DESAIN DIDAKTIS KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS MATERI DIMENSI TIGA DI SMA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Disusun oleh: ANNISA NUR AMALINA NIM.1113017000019 JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2020
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
DESAIN DIDAKTIS KEMAMPUAN PENALARAN
MATEMATIS MATERI DIMENSI TIGA DI SMA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Disusun oleh:
ANNISA NUR AMALINA
NIM.1113017000019
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
Skripsi berjudul Desain Didaktis Kemampuan Penalaran Matematis Materi
Dimensi Tiga di SMA disusun oleh Annisa Nur Amalina, NIM 1113017000019,
Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, telah diujikan pada sidang munaqosah pada tanggal 5
Juni 2020 dan diperbaiki sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.
Ciputat, 12 Juni 2020
Yang Mengesahkan,
Pembimbing I
Dr. Lia Kurniawati, M. Pd.
NIP. 19760521 200801 2 008
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
Skripsi berjudul Desain Didaktis Kemampuan Penalaran Matematis Materi
Dimensi Tiga di SMA disusun oleh Annisa Nur Amalina, NIM 1113017000019,
Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, telah diujikan pada sidang munaqosah pada tanggal 5
Juni 2020 dan diperbaiki sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.
Ciputat, 12 Juni 2020
Yang Mengesahkan,
Pembimbing II
Ramdani Miftah, M. Pd.
NIDN. 2018058602
i
ABSTRAK
Annisa Nur Amalina (NIM: 1113017000019). Desain Didaktis Kemampuan
Penalaran Matematis Materi Dimensi Tiga di SMA. Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Mei
2020.Tujuan dari Penelitian ini adalah mengidentifikasi hambatan epistemologis
siswa yang difokuskan dengan indikator Kemampuan Penalaran pada materi
dimensi tiga dan mengatasinya dengan mengembangkan desain pembelajaran
matematika di SMA. Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 9 Tangerang. Metode
penelitian yang dilakukan adalah Didactical Design Research (DDR). Metode
penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu analisis sebelum pembelajaran
(prospektif), pada saat pembelajaran (metapedadidaktik), dan setelah
pembelajaran (retrosfektif). Berdasarkan hasil studi pendahuluan, dari 38 siswa
yang mengikuti tes identifikasi learning obstacle, 80,48% dari total siswa tersebut
mengalami hambatan epistemologis pada materi dimensi tiga. Untuk mengatasi
hambatan epistemologis siswa pada konsep dimensi tiga diperlukan rancangan
pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan analisis kesulitan belajar siswa,
repersonalisasi, dan rekonstekstualisasi sehingga menghasilkan desain didaktis
hipotesis yang terdiri dari Hypothetical Learning Trajectory(HLT) yang memuat
berbagai aktifitas siswa berupa situasi didaktis dan penugasan serta prediksi
respon berikut dengan antisipasinya serta menghasilkan Lembar Kerja Siswa
(LKS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa desain didaktis yang diberikan dapat
mengatasi kesulitan siswa, hal tersebut dapat terlihat dari efektifnya antisipasi
yang diberikan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan siswa saat pembelajaran.
Kata Kunci: Didactical Design Research (DDR), Hambatan Epistemologis,
Istilah matematika terbentuk dari berbagai serapan bahasa, diantaranya
berasal dari istilah Latin yaitu Mathematica yang awalnya mengambil istilah
Yunani yaitu Mathematike yang memiliki arti bekaitan dengan ilmu pengetahuan.
Kata Mathematike berhubungan juga dengan kata lainnya yang serumpun, yaitu
Mathenein atau dalam bahasa Perancis les mathématiques yang berarti belajar (to
learn).1 Jadi berdasarkan asal-usul tersebut, istilah matematika memiliki arti ilmu
pengetahuan yang diperoleh dengan proses belajar.
Matematika sudah begitu lekat dengan kehidupan kita sejak duduk di bangku
Taman Kanak-kanak hingga Sekolah Menengah. Bahkan beberapa jurusan di
Perguruan Tinggi juga masih mempelajari cabang ilmu matematika. Pada masa
modern seperti saat ini matematika merupakan dasar perkembangan bidang ilmu
pengetahuan lainnya seperti biologi, kimia, fisika, dll. Jika pada masa yang dahulu
matemaika hanya digunakan untuk menghitung hal-hal sederhana, kini
matematika digunakan juga pada kalkulator atau software pada komputer.2Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa ilmu matematikaselalu berkembang dan
berperan seiring berjalannya waktu sehingga sangat penting untuk kita pelajari
dan kuasai.
