Top Banner
3 Desember
84

Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

Apr 15, 2022

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

3Desember

Page 2: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

CONTENT CAN BE QUOTED WITH THE SOURCE

Bul. Tek & Info Pertanian Vol. 18 No. 3 Hal. 153-231 DenpasarDesember 2020

ISSN: 1693 - 1262

BULETIN TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIANISSN: 1693 - 1262

Penanggung JawabKepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali

Dewan RedaksiDr. Ir. Ida Bagus Gede Suryawan, M.Si (Hama Penyakit)Dr. Drh. I Made Rai Yasa, M.Si (Sistem Usaha Pertanian)

Dr.I Gusti Komang Dana Arsana,SP.M.Si (Budidaya Pertanian)I Ketut Mahaputra, SP.MP (Sosial Ekonomi Pertanian)

Ir. Ida Ayu Parwati, MP (Sistem Usaha Pertanian)Drh. Nyoman Suyasa, M.Si (Sistem Usaha Pertanian)

Ir. Wayan Trisnawati, MP (Teknologi Pangan dan Pascapanen)I Nyoman Adijaya, SP.MP (Budidaya Pertanian)

Mitra BestariProf. Ir.M Sudiana Mahendra, MAppSc, Ph.D (Ilmu Lingkungan)

Prof.Ir.I Made S. Utama, M.S,Ph.D (Teknologi Pascapanen Hortikultura)Prof. (Riset) Dr. I Wayan Rusastra, M.S (Agroekonomi dan Kebijakan Pertanian)

Dr. Ir. Rubiyo, M.Si (Pemuliaan dan Genetika Tanaman)

Redaksi PelaksanaM.A Widyaningsih, SP

Annela Retna Kumala Sari, MP.drh, Berlian Natalia, M.Si

Alamat RedaksiBalai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) - Bali

Jl. By Pass Ngurah Rai, Pesanggaran, Denpasar Selatan, Denpasar, Bali 80222PO.BOX 3480

Telepon/ Fax: (+62361) 720498email: [email protected]

website: http://www.bali.litbang.deptan.go.id

Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian memuat pemikiran ilmiah, hasil – hasil kelitbangan,atau tinjuan kepustakaan bidang pertanian secara luas yang belum pernah diterbitkan pada

media apapun, yang terbit tiga kali dalam satu tahun setiap bulan April, Agustus, dan Desember

Page 3: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

BULETIN TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN

Volume 18 Nomor 3 Desember 2020

ISSN : 1693 - 1262

TABLE OF CONCENT

ANALISA PENDAPATAN DAN RANTAI PASAR MANGGIS DI KECAMATAN PETANGKABUPATEN BADUNG PROVINSI BALI

Jemmy Rinaldi, Putu Sugiarta dan I Made Rai Yasa .................................................... 153-159

ANALISIS KONSUMSI PANGAN MASYARAKATDI PROVINSI BALII Made Arinata Winaya .................................................................................................. 160-167

ANALISIS NILAI TAMBAH PERBANYAKAN BENIH JAGUNG HIBRIDA NASA 29DI KABUPATEN MAMUJU

Ketut Indrayana dan Muh. Ricky ................................................................................... 168-176

DAMPAK INTRODUKSI TEKNOLOGI KEBUN JERUK SEHAT TERHADAP USAHATANIDEMPLOT MAUPUN NON DEMPLOT DI KABUPATEN BANGLI

Widyaningsih dan Ifti Nur Hidayah................................................................................ 177-182

EFEKTIVITAS METABOLIT SEKUNDER TRICHODERMA UNTUK MENGENDALIKANORGANISME PENGGANGGU UTAMA TANAMAN KAKAO

Wayan Sunanjaya dan Made Sukarata ........................................................................ 183-189

INTERAKSI LIMA KULTIVAR JAGUNG PADA TIGA DAERAH PENGEMBANGANDI KABUPATEN JENEPONTO

Maintang dan Muh. Taufik ............................................................................................ 190-196

PEMBERDAYAAN PETANI KOPI ORGANIK MELALUI BIMBINGAN TEKNOLOGIPENGOLAHAN LIMBAH OLAH BASAH KOPI

I Made Sukadana dan Widyaningsih ............................................................................ 197-202

PENGARUH BEBERAPA PERLAKUAN PENGENDALIAN HAMATERHADAP SERANGAN HAMA DAN HASIL KEDELAI EDAMAME

Ni Made Delly Resiani dan I Wayan Sunanjaya ........................................................... 203-212

POTENSI DAN KENDALA PENGEMBANGANGAN KERBAU (Bubbalus bubalis)DALAM MASYARAKAT BALI

Anastasia Sischa Jati Utami ......................................................................................... 213-220

POTENSI PENDAMPINGAN TEKNOLOGI SPESIFIK LOKASI DI KAWASANPENGEMBANGAN KOPI ARABIKA DI DESA TAMBAKAN KUBUTAMBAHAN BULELENG

I Ketut Kariada, Desak Made Rai Puspa, I Gusti Lanang Patra Adiwirawandan Made Sukadana ..................................................................................................... 221-231

Page 4: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

153

ANALISA PENDAPATAN DAN RANTAI PASAR MANGGIS DI KECAMATAN PETANGKABUPATEN BADUNG PROVINSI BALI

Jemmy Rinaldi1, Putu Sugiarta2 dan I Made Rai Yasa3

1,3) Peneliti Balai PengkajianTeknologi Pertanian Bali2) Penyuluh Balai PengkajianTeknologi Pertanian Bali

Jl. By Pass Ngurah Rai, Pesanggaran, Denpasar Selatan – BaliE-mail: [email protected]

Submitted date : 13 Oktober 2020 Approved date : 10 November 2020

ABSTRACT

The Income Analysis and Mangosteen Market Chain in Petang SubdistrictBadung Regency Bali Province

Mangosteen is a fruit horticultural commodity that is the pride of Bali, because it is included in the exportedfruit commodity. Furthermore, mangosteen is also a fruit commodity which consumed by peoples. However,farmers as producers and main business actors of mangosteen commodity do not get sufficient value-addedincome due to the long chain of mangosteen fruit market, especially mangosteen farmers in Petang subdistrictwhere most of the mangosteen harvest is done by slashing. Therefore, the objectives of this study were todetermine: (1) how much income from mangosteen farming at the farmer level by cutting and harvesting bythemselves and (2) how efficient the mangosteen market chain is formed in Petang District. This research wasconducted using the Participation Rural Appraisal (PRA) method on 30 farmers and collector traders in PetangDistrict, which is the center for mangosteen production in Badung Regency. Data was analyzed bu using partialbudget analysis to determine farm income. The results showed that the mangosteen farming income in PetangDistrict with average farmer ownership of five trees by harvesting the mangosteen by themselves resulted in anincome of Rp. 2.200.000, - which is higher than the income of mangosteen farming by slashing, which is Rp.1,826,250, -. Meanwhile, the market chain of mangosteen sales carried out by farmers by harvesting themselvesis more efficient than the market chain by harvesting slashes because the market chain is shorter.

Keyword: Income, market chain, mangosteen farming system, Badung Regency

ABSTRAK

Manggis merupakan komoditas hortikultura buah-buahan yang menjadi kebanggan Bali, karena termasukdalam komoditas buah yang diekspor. Selain itu manggis juga merupakan komoditas buah yang dikonsumsioleh semua kalangan masyarakat. Namun petani sebagai produsen dan pelaku usaha utama komoditas manggistidak mendapatkan nilai tambah pendapatan yang memadai karena panjangnya rantai pasar buah manggistersebut, terutama petani manggis di kecamatan Petang yang sebagian besar panen manggis dilakukan dengancara tebasan. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini untuk mengetahui: (1) seberapa besar pendapatan dariusahatani manggis di tingkat petani dengan cara panen tebasan maupun panen sendiridan (2) seberapa efisienrantai pasar manggis yang terbentuk di Kecamatan Petang. Penelitian ini dilakukan dengan metode ParticipationRural Appraisal (PRA) terhadap 30 orang petani dan pedagang pengumpul di Kecamatan Petang yangmerupakan sentra produksi manggis di Kabupaten Badung. Metode analisis data dengan analisis anggaranparsial untuk mengetahui pendapatan usahatani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan usahatanimanggis di Kecamatan Petang dengan rata-rata kepemilikan petani lima pohon dengan melakukan panenmanggis sendiri menghasilkan pendapatan sebesar Rp. 2.200.000,- yang lebih tinggi dibandingkan denganpendapatan usahatani manggis dengan cara tebasan yaitu sebesar Rp. 1.826.250,-. Sedangkan rantai pasarpenjualan manggis yang dilakukan petani dengan cara panen sendiri lebih efisien dibandingkan dengan rantaipasar dengan cara panen tebasan kerena rantai pasaranya lebih pendek.

Kata kunci: Pendapatan, rantai pasar, usahatani manggis, Kabupaten Badung

Analisa Pendapatan dan Rantai Pasar Manggis di Kecamatan PetangKabupaten Badung Provinsi Bali | Jemmy Rinaldi, dkk.

Page 5: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

154 Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian Vol 18 No. 3 Desember 2020

PENDAHULUAN

Manggis sering disebut – sebut sebagaiQueen of Fruits karena keistimewaan dankelezatan yang dimilikinya yang merupakanrefleksi perpaduan dari rasa asam dan manisyang tidak dipunyai oleh komoditas buah –buahan lainnya ( Khrishnamurthi and Rao,1965). Jenis buah ini hanya dibudidayakan dalamjumlah yang siginifikan di negara-negara sepertiMalaysia, Indonesia dan Thailand. Potensi danpeluang pengembangan tanaman manggiscukup baik dari segi konsumsi di dalam negerimaupun sebagai komoditas ekspor non - migas.Sumbangan ekspor buah manggis sangat besardalam rangka meningkatkan devisa negara danpendapatan petani. Disisi lain menurut Kustiariet al. (2012), tahun 2001 - 2004 Indonesiamengalami penurunan daya saing terbesardibandingkan dengan negara eksportir lainnya.Pangsa pasar manggis Indonesia di pasar-pasarutamanyacenderungterusmenurun.

Potensi manggis di Indonesia berdasarkanproduksi yang dihasilkan tahun 2018 mencapai228.155 ton. Provinsi Bali merupakan penghasilmanggis ke enam setelah Jawa Barat, JawaTimur, Sumatera Barat, Banten dan JawaTengah, dengan produksi tahun 2018 mencapai15.228 ton atau berkontribusi terhadap produksinasional sebesar 6,67persen (BPS, 2019).Berdasarkan total produksi manggis di Bali, salahsatu daerah sentra produksi manggis adalahKabupaten Badung dengan produksi yangdihasilkan tahun 2015 sebesar 1.943,40 ton(BPS, 2018). Komoditas manggis di KabupatenBadung jika dilihat sejak tahun 2011-2015mengalami penurunan jumlah tanamanmenghasilkan dari 50.082 pohon di tahun 2011menjadi 24.789 pohon di tahun 2015. Namun jikadilihat dari produksi yang dihasilkan dari tahun2011-2015 mengalami peningkatan produksi dari1.071,40 ton menjadi 1.943,40 ton (BPS, 2014;BPS, 2018).

Sebaran produksi manggis di KabupatenBadung terbanyak tersebar di Kecamatan Petangdengan produksi sebesar 1.762,90 ton (BPS,2018). Meningkatnya pertumbuhan produksibuah manggis tersebut menunjukkan bahwaKecamatan Petang Kabupaten Badungberpotensi dan perlu ditangani dengan seriussekaligus tantangan untuk meningkatkan dayasaing dan nilai tambah produk hingga sampai ketangan konsumen. Namun petani sebagai

produsen dan pelaku usaha utama komoditasmanggis di Kecamatan Petang tidakmendapatkan nilai tambah pendapatan yangmemadai karena panjangnya rantai pasar buahmanggis tersebut, yang sebagian besar panenmanggis dilakukan dengan cara tebasan. Olehkarena itu, tujuan penelitian ini untuk mengetahui:(1) seberapa besar pendapatan dari usahatanimanggis di tingkat petani dengan cara panentebasan maupun panen sendiri dan (2) seberapaefisien rantai pasar manggis yang terbentuk diKecamatan Petang.

METODOLOGI

Penelitian ini dilaksanakan di KecamatanPetang, sebagai salah satu sentra produksimanggis di Kabupaten Badung. Penelitiandilaksanakan pada bulan Agustus 2019.Penentuan daerah penelitian ini dilakukan secarasengaja atau purposive. Metode yang digunakanuntuk pengambilan data dengan pendekatanParticipatory Rural Appraisal (PRA). Suatupengertian prinsip dari PRA menurut Leeuwis(2000), adalah pemberdayaan masyarakat(community empowerment), dengan melibatkanmasyarakat untuk berpartisipasi dalam prosesperencanaan (process of planning), pengambilankeputusan (decision making) dan pembelajaransosial (social learning). Wawancara dilakukanpada 30 orang petani mengenai usahatanimanggis yang dilakukan. Adapun analisispendapatan digunakan rumus (Downey danErickson, 1985 dan Suratiyah, 1997) :

I = ∑ (Y . Py ) - ∑ (Xi . Pxi )

Keterangan :I = Pendapatan (Rp/ha)Y = Output/hasil (kg)Pxi = Harga input (Rp)Py = Harga output (Rp)Xi = Jumlah input (i = 1,2,3….n)

Sedangkan mengenai rantai pemasaranmanggis di Desa Petang dilakukan wawanacaratertutup dengan petani, penebas maupunpedagang pengumpul yang ada di KecamatanPetang untuk mengindentifikasi berapa banyakjumlah rantai pasar yang terjadi dan seberapabesar pendapatan yang diperoleh petani maupunpenebas.

Page 6: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

155

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisa Pendapatan Usahatani Manggis

Salah satu komoditas hortikultura yangpaling dominan ditanam petani pada areal lahanperkebunan di Kecamatan Petang yaitu tanamanmanggis. Tanaman manggis yang diusahakanpetani rata-rata sebanyak 20-25 pohon, namuntanaman manggis yang berproduksi hanyasebanyak 5 pohon per rumah tangga denganumur tanaman 15 tahun. Sedangkan tanamanmanggis lainnya masih belum produktif denganumur tanaman hingga 5-8 tahun. Berdasarkanhasil wawancara menunjukkan bahwa tanamanmanggis yang diusahakan petani sebagian besaryang dimiliki petani yaitu manggis lokal.Berdasarkan hasil analisa usahatani manggis,menunjukkan bahwa dengan rata-rata 5 pohonyang diusahakan petani dengan umur tanaman15 tahun mengeluarkan biaya sarana produksisebesar Rp. 175.000,- dengan biaya yangdikeluarkan yaitu penggunaan pupuk kandangdan pupuk organik (petroganik). Sedangkanpupuk anorganik dan pestisida tidak digunakandalam usahatani manggis tersebut. Adapunpenggunaan pupuk kandang digunakan padasaat penanaman bibit, sedangkan penggunaanpupuk organik (petroganik) dilakukan setahun 2(dua) kali. Hal ini banyak dilakukan petani karenausahatani manggis yang diusahakan dianggapsebagai pekerjaan sampingan. Hal serupa jugadinyatakan dalam penelitian lain bahwakebanyakan petani hanya menganggapusahatani manggis hanya sebagai pekerjaansampingan (Dewi dan Qanti, 2018).

Selain penggunaan sarana produksi, adajuga penggunaan tenaga kerja yang seluruhnyadilakukan oleh petani. Adapun penggunaantenaga kerja pada usahatani manggis yaitutenaga kerja pembuatan lubang tanam danlarikan, pemupukan dan panen jika panendilakukan dengan petik sendiri. Hasil wawancaramenunjukkan bahwa sebagian besar petani tidakmenggunakan tenaga kerja panen karenapembelian buah manggis dilakukan secaratebasan dengan pihak penebas. Namun adabeberapa petani yang melakukan panen hasilproduksi manggisnya dengan cara memetiksendiri. Adapun Biaya tenaga kerja yangdikeluarkan jika dihitung dalam berusahatanimanggis yaitu sebesar Rp. 81.250,- j ikamelakukan penjualan dengan cara tebasan,

sedangkan jika melakukan dengan cara panensendiri yaitu sebesar Rp. 2.176.250,-. Besarnyabiaya tenaga kerja tersebut disebabkan adanyabiaya tenaga kerja panen yang secara nyata tidakdikeluarkan oleh petani yaitu sebesar Rp.1.920.000,-. (Tabel 1).

Berdasarkan pembahasan biaya saranaproduksi maupun biaya tenaga kerja tersebut,maka biaya usahatani manggis yang diusahakanpetani di Kecamatan Petang dengan rata-ratapopulasi tanaman produktif sebanyak 5 pohonyaitu sebesar Rp. 2.001.250,- jika melakukanpanen sendiri. Sedangkan, jika melakukanpenjulan dengan cara tebasan mengeluarkanbiaya usahatani sebesar Rp. 256.250,-. Namunsecara keseluruhan biaya tersebut tidak secaranyata dikeluarkan petani. Kedua cara penjualantersebut hanya mengeluarkan biaya yang nyatasebesar Rp. 175.000,- yaitu dari biaya saranaproduksi.

Berdasarkan Tabel 1, menunjukkan bahwapenerimaan usahatani manggis yang diusahakanpetani terbagi menjadi 2 (model) penerimaanyaitu: (1) model penerimaan/produksi yangdihasilkan dengan cara penjualan langsungdengan penebas/pengepul dan (2) modelpenerimaan/produksi yang dihasilkan dengancara penjualan langsung ke pedagangpengumpul melalui panen sendiri. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa penerimaanusahatani manggis yang diusahakan petanidengan model penjualan langsung denganpenebas menunjukkan hasil penerimaan sebesarRp. 2.000.000,- per tahun dengan populasitanaman sebanyak 5 pohon. Besaranpenerimaan tersebut dihasilkan dari hasiltebasan per pohon yaitu sebesar Rp. 400.000,-.Sedangkan penerimaan usahatani manggisdengan model penjualan panen sendirimenghasilkan penerimaan sebesar Rp.2.375.000,- dengan produksi sebanyak 5 pohonsebesar 250 kg. Namun harga jual yangdiperoleh petani berdasarkan grade buah yangdihasilkan.

Sedangkan pendapatan petani yangdihasilkan dari usahatani manggis yangdiusahakan yaitu terdapat dari 2 (dua) sumberyaitu pendapatan dari hasil usahatani danpendapatan dari biaya tenaga kerja yang kembalikepada petani. Berdasarkan hal tersebut, makapendapatan usahatani manggis yang dilakukanpetani dengan model penjualan langsung kepenebas memperoleh pendapatan per tahunsebesar Rp. 1.826.250,-. Sedangkan

Analisa Pendapatan dan Rantai Pasar Manggis di Kecamatan PetangKabupaten Badung Provinsi Bali | Jemmy Rinaldi, dkk.

Page 7: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

156 Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian Vol 18 No. 3 Desember 2020

Tabel 1. Analisa usahatani Manggis di Kecamatan Petang dengan populasi tanaman rata-rata 5 pohon perKK dan umur tanaman rata-rata 15 tahun

Uraian Volume Satuan Harga Jumlah (Rp)satuan (Rp)

I. Biaya Sarana Produksi 1. Bibit Lokal (tidak beli) 5 Pohon - -2. Pupuk kandang (1 pohon = 1 arco @15 kg) 75 Kg 1.000 75.000

Pupuk organik (petroganik) 10 kg/pohon 100 Kg 1.000 100.000 2 kali pupuk

3. Pestisida dan Pupuk Anorganik (Tidak ada) - Kg - - Total Biaya Sarana Produksi 175.000

II. Biaya Tenaga Kerja

1. Pembuatan lubang tanam dan larikan 0,1875 HOK 100.000 18.750(1 Orang x 1,5 jam/5 pohon)

2. Pemupukan (1 orang x 2,5 jam/5 pohon) 0,6250 HOK 100.000 62.5003. Panen Sendiri (2 orang x 6 jam x 15 kali) -

- Pria 11,5 HOK 100.000 1.150.000 - Wanita 11,0 HOK 70.000 770.000

4. PanenTebasan - HOK 100.000 - Total Biaya TK (Panen Sendiri) 2.001.250 Total Biaya TK (Tebasan) 81.250

III. Total Biaya

1. Panen Sendiri 2.176.2502. PanenTebasan 256.250

IV. Produksi/Penerimaan:

1. Panen Sendiri: - Grade 1 (8-10 biji/kg) 30% 75 Kg 15.000 1.125.000 - Grade 2 (10-12 biji/kg) 30% 75 Kg 10.000 750.000 - Grade 3 (kecil, keras, 15 biji/kg) 40% 100 Kg 5.000 500.000 Total Produksi Panen Sendiri 2.375.000

2. PanenTebasan 5 Pohon 400.000 2.000.000

V. Pendapatan

1. Panen Sendiri - Pendapatan Usaha 198.750 - Biaya Tenaga Kerja yg Kembali 2.001.250 Total Pendapatan Panen Sendiri 2.200.000

2. PanenTebasan - Pendapatan Usaha 1.745.000 - Biaya Tenaga Kerja yg Kembali 81.250 Total Pendapatan PanenTebasan 1.826.250

3. Margin Pendapatan 373.750

pendapatan usahatani yang dilakukan denganmodel penjualan langsung ke pedagangpengumpul dengan panen sendiri memperolehpendapatan sebesar Rp. 2.200.000,-.Daribesarnya pendapatan yang diperolehmenggunakan model penjualan langsung kepedagang pengumpul dengan cara panensendiri, menunjukkan bahwa penjualan langsungke penebas tidak menghasilkan pendapatan

yang maksimal.Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang

menyatakan bahwa adanya perbedaanpendapatan usahatani manggis yang lebih tinggipada sistem pemasaran langsung dibandingkandengan sistem pemasaran dengan cara ijon.Namun, hasil penelitian menunjukkan faktorsosial ekonomi yang mempengaruhi dalammengambil keputusan petani sistem ijon antara

Page 8: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

157

lain adalah umur, pendidikan dan jumlah anggotakeluarga. Tinggi rendahnya pendapatan yangdiperoleh petani akan lebih berpengaruh ketikapetani terdesak dalam masalah keuangan(Asmara et al., 2011). Selain cara penjualan,pendapatan usahatani manggis banyakdipengaruhi oleh jumlah tanaman menghasilkanyang diusahakan (Dewi dan Qanti, 2018).

Rantai Pasar Manggis

Rantai pasar manggis yang terbentuk diKecamatan Petang Kabupaten Badung ada 2jenis yaitu: 1) rantai pasar manggis denganpanen manggis dilakukan langsung olehpenebas atau petani menjual dengan caratebasan dan 2). rantai pasar manggis yangterbentuk dengan panen manggis dilakukanlangsung oleh petani. Berikut adalah skemarantai pasar masing - masing (Gambar 1 dan 2).

Berdasarkan gambar skema rantai pasarpenjualan manggis dengan sistem tebasanmenunjukkan bahwa petani melakukan

pemasaran manggis yang dimilikinya dilakukandengan penjualan langsung ke penebas.Pelaksanaan panen dan sortasi buahberdasarkan grade kualitas buah juga dilakukanoleh penebas. Kemudian, penebas menjual hasilmanggis yang telah disortasi ke pedagangpengumpul dengan harga berdasarkan kulitas/grade buah manggisnya. Pedagang pengumpuldi Kecamatan Petang juga melakukanpenyortiran kembali untuk dijual ke padagangbesar di Kecamatan Pupuan, KabupatenTabanan. Grade 1 dan 2 biasanya dijual kepedagang besar (Pupuan). Sedangkan grade 3dijual langsung ke pasar di Denpasar. Daripedagang besar di Pupuan dan pasar diDenpasar baru terdistribusi langsung kekonsumen.

Berdasarkan skema pasar manggis tersebutpenebas mempunyai peran penting dalamusahatani manggis di Kecamatan Petang. Hal inidisebabkan karena pelaksanaan panen manggissampai dengan proses penyortiran kualitas buahsebelum dijual banyak dilakukan oleh penebas.

Gambar 1. Skema rantai pasar penjualan manggis dengan sistem tebasan

Gambar 2. Skema rantai pasar penjualan manggis dengan sistem panen sendiri

Analisa Pendapatan dan Rantai Pasar Manggis di Kecamatan PetangKabupaten Badung Provinsi Bali | Jemmy Rinaldi, dkk.

Page 9: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

158 Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian Vol 18 No. 3 Desember 2020

Nilai rata - rata tebasan per pohon manggis yangdisepakati hanya sebesar Rp.400.000,-.Sementara jika dijual berdasarkan grade buahakan lebih dari nilai yang disepakati. Artinyatambahan nilai penerimaan usahatani manggisbanyak diambil oleh penebas. Skema rantaipasar ini sebagian besar yang terjadi diKecamatan Petang. Terbukti dari 30 petani yangterlibat dalam diskusi sebanyak 26 petani atau86,67 persen yang menjual manggisnya dengancara tebasan. Hal ini yang dirasa petani mudahdilakukan karena menganggap sulit memasarkanmanggis jika tidak langsung ke penebas/tengkulak. Pernyataan tersebut sejalan denganhasil penelitian Azizah (2016) yang menyatakanbahwa tengkulak mempunyai peran positif sesuaidengan perannya yaitu peran sebagaipengumpul, pembeli, penghubung dan pemasar.Tengkulak juga mempunyai jaringan sosial yangluas.

Sedangkan berdasarkan gambar skemarantai pasar penjualan manggis dengan sistempanen sendiri menunjukkan bahwa petani panenbuah manggis yang dimilikinya dilakukan dengansendiri dengan melakukan penyortiran kualitasbuah berdasarkan grade dan dijual langsung kepedagang pengumpul. Skema rantai pasar initidak lagi melibatkan penebas dalam rantaipemasaran manggisnya. Kemudian pedagangpengumpul di Kecamatan Petang jugamelakukan penyortiran kembali untuk dijual kepadagang besar di Kecamatan Pupuan,Kabupaten Tabanan. Grade 1 dan 2 biasanyadijual ke pedagang besar (Pupuan). Sedangkangrade 3 dijual langsung ke pasar di Denpasar.Dari pedagang besar di Pupuan dan pasar diDenpasar baru terdistribusi langsung kekonsumen. Skema rantai pasar manggis inimemperlihatkan peran penting petani dalammelakukan panen serta sortasi kualitas buahyang dijual ke pedagang pengumpul. Petanimendapatkan nilai tambah yang maksimumkarena nilai tambah yang selama ini diterimapenebas menjadi nilai tambah petani. Akan tetapi,dari 30 petani yang terlibat dalam wawancaralangsung ini hanya sebanyak 4 orang atau 13,33persen. Padahal rantai pasar ini yang lebih efisiendibandingkan rantai pasar yang biasa dilakukanpetani. Hasil penelitian Muslim et al. (2011)menyatakan bahwa saluran pemasaran yangefisien dari buah manggis di Purwakarta adalahsaluran pemasaran dari petani langsung kekonsumen melalui pemasok dan pengecer. Hal

ini serupa yang dilakukan pada empat petanimanggis di Kecamatan Petang yang tidakmelibatkan penebas dalam rantai pasarnya.

Berdasarkan dua skema rantai pasar diatas,menunjukkan bahwa peran kelompok tani tidakada dalam kedua rantai pasar tersebut, hal iniyang menyebabkan sebagian besar petanimemilih menjual langsung dengan penebas.Artinya petani sebagian besar hanya berperandalam memproduksi dan membudidayakanmanggis. Padahal, jika kelompok tani diberikanperan dalam mengelola pemasaran buahmanggis di Kecamatan Petang, pendapatanpetani akan lebih tinggi dan mempunya posisitawar dalam menghargai buah manggisberdasarkan kualitas/grade dengan pedagangpengumpul. Hal ini sejalan dengan penelitianDeveriky et al. (2015) yang menunjukkan bahwaterlibatnya kelompok tani dalam pemasaranmanggis di Kabupaten Lima Puluh Kota diSumatera Barat menghasilkan efisiensi pasar.Begitu juga menurut hasil penelitian lainmenyatakan bahwa semakin pendek sistempemasaran yang terbentuk, maka nilai tambahyang diterima petani semakin tinggi (Suharyantoet al.,2008). Namun menurut Astuti et al. (2010)rantai pasok tidak hanya melihat tingkatefisiensinya tetapi juga harus melihat jaminankualitas dan kuantitas pasokan buah manggisyang merupakan hasil panen petani manggisagar terus berkelanjutan. Hal ini dapat dilakukanoleh kelompok tani sebagai lembaga petani yangdapat menjamin hal tersebut dan berperanpenting terhadap keberlanjutan pasar buahmanggis seperti yang dilakukan di kabupatenSijunjung (Deperiky, 2018)

KESIMPULAN DAN SARAN

Analisa usahatani manggis di KecamatanPetang dengan rata-rata kepemilikan rumahtangga 5 pohon dengan umur tanaman 15 tahunmenunjukkan bahwa dengan perilaku petanimelakukan panen manggis sendiri menghasilkanpendapatan sebesar Rp. 2.200.000,- yang lebihtinggi dibandingkan dengan pendapatanusahatani manggis dengan cara tebasan yaitusebesar Rp. 1.826.250,-. Margin pendapatancara panen tersebut mencapai Rp. 373.750,-.Skema rantai pasar penjualan manggis yangdilakukan petani dengan cara panen sendiri lebihefisien dibandingkan dengan skema rantai pasar

Page 10: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

159

dengan cara panen tebasan. Untukmeningkatkan pendapatan petani dan efisiensirantai pasar, disarankan kelompok tani dapatdiperankan dalam hal pembelian hasil buahmanggis petani dan berperan dalam melakukansortasi buah agar dapat menentukan posisi tawarharga ke pedagang pengumpul. Pemerintahdaerah diharapkan dapat memberikan pelatihanbudidaya manggis yang baik agar dapatmenghasilkan buah manggis yang berkualitasdan memperoleh harga yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Asmara, R., N. Hanani dan R. Suryaningtyas.2011. Analisis Usahatani Manggis danFaktor-Faktor Sosial Ekonomi yangMempengaruhi Keputusan PetaniMemasarkan Hasil Usahatani Manggisdengan Sisitem Ijon. Jurnal AGRISE VolumeXI No. 2, Mei 2011, hal 129-137.

Astuti, R., Marimin, R. Poerwanto, Machfud danY. Arkeman. 2010. Kebutuhan dan StrukturKelembagaan Rantai Pasok Buah ManggisStudi Kasus Rantai Pasok di KabupatenBogor. Jurnal Manajemen Bisnis Volume 3No. 1, April-Juli 2010, hal. 99-115.

Azizah, E.N. 2016. Peran Positif Tengkulak dalamPemasaran Buah Manggis Petani: StudiJaringan Sosial Tengkulak di Desa Karacak,Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor.Indonesian Journal of Soisology andEducation Policy, Volume 1 No. 1, 2016; 80-102.

Badan Pusat Statistik. 2014. Kabupaten BadungDalam Angka 2014. Badan Pusat StatistikKabupaten Badung.

Badan Pusat Statistik. 2018. Kabupaten BadungDalam Angka 2018. Badan Pusat StatistikKabupaten Badung.

Badan Pusat Statistik. 2019. Produksi TanamanBuah – Buahan Manggis Tahun 2018.Diunduh dalam https://www.bps.go.id/s u b j e c t / 5 5 / h o r t i k u l t u r a . h t m l #subjekViewTab6 pada tanggal 21 Nopember2019.

Deperiky, D. 2018. Model Sistem Supply ChainManggis di Kabupaten Sijunjung. JurnalMenara Ilmu. Volume XII, No. 6, Juli 2018,hal: 47-56.

Deveriky, D., M. Noer dan Mahdi. 2015. AnalisisManajemen Rantai Pasok (Supply ChainManagement) Buah Manggis oleh KelompokTani di Kenagarian Sungai TalangKabupaten 50 Kota Provinsi Sumatera Barat.Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 5,Nomor 1, Maret 2015, hal 22-30.

Dewi dan S.R. Qanti. 2018. Analisis KontribusiPendapatan Usahatani Manggis TerhadapPendapatan Rumah Tangga Petani Manggisdi Desa Cikalong, Kecamatan Sodong hilir,Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. JurnalIlmiah Mahasiswa AGROINFO GALUHVolume 4, Nomor 3, Mei 2018, hal 936-945.

Downey, W.D. dan S.P. Erickson. 1985.Manajemen Agribisnis. Dialih bahasakanoleh Rochidayat, Gonda S dan Alfonsus.Penerbit Erlangga. Jakarta. 516 hal.

Krishnamurthi, S. and N. V. Rao. 1965. TheMangosteen (Garcinia mangostanaL )Itsintroduction and Establishment inPeninsular India. In: Krisnamurthi. S.(ed).Advances Agrie, Sciences and TheirApplication. The Madras Agrie. J. India, p;401-421.

Kustiari, R., H.J. Purba dan Hermanto. 2012.Analisis Daya Saing Manggis di Indonesiadi Pasar Dunia (Studi Kasus di SumateraBarat). Jurnal Agro Ekonomi, Volume 30 No.1, Mei 2012: 81-107.

Leeuwis, Cees. 2000. ReconceptualisingParticipation For Sustainable RuralDevelopment. Toward a NegotiationApproach. Development and Change. Vol.31, Number 5, November 2000 p. 931-959.

Muslim, C., dan T. Nurasa. 2011. Daya SaingKomoditas Ekspor Manggis, SistemPemasaran dan Kemantapannya di DalamNegeri (Studi Kasus di KabupatenPurwakarta, Jawa Barat). Jurnal AgroEkonomi, Volume 29, No. 1, Mei 2011, hal87-111.

Suharyanto, I.A.P. Parwati dan J. Rinaldi. 2008.Analisis Pemasaran dan Tataniaga Anggurdi Bali. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian(SOCA), Volume 8, No. 1, Februari 2008.

Suratiyah, K. 1997. Analisis Usahatani. JurusanSosial Ekonomi Pertanian. FakultasPertanian Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta.

Analisa Pendapatan dan Rantai Pasar Manggis di Kecamatan PetangKabupaten Badung Provinsi Bali | Jemmy Rinaldi, dkk.

Page 11: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

160 Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian Vol 18 No. 3 Desember 2020

ANALISIS KONSUMSI PANGAN MASYARAKAT DI PROVINSI BALI

I Made Arinata Winaya

Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Bali, Jl. W.R. Supratman, Denpasar.E-mail: [email protected]

Submitted date: 3 September 2020 Approved date : 12 Oktober 2020

ABSTRACT

Analysis of Community Food Consumption in Bali Province

One of the strategies in increasing food security is through the achievement of food diversification. Thisresearh aims to analyze the food consumption pattenrns of people in Bali in the last five years (2015-2019).The main data used in analyzing peoples food consumption is data from 2015-2019 nasional household socio-economic survey which was processed by Bali Provicial Statistic Agency, the food security agency of Jakartaagriculture Deparment. The data were analyzed using quantitative descriptive methods and presented in tableand graphs. The analysis results show that 1). The consumption pattern of people in Bali fluctuates, this can beseeninthe quantity of food consumed, one of which is rice. 2). In 2019 based on data from the Bali Provicialstatistic agency of Bali, the average population of rice consumptionis7.42 kg/capita/month or 89.04 kg /capita/year. This figure shows a downward trend from 2015 where rice consumption reached 9.162 kg/capita/monthor 97.444/capita/year. 3). The government has established various regulation to achieve food diversificationsuch as presidential regulation no. 22 of 2009 concerning policies to acceletae diversification of food consumptionbased on local resources and as been followwd up with a regulation from the ministry of agriculture through theminister of agriculture regulation no 43/permentan/ot/10/2009 concerning the movement to accelerate thediversification of food consumstion based on local resources.

Keywords : Food diversification, food consumption, society.

ABSTRAK

Salah satu strategi dalam meningkatkan ketahanan pangan adalah melalui pencapaian diversifikasikonsumsi pangan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola konsumsi pangan masyarakat di Bali dalamlima tahun terakhir (2015-2019). Data utama yang digunakan dalam menganalisis konsumsi pangan masyarakatadalah data yang bersumber dari Survei Sosial Ekonomi Rumah Tangga Nasional (SUSENAS) tahun 2015-2019 yang diiolah oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, Badan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian,Jakarta. Data dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif dan disajikan dalam tabel dangrafik. Hasil analisis menunjukkan bahwa: 1). Pola konsumsi masyarakat di Bali berfluktuatif , hal ini dapatdilihat dikuantiatas pangan yang dikonsusmsi, salah satunya beras. 2). Pada tahun 2019 berdasarkan dataBPS Provinsi Bali rata-rata konsumsi beras penduduk Bali sebanyak 7,42 kg/kapita/bulan atau 89,04 kg/kapita/tahun. Angka ini menunjukkan tren penurunan dari tahun2015 dimana konsumsi beras mencapai 8,162 kg/kapita/hari atau 97,944 kg/kapita /tahun dan 3). Pemerintah telah menetapkan berbagai peraturan untuktercapainya diversifikasi pangan seperti Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan PercepatanPenganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal. Dan telah ditindaklanjuti dengan PeraturanKementerian Pertanian melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/OT.140/10/2009 tentangGerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal.

Kata kunci : Diversifikasi pangan, konsumsi pangan, masyarakat

Page 12: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

161

PENDAHULUAN

Provinsi Bali memiliki luas wilayah 5.636,66km2, dengan proyeksi penduduk tahun 2020sejumlah 4.380.800 jiwa *). Pesatnyapembangunan sektor non pertanian di ProvinsiBali menyebabkan luas baku lahan sawah daritahun ke tahun terus mengalami penurunan(beralih fungsi). Luas lahan sawah Kementan(2012) 80.095,092 Ha dan Kementerian ATR(2019) menjadi 70.995,88 Ha, atau terjadi alihfungsi lahan sebesar 9.099,212 Ha**).Sumber airdi Bali terdiri dari 4 buah danau dan 162 buahsungai. Komoditas yang dominan diusahakanoleh petani adalah 1) tanaman pangan : padi,jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubikayu dan ubi jalar; 2) sedangkan untuk tanamanhortikultura : pisang, salak, manga, jeruk, cabe,bawang merah, petsai/sawi, dan kubis.

Komoditi padi dan jagung adalah komodititanaman pangan yang paling dominandiusahakan oleh petani, baik di lahan sawahmaupun lahan kering. Rata-rata luas tanamanpadi dalam setahun adalah 141.153 ha,sedangkan rata-rata luas tanam jagung setahun17.339,8hektar.

Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwaluas tanam dan panen baik padi maupun jagungcukup berfluktuatif dan cenderung menurun.Luas tanam dan panen tanaman padi dan jagungsangat tergantung pada ketersediaan irigasi danlahan. Dalam rangka mengantisipasi penurunanproduksi sebagai akibat penurunan luas tanam

dan panen maka upaya-upaya peningkatanproduksi secara intensif. Salah satu upaya yangdilakukan yaitupeningkatan mutu intensifikasiyang didukung dengan adanya subsidi, proteksidan pengembangan teknologi spesifik lokasi.

Pemerintah dengan berbagai program terusberupaya meningkatakan produksi pangan.Upaya pencapaian produksi pangan kedepannampaknya akan mengalami kendala akibatadanya perubahan iklim. Dampak dari perubahanpada hujan dan kejadian iklim ekstrim adalahmeningkatnya ancaman Organisme PenggangguTanaman, banjir dan kekeringan. Hal tersebutmenyebabkan terjadi penurunan produksi. Olehkarena itu upaya yang tepat dilakukan olehpemerintah adalah diversifikasi pangan.Tulisanini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana polakonsumsi pangan masyarakat dikaitkan dengandiversifikasi konsumsi pangan.

