PENGARUH BIOLOGICAL SCIENCE CURRICULUM STUDY 5E INSTRUCTIONAL MODEL DENGAN PENDEKATAN JELAJAH ALAM SEKITAR TERHADAP KEMAMPUAN LITERASI SAINS SISWA Skripsi disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Biologi oleh Agung Budi Santoso 4401413008 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2017
50
Embed
DENGAN PENDEKATAN JELAJAH ALAM SEKITAR TERHADAP …lib.unnes.ac.id/32329/1/4401413008.pdf · mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Q.S. Al-Alaq: 1-5). “Dan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
PENGARUH BIOLOGICAL SCIENCE
CURRICULUM STUDY 5E INSTRUCTIONAL MODEL
DENGAN PENDEKATAN JELAJAH ALAM SEKITAR
TERHADAP KEMAMPUAN LITERASI SAINS SISWA
Skripsi
disajikan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Biologi
oleh
Agung Budi Santoso
4401413008
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017
ii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi saya yang berjudul
“Pengaruh Biological Science Curriculum Study 5E Instructional Model
dengan Pendekatan Jelajah Alam Sekitar terhadap Kemampuan Literasi
Sains Siswa” disusun berdasarkan hasil penelitian saya dengan arahan dosen
pembimbing. Sumber informasi atau kutipan yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Skripsi ini belum pernah diajukan untuk
memperoleh gelar dalam program sejenis di perguruan tinggi manapun.
Semarang, 28 Februari 2017
Agung Budi Santoso
4401413008
iii
iii
PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul
Pengaruh Biological Science Curriculum Study 5E Instructional Model
dengan Pendekatan Jelajah Alam Sekitar terhadap Kemampuan Literasi
Sains Siswa
disusun oleh
Agung Budi Santoso
4401413008
telah dipertahankan di hadapan Panitia Sidang Ujian Skripsi FMIPA UNNES pada
tanggal 6 Maret 2017.
Panitia Ujian:
Ketua Sekretaris
Prof. Dr. Zaenuri Mastur S.E., M.Si., Akt. Dra. Endah Peniati M.Si.
NIP. 196412231988031001 NIP. 196511161991032001
Ketua Penguji
Drs. Ibnul Mubarok, M.Sc.
NIP. 196307111991021001
Anggota Penguji/ Anggota Penguji/
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Dr. Siti Alimah S.Pd., M.Pd. Ir. Nur Rahayu Utami, M.Si.
NIP. 197411172005012002 NIP. 196210281988032002
iv
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang
Maha Pemurah.Yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam. Dia
mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Q.S. Al-Alaq: 1-5).
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan
Rasulullah saw. bersabda, “Perumpamaan orang beriman itu bagaikan lebah. Ia
makan yang bersih, mengeluarkan sesuatu yang bersih, hinggap di tempat yang
bersih dan tidak merusak atau mematahkan (yang dihinggapinya).” (Ahmad, Al-
Hakim, dan Al-Bazzar)
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR.
Thabrani dan Daruquthni)
“Literasi bukan sekedar tentang dalamnya ilmu, tetapi tentang adab, mau dan
mampu menghadirkan solusi untuk masyarakat dengan ilmu yang dimiliki.”
“Menjadi masyarakat yang reflektif adalah sebuah keniscayaan, sebab ilmu
tanpa amal seperti pohon tanpa buah.”
PERSEMBAHAN
Karya ini ku persembahkan khusus untuk kedua orang tuaku tersayang
Bapak Sarman Sarwowidodo dan Ibu Wartini, serta kakak tercinta Sri Haryanti.
v
v
ABSTRAK
Santoso, Agung, Budi. 2017. Pengaruh Biological Science Curriculum Study 5E Instructional Model dengan Pendekatan Jelajah Alam Sekitar terhadap Kemampuan Literasi Sains Siswa. Skripsi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang. Dr. Siti Alimah S.Pd.,
M.Pd., dan Ir. Nur Rahayu Utami, M.Si.
