UPAYA MENINGKATKAN MINAT BELAJAR FISIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TGT SISWA KELAS IX SMP NEGERI 53 PALEMBANG 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha untuk mengembangkan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) melalui kegiatan pembelajaran. Kegiatan tersebut diselenggarakan pada semua jenjang pendidikan sekolah dasar sembilan tahun, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pengajaran sebagai aktivitas operasional pendidikan dilaksanakan oleh tenaga pendidik dalam hal ini guru. Guru sebagai tenaga pendidik mempunyai tujuan utama dalam kegiatan pembelajaran di sekolah yaitu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, dapat menarik minat dan antusias siswa serta dapat memotivasi siswa untuk senantiasa belajar dengan baik dan semangat, sebab dengan suasana belajar yang menyenangkan akan berdampak positif dalam pencapaian prestasi belajar yang optimal. Prestasi belajar siswa merupakan suatu indikasi dari perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa setelah mengalami proses belajar-mengajar. Dari prestasi inilah dapat dilihat keberhasilan siswa dalam memahami suatu materi pelajaran. Fisika sebagai suatu mata pelajaran di sekolah dinilai cukup memegang peranan penting, baik pola pikirnya dalam membentuk siswa menjadi berkualitas maupun terapannya dalam kehidupan sehari-hari, karena Fisika merupakan suatu sarana berpikir untuk mengkaji sesuatu secara logis dan sistematis.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
UPAYA MENINGKATKAN MINAT BELAJAR FISIKA MELALUI MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TGT SISWA KELAS IX SMP NEGERI 53
PALEMBANG
1. Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha untuk mengembangkan potensi Sumber Daya Manusia (SDM)
melalui kegiatan pembelajaran. Kegiatan tersebut diselenggarakan pada semua jenjang
pendidikan sekolah dasar sembilan tahun, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Pengajaran sebagai aktivitas operasional pendidikan dilaksanakan oleh tenaga pendidik
dalam hal ini guru.
Guru sebagai tenaga pendidik mempunyai tujuan utama dalam kegiatan pembelajaran
di sekolah yaitu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, dapat menarik minat dan
antusias siswa serta dapat memotivasi siswa untuk senantiasa belajar dengan baik dan
semangat, sebab dengan suasana belajar yang menyenangkan akan berdampak positif dalam
pencapaian prestasi belajar yang optimal. Prestasi belajar siswa merupakan suatu indikasi dari
perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa setelah mengalami proses belajar-
mengajar. Dari prestasi inilah dapat dilihat keberhasilan siswa dalam memahami suatu materi
pelajaran.
Fisika sebagai suatu mata pelajaran di sekolah dinilai cukup memegang peranan
penting, baik pola pikirnya dalam membentuk siswa menjadi berkualitas maupun terapannya
dalam kehidupan sehari-hari, karena Fisika merupakan suatu sarana berpikir untuk mengkaji
sesuatu secara logis dan sistematis. Oleh sebab itu dianggap penting agar Fisika dapat
dikuasai sedini mungkin oleh para siswa.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kurang berhasilnya peneliti (guru) mengajar dalam
pembelajaran bersetting kelompok. Pada pembelajaran bersetting kelompok konvensional-
tradisional, yang dialami oleh peneliti justru dapat merusak minat dan motivasi siswa. Siswa
pandai cenderung mendominasi kelompok belajarnya karena tidak mempercayai teman
sekelompoknya. Mereka dapat pula bersikap sebaliknya, cuek dan malas sebagai akibat
merasa dirugikan oleh pembelajaran bersetting kelompok karena mereka akan bekerja keras
untuk kelompoknya sedang siswa yang kurang pandai akan ikut memperoleh hasil kerja
kerasnya. Jika dilihat dari siswa yang kurang pandai, mereka cenderung menjadi
terpinggirkan, rendah diri, dan pasif, karena seringkali pendapat-pendapat mereka tidak
diakomodir oleh siswa-siswa yang lebih pandai. Untuk mengatasi masalah ini peneliti
mencoba menggunakan model pembelajaran kooperatif model TGT (Teams Games
Tournaments) dengan sistem penilaian mengacu pada kinerja kelompok dan kinerja individu
dalam kontribusinya terhadap kinerja kelompok serta dianggap peneliti dapat memotivasi
siswa untuk berperan aktif dan juga menyenangkan dalam proses belajar-mengajar. Karena
pada model ini siswa menempati posisi sangat dominan dalam proses pembelajaran dimana
semua siswa dalam setiap kelompok diharuskan untuk berusaha memahami dan menguasai
materi yang sedang diajarkan dan selalu aktif ketika kerja kelompok sehingga saat ditunjuk
untuk mempresentasikan jawabannya, mereka dapat menyumbangkan skor bagi
kelompoknya.
2. Rumusan Masalah
2.1 Bagaimana realisasi pembelajaran TGT jika diterapkan pada pelajaran Fisika
siswa kelas IX SMP N 53 Palembang ?
2.2 Bagaimana suasana (dari aspek siswa, guru dan kelas) yang menyertai proses
belajar mengajar pembelajaran TGT pada pelajaran Fisika siswa kelas IX SMP N 53
Palembang ?