METODOLOGI

Data utama yang digunakan untukmenganalisis konsumsi pangan masyarakatadalah data yang bersumber SUSENAS yangdiolah oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Baliselama lima tahun terakhir (2015-2019). Selainitu juga digunakan data terkait lainnya yangberasal dari berbagai instansi. Analisis datadilakukan secara deskripftif kualiatatif denganmenggunakan tabel dan grafik.

Tabel 1. Perkembangan luas tanam, panen, produktivitas dan produksi padi dan jagung di Provinsi Bali 2015s/d 2019.

TahunUraian

2015 2016 2017 2018 2019

Padi - Tanam (Ha) 134.847 150.960 141.103 143.773 135.082 - Panen (Ha) 137.254 139.529 141.491 110.978 95.319 - Produkstivitas (Ku/Ha) 62,20 60,60 59,09 60.11 60,78 - Produksi (Ton) 853.404 845.560 836.097 667.069 579.321 Jagung - Tanam (Ha) 19.120 19.729 16.780 16.952 14.118 - Panen (Ha) 15.346 16.802 15.628 13.212 17.794 - Produkstivitas (Ku/Ha) BP 26,50 33,17 35,22 37,91 46,26 - Produksi (Ton) 40.603 55.736 55.042 50.088 82.310

*) Proyeksi penduduk Bali 2010-2020 BPS Provinsi Bali, 2015**) Lahan Baku Sawah Provinsi Bali, 2019

j

Analisis Konsumsi Pangan Masyarakat di Provinsi Bali | I Made Arinata Wijaya

Page 13: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

162 Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian Vol 18 No. 3 Desember 2020

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kebutuhan rumah tangga dapatdikelompokkan ke dalam dua kategori besar,yaitu kebutuhan pangan dan bukan pangan.Secara alamiah kualitas pangan yang dibutuhkanseseorang akan mencapai titik jenuh sementarakebutuhan bukan pangan tidak terbatasi dengancara yang sama. Oleh kerena itu, besaranpendapatan yang dibelanjakan untuk pangan darisuatu rumah tangga dapat digunakan sebagaipetunjuk tingkat kesejahteraan rumah tanggatersebut. Makin tinggi pangsa pengeluaranpangan, berarti makin berkurang kesejahteraanrumah tangga tersebut. Sebaliknya makin kecilpengeluaran pangan maka rumah tanggatersebut makin sejahtera.

Pola konsumsi masyarakat Bali sangatberfluktuatif. Hal ini dapat dilihat dari kuantitaspangan yang dikonsumsi salah satunyaberas.Presentase pengeluaran untuk makananterhadap total pengeluaran semakin meningkatyaitu tahun 2015 : 40,34 %, 2016 : 42,38 %,2017 : 42,73 %, 2018 : 43,89 % dan 2019 : 43,92%. Rumah tangga dengan proporsi pengeluaranpangan lebih atau sama dengan 60 % dapatdikatagorikan rawan pangan sedangkan rumahtangga dengan proporsi kurang dari 60 %dikatagorikan tahan pangan.

Pada grafik 1 menyajikan pangsa penge-luaran pangan secara agregat menunjukkanpeningkatan. Bila mengacu pada hukum Engelberarti kondisi tahun 2019 tidak lebih baikdibanding kondisi tahun 2015. Dari sisipendapatan/pengeluaran total secara absolutrata-rata meningkat. Hukum Engelcenderungtidak berlaku sepenuhnya di daerah Bali,kenaikan pendapatan (pengeluaran) total tidakselalu dibarengi dengan menurunnya pangsapengeluaran pangan. Hal ini karena preferensirumah tangga berpengaruh dalam memilih danmengkonsumsi pangantidak semata-mata hanyapertimbangan pendapatan tetapi juga selera dansosial budaya setempat.

Hal ini juga terlihat dari pangsa pengeluarankelompok padi-padian yang mencapai 6,99 %.Menarik untuk diperhatikan pengeluarankelompok padi-padiandalam lima tahun terakhircenderung menurun setiap tahunnya,dankelompok makanan jadi cenderung mengalamipeningkatan. Kecenderungan inimengindikasitelah mulai terjadi pergeseran pola makan dimasyarakat yaitu dari makanan yang dimasakdirumah ke arah makanan yang dimasak di luarrumah seperti restoran, kafe, warung dan lainsebaginya. Selama lima tahun terakhir yangkonsisten mengalami peningkatan adalahpangsa pengeluaran makanan dan minuman

Page 14: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

163

Tabel 2. Rata-rata pengeluaran perkapita sebulan menurut kelompok bahan makanan Provinsi Bali Tahun2015 - 2019

Kelompok Bahan TahunMakanan 2015 2016 2017 2018 2019

Rupiah (%) Rupiah (%) Rupiah (%) Rupiah (%) Rupiah (%)

Padi-padian 73055 17.33 68868 14.78 67412 11.84 73029 12.17 72520 11.90 Umbi-umbian 3112 0.74 2860 0.61 4231 0.74 3750 0.63 4764 0.78 Ikan 22190 5.26 21607 4.64 27140 4.77 29088 4.85 33929 5.57Daging 23935 5.68 32206 6.91 33517 5.89 33586 5.60 39399 6.47Telur dan Susu 27234 6.46 27796 5.96 30974 5.44 32453 5.41 31788 5.22Sayur-sayuran 28514 6.76 33940 7.28 50021 8.79 42056 7.01 39779 6.53Kacang-kacangan 9613 2.28 9062 1.94 12228 2.15 12109 2.02 12042 1.98Buah-buahan 21411 5.08 30756 6.60 27793 4.88 39145 6.52 29974 4.92 Minyak dan Lemak 11394 2.70 10201 2.19 11699 2.06 11802 1.97 11708 1.92Bahan Minuman 12367 2.93 12689 2.72 14857 2.61 14334 2.39 13165 2.16Bumbu-bumbuan 7269 1.72 7397 1.59 8352 1.47 9042 1.51 9665 1.59Konsumsi lainnya 7055 1.67 6977 1.50 8536 1.50 7507 1.25 8442 1.39 Makanan dan 135154 32.06 156274 33.54 222535 39.10 244433 40.74 252900 41.51Minuman JadiTembakau dan Sirih 39273 9.32 45361 9.73 49872 8.76 47642 7.94 49108 8.06

Jumlah / Total 421576 100.00 465994 100.00 569167 100.00 599976 100.00 609183 100.00

Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS Provinsi Bali.

Tabel 3. Pengeluaran rata-rata per kapita sebulan menurut kelompok bukan makanan Provinsi Bali, 2015-2019

Kelompok Tahunbukan makanan 2015 2016 2017 2018 2019

Rupiah (%) Rupiah (%) Rupiah (%) Rupiah (%) Rupiah (%)

Perumahan dan 251302 40.30 260002 41.04 315252 41.32 315247 41.10 313656 40.32 fasilitas rmh tangga Aneka komoditas 195210 31.31 213430 33.69 228445 29.94 238110 31.04 255732 32.87dan jasaPakaian, alas kaki 18642 2.99 19321 3.05 25648 3.36 23366 3.05 24827 3.19dan tutup kepala Komoditas Tahan 84862 13.61 61691 9.74 79239 10.39 80070 10.44 68178 8.76LamaPajak, punggutan 26874 4.31 31328 4.94 49331 6.47 48427 6.31 52929 6.80dan asuransiKeperluan pesta 46678 7.49 47796 7.54 65002 8.52 61837 8.06 62650 8.05dan upacaraJumlah bukan 623568 100.00 633568 100.00 762917 100.00 767057 100.00 777972 100.00 makanan

Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS Provinsi Bali

Analisis Konsumsi Pangan Masyarakat di Provinsi Bali | I Made Arinata Wijaya

Page 15: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

164 Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian Vol 18 No. 3 Desember 2020

jadi, yaitu dari 14,11 % tahun 2015 menjadi 19,18% tahun 2019.

Tingkat kecukupan konsumsi energi danprotein dapat digunakan sebagai indikator untukmelihat kondisi gizi masyarakat dan jugakeberhasilan pemerintah dalam pembangunanpangan, pertanian, kesehatan, sosial ekonomisecara terintegrasi. Saat ini acuan yangdigunakan untuk mengetahui apakah energi danprotein yang dikonsumsi oleh masyarakat sudahterpenuhi atau belum adalah hasil dariWidyakarya Nasional Pangan dan Gizi XI (WNPGXI) di Hotel Bidakara Jakarta tanggal 3-4 Juli2018, yang diselenggarakan oleh LIPI denganinstansi lainnya.Hasil WNPG ke XI, tahun 2018menetapkan bahwa angka kecukupan energi(AKE) dan angka kecukupan protein (AKP)masyarakat Indonesia adalah 2100 kalori/kapita/hari dan 57 gram/kapita/hari.

Sampai tahun 2018, konsumsi energi terusmengalami peningkatan dibandingkan tahun2015, namun untuk tahun 2019 konsumsi energimenurun dibandingkan dengan tahun 2018, akantetapi masih tetap diatas anjuran, dan tetap lebihtinggi dari tahun 2015, yaitu tahun 2015 :103,96% tahun 2016 : 105,52%, tahun 2017 :106,63% , tahun 2018 : 108,71%, dan tahun 2019: 107,50%. Tercukupinya konsumsi energykarena ketersediaan yang mencukupi.

Dalam kaitan itu, konsumsi per kapita suatujenis pangan atau bahan makanan dapatdigunakan untuk memperkirakan kebutuhanpangan atau makanan tersebut di suatu wilayahuntuk periode tertentu. Sementara itu, besarankonsumsi yang disajikan dalam analisis ini hanyamencakup bahan pangan yang dikonsumsipenduduk saja, belum memperhitungkan bahanyang diolah pabrik, sehingga dalammemperkirakan kebutuhan Bali setiap jenispangan atau bahan makanan tersebut harus jugamemperhitungkan banyaknya setiap bahanpangan atau makanan yang diolah pabrik untukmemproduksi makanan/minuman yangmengandung bahan tersebut.

Dalam konteks Bali, berdasarkan hasilolahan Susenas penentuan pola konsumsipangan pokok rumah tangga didasarkan padasumbangan energi dari setiap komoditas panganpokok terhadap total energi pangan pokok(pangan sumber karbohidrat). Kriteria yangdigunakan adalah pola pangan pokok berasapabila sumbangan energi dari beras lebih besardari 90 persen, sedangkan pola pangan pokok

beras dan komoditas lain bila masing-masingkomoditas lain menyumbang lebih dari limapersen.

Tahun 2014, secara agregat pola konsumsipangan atau bahan makanan pokok untukkelompok komoditi padi dan palawija masihdidominasi oleh beras. Pada tahun 2014, sepertisetiap penduduk Bali rata-rata mengkonsumsiberas sebanyak 8,29 kg/kapita/bulan atau 99,49kg/kapita/tahun. Angka ini menunjukkan trenpenurunan dari tahun 2010 dimana konsumsiberas mencapai angka 8,69 kg/kapita/bulan atau104,32 kg/kapita/tahun. Sedangkan pada tahun2019 berdasarkan data dari BPS Provinsi Balirata-rata konsumsi beras sebanyak 7,42 kg/kapita/bulan atau89,04 kg/kapita/tahun. Angka inijuga menunjukkan tren penurunan dari tahun2015 dimana konsumsi beras mencapai 8,102kg/kapita/tahun atau 97,224 kg/kapita/tahun.

Untuk komoditi ubi kayu pada tahun 2019penduduk Bali rata-rata mengkonsumsisebanyak 0,25 kg/kapita/bulan atau 3,00 kg/kapita/tahun. Angka ini menunjukkan trenpeningkatan dari tahun 2015 dimana konsumsiubikayu mencapai angka 0,206 kg/kapita/bulanatau 2,472 kg/kapita/tahun.

Komoditi bawang putih pada tahun 2019penduduk Bali rata-rata mengkonsumsisebanyak 2,36 ons/kapita/bulan atau 28,32 ons/kapita/tahun atau 2,832 kg/kapita/tahun. Angkaini menunjukkan tren penunurunan dari tahun2015 dimana konsumsi bawang putih mencapai2,461 ons/kapita/bulan atau 29,532 ons/kapita/tahun atau 2,95 kg/kapita/tahun.

Komoditi bawang merah pada tahun 2019penduduk Bali rata-rata mengkonsumsisebanyak 3,41 ons/kapita/bulan atau 40,92 ons/kapita/tahun atau 4,09 kg/kapita/tahun. Angka inimenunjukkan tren penunurunan dari tahun 2015dimana konsumsi bawang putih mencapai 3,529ons/kapita/bulan atau 42,348 ons/kapita/tahunatau 4,2 kg/kapita/tahun.

Komoditi daging sapi pada tahun 2019penduduk Bali rata-rata mengkonsumsisebanyak 0,01 kg/kapita/bula atau 0,12 kg/kapita/tahun. Angka ini menunjukkan trenpenunurunan dari tahun 2015 dimana konsumsidaging sapi mencapai 0,013 kg/kapita/bulan atau0,156 kg/kapita/tahun.

Komoditi daging ayam pada tahun 2019penduduk Bali rata-rata mengkonsumsisebanyak 0,72 kg/kapita/bula atau 8,64 kg/kapita/tahun. Angka ini menunjukkan tren

Page 16: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

165

Tabel 4. Tingkat konsumsi energi dan protein

TahunUraian

2015 2016 2017 2018 2019

Energi (kalori) 2183.07 2215.87 2239.31 2282.83 2257.46TKE 103.96 105.52 106.63 108.71 107.50Protein (gram) 61.57 62.29 64.11 65.63 66.01TKP 108.02 109.28 112.47 115.14 115.81

Keterangan: TKE: Tingkat konsumsi energi, TKP : Tingkat konsumsi protein

Tabel 5. Rata-rata konsumsi kalori dan protein (gram) perkapita sehari menurut kelompok bahan makananProvinsi Bali Tahun 2015 - 2019

Kelompok TahunBahan Makanan 2015 2016 2017 2018 2019

Kalori Protein Kalori Protein Kalori Protein Kalori Protein Kalori Protein(Kcal) (gram) (Kcal) (gram) (Kcal) (gram) (Kcal) (gram) (Kcal) (gram)

Padi-padian 995.50 23.35 1025.36 24.03 941.44 22.05 925.1 21.69 910.21 21.33Umbi-umbian 26.93 0.29 21.07 0.24 32.89 0.33 26.76 0.28 28.91 0.32Ikan 36.67 6.21 34.41 5.83 33.57 5.85 34.10 5.98 37.52 6.60Daging 82.71 4.50 108.76 5.57 95.07 5.37 97.48 5.46 104.03 5.67Telur dan susu 59.17 3.52 57.58 3.41 50.74 3.17 52.22 3.21 50.44 3.14Sayut-sayuran 36.13 2.43 33.14 2.27 41.05 2.65 43.03 2.7 43.33 2.67Kacang-kacangan 50.92 5.07 46.82 4.68 58.00 5.41 54.24 5.25 53.37 5.11Buah-buahan 47.85 0.49 57.26 0.54 55.01 0.55 69.68 0.76 55.11 0.55Minyak dan lemak 230.26 0.15 223.93 0.11 214.39 0.1 219.7 0.11 216.47 0.11 Bahan Minuman 82.22 1.04 78.81 0.95 76.04 0.94 75.11 0.96 70.34 0.94Bumbu-bumbuan 9.96 0.50 8.64 0.48 11.23 0.55 10.48 0.52 9.38 0.46Konsumsi Lainnya 46.29 0.99 44.10 0.96 48.83 1.01 41.02 0.84 43.15 0.88 Makanan dan 478.46 13.03 475.99 13.22 581.05 16.13 633.91 17.87 635.20 18.23Minuman

Jumlah 2183.07 61.57 2215.87 62.292239.31 64.112282.83 65.63 2257.46 66.01

Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS Provinsi Bali

peningkatan dari tahun 2015 dimana konsumsidaging ayam mencapai 0,602 kg/kapita/bulanatau 7,224 kg/kapita/tahun.

Komoditi telur ayam pada tahun 2019penduduk Bali rata-rata mengkonsumsisebanyak 8,85 butir/kapita/bula atau 106,2 butir/kapita/tahun. Angka ini menunjukkan trenpenunurunan dari tahun 2015 dimana konsumsibawang putih mencapai 8,898 butir/kapita/bulanatau 106,776 butir/kapita/tahun.

Dalam rangka mendorong mewujudkanpenganekaragaman konsumsi pangan sebagaidasar pemantapan ketahanan pangan untukpeningkatan kualitas sumberdaya manusia dan

pelestarian sumber daya alam, maka diterbitkanPeraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009tentang Kebijakan Percepatan Penganekara-gaman Konsumsi Pangan berbasis SumberdayaLokal, dimana sasaran dari peraturan tersebutadalah tercapainya pola konsumsi pangan yangberagam, bergizi, seimbang dan aman yangdicerminkan dengan tercapainya skor PPH.Untuk menindaklanjuti Peraturan PresidenNomor 22 Tahun 2009 dan mendorongterwujudnya penyediaan aneka ragam pangandan peningkatan konsumsi pangan yangberbasis potensi sumber daya lokal, KementerianPertanian menetapkan Gerakan Percepatan

Analisis Konsumsi Pangan Masyarakat di Provinsi Bali | I Made Arinata Wijaya

Page 17: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

166 Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian Vol 18 No. 3 Desember 2020

penganekaragaman Konsumsi Pangan BerbasisSumberdaya Lokal yang dituangkan dalamPeraturan Kementerian Pertanian No.43/Permentan/OT.140/10/2009.

Untuk mewujudkan Visi “ Nangun Sat KerthiLoka Bali”, dimana misi tersebut mewujudkankemandirian pangan, meningkatkan nilai tambahdan daya saing pertanian, perikanan dan industrikerajinan rakyat, diperlukan pengaturan yangmensinergiskan antara sektor pariwisata dengansektor pertanian, perikanan dan industri kera-jinan, maka Pemerintah Provinsi Bali menge-luarkan kebijakan strategis berupa PeraturanGubernur Bali Nomor 99 Tahun 2018 tentangPemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian,Perikanan dan Industri Lokal Bali. Untukmengimplementasikan Peraturan Gubernurtersebut telah ditindaklanjuti dengan Pedomanpelaksanaannya.

Terkait dengan kemandirian pangan DinasPertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Balitelah melaksanakan berbagai upaya dalamrangka peningkatan produktivitas pertanian.Upaya-upaya yang telah dilaksanakan antara lainperbaikan jaringan irigasi tersier, subsidi pupuk,subsidi benih/bibit, Asuransi Usahatani Padi,Asuransi Usahatani Jagung, Asuransi UsahataniTernak Sapi, dan lain-lain.

KESIMPULAN

Berdasarkan data Susenas 2015 dan 2019menunjukkan bahwa pola konsumsi masyarakatBali sangat berfluktuatif, hal ini dapat dilihat darikuantitas pangan yang dikonsumsi, salahsatunya beras.ditunjukkan dengan semakintingginya prosentase pengeluaran untuk panganterhadap total pengeluaran yaitu tahun 2015 :40,34 %, 2016 : 42,38 %, 2017 : 42,73 %, 2018: 43,89 % dan 2019 : 43,92 %, dimana rumahtangga dengan proporsi pengeluaran panganlebih atau sama dengan 60 % dapatdikatagorikan rawan pangan dan sebaliknya,rumah tangga dengan proporsi kurang dari 60% dikatagorikan tahan pangan namun karenaproporsi pengeluaran pangan < 60 %dikatagorikan tahan pangan.

Pada tahun 2019 berdasarkan data dari BPSProvinsi Bali rata-rata konsumsi beras pendudukBali sebanyak 7,42 kg/kapita/bulan atau 89,04kg/kapita/tahun. Angka ini menunjukkan tren

penurunan dari tahun 2015 dimana konsumsiberas mencapai 8,162 kg/kapita/tahun atau97,944 kg/kapita/tahun.

Pemerintah telah menetapkan berbagaiperaturan untuk tercapainya diversifikasi panganseperti Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun2009 tentang Kebijakan PercepatanPenganekaragaman Konsumsi Pangan BerbasisSumberdaya Lokal. Dan telah ditindaklanjutidengan Peraturan Kementerian Pertanianmelalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/OT.140/10/2009 tentang GerakanPercepatan Penganekaragaman KonsumsiPangan Berbasis Sumberdaya Lokal.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. 2015.Proyeksi Penduduk Bali 2010-2020.

Badan Pusat Statistik Provinsi Bali.2016. BaliDalam Angka 2015.

Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. 2017. BaliDalam Angka 2016.

Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. 2018. BaliDalam Angka 2017.

Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. 2019. BaliDalam Angka 2018.

Badan Pusat Statistik Provinsi Bali.2020. BaliDalam Angka 2019.

Badan Ketahanan Pangan.2019. DirektoriPerkembangan Konsumsi Pangan. Jakarta:Kementerian Pertanian, 2019.

Badan Ketahanan Pangan. 2015. Buku PanduanPerhitungan Pola Pangan Harapan (PPH).Jakarta: Kementerian Pertanian.

Badan Ketahanan Pangan Peraturan MenteriPertanian No. 43/Permentan/ 0t.140/10/2009 tentang Gerakan Percepatan penga-nekaragan Konsumsi Pangan BerbasisSumberdaya Lokal. Jakarta: KementerianPertanian, 2009.

Dewan Ketahanan Pangan. Peraturan PresidenRepublik Indonesia No. 22 Tahun 2009tentang Kebijakan Percepatan Pengane-karagan Konsumsi Pangan BerbasisSumberdaya Lokal. Jakarta: DewanKetahanan Panagan, 2009.

Page 18: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

167

Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura danPerkebunan Provinsi Bali kerjasama denganLembaga Penelitian dan PengabdianKepada Masyarakat (LPPM) PusatPengembangan Infrastruktur Data Spasial(PPIDS) Universitas Udayana. 2019.Laporan Akhir, Penyusunan Peta LahanPertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B)Provinsi Bali.

Peraturan Gubernur Bali Nomor 99 Tahun 2018Tentang Pemasaran dan PemanfaatanProduk Pertanian, Perikanan dan IndustriLokal Bali.

Analisis Konsumsi Pangan Masyarakat di Provinsi Bali | I Made Arinata Wijaya

Page 19: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

168 Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian Vol 18 No. 3 Desember 2020

ANALISIS NILAI TAMBAH PERBANYAKAN BENIH JAGUNG HIBRIDA NASA 29DI KABUPATEN MAMUJU

Ketut Indrayana1 dan Muh. Ricky2

1) Peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Barat2)Teknisi Litkayasa Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Barat

,Jln. Abd. Malik Pattana Endeng, Mamuju, Sulawesi Barat*E-mail: [email protected]

Submitted date: 10 September 2020 Approved date : 28 Oktober 2020

ABSTRACT

Analysis Added Value Plantation of Nasa 29 Hybrid Corn Seed in Mamuju District

Need for corn is increasing, both for food, animal feed, and industrial raw materials. This is an opportunityas well as a challenge for the government in increasing corn production towards sustainable self-sufficiency.Superior varieties are one of the components that can significantly increase yield. Hybrid varieties have ahigher yield potential than composites so that the use of hybrid corn seeds can increase the yield of corn percrop area. The Agricultural Research and Development Agency (Balitbangtan) has produced hybrid maizevarieties with high yield potential, which are no less competitive with other private hybrid maize, but they arenot well disseminated. In order to obtain added value for farmers and the development of Balitbangtan cornseeds, NASA 29’s hybrid corn seed propagation was carried out at the farmer level. The study was carried outin Salukayu Village, Papalang District, Mamuju Regency in 2018 covering an area of 1 ha. The results showedthat corn seeds were 1.5 tons / ha. The Nasa 29 hybrid maize seed propagation farm is economically feasibleand profitable, as indicated by the R / C value of 2.35, TIP 637 kg / ha, TIH Rp. 10,623, - / kg and IK Rp. 88,985,/ day. The study of the propagation of the NASA 29 hybrid maize seed was financially feasible and the economicbenefits were high and efficient.

Keywords: Seed, NASA 29 hybrid corn,value added

ABSTRAK

Kebutuhan terhadap jagung semakin meningkat, baik untuk pangan, pakan ternak, maupun bahan bakuindustri. Hal ini menjadi peluang sekaligus tantangan bagi pemerintah dalam peningkatan produksi jagungmenuju swasembada berkelanjutan. Varietas unggul merupakan salah satu komponen yang dapat meningkatkanhasil dengan nyata, varietas hibrida memiliki potensi hasil lebih tinggi dibanding komposit sehingga penggunaanbenih jagung hibrida mampu meningkatkan hasil jagung persatuan luas panen. Badan Penelitian danPengembangan Pertanian (Balitbangtan) telah menghasilkan varietas-varietas jagung hibrida dengan potensihasil yang tinggi, yang tidak kalah bersaing dengan jagung hibrida swasta lainnya, hanya saja belum terdiseminasidengan baik. Guna memperoleh nilai tambah bagi petani dan terdesiminasinya benih jagung Balitbangtan,maka dilakukan perbanyakan benih jagung hibrida NASA 29 ditingkat petani. Kajian dilaksanakan di DesaSalukayu, Kecamatan Papalang, Kabupaten Mamuju tahun 2018 seluas 1 ha. Hasil penelitian diperoleh benihjagung sebanyak 1,5 ton/ha. Usahatani perbanyakan benih jagung hibrida Nasa 29 ini layak danmenguntungkan secara ekonomi, hal ditunjukkan oleh nilai R/C 2,35, TIP 637 kg/ha, TIH Rp 10.623,-/kg danIK Rp. 88.985,/hari. Kajian perbanyakan benih jagung hibrida NASA 29 layak secara finasial dan manfaatekonominya cukup tinggi serta efisien.

Kata Kunci : Benih, jagung hibrida NASA 29, nilai tambah

Page 20: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

169

PENDAHULUAN

Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakansalah satu dari tiga tanaman sereal utama didunia yang menempati posisi penting dalamperekonomian maupun ketahanan pangannasional karena pemanfaatannya yang luas, baiksebagai sumber pangan, pakan ternak maupunbahan baku industri. Jagung merupakan salahsatu dari l ima komoditas prioritas yangdiprogramkan oleh Kementerian Pertanian.Menurut Sari (2017), kebutuhan jagung nasionalhampir 50% digunakan untuk industri pakan, danmeningkat setiap tahunnya dimana pada tahun2020 diperkirakan lebih dari 60% dari totalkebutuhan nasional. Berdasarkan data BadanKetahanan Pangan, kebutuhan total penggunaanjagung 15,5 juta ton, dan sekitar 66% atau 10,3juta ton digunakan untuk industri pakan danpeternak mandiri (Anonim, 2020). MenurutDirektur Jenderal Peternakan dan KesehatanHewan Kementan, kebutuhan jagung sebagaipakan ternak tahun 2019 diprediksi naik menjadi11,51 juta ton, yaitu 8,59 juta ton untuk industripakan dan 2,92 juta ton untuk peternak mandiri(Gumilar, 2019), dandi tahun 2020 naik lagimenjadi 11,98 juta ton, yaitu industry pakansebesar 8,5 juta ton dan pakan peternak sebesar3,48 juta ton (Dirjen PKH, 2020).

Produksi jagung dalam negeri belummencukupi kebutuhan walaupun meningkatdengan laju rata-rata 12,52% per tahun selamakurun waktu 2014-2019 (Jayani, 2019), sehinggasetiap tahunnya masih dilakukan impor meskipunvolumenya sudah mulai menurun sejak tahun2016 dan pada tahun 2018 sebesar 737.225 ton.Rata-rata produktivitas jagung nasional tahun2018 baru mencapai 5,24 t/ha dan SulawesiBarat 4,84 t/ha (BPS Statistik Indonesia, 2019).Di tingkat penelitian, produktivitas jagung dapatmencapai lebih dari 8 - 10 t/ha denganmenggunakan varietas unggul baru. PemerintahRepublik Indonesia melalui KemeneterianPertanian terus melakukan upaya peningkatanproduksi dan pengurangan impor jagung denganteknologi maju. Menurut Hadijah et al. (2011),peluang untuk peningkatan produksi jagungcukup besar karena sekitar 94,1 juta ha lahanIndonesia diantaranya merupakan lahan yangsesuai untuk pertanian dan ditambah denganadanya penerapan teknologi VUB.

Berdasarkan data BPS Sulawesi Barat tahun2017, jagung merupakan salah satu tanaman

pangan lahan kering yang menempati arealpanen terluas pertama (154.174 ha) denganproduksi sebesar 724.222 ton dan rata-rataproduktivitas 4,69 t/ha (BPS Provinsi SulawesiBarat, 2018). Demikian juga data dari Balai BesarSumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) tahun2016 menunjukkan bahwa potensi lahan yangtergolong cukup sesuai (S2) dan sesuai marjinal(S3), yang dapat ditanami jagung di SulawesiBarat sekitar 252.414 ha. Areal tersebut tersebarpada Areal Penggunaan Lain (APL), HutanProduksi (HP) dan Hutan Produksi dapatDikonversi (HPK), yang termasuk lahan tidak adastatus (NPT) dan penguasaan tanah lainnya(PTL) (Badan Litbang Pertanian, 2016; 2016a;2016 b; 2016 c; 2016 d; 2016 e).

Kendala utama dalam pengembanganjagung berproduktivitas tinggi adalahketersediaan benih bermutu atau kemampuanindustri benih untuk memasok benih ke petaniyang terjangkau. Benih merupakan salah satufaktor yang sangat menentukan keberhasilanusahatani jagung, sehingga penyediaan benihbermutu harus ditangani secara sungguh-sungguh agar dapat tersedia dengan baik danterjangkau oleh petani. Menurut Kariyasa (2007),benih merupakan faktor penentu produktivitasmaupun kualitas output yang dihasilkan petani,sehingga input benih harus menjadi perhatiandalam memacu produksi nasional. Oleh karenaitu keberadaan sistem perbenihan yang kokoh(produktif, efisien, berdaya saing, danberkelanjutan) sangat diperlukan untukmendukung upaya peningkatan produksimaupun produktivitas jagung.

NASA 29 merupakan jagung hibrida tongkoldua (prolifik) yang mempunyai adapatasi luasmulai dataran rendah sampai tinggi, baik padalahan optimal maupun pada lahan sub optimalseperti pada lahan salin, lahan kering danmasam, pengisian biji pada tongkol penuh dankelobot tertutup sempurna, rendemen biji di atas80%, tahan terhadap hawar daun, penyakit bulaidan busuk tongkol, memiliki gen prolific yangmampu sampai > 70% pada dataran tinggi,bahkan menurut Kepala BPTP Jawa Barat padalahan dengan budidaya yang sesuai mampubertongkol dua hingga 90% (Budiman, 2017),serta potensi hasilnya dapat mencapai 13,7 t/hadengan rata-rata hasil 11, 9 t/ha pipilan kering(Kepmentan RI. 2017; Triyanto, 2018).

Menurut Louwaars dalam Roesmiyanto &Sumarno (1998) sistem produksi benih dapat

Analisis Nilai Tambah Perbanyakan Benih Jagung Hibrida Nasa 29Di Kabupaten Mamuju | Ketut Indrayana, dkk.

Page 21: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

170 Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian Vol 18 No. 3 Desember 2020

dibagi menjadi dua, yaitu sistem produksi benihformal dan sistem produksi benih lokal atauinformal. Sistem produksi benih formal mencakupkesatuan program antara perakitan varietasunggul, produksi benih bermutu, pemasaranserta distribusi benih, dilakukan oleh tenaga-tenaga profesional, dengan mengikuti aturan-aturan yang berlaku, serta adanya jaminanmutu benih yang dibeli oleh petani. Sedangkandalam produksi benih informal (lokal)penyediaan benih dilakukan dalam wilayah yangterbatas dan dilakukan oleh petani untukkebutuhan sendiri dengan tujuan penyediaanbenih setiap musim tanam secara praktis, tanpamengikuti peraturan yang ada.

Petani penangkar benih, baik peroranganmaupun kelompok, memiliki peran yang pentingdalam proses diseminasi varietas unggul yangdihasilkan oleh lembaga penelitian (Sayaka etal., 2015). Pembinaan calon petani penangkaruntuk meningkatkan mutu dan ketersediaanbenih dalam satu kawasan pengembanganpertanian dapat menjadi sarana dalammeningkatkan kemandiriannya terhadap pangan.Petani penangkar menjadi mampu berdaulatuntuk memenuhi kebutuhan benih di kawasanpengembangan secara mandiri melalui benihyang diproduksinya. Tujuan penelitian ini adalahuntuk menumbuh kembangkan penangkaranbenih jagung Balitbangtan dan meningkatkannilai tambah usahatani jagung petani.

METODOLOGI

Lokasi Kajian

Penelitian dilaksanakan di Desa Salukayu,Kecamatan Papalang, Kabupaten Mamuju tahun2018. Data input-output produksi benih jagungHibrida NASA 29 diperoleh dari kegiatanPercepatan Pengembangan Jagung HibridaNasa 29 Produktivitas Tinggi Melalui ProduksiBenih di Sulawesi Barat.

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan pada kegiatan iniadalah : traktor untuk pengolahan tanah (milikkelompok tani), perangkat uji tanah PUTK (milikBPTP), cangkul, hand sprayer , dan alatpendukung lainnya. Sedangkan bahan yang

digunakan adalah tetua jantan dan betina darivarietas NASA 29, pupuk organic/pupukkendang, pupuk anorganik, bahan seedtreatment, dan sarana produksi lainnya sertabahan pendukung lainnya.

Teknik Produksi Benih Jagung Hibrida NASA29

Lokasi kajian terisolasi dari pertanamanvarietas jagung lain dengan jarak 500 m dan jarakumur minimal 3 minggu. Persiapan lahan dimulaidengan cara membersihkan lahan dari sisa-sisatanaman dan gulma, kemudiaan tanah dibajak 2kali dan dilanjutkan dengan garu/sisir sampaitanah rata. Kebutuhan benih jantan 5 kg/ha danbetina 15 kg/ha. Benih jantan ditanam 3 harilebih awal, tujuannya supaya keluarnya malaipada induk jantan bersamaan dengan keluarnyarambut pada induk betina. Penanamanmenggunakan alat tugal dengan jarak tanam 20cm dalam barisan dan 75 cm antar barisan.Sebelum tanam benih diberi fungisida metalaksilsebanyak 2 g bahan aktif / kg benih dicampur airsebanyak 10 ml. Perbandingan jumlah barisinduk tanaman jantan dan betina 1:3 (1 baristanaman jantan dan 3 baris tanaman betina)untuk induk jantan di tanam mengelilingi betina.

Dosis pupuk yang diberikan per hektar lahanadalah urea 300 kg, NPK Phonska 400 kg/ha,serta kompos 2 ton/ha. Kompos diberikansebagai penutup lubang tanam. Pupuk dasardiberikan pada umur 7-10 hst menggunakan urea100 kg/ha dan NPK Phonska dengan dosis 200kg/ha, Pupuk diberikan dengan cara tugal ± 5-7cm dari tanaman, kemudian lubang ditutupkembali tanah. Pupuk kedua pada umur 28-35hst menggunakan Urea dengan dosis 200 kg/hadan NPK Phonska 200 kg/ha dan dilakukanmengaplikasian pupuk pelengkap cair (PPC)yang mengandung P dan K tinggi untukmencukupi kebutuhan hara tanaman dengandosis 2 liter/ha.

Penyiangan dilakukan dua kali yaitu umur15 hst dan 28 hst. Pengendalian gulmadilakukan secara kimia selektif dan manual.Pengendalian hama penyakit dilakukan sesuaiprinsip PHT. Pelaksanaan rouguing. Rouguingadalah kegiatan mengidenti fikasi danmenghilangkan tanaman yang menyimpang(Suhartina, et al., 2012). Rouguing dilakukan saatpertumbuhan vegetatif, generatif dan prosessinghasil, dilakukan sesuai kriteria dalam Tabel 1.

Page 22: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

171

Kemudian dilakukan detasseling yaitupencabutan/penghilangan bunga jantan padainduk tanaman betina. Pencabutan bunga jantanpada barisan tanaman induk betina harusdilakukan sebelum bunga jantan terbuka/munculdari daun terakhir (daun pembungkus mulaimembuka tetapi malai belum keluar darigulungan daun). Untuk mencegah agar tidak adatanaman yang terlewatkan tidak tercabut bungajantannya, maka pencabutan dilakukan setiaphari selama periode berbunga biasanya padaumur antara 45-56 hst (tergantung kondisi cuaca/iklim mikro di pertanaman). Setelah terjadipenyerbukan umur ±70 HST, tanaman indukjantan dipangkas sehingga tidak menghasilkan.Pemangkasan ini bertujuan untuk menghindariterjadinya pencampuran antara hasil F1 dengantanaman induk jantan.

Panen dilakukan setelah masak fisiologisatau kelobot telah mengering berwarnakecoklatan (biji telah mengeras dan pangkal bijitelah mulai membentuk lapisan hitam/black layerminimal 50% di setiap barisan biji). Pada saat itubiasanya kadar air biji telah mencapai kurang dari30%. Semua tongkol yang telah lolos seleksipertanaman di lapangan dipanen, kemudiandijemur di lantai jemur sampai kering sambildilakukan seleksi tongkol (tongkol yangmemenuhi kriteria diproses lebih lanjut untukdijadikan benih). Penjemuran tongkol dilakukansampai kadar air biji mencapai sekitar 16%,selanjutnya dipipil dengan mesin pemipil padakecepatan sedang agar biji tidak pecah/retak atau

dengan alat pemipil khusus benih produksiBalitsereal yaitu PJM1-BALITSEREAL. Setelahbiji terpipil, dilakukan sortasi biji denganmenggunakan ayakan yang diameternyadisesuaikan varietasnya atau ukuran ayakandisesuaikan dengan ukuran biji dari setiapvarietas, biji-biji yang tidak lolos ayakan dijadikansebagai benih. Biji-biji yang terpilih sebagai benihdijemur kembali atau dikeringkan dengan alatpengering (untuk mempercepat prosespengeringan) sampai kadar air mencapai 9-10%, benih siap dikemas.

Pengemasan dilakukan dalam kemasankantong plastik yang mempunyai ketebalan 0,2mm, sebaiknya plastik yang digunakan tidaktembus cahaya dan berwarna putih, benih yangsudah dikemas sebaiknya disimpan dalam ruangber AC agar umur benih lebih lama.

Analisis Finansial Produksi Benih JagungNASA 29

Untuk menganalisis kelayakan usahataniperbanyakan benih jagung dikumpulkan danditabulasi semua data input dan outputproduksi, yakni jumlah, harga, dan upahsarana produksi yang digunakan (benih, pupuk,obat-obatan), tenaga kerja (pengolahan tanah,tanam, pemupukan, penyiangan, penyemprotan,rouqing, tasseling, panen dan prosessing hasil.Secara matematik dapat dituliskan sebagaiberikut :

Tabel 1. Kriteria seleksi / Rouguing yang dilakukan

Parameter Kriteria seleksi keputusan

Vigor tanaman rouging I (2-4 mst Kerdil, lemah, warna pucat, bentuk tanaman Tanaman di cabutmenyimpang, tumbuh di luar barisan, terserangpenyakit, letak tanaman terlalu rapat

Berbunga roguing II (7-10 mst) Terlalu cepat/lambat berbunga, malai tidak normal, Tanaman dicabuttidak berambut, tidak bertongkol.

