagai kelompok
aktivitas, tahap selanjutnya adalah mengasosiasikan atau
menghubungkan biaya dengan aktivitas berdasarkan pelacakan langsung
dan sumber-sumber driver.
c. Penentuan Kelompok-kelompok Biaya Homogen
Tahap ketiga setelah pengasosiasian dengan aktivitas adalah
penentuan kelompok-kelompok biaya homogen. Kelompok-kelompok biaya
homogen (homogeneous cost pool) adalah sekumpulan biaya overhead
yang terhubungkan secara logis dengan tugas-tugas yang dilaksanakan
dan berbagai macam biaya tersebut dapat diterangkan oleh cost
driver tunggal. Dengan demikian, aktivitas yang dapat dimasukkan
dalam kelompok-kelompok biaya homogen adalah aktivitas yang dapat
dihubungkan secara logis dan semua produkya memiliki rasio konsumsi
yang sama. Rasio konsumsi ini mencerminkan eksistensi yang dimiliki
oleh cost driver. d. Penentuan Tarif Kelompok
Tahapan pertama yang terakhir adalah penentuan tarif kelompok.
Penentuan tarif kelompok dilakukan setelah kelompok-kelombok biaya
homogen ditentukan. Tarif kelompok (pool rate) adalah tarif biaya
overhead per unit cost driver yang dihitung untuk suatu kelompok
aktivitas. Tarif kelompok dapat dihitung dengan cara pembagian
total biaya overhead untuk kelompok aktivitas tertentu terhadap
dasar pengukur aktivitas tersebut.2. Prosedur Tahap Kedua
Pada tahap kedua, sistem ABC melacak setiap kelompok aktivitas
pada berbagai jenis produk. Pelacakan ini dilakukan dengan
menggunakan tarif kelompok yang dikonsumsi oleh setiap produk.
Pembebanan BOP pada produk dapat dirumuskan sebagai berikut:
3. Contoh Penetuan Biaya Sistem ABC
Implementasi pembebanan BOP sistem ABC melalui prosedur tahap
pertama dan kedua dilakukan oleh PT Indojaya. Berikut adalah
langkah-langkah yang dilakukan oleh perusahaan tersebut dalam
mengaplikasikan pembebanan BOP:
a. Penetuan Tarif BOP
Berdasarkan data yang dimiliki oleh PT Indojaya, aktivitas yang
dilakukan oleh perusahaan tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam
empat aktivitas yaitu aktivitas berlevel unit, aktivitas berlevel
batch, aktivitas berlevel produk, dan aktivitas berlevel fasilitas.
Tarif BOP per kelompok aktivitas dapat dihitung dengan cara:
Driver yang digunakan oleh aktivitas berlevel unit adalah dengan
menggunakan jam mesin (JM). Sedangkan driver yang digunakan oleh
aktivitas berlevel batch adalah dengan menggunakan jumlah batch.
Driver yang digunakan oleh aktivitas berlevel produk adalah dengan
menggunakan produksi berjalan (PB). Sedangkan untuk aktivitas
berlevel fasilitas didasarkan pada luas lantai fasilitas (LL).
Implementasi atas rumus penentuan tarif BOP per kelompok
aktivitas yang dilakukan oleh PT Indojaya adalah sebagai berikut:PT
Indojaya
Tarif BOP Sistem ABC
Januari 200x
BOP BerlevelJumlah BOPDriver BiayaTarif BOP
Unit Rp 250.000 12.500 JM Rp 20 per JM
Batch1.000.00025 kali set up Rp 40.000 per setup
Produk800.00040 kali PB Rp 20.000 per PB
Fasilitas1.200.0006.000 m2 LL Rp 200 per m2 LL
b. Pembebanan BOP pada Produk
Pembebanan BOP pada produk dapat dihitung dengan cara mengalikan
tarif BOP per kelompok aktivitas tertentu dengan driver biaya yang
dikonsumsi oleh produk. Pembebanan BOP pada produk yang berlevel
unit dapat digunakan pelacakan langsung . Sedangkan untuk produk
yang berlevel batch penopang produk dapat digunakan pelacakan
driver. Sementara pembebanan BOP pada produk yang berlevel penopang
aktivitas dapat digunakan alokasi yang didasarkan pada kebijakan
yang dibuat oleh manajemen, misalnya pengalokasian BOP sebesar 2:1.
Dengan demikian, pembebanan BOP pada produk PT Indojaya adalah
sebagai berikut:PT Indojaya
Pembebanan BOP Sistem ABC
Januari 200x
BOP BerlevelProduk AProduk BJumlah
Unit =
Rp 20 x 10.000 = Rp 200.000
Rp 20 x 2.500 = Rp 50.000 Rp 250.000
Batch =
Rp 40.000 x 15 = Rp 600.000
Rp 40.000 x 10 = Rp 400.000 Rp 1.000.000
Produk =
Rp 20.000 x 20 = Rp 400.000
Rp 20.000 x 20 = Rp 400.000 Rp 800.000
Fasilitas =
Rp 200 x 6.000 x 2/3 = Rp 800.000
Rp 200 x 6.000 x 1/3 = Rp 400.000 Rp 1.200.000
Jumlah Rp2.000.000 Rp 1.250.000 Rp 3.250.000
c. Penentuan Biaya Total dan Biaya Per Unit
Tahap ketiga dalam sistem ABC setelah penentuan BOP pada produk
adalah penentuan biaya total dan biaya per unit setiap jenis
produk. Berikut adalah penentuan biaya total dan biaya per unit
untuk setiap jenis produk milik PT Indojaya:
PT Indojaya
Penentuan Biaya Produk Sistem ABC
Januari 200x
Elemen BiayaProduk AProduk BJumlah
BBB Rp 400.000 Rp 100.000 Rp 500.000
BTKL Rp 200.000 Rp 50.000 Rp 250.000
BOP Rp2.000.000 Rp 1.250.000 Rp 3.250.000
Biaya Total Rp2.600.000 Rp 1.400.000 Rp 4.000.000
Jumlah Unit4.0001.000
Biaya Per Unit Rp 650 Rp 1.400
Perusahaan manufaktur yang maju yang membebanan BOP nya dengan
sistem ABC akan memiliki ketelitian biaya ketimbang pembebanan
dengan sistem tradisional. Berikut adalah komparasi pembananan
biaya dengan sistem tradisional dan sistem ABC:
PT Indojaya
Perbandingan Biaya Produk Sistem Tradisional dan ABC
Januari 200x
Sistem BiayaProduk AProduk B
Sistem Tradisional
Tatif Tunggal :
Biaya Total Rp 3.200.000 Rp 800.000
Biaya Per Unit Rp 800 Rp 800
Tarif Departemenal :
Biaya Total Rp 3.130.000 Rp 870.000
Biaya Per Unit Rp 783 Rp 870
Sistem ABC
Biaya Total Rp 2.600.000 Rp 1.400.000
Biaya Per Unit Rp 650 Rp 1.400
G. Identifikasi dan Pengelolaan Aktivitas Dalam sistem ABC telah
dijelaskan bahwa untuk menggunakan sistem ABC harus melalui dua
tahapan yaitu tahap pertama yang terdiri atas: pengidentifikasian
aktivitas, pengasosiasian biaya dengan aktivitas, pengelompokan
aktivitas-aktivitas homogin menjadi kelompok biaya, dan penentuan
tarif BOP per kelompok aktivitas. Sedangkan pada tahap kedua yaitu
pembebanan BOP pada produk didasarkan pada tarif BOP per kelompok
aktivitas sesuai dengan aktivitas-aktitivitas yang dikonsumsi oleh
suatu produk. Untuk menentukan tarif BOP untuk setiap kelompok,
manajemen harus dapat melakukan identifikasi dan mengelompokkan
aktivitas-aktivitas sehingga pembebanan biaya dapat dilakukan
secara teliti dan setiap jenis produk disusun dengan baik dalam
laporan rugi-laba. Perusahaan dalam membuat daftar aktivitasnya
dapat dilakukan dengan berbagai macam cara seperti di bawah ini
:
1. Top-down approach. Beberapa perusahaan menggunakan sebuah tim
ABC yang berada di level middle-management ataupun diatasnya.