Pemerintah mengadopsi 3 konsep pendidikan abad ke-21 yaitu 21st century skills, scientific approach dan authentic assesment. Kurikulum 2006
(KTSP) & kurikulum 2013 mengarahkan siswa untuk mengembangkan literasi
sains, yaitu melalui kegiatan inkuiri dan pendekatan ilmiah. Hasil penilaian PISA
terhadap kemampuan literasi sains siswa Indonesia pada tahun 2012 berada pada
urutan ke-64 dari 65 negara peserta. Rendahnya kemampuan literasi sains siswa
dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah pemilihan metode dan
model pembelajaran. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh BSCS 5E Instructional Model dengan pendekatan JAS terhadap kemampuan literasi
sains siswa dan menganalisis kontribusi BSCS 5E Instructional Model dengan
pendekatan JAS terhadap kemampuan literasi sains siswa.
Metode penelitian yang digunakan adalah quasi experimental design dengan desain penelitian pretes-postes control group design, sedangkan teknik
analisis data yang digunakan adalah uji regresi linear sederhana. Populasi
penelitian ini adalah siswa SMP Negeri 1 Boja kelas VIII tahun pelajaran
2016/2017 dengan sampel kelas VIII B dan VIII D. Sampel tersebut diambil
secara purposive sampling. Instrumen tes digunakan untuk mengukur kemampuan
literasi sains sebagai variabel terikat, sedangkan tingkat keterlaksanaan sintaks BSCS 5E Instructional Model dengan pendekatan JAS diukur menggunakan
angket keterlaksanaan sintaks pembelajaran sebagai variabel bebas.
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata hasil postes literasi sains siswa
kelas eksperimen yang menerapkan BSCS 5E Instructional Model dengan
pendekatan JAS sebesar 75,1 lebih baik dari rata-rata hasil postes literasi sains
siswa kelas kontrol yaitu sebesar 59,1. Berdasarkan analisis data yang telah
14. Angket Keterlaksanaan Sintaks BSCS 5E Instructional Model dengan Pendekatan JAS ................................................................ 150
15. Contoh Hasil Pengerjaan Angket Keterlaksanaan Sintaks
BSCS 5E Instructional Model dengan Pendekatan JAS ............... 152
yang mendalam, kemampuan memecahkan masalah, keterampilan sosial, dan
sikap yang digunakan dalam dunia nyata, atau simulasi situasi dunia nyata.
Asesmen autentik menyajikan tugas-tugas yang bermakna dan menarik, dalam
konteks yang luas, di mana pelajar menerapkan pengetahuan dan keterampilan,
dan melakukan tugas dalam situasi baru. Tugas-tugas dalam asesmen autentik
membantu siswa berlatih untuk menyelesaikan permasalahan dengan
ambiguitas yang kompleks dan kehidupan profesional (Aitken & Pungur 1996).
Asesmen autentik dapat menjawab pertanyaan: “kemampuan apakah
yang sudah dikuasai siswa” bukan “apa yang sudah diketahui siswa”, sehingga
siswa dinilai kemampuannya dengan berbagai cara, tidak hanya hasil tes
tertulis saja. Jadi pembelajaran JAS dilaksanakan dalam suasana yang
25
menyenangkan, tidak membosankan, sehingga siswa belajar dengan bergairah.
Pembelajaran dilaksanakan terintegrasi, menggunakan berbagai sumber belajar
sehingga pengetahuan siswa menyeluruh, tidak terpisah-pisah dalam tiap
bidang studi. Pembelajaran JAS menekankan pada siswa aktif dan kritis, jadi
pembelajaran berpusat pada siswa, dipandu oleh guru yang kreatif.
C. Biological Science Curriculum Study 5E Instructional Model dengan
pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS)
Biological Science Curriculum Study 5E Instructional Model yang terdiri
lima tahap dengan pendekatan JAS yang mempunyai enam komponen memiliki
keterkaitan yang kuat diharapkan menjadi suatu perpaduan desain pembelajaran
yang dapat membuat siswa menjadi aktif belajar, menyenangkan serta
meningkatkan kemampuan literasi sains siswa. Gabungan antara BSCS 5E
Instructional Model dengan pendekatan JAS dapat dilihat pada pembuatan
rancangan pelaksanaan pembelajaran.
Lima tahap yang terdapat pada BSCS 5E Instructional Model adalah tahap
engagement, exploration, explanation, elaboration dan evaluation. Komponen
pada pendekatan JAS adalah eksplorasi, konstruktivisme, proses sains,
masyarakat belajar, bioedutainment, dan asesmen autentik.