Posisi tongkol (2 minggu Pilih yang kedudukan tongkolnya di tengah-tengah Tipe simpangsebelum panen) batang, tongkol tidak bercabang (tipe simpang). dipanen awal

Tanaman sehat, telah ditandai terpilih, bentuk Dipanentongkol utuh

Penutupan tongkol Kelobot menutup 1-3 cm dari ujung tongkol, kelobot Dipilihmelekat kuat dan rapat.

Kualitas tongkol per famili Skoring penampilan tongkol: skor 1 baik Pilih skor 1-3dan skor 5 jelek.

Tongkol kupas Bentuk tongkol, bentuk biji, warna biji, ukuran biji, Dipilih yangdan bobot biji sesuai dekripsi seragam

Sumber : Balit Serealia Maros

Analisis Nilai Tambah Perbanyakan Benih Jagung Hibrida Nasa 29Di Kabupaten Mamuju | Ketut Indrayana, dkk.

Page 23: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

172 Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian Vol 18 No. 3 Desember 2020

• Analisis nisbah atau rasio penerimaanterhadap biaya , R/C (revenue Cost Ratio) :R/C= TR/TC

• Analisis nisbah atau rasio keutunganterhadap biaya , B/C (Benefit Cost Ratio):

TR-TCB = TC

Dalam hal ini :TR = Total revenue = Penerimaan (Rp) B = Benefit (manfaat)TC = Total Cost = Biaya pembelian input (Rp)

Untuk efisiensi produksi, maka analisis titikimpas produksi dan titik impas harga sangatpenting. Dengan alat analisis ini dapat diketahuipada tingkat produktivitas berapa usahatanimemperoleh keuntungan, keuntungan normalataupun mengalami kerugian. Analisis titikimpas menghasilkan gambaran jumlah danharga minimum yang akan diproduksi(Setiawan, 2008). Titik Impas Produksi (TIP) danTitik Impas Harga (TIH) dapat dirumuskansebagai berikut:• TIP = Total Biaya Produksi / Harga Produksi,

dan• TIH = Total Biaya Produksi / Jumlah

ProduksiAnalisis Imbalan Kerja (IK) mengadung arti

“balas Jasa” dari korbanan input tenaga kerja.pada usaha tani mencerminkan sejumlahperolehan pendapatan usaha tani perorang kerjapersatuan waktu tertentu sebagai dampakcurahan kerja yang diberikan pada kegiatanusaha tani (Hendayana. R, 2016).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Usaha tani perbanyakan benih jagunghibrida NASA 29 memberikan hasil dalam bentukbenih yaitu 1,5 ton/ha. Hasil yang diperoleh inimasih rendah dibandingkan dengan potensi ataurata-rata hasil perbanyakan yang pernahdilakukan di kawasan sentra jagung sepertiSulawesi Selatan maupun Nusa TenggaraBarat (NTB), yaitu diatas 2 ton/ha.Rendahnya hasil yang diperoleh disebabkan olehpersentase tumbuh tanaman induk betina yangrendah yaitu <60%. Upaya penyulamandilakukan terhadap tetua betina. Benih tetua

betina direndam kemudian diperam setelahmuncul t i tik tumbuh baru ditanam untukmempercepat perkecambahan. Pada saattanaman induk jantan mengeluarkan malai(bunga jantan) dilakukan penyimpanan malai dilemari pendingin. Menurut Poehlman (1987) cit.Maintang dan Nurdin (2013) serbuksari dapatdipelihara agar tetap hidup selama 7–10 haridengan mengoleksi malai yang sebelumnya barumelepaskan serbuksari dan menyimpannya dilemari pendinginan.

Setelah rambut pada tertua betina siapdibuahi maka dilakukan penyerbukan secaramanual (Komunikasi pribadi dengan DR. M.Azrai Balit Serealia, April 2017). Pengelolaanserbuk sari untuk produksi benih hibrida sudahdilakukan pada berbagai tanaman di Indonesia(Agustin et al., 2014; Harliani et al., 2014; Rahmi,2016; Palupi et al., 2017; dan Fariroh et al., 2017).Namun hasil penyerbukan ini kurang efektifsehingga tongkol-tongkol yang dihasilkan banyakyang tidak berisi, sehingga produksi benih masihrendah. Disamping itu, perbanyakan benihjagung Hibrida NASA 29 ini merupakanpengalaman pertama bagi petani penangkar.Petani memang selama ini sudah terbiasabertanam jagung tetapi jagung yang ditanamadalah jagung hibrida Swasta untuk dijual

Menurut Erwidodo (1994) pada kondisiperdesaan di Indonesia standar tingkatkelayakan petani dengan biaya (R/C > 2) makakegiatan perbanyakan benih jagung HibridaNasa 29 layak untuk diusahakan R/C =2,35,sehingga usahatani memberikan keuntungansebesar 57,51%. Dimana Input produksi tenagakerja lebih tinggi dibandingkan dengan biayauntuk pembeliaan sarana produksi sebesarRp 7.775.000,- . biaya yang dikeluarkan untuktenaga kerja sebesar Rp 8.480,000 atau 51,21%% dari total biaya produksi, sedangkan biayauntuk input saprodi sebesar Rp7.775.000atausebesar 48,% dari total biaya produksi. Biayaproduksi perbanyakan benih jagung jauh lebihtinggi dibandingkan biaya produksi jagungkonsumsi, terutama biaya untuk harga benihtetua jantan dan tetua betina, pembeliaan pupuk,biaya pencabutan bunga jantan pada tanamanbetina (detasseling), penyiangan,pembumbunan, rouqing dan prosessing hasil.Dari tabel 2 usaha perbanyakan benih jagunghibrida NASA 29 layak secara finasial (B/C>2)dan manfaat usaha taninya sudah optimal (B/C>1) atau manfaat ekonominya cukup tinggi.

Page 24: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

173

Tabel 2. Input produksi perbanyakan benih hibrida NASA 29 di Desa Salukayu, Kec. Papalang, Kab. Mamuju,2018.

Proporsi terhadapUraian Vol Sat Harga sat Jumlah

Biaya % Penerimaan %

InputSaprodi 7.775.000 48,79 20,73Benih tetua jantan 5 kg 145.000 725.000 4,55 1,93Benih tetua betina 15 kg 115.000 1.725.000 10,83 4,60Pupuk Urea 6 zak 225.000 1.350.000 8,47 3,60Pupuk NPK Phonka 8 zak 120.000 960.000 6,02 2,56Pupuk NPK Cair 8 kg 25.000 200.000 1,26 0,53Kompos 2.000 kg 1.000 2.000.000 12,55 5,33Insektisida 1 ltr 150.000 150.000 0,94 0,40ZPT 1 ltr 200.000 200.000 1,26 0,53Pestisida 1 ltr 165.000 165.000 1,04 0,44Kemasan benih (5kg) 300 ltr 1.000 300.000 1,88 0,80Tenaga kerja 102 8.160.000 51,21 21,76Pengolahan lahan 15 HOK 80.000 1.200.000 7,53 3,20Penanaman tetua jantan 4 HOK 80.000 320.000 2,01 0,85Penanaman tetua betina 8 HOK 80.000 640.000 4,02 1,71Pemupukan dasar 6 HOK 80.000 480.000 3,01 1,28Pemupukan susulan 3 HOK 80.000 240.000 1,51 0,64Penyiangan / bumbun 16 HOK 80.000 1.280.000 8,03 3,41Pengendalian hama penyakit 3 HOK 80.000 240.000 1,51 0,64Rouqing 5 HOK 80.000 400.000 2,51 1,07Detaselling 20 HOK 80.000 1.600.000 10,04 4,27Panen 12 HOK 80.000 960.000 6,02 2,56Prosessing hasil 10 HOK 80.000 800.000 5,02 2,13

Total Biaya 15.935.000 100,00 42,49

Output

Hasil (kg) 1.500

Harga Jagung (Rp/kg) 25.000

Penerimaan (Rp) 37.500.000 100,00

Pendapatan (Rp) 21.565.000 57,51

R/C 2,35

B/C 1,35

Sumber : Data primer, Mamuju (2018)

Titik Impas Produksi (TIP), Titik Impas Harga(TIH) dan Imbalan Kerja (IK)

Titik Impas Produksi (TIP) usaha taniperbanyakan benih jagung Hibrida NASA 29pada tabel 3 sebesar 637 kg/ha berada dibawahproduksi aktual (2.000 kg/ha), ini menunjukanbahwa usaha tani perbanyakan jagung hibridaNASA 29 yang di lakukan memil ik i ni laitambahan sebesar 863 kg. Perolehan nilai

tambah sebesar 863 kg menunjukan nilaitoleransi terhadap perubahan produksi yangtercapai. Toleransi perubahan produksi padausaha tani perbanyakan benih hibrida NASA29 tersebut mencapai 57,51%, seamkin besarpresentase toleransi semakin efisein usahatani yang dilakukan, dengan demikian usahataniperbanyakan benih jagung hibrida inimenguntungkan.

Analisis Nilai Tambah Perbanyakan Benih Jagung Hibrida Nasa 29Di Kabupaten Mamuju | Ketut Indrayana, dkk.

Page 25: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

174 Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian Vol 18 No. 3 Desember 2020

Tabel 3. Analisis titik impas produksi perbanyakanbenih hibrida NASA 29 di Desa Salukayu,Kec. Papalang, Kab. Mamuju, 2018

Uraian Nilai

Total Biaya (Rp) 15.935.000Produksi (kg/ha) 1.500Harga Aktual (Rp/kg) 25.000TIP (Kg/Ha) 637

Sumber : Data primer, Mamuju (2018)

Tabel 4. Analisis titik impas harga perbanyakan benihhibrida NASA 29 di Desa Salukayu, Kec.Papalang, Kab. Mamuju, 2018

Uraian Nilai

Total Biaya (Rp) 15.935.000Produksi (kg/ha) 1.500Harga Aktual (Rp/kg) 25.000TIH (Rp/kg) 10.623

Sumber : Data primer, Mamuju (2018)

Titik Impas Harga (TIH) perbanyakan benihhibrida NASA 29 sebesar Rp. 10.623 lebihrendah dari Harga Jual Aktual Rp. 25.000,-, inimenunjukan bahwa usaha tani perbanyakanjagung hibrida NASA 29 yang dilakukanmemiliki nilai tambahan sebesar Rp.14.377.Perolehan nilai tambah sebesar Rp.14.377menunjukan nilai toleransi terhadap perubahanproduksi yang tercapai. Toleransi perubahanharga aktual pada usaha tani perbanyakanbenih hibrida NASA 29 tersebut mencapai57,51%, semakin besar presentase toleransisemakin efisein usaha tani yang dilakukan,dengan demikian usahatani perbanyakan benihjagung hibrida ini efisien

Tabel 5. Analisis imbalan kerja perbanyakan benihhibrida NASA 29 di Desa Salukayu, Kec.Papalang, Kab. Mamuju, 2018

Uraian Nilai

Penerimaan 13.800.000Total Biaya 4.723.500Keuntungan 9.076.500Total Tenaga kerja 102Imbalan Kerja 88.985

Dari perhitungan analisis imbalan kerja (IK)diketahui petani penangkar mendapatkanimbalan kerja perhari Rp. 88.985,-. jika dihitungperbualn makan imbalan yang diperoleh petanipenangkar mencapai Rp. 2.669.559,-, denganUMR mamuju Rp. 2.369.670,- (BPS 2019) makaimbilan kerja petani dari usaha tani perbanyakanbenih jagung hibrida NASA 29 realitif lebih tinggi.Dengan kondisi seperti itu, maka petani akantambah giat melakukan usaha perbenihanjagung.

KESIMPULAN

Penangkaran benih jagung hibrida layakdan menguntungkan diusahakan oleh petanipenangkar. Penangkaran benih jagung hibridaNASA 29 oleh petani penangkar akanmempercepat penyebaran varietas jagunghibrida karya anak negeri. Ketersediaan benihjagung hibrida dit ingkat petani akanmengurangi biaya produksi karena harga jualbenih jagung hibrida oleh petani jauh lebih murahdibandingkan harga jual benih jagung hibridaoleh swasta. Teknologi penangkaran benihjagung hibrida mampu dilaksanakan petani

DAFTAR PUSTAKA

Agustin, H., E.R. Palupi, M.R. Suhartanto.2014.Pengelolaan polen untuk produksi benihmelon hibrida Sunrise Meta dan OranyeMeta. J. Hortikultura 24:32-41.

Arief, R. dan S Saenong. 2003. Ketahanansimpan benih jagung (Zea mays. L) daribeberapa takaran dan waktu pemberiankalium. Jurnal Stigma. Vol. XI (1): 1-5.

Badan Litbang Pertanian. 2016. RencanaStrategis Badan Litbang Pertanian 2015-2019.

BPS Statistik Indonesia. 2019. Statistik Indonesia2019. BPS Statistics Indonesia.

BPS Prov. Sulawesi Barat. 2018. Sulawesi BaratDalam Angka 2017. Badan Pusat StatistikProvinsi Sulawesi Barat

Dirjen Tanaman Pangan. 2014. PedomanTeknis Sekolah lapangan Pengelolaan

Page 26: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

175

Tanaman terpadu (SL-PTT) Padi dan JagungTahun 2014. Kementerian PertanianDirektorat Jenderal Tanaman Pangan.

Dirjen Tanaman Pangan. 2016. Petunjuk TeknisGerakan Pengembangan JagungHibrida.Direktorat Jenderal TanamanPangan. Kementerian Pertanian

Fadhly AF, Saenong S, Arief R, Tabri F, dan KoesF. 2010. Perakitan Teknologi Produksi BenihJagung Hibrida Berumur Sedang (90-100hari, hasil benih F1>2 t/ha). Laporan AkhirProgram Insentif Riset Terapan. Maros: BalaiPenelitian Tanaman Serealia. 67 hlm.

Harliani, E.N., E.R. Palupi, D.S. Wahyudin. 2014.Potensi penyimpanan serbuk sari dalamproduksi benih hibrida mentimun (Cucumissativus L.) varietas KE014. J. Hort. Indonesia5:104-117.

Koes, F. dan O. Komalasari. 2011. PengaruhWaktu Tanam Induk Betina TerhadapProduktivitas dan Mutu Benih JagungHibrida. Seminar Nasional Serealia 2011.Hal 539-547.

Maintang dan M. Nurdin. 2013. Pengaruh WaktuPenyerbukan Terhadap KeberhasilanPembuahan Jagung Pada Populasi SATP-2 (S2)C6. Jurnal Agribisnis Kepulauan.Volume 2 No. 2. Hal 94 – 108.

Malian AH. 2000. Analisis ekonomi usahatani dankelayakan finansial teknologi pada skalapengkajian. Makalah disajikan dalampelatihan Analisis Finansial dan Ekonomibagi Pengembangan Sistem dan UsahataniAgribisnis Wilayah. Bogor, 29 November-9 Desember 2000. 28 hal.

Marwoto dan Suharsono. 2008. Strategi DanKomponen Teknologi Pengendalian UlatGrayak (Spodoptera litura Fabricius) PadaTanaman Kedelai. Jurnal Litbang Pertanian,Vol. 27 No. 4. 2008. Hal.131-136.

Nugraha, U.S. 2013. Perkembangan industri dankelembagaan perbenihan padi. 30p.

Pakki, S. dan Adriani. 2015. PreferensiKetahanan Dan Dinamika Infeksi PenyakitBulai Pada Aksesi Plasma Nutfah JagungDalam Tiga Musim Tanam. ProsidingSeminar Nasional Serealia, 2015.,

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 02/Permentan/SR.120/1/2014 tentangProduksi, Sertifikasi dan Peredaran BenihBina;

Purwono dan Hartono, R. 2005. BertanamJagung Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta

Palupi, E.R., R.M. Sidabutar, K. Wanafiah. 2017.Pollen drying and storage for hybrid seedproduction of cucumber (Cucumis sativusL.). Acta Hortic. 1151: 163-168.

Rao, M.S, Manimanjari D, Vanaja M, Rama RaoCA, Srinivas K, Rao VUM, VenkateswarluB. 2012. Impact of elevated CO2 on tobaccocaterpillar, Spodoptera litura on peanut,Arachis hypogeal. Journal of Insect ScienceVol. 12 (103). Hal 1-10.

Rahmi, M. 2016. Aplikasi boron dan pengelolaanserbuk sari untuk produksi benih cabaihibrida IPB. Tesis. Sekolah Pascasarjana.Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Roesmiyanto, Sumarno. 1998. Model usahaperbenihan kedelai informal di pedesaan. Didalam : Roesmiyanto, Sumarno danTakhesi Nabeta, editor. Prosiding Loka-karya Sistem Produksi dan PeningkatanMutu Benih Kedelai di Jawa Timur; Malang,27 Juli 1998. Malang. Hal 42-52.

Saenong, S. dan Rahmawati. 2010. PenentuanKomposisi Tanaman Induk Jantan danBetina Terhadap Produktivitas dan VigorBenih F1 Jagung Hibrida Bima-5 . ProsidingPekan Serealia Nasional, 2010. Hal 74-85.ISBN : 978-979-8940-29-3

Saenong, S., M. Azrai, R. Arief dan Rahmawati.2016. Pengelolaan Benih Jagung. DalamJagung : Teknik Produksi danPengembangan. Balai Penelitian TanamanSerealia. Maros. Hal 146-174.

Setiawan, D,H., dan Agus Andoko. 2008.Petunjuk Lengkap Budi Daya Karet. KiatMengatasi Permasalahan Praktis. PenerbitPT.Agro Media Pustaka

Sonhaji, M.Y., M. Surahman, S. Ilyas danGiyanto. 2013. Perlakuan Benih untukMeningkatkan Mutu dan Produksi Benihserta Mengendalikan Penyakit Bulai padaJagung Manis. J. Agron. Indonesia. Vol. 41(3) : 242-248.

Analisis Nilai Tambah Perbanyakan Benih Jagung Hibrida Nasa 29Di Kabupaten Mamuju | Ketut Indrayana, dkk.

Page 27: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

176 Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian Vol 18 No. 3 Desember 2020

Sudiakarta, D. A dan Wiwik. H, 2004. TeknologiPengelolaan Lahan Sawah Bukaan Baru.Tanah Sawah dan Teknologi Pengelo-laannya. Pusat Penelitian dan Pengem-bangan Tanah dan Agroklimat. BadanPenelitian dan Pengembangan PertanianDepartemen Pertanian. Hal 115-136.

Sudjindro. 2009. Permasalahan dan implikasisystem perbenihan. Buletin Tanamantembakau, Serat dan Minyak Industri. Vol. 1(2). Hal 92-100.

Suhartina, Purwantoro, Abdullah T., dan NovitaN. 2012. Panduan Roguing Tanaman danpemeriksaan benih kedelai. KementerianPertanian. Badan Peneli t ian danPengembangan Pertanian. Balai penelitianTanaman Aneka Kacang dan Umbi. Malang

Sutopo, L. 2010. Teknologi benih. FakultasPertanian Universitas Brawijaya. 237 hal.Syafruddin dan S. Saenong. 2005. Pengaruhpemupukan terhadap mutu benih jagung.Dalam Seminar dan Lokakarya NasionalJagung 2005. Balai Penelitian TanamanSerealia.Makasar_Maros. September 2005.

Page 28: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

177

DAMPAK INTRODUKSI TEKNOLOGI KEBUN JERUK SEHATTERHADAP USAHATANI DEMPLOT MAUPUN NON DEMPLOT

DI KABUPATEN BANGLI

Widyaningsih1 dan Ifti Nur Hidayah2

1) Penyuluh Balai PengkajianTeknologi Pertanian Bali2) Litkayasa Balai PengkajianTeknologi Pertanian Bali

Jln. By Pass Ngurah Rai Pesanggran Denpasar, Tlp. (0361) 720498E-mail: [email protected]

Submitted date: 2 Oktober 2020 Approved date: 6 November 2020

ABSTRACT

The Impact of Healthy Garden Technology Introduction on Demplot or Non DemplotBusinesses in Bangli District

Application of technological innovation is one of the success keys of the citrus area development assistanceprogram, as the main factor in increasing competitiveness and added value. Dissemination are required toaccelerate the delivery of technological innovations to farmers. The dissemination method used the selectingfarmers’ citrus garden approach as demonstration plots. Assistance program of the citrus area development in2019 was carried out at the Windusari Farmer Group, Batukaang Village in Kintamani District, Bangli Regency.Technology guidance were carried out on Integrated Management of Healthy Citrus Gardens (MHCG), includedthe use of labeled citrus seeds, careful control of CVPD infectious insects, carrying out garden sanitation,optimally maintaining plants and consolidating garden management. The aim is to determine the impact of theimplementation of MHCG on citrus farming by demonstration plots and non-demonstration plots on farmers’income. The results showed that the implementation of MHCG in the demonstration plot citrus plantation hadcash cost IDR. 15.090.000/ hectare and in the non-demonstration plot was IDR. 12.116.000/ hectare.Demonstration plot farmers total income was IDR 65.910.000/ hectare/ year, an the non-demonstration plotwas Rp. 46.384.000 per hectare per year. The revenue ratio to farm costs is 5.3 for the demonstration plot and4.8 for the non-demonstration plot. It is hoped that the development of citrus areas, MHCG technology can beadoptedfully, correctly and simultaneously by citrus farmers so that it can increase productivity and fruit qualityin an effort to develop competitive and sustainable citrus agribusiness.

Keywords: Introductions, MHCG, farming, farmer income

ABSRATK

Salah satu kunci keberhasilan program pendampingan pengembangan kawasan jeruk adalah penerapan inovasiteknologi sebagai faktor utama peningkatan daya saing dan nilai tambah. Untuk mempercepat penyampaianinovasi teknologi kepada pengguna diperlukan kegiatan diseminasi. Metode diseminasi menggunakanpendekatan pemilihan kebun jeruk petani sebagai demplot. Program pendampingan pengembangan kawasanjeruk Tahun 2019 di lakukan di Kelompok Tani Windusari, Desa Batukaang di Kecamatan Kintamani, KabupatenBangli. Dilakukan kegiatan bimbingan teknologi tentang Pengelolaan Terpadu Kebun Jeruk Sehat (PTKJS)yang meliputi penggunaan bibit jeruk berlabel, pengendalian serangga penular CVPD secara cermat, melakukansanitasi kebun, memelihara tanaman secara optimal dan konsolidasi pengelolaan kebun. Tujuannya untukuntuk mengetahui dampak penerapan PTKJS terhadap usahatani jeruk petani demplot maupun non demplotterhadap pendapatan petani. Hasil menunjukkan penerapan PTKJS dalam usahatani kebun jeruk demplotmengeluarkan biaya tunai sebesar Rp 15.090.000 per hektar sedangkan pada kebun non demplot biayaproduksi per hektar usahatani jeruk sebesar Rp. 12.116.000,-. maka total penerimaan petani kebundemplot sebesar Rp 65.910.000. /ha/tahun, sedangkan pada kebun non demplot sebesar Rp. 46.384.000, ha/tahun. Dalam usahatani ini rasio penerimaan terhadap biaya usahatani adalah 5.3 untuk kebun demplot dan

Dampak Introduksi Teknologi Kebun Jeruk Sehat Terhadap Usahatani DemplotMaupun Non Demplot Di Kabupaten Bangli | Widyaningsih,dkk.

Page 29: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

178 Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian Vol 18 No. 3 Desember 2020

4.8 untuk kebun non demplot. Diharapkan melalui kegiatan pendampingan pengembangan kawasan jeruk,teknologi PTKJS dapat diadopsi secara utuh, benar dan serentak oleh petani jeruk sehingga dapat meningkatkanproduktivitas dan mutu buah dalam upaya pengembangan agribisnis jeruk yang berdaya saing dan berkelanjutan.

Kata kunci: Introduksi, PTJKS, usahatani, pendapatan petani

PENDAHULUAN

Jeruk merupakan salah satu komoditasunggulan hortikultura Provinsi Bali dapat tumbuhdan berproduksi di dataran rendah sampaidataran tinggi, baik di lahan sawah ataupuntegalan. Luas pertanaman jeruk di Provinsi Balipada tahun 2017 mencapai 3.212,082 ha denganproduksi 98.523,9 ton atau produktivitas rerata30,67 ton per hektar. Kabupaten Banglimerupakan sentra produksi jeruk tertinggi diPropinsi Bali dimana sekitar 71,76% produksijeruk di Bali berasal dari Kabupaten Bangli (BPSProvinsi Bali, 2017) Upaya Jeruk Kintamanimerupakan salah satu varietas unggulan darisektor pertanian yang ada di Kabupaten Bangli.Kombinasi rasa serta aromanya yang sangatkhas membuat jeruk Kintamani digemarikonsumen dari berbagai kalangan. Tidaklahheran bila jeruk jenis ini selalu menjadi primadonabaik di pasar tradisional maupun di swalayan.Sekarang ini hampir semua daerah di KecamatanKintamani sudah menanam jeruk siam sehinggaproduksinya pada saat panen raya sangatberpeluang untuk dikirim sampai luar Bali. Jikadiusahakan dengan sungguh-sungguh terbuktimampu meningkatkan pendapatan petani.(Suryana et al., 2005).

Hasil penelitian Sutami dkk, 2016 diKintamani menunjukan bahwa inovasi teknologiPTKJS belum sepenuhnya diterapkan olehpetani karena kemauan dan kemampuan petanikurang. Pendampingan atau pengawalanteknologi sangat mendukung programpengembangan kawasan komoditas jeruksehingga mempercepat penyampaian inovasiteknologi ke pengguna atau stakeholder.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuidampak teknologi PTKJS terhadap peningkatanpendapatan petani jeruk di Kabupaten Bangli.

METODOLOGI

Kegiatan pendampingan pengembangankawasan komoditas jeruk dilaksanakan di

Kelompok Tani Windusari, Desa Batukaang,Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli tahun2019. Pelaksanaan pendampingan diwujudkandalam bentuk demonstrasi plot (demplot) denganluas 0,4 hektar dengan populasi jeruk sekitar 400pohon. Bahan yang digunakan antara lain:Sarana produksi dan pendukung lainnya untukdemplot seperti pupuk NPK, pupuk kandang,dolomit, biourine, pestisida atau bubur california,bahan bahan pendukung lainnya berupa bahancetakan. Alat-alat yang digunakan antara lain:sprayer, gunting pangkas, gergaji pangkas, kuas,timbangan digital, perangkap kuning (scot lightkuning, plastik transparan, tangle trap/lem/vaselin).

Teknik analisis data yang digunakan untukmenghitung pendapatan dan tingkat nilai efisiensiusahatani jeruk siam menggunakan alat analisisR/C Ratio (Mubyarto, 2003). Dampak penerapanteknologi baru terhadap pendapatanrumahtangga tani dapat didekati denganmembandingkan antara rata-rata pendapatanusahatani sebelum dan sesudah menerapkanteknologi baru dengan pendekatan partialbudgeting analysis. Marginal Benefit Cost Ratio(MBCR) dapat digunakan untuk mengukurkelayakan teknologi baru/introduksi diban-dingkan dengan teknologi petani (Swastika,2004; Malian, 2004)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penerapan Teknologi Pengelolaan TerpaduKebun Jeruk Sehat (PTKJS)

Komponen teknologi PTKJS yang terdiri daripenggunaan bibit jeruk berlabel bebas hama danpenyakit, pengendalian OPT, sanitasi kebun,pemeliharaan tanaman dan konsolidasipengelolaan kebun.· Penggunan bibit jeruk berlabel adalah bibitjeruk berlabel bebas penyakit. Dalam tahapanproses produksinya diawasi oleh petugas benih,sehingga dijamin kemurnian varietasnya.Penggunaan bibit jeruk berlabel di petani relatif

Page 30: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

179

sangat tinggi. Hal ini tidak terlepas dari peranpemerintah kabupaten (dalam hal ini DinasPertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan)Kabupaten Bangli yang sangat mendukungkeberhasilan kegiatan pendampingan kawasankomoditas jeruk.· Pengendalian OPT untuk hama lalat buahmenggunakan perangkap kuning (Yellow Trap)yang diberi lem perekat, Bahan yang diperlukanuntuk membuat perangkap kuning adalahparalon 4 dim yang dipotong-potong sepanjang25-30 cm, scot light berwarna kuning yangmempunyai panjang gelombang ± 450 mmberukuran panjang x lebar : 30,2 cm x 20 cmdan plastik transparan berukuran folio. Bagianatas dan bawah potongan paralon dicat warnahitam atau scot light hitam setinggi ± 3 cm denganmaksud agar lebih kontras. Lem khusus yangdigunakan yaitu ‘tangle trap’ biasanya tidakberbau dan tidak kering walaupun terkena sinarmatahari. Karena relatif mahal harganya dan sulitdiperoleh di toko pertanian, dapat diganti denganlem tikus atau vaselin. Scot light kuningdirekatkan melingkar pada paralon dan bisadigunakan hingga warnanya mulai memudar.· Plastik transparan yang telah dilapisi lemperangkap ‘tangle-trap’ atau lem tikus, kemudiandipasang melingkar menutupi ‘scot light’ kuningyang telah terpasang sebelumnya dengan bagianyang dilapisi lem menghadap keluar; danselanjutnya dikait dengan klip. Perangkap kuningyang telah jadi dapat dipasang di lapang denganmenggantungkan pada tiang dalam posisi berdiridiantara pohon-pohon jeruk setinggi setengah

tajuk tanaman. Dalam satu hektar kebun jerukdiperlukan 15 – 20 perangkap kuning yangdipasang menyebar di kebun.• Dalam budidaya jeruk dikenal ada tiga

macam pemangkasan, yaitu pemangkasanbentuk, pemangkasan pemeliharaan danpemangkasan akar. Dalam kegiatanpengembangan kawasan jeruk cukup 2teknologi pemangkasan yang dilakukanyaitu pemangkasan bentuk danpemangkasan pemeliharaan. Pemangkasanbentuk dilakukan pada tanaman yang belumproduksi (umur 0-3 tahun). Pemangkasanpemeliharaan yaitu pemangkasan yangdilakukan pada tanaman yang sudahproduktif atau kira-kira berumur > 3 tahundan biasanya dilaksanakan sesudah panendengan tujuan menyeimbangkanpertumbuhan vegetatif dan generatif.Pemangkasan berat dilakukan setelahpanen, banyak obyek yang harus dipangkasdengan tujuan utama mengaturpembungaan berikutnya, sedangkanpemangkasan ringan dilakukan untuk setiapsaat guna menjaga bentuk ideal pohon.

• Pemberian pupuk pada tanaman jerukdilakukan 2 kali dalam setahun yaitu setelahpanen dan saat menjelang turunnya hujan

Jenis pupuk yang diberikan berupa pupukorganik dan pupuk anorganik dengan dosisdisesuaikan dengan umur tanaman. Padatanaman jeruk yang diperkirakan berumur > 4tahun dilakukan pemupukan dengan pupuk

Gambar 1. Pemasangan perangkap kuning diantara pohon jeruk dengan ketinggian sekitar tengah tajuk tanaman.

Dampak Introduksi Teknologi Kebun Jeruk Sehat Terhadap Usahatani DemplotMaupun Non Demplot Di Kabupaten Bangli | Widyaningsih,dkk.

Page 31: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

180 Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian Vol 18 No. 3 Desember 2020

kandang sebanyak 20 kg dan 1 kg pupuk NPK15:15:15. Sebelum dilakukan pemupukan kimia,tanaman jeruk diberikan dolomite 1 kg/pohondengan cara ditaburi di sekeliling tanaman.Diberikan bersamaan dengan pupuk kandang.Selanjutnya sekitar 3-4 baru disusul denganpemberian pupuk anorganik.

15.090.000 per hektar sedangkan pada kebunnon demplot biaya produksi per hektarusahatani jeruk sebesar Rp. 12.116.000,-.

Dengan input seperti itu, produktivitas jerukyang dihasilkan adalah 13.500kg/ha untuk kebundemplot dan 12.116 kg/ha untuk kebun nondemplot. Jika dinilai dengan harga jual jeruk saatitu (panen raya) sebesar Rp.6000,-/kg, padademplot dengan buah ukuran sedang - besar danRp 5000,-/kg, dengan demplot ukuran kecil –sedangdan besar maka total penerimaan petanikebun demplot sebesar Rp 65.910.000. /ha/tahun, sedangkan pada kebun non demplotsebesar Rp. 46.384.000, ha/tahun. Dalamusahatani ini rasio penerimaan terhadap biayausahatani adalah 5.3 untuk kebun demplot dan4.8 untuk kebun non demplot yang berarti bahwasetiap pengeluaran biaya usahatani sebesar Rp1000, akan memberikan total penerimaan Rp5300 untuk kebun demplot dan Rp. 4800 untukkebun non demplot. Secara financialpengembangan usahatani jeruk demplot maupunnon demplot di Desa Batukaang KecamatanKintamani Bangli sangat layak diusahakankarena menguntungkan.

KESIMPULAN

Teknologi Pengelolaan Terpadu Kebun JerukSehat (PTKJS) yang diterapkan pada demplotmemberikan dampak terhadap peningkatanpendapatan petani dan Secara finansialusahatani jeruk layak diusahakan

Tabel 1. Rekomendasi dosis pupuk menggunakan campuran pupuk majemuk dan tunggal pada tanamanjeruk

Dosis pupuk setahun (g/phn)Umur tanaman (tahun)

NPK (15-15-15) Urea (45% N) Total

1 130 – 165* 80 – 135* 210 – 300*

2 260 – 300* 120 – 220* 380 – 520*

3 670 – 1.000* 330 – 500* 1.000 – 1.500*

4 1.200 – 1.700* 500 – 800* 1.700 – 2.500*

>5 1.700 – 2.500* 800 – 1.000* 2.500 – 3.500*

Keterangan : * = tekstur kasar, kesuburan rendah,daerah,daerah basahSumber : Balitjestro

Gambar 2. Pemberian dolomite dan pupuk kandangyang dilakukan secara bersamaan.

Pendapatan Usaha Tani Jeruk

Secara keseluruhan struktur biaya usahatanijeruk, baik kebun demplot maupun non demplotdi Kelompok Tani Tabeng Sari komponenpengeluaran tertinggi berturut- turut adalahpupuk, tenaga kerja dan pestisida. Dengan dasarpertimbangan tersebut, diketahui bahwapenerapan PTKJS dalam usahatani jeruk diKelompok Tani Tabeng Sari (Tabel 2)mengeluarkan biaya tunai sebesar Rp

Page 32: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

181

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012a. Panduan Umum ProgramDukungan Pengembangan KawasanAgribisnis Hortikultura (PDPKAH). BadanLitbang Pertanian. Kementrian Pertanian.Jakarta.

Anonim. 2012b. Petunjuk Pelaksanaan (Juklak)Dukungan Inovasi Teknologi Dalam ProgramPengembangan Kawasan Hortikultura.Puslitbang Hortikultura. Badan LitbangPertanian. Jakarta. 40 hal.

Anonim. 2012c. Pedoman PengembanganKawasan Pertanian. Kementrian Pertanian.Jakarta. 91 hal.

Anonim. 2003. Petunjuk Teknis PenelitianPengkajian Nasional Hortikultura danIndikator Pembangunan Pertanian. BalaiBesar Pengkajian dan PengembanganTeknologi Pertanian. Bogor. hal 2-11.

Anonim. 2014. Statistik Pertanian 2014.Kementrian Pertanian Republik Indonesia.Jakarta. 358 hal.

Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. 2014a.Statistik Hortikultura 2013. Badan PusatStatistik Provinsi Bali. Denpasar. 278 hal.

Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. 2014b. PotretUsaha Pertanian Provinsi Bali MenurutSubsektor. Badan Pusat Statistik ProvinsiBali. Denpasar. 134 hal.

Borror, D.J., C.A. Triplehorn, and N.F. Johnson.1992. Pengenalan Pelajaran Serangga.Edisi ke-6. Penerjemah : Partosoedjono, Sdan Brotowidjoyo, M.D. Gadjah MadaUniversity Press. Yogyakarta, 1083 hlm.

Dwiastuti, M. E., A. Triwiratno, O. Endarto, S.Wuryantini, dan Yunimar. 2011. PanduanTeknis Pengenalan dan Pengendalian Hamadan Penyakit Tanaman Jeruk. BalaiPenelitian Tanaman Jeruk dan BuahSubtropika. Pusat Penelitian Hortikultura.Badan Litbang Pertanian. KementerianPertanian

Lesmana, D. 2009. Analisis finansial jeruk keprokdi Kabupaten Kutai Timur. EPP 6 (1) : 36-43.

Tabel 2. Analisis usahatani jeruk kebun demplot dan non demplot di Kelompok Tani Windusari Desa Batukaang,Kintamani,Bangli tahun 2019

Demplot Non demplot

Uraian Satuanvolume harga Nilai volume harga Nilai

PupukAnorganikurea kg 0 - 300 2500 7500,000NPK 15-15-15 kg 300 15000 4,500,000 -Pupuk kg 6000 1300 7,800,000 6000 1300 7,800,000OrganikDolomit kg 300 1000 300,000Biourine ltr 0 0 - 300 1000 300,000Pestisida btl 4 110000 440,000 8 127000 1,016,000Tenaga KerjaPemupukan hok 15 50000 750,000 15 50000 750,000HPT hok 8 50000 400,000 12 50000 600,000Pemangkasan hok 6 50000 300,000 4 50000 200,000Penyiangan hok 8 50000 400,000 10 50000 500,000Panen hok 4 50000 200,000 4 50000 200,000Total Biaya 15,090,000 112,116,000ProduksiJumlah Kg 13,500 12,116Harga Rp/kg 6000 5,000Penerimaan Rp 81,000,000 58,500,000PPendapatan Rp 65,910,000 46,384,000R/C Rasio 5.36 4.82

Dampak Introduksi Teknologi Kebun Jeruk Sehat Terhadap Usahatani DemplotMaupun Non Demplot Di Kabupaten Bangli | Widyaningsih,dkk.

Page 33: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

182 Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian Vol 18 No. 3 Desember 2020

Malian, A.H. 2004. Analisis Ekonomi Usahatanidan Kelayakan Finansial Teknologi padaSkala Pengkajian. Makalah Disajikan dalamPelatihan Analisa Finansial dan Ekonomibagi Pengembangan Sistem dan UsahataniAgribisnis Wilayah, Bogor, 29 November –9 Desember 2004. Puslitbang SosialEkonomi Pertanian. Bogor.

Oka, I.N. 1995. Pengendalian Hama Terpadu danImplementasinya di Indonesia. Gadjah MadaUniversity Press. Yogyakarta. 255 hal.

Parrella, M.P. 1983. Intrasspecific competitionamong larvae of Liriomyza trifolii (Diptera :Agromyzidae) : Effects on colony production.Environ Entomol 12:1412-1414.

Pujiastuti Y. 2007. Populasi dan Serangan LalatBuah (Bactrocera Spp.) serta PotensiParasitoidi\Iya pada Pertanaman CabaiMerah (Capsicum Annum L.) di Daerah

Dataran Sedang Sumatera Selatan.Tanaman Tropika 10(2): 17–28.

Supriyanto, A., M.E. Dwiastuti., A. Triwiratno, O.Endarto dan Suhariyono. 2010. PanduanTeknis Pengelolaan Terpadu Kebun JerukSehat (PTKJS). Strategi PengendalianCVPD. Balai Penelitian Tanaman Jeruk danBuah Sub Tropika. Puslitbang Hortikultura.Badan Litbang Pertanian. Jakarta. 45 hal.