manfaat utama penggunaan metoda ini adalah perusahaan dapat membuat
suatu draf aktivitas dengan cepat dan murah. Sebuah perusahaan yang
memproduksi banyak macam produk menggunakan metoda ini untuk
mengembangkan draf aktivitasnya pada banyak macam operasinya.
Sebuah unit bisnis dari American Express mengembangkan sebuah
variasi unutk metoda ini dengan memodifikasi draf aktivitas yang
sudah ada berdasarkan pengalaman bertahun-tahun dengan setiap
proses unit bisnis.
2. Interview or participative approach. Pendekatan ini
berdasarkan pencantuman cara kerja pegawai dan/atau mewawancarai
mereka. Misalnya, tim ABC PMI (salah satu perusahaan yang kegiatan
usahanya adalah membuat barang-barang dari plastik) mewawancarai
personalia bagian produksi untuk mengidentifikasi dan memahami
aktivitas-aktivitas yang dilakukan unutk membuat suatu produk
perusahaan. Pendekatan ini akan menghasilkan draf aktivitas yang
lebih akurat daripada top-down approach. Hal ini disebabkan
orang-orang yang melakukan pekerjaannya biasanya lebih tahu
mengenai pekerjaannya daripada para supervisor.
3. Recycling approach. Menggunakan kembali dokumentasi
proses-proses yang telah dikembangkan untuk tujuan lain adalah
mungkin. Misalnya, banyak perusahaan yang telah memiliki sertifikat
ISO 9000, yang mewajibkan dokumentasi keseluruhan proses-proses
dari kegiatan perusahaan. Berikut pembahasan mengenai identifikasi
aktivitas, pengggolongan aktivitas dan laporan rugi-laba sistem
ABC.
a. Identifikasi Aktivitas
Sistem ABC berfokus pada aktivitas-aktivitas. Oleh karena itu,
pada tahap yang pertama dalam merancang sistem ABC yaitu dengan
melakukan identifikasi aktivitas. Aktivitas itu sendiri adalah
tindakan atau pekerjaan yang dilakukan. Sedangkan
pengidentifikasian aktivitas adalah proses pengamatan dan mendaftar
pekerjaan atau tindakan-tindakan yang dilakukan dalam organisasi
yang melibatkan konsumsi sumber-sumber. Biasanya,
aktivitas-aktivitas dalam organisasi yaitu untuk memberikan
kepuasan bagi kebutuhan-kebutuhan konsumen.
Setelah aktivitas-aktivitas selesai diidentifikasi, kemudian
aktivitas-aktivitas tersebut didaftar dalam sebuah dokumen yang
disebut daftar aktivitas. Setelah daftar aktivitas selesai disusun,
kemudian ditentukan aktribut-atribut aktivitas yang akan digunakan
untuk menjelaskan dan mengelompokkan aktivitas-aktivitas. Atribut
aktivitas adalah unsur-unsur informasi keuangan dan nonkeuangan
yang menjelaskan aktivitas-aktivitas secara individual. Jika
bertujuan untuk menentukan biaya produk maka atribut-atribut yang
digunakan adalah yang menggambarkan aktivitas-aktivitas yang
dikonsumsi oleh produk tersebut. Sedangkan jika bertujuan untuk
melakukan penilaian kinerja maka atribut-atribut yang digunakan
adalah mutu dan efisiensi.CONTOH DAFTAR AKTIVITAS
NONAMA AKTIVITAS
1. Pemesanan bahan
2.Penerimaan bahan
3.Pengujian produk
4.Pen setupan Batch
5.Pengumpulan data perekayasaan
6.Pemindahan bahan
7.Pembuatan dan perakitan komponen
8.Penyediaan utilitas
9.Penyediaan ruangan
10.Pengepakan produk
11.Pengiriman produk
12.Pembayaran utang
b. Penggolongan Aktivitas
Aktivitas dalam sistem ABC dapat digolongkan yang terdiri dari:
penggolongan level aktivitas, dan penggolongan driver aktivitas.
Berdasarkan levelnya, aktivitas-aktivitas dapat digolongkan dari
berbagai level, yaitu:
1) Aktivitas-aktivitas Berlevel Unit
Aktivitas berlevel unit adalah aktivitas yang dilakukan setiap
satu unit produk tersebut diproduksi. Besar dan kecilnya aktivitas
pada level ini dipengaruhi oleh jumlah unit produk yang akan
diproduksi. Contohnya, tenaga kerja langsung, jam mesin, dan jam
listrik (energi) dipakai setiap waktu ketika satu unit tersebut
akan diproduksi. Sedangkan bahan baku dan tenaga kerja langsung
juga dimasukkan kedalam kelompok aktivitas berlevel unit, akan
tetapi tidak termasuk kedalam BOP. Pada aktivitas ini, biaya
listrik dan biaya operasi mesin masuk kedalam biaya overhead,
sedangkan biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung masuk
kedalam kelompok biaya aktivitas berlevel unit, akan tetapi tidak
masuk dalam overhead.
2) Aktivitas-aktivitas Berlevel Batch
Aktivitas berlevel batch adalah aktivitas yang dilakukan setiap
suatu batch produk diproduksi, besar dan kecilnya aktivitas pada
level ini dipengaruhi oleh jumlah batch yang akan diproduksi.
Berikut adalah contoh aktivitas yang termasuk kedalam kelompok
batch yaitu aktivitas setup, aktivitas penjadwalan produksi,
aktivitas pengelolaan bahan (fluktuasi bahan dan order pembelian),
dan aktivitas inspeksi. Biaya yang disebabkan oleh aktivitas
berlevel batch disebut sebagai biaya aktivitas berlevel batch.
Sebagai contoh biaya aktivitas setup, biaya penjadwalan produksi,
biaya pengelolaan bahan (fluktuasi bahan dan order pembelian), dan
biaya inspeksi.