Komponen eksplorasi terdapat pada tahap kedua dalam BSCS 5E
Instructional Model yaitu tahap exploration. Siswa melakukan praktikum uji
bahan makanan dari sekitar lingkungan sekolah dan eksplorasi ke puskesmas
terdekat tentang penyakit yang menyerang sistem pencernaan. Komponen
konstruktivisme merupakan salah satu dasar dari BSCS 5E Instructional Model,
yang mana BSCS 5E Instructional Model merupakan salah satu model
pembelajaran konstruktivisme.
Komponen konstruktivisme tersebut terlihat jelas pada tahap engagement,
exploration dan elaboration dimana siswa membangun sendiri pengetahuan
mereka dengan menghubungkan pengalaman masa lampau dengan pengalaman
baru dan terlibat dalam isu-isu yang berkaitan dengan sistem pencernaan makanan
dalam kehidupan sehari-hari.
Proses sains dimulai ketika siswa melakukan pengujian bahan makanan
dengan proses manipulasi melalui kegiatan laboratorium. Proses sains ini
26
tergabung dalam tahap exploration dan explanation. Konsep masyarakat belajar
menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain,
konsep tersebut masuk ke dalam exploration, explanation, elaboration dan
evaluation dimana siswa selama pembelajaran terbagi menjadi kelompok-
kelompok kecil baik selama praktikum, diskusi maupun saat mengumpulkan
informasi dan data tentang penyakit yang menyerang sistem pencernaan yang
sering ditemukan dari suatu rumah sakit atau puskesmas terdekat.
Bioedutainment menekankan kegiatan pembelajaran yang dikaitkan
dengan kejadian nyata dan melibatkan unsur-unsur ilmu dan penemuan ilmu,
komponen tersebut terdapat pada tahap exploration dan elaboration dimana siswa
melakukan langsung pengujian bahan makanan di laboratorium dan diberi
permasalahan yang terjadi di kehidupan nyata yang dapat dijelaskan dengan
scientific reasoning.
Komponen yang keenam adalah asesmen autentik adalah proses
pengumpulan data yang memberikan perkembangan siswa, konsep tersebut masuk
dalam penilaian hasil lembar kerja siswa, laporan hasil eksplorasi puskesmas
terdekat, jurnal refleksi dan mengerjakan soal literasi sains materi sistem
pencernaan. Asesmen autentik tergabung dalam tahap evaluation dari BSCS 5E
Instructional Model.
D. Kemampuan Literasi Sains (Scientific Literacy)
Istilah literasi sains mulai muncul pada akhir tahun 1950, namun
pengertian-pengertian yang dikemukakan mengenai istilah tersebut tidak selalu
sama (Robert 2005; Rahayu 2014). Secara harfiah, literasi berarti “melek”,
sedangkan sains berarti pengetahuan alam. PISA mendefinisikan literasi sains
sebagai kemampuan untuk menggunakan pengetahuan sains dalam isu-isu yang
berkembang di masyarakat, menjelaskan fenomena ilmiah, mengevaluasi dan
merancang penyelidikan ilmiah dan mengambil kesimpulan berdasarkan bukti-
bukti dalam rangka memahami serta membuat keputusan berkenaan dengan alam
dan perubahannya akibat aktivitas manusia sehingga menjadi masyarakat yang
reflektif (OECD 2012).
Deboer (2000) menyatakan bahwa “scientific literacy was to provide a
broad understanding of science and of the rapid developing scientific enterprise
27
whether one was to become a scientist or not”. Artinya, literasi sains
diperuntukkan bagi seluruh siswa, tidak memandang apakah nanti siswa tersebut
akan menjadi saintis atau tidak. Sedangkan National Science Education Standards
(NSES) (1996) menyatakan bahwa “scientific literacy is knowledge and
understanding of scientific concepts and processes required for personal decision
making, participation in civic and cultural affairs, and economic productivity”.
Berdasarkan pengertian tersebut, penekanan literasi sains bukan hanya
pengetahuan dan pemahaman terhadap konsep dan proses sains, tetapi juga
diarahkan bagaimana seseorang dapat membuat keputusan dan berpartisipasi
dalam kehidupan bermasyarakat, budaya, dan pertumbuhan ekonomi.