Suryana, A., Suyamto., A Supriyanto., AAgustian., A Triwiratno dan M Winarno. 2005.Prospek dan Arah PengembanganAgribisnis Jeruk. Badan Litbang Pertanian.Jakarta. 61 hal.

Swastika, D.K.S. 2004. Beberapa Teknik AnalisisDalam Penelitian dan Pengkajian TeknologiPertanian. Jurnal Pengkajian dan Pengem-bangan Teknologi Pertanian. 7 (1).

Page 34: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

183

EFEKTIVITAS METABOLIT SEKUNDER TRICHODERMA UNTUK MENGENDALIKANORGANISME PENGGANGGU UTAMA TANAMAN KAKAO

Wayan Sunanjaya1 dan Made Sukarata2

1)Penyuluh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BaliJl. By Pass Ngurah Rai- Pesanggaran Denpasar

E.mail: [email protected])POPT Perkebunan pada Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali

Jl. WR. Supratman DenpasarE-mail:[email protected]

Submitted date: 22 Oktober 2020 Approved date : 11 November 2020

ABSTRACT

The Effectiveness of Trichoderma Secondary Metabolite in Main Pest Controlof Cocoa Plants

Cocoa (Theobroma cacao) is one of the plantation commodities as an export commodity. The superiorquality of Indonesian cocoa in the world market is quite competitive, as a mixer for other cocoa. However, theproductivity of cocoa in Bali is only 500 kg dry beans per hectare. Cocoa pod borer and pod rot are the causesof low production, which until now has not been optimally controlled. The use of chemical pesticides is increasinglyineffective, less efficient and less environmentally friendly. Turning to the use of biological control agents (APH),namely Trichoderma secondary metabolites (MS) as an option. Proving the effectiveness of MS Trichoderma atthe field level needs to be done with a study. The study was carried out in 2 subak abian namely Subak AbianAmerta Asih, Selemadeg Village, Selemadeg District covering an area of 25 ha and Subak Abian Waru,Gunung Salak Village, East Selemadeg District, Tabanan Regency covering an area of 25 ha (total 50 ha),starting from May to September 2020. The study was designed using a paired experimental design. IPM andnon-IPM / existing treatments, which were carried out on cacao plants, 10 cooperator farmers were selected asreplications. The technology components of fertilizing, pruning, sanitizing and harvesting are often carried outconsistently. The two treatments were only differentiated by the addition of MS Trichoderma in the IPM treatment.Observation data were analyzed using t-test with SPSS 17.0 program. Parameters observed included: Helopeltisattack, pod borer and pod rot. The addition of MS Trichoderma was quite effective in controlling pod rot disease,but it had no significant effect / difference on helopeltis and cocoa pod borer.

Keywords: MS Trichoderma, cocoa, IPM

ABSTRAK

Kakao (Theobroma cacao) merupakan salah satu komoditas perkebunan sebagai komoditas ekspor.Keunggulan kualitas kakao Indonesia di pasaran dunia cukup kompetitif, sebagai pencampur kakao lainnya.Namun produktivitas kakao di Bali hanya 500 kg biji kering per hektar Penggerek buah kakao dan busuk buahkakao sebagai penyebab rendahnya produksi yang sampai kini belum terkendali optimal. Penggunaan pestisidakimia semakin tidak efektif, kurang efisien dan tidak ramah lingkungan. Beralih kepada penggunaan agenpengendali hayati (APH) yaitu metabolit sekunder (MS) Trichoderma sebagai pilihan. Pembuktian efektivitasMS Trichoderma ditingkat lapang perlu dilakukan dengan kajian. Kajian dilaksanakan di 2 subak abian yakniSubak Abian Amerta Asih, Desa Selemadeg Kecamatan Selemadeg seluas 25 ha dan Subak Abian Waru,Desa Gunung Salak, Kecamatan Selemadeg Timur, Kabupaten Tabanan seluas 25 ha (total 50 ha), dilmuaiMei sampai dengan September 2020. Kajian dirancang menggunakan rancangan percobaan berpasangan.Perlakuan PHT dan non PHT/eksisting, yang dilakukan di tanaman kakao 10 petani koperator terpilih sebagaiulangan. Komponen teknologi pemupukan, pemangkasan, sanitasi dan panen sering dilakukan dengankonsisten. Kedua perlakukan hanya dibedakan dengan penambahan MS Trichoderma pada perlakuan PHT.

Efektivitas Metabolit Sekunder Trichoderma Untuk Mengendalikan OrganismePengganggu Utama Tanaman Kakao | Wayan Sunanjaya

Page 35: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

184 Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian Vol 18 No. 3 Desember 2020

Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan t-test dengan program SPSS 17.0. Parameter yang diamatiantara lain: serangan Helopeltis, penggerek buah dan busuk buah kakao. Penambahan MS Trichodermacukup efektif mengendalikan penyakit busuk buah kakao, namun berpengaruh/berbeda tidak nyata terhadaphelopeltis dan penggerek buah kakao.

Kata kunci: MS Trichoderma, kakao, PHT

PENDAHULUAN

Kakao (Theobroma cacao) merupakantumbuhan berwujud pohon, yang tinggi pohonnyadapat mencapai 10 meter, tetapi dalam budidayatingginya dibatasi sampai dengan 4 meter.Bunganya tumbuh langsung dari batang, dantumbuh dari satu titik tunas. Penyerbukan silangdan ada pula yang menyerbuk sendiri. Buahmuda berwarana hijau, merah, ungu, dan setelahmasak warnanya berubah menjadi kuning.Produksinya berupa biji kakao, yang produkolahannya disebut Cokelat. Upaya meningkatkanproduktivitas yang sampai kini terusdidiseminasikan antara lain: pemangkasan,pemupukan panen sering dan sanitasi kebun(PPPsS). Budidaya tanaman sehat ini mampumeningkatkan hasil kakao pada beberapaketinggian tempat di Kabupaten Tabanan(Sunanjaya. W, et al., 2018). Meskipun demikian,masih saja produktivitas belum optimal dimanabeberapa petani dalam satu kawasan belumkonsisten melaksanakan keempat komponenteknologi tersebut. Kabupaten Tabananmerupakan salah satu sentra pengembangankakao di Provinsi Bali, luas areal tanaman kakaoTabanan tahun 2015 mencapai 4.625 ha denganproduksi 1.606 ton dan produktivitas 625 kg/ha.Produktivitas kakao di Tabanan tidak berbedadari rata-rata produktivitas kakao Bali yangmencapai 641 kg/ha, namun produktivitastersebut masih dibawah produktivitas kakaonasional yang mencapai 802 kg/ha (StatistikPerkebunan Indonesia, 2015).

Serangan Organisme PengangguTumbuhan (OPT) penting tanaman kakao yakni(PBK, Helopeltis sp, dan Penyakit Busuk BuahKakao) merupakan penyebab utamamenurunnya produksi kakao yang dialami olehpetani selain iklim di Bali. Produktivitas kakaobelakangan ini di Kabupaten Tabanan ProvinsiBali, khususnya Kecamatan Selemadeg Timur,terus merosot hanya mencapai 500-550 kgkering/ha, jika dibandingkan tahun-tahunsebelumnya. Penyakit busuk buah dapat

menurunkan kualitas dan kuantitas hasilproduksi kakao. Penyakit busuk buah padatanaman kakao menyebabkan kerugian yangbervariasi, yaitu antara 20-30% per tahunnya.Tingkat kerugian akan semakin besar lagipada saat memasuki musim penghujan (EdyPurnomo., et al, 2017)

Kondisi ini kurang menguntungkan bagipetani untuk memperoleh pendapatan yang layakdari usahataninya. Selain itu, petani juga belummampu mengoftimalkan potensi yang ada didalam kawasan kebun untuk meningkatkanproduktivitas dan nilai tambah usaha di dalammenambah pendapatannya. Oleh karenanyakelompok tani atau Subak Abian diharapkan adakelompok kecil atau Regu Pengendali OPT(RPO), bekerja dan mampu menekan seranganOPT penting pada tanaman kakao. BantuanPemerintah yang disalurkan ke petani kakaomelalui Dinas Pertanian dan Ketahanan PanganProvinsi Bali, berupa Gerakan BersamaPengendalian OPT penting tanaman kakaodengan APH (Agensia Pengendali Hayati) dalamhal ini Metabolit Sekunder (MS) Trichoderma sp,mulai dari membuat perbanyakan APH sampaidengan aplikasinya di tingkat lapang, yang dipandu oleh Petugas Laboratorium Lapangan (LL)dan Petugas UPPT kecamatan SelemadegTimur. Untuk mengurangi dampak penggunaanfungisida kimiawi yang merugikan ini, makapengendalian dengan fungisida dapat digantikandengan pengendalian hayati meggunakanagensia antagonis. Penggunaan agensiaantagonis tidak menimbulkan efek samping yangmembahayakan lingkungan hidup dan dapatefektif mengendalikan patogen penyakit dalamperiode yang cukup lama. Salah satu agensiaantagonis yang mempunyai potensi dan telahbanyak digunakan dalam pengendalian hayatiadalah jamur Trichoderma sp.( Fenty Ferayanti,et al., 2018). Aplikasi formulasi cairTrichoderma. virens dan kombinasi formulasicair Trichoderma harzianum dan Trichodermavirens mampu menurunkan kejadian penyakitdan intensitas penyakit pada bibit kakao (DesiArida, Rina Sriwati, Tjut Chamzurni, 2019).

Page 36: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

185

Trichoderma merupakan salah satucendawan APH yang hidup bebas di alam dansangat banyak terdapat di akar, tanah dan daunserta memiliki kemampuan memparasit fungilain. Cendawan Trichoderma menghasilkanmetabolit sekunder (viridin dan trikomidinbersifat antibiotik) yang dapat diperoleh dariberbagai formulasi diantaranya formulasi cair .Formulasi cair adalah bentuk produkbiofungisida yang diaplikasikan pada daun danbatang (Desi Arida ., et al, 2019). Trichodermasp . adalah jamur saprofit tanah yang secaraalami merupakan parasit dan menyerangbanyak jenis jamur penyebab penyakittanaman atau memiliki spektrum pengendalianyang luas . Jamur Trichoderma sp . dapatmenjadi hiperparasit pada beberapa jenis jamurpenyebab penyakit tanaman danpertumbuhannya sangat cepat (Intan Berlian,Budi Setyawan, dan Hananto Hadi, 2013)

Metabolit Sekunder (MS) adalah senyawaorganik yang dibentuk saat mendekati tahapstasioner/selama akhir pertumbuhan danmerupakan sisa metabolisme yang mengandungzat antibiotika, enzim, hormon, dan toksin.Metabolit Sekunder APH merupakan senyawaorganik yang dimanfaatkan untuk pengendalianOPT. Rahmawasiah ( 2019) menyatakan,cendawan endofit merupakan salah satupengendali hayati yang dapat digunakan untukmengendalikan organisme pengganggutanaman, dimana cendawan tersebutmenghasilkan senyawa yang dapat melindungitanaman terhadap serangan pathogen.Cendawan endofit mampu meningkatkanresistensi tanaman inang dari serangan hamadan penyakit. Kolonisasi cendawan endofit padarumput menyebabkan terinduksinya metabolitsekunder yang bersifat antagonis terhadapherbivora insekta serta cendawan endofit dapatmenghalangi serangga herbivora untuk makanpada tanaman inang dimana cendawanmenginfeksi tumbuhan sehat pada jaringantertentu dan menghasilkan mikotoksin, enzimserta antibiotika.

Trichoderma sp merupakan salah satujamur antagonis yang banyak ditemukan padadaerah perakaran dan juga sering ditemukanendofit di jaringan akar tanaman , menghambatpertumbuhan miselia jamur, meningkatkanaktifitas peroksidase dan juga menginduksitanaman untuk memproduksi senyawa Fenolyang bersifat anti fungi sehingga dapat

menekan potensi serangan patogen dari luarjaringan tanaman, sehingga mengakibatkantanaman menjadi resisten terhadap seranganpathogen (Muchamad Bayu Setiyo Budi danAbdul Majid, 2018).

Adapun tujuan kajian ini yakni untukmengetahui efektifitas metabolit sekunder APH(Pestisida Organik) terhadap serangan OPTpenting kakao (Penggerek Buah Kakao, HamaHelopeltis sp .dan Penyakit Busuk Buah Kakao).Petani kakao agar mengetahui metabolitsekunder, kemudian mau mengerjakan, danmampu memperbanyak serta mengaplikasikanmetabolit skunder (MS) di kebunnya sendiri.

METODOLOGI

Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kajian

Kajian ini dilaksanakan di Subak AbianAmerta Asih, Desa Selemadeg KecamatanSelemadeg seluas 25 ha dan Subak Abian Waru,Desa Gunung Salak, Kecamatan SelemadegTimur, Kabupaten Tabanan 25 Ha (total 50 ha).Waktu pelaksanaan mulai Mei sampai denganSeptember 2020

Metode Pelaksanaan

Kajian ini dilaksanakan dengan metodepartisipatif, menentukan 5 orang petani koperatordimasing masing Subak Abian. Pemilihan petanikoperator ditentukan dengan selektif yakni petanirajin dan konsisten dalam memelihara kebunnyaserta bersedia bekerjasama selama pelak-sananan kajian.

Masing-masing petani koperator membagitanaman kakaonya menjadi 2 kelompok. Satukelompok melakukan spraying buah dengan MSTrichoderma sp, 2,5 cc/1 liter air (PHT) setiapminggunya, sebagian lagi tidak diperlakukan(non PHT), tetapi keseluruhan tanaman yangdimiliki menerapkan teknologi P-P-S-Ps(pemupukan, pemangkasan, sanitasi kebun danpanen sering). Spraying atau perlakuansebanyak 8 kali dengan interval seminggu sekali.Pengamatan 5 tanaman sampel secara acakpada perlakuan, sehingga akan terdapat 10tanaman per petani. Diperoleh tanaman sampelsebanyak 10 pohon x 5 petani x 2 lokasi = 100sampel tanaman kakao. Setiap pohon sempel

Efektivitas Metabolit Sekunder Trichoderma Untuk Mengendalikan OrganismePengganggu Utama Tanaman Kakao | Wayan Sunanjaya

Page 37: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

186 Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian Vol 18 No. 3 Desember 2020

yang diperlakukan maupun kontrol dipastikanberbuah 10 buah yang berukuran 10 cm atauumur buah berumur 3 bulan, sehingga 2 sampai3 bulan kemudian baru dipanen. Masing-masingtanaman dipetik 5 buah yang masak untukdiamati. Total buah diamati sebanyak 500 buahsetiap minggunya dimulai 3 bulan setelah aplikasiMS Trichoderma.

Metode Kajian dan analisis

Kajian menggunakan rancangan percobaanberpasangan dengan 10 kali ulangan petani.Tanaman kakao yang diuji adalah tanaman kakaomilik petani dan dirancang pada petak alamidengan jumlah populasi yang seimbang;

Parameter yang diamati adalah skoringintensitas serangan Busuk Buah Kakao (BBK),hama Helopeltis sp, dan Penggerek buah Kakao(PBK), pada tanaman yang diperlakukan dantanaman kontrol.

Nilai skor serangan PBK (Penggerek BuahKakao)

- Skor 0 = biji sehat- Skor 1 = 1-33% biji terserang- Skor 2 = 34-65 % biji terserang- Skor 3 = > 65 % biji terserang

Nilai skor serangan Helopeltis Sp

- Skor 0 = buah tanpa cucukan/buah mulus/sehat

- Skor 1 = 1-15 % buah ada bekas cucukan- Skor 2 = 16-50 % buah ada bekas cucukan- Skor 3 = > 50 % buah ada cucukan-Nilai skor serangan BBK (Penyakit Busuk BuahKakao)

- Skor 0 = buah mulus/sehat- Skor 1 = 1-5 % buah busuk- Skor 2 = 6-10 % buah busuk- Skor 3 = > 10 % buah terserang busuk

Data rata-rata hasil pengamatanditranformasi menggunakan akar kwadrat((x+0,5)0,5 ) selanjutnya dianalisis statistik t-testmenggunakan Program SPSS 17.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengamatan danwawancara, bahwa OPT utama yang sampai kinibelum dapat dilakukan pengendalian denganoptimal yakni penggerek buah kakao, Helopeltisdan busuk buah kakao. Persentase seranganmasing-masing OPT utama pada perlakuan PHTdan Non PHT seperti disajikan pada Gambar 1.Persentase serangan penggerek buah kakaopada non PHT lebih tinggi 92.27% lebih tinggibila dibandingkan dengan PHT, demikian halnyadengan persentase serangan busuk buah kakao,persentase serangan lebih tinggi pada non PHTsebesar 231.57% dibandingkan PHT. Sementarapersentase serangan helopeltis pada PHT lebihtinggi 13,67% dibandingkan dengan non PHT.Pada kondisi ini masih pada pengukuran visualbuah yang terpanen atau kenampakan dari kulitluar saja. Visual serangan buah belum bisamenjamin bahwa biji kakao itu terserang ringanatau berat.

Gambar 1. Persentase serangan OPT padatanaman Kakao di sentra Kabupaten Tabanan

Hasil analisis statistikan pada perlakuan PHTdan non PHT menunjukkan bahwapenyemprotan MS Trichoderma berpengaruhnyata hanya pada parameter busuk buah kakao(BBK) sementara variabel lainnya MSTrichoderma tidak berpengaruh nyata, sepertiterlihat pada Tabel 1.

Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan PHT(MS Trichoderma) berpengaruh nyata atauberbeda nyata terhadap busuk buah bakao(BBK) akibat PHT sementara terhadap PBK danHelopeltis berbeda tidak nyata. Dilihat daripersentase serangan masing-masing OPTdiperoleh PBK sebesar 34-65%, Helopeltissebesar 16-50% sedangkan BBK pada kisaran6-10%.

Page 38: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

187

Gambar 2 menunjukkan rata-rata intensitasserangan OPT pada perlakuan eksisting atauNon PHT lebih tinggi dibandingkan dengan PHTyakni sebesar 5,65; 0,41 dan 7,72% masing-masing untuk penggerek buah kakao, Helopeltisdan busuk buah kakao. Diantara ketiga OPT ini,MS Trichoderma cendrung lebih efektifmengendalikan busuk buah kakao

Gambar 2. Rata-rata skor OPT utama kakaodi Kabupaten Tabanan Akibat Perlakuan PHT

dan Non PHT

Hasil penelitian terkait menunjukkan bahwaintensitas serangan pada buah yang tidakdisemprot (kontrol) relatif lebih tinggi dengan rata-rata 61,11% dari buah yang disemprot cendawandengan rata -rata 35,19%, 24,70% dan 27,61%masing-masing dengan perlakuan kontrol (tanpaperlakuan), aplikasi cendawan Beauveria sp,Trichoderma sp, dan Aspergillus sp. Cendawanendofit yang diaplikasi memberikan pengaruhterhadap intensitas kerusakan buah kakao,tanaman yang terinfeksi cendawan endofit jugacenderung relatif kuat, membuat tanaman lebihtahan terhadap kondisi stress serta lebihkompetitif (Rahmawasiah, 2019). Trichoderma spmampu menghasilkan enzim yang bersifat antijamur yaitu kitinase dan juga â-1,3 glukanaseyang dapat menghambat pertumbuhan miseliajamur (Bayu Setiyo Budi. M dan Abdul Majid,

2018). Aplikasi Trichoderma sp juga dapatmeningkatkan aktifitas peroksidase dan jugamenginduksi tanaman untuk memproduksisenyawa Fenol yang bersifat anti fungisehingga dapat menekan potensi seranganpatogen dari luar jaringan tanaman. Sehinggamengakibatkan tanaman menjadi resistenterhadap serangan pathogen (Bayu Setiyo Budi.M dan Abdul Majid, 2018).

Selain itu Trichoderma sp juga mampumenekan intensitas serangan layu fusariumpada tanaman tomat serta Trichoderma dapatmenghambat pertumbuhan cendawan patogenC. capsici, Fusarium sp., dan S. rolfsii secarain vitro (Zelvi Armila, et al ., 2019). PerlakuanTrichoderma isolat lokal dan dosis penyemprotanpada semua taraf berpengaruh terhadapintensitas serangan dan hasil buah kakao.Intensitas serangan yang terendah akibatperlakuan Trichoderma isolat lokal dan dosispenyemprotan dijumpai pada perlakuan Tr3D3(Trichoderma isolat 3 + 200 gr/ liter air ) yaitu8,50. Sedangkan hasil buah kakao yang tertinggiakibat perlakuan Trichoderma isolat lokal dandosis penyemprotan dijumpai pada perlakuanTr3D3 (Trichoderma isolat 3 + 200 gr/ liter air )yaitu 67,8 kg. (Fenty Ferayanti, et al., 2018).Penterapan budidaya tanaman sehatberpengaruh nyata terhadap kelimpahanpopulasi musuh alami, buah dan pohonterserang, persentase serangan hama danpenyakit serta keragaman jenis musuh alamipada beberapa ketinggian tempat.

Ketinggian tempat<300 mdpl merupakanketinggian dominan aktivitas hama, penyakit danmusuh alami (Delly Resiani, et al., 2018). Hasilkajian lainnya menunjukkan, penerapan inovasiPPPsS mampu mengurangi kehilangan hasilakibat PBK pada intensitas serangan sedangsampai berat sebesar 73,04% dengan produksisesudah introduksi 613 kg/ha, lebih baikdibanding sebelum introduksi teknologi 446 kg/

Tabel 1. Rata-rata intensitas serangan penggerek buah, helopeltis dan busuk buah kakao

Perlakuan Penggerek Buah Kakao* Helopeltis* Busuk Buah Kakao*

PHT 1.4783 a 1.5180 a 1.3810 a

Non PHT 1.4025 a 1.5117 a 1.4875 b

SED (%) 8,663 5,572 9,14

*Ditranformasi akar kwadrat (x+0,5)0,5

Keterangan: Angka-angka yang dikuti superscript sama pada kolom yang sama menunjukkan perbedaantidak nyata

Efektivitas Metabolit Sekunder Trichoderma Untuk Mengendalikan OrganismePengganggu Utama Tanaman Kakao | Wayan Sunanjaya

Page 39: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

188 Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian Vol 18 No. 3 Desember 2020

ha. (Indrayana. Ketut dan Marwahyanti Nas,2018). Efektifitas dari aplikasi jenis metabolitsekunder jamur Metarhizium adalah 81.05%dengan rata-rata 67.30 % dan jamur Beauveriaadalah 75.59% dengan rata-rata 60.70 %.Sehingga rata-rata efektifitas dari pengunaaanmetabolit sekunder dalam pengendalian hamaH.semivelutina pada tanaman cengkehmencapai 78,32%. Metabolit sekunder jamurMetarhizium dan Beauveri dapat digunakanuntuk mengendalikan hama penggerek batangcengkeh (Hexamitodera semivelutina Hell) (FiniNatalia Tumewan, et al., 2020).

KESIMPULAN

Penambahan MS Trichoderma cukup efektifmengendalikan penyakit busuk buah kakao,namun berpengaruh/berbeda tidak nyataterhadap helopeltis dan penggerek buah kakao.Persentase serangan masing-masing OPTdiperoleh PBK sebesar 34-65%, Helopeltissebesar 16-50% sedangkan BBK pada kisaran6-10%.

DAFTAR PUSTAKA

Bayu Setiyo Budi. M dan Abdul Majid, 2018.Potensi Kombinasi Trichoderma SP dan AbuSekam Padi sebagai Sumber Silika dalamMeningkatkan Ketahanan Tanaman Jagung(Zea mays) terhadap Serangan PenyakitBulai (Peronosclerospora maydis). BertemaPembangunan Pertanian dan PeranPendidikan Tinggi Agribisnis: Peluang danTantangan di EraIndustri 4.0ProsidingSeminar Nasional Program Studi AgribisnisFakultas Pertanian Universitas Jember, 03November 2018. Hal. 732-747. https//: jurnal.unej.ac. idindex.phpprosiding/articleview/89856661

Delly Resiani. Ni Made, I Wayan Sunanjaya, INengah Duwijana, 2018. Hama Penyakitdan Musuh Alami Kakao di BeberapaKetinggian Tempat Akibat PenterapanBudidaya Tanaman Sehat. ProsidingSeminar Nasional. Percepatan AlihTeknologi Pertanian Mendukung RevitalisasiPertanian dan Pembangunan Wilayah.Denpasar, ISBN : 978-602-6954-24-4. Buku3 Halaman 1254-1263

Desi Arida, Rina Sriwati, Tjut Chamzurni, 2019.Aplikasi Formulasi Cair Trichodermaharzianum dan Trichoderma virens sebagaiAgen Pengendali Hayati (APH) PenyakitHawar Daun (Phytopthora palmivora) padaBibit Kakao. Jurnal Ilmiah MahasiswaPertanian. Volume 4, Nomor 2, Mei 2019.Hal 91-100. www.jim.unsyiah.ac.id/JFP

Edy Purnomo, Mukarlina, Rahmawati , 2017. UjiAntagonis Bakteri Streptomyces spp.terhadap Jamur Phytophthora palmivoraBBK01 Penyebab Busuk Buah padaTanaman Kakao. Jurnal Protobiont (2017)Vol. 6 (3) : 1 - 7

Fenty Ferayanti, Idawanni dan Berlian Natalia,2018. Pemanfaatan Trichoderma sp IsolatLokal untuk Pengendalian Penyakit BusukBuah Kakao (Phytophthora palmivora) diKabupaten Aceh Utara. Prosiding SeminarNasional. Percepatan Alih TeknologiPertanian Mendukung Revitalisasi Pertaniandan Pembangunan Wilayah. Denpasar,ISBN : 978-602-6954-24-4. Buku 3 Halaman1231-1237

Fini Natalia Tumewan, Jackson Watung, MaxiLengkong, Dewi R.Kristiningtyas, 2020.Clove Stem Borer Pest Control (Hexa-mitodera Semivelutina Hell.) Using Meta-bolite Secondary Metarhizium AndBeauveria With the Root Infusion Method.Jurnal Ilmiah Program Studi Agroteknologi,Fakultas Pertanian Universitas SamRatulangi, Manado. http//: ejournal.puslitkaret.co.idindex.phpwarta/perkaretan/articleview39.

Indrayana. Ketut dan Marwahyanti Nas, 2018.Kajian Pengendalian Hama PenggerekBuah (PBK) Kakao Ramah Lingkungan diKabupaten Mamuju. Prosiding SeminarNasional. Percepatan Alih TeknologiPertanian Mendukung Revitalisasi Pertaniandan Pembangunan Wilayah. Denpasar,ISBN : 978-602-6954-24-4. Buku 3 Halaman1205-1215

Intan Berlian, Budi Setyawan, dan Hananto Hadi,2013. Mekanisme antagonism Trichodermasp Terhadap Beberapa pathogen TularTanah. Balai Penelitian Getas. WartaPerkaretan 2013, 32(2), 74 – 82. https//: e j o u r n a l . p u s l i t k a r e t . c o . i d i n d e x .phpwartaperkaretanarticleview3933

Page 40: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

189

Rahmawasiah, 2019. Efektivitas BeberapaCendawan Endofit Terhadap IntensitasSerangan Penggerek buah Kakao(Conopomorpha cramerella Snellen)Prosiding Seminar Nasional Volume 02,Nomor 1, 2019. ISSN 2443-1109. Halaman875-896.

Sunanjaya I Wayan., I Nengah Duwijana,Ni MadeDelly Resiani, 2018. Keragaan AgronomisTanaman Kakao Akibat PenerapanBudidaya Tanaman Sehat pada BeberapaKetinggian Tempat di Kabupaten Tabanan.Prosiding Seminar Nasional. Percepatan AlihTeknologi Pertanian Mendukung RevitalisasiPertanian dan Pembangunan Wilayah.Denpasar, ISBN : 978-602-6954-24-4. Buku3 Halaman 1223-1230

Statistik Perkebunan Indonesia, 2015. Tree CropEstate Statistics Of Indonesia 2014 –2016Kakao Statistik Perkebunan IndonesiaKomoditas Kakao 2014 – 2016.Tree CropEstate Statistics Of Indonesia DirektoratJenderal Perkebunan.Directorate GeneralOf Estate Crops Jakarta, Desember 2015

Zelvi Armila, Abdul Azis Ambar, Nur Ilmi, Harsani,Iradhatullah Rahim, 2019. Potensi JamurTrichoderma sp dalam pengendalianPhytopthora Palmivora Secara In Vitro.Prosiding Seminar Nasional . SinergitasMultidisiplin Ilmu Pengetahuan danTeknologi, vol. 2, 2019, ISSN: 2622-0520

Efektivitas Metabolit Sekunder Trichoderma Untuk Mengendalikan OrganismePengganggu Utama Tanaman Kakao | Wayan Sunanjaya

Page 41: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

190 Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian Vol 18 No. 3 Desember 2020

INTERAKSI LIMA KULTIVAR JAGUNG PADA TIGA DAERAH PENGEMBANGANDI KABUPATEN JENEPONTO

Maintang1 dan Muh. Taufik2

1,2)Peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi SelatanJl.Perintis kemerdekaan KM.17.5 Makassar

E.mail: [email protected]

Submitted date: 28 September 2020 Approved date : 20 Oktober 2020

ABSTRACT

Interaction of Five Corn Culture in Three Development areas in Jeneponto District

Corn commodity is widely cultivated in lowland land in Jeneponto district in a reasonably diverseagroecosystem. The difference in agroecosystem allows differences in growth and development between corncultivars in different regions. The study aims to determine the stability of the yield of corn varieties. Researchlocations in three villages, namely North Tolo, South Tolo-Kelara District, and Karelayu Village-Tamalatea DistrictJeneponto Regency, from December 2012 to April 2013. Five varieties tested were Bisi-2, Sukmaraga, Srikandi,Lamuru and Bisma. The design used in each location was a randomized block design with three replications.Yield stability of six maize varieties was evaluated by the Eberhant and Rusell (1966) model. The test resultsshowed that there was an interaction between cultivars and location significantly affected the productivity ofdry beans. Three yield components which are positively correlated with dry corn productivity: the weight of1000 seeds, the length of the cob and the weight of the cob, and the importance of the seeds with seeds. Twocultivars that have high yield stability are Srikandi Kuning and Sukmaraga. Both of these cultivars deserve tobe widely developed in the corn centre area in Jeneponto Regency

Keywords: Corn, interaction, yield stability

ABSTRAK

Komoditi jagung banyak dibudidayakan di lahan dataran rendah di kabupaten Jeneponto padaagroekosistem yang cukup beragam. Perbedaan agroekosistem tersebut memungkinkan terjadinya perbedaanpertumbuhan dan perkembangan antar kultivar jagung antar wilayah. Penelitian bertujuan untuk mengetahuistabilitas hasil varietas jagung. Lokasi penelitian di tiga desa yaitu Tolo Utara, Tolo Selatan-Kecamatan Kelara,serta Desa Karelayu-Kecamatan Tamalatea kabupaten Jeneponto, mulai Desember 2012 sampai dengan April2013. Lima varietas yang diuji yaitu Bisi-2, Sukmaraga, Srikandi, Lamuru dan Bisma. Rancangan yangdigunakan di masing masing lokasi adalah Rancangan Acak Kelompok dengan tiga ulangan. Stabilitas hasilenam varietas jagung dievaluasi dengan model Eberhant and Rusell (1966). Hasil pengujian menunjukkaninteraksi antara Kultivar dan Lokasi berpengaruh nyata terhadap produktivitas biji kering. Tiga komponen hasilyang berkorelasi positif dengan produktivitas jagung kering adalah : bobot 1000 biji, panjang tongkol dan bobottongkol, dan bobot tongkol berbiji. Dua kultivar yang mempunyai stabilitas hasil yang tinggi adalah SrikandiKuning dan Sukmaraga. Kedua kultivar ini layak dikembangkan secara luas pada daerah sentra jagung diKabupaten Jeneponto.

Kata kunci : Jagung, interaksi, stabilitas hasil

Page 42: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

191

PENDAHULUAN

Kabupaten Jeneponto merupakan daerahyang mayoritas wilayahnya terdiri dari lahankering iklim kering, komoditas yang umumdiusahakan oleh petani adalah jagung. Luaspertanaman jagung di Jeneponto tidak kurangdari 30.000 ha. Produktivitas jagung bervariasitergantung pada kultivar yang diusahakan dankondisi curah hujan daerah penanaman. Kondisigeofisik di kabupaten Jeneponto cukupbervariasi mulai dari dataran rendah sampaidataran tinggi, curah hujan bervariasi dari 700-1400 mm/tahun (BPS Kabupaten Jeneponto,2004). Perbedaan kondisi geofisik inimemungkinkan terjadi perbedaan pertumbuhandan perkembangan antar kultivar jagung dari satuwilayah ke wilayah lainnya.

Keragaan suatu kultivar tanaman ditentukanoleh genetik, faktor lingkungan atau interaksifaktor genetik dan faktor lingkungan. Sifat-sifatyang kuantitatif seperti hasil umumnya banyakdipengaruhi oleh faktor lingkungan, sedang sifat-sifat kualitatif banyak dipengaruhi oleh faktorgenetik (Salam, 2004). Sifat-sifat yang banyakdipengaruhi oleh faktor lingkungan mudahberubah karena perubahan faktor lingkunganseperti jenis lahan, kuantitas dan penyebarancurah hujan, fluktuasi suhu, ketinggian tempat,kesuburan lahan, tingkat penggunaan pupuk danserangan hama penyakit.

Ada dua sasaran dalam pemilihan suataukultivar yang akan dikembangkan pada suatuwilayah ( Baihaki dan Wicaksana, 2005).Pemilihan pertama adalah kultivar yangmempunyai adaptasi luas, kultivar seperti inisudah banyak dilepas dan menambah kekayaanbahan tanaman pada berbagai komoditas.Namun prosedur ini mempunyai banyakkekurangan-kekurangan, seperti kurang mampumengatasi kondisi ekstrim seperti seranganhama dan penyakit serta kurang mampumemanfaatkan potensi sumber daya lokal.

Pilihan kedua adalah memilih kultivar yangberadaptasi sempit (spesific adaptability ) ,kultivar seperti ini kebanyakan sifat hasilnyadikendalikan oleh interaksi faktor genetik danfaktor lingkungan yang tinggi. Perubahan faktor-faktor lingkungan secara otomatis akanberpengaruh pada ekspresi hasil tanaman.Suatu varietas yang memberikan hasil tertinggipada suatu lokasi, belum tentu di lokasi lain jugatinggi hasilnya. Kultivar seperti ini akan

memberikan hasil yang maksimal pada kondisilingkungan yang sesuai. Beberapa hasilpenelitian menunjukkan hal tersebut, sepertiyang dilaporkan oleh Azrai et al., (2006) padapenelitian stabilitas hasil enam calon varietasjagung hibrida pada uji multilokasi di delapanlokasi pada MH dan MK, dimana terdapat satuhibrida yang hasilnya stabil pada lingkunganoptimal, satu hibrida stabil pada lingkungansuboptimal, dan empat hibrida lainnya memilikistabilitas umum dan beradaptasi pada semualingkungan uji.

Penelitian Andayani et al., (2014) jugamelaporkan bahwa hibrida Hybk-03memperlihatkan hasil tertinggi di semua lokasi,kecuali di Maros dan Pandu, serta nyata lebihtinggi dari varietas pembanding DK 3 dan Bima2 di Bajeng, Muneng, Sleman, Bligo, serta rata-rata semua lokasi. Tidak ditemukan hibrida yangstabil pada semua lokasi berdasarkan analisisAMMI 2 dan Biplot, tetapi lima hibrida memilikiadaptasi spesifik lokasi, yaitu Hybk-02 di Bajeng,Hybk-03 di Bajeng dan Bligo, Hybk-09 di Bajengdan Sleman, serta DK 3 dan Bima 2 di Bajengdan Pandu.

Terdapat beberapa metode yang melibatkananalisis statistik untuk mengukur stabilitasgenotipe atau tanggapannya terhadap variasilingkungan. Model Finlay dan Wilkinson (1963)serta model Eberhart dan Russel (1966)merupakan salah satu model yang paling banyakdigunakan oleh pemulia padi dan jagung diIndonesia (Subandi et al., 1979; Sujitno et al.,1981; Sudjana dan Setiyono, 1986; Sudjana,1992; Soewito, 2003; dan Dahlan, 2004) dalamKrismawati dan Arifin (2011). Penelitian inibertujuan untuk mengetahui stabilitas hasilvarietas unggul jagung di tiga wilayahpengembangan jagung di kabupaten Jeneponto.

METODOLOGI

Penelitian dilaksanakan pada tiga desa dikabupaten Jeneponto, yaitu : Tolo Utara dan ToloSelatan Kecamatan Kelara, serta desa KarelayuKecamatan Tamalatea, berlangsung dari bulanDesember 2012 sampai dengan bulan April 2013.Di setiap lokasi diuji 5 macam varietas yaitu Bisi-2, Sukmaraga, Srikandi, Lamuru, Bisma.Penelitian menggunakan Rancangan AcakKelompok, tiga ulangan.

Ukuran petak 10 x 5 m2, jarak tanam 75 cm

Interaksi Lima Kultivar Jagung Pada Tiga Daerah PengembanganDi Kabupaten Jeneponto | Maintang dan Muh. Taufik

Page 43: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

192 Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian Vol 18 No. 3 Desember 2020

x 40 cm dua tanaman per lubang, Pemupukandilakukan dua kali berdasarkan rekomendasi.Pemupukan pertama diberikan semua dosis ZA,SP36, KCl , dan 1/3 dosis Urea. Dosis pupukyang digunakan adalah 250 kg/ha Urea, 100 kgSP 36, 100 kg/ha KCl dan 100 kg/ha ZA.Pemupukan kedua diberikan pada umur 30 harisesudah tanam (HST) dengan takaran 2/3 dosisUrea. Penyiangan dilakukan dua kali yaitu padaumur 15 dan 35 HST menggunakan alat berupacangkul dan sabit.

Peubah yang diamati adalag tinggi tanaman,tinggi tongkol, panjang tongkol, diameter tongkol,bobot tongkol berbiji, bobot biji per tongkol,jumlah baris dalam tongkol, bobot 1000 biji danproduktivitas biji kering masing-masing varietas.

Analisis ragam dilakukan untuk data darisetiap lokasi penelitian untuk mengetahuipenampilan genotipe pada setiap lokasi. Jikaterdapat pengaruh nyata di antara hibrida yangdiuji, dilakukan uji lanjut menggunakan uji LeastSignificant Increase (LSI). Analisis korelasidigunakan untuk melihat hubungan antar peubahyang diamati terhadap hasil biji. Analisis ragamgabungan mengikuti metode Gomez and Gomez(1983). Bila uji F menunjukkan interaksi genotipedan lingkungan (G x E) nyata, diteruskan dengananalisis stabilitas menggunakan formula Eberhartdan Russell (1966 ) yaitu dengan meregresikanhasil rata-rata setiap varietas denganlingkunganya. Parameter stabilitas berupakoefisien regresi dengan rumus:

bi : 1

Yij : m + bij +∈ij

Dimana :

Yij : rata-rata produktivitas kultivar ke-i padalingkungan ke- j

m : rata-rata umum produktivitas semuakultivar pada semua lingkungan

bij : koefisien regresi antara produktivitaskultuvar ke i dengan indeks lingkungan.