3) Aktivitas-aktivitas Berlevel Produk
Aktivitas berlevel produk atau dapat disebut juga aktivitas
penopang produk yaitu aktivitas yang dilakukan sebagai pendukung
perusahaan dalam memproduksi berbagai jenis produknya. Aktivitas
ini mengkonsumsi input untuk kemudian dilakukan pengembangan produk
atau memperkirakan kemungkinan untuk produk tersebut akan
diproduksi dan kemudian dijual. Aktivitas pada level ini dapat
ditelusuri pada produk secara individual, akan tetapi dalam
mengkonsumsi sumber-sumber tidak dipengaruhi oleh jumlah produk
(level unit) atau batch produk yang diproduksi. Dalam aktivitas
ini, terdapat berbagai contoh yang termasuk kedalam kelompok
berlevel produk, yaitu aktivitas penelitian dan pengembangan
produk, perekayasaan proses, spesifikasi produk, perubahan
perekayasaan, dan peningkatan produk. Aktivitas-aktivitas berlevel
produk menimbulkan biaya yang disebut dengan biaya aktivitas
berlevel produk. Sebagai contohnya adalah biaya penelitian dan
pengembangan produk, biaya perekayasaan proses, biaya spesifikasi
produk, biaya perubahan perekeyasaan, dan peningkatan produk.4)
Aktivitas-aktivitas Berlevel Fasilitas
Aktivitas berlevel aktivitas atau aktivitas penopang fasilitas
adalah aktivitas yang bertujuan untuk menopang proses manufaktur
secara umum yang dibutuhkan untuk memberikan fasilitas atau
kapasitas pabrik dalam hal proses produksi akan tetapi banyak atau
sedikitnya tidak berkaitan dengan volume atau bauran produk yang
akan diproduksi. Aktivitas pada level ini dimanfaatkan untuk
berbagai jenis produk yang berbeda secara bersamaan. Sebagai
contohnya yaitu manajemen pabrik, pemeliharaan bangunan, keamanan,
pertamanan, peneranangan pabrik, kebersihan, pajak bumi dan
bangunan (PBB), serta depresiasi pabrik. Aktivitas pada level ini
juga menimbulkan biaya yang disebut dengan biaya aktivitas berlevel
fasilitas. Contohnya yaitu biaya manajemen pabrik, biaya
pemeliharaan bangunan, biaya keamanan, biaya pertamanan, biaya
penerangan pabrik, kebersihan, biaya pajak bumi dan bangunan (PBB),
serta biaya depresiasi pabrik.
Pada keempat level aktivitas diatas dapat dikelompokkan menjadi
dua dalam driver aktivitas, yaitu driver aktivitas yang dapat
diukur konsumsinya untuk setiap jenis produk secara individual dan
driver aktivitas yang tidak dapat diukur konsumsinya untuk setiap
jenis produk secara individual. Yang temasuk dalam kelompok pertama
yaitu aktivitas berlevel unit, aktivitas berlevel batch, dan
aktivitas berlevel produk. Sedangkan yang termasuk dalam kelompok
yang kedua adalah aktivitas berlevel fasilitas. Dalam hal ini,
aktivitas-aktivitas yang masuk kedalam golongan pertama dapat
menggunakan pembebanan biaya kepada produk melalui penelusuran
langsung (berlevel unit), dan penulusuran driver (berlevel batch
dan berlevel produk). Pada driver aktivitas yang masuk dalam
kelompok yang kedua, tidak dapat melakukan pembebanan biaya produk
secara langsung, akan tetapi dengan cara didasarkan pada alokasi
secara arbitrer atau kebijakan manajemen misalnya mendasarkan pada
luas lantai atau luas ruangan.Dalam sumber lain, aktivitas juga
dapat digolongkan berdasarkan customer level activities atau
aktivitas beradasarkan level pembeli atau pelanggan. Customer level
activities memiliki berbagai bentuk, diantaranya meliputi dukungan
teknis yang membantu katalog, dan pembuatan merk untuk suatu produk
pembeli. Dengan demikian, aktivitas berlevel customer ini
mendasarkan aktivitasnya pada pesanan pelanggan.c. Laporan
Rugi-Laba Sistem ABC
Dalam hal ini, sistem ABC dapat melakukan pembebanan biaya
secara akurat terhadap setiap jenis produk sehingga manajemen dapat
memiliki gambaran tentang tingkat keuntungan setiap jenis produk
dengan lebih baik dan akurat. Penggunaan sistem ABC dapat
memungkinkan perusahaan untuk menyusun laporan rugi-laba
berdasarkan konsep full costing maupun konsep variable costing.
Apabila laporan rugi-laba didasarkan pada konsep full costing, maka
aktivitas-aktivitas dikelompokkan berdasar levelnya, yaitu berlevel
unit, berlevel batch, berlevel produk, dan berlevel fasilitas. Akan
tetapi, jika berdasarkan pada konsep variable costing, maka biaya
berdasarkan level aktivitas perlu dikelompokkan lagi kedalam biaya
variabel dan biaya tetap berdasarkan pada level aktivitas.Laporan
Rugi-Laba Sistem ABC
Berdasarkan Full Costing
Pendapatan = Harga jual per unit x Jumlah unit terjual =
Rpxx
Biaya-Biaya Terlacak:
Berlevel Unit Rpxx
Berlevel Batch xx
Berlevel Produk xx
Jumlah Biaya Terlacak xx -
Laba Terlacak Rpxx
Biaya-Biaya Teralokasi:
Berlevel Fasilitas xx -
Laba Bruto Rpxx
H. Manfaat dan Sistem Biaya Sistem ABC yang digunakan oleh
perusahaan memiliki beberapa manfaat, diantaranya adalah menentukan
biaya produk secara lebih akurat, meningkatkan mutu pembuatan
keputusan, menyempurnakan perencanaan strategis, dan meningkatkan
kemampuan yang lebih baik untuk mengelola aktivitas-aktivitas
melalui penyempurnaan berkesinambungan. Perusahaan tidak akan
mendapatkan manfaat tersebut sebelum perusahaan mengeluarkan
biaya-biaya. Dengan demikian, perusahaan harus menganalisis biaya
dan manfaat atas penerapan ABC. Sebelum mengimplemetasikan sistem
ABC perusahaan harus memahami dan mempelajari kondisi-kondisi yang
mendasari penerapan sistem tersebut.
1. Perusahaan menghasilkan beberapa jenis produk
Perusahaan yang menghasilakan tidak lebih dari satu jenis produk
tidak memelukan sistem ABC karena tidak timbul masalah keakuratan
pembebanan biaya. 2. Biaya-biaya berbasis Nonunit signifikan
Kondisi atau syarat kedua penerapan sistem ABC adalah biaya
berbasis nonunit harus merupakan presentase signifikan dari BOP.
Jika biya-biaya berbasis nonunit jumlahnya kecil, maka sistem abc
belum diperlukan sehingga perusahaan masih dapat menggunakan sistem
biaya tradisional.
3. Diversitas produk
Diversitas produk mengakibatkan rasio-rasio konsumsi antara
aktivitas-aktivitas berbasis unit dan nonunit yang berbeda-beda.
Jika dalam satu perusahaan mempunyai diversitas produk maka
diperlukan penerapan sistem ABC. Namun, jika beberbagai jenis
produk menggunakan aktivitas-aktivitas berbasis unit dan nonunit
dengan rasio yang relatif sama, berarti di versitas produk relatif
rendah sehingga tidak ada masalah jika digunakan sisitem biaya
tradisional.