Menurut pengertian PISA, seorang individu tidak bisa digolongkan
menjadi seseorang yang scientifically literate atau seseorang yang scientifically
illiterate. Melainkan dengan istilah perkembangan literasi sains dari “kurang
berkembang” (less developed) menjadi “lebih berkembang” (more developed).
Siswa dengan kemampuan literasi yang kurang berkembang mampu
menyelesaikan masalah pada situasi sederhana dan akrab, sedangkan siswa yang
memiliki kemampuan literasi lebih berkembang mampu menyelesaikan masalah
pada situasi yang kompleks dan kurang akrab (Rahayu 2014). Berbeda dengan
PISA, NSES dalam National Research Council (1996) menggunakan istilah
scientifically literate dan scientifically illiterate.
Gambaran tentang seseorang yang scientifically literate atau orang yang
memiliki literasi sains dalam NSES, yaitu orang yang mampu: (a) membaca
dengan memahami artikel tentang ilmu pengetahuan dalam berita populer, (b)
terlibat diskusi (percakapan sosial) tentang keabsahan kesimpulan di artikel
tersebut, (c) mengidentifikasi isu-isu ilmiah yang mendasari keputusan lokal dan
nasional serta express opinion yang ilmiah dan terkait teknologi informasi, (d)
mengevaluasi kualitas informasi ilmiah atas dasar sumbernya dan metode yang
digunakan, (e) menyikapi dan mengevaluasi argumen berdasarkan bukti dan
menerapkan kesimpulan dari argumen seperti tepat.
Hampir tidak berbeda jauh dengan NSES, dalam Twenty First Century
Science dinyatakan bahwa seseorang yang berliterasi sains adalah orang yang: (a)
menghargai dan memahami dampak dari ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
28
kehidupan sehari-hari, (b) mengambil keputusan pribadi tentang hal-hal yang
melibatkan ilmu pengetahuan, seperti kesehatan, diet, penggunaan sumber daya
energi, (c) membaca dan memahami poin penting dari laporan media tentang hal-
hal yang melibatkan ilmu, (d) merefleksikan secara kritis informasi termasuk
dalam, dan (sering lebih penting) dihilangkan dari, laporan tersebut, (e) dengan
percaya diri mengambil bagian dalam diskusi dengan orang lain tentang isu-isu
yang melibatkan ilmu.
Melengkapi dua pernyataan sebelumnya, Norris dan Philips dalam
Holbrook & Rabbikmae (2009) menambahkan komponen sikap dalam literasi
sains, yaitu: kemandirian dalam belajar IPA, kemampuan untuk berpikir ilmiah,
keingintahuan, dan kemampuan untuk berpikir kritis. Lebih jauh lagi, Graber
dalam Holrook & Rannikmae (2009) menggambarkan model literasi sains
berbasis kompetensi (Gambar 1) yang merupakan hasil persinggungan antara
“what do people know” (terdiri atas kompetensi sains dan kompetensi
epistemologis), “what do people value” (terdiri atas kompetensi etika/moral), dan
“what can people do” (terdiri dari kompetensi belajar, kompetensi sosial,
kompetensi prosedural, dan kompetensi berkomunikasi). Artinya, orang yang
berliterasi sains tidak hanya mumpuni dalam konten dan proses serta keterampilan
sains, melainkan juga memiliki sikap dan etika/moral.
29
Gambar 1 Graber Model for Scientific Literacy
E. Pembelajaran BSCS 5E Instructional Model dengan Pendekatan JAS Materi Sistem Pencernaan kaitannya dengan Kemampuan Literasi Sains
Berdasarkan silabus Kurikulum 2013 IPA SMP materi sistem pencernaan
terdapat pada KD 3.5 dan KD 4.5. Kompetensi Dasar 3.5 berbunyi “Menganalisis
sistem pencernaan pada manusia dan memahami gangguan yang berhubungan
dengan sistem pencernaan, serta upaya menjaga kesehatan sistem pencernaan” ;
Kompetensi Dasar 4.5. berbunyi “Menyajikan hasil penyelidikan tentang
pencernaan mekanis dan kimiawi”.