2.3 Bagaimana hasil belajar, umpan balik dan hasil evaluasi proses belajar
pembelajaran TGT pada pelajaran Fisika siswa kelas IX SMP N 53 Palembang ?
2.4 Sejauh mana pembelajaran tutorial TGT dapat meningkatkan motivasi belajar
mahasiswa ?
3. Tujuan Penelitian
2.1 Mengetahui realisasi pembelajaran TGT jika diterapkan pada pelajaran Fisika
siswa kelas IX SMP N 53 Palembang.
2.2 Mengetahui suasana (dari aspek siswa, guru dan kelas) yang menyertai proses
belajar mengajar pembelajaran TGT pada pelajaran Fisika siswa kelas IX SMP N 53
Palembang.
2.3 Mengetahui hasil belajar, umpan balik dan hasil evaluasi proses belajar
pembelajaran TGT pada pelajaran Fisika siswa kelas IX SMP N 53 Palembang.
2.4 Mengetahui Sejauh mana pembelajaran tutorial TGT dapat meningkatkan
motivasi belajar siswa.
4. Manfaat Penelitian
Bagi guru :
Diharapkan melalui hasil penelitian ini guru akan mengetahui model
pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam pembelajaran.
Selain itu guru dapat memperbaiki dan meningkatkan kinerja dan profesionalnya
sebagai guru.
Bagi siswa :
Diharapkan dengan selalu aktif siswa mengikuti pembelajaran Fisika akan
berdampak pada meningkatnya prestasi belajar siswa Fisikanya.
Melatih berpikir bagi siswa.
Menumbuhkan rasa percaya diri bagi siswa.
Memberikan pengalaman belajar Fisika yang bermakna dan diharapkan dapat
memperbaiki pemahaman konsep siswa.
Bagi sekolah :
Sebagai masukan dalam rangka memperbaiki kegiatan pembelajaran dan
prestasi belajar Fisika di sekolah.
Bagi peneliti lain :
Agar memiliki pengetahuan yang luas tentang model pembelajaran dan
memiliki keterampilan untuk menerapkannya khususnya dalam pembelajaran
Fisika.
5. Tinjauan Pustaka
5.1 Pengertian Belajar dan Mengajar
Belajar berasal dari kata dasar ajar yang berarti berusaha supaya beroleh ke
pandaian atau ilmu pengetahuan dengan melatih diri (poerwadarmita 1960:22).
Bruner mengatakan bahwa proses belajar terdiri dari tiga episode yaitu :
Informasi
merupakan proses penjelasan, penguraian, atau pengarahan menggenai
prinsip-prinsip struktur pengetahuan, keterampilan dan sikap.
Transformasi
merupakan suatu proses peralihan atau perpindahan prinsip diatas kedalam
anak.
Evaluasi
merupakan taraf pengukur sampai sejauh manakah pengetahuan
keterampilan dan sikap itu dapat ditransformasikan atau dimanfaatkan bagi
para peserta didik sebagai subjek didik.
Belajar adalah proses perubahan perilaku yang relatif tetap sebagai hasil dari
pengalaman, bersifat internal dan unik.
Pembelajaran adalah upaya penataan lingkungan (fisik, sosial, cultural,
psikologis) yang memberi suasana bagi tumbuh dan berkembangnya proses belajar,
bersifat eksternal dan rekayasa.
Belajar karena proses pembelajaran lebih terarah dan terkendali dari pada
belajar karena pengalaman semata-mata. Keterarahan dan keterkendalian menuntut
proses pembelajaran untuk menghadirkan pembelajar (instructor) atau guru, atau
bahan belajar tercetak seperti modul, terekam seperti video/audio, dan tersiar seperti
program radio/TV yang bersifat membelajarkan sendiri(self instructional) yaitu
memungkinkan seseorang dapat belajar mandiri tanpa terlalu banyak mengantungkan
diri pada orang lain.
Proses belajar-mengajar mempunyai makna dan pengertian yang lebih luas
daripada pengertian mengajar. Dalam proses belajar-mengajar tersirat adanya satu
kesatuan kegiatan yang tak terpisahkan antara siswa yang belajar dan guru yang
mengajar.
Usman (2000:5) menyatakan proses merupakan interaksi semua komponen
atau unsur yang terdapat dalam belajar-mengajar yang satu sama lainnya saling
berhubungan (interdependent) dalam ikatan untuk mencapai tujuan. Proses belajar-
mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan
siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk
mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa
itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar.
Istilah ”belajar” dan ”mengajar” adalah dua peristiwa yang berbeda akan tetapi
diantara keduanya terdapat hubungan yang sangat erat. Bahkan antara keduanya
terjadi kaitan dan interaksi, saling mempengaruhi dan saling menunjang satu sama
lain dalam keberhasilan proses belajar-mengajar.
Slameto (1995:2) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Sejalan dengan hal itu, menurut W.H Eurton dalam Usman (1993:4)
belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat
adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya
sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya.