Dalam memutuskan apakah perusahaan akan menggunakan sistem ABC
atau tidak, menejeman harus menafsirkan trade-off antara manfaat
dan biaya sistem ABC. Manfaat sistem ABC adalah ketelitian
pembebanan biaya sehingga semakain teliti pemebebanan biaya berarti
semakain rendah biaya kesalahan. Untuk menerapkan sistem ABC
diperukan biaya pengukuran. Semakain teliti pembebanan biaya
semakin berarti semakin besar biaya pengukuran
Biaya kesalahan adalah biaya-biaya yang berkaitan dengan
pembuatan keputusan yang buruk yang berdasarkan atas biaya produk
yang tidak teliti. Biaya pengukuran adalah biaya-biaya yang
berkaitan dengan pengukuran-pengukuran yang diperlukan oleh sistem
biaya yang di gunakan. Sistem biaya ABC mencakup biaya untuk :
a. Memperoleh dukungan memnjemn terhadap sistem ABC
b. Mengidentifikasikan untuk mendesain sistem ABC (dari pihak
internal maupun eksternal)
c. Mendesain dan mengimplementasikan sistem ABC
d. Mengikat sistem ABC ke dalam sistem informasi perusahaan
e. Meatih menejemen dan para pelaksana sistem menejemen
f. Membantu tim untuk memelihara sistem ABC
Sistem biaya optimal adalah sistem biaya yang dapat meminimumkan
jumlah biaya pengukuran dan biaya kesalahan. Biaya pengukuran dan
biaya kesalahan sifatnya saling berlawanan. Sistem biaya yanag
semakain teliti mengakibatkan kesaahan yang lebih rendah, namun
biaya pengukuran yang lebih tinggi.
I. Implementasi ABC Hal-hal yang perlu diketahui oleh perusahaan
agar ABC sukses diimplementasikan adalah sebagai berikut :
1. How to Do ABC?
Sistem ABC yang bermanfaat dalam penentuan besarnya biaya produk
telah diimplementasikan pada beberapa perusahaan di Indonesia.
Dengan meningkatnya minat masyarakat bisnis akan sistem ABC ini
maka banyak pula penelitian, artikel, seminar, ataupun buku-buku
yang diterbitkan untuk memberi informasi lebih mendalam tentang
sistem ini.
Di Amerika Serikat, penelitian yang dilakukan oleh Emore dan
Ness tahun 1991 menyimpulkan bahwa belum banyak perusahaan yang
menerapkan sistem ABC. Akan tetapi, sekarang telah banyak
perusahaan Amerika Serikat yang telah menerapkan sistem ABC. Hal
tersebut dikarenakan sistem ABC dipandang lebih dapat diandalkan
dan lebih dapat menghasilkan biaya produk yang lebih akurat.
Misalnya Hewlett-Packard, American Express, United States Postal
Service, Daimler Chrysler, dan masih banyak lagi. Di Inggris juga
telah ada penelitian yang mengungkapkan bahwa prosentase perusahaan
yang menggunakan sistem ABC semakin banyak sebesar 37,8 %. Dalam
perkembangannya ABC (Activity-Based Costing) telah berevolusi
menjadi Activity-Based Costing System. Hal ini dikarenakan manfaat
ABC yang juga berkembang. Pada mulanya, ABC hanya berfokus pada
keakuratan pembebanan biaya produk namun berkembang menjadi cara
baru dalam menjalankan bisnis.
2. Kegagalan Penerapan ABC
Telah banyak perusahaan yang menerapkan sistem ABC baik di
Amerika Serikat, Inggris, Indonesia, dan berbagai negara lainnya.
Akan tetapi, tidak sedikit perusahaan yang mengalami kegagalan. Hal
ini dikarenakan perusahaan-perusahaan tersebut hanya menekankan
pada arsitektur dan perangkat lunak ABC. Sedangkan faktor perilaku
manusia dan organisasi tidak terlalu dipermasalahkan. Banyak
perusahaan yang memperlakukan sistem ABC sebagai inovasi teknis,
namun perusahaan tidak mengadministrasi inovasi tersebut dengan
baik. Bukan hanya itu, desain teknis ABC yang bermanfaat untuk
menjamin dihasilkannya informasi yang relevan bagi pembuatan
keputusan strategis perusahaan juga tidak banyak dihubungkan dengan
isu-isu yang berhubungan dengan perilaku manusia dan
organisasi.
Perilaku manusia dan organisasi juga memegang peranan yang tidak
kalah penting karena dapat digunakan untuk menentukan
program-program dan inovasi-inovasi dalam pengimplementasian sistem
ABC dan sebagai alat ukur kesuksesan dan kegagalan.
Menurut Eiler dan Ball yang sejalan dengan pendapat Shields, ABC
merupakan sistem yang terintegrasi, yang dapat dianalogikan dengan
tempat duduk berkaki-tiga. Ketiga kaki tersebut meliputi:
a. Aspek teknis dan praktis, meliputi sumber-sumber, komposisi
tim, pengarah, dan penggunaan sistem ABC.
b. Aspek manusia atau aspek lunak. Aspek lunak mencakup
pendidikan dan kesadaran, kejutan budaya organisasi, wawancara, dan
kepemimpinan sistem ABC.
c. Aspek letak. Aspek ini berhubungan dengan letak ABC dalam
manajemen biaya dan strategi serta tujuan organisasi. Aspek ini
meliputi: bagaimana sistem ABC akan digunakan, siapa yang akan
menggunakan, bagaimana hubungan sistem ABC dengan sistem lainnya,
dan masalah-masalah apa yang tidak perlu yang akan muncul.
3. Inovasi Teknis dan Administratif
Kesuksesan pengimplementasian sistem ABC tergantung pada inovasi
teknis dan administratif. Inovasi teknis meliputi pemasangan dan
penggunaan sistem ABC, yang dapat dianalogikan pemasangan dan
penggunaan mesin baru. Inovasi administratif meliputi bagaimana dan
sebarapa baik sistem ABC dihubungkan dengan variabel-variabel
perilaku manusia dan organisasi. Oleh karena itu, perlu dibedakan
antara inovasi teknis dengan inovasi administratif karena
kesuksesan pembuatan keputusan dan implementasinya ditentukan oleh:
(1) variabel-variabel perilaku manusia dan organisasi (inovasi
administratif), dan (2) pertimbangan-pertimbangan teknis dan
ekonomis (inovasi teknis). Dipandang dari segi inovasi
administratif, kesuksesan pengimplementasian sistem ABC tergantung
pada kesesuaianya dengan berbagai preferensi, tujuan, strategi,
agenda, keahlian, dan sumber-sumber yang dominan atau merupakan
koalisi-koalisi para karayawan, khususnya manajemen puncak.
4. Variabel-variabel Perilaku Manusia dalam Organisasi
Berikut adalah ketujuh variabel yang memengaruhi kesuksesan
pengimplementasian sistem ABC dalam suatu perusahaan:
a. dukungan manajemen puncak terhadap sistem ABC
b. keterkaitan ABC dan sistem manajemen biaya dengan strategi
persaingan (khususnya strategi mutu, kecepatan, dan tepat
waktu)
c. keterkaitan sistem ABC dan sistem manajemen biaya untuk
mengevaluasi kinerja dan kompensasi
d. kecukupan sumber-sumber internal untuk implementasi ABC
e. pelatihan dan pendesainan, pengimplementasian, dan penggunaan
ABC dan sistem manajemen biaya
f. pemakaian informasi (ukuran-ukuran) nonakuntansi dalam sistem
manajemen biaya
g. konsensus mengenai dan karifikasi tujuan sistem manajemen
biaya
Variabel-variabel tersebut di atas penting karena
variabel-variabel tersebut menentukan ketersiapan para karyawan
untuk menerima dan mengerjakan inovasi-inovasi tersebut. Dukungan
manajemen, keterkaitan strategi persaingan, evaluasi kinerja dan
kompensasi, dan klarifikasi tujuan yang dapat menentukan insentif
bagi para karyawan yang juga menentukan kesuksesan
pengimplementasian ABC karena mengandung informasi ABC.