Secara tegas disebutkan dalam kegiatan pembelajaran yang disarankan
bahwa dalam membelajarkan materi tersebut seminimal-minimalnya siswa harus
melakukan pengamatan langsung dan percobaan uji bahan makanan yang
mengandung karbohidrat, gula, lemak dan protein untuk dapat mencapai KD
tersebut. Hal ini menjadi menarik karena hakikat belajar Biologi adalah memberi
kesempatan seluas-luasnya bagi siswa untuk berinteraksi langsung dengan objek
biologi. Walaupun secara umum praktikum sudah menjadi komponen dalam
pembelajaran sains-teknologi-olahraga di sekolah-sekolah di Indonesia, namun
What do people know? What do people value?
Scientific
Literacy
Ethical
Competence
Epistomoogical
Competence
Subject
Competence
Learning Competence
Social Competence
Communicative
Competence
Procedural
Competence
30
tampaknya praktikum di sekolah belum dilaksanakan optimal dalam rangka
mencapai kompetensi dasar yang disuratkan kurikulum. Menurut Rustaman
(2002) salah satu kendala yang dialami sekolah adalam praktikum dalam
penyelenggaraanya tidak sedikit menyita dana, waktu dan tenaga
dalam mempersiapkannya.
Pembelajaran Biologi sesuai dengan karakteristik pembelajaran abad ke-
21 diarahkan pada penciptaan suasana aktif, kritis, analisis, dan kreatif dalam
pemecahan masalah dengan menggunakan keterampilan proses sains (Sudarisman
2015). Suhardi (2007) menegaskan bahwa hakikat proses belajar adalah
interaksi antara siswa dengan obyek yang dipelajarinya sehingga proses
pembelajaran tidak tergantung sekali kepada keberadaan guru sebagai pengelola
pembelajaran.
Sesuai dengan rambu-rambu yang dikembangkan Framework PISA, ada
empat aspek yang dinilai dalam mengukur literasi sains yaitu pemahaman konsep
(konten) sains, kompetensi (proses) sains, konteks (aplikasi) sains, dan sikap
sains. Dalam mengukur kompetensi (proses) sains PISA menetapkan tiga aspek
dari komponen kompetensi (proses) sains dalam penilaian literasi sains, yaitu
menjelaskan fenomena ilmiah, mengevaluasi dan merancang penyelidikan ilmiah
serta menginterpretasi data dan bukti ilmiah. Sedangkan untuk konteks (aplikasi)
sains meliputi topik kesehatan dan penyakit, sumber daya alam, kualitas
lingkungan, bahaya yang mengancam, batasan sains dan teknologi yang
mencakup ranah personal, lokal/nasional maupun global (OECD 2013). Siswa
diarahkan bukan hanya menerima pengetahuan dari guru, tapi juga secara aktif
merefleksikan setiap hal yang ditemui sehingga terus mengembangkan berbagai
penelusuran secara mandiri untuk membangun konsep dan mau terlibat dalam
berbagai isu/permasalahan yang ada di masyarakat.
Pembelajaran BSCS 5E Instructional Model dengan Pendekatan JAS
Materi Sistem Pencernaan salah satunya menggunakan metode praktikum.
Praktikum dilakukan untuk mengembangkan kompetensi (proses) sains, yaitu
merancang dan melakukan penyelidikan ilmiah meliputi percobaan uji bahan
makanan yang mengandung karbohidrat, gula, lemak dan protein dan
penyelidikan tentang pencernaan mekanis dan kimiawi. Sumber bahan makanan
31
yang digunakan berasal dari lingkungan sekitar siswa. Dari praktikum tersebut
diharapkan melatih siswa mampu menginterpretasi data dan bukti ilmiah hingga
menjelaskan fenomena secara ilmiah.
Siswa juga di dorong untuk tertarik dengan isu-isu nasional melalui studi
kasus mengenai kasus kopi Mirna yang mati setelah meneguk secangkir kopi
vietnam, eksplorasi ke puskesmas terdekat untuk mewawancarai salah satu dokter
tentang penyakit-penyakit yang sering diderita masyarakat yang berhubungan
dengan sistem pencernaan. Pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar
akan memberikan kesempatan belajar di luar kelas yang mempunyai dimensi
ruang lebih terbuka dan dapat memotivasi serta membawa konsekuensi
pada pengenalan secara cermat kondisi lingkungan itu sendiri.
32
F. Kerangka Berpikir
Berdasarkan tinjauan pustaka dan latar belakang, maka dapat dikembangkan
kerangka berfikir pada Gambar 2.