Hamalik (2001:30) mengemukakan bahwa bukti dari seseorang yang telah
belajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku dalam aspek-aspek tertentu seperti
pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan
sosial, jasmani, etis atau budi pekerti dan sikap. Dari beberapa pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku akibat dari pengalaman dan
latihan yang dapat terjadi melalui interaksi antara individu dengan lingkungannya
yang dilihat dalam bentuk penguasaan dan penilaian terhadap pengetahuan, sikap dan
kecakapan.
Usman (1993:6) mendefinisikan mengajar sebagai suatu usaha
mengorganisasikan lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik, dan bahan
pengajaran sehingga menimbulkan proses belajar pada diri siswa. Selanjutnya
Djamarah (1997:45) menyatakan bahwa mengajar pada hakikatnya adalah suatu
proses, yaitu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar anak
didik, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses
belajar.
Hamalik (2001:48) mendefinisikan bahwa mengajar merupakan usaha
mengorganisasikan lingkungan sehingga menciptakan kondisi belajar bagi siswa, guru
berkewajiban menyediakan lingkungan yang segar agar aktivitas belajar menuju ke
arah sasaran yang diinginkan. Dengan kata lain, guru juga bertindak selaku
organisator belajar siswa sehingga tujuan belajar dapat tercapai secara optimal.
Dari beberapa definisi mengajar di atas dapat disimpulkan bahwa mengajar
merupakan suatu proses, yaitu proses pengorganisasian lingkungan disekitar siswa,
agar tercipta lingkungan belajar yang kondusif yang memungkinkan terjadinya proses
belajar untuk mencapai tujuan yang optimal.
Berdasarkan pengertian belajar dan mengajar di atas, dapat dikatakan bahwa
kegiatan belajar dan mengajar tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Belajar
merupakan proses perubahan, sedangkan mengajar merupakan proses pengubahan
agar perubahan itu terjadi.
5.2 Hakikat Mata pelajaran Fisika
Fisika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari bagian – bagian dari
alam dan interaksi didalamnya, sehingga Fisika berhubungan dengan pengamatan,
pemahaman, dan peramalan fenomena alam, termasuk sifat – sifat system buatan
manusia. ( Muslim, 2005:1)
Mata pelajaran Fisika adalah mata pelajaran sains yang dapat mengembangkan
kemampuam berfikir analisis deduktif dengan menggunakan berbagai peristiwa alam
dan penyelesaian masalah, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan
menggunakan matematika serta dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan
dan sikap percaya diri. ( Depdiknas, 2002:7 )
Dari definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa mata pelajaran Fisika
merupakan salah satu mata pelajaran sains yang di dalamnya mempelajari bagian –
bagian dari alam dan interaksinya, sehingga membutuhkan kemempuan berfikir
analisis secara deduktif dengan menggunakan matematika.
5.3 Minat
Minat ialah suatu pemusatan perhatian yang tidak disengaja yang terlahir
dengan penuh kemauannya dan yang tergantung dari bakat dan lingkungan (Sujanto
Agus : 1981). Dalam belajar diperlukan suatu pemusatan perhatian agar apa yang
dipelajari dapat dipahami; Sehingga siswa dapat melakukan sesuatu yang sebelumnya
tidak dapat dilakukan. Terjadilah suatu perubahan kelakuan.
Perubahan kelakuan ini meliputi seluruh pribadi siswa; baik kognitip,
psikomotor maupun afektif. Untuk meningkatkan minat, maka proses pembelajaran
dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami apa yang ada di
lingkungan secara berkelompok.
5.4 Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupaka suatu model pengajaran dimana siswa
belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda.
Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja sama dan
membantu untuk memahami suatu bahan pelajaran.
a. Landasan Pembelajaran Kooperatif
Teori motivasi adalah teori yang mendasari pembelajaran kooperatif,
mahasiswa yang bekerja dalam kelompok kooperatif belajar lebih banyak daripada
kelas yang diorganisasikan secara tradisional (Slavin, 1995 : 16). Menurut teori
motivasi, motivasi mahasiswa pada pembelajaran kooperatif terutama terletak pada
bagaimana bentuk struktur pencapaian saat mahasiswa melaksanakan kegiatan.
Terdapat tiga struktur pencapaian tujuan seperti berikut ini:
i. Kooperatif, setiap upaya berorientasi pada tujuan tiap individu menyumbang
pencapaian tujuan individu lain. Mahasiswa yakin bahwa tujuan mereka akan tercapai
jika dan hanya jika mahasiswa lain mencapai tujuan tersebut.
ii. Kompetitif, setiap upaya berorientasi pada tujuan tiap individu membuat
frustasi pencapaian tujuan individu lain. Mahasiswa yakin bahwa tujuan mereka akan
tercapai jika dan hanya jika mahasiswa lain tidak mencapai tujuan tersebut.
iii. Individualistik, tujuan tiap individu tidak memiliki konsekuensi terhadap
pencapaian tujuan individu lain. Mahasiswa meyakini upaya mereka sendiri untuk
mencapai tujuan.
Berdasarkan teori motivasi tersebut, struktur pencapaian tujuan kooperatif
menciptakan situasi dimana keberhasilan individu dipengaruhi oleh keberhasilan
kelompoknya. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yang dnginkan pada
pembelajaran kooperatif anggota kelompok harus saling membantu satu sama lain
untuk keberhasilan kelompoknya dan yang lebih penting adalah memberi dorongan
pada anggota lain untuk berusaha mencapai tujuan yang maksimal.
b. Tujuan Hasil Belajar Siswa
Model pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan pengajaran langsung.