Ij : indeks lingkungan ke-j∈ij : simpangan regresi ke I dan ke-j

Indeks lingkungan dihitung dengan rumus :

Ij : ∑ yi /l- ∑∑ y../vl

Dimana ;Ij : indeks lingkungan∑ y i : produktivitas kultivar ke-i∑∑ y : total produktivitas semua kultivar

Status varietas dinyatakan stabil apabila :bi = 1 dan S2bi= 0 (Eberhart and Russel, 1966).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keragaman Hasil varietas Jagung di TigaLokasi Pengujian

Lokasi penelitian cukup bervariasidiantaranya pada ketinggian tempat dan curahhujan (Tabel 1). Analisis ragam menunjukkanperbedaan hasil antar varietas pada masing-masing lokasi. Penampilan hasil masing-masingvarietas pada tiga lokasi diperlihatkan padaTabel 2.

Di Tolo Selatan tampak bahwa Bisi-2merupakan kultivar penghasil biji kering tertinggi(6,25 t/ha) berbeda nyata dengan Sukmaragadan tidak berbeda nyata dengan Srikandi Kuningdan Lamuru. Di Tolo Utara, hasil biji tertinggi 7,46t/ha diberikan oleh Lamuru berbeda nyatadengan Bisma dan Bisi-2. Di Karelayu, hasiltertinggi dicapai oleh Bisma (6,22 t/ha), berbedanyata dengan Lamuru, Bisi-2 dan Sukmaraga.Di tiga lokasi pengujian, hasil biji berkisar antara5,39- 5,90 t/ha. Srikandi kuning dan Lamurumemiliki rata-rata hasil yang lebih tinggidibandingkan dengan Bisi-2 yang banyakditanam oleh petani (Tabel 5).

Menurut Baihaki dan Wicaksana (2005)terdapat kultivar yang mampu memanfaatkanpotensi sumber lokal dan beradaptasi sempitpada lingkungan tumbuhnya. Kultivar seperti inimampu berproduksi tinggi pada lingkungan yangsesuai. Ini berarti bahwa kultivar Bisi-2, Lamurudan Bisma termasuk varietas yang beradaptasisempit.

Gambaran daya dukung lingkunganterhadap genotipe dapat dilihat pada nilai indekslingkungan. Nilai indeks lingkungan berkaitandengan tingkat produktivitas suatu lingkungan.Semakin tinggi nilai indeks lingkungan, makahasil yang diperoleh akan lebih tinggi, demikiansebaliknya. Menurut uji (Eberhart dan Russell,1966) Indeks lingkungan dapat dijadikanpenduga tingkat kesesuaian suatu genotip pada

Page 44: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

193

Tabel 1. Ketinggian tempat, suhu kelembaban, dan curah hujan lokasi penelitian

Parameter Lingkungan Tolo Selatan Tolo Utara Karelayu

Ketinggian tempat ( m dpl) 50 400 10

Curah hujan CH HH CH HH CH HH

Tahun 2012Oktober 0 0 0 0 0 0November 0 0 0 0 0 0Desember 152 10 213 17 112 8Tahun 2013Januari 98 7 153 9 81 6Februari 12 3 20 8 6 3Maret 24 4 97 7 10 2April 38 9 58 11 21 5Mei 48 4 48 4 30 2

Sumber : BPP Tolo Selatan, Tolo Utara dan Karelayu

Tabel 2. Penampilan hasil beberapa varietas jagung di tiga lokasi di kabupaten Jeneponto, 2013

Produktivitas biji kering t/haKultivar jagung Rata-rata

Tolo Selatan Tolo Utara Karelayu

Bisi-2 6.35 a 5.67 b 5.46 b 5,82Sukmaraga 5.24 b 6.45 ab 4.48 b 5,39Srikandi 5.76 ab 6.45 ab 5.63 ab 5,90Lamuru 5.61 ab 7.46 a 4.37 b 5,81Bisma 4.61 b 5.73 b 6.22 a 5,52Rata-Rata 5,51 6,35 5,23Indeks Lingkungan -0.19 0.66 -0.46KK/CV % 10,6 12,9 11,4

Ket. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda pada taraf kepercayaan95 %.

lokasi uji. Lokasi dengan nilai indeks lingkunganbesar cocok untuk pertumbuhan tanaman.

Indeks lingkungan dihitung dari selisih antararata-rata hasil biji seluruh kultivar pada lokasiyang bersangkutan dengan hasil biji rata-rataseluruh galur di semua lokasi. Pada Tabel 5,tampak ada dua lokasi yang mempunyai kriterialingkungan merugikan (negatif) yaitu Tolo Selatan(-0,19) dan Karelayu (-0.46) dan satu lingkunganyang mempunyai kriteria menguntungkan (+)yaitu Tolo Utara (0,22). Berdasarkan kriterialingkungan tersebut dapat ditetapkan bahwa ToloUtara merupakan daerah dengan produktivitaslahan yang lebih tinggi Tolo Selatan danKarelayu. Apabila diurutkan hasil rata-rata (t/ha)per lokasi (Tabel 1) maka secara berurutan dariyang tertinggi ke terendah mulai dari Tolo Utara

(6,35) Tolo Selatan (5,51) dan Karelayu (5,51)yang berarti lingkungan yang produktif jugamengikuti urutan tersebut. Dengan demikianlingkungan yang paling produktif dimulai dariTolo Utara, Tolo Selatan dan Karelayu.

Korelasi Antar Sifat

Informasi korelasi antara sifat komponenhasil dengan hasil sangat dibutuhkan dalam halestimasi produktivitas. Dalam kegiatan seleksiperbaikan hasil tanaman informasi korelasidibutuhkan dalam memilih indidividu unggulberdasarkan komponen hasil melalui seleksitidak langsung. Pada Tabel 3 diperlihatkankoefisien korelasi antara komponen hasil denganhasil pada tanaman jagung.

Interaksi Lima Kultivar Jagung Pada Tiga Daerah PengembanganDi Kabupaten Jeneponto | Maintang dan Muh. Taufik

Page 45: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

194 Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian Vol 18 No. 3 Desember 2020

Pada Tabel 3 tampak bahwa hanya tigakomponen hasil yang berkorelasi positif denganproduktivitas biji jagung kering. Ketiga komponentersebut masing-masing adalah : bobot 1000 biji,panjang tongkol dan bobot tongkol, dan bobottongkol berbiji. Nilai koefisien korelasi berturut-turut adalah : 0.41; 0.71; 0.43 dan 0.34 ataumasing-masing mempunyai nilai koefisiendeterminasi. Komponen lainnya seperti jumlahbaris biji/tongkol, tinggi tongkol dan tinggitanaman tidak berkorelasi nyata denganproduktivitas biji jagung kering. Dari delapankomponen hasil hanya bobot 1000 biji, panjangtongkol dan bobot tongkol, dan bobot tongkolberbiji yang dapat digunakan sebagai pendugaproduktivitas. Dalam hal seleksi tidak langsung,bobot 1000 biji, panjang tongkol dan bobottongkol, dan bobot tongkol berbiji dapatdigunakan sebagai kriteria sifat antara menujuperbaikan produktivitas.

Stabilitas Hasil

Hasil Analisis ragam gabungan dari tigalokasi pengujian menunjukkan bahwa terdapatinteraksi yang nyata antara varietas denganlokasi pengujian/lingkungan. Hal ini menunjukkanbahwa tingkat produksi jagung sangatdipengaruhi oleh faktor lokasi dan interaksi antargenotipe dan lokasi. Menurut Hasnam (1998)Dalam Krismawati dan Arifin (2011) bila terlihatinteraksi VL (genotipe atau varietas x lingkunganatau lokasi) akan memperlambat kemajuanpemuliaan tanaman, jika pengujian dilakukan dilingkungan yang tidak mewakili lingkungan yangmenjadi sasaran. Menurut Setimela et al.,

(2007), interaksi genotipe x lokasi tersebutbersifat komplek karena bervariasinya komponenfaktor lingkungan pada lokasi yang beragam.

Interaksi genotype dan lokasi yang sangatnyata mengindikasikan bahwa faktor lokasiberperan penting terhadap penampilan suatugenotipe dan mampu tumbuh lebih baik di lokasiyang lebih sesuai. Jika nilai kuadrat tengahgenotipe lebih tinggi dibanding kuadrat tengahinteraksi genotipe x lokasi untuk semua peubahyang diamati berarti faktor genetik lebih menonjoldibanding faktor lingkungan (Andayani et al.,2014).

Menurut Kramer (1980) dalam Ruswandiet al., (2008) walaupun interaksi genotip denganlingkungan menyebabkan tidak konsistennyahasil pada setiap lingkungan, namun padakondisi tertentu tanaman memiliki kemampuanuntuk meminimalkan pengaruh lingkungan yangtidak menguntungkan, sekaligus memak-simalkan pengaruh lingkungan yangmenguntungkan. Menurut Vargas et al., (1998)dalam Sujiprihati et al., (2006) interaksi genotipedan lingkungan yang nyata akan mempengaruhiekspresi tanaman. Ini artinya genotipe yangsama akan memberikan respon produksi yangberbeda pada lingkungan yang berbeda.

Interaksi V x L yang sangat nyata akanmenyulitkan pemilihan galur unggul karenaketidakstabilan keragaan galur antar lokasi. Halini mengindikasikan bahwa perlu dicari stabilitasvarietas jagung dengan menghitung parameterstabilitas hasil berupa koefisien regresi (b) dansimpangan KT masing – masing regresi terhadapKT galat gabungan. Stabilitas hasil merupakansalah satu parameter yang banyak digunakan

Tabel 3. Koefisien korelasi antara pertumbuhan, komponen hasil dengan hasil pada tanaman jagung

Sifat 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 - 0.679 0.68 0.408 0.632 0.599 0.565 0.565 0.41*2 - 0.776 0.966 0.523 0.033 0.562 0.607 0.706*3 - 0.888 0.778 0.177 0.605 0.601 0.431*4 - 0.923 0.237 0.516 0.484 0.1285 - 0.237 0.657 0.637 0.342*6 - 0.106 -0.04 0.1827 - 0.913 0.1038 - 0.065

Keterangan :1= Bobot 1000 biji2= Panjang tongkol3= Bobot tongkol4= Bobot biji/ tongkol

5= Bobot tongkol berbiji6= Jumlah baris biji /tongkol7= Tinggi tongkol8= Tinggi tanaman9= Produktivitas biji kering

Page 46: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

195

dalam pelepasan kultivar baru. Stabilitasmenunjukkan kemampuan suatu genotip untuktetap hidup dan melakukaperkembangbiakandalam keadaan lingkungan yang beragam.Kultivar dengan stabilitas hasil yang tinggi dapatdilepas sebagai bahan tanam unggul pada suatuwilayah pengembangan yang luas. Koefisienregresi antara indeks lingkungan dengan hasiltanaman dan simpangan regresi merupakanparameter stabilitas hasil dari kultivar yang diuji.Nilai koefisien regresi dan simpangan regresisetiap varietas pada tiga lokasi disajikan padaTabel 4.

Varietas Sukmaraga, Srikandi Kuning danBisma mempunyai b

i =1, dengan demikian

berdasarkan nilai bi varietas tersebut tanggap

terhadap kondisi lingkungan atau beradaptasibaik di semua lingkungan. Menurut Soegito danToxopeus (1989) bahwa koefisen regresi dapatdigunakan sebagai penilai tanggap genotipeterhadap lingkungan, sedangkan parametersimpangan regresi dapat bertindak sebagaipengukur kestabilan. Varietas Sukmaraga danSrikandi Kuning mempunyai nilai koefisienregresi yang tidak berbeda nyata dengan nilaisatu (bi=1) dan simpangan regresi sama dengannol (Sbi =0).

Varietas dengan stabilitas hasil yang tinggimempunyai koefisien regresi antara indekslingkungan yang tidak berbeda nyata dengansatu (bi=1) atau simpangan regresinya tidakberbeda nyata dengan nol (Sbi=0) (Eberhart andRussel,1996). Dengan demikian berdasarkannilai b

1 dan simpangan regresi (Sbi), varietas

Sukmaraga dan Srikandi Kuning merupakanvarietas yang stabil dan beradaptasi baik padatiga daerah pengembangan jagung di KabupatenJeneponto.

Studi terkait adanya interaksi genotipe danlingkungan (lokasi) telah banyak dilakukan padatanaman jagung. Penelitian Azrai et al., ( 2006)

pada analisis stabilitas hasil jagung hibridamengindikasikan adanya interaksi genotipedengan lokasi. Dari pengujian tersebut diketahuibahwa terdapat 4 genotipe yang memilikistabilitas umum yang baik dan beradaptasi padasemua lingkungan pengujian. PengujianMakulawu et al., (1999) pada jagung hibridaharapan di sembilan lokasi, mengungkapkandengan jelas adanya interaksi antara genotipdengan lokasi (lingkungan) yang nyata.

Penelitian Ruswandi et al., (2008) pada ujimultilokasi jagung hibrida DR Unpad di 8 lokasimemperoleh interaksi hibrida dan lingkunganuntuk karakter hasil. Uji adaptasi 9 genotipejagung hibrida pada tiga lokasi di Papua jugadiperoleh adanya interaksi yang sangat nyataantara galur dan lokasi, dimana dalam pengujiantersebut diperoleh empat galur yangteridentifikasi sebagai galur stabil pada tiga lokasiuji (beradaptasi luas). (Djufry dan Lestari, 2012).

Penelitian Priyanto et al., (2016) pada 12genotipe jagung hibrida menunjukkan adanyapengaruh sangat nyata lokasi, genotipe, daninteraksi genotipe dengan lokasi dan dihasilkantiga genotipe tergolong stabil. Dua genotipeberpeluang dilepas sebagai varietas unggul baruumur genjah karena mempunyai rata-rata hasillebih tinggi, masing-masing 8,71t/ ha dan 7,52 t/ha, sedangkan satu genotipe memiliki rata-ratahasil lebih rendah dibanding rata-rata hasilgenotipe yang diuji. Pengujian tiga genotipe padipada tiga lokasi di Sulawesi Selatan jugamenunjukkan adanya interaksi genotip denganlingkungan (Kanro et al., 2000).

KESIMPULAN DAN SARAN

Tiga komponen hasil yang berkorelasi positifdengan produktivitas jagung kering adalah :bobot 1000 biji, panjang tongkol, bobot tongkol,

Tabel 4. Koefien regresi indeks lingkungan dengan hasil tanaman dan simpangan regresi masing-masingkultivar jagung

Kulivar Rata-rata produktivitas(t/ha) Koefisien regresi(bi) Simpangan regresi ( Sbi)

Bisi-2 5.828 -0.042* 0.2651Sukmaraga 5.394 1.687 -0.1272Srikandi Kuning 5.952 0.752 -0.1677Lamuru 5.821 2.630* -0.3009Bisma 5.524 -0.028 -1.545*Rata-rata 5.704 1

Interaksi Lima Kultivar Jagung Pada Tiga Daerah PengembanganDi Kabupaten Jeneponto | Maintang dan Muh. Taufik

Page 47: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

196 Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian Vol 18 No. 3 Desember 2020

dan bobot tongkol berbiji. Tolo Utara merupakandaerah paling sesuai untuk pengembanganjagung kemudian diikuti oleh Tolo Selatan danterakhir Karelayu.

Srikandi kuning dan Sukmaragateridentifikasi sebagai varietas stabil pada tigalokasi uji (beradaptasi luas) dengan potensi hasilmasing masing 5,3 t/ha dan 5,9 t/ha. Keduakultivar tersebut berpeluang untuk dikembangkansecara luas pada tiga daerah sentra jagung diKabupaten Jeneponto.

DAFTAR PUSTAKA

Andayani N. N. Sri Sunarti. Muh, Azrai Dan R.Heru Praptana. 2014. Stabilitas HasilJagung Hibrida Silang Tunggal. JurnalPenelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol.33 (3): 48-153.

Azrai,, M., F. Kasim, dan J.R. Hidayat. 2006.Stabilitas hasil jagung hibrida. PenelitianPertanian Tanaman Pangan 25(3): 163-169.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Jeneponto,2004. Jeneponto dalam Angka. KerjasamaBappeda dengan Biro Pusat StatistikJeneponto.

Baihaki, A. dan N. Wicaksana, 2005. InteraksiGenotip >< Lingkungan, Adaptabilitas,Dalam Pengembangan Tanaman VarietasUnggul di Indonesia. Zuriat. 16 :1-8.

Eberhart, S.A., dan W.A Russell, 1966. StabilityParameter for Comparing Varieties. CropSci. 6 : 36-40.

Djufry, F. dan M.S. Lestari. 2012. Stabilitas hasildan adaptabilitas genotipe jagung hibridatoleran kekeringan menggunakan metodeAdditive Main Effect MultiplicativeInteraction. Jurnal Informatika Pertanian21(2):89-9

Finlay, K.W., dan G.N. Wilkinson, 1963. TheAnalysis of Adaptation in Plant BreedingPrograme. Aust. J. Agric. Res 14 : 742-754.

Gomez, K.A., A.A. Gomez. 1985. StatisticalProcedures for Agricultural Research. JohnWilley & Sons, Inc. Canada. 680 p.

Kanro, M.Z., N. Amirullah, Amiruddin, M.B Nappu.2000. Interaksi Tiga Genotipe Padi DenganTiga Lokasi di Sulawesi Selatan. Zuriat 11 :71-76.

Krismawati, A dan Zaenal Arifin. 2011. StabilitasHasil Beberapa Varietas Padi Di LahanSawah Jurnal Pengkajian DanPengembangan Teknologi Pertanian Vol. 14,No. 2, Juli 2011: 84-91.

Makulawu, A.T., N. Iriany, B. Annas, M. Dahlan,dan F. Kasim. 1999. Stabilitas hasil beberapagenotip jagung hibrida harapan padasembilan lokasi. Zuriat 10(2): 54-61.

Priyanto, S. B. R. Nenny Iriani, Dan Andi TakdirM. 2016. Stabilitas Hasil Jagung VarietasHibrida Harapan Umur Genjah. PenelitianPertanian Tanaman Pangan Vol. 35 No. 2 .

Ruswandi, D. Anggia E.P. Tri Hastini. A. Suhada.N. Istifadah. A. Ismail. E.Suryadi. S.Ruswandi dan N. Rostini. 2008. SeleksiHibrida Jagung Dr Unpad BerdasarkanStabilitas Dan Adaptabilitas Hasil Di DelapanLokasi Di Indonesia. Zuriat, Vol. 19, No. 1

Salam,W. 2004. Uji Adaptasi/Multilokasi JagungBerpotensi Tinggi di Sulawesi Selatan.Laporan Hasil penelitian Balai PengkajianTeknologi Pertanian.

Sujiprihati. S. M. Syukur Dan R. Yunianti. 2006.Yuniantianalisis Stabilitas Hasil TujuhPopulasi Jagung Manis MenggunakanMetode Additive Main Effect MultiplicativeInteraction (Ammi) Bul. Agron. (34) (2) 93 –97.

Setimela, P.S., B. Vivek, M. Banziger, J. Crossa,and F. Maideni. 2007. Evaluation of early tomedium maturing open pollinated maizevarieties in SADC region using GGE biplotbased on the SREG model. Field Crops Res.103: 161-169.

Soegito dan H. Toxopeus. 1989. Pengaruhinteraksi genotipe dengan lingkunganterhadap hasil kedelai. Dalam T. Adisarwantoet al . (Eds). Risalah Seminar HasilPenelitian Tanaman Pangan. Balittan,Malang, p. 47-50.

Page 48: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

197

PEMBERDAYAAN PETANI KOPI ORGANIK MELALUI BIMBINGAN TEKNOLOGIPENGOLAHAN LIMBAH OLAH BASAH KOPI

I Made Sukadana1 dan Widyaningsih2

1,2)Penyuluh Pertanian BPTP Balitbangtan BaliJl. By Pass Ngurah Rai, Pesanggaran, Denpasar Selatan – Bali

E-mail :[email protected]

Submitted date: 28 September 2020 Approved date : 20 Oktober 2020

ABSTRACT

Empowerment of Organic Coffee Farmers Through Coffee WasteManagement Technology Guidance

The use of wet coffee waste to be used as organic fertilizer has a very good impact on a coffee plant.Likewise, the results of wet coffee processing waste in the form of organic fertilizers when given to coffeeplants will greatly assist in plant growth and development, especially in increasing plant production.Seeing theproblems in the wet processing of coffee waste can not be used by farmers so that it can pollute plant growthand the environment around the coffee planting area, farmers can overcome these problems by addinginformation and knowledge in the use of processing wet coffee waste into organic fertilizer.The coffee farmersof Giri Tani and Leket Sari who are in Wana Giri Village are assisted farmers from BPTP Balitbangtan Bali.Coffeefarmers in Wana Giri Village have problems such as limited knowledge and technology in processing wetcoffee waste into organic fertilizer. Through the assistance and technology guidance provided, the problems ofcoffee farmers can be solved together. Increasing farmers’ knowledge in the understanding stage of coffeecultivation, processing wet coffee waste plays an important role in determining coffee plant growth and coffeeproductivity results.With education and monitoring that is still carried out, farmers will understand the stages ofthe process of processing wet coffee waste into organic fertilizer.

Keywords : Empowerment of farmers, organic coffee, technology guidance, waste management

ABSTRAK

Pemanfaatan limbah olah basah kopi untuk dijadikan pupuk organik memberikan dampak yang sangatbaik bali sebuah tanaman kopi. Demikian pula hasil pengolahan limbah olah basah kopi dalam bentuk pupukorganik bila diberikan pada tanaman kopi akan sangat membantu dalam pertumbuhan dan perkembangantanaman terutama akan dapat meningkatkan produyksi tanaman. Melihat permasalahan di lapangan limbaholah basah kopi belum dapat dimanfaatkan oleh petani sehingga dapat mencemari pertumbuhan tanaman danlingkungan disekitar areal pertanaman kopi, maka petani dapat mengatasi permasalahan tersebut melaluipenambahan informasi dan pengetahuannya dalam pemanfaatan pengolahan limbah olah basah kopi menjadipupuk organik. Petani kopi Giri Tani dan Leket Sari yang berada di Desa Wana Giri merupakan petani binaandari BPTP Balitbangtan Bali. Petani kopi di Desa Wana Giri memiliki kendala seperti keterbatasan pengetahuandan teknologi dalam pengolahan limbah olah basah kopi menjadi pupuk oragnik. Melaui pendampingan danbimbningan teknologi yang diberikan maka permasalahan petani kopi dapat dipecahkan bersama. Meningkatnyapengetahuan petani dalam tahapan pemahaman tentang budidaya kopi, pengolahan limbah olah basah kopisangat berperan penting dalam menentukan pertumbuhan tanaman kopi danhasil produktivitas kopi. Denganedukasi dan monitoring yang tetap dilakukan maka petani menjadi paham tahapan proses pengolahan limbaholah basah kopi menjadi pupuk organik.

Kata Kunci : Pemberdayaan petani, kopi organik, bimbingan teknologi, pengolahan limbah

Pemberdayaan Petani Kopi Organik Melalui Bimbingan Teknologi PengolahanLimbah Olah Basah Kopi | I Made Sukadana, dkk.

Page 49: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

198 Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian Vol 18 No. 3 Desember 2020

PENDAHULUAN

Pengelolaan kopi organik, merupakan salahsatu program pemerintah dalam hal iniKementrian Pertanian yang bertujuan untukmerubah perilaku petani dengan menggunakanpendekatan Experience Learning Cycle sebagaimanifestasi dari sistem Pendidikan OrangDewasa (Andragogy), Pengelolaan kopi organikdi kelompok tani Giri Tani dan Leket Sari DesaWana Giri Kecamatan Sukasada kabupatenBuleleng dari tahun 2016 sampai dengan tahun2019.

Pemanfaatan limbah olah basah kopi untukdijadikan pupuk organik dapat memberikandampak bagi pertumbuhan dan perkembangantanaman kopi serta produktivitas kopi. Disampingitu dalam budidaya tanaman kopi harusdibudidayakan dengan tepat.Pengelolaan kopiorganik belum sepenuhnya di ikuti oleh petani.Hal ini berkaitan dengan perubahan perilaku danpola berpikir (mind set) petani. Petani padaumumnya takut menanggung resiko terhadapteknologi-teknologi yang baru sebelummengetahui hasilnya terlebih dahulu.Diterimaatau ditolaknya komponen teknologi PengelolaanKopi Organik oleh petani di Desa Wana Giri dapatdipengaruhi oleh persepsi petani terhadapkomponen teknologi Pengelolaan Kopi Organikdi Desa Wana Giri.

Persepsi petani terhadap Inovasi Pengelo-laan Tanaman Kopi Organik di Desa Wana Giridipengaruhi oleh karateristik yang ada padapetani itu sendiri. Oleh karena itu, perlu dikajipersepsi petani terhadap inovasi olah limbahternak dan perkebunan serta sebaran difusiinovasi dan peluang petani untuk menerapkanpengelolaan kopi organic tersebut. Implementasipengelolaan kopi organik dalam jangka panjangdapat meningkatkan keberlanjutan sumber dayaalam sekaligus kesejahteraan petani.

TUJUAN DAN MANFAAT

Tujuan dan Manfaat

• Meningkatkan kapasitas petani kopi DesaWana Giri dalam pengolahan limbah olahbasah kopi menjadi pupuk organik.

• Petani kopi organic diharapkan dapat lebihproduktif untuk memanfaatkan limbah olahbasah kopi menjadi pupuk organik.

• Diharapkan setelah bimbingan teknologi(Bimtek) dilaksanakan masalah yang selamaini dirasakan oleh para petani dalaminformasi tentang penolahan limbah basaholah kopi dapat diselesaikan.

Permasalahan Petani Kopi Organik

• Minimnya pengetahuan pengolahan limbaholah basah kopi.

• Keterbatasan penggunaan Teknologi dalampengolahan limbah olah basah kopi.

• Keterbatasan informasi terkait penangananpengolahan limbah olah basah kopi.

METODOLOGI

Metodologi yang digunakan dalam kegiatanbimbingan teknologi (Bimtek) adalah denganmelakukan kegiatan pendampingan danbimbingan teknologi yang diawali terlebih dahuludengan pemberian materi, kemudian diskusi,praktik atau simulasi dan pendampingan.Kegiatan Bimbingan Teknologi dipandu olehnarasumber Peneliti dan Penyuluh BPTPBalitbangtan Bali sebagai fasilitator BimbinganTeknologi dan dibantu oleh petani dalam dalampenyediaan tempat dan alat yaitu mesin hulleruntuk melakukan pemisahan biji kopi daricangkangnya. Adapun tahapan dalam kegiatanbimbingan teknologi (bimtek) diantaranya adalahpersiapan kegiatan bimbingan teknologi (bimtek)dengan diskusi dengan kelompok tani Giri Tanidan kelompok tani Leket Sari, tokoh adat/desa,Penyuluh Lapangan UML Kecamatan Sukasada,Penyuluh Wilbin Desa Wana Giri, Kepala Desadan Perangkat Desa Wana Giri, DinasPerkebunan Kabupaten Buleleng dan DinasPerkebunan Provinsi Bali. Dilanjutkan denganmelakukan kegiatan Focus Grup Discussion(FGD), Pelaksanaan Bimbingan Teknologi, danMonitoring dan Evaluasi.

Persiapan

Tahap persiapan dilakukan beberapakegiatan, yaitu :(a). Survei tempat pelaksanaankegiatan, dalam hal ini adalah petani kopi organiyaitu di Kelompok Tani Giri Tani dan KelompokTani Leket Sari di Desa Wana Giri, KecamatanSukasada, Kabupaten Buleleng. (b). Wawancaradilakukan dengan Kelompok tani Giri Tani dan

Page 50: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

199

Leket Saribertujuan untuk mendapatkanketerangan langsung kondisi limbah olah basahkopi di Desa Wana Giri, tantangan dan peluangserta kebutuhan teknologi yang akandibutuhkan.(c). Penyusunan jadwal kegiatan. Penyusunanjadwal tersebut dimaksudkan agar pelaksanaankegiatan terlaksana dengan teratur dan terarah.(d). Penyusunan materi dan materi BimbinganTeknologi/pendampingan. Materi bimbinganteknologi (bimtek) disusun dalam bentuk moduldengan tujuan agar penyampaian materi dapatterarah dan terdokumentasi.

Sosialisasi

Sebelum melakukan pelaksanaan kegiatanmaka timTim pendampingan melakukansosialisasi kepada petani yang ada di Desa WanaGiri, Kecamatan Sukasada. Kabupaten Bulelengakan tujuan dari pendampingan ini. Hal ini jugamerupakan sarana Focus Discussion Group(FGD) mendengarkan saran dan masukan daripetani dan perangkat desa.

Pelaksanaan Kegiatan

Pelaksanaan kegiatan dibagi menjadibeberapa tahap, diantaranya : (1). Pendam-pingan berupa bimbingan teknologi (bimtek) danBimbingan Teknologi proses pengolahan limbaholah basah kopi menjadi pupuk organik. (2)Peneliti dan Penyuluh selaku narasumber untukmemberikan pencerahan dan penjelasan dalampengolahan olah basah kopi menjadi pupukorganik.

Kegiatan Bimbingan Teknologi inimenguraikan materi meliputi pengolahan limbahbasah kopi yang standard sehinggamenghasilkan pupuk organik yang berkualitas.Bimbingan Teknologi ini akan menggunakanmetode pendidikan orang dewasa dengan prinsipbelajar dari pengalaman. Prinsip inilah yangmenjadi landasan pendekatan seluruh prosesbmbingan teknologi dimana peserta menjadipelaku utama dalam pencapaian tujuanbimbingan teknologi.

Petani berpartisipasi aktif dalam kegiatandengan menjalani setiap tahapan kegiatandengan baik dan antusias ditinjau dari banyaknyapeserta yang terlibat dalam kegiatan praktik dantanya jawab. Materi yang diberikan dalamkegiatan ini sudah sesuai dengan Term ofReference (TOR) kegiatan yang diberikan oleh

narasumber. Respon yang diberikan oleh petanijuga cukup bagus, terlihat dari cukup aktifnyapeserta dalam tanya jawab dengan narasumber.Berdasarkan hasil jawaban petani, maka dapatditinjau bahwa petani mengalami perubahanyang positif dengan meningkatkan pengetahuanakan pengolahan limbah olah basah kopi menjadipupuk orgnik untuk mendapatkan nilai-nilaiekonomis dari pengelolaannya.

Evaluasi Program

Tahapan ini dilakukan untuk mengetahuitingkat keberhasilan kegiatan, sehingga dapatdilakukan penyempurnaan apabila ditemuikekurangan-kekurangan selama kegiatanpelatihan dan pendampingan dilaksanakan.Evaluasi dilaksanakan pada awal kegiatan, saatkegiatan berlangsung dan pada akhir kegiatan.Evaluasi dilakukan dengan beberapa metodeyaitu dengan pengamatan langsung dankuisioner. Kuisioner dimaksudkan untukmengetahui pendapat dari kelompok petanimengenai kegiatan ini, sehingga dapat diketahuiapakah tujuan dari kegiatan ini sudah tercapaiatau belum.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Persiapan dan Sosialisasi

Pada Tahapan Persiapan dan Sosialisasi,Timmelakukan sosialisasi terkait denganpelaksanaan Bimbiungan Teknologi (Bimtek)pengolahan limbah olah basah kopi untukdijadikan pupuk organik di Balai PertemuanKelompok Tani Giri Tani di Desa Wana Giri yangdihadiri oleh kelmopok tani Giri Tani danKelompok Tani Leket Sari, Tokoh Adat/Desa,Penyuluh Lapangan UML Kecamatan Sukasada,Penyuluh Wilbin Desa Wana Giri, Kepala Desadan Perangkat Desa Wana Giri, DinasPerkebunan Kabupaten Buleleng dan DinasPerkebunan Provinsi Bali, Peneliti dan PenyuluhBPTP Balitbangtan Bali.

Pelaksanaan Bimbingan Teknologi(Bimtek)Pengolahan Limbah Olah Basi KopiMenjadi Pupuk Organik

Proses awal pengolahan limbah menjadipupuk organik cair maka dibutuhkan proses

Pemberdayaan Petani Kopi Organik Melalui Bimbingan Teknologi PengolahanLimbah Olah Basah Kopi | I Made Sukadana, dkk.

Page 51: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

200 Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian Vol 18 No. 3 Desember 2020

pembuatan media tumbuh mikroba. Bahan-bahan yang dibutuhkan sebagai sumberfermentor yang disebut dengan MOL diisolasidari bahan-bahan kulit kopi 1 kg, gula merah 1kg, buah pepaya yang sangat matang 1 kg, daunbambu yang sudah berjamur satu ikat, dedak0.25 kg, air cucian beras 15 liter, dan air kelapatua 2 liter. Selanjutnya bahan-bahan tersebutdihancurkan dan ditampung untuk menghasilkanlarutan media tumbuh mikroba. Media diperamselama 14 hari apabila menghasilkan bauberaroma bagus maka media ini berhasil dansebaliknya bila bau busuk berarti gagal dan dapatdibuat baru lagi.

Setelah mikroba berhasil dibiakkan makamedia larutan ini digunakan untuk memfermen-tasi limbah cair olah kopi basah. Pada saat fer-mentasi media diaktifkan kembali dengan mem-berikan gula merah 100 gram per liter diencerkan10 kali dan diaduk agar merata, didiamkanselama 1-2 jam. Setelah itu larutan mediadigunakan untuk memfermentasi limbah kopi.Volume untuk memfermentasi limbah adalahminimal 1 liter MOL untuk 1000 liter limbah.Selanjutnya setelah limbah diaduk agar mikrobamerata maka tempat media ditutup rapat denganterpal dan diperam selama 14 hari (Gambar 1).

Pemanfaatan Pupuk Cair Dari Olah LimbahBasah Kopi

Pemberian pupuk organik dapatmemperbaiki kesehatan tanah, melalui perbaikansifat fisik, kimia dan biologi tanah, menyuburkantanah, menambah unsur hara, menambahhumus, mempengaruhi kehidupan jasad renikdalam tanah disamping dapat meningkatkankemampuan tanah mengikat air. Untukmengetahui perbaikan produktivitas ke depanmaka pupuk organik cair yang dihasilkan perludidiseminasikan ke petani. Berdasarkan data darilaporan Kariada, et. al., 2018 pemanfaatan pupukyang dihasilkan dari limbah cair di Kelompok TaniLeket Sari, Desa Wanagiri, KecamatanSukasada, Kabupaten Buleleng pada tanamankopi arabika yang berumur di atas 5 (lima) tahundengan dosis pupuk anjuran 2,0 liter/pohon/tahundapat disajikan pada Tabel 1.

Evaluasi Program

Kegiatan yang dilakukan oleh timpendam-pingan mampu meningkatkan pengetahuankelompok tani Giri Tani dan kelompok tani LeketSari dalam penerapan alih teknologi olah limbah

Gambar 1. Proses olah limbah cair kopi menjadi pupuk organik

Tabel . Hasil Diseminasi pemupukan cair limbah kopi dan pupuk cair lainnya.

Aplikasi Pupuk Rataan Hasil

Kebiasaan petani menggunakan limbah organic (sisa-sisa 2000 - 2300 kg/ha (Gelondong merah)membersihkan rumput, lemekan sapi)Menggunakan pupuk cair dari limbah cair kopi 3000 - 4000 kg/ha (gelondong merah)(dosis 2,0 liter/pohon/musim pengenceran 10 kali)Menggunakan bio urine (dosis 2,0 liter/pohon/musim 2500 - 3000 kg/ha (gelondong merah)pengenceran 10 kali)Menggunakan campuran pupuk cair dari limbah kopi 3000 – 3800 kg/ha (gelondong merah)dan bio urine(dosis 2,0 liter/pohon/musimpengenceran 10 kali)Menggunakan POC Super Gold (dosis 2,0 liter/pohon/ 2500 – 2800 kg/ha (gelondong merah)musim pengenceran 10 kali)

Page 52: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

201

dari limbah cair kopi olah basah menjadi pupukorganik untuk mengatasi pencemaranlingkungan dan disamping untuk meningkatkanproduktivitas kopi organik. Terdapat peningkatankuantitas dan kualitas produksi kopi organikorganik di Desa Wana Giri. Respon petani kopiorganic dan perangkat desa cukup bagusmengenai bimbingan pengolahan limbah cairkopi olah basah menjadi pupuk organik.

Rencana Keberlanjutan Program

Merujuk pada hasil-hasil kegiatanpendampingan dan bimtek yang telah dilakukan,terutama kegiatan pendampingan mengenaipendampingan pemberdayaan petani kopiorganik melalui proses pengolahan limbah olahbasah kopi menjadi pupuk organik, makadiperlukan kerjasama dari instansi terkait baikDinas Kabupaten Buleleng Dinas PerkebunanProvinsi Bali dan Stakeholders terkait dengankegiatan pendampingan bagi keberlanjutanpengolahan limbah basah kopi menjadi pupukorganik. Pendampingan dilakukan gunameningkatkan kesejahteraan petani kopi organikdalam mengelola limbah basah olah kopi,tanaman kopi dan produktivitas kopi organikhingga memiliki daya jual dan nilai ekonomisyang cukup tinggi, dari hasil kopi yangberkualitas. Disamping itu, untuk mengatasipermasalahan limbah olah basah kopi dalammengatasi penvermaran baik di lahanpertanaman kopi dan pencernaran lingkangandi wilayah Desa Wana Giri.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan pemetaan dan pendampinganyang dilakukan mengenai kondisi petani kopiorganik dan potensi sumberdaya yang ada.Sebelumnya, petani kopi organik belum mampumengolah limbah olah basah kopi menjadi pupukorganik, salah satu kendala yang dirasakan olehpetani kopi organik adalah kurangnya informasidan teknologi baru dalam mengolah limbah olahbasah kopi menjadi pupuk organik. Selain itupetani kopi organik juga berikeinginan untukdapat mengolah limbah olah basah kopi yangselama ini dapat mencermaran lahan kebun kopidan mencemari lingkungan menjadi pupukorganik yang memiliki kualitas yang bagus,disamping untuk meningkatkan pertumbuhan

dan perkembangan tanaman kopi sertaproduktivitas kopi yang optimum.

Disarankan untuk keberlanjutan programpendampingan terkait dengan pengolahan olahbasah kopi menjadi pupuk organik dapatdilanjutkan Oleh instansi terkait baik DinasKabupaten Buleleng Dinas Perkebunan ProvinsiBali dan Stakeholders terkait dengan kegiatanpendampingan bagi keberlanjutan pengolahanlimbah basah kopi menjadi pupuk organik.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepadaKepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Balidan Penanggungjawab Kegiatan PendanpinganPengembangan Kawasan Komoditas Kopi dalamkesempatan ini telah memberikan penuliskesempatan untuk melaksanakan kegiatanpendampingan dan bimbingan teknologi (Bimtek)pengelolaan limbah olah basah kopi menjadipupuk organik kepada petani kopi organik diDesa Wana Giri melalui kerjasama denganUniversitas Prima Indonesia, sehingga petanikopi organiik dapat mengatasi pencermaran dilahan kopi dan lingkungan serta untukmeningkatkan produktivitas kopi dan pendapatanpetani kopi organik.