Pemerintah mengadopsi 3 konsep
pendidikan abad 21 yaitu 21st century skills, scientific approach dan authentic
assesment
Keterampilan abad 21 adalah (1) life and career skills, (2) learning and
innovation skills, dan (3) Information media and technology skills
Peringkat PISA 2012,
Indonesia berada pada
urutan ke-64 dari 65
As noted in the prior section, there
may be some linkages between
the BSCS 5E instructional model and development of 21st century skills
(Bybee 2009)
Perpaduan BSCS 5E Instructional Model dengan Pendekatan JAS
JAS memberi kesempatan
seluas-luasnya untuk siswa
berinteraksi langsung
dengan objek biologi.
Kemampuan literasi sains
Kurikulum 2006 (KTSP) &
kurikulum 2013 mengarahkan
siswa untuk mengembangkan
literasi sains, yaitu melalui
kegiatan inkuiri dan pendekatan
ilmiah (scientific approach)
(Anjarsari 2014).
Dipengaruhi oleh
beberapa faktor, salah
satunya adalah
pemilihan metode dan
model pembelajaran
(Kurnia &
Fathurohman 2014)
Menguji pengaruhnya terhadap kemampuan literasi sains siswa
Gambar 2 Kerangka Berpikir Pengaruh BSCS 5E Instructional Model dengan
Pendekatan JAS terhadap Kemampuan Literasi Sains Siswa
G. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah penerapan BSCS 5E Instructional Model dengan
pendekatan JAS berpengaruh terhadap kemampuan literasi sains siswa pada materi
Sistem Pencernaan kelas VIII SMP.
65
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1. BSCS 5E Instructional Model dengan pendekatan JAS berpengaruh signifikan
terhadap kemampuan literasi sains siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Boja
Kendal.
2. BSCS 5E Instructional Model dengan pendekatan JAS memiliki pengaruh
terhadap kemampuan literasi sains siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Boja Kendal
sebesar 32,8%.
B. Saran
1. Kemampuan literasi sains yang diteliti perlu secara spesifik mengukur masing-
masing dari keempat aspek yang dinilai dalam literasi sains menurut
Framework PISA yaitu pemahaman konsep (konten) sains, kompetensi (proses)
sains, konteks (aplikasi) sains, dan sikap sains, serta tiga aspek dari komponen
kompetensi (proses) sains dalam penilaian literasi sains, yaitu menjelaskan
fenomena ilmiah, mengevaluasi dan merancang penyelidikan ilmiah serta
menginterpretasi data dan bukti ilmiah sehingga dapat diketahui hubungan
aspek satu dengan yang lain.
2. Waktu penelitian sebaiknya diperhatikan agar pembelajaran dapat berjalan
normal tanpa melakukan penambahan diluar jam pelajaran yang telah terjadwal
sekolah.
3. Perlu penelitian yang mampu membandingkan BSCS 5E Instructional Model
yang dikombinasikan dengan pendekatan JAS dengan BSCS 5E Instructional
Model yang tanpa dikombinasikan dengan pendekatan JAS.
65
66
DAFTAR PUSTAKA
Aitken, N. and Pungur, L. 1996. Authentic Assessment, diunduh dari
www.ntu.edu.vn, April 2016.
Akar, E. 2005. Effectiveness of 5E learning cycle model on students’ understanding of acid-base concepts. Dissertation Abstracts International.
Alimah, S. dan Marianti, A. 2015.Jelajah Alam Sekitar: Pendekatan, Strategi, Model, dan Metode Belajar Biologi Berkarakter untuk Konservasi. Semarang: FMIPA Universitas Negeri Semarang.
Anjarsari, P. 2014. Literasi Sains dalam Kurikulum dan Pembelajaran IPA SMP.
Prosiding Semnas Pensa VI ”Peran Literasi Sains” Surabaya, 20 Desember 2014 ISBN 978-979-028-686-3 602 Program Studi Pendidikan IPA,
FMIPA UNY, Yogyakarta 55281.
Arikunto, S. 2007. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Ed.revisi, Cet.7. Jakarta:
Rineka Cipta.
Ates, Salih. 2005. The Effects of Learning Cycle on College Students’ Understandings of Different Aspects in Resistive DC Circuits. Electronic Journal of Science Education, 9 (4), June 2005.