Di samping model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil
belajar akademik, model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk mengembangkan
keterampilan sosial siswa. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam
membantu siswa untuk memahami konsep-konsep yang sulit. Para pengembang
model ini telah menunjukan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat
meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang
berhubungan dengan hasil belajar. Dalam banyak kasus, norma budaya anak muda
sebenarnya tidak menyukai siswa-siswa yang ingin menonjol secara akademis. Robert
Slavin dan pakar lain telah berusaha untuk mengubah norma ini melalui penggunaan
pembelajaran kooperatif.
Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar,
pembelajaran kooperatif dapat memberi keunggulan baik pada siswa kelompok bawah
maupun siswa kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas
akademik. Siswa sekelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah,
jadi memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya, yang memiliki orientasi dan
bahasa yang sama. Dalam proses tutorial ini, siswa sekelompok atas akan meningkat
kemampuan akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor membutuhkan
pemikiran lebih mendalam tentang hubungan ide-ide yang terdapat didalam materi
tertentu.
Tujuan penting lain dari pembelajaran kooperetif adalah untuk mengajarkan
kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting
untuk dimiliki di dalam masyarakat dimana banyak kerja orang dewasa sebagian
besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung satu sama lain dan di mana
masyarakat secara budaya semakin beragam.
Semetara itu, banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang dalam
keterampilan sosial. Situasi ini dibuktikan dengan begitu sering pertikaian kecil antara
individu menyatakan ketidakpuasan pada saat diminta untuk bekerja dalam situasi
kooperatif.
c. Keterampilan Kooperatif
Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja, namun
siswa juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut
keterampilan kooperatif. Keterampilaan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan
hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibagun dengan
mengemangkan komunikasi antara anggota kelompok. Sedangkan peranan tugas
dilakukan denga membagi tugas antar kelompok selama kegiatan.
d. Tingkah Laku Mengajar (sintaks)
Terdapat enam langkah utama atau tahapan didalam pelajaran yang
menggunakan pembelajaran kooperatif. Pelajaran dimulai dengan guru
menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa belajar. Fase ini diikuti
oleh penyajian informasi; seringkali dengan bahan bacaan daripada secara verbal.
Selanjutnya siswa dikelompokan kedalam tim-tim belajar. Tahap ini diikuti
bimbingan guru pada saat siswa bekerja bersama untuk menyelesaikan tugas bersama
mereka. Fase terakhir pelajaran kooperatif meliputi presentasi hasil akhir kerja
kelompok, atau evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari dan memberi
penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu.
SINTAKS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
FASE-FASE
TINGKAH LAKU GURU
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Guru menyampaikan semua tujuan
pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi belajar siswa.
Fase 2
Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan
demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Fase 3
Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok-kelompok belajar Guru menjelaskan
kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap
kelompok agar melakukan transisi secara efisien
Fase 4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar Guru membimbing kelompok-kelompok
belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Fase 5
Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau
masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase 6
Memberikan penghargaan Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya
maupun hasil belajar individu dan kelompok.
e. Lingkungan Belajar dan Sistem Pengelolaan
Lingkungan belajar untuk pembelajaran kooperatif dicirikan oleh proses
demokrasi dan peran aktif siswa dalam menentukan apa yang harus dipelajari dan
bagaimana mempelajarinya. Guru menerapkan suatu struktur tingkat tinggi dalam
pembentukan kelompok dan mendefinisikan semua prosedur, namun siswa diberikan
kebebasan dalam mengendalikan dari waktu ke waktu dalam kelompoknya. Jika
pelajaran pembelajaran kooperatif ingin menjadi berhasil, maka materi pembelajaran
yang lengkap harus tersedia di ruang guru atau di perpustakaan atau di pusat media.
Keberhasilan juga menghendaki syarat dari menjauhkan kesalahan tradisional, yaitu
secara ketat mengelola tingkah laku siswa dalam kerja kelompok. Selain unggul
dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit, model ini sangat berguna
untuk membantu siswa menumbuhkan kemampuan kerjasama, berpikir kritis, dan
kemampuan untuk membantu teman.
5.5 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams-Games-Tournament
Ismail (2002:12) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan
model pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama, yakni kerjasama antara
siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi
menjadi kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran
dan berdiskusi untuk memecahkan masalah (tugas). Tujuan dibentuknya kelompok
kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat
secara aktif dalam proses berpikir dalam kegiatan belajar mengajar.
Ibrahim (2000:8) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif dapat memberi
keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja
bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. Siswa kelompok atas akan menjadi
tutor bagi siswa kelompok bawah, jadi memperoleh bantuan khusus dari teman
sebaya, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Dalam proses ini, siswa
kelompok atas akan meningkat kemampuan akademiknya karena memberi pelayanan
sebagai tutor membutuhkan pemikiran lebih mendalam tentang hubungan ide-ide
yang terdapat di dalam materi tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran kooperatif menggalakkan siswa berinteraksi secara aktif dan
positif dalam kelompok yang menunjukkan siswa memperoleh prestasi belajar yang
lebih baik, dibanding model pembelajaran lama.