National Council of Teacher of Mathematic (NCTM, 2000) menetapkan ada
lima keterampilan proses yang harus dikuasai siswa dalam pembelajaran
matematika, yaitu: pemecahan masalah (problem solving), penalaran (reasoning
and proof), komunikasi (communication), koneksi (connections), dan representasi
(representation).3Selain itu, di dalam Permendiknas no. 22 tahun 2006 dipaparkan
bahwa mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut:
1 Didi Haryono, FILSAFAT MATEMATIKA (Suatu Tinjauan Epistemologi dan
Filosofis), (Bandung: ALFABETA, 2015), h. 6. 2Ibid., h.145. 3 National Council of Teacher of Mathematic (NCTM), Executive Summary Principles
and Standards for School Mathematics, 2018, h. 4(https://www.nctm.org).
2
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat, dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi
yang diperoleh.
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,
serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.4
Dari paparan di atas dapat kita lihat bahwa kemampuan bernalar adalah salah satu
hal penting untuk dimiliki seorang siswa dalam pembelajaran matematika di
sekolah.
Menurut Haryono, “Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari
pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan
pengertian”.5Orang-orang yang sering bernalar dan berpikir analitis akan
memperoleh dampak seperti memperhatikan pola atau struktur, mempertanyakan
asal kemunculan pola atau struktur tersebut, kemudian membuat dugaan secara
matematis, lalu membuktikan dugaan tersebut menggunakan sifat-sifat dan
definisi yang sudah tidak perlu dibuktikan kebenarannya, sehingga orang-orang
tersebut akan memperoleh kesimpulan dari hasil analisis mereka.6
Contoh cabang dari ilmu matematika yang berhubungan dengan kemampuan
penalaran adalah Geometri. Geometri merupakan wadah bagi siswa khususnya
siswa SMA untukbelajar membuktikan teorema yang telah ia dapatkan
4 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 22 tahun 2006
tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah 5 Didi Haryono, Op. cit. h. 174. 6National Council of Teacher of Mathematic (NCTM), Loc. cit.
3
sebelumnya dengan menggunakan kemampuan visualisasi, penalaran spasial, dan
pemodelan geometrik untuk memecahkan masalah.7
Menurut kurikulum 2013 revisi 2018, salah satu materi Geometri yang
dipelajari oleh siswa SMA adalah dimensi tiga dan hanya diajarkan di kelas XII
semester ganjil. Materi dimensi tiga yang diajarkan yaitu konsep jarak pada titik,
garis, dan bidang.Dalam materi dimensi tiga siswa diharapkan untuk memiliki
daya analisis keruangan yang kuat sehingga dapat meningkatkan kemampuan
penalaran dan komunikasi matematis siswa itu sendiri. Sumaryanta, dkk dalam
jurnalnya yang berjudul Pemetaan Hasil Ujian Nasional mengatakan bahwa “Pada
materi geometri dan trigonometri, rata-rata nilai Ujian Nasional tahun 2015/2016
adalah 48.78, tahun 2016/2017 rata-ratanya 37.45, dan tahun 2017/2018
rataratanya 39.30.”8 Hal ini menandakan bahwa dalam tiga tahun terakhir hasil
ujian nasional pada materi geometri mengalami penurunan. Meskipun pada tahun
ajaran 2017/2018 mengalami kenaikan tetapi hasilnya masih di bawah tahun
ajaran 2015/2016.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di SMAN 9 Tangerang,
kemampuan penalaran matematis siswa kelas XII IPA tergolong rendah. Hal ini
ditunjukkan dari hasil observasi berupa tes tertulis mengenai kemampuan
penalaran matematis pada materi dimensi tiga dan wawancara yang dilakukan
kepada guru matematika. Guru Matematika mengungkapkan bahwa selama proses
pembelajaran matematika khususnya pada materi geometri, siswa sering
mengalami kesulitan dalam menjelaskan proses bagaimana ia menemukan
jawaban. Terkadang siswa hanya menulisakan jawabannya secara langsung.