DAFTAR PUSTAKA

Ahadiyat Y. R., Okti H., Ervina M.D., Rostaman.2019. Pengembangan Budidaya KopiRobusta Organik pada Kelompok Tani SidoMakmur Desa Pesangkalan KabupatenBanjarnegara. Laboratorium Agroekologi,2Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan,3Laboratorium Perlindungan TanamanFakultas Pertanian.Universitas JenderalSoedirman. Artikel Diterima : 19 Agustus2019/ Revisi : 11 September 2019/Terbit :19 Oktober 2019.

Danang Dwi Saputro, Burhan Rubai Wijaya, YuniWijayanti. 2014. Pengelolaan LimbahPeternakan Sapi Untuk MeningkatkanKapasitas Produksi Pada Kelompok TernakPatra Sutra. Jurusan Teknik Mesin, FT,Universitas Negeri Semarang.Rekayasa Vol.12 No. 2, Desember 2014

Pemberdayaan Petani Kopi Organik Melalui Bimbingan Teknologi PengolahanLimbah Olah Basah Kopi | I Made Sukadana, dkk.

Page 53: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

202 Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian Vol 18 No. 3 Desember 2020

Elida Novita, Sri Wahyuningsih, SiswoyoSoekarno., 2014. Teknologi PenangananLimbah Cair Untuk Mewujudkan LingkunganPerkebunan Kopi Rakyat Yang Sehat danBerkelanjutan. Staf Pengajar Jurusan TeknikPertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,Universitas Jember. Abstrak dan ExeutiveSummary Penelitian Strategis Nasional.

https://sinauternak.com/biogas/. Definisi,Manfaat dan Cara Pembuatan Biogas.Dikutip 10 Nopember 2019.

http://pikatsman75.blogspot.com/2013/07/pengelolaan-limbah-kopi.html. PengelolaanLimbah Kopi. Senin, 08 Juli 2013. Dikutip10 Maret 2020.

http://wanagirivillage.com/info-geografis-desa-wanagiri/. Info Geografis Desa Wanagiri.Dikutip 17 Maret 2020.

Kariada, Ketut I. 2020. Presentasi Pendam-pingan Kawasan Kopi. Balai PengkajianTeknologi Pertanian Bali. 2020.

Sukrisno Widyotomo, 2013. Potensi danTeknologi Diversifikasi Limbah Kopi Menjadi

Produk Bermutu dan Brnilai Tambah. PusatPenelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB.Sudirman No. 90, Jember, Indonesia*)Alamat penulis (Corresponding Author):[email protected] Naskah diterima(received) 29 Oktober 2012, disetujui(accepted) 21 Nopember 2012. jadi produkbermutu dan bernilai tambah. ReviewPenelitian Kopi dan Kakao 1 (1) 2013, 63-80

Sundari, Abdul Hamid A.Yusra, Nurliza. 2015.Peranan Penyuluh Pertanian TerhadapPeningkatan Produksi Usahatani diKabupaten Pontianak.Jurnal SocialEconomic of Agriculture, Volume 4, Nomor1, April 2015

Sungging Trimono, Ari Jumadi Kirnadi, Inda IlmaIfada. 2018. Mnajemen ProduksiPerkebunan Kopi Arabika Organik (CoffeeArabica) Di Desa Kayu Mas KecamatanArjasa Kabupaten Situbondo Jawa Timur.Program Studi Agribisnis, Fak. Pertanian –Univ. Islam Kalimantan Muhammad ArsyadAl-Banjari, Banjar.

Page 54: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

203

PENGARUH BEBERAPA PERLAKUAN PENGENDALIAN HAMATERHADAP SERANGAN HAMA DAN HASIL KEDELAI EDAMAME

Ni Made Delly Resiani1 dan I Wayan Sunanjaya2

1)Peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali2)Penyuluh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali

, Jl. By Pass Ngurah Rai, Pesanggaran, DenpasarE-mail: [email protected]

Submitted date: 11 September 2020 Approved date : 9 Oktober 2020

ABSTRACT

The Effect of Some Pest Control to Pest Attacks and Edamame Soybean Products

Pest control is a technique in an effort to increase edamame soybean yield. The research was conductedwith the aim of obtaining a pest control technique that was able to suppress pest attacks and increase the yieldof Edamame soybean pods. The research was carried out in Subak Abian Tegalsari, Bangli Village, BaturitiDistrict, Tabanan Regency. The research time March-July 2019. Using a randomized block design with 3 controltreatments (P), namely P1 = control component with black silver mulch; P2 = control components with insecticidesand P3 = control components combined with black silver mulch and insecticides. The parameters observedincluded the agronomic components of the plant, the development of important pests and yields. The dataanalysis used diversity analysis, if the treatment showed a real difference, it was continued with the LSDdifference test at 5% level. The results showed that the pest control treatment had a significant and insignificanteffect on the observed parameters. Three dominant pests were found, namely Spodoptera litura and Lamprosemaindicata and Nezara viridula with varying population and intensity of attack on each soybean plant development.The highest S. litura population was shown in the silver black mulch treatment of 4.30; 14.2 and 8.50 respectivelywith attack intensities of 2.17; 14.2 and 2.96% on plants aged 20, 30 and 40 days after planting (dap). Thehighest L.indicata population aged 30 dd was shown in the P1 treatment of 1.10 fish or 9.9% higher than the P2treatment (0.20) and 63.63% of P3 (0.40). At the plant age of 50 days after planting, the highest was shown intreatment P1 (1.80) and the lowest was in treatment P2 (0.80) which was not significantly different from treatmentP3 (0.90). The highest intensity of L. indicata attacks on plants aged 30; 40 and 50 dap was shown in treatmentP1 of 2.09, 2.31 and 2.15%, respectively. The highest N. viridula population at plant age 50 and 60 dap wasshown in treatment P1, respectively 1.40 and 1.40. The highest weight of filled pods as shown in the P3treatment of 186.31 grams. It was concluded that the combination of black silver mulch and insecticide treatmentgave the best results in suppressing pest attacks and increasing edamame soybean yields.

Keywords: Control, important pests, soybean yield

ABSTRAK

Pengendalian hama adalah satu teknik dalam upaya meningkatkan hasil kedelai edamame. Penelitiandilaksanakan dengan tujuan untuk mendapatkan satu teknik pengendalian hama yang mampu menekanserangan hama dan meningkatkan hasil polong kedelai edamame.. Penelitian di laksanakan di Subak AbianTegalsari Desa Bangli Kecamatan Baturiti Kabupaten Tabanan. Waktu penelitian Maret-Juli 2019. Menggunakanrancangan acak kelompok dengan 3 perlakuan pengendalian (P), yakni P1= komponen pengendalian denganmulsa perak hitam; P2= komponen pengendalian dengan insektisida dan P3= komponen pengendalian kombinasimulsa perak hitam dan insektisida.. Parameter yang diamati meliputi komponen agronomis tanaman,perkembangan hama-hama penting dan hasil panen. Analisis data menggunakan analisis keragaman, bilaperlakuan menunjukkan perbedaan nyata dilanjutkan dengan uji beda BNT taraf 5%. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa perlakuan pengendalian hama berpengaruh nyata dan tidak nyata terhadap parameteryang diamati. Ditemukan 3 jenis hama dominan yakni Spodoptera litura, Lamprosema indicata dan Nezara

Pengaruh Beberapa Perlakuan Pengendalian Hama Terhadap Serangan HamaDan Hasil Kedelai Edamame | Ni Made Delly Resiani, dkk.

Page 55: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

204 Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian Vol 18 No. 3 Desember 2020

viridula dengan populasi dan intensitas serangan yang bervariasi pada setiap perkembangan tanaman kedelai.Populasi S. litura tertinggi ditunjukkan pada perlakuan mulsa perak hitam masing-masing sebesar 4,30;14,2dan 8,50 dengan intensitas serangan 2,17;14,2 dan 2,96% pada tanaman umur 20;30 dan 40 hari setelahtanam (hst). Populasi L.indicata tertinggi umur 30 hst ditunjukkan pada perlakuan P1 sebesar 1,10 ekor atau9,9% lebih tinggi dibanding perlakuan P2 (0,20) dan 63,63% dari P3 (0,40). Pada umur tanaman 50 hsttertinggi ditunjukkan pada perlakuan P1 (1,80) dan terendah pada perlakuan P2 (0,80) yang tidak berbedanyata dengan perlakuan P3 (0,90). Intensitas serangan L. indicata pada tanaman umur 30;40 dan 50 hsttertinggi ditunjukkan pada perlakuan P1 masing-masing sebesar 2,09;2,31 dan 2,15%. Populasi N. viridulapada umur tanaman 50 dan 60 hst tertinggi ditunjukkan pada perlakuan P1 masing-masing 1,40 dan1,40.Bobot polong berisi tertinggi ditunjukkan pada perlakuan P3 sebesar 186,31 gram. Disimpulkan Kombinasiperlakuan mulsa perak hitam dan insektisida memberikan hasil terbaik dalam menekan serangan hama danmeningkatkan hasil panen kedelai edamame.

Kata kunci: Pengendalian,hama penting,hasil kedelai

PENDAHULUAN

Kedelai sayur (vegetable soybean) ataulebih populer dengan nama “edamame”termasuk spesies Glycine max L. Sesuai dengannamanya, kedelai sayur adalah jenis kedelaiyang dipanen ketika polongnya masih muda danhijau, yakni ketika pengisian biji sudah hampirpenuh antara 80-90% pengisian. Edamamemerupakan salah satu jenis kacang kedelaitermasuk dalam kategori tanaman sayuranbiasanya dipanen dalam bentuk segar (OkaPramestia Dewanti dan Titin Sumarni, 2020;Nawawi et al., 2017).

Menurut Widati dan Hidayat (2012) tanamanini merupakan salah satu sayuran penting diJepang, Taiwan, China dan Korea. Di Jepang,negara asal kedelai ini, kedelai sayur termasuktanaman tropis dan dijadikan sebagai sayuranserta makanan sehat (Latif et al., 2017; Wahyudinet al., 2017).

Kedelai edamame memiliki ukuran biji lebihbesar, rasa lebih manis dan tekstur lebih lembutdibandingkan kacang kedelai biasa. Edamameini dapat tumbuh baik di daerah beriklim tropisdan subtropis pada suhu cukup panas dan curahhujan yang relatif tinggi, sehingga kedelai inicocok ditanam di Indonesia. Waktu panen kedelaiedamame relatif singkat dibandingkan kedelaibiasa, karena edamame dipanen pada saatkedelai masih hijau (Soewanto et al., 2007).

Secara ekonomi kedelai edamamemempunyai peluang pasar yang cukup besar,baik pemintaan pasar domestik maupun luarnegeri. Tingginya permintaan pasar terhadapkedelai edamame menjadi daya tarik para petaniuntuk meningkatkan terus produksi kedelaiedamame. Demikian halnya dengan kandungan

gizinya. Edamame mengandung nilai gizi yangcukup tinggi, yaitu 582 kkal/100 g, protein 11,4g/100 g, karbohidrat 7,4 g/100 g, lemak 6,6 g/100 g vitamin A atau karotin 100 mg/100 g, B10,27 mg/100 g, B2 0,14 mg/100 g, B3 1 mg/100g, dan vitamin C 27%, serta mineral-mineralseperti fosfor 140 mg/100 g,kalsium 70 mg/100g, besi 1,7 mg/100 g, dan kalium 140 mg/100 g.(Nawawi et al., 2017)

Kebutuhan akan kedelai terus meningkatdari tahun ke tahun linear dengan peningkatanjumlah penduduk, sementara produksi yangdicapai belum mampu mengimbangi kebutuhantersebut. Pada tahun 2013 penawaran hanyamampu menghasilkan sebanyak 807.000 ton,selisih antara permintaan dan penawaranmencapai 2.117.000 ton. Produktifitas rata-ratanasional masih di bawah potensi hasil sehinggauntuk memenuhi kebutuhan kedelai pemerintahharus impor (Rosanah, 2014). Potensi hasiledamame bisa mencapai 6 ton ha-1, namun hasiledamame tahun 2011 hanya mencapai 3,5 tonha-1 (Tjahyani et al., 2015).

Kendala utama dalam budidaya tanamankedelai sebagai penghambat produksi baik seca-ra kualitas maupun kuantitas, adalah adanyaserangan organisme pengganggu tanaman(Agustina et al., 2017). Di Indonesia telah teriden-tifikasi 266 jenis serangga yang berasosiasidengan tanaman kedelai yang terdiri dari 111 jenisserangga hama, 53 jenis serangga yang ber-status kurang penting, 61 jenis serangga predatordan 41 jenis serangga parasit. Diantara 111 jenisserangga hama tersebut, tercatat 50 jenis hamaperusak daun, namun yang berstatus hama pen-ting hanya 9 jenis. Kehilangan hasil kedelai akibatserangan hama dapat mencapai 80%, bahkanpada kerusakan berat dapat menyebabkan puso(Sri Wahyuni Indiati dan Marwoto, 2017).

Page 56: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

205

Untuk mengendalikan hama tersebutberbagai upaya dilakukan oleh petani gunamengatasi permasalahan dilapang. Penggunaanmulsa, insektisida dan kombinasi mulsa daninsektisida merupakan solusi petani di lapang.Penggunaan mulsa meupakan satu solusi yangdilakukan petani dalam menekan serangan hamadan meningkatkan hasil kedelai. Penggunaanmulsa bertujuan untuk menekan pertumbuhangulma, mencegah kehilangan air tanah, sertasuhu dan kelembaban tanah agar relatif stabildan menekan serangan hama dan penyakittertentu.. Penggunaan mulsa merupakan upayamemodifikasi kondisi lingkungan agar sesuaibagi tanaman, sehingga tanaman dapat tumbuhdengan baik (Cahyo, 2013). Penggunaaninsektisida merupakan satu teknik pengendalianyang dilakukan petani dalam menekan seranganhama dan penyakit dalam upaya meningkatkanhasil panen.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarikuntuk meneliti bagaimana pengaruhpengendalian-pengendalian hama tersebutterhadap serangan dan hasil kedelai, dengantujuan untuk mendapatkan satu teknikpengendalian hama yang mampu menekanserangan hama dan meningkatkan hasil polongkedelai edamame.

METODOLOGI

Penelitian di laksanakan di Subak AbianTegalsari Desa Bangli Kecamatan BaturitiKabupaten Tabanan. Waktu penelitian Maret-Juli2019. Alat dan bahan yang digunakan dalampenelitian ini meliputi biji kedelai edamame,pupuk organik dan anorganik, insektisidaberbahan aktif etofenproks, mulsa perak hitam,cangkul, herbisida, meteran, tali, sprayer,timbangan, loop dan “hand counter”.

Penelitian menggunakan rancangan acakkelompok dengan 3 perlakuan pengendalian.Ketiga perlakuan tersebut adalah P1= komponenpengendalian dengan mulsa perak hitam; P2=komponen pengendalian dengan insektisida danP3= komponen pengendalian kombinasi mulsaperak hitam dan insektisida. Masing-masingperlakuan di ulang sebanyak 10 kali.

Pelaksanaan penelitian diawali denganpersiapan lahan. Lahan sebelum dipergunakan,

dibersihkan dahulu dari sisa-sisa tanaman dangulma dengan cara disemprot menggunakanherbisida sesuai dosis anjuran. Kegiatanpersiapan lahan penelitian ini terbagi dalambeberapa tahapan dimulai dari pengolahan tanahdilakukan dengan cara dibajak menggunakanhand traktor dengan tujuan untuk membalik tanahdan memperbaiki struktur tanah agar menjadilebih baik. Setelah tanah selesai diolah dilakukanpenaburan kompos dan pupuk anorganik NPK(16;16;16) diberikan sebagai pupuk dasar sertapengapuran pada lahan. Pengapuran inibertujuan untuk meningkatkan pH tanah daritanah masam untuk mencapai pH yang netral.Pengapuran menggunakan Dolomit (kapurpertanian) dengan dosis 2 ton/ ha. Seleksi benihdilakukan dengan cara merendam benih didalamwadah yang berisi air. Setelah itu benih yangmengapung diatas air dipisahkan dan benih yangberada dibagian bawah wadah yang dipilih untukdigunakan penelitian. Penanaman dilakukansecara tugal, dengan kedalaman 1,5 – 2 cmdengan jarak tanam 30 x 30 cm.. Benih kedelaiedamame di masukkan ke dalam lubang tanamsatu biji per lubang tanam, setelah itu tutupdengan menggunakan kompos.

Satu minggu setelah penanaman, dilakukanpenyulaman. Tanaman yang mati diganti dengantanaman yang baru. Bibit yang di pakai untukpenyulaman adalah benih yang telah di semaisecara terpisah di dalam tray semai denganwaktu tanam yang sama dengan penanaman dilahan. Pemupukan susulan dan pengairandisesuaikan dengan kondisi lapang sampaipanen.

Pengamatan dilakukan terhadap komponenagronomis tanaman, perkembangan hama-hamapenting dan hasil panen. Jumlah sampel yangdiamati sebanyak 10 rumpun per ulangan..Persentase serangan dihitung menggunakanrumus:

nPS = x 100% N

Keterangan:PS = persentase serangann = jumlah tanaman pisang yang terserangN = jumlah tanaman pisang yang diamati

Pengaruh Beberapa Perlakuan Pengendalian Hama Terhadap Serangan HamaDan Hasil Kedelai Edamame | Ni Made Delly Resiani, dkk.

Page 57: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

206 Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian Vol 18 No. 3 Desember 2020

Intensitas penyakit dihitung menggunakanrumus:

i ∑(ni.vi) i=0

IS = x 100% N.V

Keterangan:IS = intensitas tanaman terserang dengan

nilai skor katagorini = jumlah tanaman terserang setiap katagorivi = nilai skor dari setiap katagoriN = nilai skor tertinggi setiap katagoriV = jumlah tanaman jeruk yang diamati

Untuk dapat menggunakan rumuspengukuran intensitas penyakit tersebut, makaditentukan nilai skor atau skala setiap katagoriyaitu:

= tidak ada serangan sama sekali= serangan ringan sekali (0-10% daun

terserang)= serangan ringan (10-30% daun

terserang)= serangan sedang (30-50% daun

terserang)= serangan berat (50-75% daun

terserang)= serangan sangat berat (75-100% daun

terserang)

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis menggu-nakan analisis keragaman (ANOVA), bilaperlakuan menunjukkan perbedaan nyatadilanjutkan dengan uji beda dengan BNT taraf5% (Gomez dan Gomez, 1995).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis menunjukkan perlakuanberpengaruh nyata dan tidak nyata terhadapparameter yang diamati. Ditemukan 3 jenis hamadominan pada ke-3 perlakuan uji yakniSpodopthera litura, Lamprosema. indicata danNezara viridula (Tabel 1-8). Pada Tabel 1. terlihatpopulasi S. litura bervariasi perkembanganhidupnya pada ketiga perlakuan uji. Pada umurtanaman 20 hari setelah tanam (hst) populasitertinggi ditunjukkan pada perlakuan P1 (4,30)diikuti perlakuan P3 (2,30) yang tidak berbedanyata dengan perlakuan P2 (2,00) atau perlakuanP2 mampu menekan serangan S. litura sebesar115% dibandingkan P1 (Tabel 1.). Pada Tabel 1.juga terlihat populasi S. litura padaperkembangan tanaman umur 30 dan 40 hst.Pada umur tanaman 30 hst populasi tertinggiditunjukkan pada perlakuan P1 (14,2 ) danterendah pada perlakuan P2 (7,70) yang tidakberbeda nyata dengan perlakuan P3 (9,40).Sementara pada perkembangan tanaman umur40 hst populasi S. litura tertinggi ditunjukkan padaperlakuan P1 (8,50) dan terendah padaperlakuan P3 (1,90 ), namun tidak berbeda nyatadengan perlakuan P2 (2,40).

Intensitas serangan S. litura ditunjukkanpada Tabel 2. Pada Tabel 2. terlihat intensitasserangan S. litura pada perkembangan tanamanumur 20;30;dan 40 hst. Intensitas seranganS.litura tertinggi pada umur tanaman 20 hstditunjukkan pada perlakuan P1 (21,7) diikutiperlakuan P3 dan P2 masing-masing 1,6 1 dan1,56%. Intensitas serangan S. litura pada umurtanaman 30 hst tertinggi ditunjukkan padaperlakuan P1 (14,2) dan terendah padaperlakuanP2 (7,70%). Sementara pada tanamanumur 40 hst intensitas serangan S. litura tertinggiditunjukkan pada perlakuan P1 (2,96) danterendah pada perlakuan P3 (1,46%).

Tabel 1. Pengaruh perlakuan terhadap rerata populasi S.litura. umur tanaman 20,30 dan 40 hst

Perlakuan Populasi S. litura (20 hst) Populasi S. litura 30 hst) Populasi S. litura (40 hst)

P1 4,30±1,42 a 14,2±6,07 a 8,50±2,85 aP2 2,00±0,78 b 7,70±1,87 b 2,40±1,88 bP3 2,30±1,33 b 9,40±5,83 b 1,90±1,62 bBNT 5% 0,04 0,07 0,05KK 8,65 13,12 11,62

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perbedaantidak nyata pada uji BNT taraf 5%Data dianalisis setelah ditransformasi ke dalam (X+0.5)^0.5

Page 58: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

207

Pada Tabel 3 terlihat perlakuan berpengaruhnyata terhadap populasi L.indicata umur 30;40;dan 50 hst, Populasi L.indicata tertinggi umur 30hst ditunjukkan oleh perlakuan P1 sebesar 1,10ekor atau 9,9% lebih tinggi dibanding perlakuanP2 (0,20) dan 63,63% dari P3 (0,40). PopulasiL.indicata umur 40 hst tertinggi juga ditunjukkanoleh perlakuan P1 (2,20) atau 9,90 % lebih tinggidibanding perlakuan P2 ( 1,20) dan 63,63% dariP3 (1,00). Populasi L. indicata pada umurtanaman 50 hst tertinggi ditunjukkan padaperlakuan P1 (1,80) dan terendah padaperlakuan P2 (0,80) yang tidak berbeda nyatadengan perlakuan P3 (0,90).

Intensitas seranan L. indicata ditunjukkanpada Tabel 4. Pada Tabel 4.. terlihat intensitasserangan L. indicata pada perkembangantanaman umur 30;40;dan 50 hst. Intensitasserangan L. indicata tertinggi pada umur tanaman30 hst ditunjukkan pada perlakuan P1 (2,09)diikuti perlakuan P3 dan P2 masing-masing 0,44dan 0.96%. Intensitas serangan pada umurtanaman 40 hst tertinggi ditunjukkan padaperlakuan P1 (2,31) dan terendah padaperlakuan P2 (0,85%) yang tidak berbeda nyatadengan perlakuan P3 (0,86%).. Sementara padatanaman umur 50 hst intensitas seranganL.indicata tertinggi ditunjukkan pada perlakuan

Tabel 2. Pengaruh perlakuan terhadap rerata intensitas serangan S.litura. umur tanaman 20,30 dan 40 hst

Perlakuan Intensitas serangan S. litura Intensitas serangan S. litura Intensitas seranganS. litura(20 hst) (30 hst) (40 hst)

P1 2,17±0,32 a 14,2±6,04 a 2,96±0,53 aP2 1,56±0,26 b 7,70±1,88 b 1,65±0,45 bP3 1,61±0,48 b 9,40±5,83 b 1,46±0,55 bBNT 5% 0,04 0,07 0,05KK 8,65 13,12 11,62

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perbedaantidak nyata pada uji BNT taraf 5%Data dianalisis setelah ditransformasi ke dalam (X+0.5)^0.5

Tabel 3. Pengaruh perlakuan terhadap rerata populasi L. indicata umur 30;40 dan 50 hst.

Perlakuan Populasi L. indicata(30 hst) Populasi L. indicata (40 hst) Populasi L. indicata(50 hst)

P1 1,10±1,20 a 2,20±1,66 a 1,80±1,09 aP2 0,20±0,44 c 1,20±0,83 b 0,80±1,05 bP3 0,40±0,53 b 1,00±0,50 c 0,90±1,09 bBNT 5% 0,03 0,04 0,05KK 8,18 8,66 12,09

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perbedaantidak nyata pada uji BNT taraf 5%Data dianalisis setelah ditransformasi ke dalam (X+0.5)^0.5

Tabel 4. Pengaruh perlakuan terhadap rerata intensitas serangan L. indicata umur 30;40 dan 50 hst.

Perlakuan Intensitas serangan Intensitas serangan Intensitas serangan L. indicata (30 hst) L. indicata (40 hst) L. indicata (50 hst)

P1 2,09±1,79 a 2,31±1,58 a 2,15±1,09 aP2 0,44±1,11 c 0,85±1,14 b 0,83±1,15 bP3 0,96±1,54 b 0,86±1,07 b 0,84±1,13 bBNT 5% 0,05 0,05 0,05KK 13,49 14,08 11,94

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perbedaantidak nyata pada uji BNT taraf 5%Data dianalisis setelah ditransformasi ke dalam (X+0.5)^0.5

Pengaruh Beberapa Perlakuan Pengendalian Hama Terhadap Serangan HamaDan Hasil Kedelai Edamame | Ni Made Delly Resiani, dkk.

Page 59: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

208 Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian Vol 18 No. 3 Desember 2020

P1 (2,15) dan terendah pada perlakuan P2(0,83%) yang tidak berbeda nyata denganperlakuan P3 (0,84%).

Perkembangan populasi N. viridula padaumur tanaman 50 hst tertinggi ditunjukkan padaperlakuan P1 (1,40) dan terendah padaperlakuan P3 (0,50). Pada tanaman umur 60populasi tertinggi ditunjukkan pada perlakuan P1(1,40) dan terendah pada perlakuan P3 (0,40%).Sementara pada tanaman umur 70 hst populasiN. viridula menunjukkan perbedaan yang tidaknyata.

Pengaruh perlakuan terhadap tinggitanaman, jumlah daun dan polong totalmenunjukkan perbedaan nyata. Tinggi tanamandan jumlah daun tertinggi ditunjukkan padaperlakuan P3 (Tabel 6.)

Pada Tabel 6. .terlihat tinggi tanamantertinggi ditunjukkan oleh perlakuan P3 (67,26)lebih tinggi 11,91% dibanding perlakuan P2(60,14). Perlakuan P1 dan P2 menunjukkantinggi tanaman yang tidak berbeda nyata. Jumlahdaun tertinggi juga ditunjukkan pada perlakuanP3 (22,30) diikuti perlakuan P1(20,00) dan P2(18,30).

Rerata bobot daun dan bobot total tanamanmenunjukkan perbedaan nyata akibat perlakuantetapi bobot akar bebeda tidak nyata (Tabel 7.).

Pada Tabel 7. terlihat bobot daun tertinggiditunjukkan pada perlakuan P3 (77,85) danterendah pada perlakuan P1 (62,40) yang tidakberbeda nyata dengan perlakuan P2 (62,27).

Jumlah polong berisi tertinggi ditunjukkanoleh perlakuan P3 (26.6) yang tidak berbedanyata dengan perlakuan P2 (25,8) dan lebih tinggi23,19% dari perlakuan P1(21,6). Bobot polongberisi tertinggi ditunjukkan pada perlakuan P3(98,41) lebih tinggi 19,98 dan 15,45%dibandingkan perlakuan P1 (82) dan P2 (85,24)(Tabel 8).

Perlakuan uji berpengaruh terhadapperkembangan hama dan hasil tanaman kedelaiedamame. Ditemukan 3 jenis hamadominan.yang menyerang pertanamanedamame di Subak Tegalsari-Baturiti Tabanandengan populasi dan intensitas serangan yangbervariasi pada setiap perkembangan umurtanaman. S. litura merupakan hama yang palingtinggi populasinya diantara ketiga hama-hamatersebut. Hal ini disebabkan oleh sifat dari S.liturayang termasuk hama berjenis polypag dan selaluada disetiap pertanaman kedelai. Adie et al.(2012) menyatakan bahwa, S. litura merupakanhama penting pemakan daun kedelai . S. lituramerupakan jenis hama yang bersifat polypag,dapat menyerang berbagai jenis tanaman dan

Tabel 5. Pengaruh perlakuan terhadap rerata populasi N. viridula umur 50;60 dan 70 hst.

Perlakuan Populasi N. viridula(50 hst) Populasi N. viridula (60 hst) Populasi N.viridula(70 hst)

P1 1,40±0,84 a 1,40±1,07 a 0,60±0,84 aP2 0,80±0,92 b 0,90±0,88 b 0,40±0,52 aP3 0,50±0,71 c 0,40±0,52 c 0,50±0,53 aBNT 5% 0,04 0,04 -KK 10,73 9,86 -

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perbedaantidak nyata pada uji BNT taraf 5%Data dianalisis setelah ditransformasi ke dalam (X+0.5)^0.5

Tabel 6. Pengaruh perlakuan terhadap rerata tinggi tanaman, jumlah daun dan polong total per Rumpun

Perlakuan Tinggi tanaman (cm) Jumlah daun (tangkai)

P1 59,28±3,73 b 20,00±4,89 bP2 60,14±3,68 b 18,30±2,75 cP3 67,26±3,42 a 22,30±2,26 aBNT 5% 1,01 0,93KK 5,46 15,42

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perbedaantidak nyata pada uji BNT taraf 5%

Page 60: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

209

selalu ada pada pertanaman kedelai. Gultom(2017) menyatakan bahwa S. litura mulaimenyerang tanaman kedelai sejak fase vegetatifawal. Populasi ulat ini kemudian berkembangdan mencapai puncak pada tanaman berumur38 hst. Serangannya menyebabkan daun-daunhabis dimakan oleh ulat tersebut.

Berdasarkan hasil analisis, serangan hamaberkorelasi positif dengan hasil panen. Padaperlakuan pengendalian dengan mempergu-nakan mulsa perak hitam diperoleh populasi danintensitas serangan ke tiga hama tersebut palingtinggi mengakibatkan hasil panen paling rendah.Demikian sebaliknya perlakuan kombinasi mulsaperak hitam dan insektisida diperoleh populasidan intensitas serangan hama paling rendahdengan hasil panen paling tinggi. Zulfita (2012)menyatakan bahwa serangan hama padatanaman umumnya dapat menurunkan hasiltanaman karena merupakan penghilanganbagian tanaman (daun, polong, dan biji) sehinggamengakibatkan proses fotosintesis untukpenyaluran ke setiap partisi berkurang. Karowaet al. (2015). menyatakan bahwa kerusakan daunakibat serangan hama pada prinsipnya dapatmengganggu proses fotosintesis

Jumlah polong dan bobot polong berisitertinggi ditunjukkan pada perlakuan kombinasi

mulsa perak hitam dan penggunaan insektisida.Hal ini dipengaruhi oleh rendahnya populasi danintensitas serangan hama. Pada populasi danintensitas serangan yang rendah, pertumbuhandaun akan lebih baik sehingga berkontribusidalam hasil yang tinggi. Dwiputra et al.. (2015)dan Prayogo et al. (2017) menyatakan bahwajumlah polong per tanaman yang tinggidikarenakan jumlah daun yang tinggi pula. Daunyang tinggi diakibatkan oleh rendahnya populasidan intensitas serangan hama. Hal inidikarenakan daun merupakan tempat terjadinyafotosintesis. Semakin rendah serangan hamasemakin banyak daun yang dihasilkan makafotosintesis akan maksimal. Hasil fotosintesisnantinya akan dialokasikan untuk pembentukanpolong per tanaman.

Kombinasi perlakuan mulsa perak hitamdengan insektisida memberikan hasil polongtertinggi. Kondisi ini disebabkan oleh efek mulsaperak hitam dan insektisida. Penggunaan mulsaplastik hitam perak memberikan respon palingbaik. Mulsa perak hitam dapat memantulkancahaya matahari. Cahaya matahari yang diterimaoleh tanaman dapat memperlancar prosesfotosintesis. Kusumasiwi et al. (2013)menyatakan bahwa permukaan bagian atasplastik hitam perak dapat memantulkan cahaya

Tabel 7. Pengaruh perlakuan terhadap rerata bobot daun, bobot akar dan bobot total tanaman (gr) per rumpun

Perlakuan Bobot daun (gr) Bobot akar (gr) Bobot total tanaman (gr)

P1 62,40± 16,92 b 8,94± 0,37 a 152,38 ± 19,16 bP2 62,27± 8,51 b 8,86±1,33 a 156,95±15,69 bP3 77,85±11,78 a 9,72± 2,27 a 186,31±13,96 aBNT 5% 4,19 - 7,07KK 20,90 - 14,40

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perbedaantidak nyata pada uji BNT taraf 5%

Tabel 8. Pengaruh perlakuan terhadap rerata jumlah polong berisi (buah) dan bobot polong berisi (gram)

Perlakuan jumlah polong berisi (buah) Bobot polong isi (gr)

P1 21,60± 5,89 b 82,02±18,99 cP2 25,80±3,32 a 87,15±9,23 bP3 26,60±3,75 a 98,41±5,93 aBNT 5% 1,11 3,866KK 15,18 14,70

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perbedaantidak nyata pada uji BNT taraf 5%

Pengaruh Beberapa Perlakuan Pengendalian Hama Terhadap Serangan HamaDan Hasil Kedelai Edamame | Ni Made Delly Resiani, dkk.

Page 61: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

210 Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian Vol 18 No. 3 Desember 2020

matahari, sehingga suhu di bawah tajuk tanamanmeningkat, selain itu intesitas cahaya yangterserap oleh tanaman menjadi lebih besar.Penggunaan mulsa plastik dapat mengurangipenguapan sehingga kebutuhan air bagitanaman tercukupi. Hal ini dapat mempengaruhiperkembangan serta pertumbuhan akarperkembangan. Prayoga et al. (2016) menam-bahkan bahwa permukaan mulsa plastik hitamperak bersifat seperti kaca yang dapat meman-tulkan cahaya matahari, pemantulan tersebutdapat mempengaruhi proses fotosintesis bagitanaman. Oleh karena itu fotosintat yangdihasilkan menjadi lebih besar dan berpengaruhterhadap pertumbuhan tanaman.

Selain itu, warna hitam yang berada dibawah berfungsi untuk menyerap panas danmenjadikan suhu tanah lebih stabil. Yullia (2011)menyatakan bahwa mulsa plastik hitam perakmemiliki beberapa keunggulan, diantaranyadapat menjaga kestabilan suhu dan kelembabantanah. Selain itu, warna perak pada mulsa plastikhitam perak berfungsi untuk memantulkan sinarultraviolet yang dapat mengubah iklim mikro disekitar tanaman. Pemantulan sinar mataharidapat mempengaruhi fotosintesis tanamansehingga dapat meningkatkan pertumbuhan danhasil panen. Penggunaan mulsa plastik hitamperak selain dapat mencegah pertumbuhangulma juga dapat menjaga kelembaban tanahsehingga suhu tanah lebih stabil. Ketersedian airtersebut dapat mempengaruhi pertumbuhantanaman, karena air tanah dapat melarutkanunsur hara, oleh sebab itu kebutuhan unsur harabagi tanaman terpenuhi.

Penggunaan mulsa plastik hitam perak jugadapat mempengaruhi perkembangan danpertumbuhan akar. Menurut Sitepu et al. (2013),mulsa plastik hitam perak ialah mulsa sintetisyang dapat mengendalikan gulma, dapatmempertahankan kondisi lingkungan dan dapatmenjamin pertumbuhan serta produksi yang lebihoptimal. Leni (2015), menyatakan bahwapenggunaan mulsa plastik hitam perak dapatmemaksimalkan dalam memanfaatkan sumbercahaya yang ada di atmosfir melalui prosesfotosintesis. Warna permukaan mulsa plastikmemiliki kemampuan dalam mengubah kuantitasdan kualitas cahaya yang dapat dimanfaatkantanaman dalam melakukan pertumbuhannya.Mulsa plastik yang berwarna gelap sangat efektifdalam mengendalikan gulma.

Mulsa plastik yang berwarna perak memilikikemampuan memantulkan cahaya matahariyang menerpa permukaannya. Insektisidamerupakan salah satu sarana pengendali hamadalam pengelolaan hama terpadu. Pengendaliandengan insektisida memungkinkan biladipergunakan secara bijaksana. Wudianto (2011)menyatakan bahwa insektisida merupakanbahan yang mengandung senyawa kimiaberacun yang bisa mematikan semua jenisserangga. Hendrival dan Abdul Khalid, (2017)menambahkan bahwa insektisida dapatdigunakan jika komponen PHT lainnya belumtersedia atau tidak mampu memulihkan populasihama.

KESIMPULAN

Kombinasi perlakuan mulsa perak hitam daninsektisida memberikan hasil terbaik dalammenekan serangan hama dan meningkatkanhasil panen kedelai edamame. Rerata populasidan intensitas serangan hama yang dijumpailebih rendah dengan hasil panen lebih tinggidibanding pengendalian mulsa dan insektisidasecara tunggal.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih penulis sampaikan kepadaBadan Litbang Pertanian atas bantuan anggarandalam kegiatan ini, sehingga kegiatan dapatberjalan sebagaimana mestinya. Terima kasihjuga disampaikan kepada kepala Balai Besar danKepala BPTP Bali. Disampaikan juga ucapanterima kasih kepada teman-teman yang turutmembantu dalam pelaksanaan kegiatan inihingga terealisasinya tulisan ini. Semoga semuadiberikan kesehatan dalam menjalani kehidupanini.

DAFTAR PUSTAKA

Adie, M.M., A. Krisnawati, A.Z. Mufidah. 2012.Derajad ketahanan genotype kedelaiterhadap hama ulat grayak. Prosiding.Seminar Nasional Hasil Penelitian TanamanAneka Kacang dan Umbi Tahun.Peningkatan Daya Saing dan Implementasi

Page 62: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

211

Pengembangan Komoditas Kacang danUmbi Mendukung Pencapaian EmpatSukses Pembangunan Pertanian, Puslit-bangtan, Badan Litbang Pertanian ; 29-36.

Agustina, P., Hafiz Fauzana, Agus Sutikno. 2017.Pengaruh Penambahan Surfaktan dalamEkstrak Daun Sirih Hutan (Piper AduncumL.) Untuk Mengendalikan Ulat Grayak(Spodoptera Litura F.) Pada TanamanKedelai (Glycine Max (L.) Merril) JomFaperta Ur Vol. 4 No. 1 Februari 2017

Cahyo, R. 2013. Pemanfaatan Mulsa PlastikHitam Perak (MPHP) dalam Budidaya Cabai(Capsicum annuum, L.) . Kanisius.Yogyakarta

Dwiputra, A. H., D. Indradewa, E. T.Sucila. 2015.Hubungan Komponen Hasil dan Tiga BelasKultivar Kedelai (Glycine max L. Merill).Jurnal Vegetalika. 4(3):14-28.

Gultom, M., Yuswani, P., Lahmuddin, L.. 2017.Pengaruh Beberapa Insektisida terhadapHama Lamprosema Indicata F. danSpodoptera Litura F. Pada Tanaman Kedelai(Glycine Max (L) Merril.) Jurnal OnlineAgroekoteknologi . Issn No. 2337- 6597Vol.2, No.3

Gomez, K.A., A.A. Gomez. 1995. ProsedurStatistik untuk Penelitian. (Syamsudin, E.,Baharsyah, J.S., Pentj.). Jakarta: UniversitasIndonesia Press. 698 h.

Hendrival Dan Abdul Khalid. 2017. PerbandinganKeanekaragaman Hymenoptera Parasitoidpada Agroekosistem Kedelai denganAplikasi dan Tanpa Aplikasi Insektisidajournal of Biology, 10(1).