Salah satu tipe pembelajaran kooperatif adalah Teams-Games-Tournament
(Wartono, 2004:16). Selanjutnya Wartono, menjelaskan dalam Teams-Games-
Tournament atau pertandingan-permainan-tim, siswa memainkan pengacakan kartu
dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh poin pada skor tim mereka.
Permainan ini berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada kartu-kartu yang diberi
angka. Pertanyaan-pertanyaan yang dimaksud adalah pertanyaan-pertanyan yang
relevan dengan materi pelajaran yang dirancang untuk mengetes kemampuan siswa
dari penyampaian pelajaran kepada siswa di kelas. Setiap wakil kelompok akan
mengambil sebuah kartu yang diberi angka dan berusaha untuk menjawab pertanyaan
yang sesuai tersebut. Permainan ini dimainkan pada meja-meja turnamen.
Rachmat (2007:1) menyatakan ada 5 komponen utama dalam TGT yaitu:
Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi, biasanya dilakukan dengan
pengajaran langsung, ceramah, atau diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian
kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang
disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja
kelompok.
Kelompok (team)
Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen.
Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya
dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik
dan optimal pada saat game.
Game
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan bernomor. Siswa memilih kartu bernomor
dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang
menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya
dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.
Turnamen
Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru
melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja.
Penghargaan kelompok
Guru mengumumkan kelompok yang terbaik.
Sesuai dengan namanya, model TGT ini mengandung kegiatan-kegiatan yang
bersifat permainan. Secara umum peran guru dalam model ini adalah memacu siswa
agar lebih serius dan semangat , kemudian membandingkannya dengan prestasi siswa
(kelompok ) lain. Dengan demikian dapat ditentukan kelompok mana yang berhasil
mencapai prestasi yang paling baik. Pembelajaran Kooperatif TGT ini merupakan
hasil modifikasi Pembelajaran Tutorial TGT dimana pada saat diskusi kelompok
didesain kelompok-kelompok kooperatif yang diberi istilah model diskusi “berpikir-
berpasangan-berempat” atau think-pair-square, yang dikembangakn oleh Frank
Lyman dan Spencer Kagan (Lie, 2002 : 56). Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel
berikut ini.
Pembelajaran kooperatif
TGT
Aktifitas Guru Aktifitas Siswa
1. Pendahuluan a. Pembelajaran klasikal
bersifat informatif.
Mendengar
b. Relevansi
c. Menyebutkan Tujuan
Khusus
d. Menerangkan Langkah
dan fungsi TGT.
e. Membentuk 4 orang
per kelompok.
f. Memandu siswa dalam
kelompok.
g. Memilih Koordinator
(satu siswa dalam tiap
kelompok, boleh dipilih
oleh anggota kelompok,
setiap siswa suatu saat
harus jadi koodinator),
yang bertugas mewakili
jawaban kelompok pada
sidang pleno.
2. Penyajian, guru a. Menyiapkan beberapa a. Setiap individu
mengorganisir dan
memantau PBM
pertanyaan / soal, yang
sudah disiapkan
jawabannya.
menjawab pertanyaan-
pertanyaan untuk
persiapan diskusi
kelompok “berpikir-
berpasangan-berempat”.
b. Mengorganisasikan
diskusi kelompok
“berpikir-berpasangan-
berempat” (semua
kelompok) untuk
menjawab
pertanyaannya.
b. Mendiskusikan
jawaban-jawaban
pertanyaan dalam
kelompok “berpikir-
berpasangan-berempat”
(per kelompok).
c. Mengorganisir sidang
pleno hasil temuan
jawaban tiap-tiap
kelompok yang diwakili
oleh koordinator
kelompok.
3. Penutup a. Memberikan
pertanyaan/ kuis yang
sama kepada tiap tim
untuk dikerjakan
individu.
a. Mencari / menghitung
ulang jawaban yang
benar.
b. Koreksi hasil kuis. b. Siswa kembali ke
kelompok asal/ mula-
mula.
c. Membuat skor
d. Umpan balik/ tindak
lanjut/ ulang lagi dari
awal untuk topik
selanjutnya
Teknik diskusi “berpikir-berpasangan-berempat” memberi kesempatan kepada
siswa untuk bekerja sendiri serta bekerjasama dengan orang lain. Keunggulan lain
dari teknik ini adalah optimalisasi partisipasi siswa. Dengan metode klasikal yang
memungkinkan hanya satu siswa maju dan membagikan hasilnya untuk seluruh kelas,
teknik ini memberi kesempatan sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada setiap
siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain. Teknik
ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan semua tingkatan usia anak.
Langkah-langkah teknik ini adalah sebagai berikut.
a. Guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan memberikan tugas
kepada semua kelompok.
b. Setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri.
c. Siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompoknya dan
berdiskusi dengan pasangannya.
d. Kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat. Siswa
mempunyai kesempatan membagikan hasil kerjanya (kerjanya sendiri dan kerja
berpasangan) pada kelompok berempat.