Berlyne, D.E. 2000. A Theory of Human Curiosity. British Journal of Biology 45
(3): 180-190.
Beswick. 2000. An Introduction of the Study of Curiosity. Disampaikan pada A
presentation at St. Hilda’s College Senior Common Room, Fellows night. 10 Mei 2000. http://www.beswick.info/psychres/curiosityintro.htm.
Bransford, J., A. Brown, and R. Cocking. 2001. How people learn: Brain, mind, experience, and school. Washington, DC: National Academy Press.
Bybee, R. 1997. Achieving scientific literacy: From purposes to practices. Portsmouth, NH: Heinemann.
Bybee, R., Taylor, J. 2006. The BSCS 5E instructional model: Origins and effectiveness. Colorado Springs, CO: BSCS.
Bybee, R. 2009. The BSCS 5E Instructional Model and 21st Century Skills. The National Academies Board on Science Education.
Deboer, G.E. 2000. Scientific Literacy: Another Look at Its Historical and
Contemporary Meaning and Its Relationship to Science Education
Reform. Journal of Research in Science Teaching, 37, 582-601.
Djohar.1987.Peningkatan Proses Belajar Sains Melalui Pemanfaatan Sumber Belajar.Makalah Sidang Senat Terbuka. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.
67
Dyer, J.H., Gregersen, H.B., Christensen, C.M. 2009. The innovator’s DNA.
Harvard Business Review, December 2009, pp. 1-10. https://hbr.org/2009/
12/the-innovators-dna# (diakses pada Mei 2016).
Ekohariadi. 2009. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Literasi Sains Siswa
Indonesia Berusia 15 tahun. Jurnal Pendidikan Dasar, 10 (1): 29-43.
Ennis, Robert H.2011. The Nature of Critical Thinking: An Outline of Critical Thinking Dispositions and Abilitiesi. Emeritus Professor, University of
Illinois. This is a several-times-revised version of a presentation at the Sixth International Conference on Thinking at MIT, Cambridge, MA, July,
1994. Last revised May, 2011.
Frydenberg, M. E., Andone, D. 2011. Learning for 21st Century Skills. IEEE’s International Conference on Information Society, London, 27-29 June
2011, 314-318.
Hadi, S., Mulyaningsih, E.2009. Model Trend Prestasi Siswa Berdasarkan Data PISA Tahun 2000, 2003 dan 2006. Laporan Penelitian Pusat Penilaian
Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan
Nasional.
Hake, R.R. 2007. "Design-Based Research in Physics Education Research: A Review," in A.E. Kelly, R.A. Lesh, & J.Y. Baek, eds. (in press), Handbook of Design Research Methods in Mathematics, Science, and Technology Education. Erlbaum; online at http://www.physics.indiana.edu/~hake/
DBR-Physics3.pdf.
Heath, et al. 2014. A Spotlight on Preschool: The Influence of Family Factors on
Children’s Early Literacy Skills. Journal Of Plos One, 9 (4): 1-14.
Holbrook, J., Rannikmae, M. 2009. The Meaning of Scientific Literacy.
International Journal of Environmental & Science Education, 4 (3), 275-
278.
Holden, I. 2012. Predictors Of Students' Attitudes Toward Science Literacy.
Communications in Information Literacy, 6(1): 107-123.
Kulsum U., Hindarto, N. 2011. Penerapan Model Learning Cycle pada Sub Pokok
Bahasan Kalor untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa
Kelas VII SMP. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 7(2011): 128-133.
Semarang: FMIPA Universitas Negeri Semarang.
Kurnia, Z., Fathurohman. 2014. Analisis Bahan Ajar Fisika Sma Kelas Xi Di
Kecamatan Indralaya Utara Berdasarkan Kategori Literasi Sains. Jurnal Inovasi dan Pembelajaran Fisika,1(1): 42-47.
Massachusetts Department of Elementary and Secondary Education. PISA 2012 Result.http://www.oecd.org/pisa/keyfindings/pisa-2012-results
overview.pdf. [diakses 4 Mei 2016 13.53].
68
National Research Council. 1996. National Science Education Standards.
Washington, DC: National Academy Press.
Norris S.P., & Phillips, L.M. 2003. How literacy in its fundamental sense is
central to scientific literacy. Science Education, 87, 224-240.