Pelatihan dalam mendesain, mengimplementasikan, dan menggunakan
ABC merupakan cara yang penting untuk:
1) menghubungkan ABC dengan strategi, evaluasi kinerja,
kompensasi, dan tujuan ABC
2) menyediakan mekanisme bagi para karyawan unutk memahami dan
menerima ABC sehingga mereka merasa cocok dengan ABC
3) menciptakan informasi nonakuntansi dalam sistem manajemen
biaya
Informasi nonakuntansi juga harus didukung oleh manajer puncak
untuk dapat mengaitkan ABC dengan strategi persaingan, evaluasi
kinerja, dan kompensasi. Sumber-sumber internal juga diperlukan
untuk mendukung para karyawan dalam pengimplementasian sistem
ABC.
Apabila variabel-variabel perilaku manusia dan organisasi
meningkat maka kesuksesan ABC akan meningkat pula. Hal ini
dikarenakan variabel-variabel tersebut mempunyai karakter yang
menguatkan dan bersifat komplementer dalam inovasi-inovasi
administratif. Misalnya, kombinasi antara dukungan manajemen,
keterkaitan dengan strategi perusahaan, keterkaitan dengan strategi
persaingan, keterkaitan dengan evaluasi kinerja, dan kompensasi
merupakan satu paket yang kuat dan melekat untuk menunjukkan pada
karyawan bahwa informasi ABC merupakan hal yang krusial bagi
kesuksesan perusahaan. Program pelatihan yang mencakup logika,
desain, implementasi, dan penggunaan sistem dan informasi ABC dapat
menjadi strategi yang efektif untuk mengenalkan, mengurangi
resistensi pada, dan menyediakan dasar bagi para karyawan dan
manajer nonakuntan untu menerima, memahami, dan menggunakan
ABC.
Dapat disimpulkan bahwa inovasi-inovasi administratif dan
sumber-sumber teknis seperti perangkat lunak yang digunakan, sistem
yang terintegrasi atau berdiri sendiri, serta digunakannya
konsultan luar juga mendukung kesuksesan pengimplementasian sistem
ABC dalam suatu perusahaan
J. Elemen-elemen Implementasi ABC Implementasi ABC dapat
dianalogikan sebagai payung. Dibawah payung tersebut berteduh tiga
elemen implementasi ABC yaitu eksplorasi yang menyangkut kebutuhan,
keinginan, kemauan terhadap sistem ABC dan sumber-sumber yang
dibutuhkan, desain yang mempertimbangkan: manfaat sistem ABC,
sumber-sumber biaya sistem ABC, dan pemilik administrator sistem
ABC, dan instalasi. Instalasi sistem ABC dapat dipilih salah satu
dari pendekatan: prototipe, pilot, dan bertingkat-tingkat (stages).
Ketiga elemen implementasi ABC akan dibahas lebih lanjut pada sub
bahasan berikutnya, namun sebelumnya akan dibahas isu-isu aplikasi
ABC dan isu-isu implementasi ABC.
1. Isu-isu Aplikasi
Meskipun fungsi utama ABC untuk penentuan biaya produk, namun
fungsi ABC tersebut barulah langkah awal dari aplikasi ABC.
Informasi biaya berdasar sistem ABC harus dapat digunakan untuk
pembuatan keputusan dan sampai pada rencana-rencana tindakan bagi
manajemen biaya untuk menambah nilai bagi para konsumennya.
Aplikasi ABC memiliki horison yang luas yang dapat dikelompokkan
kedalam :
a. Jawaban yang tepat atas pertanyaan aplikasi
Pertanyaan-pertanyaan aplikasi yang tepat dapat membantu
menentukan lingkup aplikasi ABC. Misalnya: Bagaimana ABC dapat
meningkatkan sistem pelaporan keuangan yang ada? Dimana akan timbul
konflik, dan bagaimana konflik tersebut dapat diselesaikan?
b. Penentuan tujuan realistik
Tujuan yang realistik harus ditentukan, setelah itu tentukan
strategi-strategi untuk mencapai tujuan tersebut. Aplikasi ABC
dapat memaksimalkan potensi-potensi sebagai berikut: Misalnya:
pertimbangkan bagaiman sistem ABC akan digunakan. Buat daftar
keinginan selanjutnya buat prioritas keinginan tersebut sesuai
dengan kebutuhan.2. Isu-isu Implementasi
Untuk mengimplementasikan sistem ABC, manajemen harus membuat
enam keputusan sebagai berikut:
a. Haruskah sistem ABC diintegrasikan dengan sistem yang sudah
ada?
b. Haruskah desain formal sistem ABC disahkan sebelum
diimplementasi?
c. Siapa yang harus menerima kepemilikan sistem final ABC?
d. Bagaimana seharusnya tingkat presisi sistem tersebut?
e. Haruskah sistem tersebut melaporkan biaya historis, biaya
masa depan?
f. Haruskah desain awal dibuat rumit atau sederhana?
Jawaban yang seksama atas pertanyaan yang berhubungan dengan
isu-isu aplikasi dan implementasi tersebut berguna bagi setiap
elemen implementasi sistem ABC, sehingga dapat digunakan sebagai
dasar bagi penyususunan sistem ABC.
K. Eksplorasi Sistem ABC
Implementasi ABC biasanya diawali dari keinginan baerbagai pihak
yang ada dalam suatu system organisasi. Diantaranya yaitu :
1. Manajemen puncak
Manajemen mungkin merasa bahwa system biaya tradisional tidak
dapat menghasilkan informasi yang dapat dipercaya untuk
melaksanakan fungsi-fungsinya, sehimgga mereka meminta pada
depertemen akuntansi untuk menyajikan informasi tersebut.
2. Manajer Akutansi
Manajer akuntansi mungkin disibukkan oleh banyak permintaan
analisis khusus yang berada diluar system biaya tradisional yang
digunakan perusahaan, atau ia menyadari bahwa system informasi
biaya yang digunakannya telah using sehingga mendorong digunakannya
system manajemen biaya.
3. Manajer Pabrik
Manajer pabrik memperoleh banyak teguran dari manajemen puncak
mengenai timbulnya selisih-selisih yang seharusnya dapat mereka
kendalikan, namun meraka tidak dapat mengendalikannya dengen system
biaya tradisional sehingga mereka menggunakan suatu cara untuk
menyelesaikan masalah tersebut.
4. Manajer Pemasaran
Manajer pemasaran mungkin merasakan bahwa informasi biaya yang
dihasilkan oleh system biaya tradisional tidak dapat digunakan
untuk menggunakan harga jual produk atau mempertimbangkan
produk-produk yang tidak menguntungkan dalam rangka menghadapi
persaingan yang semakin tajam, sehingga mereka menginginkan
informasi yang dihasilkan oleh system manajemen biaya untuk
menyelesaikan masalah-masalah tersebut.Eksplorasi sistem ABC
menyangkut dua hal yaitu:
a. Kebutuhan, Keinginan, dan Harapan
Setelah dirasakan adanya kebutuhan atas system manajemen biaya
selanjutnya akan timbul pertanyaan : bagaimanamemasang system
tersebut dalam organsasi? Dalam hal ini para manajer yang merasakan
pentingnya pemasangan system manajemen biaya harus menjadi kampion
atau pemimpin proyek manajemen biaya khususnya ABC. Sebagai manajer
harus berbicara kepada semua orang dalam organisasi yang tertarik
pada system manajemen biaya serta menanyakan pada mereka mengenai
apa yang mereka harapkan dan inginkan dari system tersebut.
b. Masalah Sumber-sumber
Manajemen tidak menginginkan kesalahan dalam implementasi ABC.