Begitu pula dengan menarik sebuah kesimpulan. Siswa cenderung diam dan
mengalami kesulitan dalam menyusun argumen-argumennya. Kegiatan belajar
geometri siswa di kelas antara lain mendengarkan penjelasan guru, membaca
buku sumber, dan mengerjakan soal latihan. Hambatan yang dialami siswa dalam
belajar disebut learning obstacle. Brousseau mengemukakan bahwa munculnya
learning obstacle disebabkan oleh tiga faktor, yaitu hambatan ontogeni (kesiapan
7Ibid., h. 3. 8 Sumaryanta, dkk., Pemetaan Hasil Ujian Nasional Matematika, Indonesian Digital
Journal of Mathematics and Education, vol. 6 no. 1, h. 547.
4
mental belajar), didaktis (pengajaran guru atau bahan ajar), dan epistemologis
(pengetahuan siswa yang memiliki konteks aplikasi yang terbatas).9
Sebelumnya telah dilakukan penelitian tentang konsep jarak dari titik ke garis
dan dari titik ke bidang oleh Redi Hermanto dengan judul Kajian Tentang:
Learning Obstacle Pada Pembelajaran Materi Dimensi Tiga Kelas X SMA,
learning obstacle yang dialami siswa berdasarkan hasil pengamatan penulis
terhadap 32 orang siswa terletak pada:
a. Menentukan letak hasil proyeksi suatu titik terhadap garis,
b. Menentukan letak hasil proyeksi suatu titik terhadap bidang,
c. Membuat dan mengenali bentuk sebuah bidang yang memuat titik dan memuat
ruas garis pada bidang tersebut (yang memuat hasil proyeksi titik).10
Pada penelitian tersebut, Redi hanya sebatas mengidentifikasi learning obstacle
tanpa melakukan penelitian lanjutan untuk mengatasi hambatan belajar tersebut.
Berdasarkan hasil observasi, peneliti menyimpulkan bahwa kesulitan-
kesulitan yang dialami siswa berkaitan dengan indikator kemampuan penalaran
matematis. Berdasarkan hasil penelitian Redi Hermanto juga, peneliti tertarik
untuk mengatasi learning obstacle pada materi yang sama berdasarkan pada
kemampuan penalaran matematis siswa dengan menyusun sebuah desain didaktis
yang bertujuan agar siswa benar-benar memahami konsep jarak pada titik, garis,
dan bidang dalam ruang dimensi tiga. Selain itu itu hendaknya desain didaktis
tersebut dapat mengurangi hambatan belajar yang dialami siswa dengan
menentukan antisipasi terhadap respon siswa yang akan muncul.
Mengacu pada latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul “Desain Didaktis Kemampuan Penalaran Matematis
Materi Dimensi Tiga di SMA”.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang di atas, maka identifikasi permasalahan pada penelitian ini
adalah sebagai berikut:
9 G. Brousseau, Theory of Didactical Situation in Mathematic, (Drodrechf : Kluwer
Academic Publisher, 1997), h. 86. 10 Ebih AR. Arhasy, dkk., Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika,
(Tasikmalaya: FKIP Universitas Siliwangi, 2015), h. 73.
5
1. Kemampuan penalaran matematis siswa pada materi dimensi tiga khususnya
pada konsep jarak pada titik, garis, dan bidang masih rendah.
2. Nilai hasil ujian nasional terkait geometri pada tiga tahun terakhir menurun.
C. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini pembatasan masalahnya adalah:
1. Materi yang digunakan dalam penyusunan desain didaktis pada penelitian ini
adalah materi dimensi tiga pada sub materi konsep jarak pada titik, garis, dan
bidang di kelas XII IPA.
2. Penyusunan desain didaktis ini hanya berdasar pada hambatan epitemologis
(epistemological obstacle) yang dialami oleh siswa.
3. Aspek yang akan diukur adalah learning obstcale dengan indikator
kemampuan penalaran pada materi geometri dimensi tiga yang akan dicapai
yaitu:
a. Menarik kesimpulan logis dari suatu pernyataan
b. Memberikan penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat-sifat, dan
hubungan.
c. Memperkirakan jawaban dan proses solusi.
d. Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi atau membuat
analogi dan generalisasi.
e. Membuat counter example (kontra contoh)
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah dipaparkan di
atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini antara lain:
1. Bagaimana desain didaktis awal kemampuan penalaran matematis materi
dimensi tiga di SMA?