Karowa, Setyono, N Rochman. 2015. SimulasiPengaruh Serangan Hama pada DaunTerhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai(Glycine max (L.) Merrill). Jurnal PertanianISSN 2087 4936 Volume 6 Nomor 1,

Kusumasiwi, A., S. Muhartini, S., Trisnowati.2013. Pengaruh Warna Mulsa PlastikTerhadap Pertumbuhan Dan Hasil Terung(Solanum melongena, L.) Tumpangsaridengan Kangkung Darat (Ipomoea reptansPoir.). jurnal.ugm.ac.id/jbp/article/view/1602/1418. Diakses tanggal 27 Nopember 2020.

M.F., Elfarisna, Sudirman. 2017. EfektifitasPengurangan Pupuk NPK dengan Pem-

berian Pupuk Hayati Provibio terhadapBudidaya Tanaman Kedelai Edamame.Jurnal Agrosains Dan Teknologi, Vol. 2No. 2

Leni. 2015. Pengaruh Pemberian Mulsa PlastikHitam Perak Dalam Produksi TanamanCabai (Capsicum Sp). Seminar ProgramStudi Hortikultura, Politeknik NegeriLampung.

Nawawi, M.I.,Nur Fitriyah, Wasito. 2017.Pengaruh Dosis Pupuk Hayati dan PupukFosfat Terhadap Pertumbuhan dan ProduksiTanaman Kedelai Edamame (Glycine Max(L.) Merill.) Varietas Ryokkoh 75 Http://Ejournal.Uniska-Kediri.Ac.Id/Index.Php/Hijaucendekia.Diakses tanggal 27Nopember 2020

Oka Pramestia Dewanti dan Titin Sumarni. 2020.Pengaruh Sistem Tanam dan WaktuPenyiangan Gulma Terhadap Pertumbuhandan Hasil Tanaman Kedelai (Glycine max L.Merill) Edamame var. Ryoko.Jurnal ProduksiTanaman Vol. 8 No. 6.

Prayogo, D. P., H. T. Sebayang, A. Nugroho.2017. Pengaruh Pengendalian Gulma padaPertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai(Glycine max L. Merill) pada BerbagaiSistem Olah Tanah. Jurnal ProduksiTanaman. 5(1):24-32.

Prayogo, K., Marta, M. Dawam dan S. Agus.2016. Kajian Penggunaan Mulsa Plastik DanTiga Generasi Umbi Bibit Yang BerbedaPada Komoditas Kentang (Solanumtuberosum, L.) Varietas Granola. JurnalProduksi Tanaman. 4(2).

Rosanah S. 2014. Analisis Faktor – faktor yangMempengaruhi Penawaran Kedelai.Repositori Universitas PendidikanIndonesia. Bandung.

Sitepu, B.H., S. Ginting, Mariati. 2013. ResponPertumbuhan dan Produksi Bawang Merah(Allium ascalonicum L. var. Tuk Tuk) Asal BijiTerhadap Pemberian Pupuk Kalium danJarak Tanam. Jurnal Online Agroteknologi,1(3): Diakses tanggal 27 Nopember 2020

Soewanto, Prasongko, Sumarno. 2007. KedelaiTeknik Produksi dan Pengembangannya(agribisnis edamame untuk ekspor). BadanPenelitian dan Pengembangan Pertanian.

Pengaruh Beberapa Perlakuan Pengendalian Hama Terhadap Serangan HamaDan Hasil Kedelai Edamame | Ni Made Delly Resiani, dkk.

Page 63: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

212 Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian Vol 18 No. 3 Desember 2020

Pusat Penelitian dan PengembanganTanaman Pangan.

Sri Wahyuni Indiati dan Marwoto.2017.Penerapan Pengendalian HamaTerpadu (PHT) pada Tanaman Kedelai.Buletin Palawija Vol.15 N0.2 2017

Tjahyani, R. W. T., N. Herlina, N. E. Suminarti.2015. Respon Pertumbuhan dan HasilTanaman Edamame (Glycine max L. Merill)pada Berbagai Macam dan Waktu AplikasiPestisida. Jurnal Produksi Tanaman .3(5):511-517.

Wahyudin, A. ’” F.Y. Wicaksono ’” A.W. Irwan ’”Ruminta ’” R. Fitriani. 2017. ResponsTanaman Kedelai (Glycine max) VarietasWilis Akibat Pemberian Berbagai DosisPupuk N, P, K, dan Pupuk Guano Pada

Tanah Inceptisol Jatinangor. Jurnal KultivasiVol. 16(2) .

Wudianto,R.,2011. Petunjuk PenggunaanPestisida, Jakarta. Penerbit Swadaya.

Widati, F. dan I. M. Hidayat. 2012. Kedelai Sayur(Glycine max L. Merill) sebagai TanamanPekarangan. IPTEK Hortikultura. BalaiPenelitian Tanaman Sayuran, Lembang.Jawa Barat

Yullia, T. 2011. Petunjuk praktis bertanam cabai.Agromedia Pustaka. Jakarta.

Zulfita D. 2012. Kajian fisiologi tanaman lidahbuaya dengan dengan pemotongan ujungpelepah pada kondisi cekaman kekeringan.J. Pekebuanan & Lahan Tropika, Vol 2,No. 1.

Page 64: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

213

POTENSI DAN KENDALA PENGEMBANGAN KERBAU (Bubbalus bubalis)DALAM MASYARAKAT BALI

Anastasia Sischa Jati Utami

1) Peneliti Balai PengkajianTeknologi Pertanian BaliJl. By Pass Ngurah Rai, Pesanggaran, Denpasar Selatan – Bali

E-mail: [email protected]

Submitted date: 12 Oktober 2020 Approved date : 6 November 2020

ABSTRACT

Potential and Constraints for the Development of Buffalo (Bubbalus Bubalis)in Bali Community

Buffalo is a local livestock commodity whose utilization is not optimal. In Bali itself, buffalo are usuallyused for Yadya ceremonies (offerings) performed by Balinese people. Buffaloes are an important part of BalineseHindu traditional ceremonies so that their existence needs to be developed to meet the needs of the island ofBali. In addition, buffalo also have a role in the “Makepung” tradition, namely the buffalo cattle race. This studywas conducted to determine the various constraints in maintenance and the things that hinder the growth rateof the buffalo population in order to know the real situation so that it becomes a consideration in increasingbuffalo productivity in Bali. Secondary data observation methods and qualitative analysis of secondary datawere carried out to determine the potential and constraints of buffalo farming in Bali. From the results of StatisticBerau data, it shows that the buffalo population has decreased drastically to 73% over a period of 10 evenreaching a critical point. The main problems are limited land for feed, capital, labor, the number of availablemales, and low birth rates. Reproductive technology to deal with low birth problems is not optimal becausegenerally the follicles are dormant due to the low nutritional status of the feed.

Keywords: Decreasing population, limited land area, nutrition, reproductive performance

ABSTRAK

Kerbau merupakan komoditas ternak lokal yang pemanfaatannya belum maksimal. Di Bali sendiri kerbaubiasanya dipakai untuk upacara Yadya (persembahan) yang dilakukan oleh masyarakat Bali. Kerbau sebagaibagian dari penting dari upacara adat Hindu Bali sehingga keberadaannya perlu dikembangkan untuk memenuhikebutuhan di pulau Bali.Selain hal itu kerbau juga mempunyai peran dalam tradisi “Makepung” yaitu perlombaanternak kerbau. Study ini dilakukan untuk mengetahui berbagai kendala dalam pemelihaaraan dan hal yangmenghambat laju pertumbuhan populasi kerbau agar dapat mengetahui keadaan sebebenarnya sehinggamenjadi bahan pertimbangan dalam meningkatkan produktivitas kerbau di Bali. Metode observasi data sekunderdan analisa kualitatif data sekunder dilakukan untuk mengetahui potensi dan kendala usaha ternak kerbau diBali. Dari hasil data BPS Menunjukkan populasi kerbau menurun drastis sampai 73% selama kurun waktu 10bahkan mencapai titik kritis. Permasalahan utama adalah terbatasnya lahan pakan, modal, tenaga kerja, jumlahketersediaan pejantan, angka kelahiran yang rendah. Teknologi reproduksi untuk menghadapi kendala kelahiranyang rendah hasilnya belum maksimal karena pada umumnya mengalami folikel yang dorman akibat rendahnyastatus nutrisi pakan.

Kata kunci: Populasi menurun, keterbatasan lahan,nutrisi, penampilan reproduksi

Potensi Dan Kendala Pengembangan Kerbau (Bubbalus Bubalis)Dalam Masyarakat Bali | Anastasia Sischa Jati Utami

Page 65: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

214 Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian Vol 18 No. 3 Desember 2020

PENDAHULUAN

Sumber daya genetik lokal salah satunyaadalah kerbau terkadang kurang disadari olehmasyarakat dan pemerintah. Untukmemaksimalkan konsumsi produk hasilpeternakan dalam negeri salah satu ternak lokalasli Indonesia yang sedari dulu kurangmendapatkan perhatian adalah kerbau. Ternakkerbau umumnya masih dipelihara secaratradisional dan kurang memperhitungkankeuntungan ekonomis. Pengelolaan ternakkerbau masih sangat sederhana dengan sistempeliharaan secara tradisional dan pemilikan yangkecil, dengan tujuan utama untuk dimanfaatkantenaganya dalam mengolah lahan sawah, susuuntuk pembuatan dangke dan sebagai simpanan.Peternakan kerbau saat ini belum sepenuhnyamampu memberikan kesejahteraan bagi parapeternak maupun terhadap masyarakat secaramerata, hal ini disebabkan karena beternakkerbau hanya dijadikan sebagai pekerjaansampingan yang jumlah kepemilikan ternak rata-rata 1-2 ekor (Kartika et all, 2016).

Di Bali sendiri kerbau biasanya dipakai untukupacara Yadya (persembahan) yang dilakukanoleh masyarakat Bali. Hampir semua upacaraadat yang dilakukan oleh masyarakat Balimemanfaatkan komoditas pertanian secara luas.Kerbau sebagai bagian dari penting dari upacaraadat Hindu Balisehingga keberadaannya perludikembangkan untuk memenuhi kebutuhan dipulau Bali.Bali identik dengan beragamseremonial cultural-religious yang ada danmerupakan salah satu yang paling atraktif diIndonesia.. Salah satunya adalah upacara“Mekepung”, yakni agenda unik berupa balapankerbau atau terkenal dengan buffalo-racing yangbiasanya dilakukan di Kab Jembrana. Tidak adapernah akan dilihat kerbau berkumpul sebanyakpada acara makepung tersebut di Bali.

Meningkatkan potensi genetik kerbau untukproduksi susu atau daging telah menjadiperhatian utama. inisiatif perlu dilakukan karenaternak kerbau mempunyai interval generasi yanglama dan tingkat reproduksi yang rendah.Namun, pesatnya perkembangan teknikreproduksi yang diterapkan pada spesies lainmenunjukkan bahwa keterbatasan tersebutdapat diatasi. Bioteknik yang muncul dapatmenjadi cara yang efektif untuk meningkatkanefisiensi reproduksi dan meningkatkan produksihewan unggul secara genetik. Ini dapat

membantu mengurangi interval generasi dandengan demikian mempercepat perbaikangenetik yang diinginkan pada kerbau (Cruz et all,2000)

Potensi ternak kerbau di Bali secara cukuppenting permasalahan pokok adalah menu-runnya populasi ternak.Study ini dilakukan untukmengetahui berbagai kendala dalam pemeli-haaraan dan hal yang menghambat laju pertum-buhan populasi kerbau agar dapat mengetahuikeadaan sebenarnya sehingga menjadi bahanpertimbangan dalam meningkatkan produktivitaskerbau di Bali..

METODOLOGI

Penelitian ini menggunakan data sekunderbaik sumber data BPS ataupun hasil penelitianyang dilakukan sebelumnya. Gambaranperkembangan ternak kerbau perlu mendapattempat yang wajar dikaitkan denganpermasalahan yang dihadapi. Untuk menangkapkondisi peternakan kerbau di Indonesia danperkembangan teknologi yang dilakukan denganmenambahkan referensi data dari di pusat studikerbau yang sudah dilakukan di wilayah Asia.Pendekatan ini untuk memberikan tambahandeskripsi dari potensi produktivitas kerbau yangmembutuhkan pengamatan secara spesifiksehingga dapat diketahui potensi yang mungkinbisa dikembangkan. Deskripsi potensi danproblema pengusahaan ternak kerbau sebagiandiperoleh dari hasil pengamatan beberapa hasilpenelitian yang sudah dilakukan, yang umumnyamasih sangat langka. Untuk melihat arti pentingpengusahaan ternak kerbau dan potensinyasebagai sumber pangan hewani.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Populasi kerbau di Pulau Bali cenderungterus mengalami penurunan dalam kurun waktudari tahun 2008 sampai dengan tahun 2019 halini ditunjukkan oleh grafik 1 . Pada tahun 2008jumlah populasi kerbau di Bali sebanyak 4500ekor dan mulai berkurang dari tahun ke tahun.Penurunan tajam ini dimulai pada tahun 2010yang turun hampir 1000 ekor dalam kurun waktudua tahun, kemudian populasinya berlanjut turuntajam dan tahun 2019 hanya berjumlah 1.192ekor atau sebanyak 73% penurunannya dalam

Page 66: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

215

kurun waktu 10 tahun. Hal ini menunjukkanbahwa pada saat ini ternak kerbau mengalamipenurunan yang kritis.

Menurut laporan Rai Yasa(2015) populasikerbau di kabupaten Jembrana penurunan nyatajustru pada ternak kerbau betina yangmenunjukkan pada tahun 2008 perbandingankomposisi ternak betina sebanyak 55,83%dibandingkan komposisi ternak jantan 44,17%sedangkan pada tahun 2014 ternak betina39,06% sedangkan ternak jantan 60,94%. Halini dipengaruhi oleh tradisi makepung yangbanyak menggunakan ternak jantan. Berbagaipendukung pengembangan kerbau di Bali adalahadanya potensi pasar, mampu memanfaatkanpakan bernutrisi rendah, dan tradisi lokal balidengan kerbau.

Potensi Pasar Kerbau di Bali

Peluang pasar kerbau di Bali masih terbuka,khususnya untuk “yadnya” (sarana upacarakeagamaan bagi umat Hindu) dan untuk“makepung”. Berdasarkan penelitian Rai (2017)meskipun sebagai sentra kerbaunya Bali,Kabupaten Jembrana sendiri juga mendatangkankerbau dari luar Bali. Kerbau yang didatangkanadalah bibit kerbau untuk “mekepung” dankerbau untuk yadnya. Kerbau untuk yadnyasering diistilahkan kerbau “suci”. Kerbau-kerbautersebut umumnya didatangkan dari luar Bali,yakni dari Kabupaten Banyuwangi, Probolinggo,bahkan dari Madura Jawa Timur.

Adanya kebutuhan pasar kerbau untuk“mekepung” dan untuk upacara yadnya meru-pakan salah satu faktor pendukung masih

berkembangnya kerbau di Jembrana. Pada saatini, harga jual kerbau berbeda-beda tergantungkebutuhan pasar, apakah untuk upacara yadnya,kerbau potong, atau pun untuk mekepung. (RaiYasa, 2015). Hampir sama dengan kerbau untukkegiatan makepung, harga pedet kerbau untukyadnya juga relatif tinggi. Sebagai contoh, hargapedet kerbau “Yus Brana” yaitu kerbau hitamyang dilahirkan dari induk berwarna putih mencapai Rp. 12 juta/ekor.

Berbeda dengan kerbau makepung danyadnya, harga kerbau potong jantan dewasa biasanya dapat mencapai Rp. 20 juta/ekor;namun kerbau betina afkir memiliki nilai jual yangsangat rendah, sekitar Rp. 12 juta/ekor. Hargapedet kerbau jantan yang memiliki bodi idealuntuk lari/balapan, harganya dapat mencapai Rp. 30 juta/pasang atau sekitar Rp. 15 juta/ekorsedangkan yang betina dapat mencapai Rp. 13juta/ekor. Selanjutnya, kerbau yang menjadi juaramakepung dapat mencapai Rp. 100 juta/pasang;dan khusus untuk kerbau balap yang memilikibentuk tanduk yang diistilahkan “tanduk Toraja”bisa mencapai Rp. 80. Juta/ekor.

Keunggulan Kerbau

Kerbau dikenal memiliki kemampuanmemanfaatkan pakan berkualitas rendah denganserat kasar tinggi seperti jerami padi, jagung, dankacang tanah dibandingkan sapi. Kemampuanmencerna serat kasar kerbau, 5% lebih tinggidibandingkan sapi; dan 4%-5% lebih efisiendalam menggunakan energi metabolis untukmenghasilkan susu. Keunggulan tersebutkemungkinan disebabkan oleh rumennya

Grafik1. Perkembangan Populasi Kerbau di Pulau Bali dari Tahun 2008-2019

Sumber: Data BPS Bali

Potensi Dan Kendala Pengembangan Kerbau (Bubbalus Bubalis)Dalam Masyarakat Bali | Anastasia Sischa Jati Utami

Page 67: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

216 Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian Vol 18 No. 3 Desember 2020

mengandung bakteri selulolitik yang lebih banyakdibandingkan dengan rumen sapi. Berbagaikendala terkait pengembangan ternak kerbau diBali terdiri dari beberapa aktor yaitu:

Faktor Penyebab Turunnya Populasi Kerbaudi Bali

Faktor utama penyebab menurunnyapopulasi ternak kerbau di Bali adalah kurangnyaminat para petani ternak untuk memeliharakerbau sebagai usaha tani ternaknya. Hal inidisebabkan oleh karena tidak adanya standarharga per kg bobot hidup sebagaimana ternaksapi, sehingga ini menyebabkan petani terbiasamenjual belikan kerbau dengan harga taksir yangcenderung merugikan petani. kondisi ini di sisilain menguntungkan untuk kerbau tertentu(kerbau untuk upacara yadnya dan kerbaumakepung) yang kebutuhannya terbatas, namunsecara umum mempersulit petani dalammemasarkan kerbau untuk potong.Selain itu jugadisebabkan karena menurunnya penggunaankerbau untuk gerobak pengangkut hasilpertanian dan mengolah lahan sebagai akibatdari berkembangnya kendaraan bermotor dantraktor. Kemudian dari pada itu, bisa disebabkankarena selang waktu beranak yang lebih panjangdaripada ternak sapi, untuk kerbau dapatmencapai 2 – 3 tahun, dibanding sapi yang hanya1 – 1,6 tahun.

Disamping itu jumlah kepemilikan ternakyang sedikit per peternak. Pengelolaan ternakkerbau masih sangat sederhana dengan sistempeliharaan secara tradisional dan pemilikan yangkecil. Peternak skala kecil yang hanya mampumemelihara dalam jumlah sedikityang jumlahkepemilikan ternak rata-rata 1-2 ekor dan hanyadijadikan sebagai pekerjaan sampingan

Hasil study yang dilakukan oleh Kartika(2015) dalam Tabel 1 menunjukkan penilaianresponden untuk 7 kategori jawaban yangmenurut mereka faktor-faktor yangmenyebabkan rendahnya kepemilikan ternakkerbau.Penentuan jawaban diperoleh 5 kategorijawaban tertinggi yang dinilai responden sebagaijawaban faktor-faktor yang berpengaruh dari 7jawaban, yaitu: lahan untuk pakan sedikit, modalsedikit, tenaga kerja tida kada, pejantan sedikitserta kelahiran rendah. Data menunjukkan faktor-faktor yang menyebabkan rendahnyakepemilikan ternak kerbau utamanya adalahlahan untuk pakan sedikit. Kurangnya lahanuntuk pakan atau rumput yang dimilikimengakibatkan peternak menjadi kesulitan untukmendapatkan pakan. Tersedianya lahan yangcukup akan mempermudah memperoleh sumberpakan untuk ternak. Hal ini sejalan dengan Sodiqdan Abidin (2008) yang menyatakan bahwa faktorpenghambat dalam usaha peternakan yaituberkurangnya minat para petani atau peternakuntuk memelihara ternak, karena lahan pertanianyang dimiliki semakin menyempit akibat banyakyang digunakan sebagai lahan pemukiman,sehingga mereka sulit mencari padangpengembalaan atau bahan pakan untuk ternakyang dipeliharanya. Luas lahan merupakansarana atau penunjang dalam peningkatanusaha pemeliharaan ternak kerbau, sehinggamemudahkan peternak untuk memberi pakandan juga dalam penyediaan pakan kemaraupeternak menjadi sangat sulit untukmendapatkan pakan ternak. Pakan yang adahanya cukup untuk beberapa ekor saja, sehinggakemampuan peternak terbatas untuk memeliharaternak kerbau dalam jumlah yang sedikit.

Permasalahan terkait pakan yang terbatassehingga ternak kekurangan nutrisi yang

Tabel 1. Faktor yang menyebabkan rendahnya kepemilikan kerbau pada peternak skala kecil

Identifikasi faktor skor rangking

Modal sedikit 97 2Lahan penggembalaan kurang 346 7Tenaga kerja tidak ada 163 3kelahiran rendah 276 5Pejantan sedikit 226 4Lahan pakan sedikit 90 1Penjualan 342 6

Sumber: Kartika et all 2015

Page 68: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

217

dibutuhkan sehingga menyebabkan ovariumtidak akti dan siklus birahi tidak teratur dan masaanestru yang panjang sehingga menyebabkanganguan reproduksi dan selang beranak yangpanjang menyebabkan memelihara kerbaubetina menjadi tidak menguntungkan. Kasuskekurangan pakan ini umumnya tterjadi padasaat muim kemarau ang panjang selain faktorini ternak yang umumnya dipelihara dengan diikatdi dalam kandang tetapi jumlah nutrisi pakanyang diberikan kurang sehingga nilai kualitasnyakurang baik. Akibatnya gangguan hormonhipofisa dan sekeresi hormon FSH (folikelstimulating hormone) dan LH (lutheinizinghormon) menjadi terganggu. Hal ini berakibatpada pertumbuhan folikel di ovarium tergangguyang menyebabkan ketidakseimbangan hormon.Kegagalan pengawinan akibat siklus estrus yangtidak terdeteksi menyebabkan penurunan nilaiekonomi pemeliharaan.

Efisiensi reproduksinya terhambat olehekspresi estrus yang buruk terutama di musimpanas yang berkontribusi pada pola reproduksimusiman yang berbeda serta calving intervalyang berkepanjangan. Setelah nifas, duakejadian terjadi secara bersamaan untukberkontribusi pada anestesi laktasi pada sapi dansapi. Yaitu (1) produksi susu, yang menyebabkanpeningkatan kebutuhan nutrisi untuk sintesissusu dan (2) involusi uterus, yaitu waktu yangdibutuhkan untuk pemulihan saluran reproduksike keadaan normal setelah melahirkan.Anestrous postpartum tetap menjadi batasanreproduksi utama pada kerbau. Interval beranaksampai beranak pada 48 sampai 66% kerbauyang ditentukan oleh paparan lingkungan danpola pemeliharaan yang sederhana sehinggatidak dapat diprediksi (Prakash, 2005)

Faktor modal yang sedikit merupakan salahsatu faktor yang menghambat peternak dalammeningkatkan jumlah ternak kerbau yangdipelihara. Umumnya peternak skala kecilterbatas akses sumber permodalan sedangkanmodal dan keuangan merupakan aspek yangpenting dalam suatu kegiatan bisnis. Tenagakerja merupakan faktor produksi yang unik,tenaga kerja berbeda dengan faktor produksilainnya seperti modal.Umumnya tenaga kerjayang digunakan untuk usaha ternak kerbauadalah berasal dari keluarga. Tenaga kerja terdiridari tenaga kerja pria, wanita dan tenaga kerjaanak-anak yang berasal dari dalam keluarga danluar keluarga. Pengembangan ternak kerbau,

memang masih banyak ditemui kendala,diantaranya yang cukup berpengaruh adalahkurangnya pejantan akibat tingginya pemotongandan penjualan pejantan. Kerbau betina lebihbanyak dibanding kerbau jantan.

Penelitian mengenai Tampilan Reproduksi

Studi terhadap status reproduksi padakerbau di Indonesia masih sangat sedikitsehingga data mengenai tampilan reproduksikerbau didasarkan pada hasil penelitian ang adadalam hal ini wilayah Asia. Studi yang pernahdilakukan untuk mengukur status reproduksikerbau yang dipelihara oleh peternak kecil olehCruz et all ( 2000) di Philipine denganmenentukan tingkat konsepsi kerbau untukinseminasi buatan (AI) melalui sinkronisasiestrus, dan mengkaji pola progesteron plasmapada kerbau dara siklik dan asiklik melaporkansekitar 20% kerbau yang dipelihara oleh peternakdidiagnosis bunting dengan palpasi rektal.Tingkat kebuntingan yang rendah ini mungkindisebabkan oleh kombinasi faktor-faktor sepertikegagalan untuk pemeriksaan kerbau yangmenunjukkan tanda-tanda eksternalkebuntingan, penggunaan kerbau betina yangbekerja untuk membajak tanah, ketidakmampuan pejantan untuk mendapatkan akseske kerbau dalam keadaan oestrus yangditambatkan pada malam hari, atau tingginyainsiden anoestrus atau suboestrus.

Masalah reproduksi pada kerbau yang tidakbunting adalah Kistik (19,5%), tidakberkembangnya folikel (25,7%), dan ovariumdorman (51,3%), serta karena patologi uterusdan serviks (3,5%) (Cruz et all, 2000). Baikpemberian makan dan praktek pengelolaan dilokasi yang berbeda mempengaruhi status gizikerbau betina yang diperiksa. Pada Kerbaudengan kondisi tubuh yang baik yang dalamkeadaansiklus estrus angka konsepsi 30-40%dicapai dengan sinkronisasi estrus daninseminasi dengan semen beku pada 72 dan 96jam kemudian. Berdasarkan hasil radioimmunoassay progesteron dan palpasi rektalovarium, anoestrus pada kerbau daradisebabkan oleh kegagalan untuk menunjukkansiklus estrus atau ovarium yang inaktif. Studypertama yang dilakukan Philipine Carrabao Parkmenunjukkan, 24% dari organ reproduksi yangdikumpulkan dari carabaos betina dewasa yangdipotong memiliki kelainan, sebagian besar di

Potensi Dan Kendala Pengembangan Kerbau (Bubbalus Bubalis)Dalam Masyarakat Bali | Anastasia Sischa Jati Utami

Page 69: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

218 Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian Vol 18 No. 3 Desember 2020

ovarium dan leher rahim. Dalam studi II, fosfor,kalsium, magnesium, tembaga, kobalt, molib-denum, selenium dan seng diukur dalam serumdarah hewan bunting, tidak bunting dan menyu-sui. Kadar sebagian besar mineral dipengaruhioleh lokasi dan status reproduksinya. Kadarmolibdenum dan selenium pada kebanyakanhewan berada di bawah batas deteksi.

Dalam studi III, pemberian suplemen mineraluntuk kerbau betina dewasa desa meningkatkanterjadinya estrus dan konsepsi selanjutnya(DepRensis, F., & Lopez-Gatius, F, 2007 ).Sedangkan Mizra (2008) melakukan Penelitianyang dilakukan untuk mengetahui persepsi, sikapdan praktek petani terhadap kerbau danperforma reproduksi praktik manajemenpemuliaan kerbau penerimaan pemuliaan,manifestasi estrus, dimulainya estrus, durasiestrus dan siklus estrus hasilnya menunjukkaninterval estrus sebanyak 83 ekor kerbau memilikisiklus estrus rata-rata 21,88 ±6,52 hari denganrentang 7 hingga 33 hari. Dengan jumlah serviceper konsepsi metode kawin alami sebanyak 2.06dan angka rata-rata angka konsepsi 71,43persen. Tidak ada pengaruh nyata antara kawinalami dibangdingkan dengan IB menggunakansemen beku yang sudah disimpan selama satutahun dalam nitrogen cair.

Demikian pula merek agen sinkronisasi yangdigunakan tidak mempengaruhi tingkat konsepsi(Cruz L, 2000). Sedangkan kondisi tubuh hewanpada saat IB, umur , kondisi uterus selama IB,tempat deposit semen, musim, program / skemasinkronisasi dan teknisi IB berpengaruh signifikanterhadap laju pembuahan (momongan et all,1992). Studi postpartum kerbau betinamenunjukkan bahwa tanda-tanda ovarium aktifsetelah melahirkan pertama dimulai sekitardelapan bulan setelah melahirkan. Siklus estrusselanjutnya setelah melahirkn rata rata adalah21,8± 5,0 hari; service periods 394 ±1,0 hari;masa kehamilan, 317 hari; dan interval beranak,712 hari. Saluran reproduksi kembali ke ukuransebelum hamil pada 75 hari postpartum (Sarabia,A. S., 1998).

Potensi ternak kerbau di Indonesia secaranasional adalah cukup penting. Permasalahanpokok yang dihadapi peternakan kerbau diIndonesia adalah menurunnya populasi ternak.Secara umum penyebabnya adalah kurangberkembangnya teknologi peternakan, dampakpembangunan ekonomi termasuk pembangunan

dalam sektor pertanian, merosotnya dayadukung lingkungan di Bali, dan faktor sosialbudaya masyarakat. Sudah saatnya perhatianyang serius dalam bidang penelitian danpengembangan ditujukan pada jenis ternak iniyang disesuaikan dengan daya dukung wilayahpengembangannya. Hanya penemuan teknologiyang tetap guna dan tepat sasaran yang akanbisa menyelamatkan ternak kerbau darikemunduran mutu genetis dan populasinya..

KESIMPULAN

Jumlah populasi kerbau di Bali mengalamipenurunan yang sangat significant bahkanmencapai titik kritis yaitu 73% dalam kurun waktu10 tahun terakhir, sedangkan kerbau merupakankomoditas yang tidak bisa terlepas darimasyarakat adat Bali terutama Yadnya. Sehinggakeberadaannya perlu dipikirkan agar nantinyapopulasi tidak semakin sedikit dan pulau Baliharus bergantung suplai dari luar daerah,Permalahan yang dihadapi adalah ketersedianpakan, permodalan, tenaga kerja, ketersediaanpejantan yang sedikit dan tingkat kelahiran yangrendah. Penelitian peningkatan yang dilakukanmenemukan bahwa banyaknya kerbau yangmenunjukkan folikel yang tidak berkembang halini dikarenakan faktor rendahnya nutrisi yangdiberikan. Sehingga ternak kerbau selainmempunyai potensi yang tinggi untukdikembangkan namun juga memiliki kendalamasalah masalah yang harus diselesaikan.

DAFTAR PUSTAKA

Baltazar, E. T., Kitamura, N., Hondo, E., Yamada,J., Maala, C. P., &Simborio, L. T. (1998).Immunohis to Chemical Study Of EndocrineCells In The Gastrointestinal Tract Of ThePhilippine Carabao (Bubalus Bubalis). Anatomia, Histologia, Embryologia, 27(6),407-411.

Baruselli, P. S., Mucciolo, R. G., Visintin, J. A.,Viana, W. G., Arruda, R. P., Madureira, E.H., & Molero Filho, J. R. (1996). OvarianFollicular Dynamics During TheEstrus CycleIn Buffalo (Bubalus Bubalis): PreliminaryResearch. Annals Of The New YorkAcademy Of Sciences, 791(1), 408-411.

Page 70: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

219

De Rensis, F., & Lopez-Gatius, F. (2007).Protocols For Synchronizing Estrus AndOvulation In Buffalo (Bubalus Bubalis): AReview. Theriogenology, 67(2), 209-216.

Castillo, L. S. (1998, July). Proposal: NewScientific Name Of The DomesticatedSwamp Buffalo, The Carabao-BubalusBubalis Carabanensis [(Sub) Sp. Nov.Castillo 1998. In 20. Annual ScientificMeeting Of The National Academy OfScience And Technology, Manila(Philippines), 8-9 Jul 1998.

Cruz, L. C., Center, P. C., Nia, E., & City, Q.(2000). Reproductive Biotechniques InWater Buffaloes. Aspac Food & FertilizerTechnology Center.

Hufana-Duran, D., & Duran, P. G. (2020, April).Animal Reproduction Strategies ForSustainable Livestock Production In TheTropics. In Iop Conference Series: Earth AndEnvironmental Science (Vol. 492, No. 1, P.012065). Iop Publishing.

Kartika, K., Sirajuddin, S. N., & Rasyid, I. (2016).Factors Affecting Low Buffalo Ownership inSumbang Village, Curio Sub District,Enrekang District. Jurnal Ilmu dan TeknologiPeternakan, 5(1), 47-50.

Lapitan, R. M., Del Barrio, A. N., Katsube, O.,Ban Tokuda, T., Orden, E. A., Robles, A. Y.,... & Kanai, Y. (2007). Comparison OfCarcass And Meat Characteristics OfBrahman Grade Cattle (Bos Indicus) AndCrossbred Water Buffalo (BubalusBubalis). Animal Science Journal, 78(6),596-604.

Lapitan, R. M., Del Barrio, A. N., Katsube, O.,Tokuda, T., Orden, E. A., Robles, A. Y., &Kanai, Y. (2004). Comparison Of FeedIntake, Digestibility And FatteningPerformance Of Brahman Grade Cattle (BosIndicus) And Crossbred Water Buffalo(Bubalus Bubalis). Animal ScienceJournal, 75(6), 549-555.

Lapitan, R. M., Del Barrio, A. N., Katsube, O.,Ban Tokuda, T., Orden, E. A., Robles, A. Y.,... &Fujihara, T. (2008). Comparison OfFattening Performance In Brahman GradeCattle (Bos Indicus) And Crossbred WaterBuffalo (Bubalus Bubalis) Fed On HighRoughage Diet. Animal ScienceJournal, 79(1), 76-82.

Momongan, V. G., Palad, O. A., Singh, M.,Sarabia, A. S., Chiong, R. D., Nava, Z. M.,... & Del Barrio, A. N. (1984). ReproductiveStatus And Synchronization Of Oestrus ForPredetermined Insemination Of PhilippineCarabaos (Swamp Buffalo) Raised BySmallholder Farmers. In The Use Of NuclearTechniques To Improve Domestic BuffaloProduction In Asia.

Momongan, V. G., Nabheerong, P., Palad, O. A.,Capitan, S. S., Sarabia, A. S., Obsioma, A.R., ... & Nava, Z. M. (1992). ConceptionRates Of The Philippine CarabaoInseminated With Buffalo Frozen SemenUnder Smallholder FarmerCondition. Philippine Journal Of VeterinaryAnd Animal Sciences (Philippines).

Misra, A. K., Kasiraj, R., Rao, M. M., Rangareddy,N. S., Jaiswal, R. S., & Pant, H. C. (1998).Rate Of Transport And Development OfPreimplantation Embryo In TheSuperovulated Buffalo (BubalusBubalis). Theriogenology, 50(4), 637-649.

Mirmahmoudi, R., Souri, M., & Prakash, B. S.(2014). Endocrine Changes, Timing OfOvulation, Ovarian Follicular Growth AndEfficacy Of A Novel Protocol(Estradoublesynch) For Synchronization OfOvulation And Timed Artificial InseminationIn Murrah Buffaloes (BubalusBubalis). Theriogenology, 81(2), 237-242.

Narva, K. M., Diaz, A. C., &Claveria, F. G. (2011).Comparative Morphometry Of FasciolaGigantica (Cobbold, 1855) And FasciolaHepatica (Linnaeus, 1758) Coexisting InPhilippine Carabao (Bubalus Bubalis). TheJournal Of Protozoology Research, 21(2),70-77.

Noble, G. A. (1955). Entamoeba Bubalus, N. Sp.,From Carabao. The Journal OfProtozoology, 2(1), 19-20.

Obsioma, A. R., Roxas, N. P., Lapitan, R. M.,&Momongan, V. G. (1994). Investigation OnCarabao (Bubalus Bubalis) ReproductionUsing Clinical And RadioimmunoassayTechniques (No. Iaea-Tecdoc—736).

Portugaliza, H. P., Balaso, I. M. C., Descallar, J.C. B., &Lañada, E. B. (2019). Prevalence,Risk Factors, And Spatial Distribution Of

Potensi Dan Kendala Pengembangan Kerbau (Bubbalus Bubalis)Dalam Masyarakat Bali | Anastasia Sischa Jati Utami

Page 71: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

220 Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian Vol 18 No. 3 Desember 2020

Fasciola In Carabao And Intermediate HostIn Baybay, Leyte, Philippines. VeterinaryParasitology: Regional Studies AndReports, 15, 100261.

Prakash, B. S., Sarkar, M., Paul, V., Mishra, D.P., Mishra, A., & Meyer, H. H. D. (2005).Postpartum Endocrinology And ProspectsFor Fertility Improvement In The LactatingRiverine Buffalo (Bubalus Bubalis) And Yak(PoephagusGrunniens L.). LivestockProduction Science, 98(1-2), 13-23.

Rusastra, I. W., &Kasryno, F. (2019). AnalisaEkonomi Usaha TernakKerbau di Indonesia.

Rai Yasa, (2015). Laporan Analisis KebijakanKerbau di Kabupaten Jmebrana, LaporanAkhir tahun

Sarabia, A. S., Roxas, N. P., Singh, M.,&Momongan, V. G. (1985). Blood PlasmaProgesterone Profiles During PregnancyAnd Parturition In Philippine Carabao Cows(Bubalus Bubalis Linn.). Philippine JournalOf Veterinary And Animal Sciences(Philippines).

Sarabia, A. S.; Escalada, R. F.; Momongan, V.G. Some Reproductive Parameters InFemale Tamaraw (Bubalus Mindorensis). Philippine Journal Of Veterinary Medicine(Philippines), 1998.

Page 72: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

221

POTENSI PENDAMPINGAN TEKNOLOGI SPESIFIK LOKASIDI KAWASAN PENGEMBANGAN KOPI ARABIKA

DI DESA TAMBAKAN KUBUTAMBAHAN BULELENG

I Ketut Kariada1 Desak Made Rai Puspa2, I Gusti Lanang Patra Adiwirawan3

dan Made Sukadana4

1) Peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali2,3,4) Penyuluh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali

Jl. By Pass Ngurah Rai, Denpasar BaliE-mail : [email protected]

Submitted date: 22 Oktober 2020 Approved date: 4 November 2020

ABSTRACT

Potential for Location Specific Technology Assistance in Arabic Coffee Development Areain Tambakan Kubutambahan Buleleng Village

Research on agricultural technology development at region is aimed to produce new technology inovationfor increasing efectivity and efficiency of farming activities, in order to get a better added value of agriculturalproducts. The inovation is one of the answer and solution of farmers problems in their farming. Many technologiesproduced by research institutions will have benefit to farmers if the technology is adopted by farmers. Type oftechnology required by farmers is technology suitable to local spesific areas where farmers cultivate theirfarming. In transfering technology to farmers, there are some steps needed for its impelemntation in the field.Research implementation at coffee areas development need to be supported by producing coffee seedling tocover the requirement of farmers land, and farmers need to process organic material available at location inorder to produce organic fertilizers. These will support the development of agricultural eco friendly. The innovationdeveloped will support and answer the problems faced by farmers currently at Tambakan village in developingtheir coffee plant.

Keywords : Coffee regional development, innovation technology development, disemination.