Dalam penilaian pembelajaran kooperatif siswa mendapat nilai pribadi
maupun nilai kelompok. Siswa bekerjasama dengan metode gotong-royong, mereka
saling membantu dalam mempersiapkan diri untuk tes. Kemudian masing-masing
mengerjakan tes sendiri-sendiri dan kemudian menerima nilai pribadi. Siswa harus
menunjukkan kemampuannya setelah bekerja dalam kelompok dengan mengerjakan
tes hasil belajar (post-test) secara individual. Hasil post-test sebagai nilai
perkembangan individu dan untuk menentukan skor kelompok. Nilai kelompok dapat
ditentukan dengan beberapa cara. Pertama nilai kelompok dapat diambil dari nilai
terendah yang didapat oleh siswa dalam kelompok. Kedua, nilai kelompok juga bisa
diambil dari nilai rata-rata nilai semua anggota kelompok, dari “sumbangan” setiap
anggota. Kelebihan kedua cara tersebut adalah semangat gotong-royong yang
ditanamkan. Dengan cara ini, kelompok bisa berusaha lebih keras untuk membantu
semua anggota dalam mempersiapkan diri untuk tes. Namun kekurangannya adalah
perasaan negatif dan tidak adil. Siswa yang mampu akan merasa dirugikan oleh
rekannya yang nilainya rendah. Sedangkan siswa yang lemah mungkin akan merasa
bersalah karena membuat nilai kelompoknya rendah.
Untuk menjaga perasaan-perasaan negatif tersebut ada cara lain yang dapat
dipilih dan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu dengan aturan sebagai berikut.
SKOR POST-TEST
SUMBANGAN PADA NILAI KELOMPOK
Lebih dari 10 poin di bawah skor awal
5
1 s / d 10 poin di bawah skor awal
10
0 s / 10 di atas skor awal
20
10 atau lebih di atas skor awal
30
Nilai sempurna
30
Setelah satu siklus penilaian dilakukan perhitungan ulang untuk siklus
berikutnya skor post-test sebagai skor awal baru.
6. Metodelogi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kelas IX SMP Negeri 53 Palembang. Jumlah
siswa 30 orang dengan latar belakang sosial ekonomi yang heterogen.
7. Variabel Penelitian
7.1 Variabel bebas : Model Pembelajaran kooperatif TGT
7.2 Variabel terikat : Minat belajar Fisika
8. Instrumen Penelitian
8.1 Suasana yang menyertai proses belajar mengajar pembelajaran kooperatif TGT
diamati dengan Lembar Observasi Terfokus untuk mahasiswa dan Lembar Observasi
Sistematis untuk dosen.
8.2 Umpan balik dan teknik evaluasi proses belajar pembelajaran kooperatif TGT
diungkap dengan hasil skor individu dan skor kelompok saat pembelajaran kooperatif.
8.3 Hasil belajar matematika mahasiswa setelah pembelajaran kooperatif TGT diukur
dengan tes.
Lembar Observasi Terfokus untuk mahasiswa dan Lembar Observasi
Sistematis untuk dosen, masing-masing itemnya diberi bobot 1 (kurang) ,2 (cukup) ,4
(baik) dan 5 (baik sekali). Bobot 3 (sedang) tidak ada, agar setiap penilaian ada
kecenderungan dan setiap item diberi catatan untuk hasil pengamatan yang tidak
dapat diangkakan, atau kejadian-kejadian yang tidak masuk dalam kategori item
tertentu. Alat ukur Postes berupa paket soal yang terdiri dari 20 soal pilihan ganda
dengan 5 alternatif jawaban, 5 essay dengan jawaban pendek dan 5 essay dengan
jawaban panjang (terbuka) dengan alokasi waktu 90 menit.
9. Rancangan Penelitian
Faktor Yang Diselidiki
Untuk menjawab permasalahan diatas, ada beberapa faktor yang akan diselidiki.
Faktor-faktor tersebut adalah :
Faktor mahasiswa : Akan diselidiki kondisi awal mahasiswa dengan
menggunakan pre-tes atau kuis sebelumnya untuk penempatan siswa dalam
kelompok agar dalam satu kelompok ada yang pandai, sedang dan kurang,
sejauh mana keterlibatan dan partisipasi siswa dalam proses belajar individual
dan kelompok diamati dengan pedoman pemantauan proses, dan diselidiki ada
tidaknya kenaikan hasil belajar mahasiswa (membandingkan pos-tes target
indikator kinerja) setelah diterapkan strategi pembelajaran Kooperatif Tipe
TGT secara individu maupun kelompok (skor kelompok).
Faktor Dosen : Mengamati kinerja dosen sebagai perencana, fasilitator,
koordinator dan evaluator program perkuliahan Kooperatif Tipe TGT, diamati
dengan pedoman observasi sistematis.
Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri 3 siklus . Tiap siklus
dilaksanakan mulai perencanaan, persiapan tindakan , pelaksanaan tindakan ,
pemantauan, evaluasi individu dan kelompok serta refleksi tindakan, analisis dan
dilakukan penyimpulan-penyimpulan. Siklus I adalah penerapan pembelajaran
kooperatif Jigsaaw II, siklus II adalah penerapan pembelajaran kooperatif TGT,
kemudian dilakukan perbandingan antara keduanya untuk mencari metode yang lebih
tepat untuk diterapkan pada pembelajaran Fisika SMP dan pada siklus ketiga
dilakukan penyempurnaan metode yang terpilih untuk diterapkan sekali lagi dengan
beberapa perubahan dan modifikasi sesuai kebutuhan. Setiap siklus melalui
pentahapan-pentahapan sebagai berikut :
SIKLUS I :
1) Perencanaan
Menyusun tujuan pembelajaran untuk Siklus I.
Membuat rancangan/ skenario pembelajaran.
Menyusun tes untuk Siklus I.
Mendesain Pedoman Pemantauan perkuliahan untuk individu maupun
kelompok.
Mendesain Pedoman Observasi Sistematis bagi kinerja guru selama Pelaksanaan
Tindakan.
2) Persiapan Tindakan
Analisis nilai kuis untuk menempatkan siswa dalam kelompok kooperatif.
Menyuruh setiap siswa menyiapkan soal untuk perannya sebagai tutor pada
TGT.
Mempersiapkan media dan alat bantu yang diperlukan.
Memberikan pengarahan kepada siswa tentang operasional perkuliahan dan
tentang tugas yang akan diberikan.
3) Pelaksanaan Tindakan
Melaksanakan rancangan perkuliahan.
Presentasi dan diskusi kelompok sesuai dengan aturan main metode
pembelajaran kooperatif TGT.
Penilaian individu dan kelompok oleh guru.
Pos-tes untuk semua siswa.
4) Observasi
Pada tahap ini, siswa melakukan tindakan pembelajaran kooperatif dan guru
melakukan pemantauan (dengan Pedoman Pemantauan) terhadap kerja siswa,
sementara guru lain (peneliti) mengamati kerja guru sebagai fasilitator yang memberi
tugas atau memandu siswa dalam kelompok (dengan Pedoman Observasi Sistematis).
Selanjutnya menganalisis nilai pos-tes terhadap target indikator Siklus I serta
memberikan penilaian kelompok.
5) Analisis, Refleksi dan Evaluasi
Hasil yang diperoleh pada tahap observasi dikumpulkan, didiskusikan,
dianalisis, dan dievaluasi oleh tim peneliti, kemudian guru dapat merefleksi diri
tentang berhasil tidaknya tindakan yang telah dilakukan, faktor-faktor pendukung,
penghambat, dari aspek internal dan eksternal guru dan siswa untuk siklus I.
SIKLUS II :
1) Perencanaan
Menyusun tujuan pembelajaran untuk Siklus II.
Membuat rancangan/ skenario pembelajaran.
Menyusun tes untuk Siklus II.
Mendesain Pedoman Pemantauan pembelajaran untuk individu maupun
kelompok.
Mendesain Pedoman Observasi Sistematis bagi kinerja guru selama Pelaksanaan
Tindakan Siklus II.
2) Persiapan Tindakan
Analisis nilai tes siklus I untuk menempatkan siswa dalam kelompok kooperatif
baru atau tetap seperti pembagian kelompok siklus I.
Menyuruh setiap siswa menyiapkan soal untuk perannya sebagai tutor pada
TGT.
3) Pelaksanaan Tindakan
Melaksanakan rancangan perkuliahan.
Presentasi dan diskusi kelompok sesuai dengan aturan main metode
pembelajaran kooperatif TGT.
Penilaian individu dan kelompok oleh guru.
Pos-tes untuk semua siswa.
4) Observasi
Pada tahap ini, siswa melakukan tindakan pembelajaran kooperatif dan guru
melakukan pemantauan (dengan Pedoman Pemantauan) terhadap kerja siswa,
sementara guru lain (peneliti) mengamati kerja guru sebagai fasilitator yang memberi
tugas atau memandu siswa dalam kelompok (dengan Pedoman Observasi Sistematis).
Selanjutnya menganalisis nilai pos-tes terhadap target indikator Siklus II serta
memberikan penilaian kelompok.
5) Analisis, Refleksi dan Evaluasi
Hasil yang diperoleh pada tahap observasi dikumpulkan, didiskusikan,
dianalisis, dan dievaluasi oleh tim peneliti, kemudian guru dapat merefleksi diri
tentang berhasil tidaknya tindakan yang telah dilakukan, faktor-faktor pendukung,
penghambat, dari aspek internal dan eksternal guru dan siswa untuk siklus II. Pada
akhir siklus kedua dilakukan analisis perbandingan untuk menentukan metode yang
lebih baik dan merancang perkuliahan untuk siklus III.
SIKLUS III :
1) Perencanaan
Menyusun tujuan pembelajaran untuk Siklus III.
Membuat rancangan/ scenario pembelajaran.
Menyusun tes untuk Siklus III.
Mendesain Pedoman Pemantauan perkuliahan untuk individu maupun
kelompok.
Mendesain Pedoman Observasi Sistematis bagi kinerja guru selama Pelaksanaan
Tindakan.