Namun, manajemen mempunyai waktu yang relatif terbatas sehingga
tidak dapat menangani implementasi system ABC sendirian. Dalam
mengimplementasikan ABC manajemen memerlukan sumber-sumber untuk
menghadapi tantangan-tantangan teknis dan politis dan juga meneliti
kebutuhan informasi para pemakainya agar mereka merasa ikut andil
atau ikut memiliki system tersebut. informasi tersebut diperlukan
untuk :
1) Mengetahui biaya target pada level internal atau persaingan
eksternal
2) Mengukur kinerja dengan menggunakan benchmark internal maupun
eksternal
3) Mengidentifikasi biaya produk tertentu berdasar
aktivitas-aktivitas nyata dan bukanlah pada prinsip-prinsip
keuangan artificial
4) Membantu memahami butir-butir proses penyempurnaan
berkesinambungan
5) Mengidentivikasi dan menggolongkan aktivitas-aktivitas dan
biaya-biayanya yang menjadi tanggungjawabnya sehingga pengendalian
dapat lebih baik
6) Mendesain produk yang profitable, membantu para disainer
produk memahami konsekuensi-konsekuensi biaya prodak yang di
desainnya
7) Memahami biaya pemasaran yang berdriver konsumen
8) Memahami biaya operasi pabrik yang fleksibel atau
inovatif.
System ABC bukan hanya merupakan salah satu system akuntansi,
namun system ABC adalah suatu system manajemen yang harus didisain,
digunakan, dan dimiliki oleh manajemen, bukan hanya oleh departemen
akuntansi saja.L. Desain Sistem ABC
Dalam mendesain system ABC perlu mempertimbangkan manfaat sistem
ABC, sumber-sumber biaya, serta pemilik dan administrator sistem
ABC.1. Manfaat system ABC
Sistem ABC harus mencapai berbagai macam manfaat. Manfaat sistem
ABC di antaranya :
a. Menentukan biaya produk secara lebih akurat sehingga dapat
mengukur lebih akurat pula
b. Meningkatkan mutu pembuatan keputusan
c. Menyempurnakan perencanaan strategis
d. Meningkatkan kemampuan yang lebih baik untuk mengelola
aktivitas-aktivitas melalui penyempurnaan berkesinambungan
e. Mengidentifikasi penyebab biaya
f. Mengarahkan organisasi agar berorientasi pada operasi-operasi
atau aktivitas-aktivitas
g. Menggunakan ukuran-ukuran kinerja yang konsisten dengan
tujuan-tujuan strategis
h. Menimbulkan rasa memiliki dan pertanggungjawaban
i. Memusatkan pada masa depan organisasi
j. Menghasilkan manfaat yang jauh lebih besar dibandingkan
dengan biayanya2. Sumber sumbet Biaya Sistem ABC
Setelah manfaat hal yang perlu dipertimbangkan dalam mendesain
system ABC adalah biaya atau sumber-sumber yang diperlukan oleh
system ABC. Sumber tersebut diperlukan untuk :
a. Waktu dan biaya untuk pendidikan dan pelatihan system ABC
b. Waktu dan biaya staf dan jasa professional internal
c. Waktu dan biaya instalasi berdasar urgensi informasi
d. Biaya penggunaan konsultan dan tenaga ahli dari luar
organisasi
e. Perangkat keras dan lunak sesuai dengan platform yang
dipilih
3. Pemilik dan Administrator Sistem ABC
Sistem ABC adalah system manajemen yang memerlukan tim-tim
lintas fungsi, tujuan-tujuan yang luas, serta keterlibatan dan
pemberdayaan penuh para anggota organisasi. Para pemakai system ABC
adalah pemilik system tersebut. administrator utama dalam system
ini adalah direktur keuangan dan manajer departemen akuntansi.
Dalam mendesain system ABC juga melibatkan komite pengarah system
ABC dan tom-tim impelmentasi system tersebut yang bertangung jawab
untuk :
1. Mengarahkan dan mengawasi sitem ABC
2. Menkaji status proyek system ABC agar sesuai dengan tujuan
strategis
3. Mengusulkan penyelesaian isi-isu lintas organisasi atau
lintas fungsidalam mendesain system ABC diperlukan tim proyeksi
system ABC yaitu orang yang dibebani tugas menyelesaikan pekerjaan
utama tahap desain dan instalasi system ABC. Anggota tim tersebut
harus lintas fungsional.
M. Instalasi Sistem ABC Instalasi system ABC dapat dipilih dari
beberapa pendekatan-pendekatan, di antaranya :
1. Pendekatan Prototipe
Prototipe ABC adalah suatu demonstrasi konsep-konsep dan
prinsip-prinsip system ABC berbasis contoh-contoh. Prototype dapat
digunakan untuk mengaplikasikan system ABC dalam bidang tertentu
misalnya unit bisnis tertentu atau bidang bisnis penting tertentu.
Tahap-tahap dalam pendekatan prototipe adalah :
a. Menyelidiki kelangsungan hidup (viabilitas) system
b. Mendesain kembali dan menyelaraskan system
c. Mengembangkan berbagai pilihan yang harus diikuti
d. Mengarahkan pandangan pada kesulitan-kesulitan
implementasi
e. Mengarahkan gagasan pada biaya dan sumber-sumber yang
diperlukan
2. Pendekatan Pilot
Pilot ABC adalah suatu program percontohan system ABC yang
biasanya dilaksanakan pada satu level unit bisnis tertentu.
Percontohan tersbut dapat menggunakan biaya sesungguhnya atau biaya
dianggarkan untuk mengembangkan tahap-tahap system ABC yaitu
penentuan tariff BOP setiap kelompok aktivitas serta pembebanannya
pada produk. Tujuan penyusunan pilot adalah :
a. Menguji pemahaman terhadap arus informasi
b. Meningkatkan volume subjek prototipe
c. Memperoleh pengalaman kemacetan-kemacetan atau
hambatan-hambatan dalam lingkungan nyata
d. Memperluas penjelasan-penjelasan dan pelatihan untuk para
audien
e. Mengkuatitatifkan sumber-sumber yang diperlukan
f. Mengklarifikasi arus informasi dan pengolahan data
g. Mengembangkan skala biaya dan waktu
Prototipe dan pilot percontohan merupakan dasar pengujian
konsep-konsep dan aplikasi system ABC untuk suatu organisasi
tertentu. Kedua pendekatan ini dapat menghemat waktu dan biaya
dibandingkan apabila diinstalasi secara penuh.