ABSTRAK

Kegiatan penelitian dan pengkajian teknologi pertanian partisipatif spesifik lokasi bertujuan untukmenghasilkan berbagai terobosan inovasi teknologi pertanian yang mampu memberikan nilai tambah kepadapara pengguna. Inovasi teknologi yang dihasilkan tersebut merupakan jawaban terhadap berbagai permasalahanyang dihadapi oleh para petani dalam mengelola sumberdaya pertaniannya. Berbagai inovasi teknologi pertanianyang dihasilkan oleh para pengkaji / peneliti akan berguna dan dimanfaatkan oleh para pengguna apabilainovasi tersebut sampai di tangan pengguna yaitu petani. Oleh karena itu proses penyebaran inovasi teknologipertanian hingga ke tingkat petani memerlukan suatu rangkaian tahapan-tahapan pelaksanaan. Tahapan tersebutakan melibatkan peran BPTP dan instansi terkait secara lintas sektoral. Dengan demikian akan terjadi interaksiantara penghasil inovasi, penyebar inovasi dan pengguna inovasi yaitu interaksi antara fasilitator, komunikatordan komunikan. Berbagai tantangan yang dihadapi dalam pendampingan kawasan pengembangan kopi didesa Tambakan antara lain potensi pengembangan teknologi teknologi pembuatan benih kopi bermutu sertapenanganan limbah organic yang dapat dijadikan pupuk organic.Pendampingan kawasan kopi ini berharapdapat menjawab tentang tantangan, peluang dan perumusan kebijakan pengembangan inovasi teknologi yangterkait dengan pengembangan kawasan kopi dan integrasinya.

Kata Kunci : Kawasan kopi, pengembangan inovasi teknologi, diseminasi.

Potensi Pendampingan Teknologi Spesifik Lokasi Di Kawasan Pengembangan Kopi ArabikaDi Desa Tambakan Kubutambahan Buleleng | I Ketut Kariada, dkk.

Page 73: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

222 Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian Vol 18 No. 3 Desember 2020

PENDAHULUAN

Sektor pertanian merupakan salah satusumber penghasil devisa selain juga sebagaipilar kehidupan sebahagian besar masyarakatkecil di perdesaan yang bergelut dengan usahatani. Secara kuantitatif sekitar 80 % masyarakatIndonesia menggantungkan kehidupannya padakegiatan ekonomi yang bukan padat modal. Daripersentase ini sekitar 56 % bekerja di sektor per-tanian dan sisanya di sektor lainnya (BadanAgribisnis, 1998). Dengan demikian, rangkaiankegiatan ekonomi masyarakat petani adalahupaya-upaya nyata pengembangan usaha taniyang berdimensi keunggulan komparatif dankompetititf di wilayah yaitu pengembangan komo-ditas-komoditas yang bernilai tambah tinggi.Salah satu komoditi unggulan yang bernilaikomparatif wilayah dan kompetitif adalah kopi.

Pada sisi inilah kehandalan teknologipertanian sangat dibutuhkan oleh para pelakudan pengguna teknologi yang merupakan tugaspokok instansi Badan Litbang Pertanian dalammeramu, merakit dan menghasilkan teknologi-teknologi tepat yang dibutuhkan oleh para pelakuagribisnis dan instansi teknis terkait lainnya.Dalam meramu / merakit teknologi-teknologipertanian yang mengakar di wilayah makakebersamaan partisipatif mutlak diperlukan agarteknologi yang dihasilkan para peneliti dapatsecara bersama-sama dipahami, dihayati dandilaksanakan oleh petani (Sudaryanto, T. dan E.Basuno. 2000). Dalam mendukung kebijakanpembangunan pertanian di daerah, BadanLitbang Pertanian terus mengembangkanberbagai program diseminasi hasil-hasil litkajiguna memacu adopsi dan penerapan inovasiteknologi dan inovasi kelembagaan usahatani.

Program Pendampingan Kopi di DesaTambakan, Kubu Tambahan Kabupaten Bulelengdilaksanakan tahun 2020, dimana dalamperencanaan dan implementasinya dibutuhkandata dan informasi yang akurat dan lengkapmeliputi data biofisik, sosial ekonomi dan budayamasyarakat, maupun preferensi petani danpemerintah setempat. Oleh karena itu, langkahawal yang harus dilakukan dalam mengum-pulkan data dan informasi, perlu melakukanidentifikasi wilayah dengan pendekatanpemahaman potensi masalah dan peluang.Identifikasi ini dimaksudkan untuk memahamipotensi masalah dan peluang yang dilakukan

secara partisipatif bersama petani mengenaimasalah pengembangan kopi dan upayaantisipasi yang dibutuhkan denganmemperhitungkan kendala dan masalah seluruhpotensi sumberdaya yang tersedia. Denganpemahaman masalah dan peluangini dapatdipahami apa masalah yang sebenarnyadihadapi petani kopi arabika di desa Tambakansehingga dapat dirancang teknologi yang siapdilaksanakan di lokasi.

METODOLOGI

Identifikasi potensi wilayah dilakukandengan cara menggali data dan informasi potensisuatu wilayah dengan pengambilan data yangdilakukan secara partisipatif. Salah satupendekatan yang umum digunakan adalahdengan metoda quick assessment atau RRA (rapidrural appraisal) dengan melakukan wawancaralangsung dengan petani di lokasi pendampingankopi agar dapat dipahami potensi, masalahdanpeluang yang ada di lokasi. Pendekatan inidilakukan untuk memahami secara partisipatifkondisi perdesaan dan masalah pembangunanserta upaya antisipasi yang dibutuhkan, denganmemperhitungkan kendala dan seluruh potensisumberdaya yang tersedia. Dalam menggaliinformasi, dilakukan dengan melibatkan anggotakelompok tani secara aktif.Pengumpulan datapada sasaran kelompok dilakukan melalui diskusikelompok dengan metode pertanyaan dua arah.Informasi yang diperoleh bermanfaat sebagaiacuan yang bisa dimanfaatkan dalammempertimbangkan kebutuhan dalammengembangkan dan mendiseminasikan inovasiteknologi.Data dan informasi yang dikumpulkanmeliputi aspek biofisik, sosial ekonomi,sumberdaya rumah tangga, kelembagaanpendukung, aksesibilitas, penguasaan danpenggunaan sumberdaya pertanian danidentifikasi teknologi. Selain beberapa datatersebut, informasi lainnya juga dikumpulkanantara lain keinginan petani terhadap suatuteknologi baru dalam mengatasi masalah yangada. Analisis data digunakan untuk melihat : (a)Potensi, masalah dan kendala yang dihadapipetani kopi untuk dapat mengembangkanusahataninya, (b) Persepsi petani terhadapproduktivitas sistem usahatani yang ada dankemungkinan pengembangannya

Page 74: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

223

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam melakukan kajian ini maka lokasiyang telah ditetapkan adalah desa Tambakan,kecamatan Kubu Tambahan, Buleleng padatahun 2020. Desa Tambakan termasuk FSZ(Farming System Zone) lahan kering datarantinggi beriklim basah (LKDTIB) dengan luasperkebunan rakyat 1.017,24 ha (Profil DesaTambakan, 2019) memerlukan inventarisasipotensi sumberdaya untuk menumbuh-kembangkan potensi biofisik, sosial ekonomi dankelembagaan melalui desain dan aplikasiteknologi lokal spesifik yang dibutuhkan.Berdasarkan hal tersebut, maka pada tahapawal, untuk mengetahui potensi pengembanganinovasi teknologi dilakukan metodologi yangbersifat “quick assessment” yaitu “RRA (RapidRural Appraisal”) dengan melakukan wawancaralangsung kepada petani-petani yang menanganibudidaya kopi dan tanaman campuran serta

ternak sapi maupun ternak lainnya seperti babi.Dari hasil analisis wawancara denganpendekatan RRA dengan mewawancarailangsung petani, maka diperoleh potensi danmasalah seperti pada Tabel 1.

Sementara dari analisis ekonomi dalamusaha tani petani secara umum dapat dilihatbahwa hasil dari tanaman jeruk keprok yangtertinggi diikuti oleh kopi dan komoditi lainnya(Tabel 2).

Dari data pada tabel 2 terlihat bahwatanaman jeruk keprok mampu memberikanranking tertinggi sebagai sumber pendapatanpetani (32%) diikuti oleh pendapatan dari kopi(25%) serta dari ternak babi, sayuran dan sapimasing-masing 16, 14.4 dan 12 persen. Hal inimenunjukkan bahwa terdapat potensimengembangkan luasan kopi yang terintegrasidengan komoditas-komoditas tersebut. Untuk ituterdapat potensi pengembangan teknologispesifik lokasi dalam kawasan pengembangan

Tabel 1. Peringkat masalah komoditas tanaman dan ternak di Desa Tambakan.

Komoditas Peringkat Masalah Identifikasi Kebutuhan Teknologi

Tanaman Produksi rendah Kurang dipupuk Perbaikan budidaya (perbenihan / peremajaan,Perkebunan HPT (ada karat daun) Limbah cair pemupukan organik, pemangkasan, dan pasca(kopi) olah basah Harga Cherry bagus tapi panen) Penanganan PHT Potensi mengolah limbah

kopi rajutan/asalan tidak laku dijual cair jadi pupuk cairMelakukan olah kopi basah danatau sangat murah kerjasama pemasaran Mengolah kopi rajutan dengan

proses yang baik agar memiliki aroma yang baik.Sapi dan babi Kandang dan Kesehatan Perbaikan kandang dengan model feedlot

(limbah) Limbah padat dan urin Perbaikan kesehatan dan nutrisi ternakPerbaikan sanitasi dengan mengolah limbah ternakuntuk pupuk organik

Tanaman buah Budidaya Pola Tanam Hama/ Perbaikan pemupukan dengan pupuk organik dalam(jeruk) dan PenyakitAir di MK menekan input kimiawiSayuran Melakukan diversifikasi / pergiliran tanamansecara umum Penanganan OPT terpadu

Pemanfaatan air hidram saat kemarau

Tabel 2. Hasil Analisis Ekonomi Komoditas utama di desa Tambakan, Kubutambahan, Buleleng / petani /bulan

Komoditi Jumlah (Rp) Kontribusi (%) Masalah utama

Jeruk (20 are/bulan) 2,000,000 32.00 Inputan kimiawi tinggiKopi arabika (1 ha/bulan) 1,600,000 25.60 Kebutuhan benih kopi bermutu, Limbah

cair olah kopi basahBabi (5 ekor) / bln 1,000,000 16.00 Limbah padat dan UrineSayuran (20 are/bln) 900,000 14.40 Pemanfaatan inputan kimiawiSapi 1 ekor(jantan/bln) 750,000 12.00 Limbah padat dan Urine

Total 6,250,000 100

Potensi Pendampingan Teknologi Spesifik Lokasi Di Kawasan Pengembangan Kopi ArabikaDi Desa Tambakan Kubutambahan Buleleng | I Ketut Kariada, dkk.

Page 75: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

224 Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian Vol 18 No. 3 Desember 2020

kopi arabika di desa Tambakan antara lainmendukung jeruk sebagai tanaman penaung tapiperlu memperkenalkan pertanian ramahlingkungan sebab dari masalah di ataspemanfaatan input-input kimiawi masih tinggi.

Berdasarkan Tabel 1 dan 2 di atas makadibutuhkan alternatif pemecahan melaluipengembangan teknologi spesifik lokasiterutama pada kopi diawali dengan introduksi danbimtek pengembangan perbenihan kopi untukpengutuhan populasi per hektar dengan jeruksebagai tanaman naungan. Sementarapenanganan limbah padat dan cair untuk pupukorganik baik dari ternak maupum limbah kopi olahbasah dapat mendukung berkembangnya kopiorganik. Demikian pula pada ternak masalahlimbah cairnya perlu diolah menjadi pupuk biourine.

Dalam pengelolaan integrasi tanaman kopidan ternak maka diversifikasinya dapatdigambarkan secara holistik. Sistem holistik yangditerapkan disini bermakna pada setiapsubkomponen akan mampu memberikan nilaimanfaat terhadap komponen lainnya (Petheram,1989). Dengan menerapkan konsep tersebutmaka akan terjadi komposisi yang mengarahpada penanganan secara zero waste danmengarahkan pembangunan pertanian lebihefisien dan berwawasan ramah lingkungan.Untuk mendukung hal tersebut maka telahdigambarkan konsep teoritis integrasi ternak dantanaman di desa Tambakan hingga pada aspekpeningkatan pendapatan secara holistik(Gambar 1).

Dalam upaya mencapai target yangdicanangkan tersebut, maka diperlukan langkah-langkah perbaikan pada setiap subsistem inovasipendukungnya mulai dari pembelajaranpembuatan input-input pertanian, teknik budidayayang benar, penanganan pasca panen sertapengembangan kelembagaan penunjang sepertipasar tani maupun kelembagaan permodalan.Sesuai dengan hasil RRA di atas makadiseminasi teknologi yang secepatnyadibutuhkan oleh kelompok tani yang didampingidi desa Tambakan adalah pengadaan benihunggul untuk pengutuhan populasi kopi, sertadukungan pengembangan pertanian ramahlingkungan melalui penanganan limbah untukpupuk kompos dan pupuk organik cair, sertaaplikasinya melalui kelembagaan kelompok yangmandiri.

Diseminasi Pengutuhan Kebun melaluiPengembangan Benih Kopi Arabika Bermutu

Pada tahap awal persiapan pengadaanbenih wajib memperoleh benih yang bersertifikatdari instansi yang berwenang. Dengan sertifikasidapat diketahui tingkat kemurnian varietas padasumber benih maupun benih sumber, sehinggacampuran varietas lain dapat ditekan bahkandihilangkan. Tujuan dilakukannya sertifikasibenih adalah untuk menghasilkan benih yangberkualitas dan konsisten dengan adaptasinya.Perbanyakan pada kopi arabika secara umumdilakukan dengan teknis perbanyakangenerative. Kelebihan kopi arabika adalah kopiini menyerbuk sendiri sehingga mampumenghasilkan pertumbuhan, mutu danproduktivitas yang seragam. Di Indonesia padasaat ini telah memiliki 5 varietas unggul dengankelebihannya. Kelima varietas tersebut adalahS795 tumbuh pada ketinggian >700 m dpl tingkatproduksi 1-1,5 ton/ha, varietas Sigarar Utangberkembang pada ketinggian >1000m dpldengan produktivitas 0,8-2.3 ton/ha, varietasGayo 1 dan Gayo 2 adaptasi pada ketinggian>1000 m dpl dengan produktivitas sekitar 0.9-1,2 ton/ha serta varietas Kopyol Bali berkembangpada ketinggian >900 m dpl dengan produktivitas2.2-2.5 ton/ha.

Menurut Kariada, et. al. (2017, 2018)varietas kopi Lini S 795 dan Kopyol telahberkembang baik dan akhir-akhir ini varietaskopyol terus berkembang dengan cepat dikawasan pengembangan kopi arabika di daerahSukasada, Petang dan Kintamani. Varietaskopyol memiliki kelebihan yaitu biji yang lebihbesar, produksi tinggi dan diduga lebih tahankarat daun, nematode dan PBKO. Untukmenghasilkan benih berkualitas maka diperlukansyarat-syarat yaitu harus memiliki viabilitas tinggi,daya kecambah tinggi, serta tahan hama danpenyakit. Untuk menghasilkan benih bermutumaka kretirea penting adalah pada mutu genetisyaitu asal benih harus dari kebun benih sumberbersertifikat dan kemurnia benih yang 100persen. Sementara kretirea mutu fisiologis makadaya kecambah benih minimal 80 persen, padamutu fisik maka kisaran kadar air harus 35-45persen, kemurnian fisik biji >80 persen dan bebasdari hama dan penyakit. Dalam pelaksanaankegiatan perbenihan kopi maka telah dilakukanpersiapan-persiapan dari tahap awal penetapan

Page 76: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

225

Gambar 1. Diversifikasi masing-masing komponen dalam sistem integrasi ternak tanaman dalam kegiatanPertanian terintegrasi (sumber : BPTP Bali, 2008)

Potensi Pendampingan Teknologi Spesifik Lokasi Di Kawasan Pengembangan Kopi ArabikaDi Desa Tambakan Kubutambahan Buleleng | I Ketut Kariada, dkk.

Dio

lah

Le

bah

Ma

du

WIS

ATA

AG

RO

PA

SA

R TA

NI

Page 77: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

226 Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian Vol 18 No. 3 Desember 2020

lokasi sampai benih tumbuh siap pindah. Secaradetail langkah-langkah yang dilakukan adalahsebagai berikut :

Pembuatan bedengan maka disiapkan hal-halberikut :

• Lokasi memenuhi syarat datar atau dibuatteras-teras sehingga tetap datar dengandrainase yang baik, dan mudah di awasi.

• lebar bedeng 80-120 cm (utara-selatan),atau timur barat sesuai bentuk lahan danpanjangnya disesuaikan diberi naunganparanet tinggi sebelah barat 125 cm dansebelah timur 180 cm.

• Tanah dicangkul ± 30 cm , diisi tanah yg sdhdisaring dan pasir halus ± 20 cm

• Bedengan ditinggikan 20 cm, diberi penahan(disini digunakan bambu) agar tidak mudahlongsor

Pendederan benih / Penyemaian

Pada saat persiapan rumah bibit makadilakukan juga perendaman benih kopi denganair bersih selama 24-48 jam agar benih siapbertunas. Kemudian dilakukan pendederan benihsampai benih tumbh menjadi pasukan tentara.Dalam pendederan benih maka di atas di taburidengan penutup potongan jerami atau alang-alang atau daun pisang agar tidak kena sinar

matahari langsung ataupun hantaman curahhujan.

Penanaman benih tumbuh

Pada saat pembuatan bedengan, makadisiapkan pula plastic hitam perak mengingatsaat pesemaian benih curah hujan sangat tinggisehingga dengan demikian benih yang sudahtumbuh dapat selamat dari hantaman hujan sertagulma tidak tumbuh cepat. Jarak tanam benihtumbuh di atur sedemikian rupa 2 cm x 5 cmsehingga tanaman dapat berkembang denganbaik. Dalam lahan telah dilakukan pemupukanorganic / kompos dimana fermentornyamenggunakan mikroba MOL. Dalam kegiatanperbenihan model yang di terapkan bolehdengan sistim tanam langsung (benih cabut)maupun menggunakan polybag. Tujuannyauntuk menjaga akar dalam tetap terjada denganbaik. Bila dengan polybag maka tanam benihsebaiknya dilakukan lebih muda agar akar dalam/akar pancar tetap lurus.

Pemeliharaan

Dalam pemeliharaan benih maka selaludijaga agar benih dapat berkembang denganbaik yaitu tingkat kelembaban, penyiraman danpemupukan. Dalam pelaksanaannya membu-tuhkan pemberian pupuk yang baik yaitu pupukorganic kompos dan pupuk cair.

Gambar 2. Pertumbuhan benih kopi dalam pesemaian di rumah benih.

Page 78: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

227

Inovasi Teknologi Olah Limbah Organik

Pengembangan Teknologi Tepat Guna (TTG)Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan

Kegiatan dalam TTG ini juga merupakanoptimalisasi pemanfaatan potensi lokal denganpenerapan teknologi ramah lingkungan yangberkelanjutan dengan basis keterpaduan(misalnya ternak dan tanaman) dalammendukung pengembangan pedesaan sertasistim usahatani intensifikasi dan diversifikasiuntuk meningkatkan nilai tambah danpendapatan petani. Dalam konsep pertanianterintegrasi terdapat beberapa aspek pentingdalam pelaksanaan integrasi tersebut yaitu : (a)meningkatkan produktivitas pada aspekpeternakan, (b) meningkatkan produktivitas padaaspek tanaman, (c) meningkatkan efisiensiinputan / saprodi, (d) meningkatkan daya dukungtanah dan air, (e) serta meningkatkan kapasitaspetani agar mampu mandiri dalam pengelolaankomoditinya yang menyangkut aspek “upstreamdan downstream agribusiness”. Konsepperpaduan tersebut tergambar dalam Gambarberikut :

Diseminasi Teknologi Penanganan Limbah(limbah cair kopi

Menurut Kariada, et. al. (2018, 2019) limbahcair dari proses pengolahan kopi basah pertanianvolumenya sangat berlimpah dan selama inimenjadi momok menakutkan bagi petani dikawasan pengembangan kopi. Limbah cair inimerusak lingkungan, dalam waktu semiggusetelah olah basah memberikan bau yang tidaksehat, apabila tanaman kopi terkena limbah inimaka dalam dua minggu tanaman kopi mati. Nilaiekonomi dari limbah cair ini tidak ada karena tidakdapat langsung dimanfaatkan. Secara alamiahproses pendegradasian limbah cair ini di tanahmembutuhkan waktu yang lama, yaitu sekitar 4-6 bulan baru lahan bisa ditanami lagi. Kelemahanpada pertanian intensif skala kecil adalahmembutuhkan selang waktu yang sangat pendeklahan dapat ditanami lagi dan membutuhkanpupuk yang optimal. Oleh karena itu usahaperbaikan lahan sering tidak dapat dilakukan olehpetani dalam mengejar jadwal tanam. Apabila kitalihat kelemahan limbah cair lainnya misalnyaurine sapi di tingkat petani tidak mampudigunakan sebagai bahan baku untuk proses

Gambar 3. Bagan Teknologi Tepat Guna dalam konsep pertanian terintegrasi

Potensi Pendampingan Teknologi Spesifik Lokasi Di Kawasan Pengembangan Kopi ArabikaDi Desa Tambakan Kubutambahan Buleleng | I Ketut Kariada, dkk.

Page 79: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

228 Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian Vol 18 No. 3 Desember 2020

massal pupuk cair karena keterbatasanpemilikan sapi serta konsentrasi koloni mikrobayang dikandung lebih rendah dari bahan bakulimbah cair pengolahan kopi basah. Limbah cairpengolahan kopi basah dalam waktu pendekdapat diolah menjadi jutaan liter pupuk organikcair secara massal yang bernilai industri yangmenguntungkan.

Dalam proses awal pengolahan limbahmenjadi pupuk organic cair maka dibutuhkanproses pembuatan media tumbuh mikroba.Bahan-bahan yang dibutuhkan sebagai sumberfermentor yang disebut dengan MOL atau IMO(indigenous micro organism, Cho, 2004)diisolasi dari bahan-bahan kulit kopi 1 kg, gulamerah 1 kg, buah pepaya yang sangat matang1 kg, daun bambu yang sudah berjamur satu ikat,dedak 0.25 kg, air cucian beras 15 liter, dan airkelapa tua 2 liter. Selanjutnya bahan-bahantersebut dihancurkan dan ditampung untukmenghasilkan larutan media tumbuh mikroba.

Media diperam selama 14 hari apabilamenghasilkan bau beraroma bagus maka mediaini berhasil dan sebaliknya bila bau busuk berartigagal dan dapat dibuat baru lagi. Setelah mikrobaberhasil dibiakkan maka media larutan inidigunakan untuk memfermentasi limbah cair olahkopi basah. Pada saat fermentasi mediadiaktifkan kembali dengan memberikan gulamerah 100 gram per liter diencerkan 10 kali dandiaduk agar merata, didiamkan selama 1-2 jam.Setelah itu larutan media digunakan untukmemfermentasi limbah kopi. Volume untukmemfermentasi limbah adalah minimal 1 literMOL untuk 1000 liter limbah. Selanjutnya setelahlimbah diaduk agar mikroba merata maka tempatmedia ditutup rapat dengan terpal dan diperamselama 14 hari.

Sementara proses olah kopi basah yangmenghasilkan limbah sangat besar sepertiberikut :

Dalam proses pencucian ini membutuhkanair yang cukup besar dimana untuk satu literpencucian kopi setelah difermentasi naturalmembutuhkan 3 liter air. Berarti dalam kapasitasolah 200 ton setelah di pulper akan menghasilkanlimbah sekitar 360 ton limbah cair. Dalam prosessertifikasi produk kopi organic maka limbah inimenjadi temuan mayor, yang akhirnya dapatmempengaruhi pasar. Untuk menanganimasalah ini maka diintroduksikan teknologi olahlimbah (Gambar 4).

Seperti dalam gambar 4 terlihat bahwadilakukan fermentasi limbah cair denganmenggunakan fermentor MOL untuk mengha-

silkan pupuk organic cair. Fermentasi dilakukanselama 2 minggu, setelah itu pupuk cair darilimbah kopi telah dihasilkan. Untuk mengetahuikandungan dari pupuk cair ini, saat telahdilakukan analisis mikrobiologi yang dilakukandi lab Mikro Biologi Universitas Udayana sepertiTabel 3.

Data pada tabel 3 menunjukkan bahwalimbah cair olahan kopi mengandung mikrobapembenah tanah yang mampu mendegradasikanbahan-bahan organic dalam tanah menjaditerurai seperti Aspergillus niger, Bascillus sp.,Rhizobium sp., Streptomyces (pendegradasijaringan bahan organik), peril is phospor

Page 80: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

229

(Pseudomonas Sp.) agar mampu tersedia didalam tanah. Kariada, et. al. (2016) juga telahmelakukan analisis mikrobiologi dan kimia padalarutan limbah cair olah kopi basah dari dusun

Petung Bangli dan diperoleh hasil yangmenunjukkan bahwa hasil fermentasimengandung agent mikroba pembenah tanahdan unsur makro mikro yang mendukungkesuburan tanah seperti Tabel 4.

Data Tabel 4 menunjukkan bahwa limbahcair olah limbah mengandung beberapa unsurhara yang sangat dibutuhkan oleh tanaman.Unsur P, K, Mg dan Na tinggi menunjukkanbahwa unsur makro utama yang dibutuhkantanaman dapat tersedia serta terdapat pula traceelement yaitu unsur mikro yang sangatdibutuhkan tanaman. Dengan demikian makalimbah cair yang selama ini mengganggu sebagailimbah yang merusak lingkungan ternyatamerupakan pupuk organik cair yang baik bagitanaman.

Teknologi Bio Urine Untuk MendukungPengembangan Kopi Organik

Penurunan efisiensi pemupukan berkaitanerat dengan faktor tanah dimana telah terjadikemunduran kesehatan tanah baik secara kimia,fisika maupun biologi tanah. Salah satupenyebab dari tanah yang sakit adalahrendahnya kadar bahan organik tanah, sehinggakadar bahan organik tanah merupakan kunciutama kesehatan tanah baik fisik, kimia maupunbiologinya.. Melalui proses degradasi danfermentasi maka urine sapi telah dapatditingkatkan kualitasnya menjadi pupuk cair yangdisebut bio urine. Dalam proses pembuatannyapertama dilakukan penampungan urine sapi laluditambahkan MOL dengan dosis 1 liter MOL per1 m3 urine sapi. Selanjutnya proses fermentasiakan terjadi dimana dalam kurun 3 hari setelahurine terdegradasi kemudian bisa diputar atau

Gambar 4. Proses olah limbah cair kopi menjadi pupuk organik cair (Kariada et. al., 2016)

Tabel 3. Kandungan mikro organisme yang terdapatdalam pupuk cair hasil fermentasi limbah cairdari olah basah kopi

Parameter Hasil (CFU)

Aspergillus niger 4x104

Bascillus subtilis 6x104Rhizobium sp. 8x104Streptomyces sp. 18x104Pseudomonas fluorescen 15x104E. coli 0 (ttd)Trichoderma sp. 0 (ttd)

Sumber : Lab Mikro Biologi, Univ Udayana, 2016. Cfu= coloni form unit. Ttd = tidakterdeteksi.

Tabel 4. Hasil analisis lab analitik dari fermentasilimbah cair olahan kopi basah

Parameter Satuan Hasil

N Mg/l 0.0311P Mg/l 20.930K Mg/l 304Mg Mg/l 3.45Ca Mg/l TtdC – organic Mg/l 0,141Na Mg/l 64,8Zn Mg/l TtdCu Mg/l 0.105Fe Mg/l 0.533Co Mg/l 0.0131

Sumber : UPT lab analitik, Universitas Udayana,2016. Ttd =tidak terdeteksi.

Potensi Pendampingan Teknologi Spesifik Lokasi Di Kawasan Pengembangan Kopi ArabikaDi Desa Tambakan Kubutambahan Buleleng | I Ketut Kariada, dkk.

Page 81: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

230 Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian Vol 18 No. 3 Desember 2020

diaduk (bisa berupa tangga ataupun alat lainyang dapat mengalirkan urine agar mikrobapenambat N bebas dapat menangkap N bebas).Berikut adalah instalasi bio urine yang dibuatdengan model di tingkat petani.

Teknologi Pembuatan Kompos UntukMendukung Pengembangan Kopi Organik

Dalam proses pengomposan limbah padatsapi, proses yang dilakukan adalah denganmengumpulkan limbah teletong sapi selanjutnyadiberikan larutan MOL yang diencerkan 10 kalidengan setiap penumpukan limbah padat 5 - 10cm dilakukan penyiraman dengan larutan MOLsampai dengan volume yang diinginkan.Selanjutnya dilakukan penutupan dengan terpalagar proses degradasi pengomposan terjadiselama 3 minggu. Apabila kondisi kompos telah

dingin dan telah berwarna coklat kehitaman,tekstur remah, maka kompos sudah terbentukdan siap digunakan untuk memupuk tanaman.Proses pembuatannya disajikan dalamgambar 5.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam upaya melakukan pendampingankawasan pengembangan kopi maka dibutuhkanlangkah-langkah awal untuk memahamipermasalahan utama yang dihadapi para petani.Diseminasi teknologi yang dibutuhkan dalampendampingan kawasan kopi di desa Tambakanmembutuhkan inovasi pembuatan benih bermutudalam rangka mengutuhkan populasi tanamankopi per hektar yang selama ini belum terpenuhi.Inovasi ini dapat diberikan kepada kelompok

Gambar 4. Proses fermentasi urine sapi untuk pembuatan bio urine.

Gambar 5. Proses fermentasi limbah padat sapi untuk pembuatan kompos

Page 82: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

231

melalui bimtek pembuatan benih unggul.Sementara masalah lainnya adalah pentingnyapengolahan limbah yang dapat dijadikan pupukorganik mendukung pengembangan pertanianramah lingkungan dalam integrasi kopi dengankomoditas lainnya. Berdasarkan pemahaman itu,maka pelaksanaan diseminasi dapat dilakukansesuai dengan potensi dan permasalahansumberdaya yang dimiliki. Aplikasi teknis dilapangan dilakukan dengan memdiseminasikanpaket-paket teknologi tepat guna (TTG) tersebutdi atas yang memberi nuansa peningkatanefisiensi. Disinilah makna dan peran TTG yangmenjadi dasar perencanaan kegiatan diseminasidalam sistem holistik

DAFTAR PUSTAKA

Ato Suprapto, 1994. Konsep PengembanganAgribisnis. Badan Agribisnis, DepartemenPertanian.

Badan Agribisnis, 1997. Master Plan BadanAgribisnis. Dep. Pertanian.

BPTP Bali. 2008. Rancang Bangun Pertanianterintegrasi. Laporan Akhir Prima TaniGianyar.

Cho, KewHan. 2004. Indigenous Micro Organism(IMO). Technical Guideline for DevelopingNatural Farming. Korea.

Kariada, I.K., I.B. Aribawa, I.M. Sukadana, PutuSweken dan M.A. Widyaningsih, 2015. Lapakhir Pendampingan Kawasan PerkebunanKopi. Bangli. BPTP Bali.

Kariada, I.K., I.B. Aribawa, dan M.A.Widyaningsih, 2017. Lap akhirPengembangan Perbenihan Kopi di DesaWanagiri Sukasada Buleleng. BPTP Bali.

Kariada, I.K., I.B. Aribawa, dan M.A.Widyaningsih, 2018. Lap akhirPengembangan Perbenihan Kopi di DesaWanagiri Sukasada Buleleng. BPTP Bali.

Kariada, I.K., I.B. Aribawa, I.M. Sukadana, danM.A. Widyaningsih, 2019. Lap akhirPendampingan Kawasan Perkebunan Kopi.Bangli. BPTP Bali.

Lab Mikro Biologi, Univ Udayana, 2016. Hasilanalisis Sample Limbah Cair Kopi SukasadaBuleleng. Universitas Udayana, Bali.

Dep. Pertanian. Diseminasi Teknologi Pertanian.BadanLitbang Pertanian.

Petheram, John., 1989. Farming SystemResearch Development. Lecture Material forPost Graduate Student. James CookUniversity of North Queensland. Townsville,Australia.

Oka, I.M., 2000. Panduan PenyelenggaraanLITKAJI dan Diseminasi TeknologiPertanian. BadanLitbang

Sudaryanto, T. dan E. Basuno. 2000. Peranteknologi pertanian partisipatif dalammeningkatkan diversifikasi produksi panganspesifik lokasi. Seminar nasional IP2TPDenpasar Bali.

Zuhal. 2006. Investasi Teknologi dalam Pemba-ngunan Bangsa. Suara Pembaharuan.

Potensi Pendampingan Teknologi Spesifik Lokasi Di Kawasan Pengembangan Kopi ArabikaDi Desa Tambakan Kubutambahan Buleleng | I Ketut Kariada, dkk.

Page 83: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

PEDOMAN BAGI PENULIS

BULETIN TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN

1. Buletin Teknologi Pertanian memuat naskah ilmiah/semi ilmiah dalam bidang pertanian dalam arti luas.Naskah dapat berupa : hasil penelitian, pengkajian,artikel ulas balik (review). Naskah harus asli (belumpernah dipublikasikan) dan ditulis menggunakanbahasa indonesia.

2. Naskah diketik dengan kertas berukuran A4. Naskahdiketik dengan 1,15 menggunakan program olahkata MS Word, huruf Arial ukuran huruf 10.

3. Tata cara penulisan naskah hasil penelitianhendaknya disusun menurut urutan sebagai berikut: judul, identitas penulis, abstrak, abtract (bahasaInggris), pendahuluan, materi dan metode, hasil danpembahasan, kesimpulan dan saran, ucapan terimakasih, dan daftar pustaka. Gambar dan tableditempatkan pada akhir naskah, masing-masingpada lembar berbeda. Upayakan dicetak hitam\putih1,15 spasi, dan keseluruhan naskah tidak lebih dari10 halaman.3.1 Judul : Singkat dan jelas (tidak lebih dari 14

kata), ditulis dengan huruf besar.3.2 Identitas penulis : Nama ditulis lengkap (tidak

disingkat) tanpa gelar. bila penulis lebih dariseorang, dengan alamat instansi yangberbeda, maka dibelakang setiap nama diberiindeks angka (superscript). Alamat penulisditulis di bawah nama penulis, mencakuplaboratorium, lembaga, dan alamat indeksdengan nomor telpon/faksimili dan e-mail.Indeks tambahan diberikan pada penulis yangdapat diajak berkorespondensi (correspondingauthor).

3.3 Abstrak : Ditulis dalam bahasa indonesia danbahasa Inggris. Abstrak dilengkapi kata kunci(key words) yang diurut berdasarkankepentingannya. Abstrak memuat ringkasannaskah, mencakup seluruh tulisan tanpamencoba merinci setiap bagiannya. Hindarimenggunakan singkatan. Panjang abstrakmaksimal 250 kata.

3.4 Pendahuluan : Memuat tentang ruang lingkup,latar belakang tujuan dan manfaat penelitian.Bagian ini hendaknya membeikan latarbelakang agar pembaca memahami danmenilai hasil penelitian tanpa membacalaporan-laporan sebelumnya yang berkaitandengan topik. Manfaatkanlah pustaka yangdapat mendukung pembahasan.

3.5 Metode Penelitian : Hendaknya diuraikansecara rinci dan jelas mengenai bahan yangdigunakan dan cara kerja yang dilaksanakan,termasuk metode statiska. Cara kerja yangdisampaikan hendaknya memuat informasiyang memadai sehingga memungkinkanpenelitian tersebut dapat diulang denganberhasil.

3.6 Hasil dan Pembahasan : Disajikan secarabersama dan pembahasan dengan jelas hasil-hasil penelitian. Hasil penelitian dpat disajikandalam bentuk penggunaan grafik jika haltersebut dapat dijelaskan dalam naskah. Bataspemakain foto, sajikan foto yang jelasmenggambarkan hasil yang diperoleh. Gambardan table harus diberi nomor dan dikutip dalamnaskah. Foto dapat dikirim dengan ukuran 4 R.Biaya pemuatan foto bewarna akan dibebanike penulis. Grafik hasil pengolahan data dikirimdalam file yang terpisah naskah ilmiah dandisertai nama program dan data dasar

penyusunan grafik. Pembahasan yangdisajikan hendaknya memuat tafsir atas hasilyang diperoleh dan bahasan yang berkaitandengan laporan-laporan sebelumnya. Hindarimengulang pernyataan yang telahdisampaikan pada metode, hasil dan informasilain yang telah disajikan pada pendahuluan.

3.7 Kesimpulan dan Saran : Disajikan secaraterpisah dari hasil dan pembahasan.

3.8 Ucapan Terima Kasih : Dapat disajikan biladipandang perlu. Ditujukan kepada yangmendanai penelitian dan untuk memberikanpenghargaaan kepada lembaga mau punperseorangan yang telah membantu penelitianatau proses penulisan ilmiah.

3.9 Daftar Pustaka : disusun secara alfabetismenurut nama dan tahun terbit. Singkatanmajalah/jurnal berdasarkan tata cara yangdipakai oleh masing-masing jurnal.

Contoh penulisan daftar pustaka :

Jurnal/Majalah :Suharno. 2006. Kajian pertumbuhan dan produksi 8

varietas kedelai (Glysine max L) di lahan sawahtadah hujan. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian. 2 (1) hlm.66 - 72

Buku :Houghton J. 1994. Global Warming. Lion Publishing plc,

Oxford, England.

Bab dalam buku :Carter, J.G., 1980. Environmental and biological controls

of bivalve shell mineralogy and microstructure. In:Rhoads, D.C. and Lutz, R.A. (Eds), Skeletal growthof aquatic organism. Plenum Press, New York andLondon: 93-134.

AbstrakWilcox GE, Chadwick BJ, Kertayadnya G. 1994.

Jembrana disease virus: a new bovine lentivirusproducing an acute severe clinical disease ini Bosjavanicus cattle. Abstrak 3rd Internastional Congresson Veterinary Virology, Switserland Sept. 4-7.

Prosiding KonferensiHerawati T., Suwalan S., Haryono dan Wahyuni, 2000.

Perananan wanita dalam usaha tani keluarga dilahan rawa pasang surut, Prosiding SeminarNasional Penelitian dan Pengembangan di LahanRawa. Cipayung, 25 – 27 Juli 2000, hlm 247 – 258.Puslitbangtan.

Tesis/DisertasiStone, I.G., 1963. A morphogenetic study of study stages

in the life-cycle of some Vitorian cryptograms. Ph.DThesis, Univ. of Melbourne.

Informasi di Internet:Badan Pusat Statistik. 2010. The results of population

census in 2010: The aggregate data per province.Jakarta, Agustus. http://www.bps. go.id/download_file/SP2010_agregat_data_ perProvinsi.pdf(Diakses: 29/8/2010).

4. Naskah dari artikel ulas balik (review), dan laporankasus sesuai dengan aturan yang lazim.

5. Pengiriman naskah buletin dapat diserahkankepada redaksi di Balai Pengkajian TeknologiPertanian (BPTP) Bali berupa hardfile dan softfile.

Page 84: Desember - bali.litbang.pertanian.go.id

3Desember