2) Persiapan Tindakan
Menyuruh setiap siswa menyiapkan soal untuk perannya sebagai tutor pada
TGT.
3) Pelaksanaan Tindakan
Melaksanakan rancangan pembelajaran .
Presentasi dan diskusi kelompok sesuai dengan aturan main metode
pembelajaran kooperatif TGT.
Penilaian individu dan kelompok oleh guru.
Pos-tes untuk semua siswa.
4) Observasi
Pada tahap ini, siswa melakukan tindakan pembelajaran kooperatif dan dosen
melakukan pemantauan (dengan Pedoman Pemantauan) terhadap kerja siswa,
sementara guru lain (peneliti) mengamati kerja guru sebagai fasilitator yang memberi
tugas atau memandu siswa dalam kelompok (dengan Pedoman Observasi Sistematis).
Selanjutnya menganalisis nilai pos-tes terhadap target indikator Siklus III serta
memberikan penilaian kelompok.
5) Analisis, Refleksi dan Evaluasi
Hasil yang diperoleh pada tahap observasi dikumpulkan, didiskusikan,
dianalisis, dan dievaluasi oleh tim peneliti, kemudian guru dapat merefleksi diri
tentang berhasil tidaknya tindakan yang telah dilakukan, faktor-faktor pendukung,
penghambat, dari aspek internal dan eksternal guru dan siswa untuk siklus III. Pada
akhir siklus III dilakukan analisis perbandingan untuk siklus I, II dan III serta
dilakukan penyimpulan-penyimpulan. Selanjutnya disusun laporan akhir.
10. Teknik Pengumpulan Data
Akan diselidiki kondisi awal mahasiswa dengan menggunakan pre-tes atau kuis
sebelumnya untuk penempatan siswa dalam kelompok agar dalam satu kelompok ada yang
pandai, sedang dan kurang, sejauh mana keterlibatan dan partisipasi siswa dalam proses
belajar individual dan kelompok diamati dengan pedoman pemantauan proses, dan diselidiki
ada tidaknya kenaikan hasil belajar mahasiswa (membandingkan pos-tes target indikator
kinerja) setelah diterapkan strategi pembelajaran Kooperatif Tipe TGT secara individu
maupun kelompok (skor kelompok).
11. Teknik Analisis Data
Untuk membandingakan hasil belajar Fisika setelah pembelajaran kooperatif TGT
terhadap target yang ditetapkan guru dipakai uji t.
Keterangan:
Xi = rata-rata nilai siswa pada kelompok eksperimen
X2 = rata-rata nilai siswa pada kelas kontrol
S1 = simpangan baku kelompok eksperimen
S2 = simpangan baku kelas kontrol
n1 = jumlah siswa kelompok eksperimen
n2 = jumlah siswa kelas kontrol
Dengan kriteria pengujian terima Ho apabila th <>
h >tt dengan derajat kebebasan untuk derajat distribusi adalah
(n1 + n2 – 2), = 0,05 dan peluang (1 - ).
Dan tolak Ho jika berharga lain.
Analisis lembar observasi dibandingkan dengan jumlah skor dan catatan-catatan
tambahan yang menjadi pertimbangan.
12. Daftar Pustaka
Brookfield, S. 1984. Adult Learners, Adult Education and the Community. Teacher College
Press. New York.
Houle, C. 1961. The Inquiring Mind. University of Madison Press. Madison.
Irawan, Prasetya. 1996. Beberapa Model Tutorial. Komunika Nomor 13. Hal. 6-7.
Johnson, David, Roger Johnson & Karl Smith 1991. Active Learning : Cooperation in the
College Classroom. Interaction Book Company. Edina, MN.
Knowles, M. 1975. Self Directed Learning : A Guide for Learners and Teachers. Cambridge
Adult Education. New York.
Lie, Anita. 2002. Cooperative Learning (Mempraktekkan Cooperative Learning di ruang-
ruang kelas). Grasindo. Jakarta.
Lundgren, Linda. 1994. Cooperative Learning in The Science Classroom. Glencoe Macmillan
Mc Graw Hill. Nem York.
Maryanto. 1998. Pembelajaran Gotong Royong dalam Pengajaran Sains, Matematika dan
Bahasa. (Makalah Seminar Nasional Kerja Sama RECSAM Penang Malaysia dan IKIP
Semarang). Semarang.
Paulina Pannen, Dr., Ida Malati S.,M.Ed., Drh. 1997. Pendidikan Orang Dewasa (Dalam
“Mengajar di Perguruan Tinggi bagian II”). PAU PPAI Dirjen Dikti Depdikbud. Jakarta.
Paulina Pannen, Dr., Mestika Sekarwinahyu, Dra. 1997. Belajar Aktif . (Dalam “Mengajar di
Perguruan Tinggi bagian II”). PAU PPAI Dirjen Dikti Depdikbud. Jakarta.
Slavin, Robert E. 1995. Cooperative Learning. Second Edition. Allyn and Bacon Publisher.
Massachusetts.
Suhito, Drs. 1987. Diagnosis Kesulitan Belajar. IKIP Semarang Press. Semarang
Tamat, T. 1985. Dari Pedagogik ke Andragogik : Pedoman bagi Pengelola Pendidikan dan