3. Pendekatan Bertingkat
Pertingktan ABC adalah program percontohan system ABC kedalam
berbagai operasi bisnis, misalnya penentuan harga jual, pengukuran
kinerja, analisis nilai proses, penganggaran aktivitas, atau
analisis selisih. Pendekatan bertingkat ini merupakan perluasan
dari pendekatan pilot. Jika pendekatan pilot hanya untuk satu level
unit bisnis maka dalam pendekatan bertingkat untuk sekelompok
unit-unit bisnis. Pendekatan bertingkat digunakan jika manajemen
memilih instalasi secara penuh. Tingkat-tingkat implementasi system
ABC pada pendekatan ini tergantung pada organisasi unit bisnis,
misalnya dengan urutan tingkat : (1)elemen-elemen operasi,(2)
operasi,(3) tugas-tugas,(4) aktivitas-aktivitas,(5)
proses-proses,(6) fungsi-fungsi, dan (7) unit-unit bisnis.Agar
system ABC dapat digunakan secara operasional maka sistemtersebut
harus memenuhi beberapa karakteristik yaitu: (1) fleksibel terhadap
perubahan kebutuhan para pemakai, (2) ramah pada pemakai dalam arti
melibatkan dan memberdayakan para pemakai, (3) dinamis terhadap
perubahan organisasi dan lingkungan, (4) sederhana tetapi tidak
terlalu sederhana. Untuk memenuhi karakterestik tersebut maka dapat
digunakan kreteria yang harus diikuti system ABC tersebut yaitu
:
a. Kemudahan dan kepraktisan dalam pengumpulan data
b. Membandingkan manfaat dan biaya instalasi sitem
c. Kemudahan implementasi
d. Manfaat-manfaat system, sedapat mungkin dinyatakan dalam
ukuran-ukuran keuangan dan nonkeuangan
e. Rencana yang didukung oleh sumber-sumber dan dana-dana
f. Ketarterimaan oleh para pemakai
g. Kelengkapan dan ketelitian
h. Audit trails
i. Umpan balik yang positif bagi tim.
N. Hubungan antara Sistem ABC dan Manajemen Biaya
Secara sederhana, ABC adalah suatu cara untuk menghitung berapa
biaya produk berdasarkan aktivitas-aktivitas yang dilakukan. Oleh
karena itu, biaya produk yang telah dihitung dengan sistem ABC
tersebut pastinya akan pula berhubungan dengan manajemen biaya
dalam suatu perusahaan. Seperti diketahui, manajemen biaya
merupakan cara dalam mengatur seluruh biaya yang dikeluarkan oleh
perusahaan dalam hal produksi. Dalam manajemen biaya diharapkan
bahwa biaya yang dikeluarkan dapat diefisienkan dan diefektifkan
(atau dicari biaya yang paling rendah) sehingga return yang
diperoleh dapat maksimal. Pengefisiensian dan pengefektifan biaya
dapat dilakukan dengan sistem ABC dalam pembebanan biaya produksi.
Dengan demikian, sistem ABC merupakan salah satu sistem yang berada
di lingkup manajemen biaya.
ABC telah terbukti dapat menghasilkan biaya produk yang lebih
akurat dan reliable sehingga tidak akan menghasilkan distorsi biaya
produksi (Note: berlaku pada perusahaan-perusahaan yang sesuai
dengan kriteria perusahaan yang menggunakaan ABC karena tidak semua
perusahaan cocok menggunakan ABC). Biaya yang akurat tersebut akan
sangat bermanfaat untuk bagian manajemen biaya dalam menyusun
laporan biaya produksinya yang akan dijadikan sebagai pedoman untuk
menetepkan strategi biaya dan pengambilan keputusan terkait dengan
biaya produksi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa sistem ABC merupakan
suatu alat atau sarana bagi manajemen dalam mengatur biaya
produksinya.
O. Contoh Kasus Pembebanan BOP pada Sistem ABC dan Sistem
Tradisional Belring memproduksi 2 jenis telepon yaitu tanpa kabel
dan model reguler. Perusahaan memiliki data estimasi dan data
actual sebagai berikut :
Jumlah Overhead yang dianggarkan $360.000
Aktifitas yang diharapkan (Jam TK Langsung) 100.000
Aktifitas aktual (Jam TK langsung) 100.000
Overhead Aktual $380.000Jam kerja langsungTanpa kabelReguler
Departemen 14.00050.000
Departemen 26.00040.000
Total10.00090.000
Jika tarif ditentukan langsung berdasarkan jam tenaga kerja
langsung, maka tarif overhead yang ditentukan terlebih dahulu dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
1. Penggunaan tarif tunggal BOP
Jumlah Overhead yang dianggarkan
Tarif Overhead = ---------------------------------
Aktifitas yang diharapkan
$360.000
= ------------------------------------------
100.000 JKL
=Rp.3,602. Pembebanan BOP pada produk
Tanpa Kabel = 10.000 x Rp.3,60 = Rp.36.000
Reguler= 90.000 x Rp.3,60 = Rp.324.00
3. Biaya / unit produk Belring dapat dihitung sebagai
berikut.
Keterangan Tanpa Kabel Reguler
Jam Tenaga Kerja Langsung Rp 10.000 Rp 90.000
Biaya Bahan baku Rp 45.000 Rp 400.000
Biaya tenaga kerja langsung Rp 33.000 Rp 338.000
Biaya Overhead
$3.60 x 10.000 Rp 36.000
$3.60 x 90.000 Rp 324.000
Total BiayaProduksi Rp 124.000 Rp 1.152.000
Unit yang Diproduksi 10.000 100.000
Biaya / Unit Rp 12,40 Rp 11,52
Tarif Departemental
Keterangan Pabrikasi Perakitan
Jumlah BOP Rp 252.000 Rp 108.000
Aktifitas diharapkan dan Aktual
Tanpa Kabel (jam TK Langsung) Rp 7.000 Rp 3.000
Reguler (jam TK Langsung) Rp 13.000 Rp 77.000
Total Jam TK Langsung Rp 20.000 Rp 80.000
Konsumsi Aktifitas
Tanpa Kabel (jam mesin) Rp 4.000 Rp 1.000
Reguler (jam mesin) Rp 36.000 Rp 9.000
Total Jam Mesin Rp 40.000 Rp 10.000
Overhead yang dianggarkana. Tarif Pabrikasi =
--------------------------------
Jam Mesin yang diharapkan
$ 252.000
= ----------------------
40.000
= $ 6,30Overhead yang dianggarkan
b. Tarif Perakitan = --------------------------------------
Jam TK Langsung yang diharapkan
$ 108.000
= ---------------------
80.000
= $ 1,35BOP yang dibebankan = ($6,3 x 40.000) + ($1,35 x
80.000)
= $ 360.000
Perhitungan Biaya Per Unit
Tarif Departemental
Keterangan Tanpa Kabel Reguler
Biaya Utama Rp 78.000 Rp 738.000
Biaya Overhead
(1,35 x 3.000) + (6,30 x 4.000) Rp 29.950
(1,35 x 77.000) + (6,30 x 36.000) Rp 330.750
Total Biaya Produksi Rp 107.950 Rp 1.068.750
Unit Produksi 10.000 100.000
Biaya / Unit Rp 10,80 Rp 10,69
1. Sistem ABCKelompok Tingkat Batch (Aktifitas batch)Kelompok
Tingkat Unit (aktifitas unit)
Persiapan
$ 120.000Tenaga
$ 100.000
PenangananBahan 60.000
Pengujian
80.000Total BOP
$ 180.000Total BOP
$ 180.000
Proses Produksi
= 30 kaliJam Mesin
= 50.000 Jam
Tarif BOP @6000(180000/30)
Tarif BOP @3,60(180000/50000)
Dari data diatas, maka hasil tahap pertama dapat dilihat berikut
ini :
Prosedur Tahap Pertama ABC System
Kelompok Tingkat Batch :
Persiapan
$ 120.000
BiayaPenangananBahan 60.000
Total Biaya
$ 180.000Proses Produksi :
Tanpa Kabel
: 20
Reguler
: 10
Total
: 30
Tarif Kelompok (Biaya per proses) $ 6.000
Kelompok Tingkat Unit :
Biaya Daya
$ 100.000
Biaya Pengujian
$ 80.000
Total Biaya
$ 180.000
Jam Mesin :
Tanpa Kabel :
5.000
Reguler :
45.000
Total :
50.000
Tarif Kelompok (Biaya per Jam Mesin) $ 3,60Biaya Per Unit pada
Sistem ABC
KeteranganTanpa KabelReguler
Biaya Utama (BBB dan BTKL) Rp 78.000 Rp 738.000
Biaya Overhead :
Kelompok Tingkat Batch :
($ 6.000 x 20) Rp 120.000
($ 6.000 x 10) Rp 60.000
Kelompok Tingkat Unit :
($ 3,60 x 5.000) Rp 18.000
($ 3,60 x 45.000) Rp 162.000
Total BiayaProduksi Rp 216.000 Rp 960.000
Unit Produksi 10.000 100.000
Biaya Perunit Rp 21,60 Rp 9,60
BAB IIIPENUTUPA. Kesimpulan
Sistem tradisional dan Activity-Based Costing (ABC) adalah dua
sistem yang dapat digunakan dalam pembebanan biaya produksi.