2. Bagaimana implementasi desain didaktis kemampuan penalaran matematis
materi dimensi tiga di SMA?
3. Bagaimana efektivitas dari desain didaktis yang telah disusun dalam mengatasi
learning obstacle pada kemampuan penalaran materi dimensi tiga di SMA?
4. Bagaimana desain didaktis revisi kemampuan penalaran matematis materi
dimensi tiga di SMA?
6
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian rumusan masalah yang telah dipaparkan, yang menjadi
tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Mengembangkan desain didaktis awal kemampuan penalaran matematis materi
dimensi tiga di SMA.
2. Mengimplementasikan desain didaktis awal kemampuan penalaran matematis
materi dimensi tiga di SMA.
3. Mengetahui efektivitas dari desain didaktis yang telah disusun dalam
mengatasi learning obstacle pada kemampuan penalaran materi dimensi tiga di
SMA.
4. Mengembangkan desain didaktis revisi kemampuan penalaran matematis
materi dimensi tiga di SMA.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Memberikan pengetahuan tentang penyusunan desain didaktis berdasarkan
pengembangan pola pikir dan learning obstacle yang muncul dari materi
dimensi tiga di SMA.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Guru, sebagai bahan acuan untuk mengembangkan bahan ajar yang
sesuai dengan kondisi siswa serta mengatasi learning obstacle yang muncul
pada materi dimensi tiga.
b. Bagi Sekolah, sebagai acuan untuk mengembangkan kurikulum yang
mengutamakan kemampuan penalaran siswa.
c. Bagi Peneliti Selanjutnya, sebagai tambahan wawasan dalam penyusunan
desain didaktis berdasarkan learning obstacle yang muncul pada materi
dimensi tiga.
18
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 9 Tangerang yang berlokasi di Jl.
H. Jali No. 9 Kelurahan Kunciran Jaya Kecamatan Pinang, Kota Tangerang.
Penelitian ini dilakukan pada siwakelas XII IPA pada semester ganjil tahun ajaran
2018/2019.
B. Subjek Penelitian
Pada penelitian awal dilakukan uji learning obstacle awal dengan subjek
siswa SMA jurusan IPA yang telah mempelajari konsep jarak pada titik, garis, dan
bidang dalam ruang dimensi tiga. Penelitian awal ini dilakukan untuk
mengidentifikasi learning obstacle apa saja yang muncul dalam konsep jarak pada
titik, garis, dan bidang. Setelah itu, dilakukan penelitian lanjutan untuk menyusun
desain didaktis berdasarkan learning obstacle yang muncul pada penelitian awal.
Desain didaktis yang telah disusun akan diimplementasikan kepada siswa kelas
XII IPA di sekolah yang sama dengan penelitian awal.
C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Alasan
penggunaan metode kualitatif ini adalah karena permasalahan yang ditemui
kompleks dan dinamis sehingga tidak mungkin data pada situasi sosial tersebut
dijaring dengan metode penelitian kuantitatif. Selain itu peneliti juga bermaksud
memahami situasi sosial secara mendalam, menemukan pola, hipotesis dan teori.1
Desain yang digunakan dalam penelitian ini berupa Penelitian Desain
Didaktis (Didactical Design Research). Desain didaktis adalah suatu proses
penyususnan bahan ajar matematika berdasarkan situasi didaktis dengan
memperhatikan respon siswa. Penelitian Desain Didaktis pada dasarnya terdiri
atas tiga tahap yaitu: (1) analisis situasi didaktis sebelum pembelajaran yang
wujudnya berupa Desain Didaktis Hipotesis termasuk ADP, (2)
analisismetapedadidaktik, dan (3) analisis retrosfektif yakni analisis yang
1Sugiyono, METODE PENELITIAN PENDIDIKAN (Pendekatan Kuantitaif, Kualitatif
dan R&D), (Bandung: ALFABETA, 2015), h. 399.
19
mengaitkan hasil analisis situasi didaktis hipotesis dengan hasil analisis
metapedadidaktik.2
Tahapan – tahapan yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah sebagai