Eksistensi sistem tradisional mendahului sistem ABC. Dapat
dikatakan bahwa ABC lahir dari adanya sistem tradisional tersebut.
Hal yang paling mendasari perbedaan antara kedua sistem tersebut
adalah sistem tradisional membebankan biaya produksinya pada volume
produksi. Perhitungan biaya berdasarkan volume tersebut banyak yang
menggunakan tarif overhead berdasarkan volume, baik tarif tunggal
maupun tarif per departemen. Tarif biaya overhead ini biasanya
menggunakan tarif jam kerja langsung atau jam mesin untuk semua
jasa atau produk, sekalipun perusahaan mempunyai berbagai macam
produk, proses produksi, dan volume. Untuk perusahaan yang
mempunyai berbagai macam produk, seringkali sistem tradisional ini
menghasilkan biaya produksi yang tidak akurat dan terdistorsi
secara signifikan. Hal inilah yang menjadi dasar adanya sistem
ABC.
Sistem ABC adalah sistem yang membebankan biaya produksinya
berdasarkan konsumsi sumber daya dan aktivitas. Sistem ABC ini
membebankan biaya produksinya dalam dua tahap, yaitu tahap pertama
adalah tahapan proses pembebanan biaya sumber daya ke dalam
aktivitas-aktivitas yang telah diketahui. Tahap kedua adalah
tahapan proses pembebanan biaya aktivitas ke produk atau jasa
dengan cost driver yang tepat. Dengan dasar aktivitas tersebut,
maka biaya produksi dapat dihitung dengan akurat. Hal ini
dikarenakan dalam sistem ABC semua biaya baik langsung dan tidak
langsung dapat dibebankan sesuai dengan aktivitas dan sumber daya
yang dipakai.
Kedua sistem tersebut sebenarnya tidak dapat diperbandingkan
atau dicari mana yang lebih baik. Hal ini dikarenakan tidak semua
perusahaan dapat atau layak menggunakan sistem ABC dan begitu
sebaliknya untuk sistem tradisional. Sistem tradisional akan
efektif untuk perusahaan yang memproduksi produk dengan diversitas
yang rendah dengan keanekaragaman proses produksi yang rendah pula.
Berbeda dengan sistem ABC yang akan efisien dan efektif untuk
digunakan dalam perusahaan yang diversitas produknya tinggi dengan
berbagai macam aktivitas yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKABlocher, Edward j, dkk. 2013. Manajemen Biaya:
Penekanan Strategis. Jakarta: Salemba Empat
Dicky, Yoanes dan Riki Martusa. Penerapan Activity Based Costing
(ABC) System dalam Perhitungan Profitabilitas Produk. Jurnal
Akuntansi, Volume 3, No. 1, Mei 2011Hilton, Ronald W. 2006. Cost
Management: Strategies for Business Decisions. New York:
McGrawMulyadi dan Johny Setyawan. 2001. Sistem Perencanaan dan
Pengendalian Manajemen Edisi 3. Yogyakarta: BPFE UGM
Supriyono. 2007. Manajemen Biaya Buku I Edisi Pertama.
Yogyakarta: BPFEWalther, Larry M dan Christopher J. Skousen. 2009.
Managerial and Cost Accounting. tt: Ventus Publishing
ApsWarindrani, Armila Krisna. 2006. Akuntansi Manajemen.
Yogyakarta: Graha IlmuActivity Based Costing (ABC)
Diajukan guna memenuhi tugas dalam mata kuliah
Manajemen Biaya
Nama Anggota Kelompok Tiga :1. Faisal Bayu Prasetya12390002
2. Dimas Oktandri Aditya Denasar123900233. Wisnu Bagus
Saputro12390031
4. Tika Uswatun 12390044
5. Deny Cisna Kurniawan 123900766. Ade Krisnawan12390091
7. Yuli Ningsih123901498. Diah Setiani123901509. Rini
Astuti12391056
Dosen:
Siti Nur AzizahKEUANGAN ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN KALIJAGA
2015BOP dibebankan = Tarif kelompok x Unit cost driver yang
digunakan
Tarif BOP per kelompok aktivitas = BOP kelompok aktivitas
tertentu : Driver biayanya
Armila Krisna Warindrani, Akuntansi Manajemen, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2006), hlm. 51
Edward j. Blocher, dkk, Manajemen Biaya: Penekanan Strategis,
(Jakarta: Salemba Empat, 2013), hlm 73
DR. R.A Supriyono, S.U., Akt, Manajemen Biaya Buku I Edisi
Pertama, (Yogyakarta: BPFE, 2007), hlm. 254
Ibid., hlm. 259
Ibid., hlm. 259
Ibid., hlm. 260
Ibid., hlm. 268
Ibid., hlm. 270
Ibid., hlm. 270
Ibid., hlm. 271
Ibid., hlm. 271
Ibid., hlm. 272
Ronald W. Hilton, Cost Management: Strategies for Business
Decisions, (New York: McGraw Hill, 2006), hlm. 145
DR. R.A Supriyono, S.U., Akt, Manajemen Biaya Buku I Edisi
Pertama.... , hlm 274
Larry M. Walther dan Christopher J. Skousen, Managerial and Cost
Accounting, (tt: Ventus Publishing Aps, 2009), hlm. 120
Ibid., hlm. 281
Ibid., hlm. 284
Ibid., hlm. 142
Mulyadi dan Johny Setyawan, Sistem Perencanaan dan Pengendalian
Manajemen Edisi 3, (Yogyakarta: BPFE UGM, 2001), hlm. 798
Ibid., hlm. 292
Ibid., hlm. 296