perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user أDEMAND DAN SUPPLY PRAKTIK SOCIAL DISCLOSURE DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh ASRI DIAH SUSANTI F 0306003 FAKULTAS EKONOMI JURUSAN AKUNTANSI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
78
Embed
DEMAND DAN SUPPLY - digilib.uns.ac.id/Demand-dan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user أ DEMAND DAN SUPPLY PRAKTIK SOCIAL DISCLOSURE DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
أ
DEMAND DAN SUPPLY
PRAKTIK SOCIAL DISCLOSURE DI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat
untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh
ASRI DIAH SUSANTI
F 0306003
FAKULTAS EKONOMI JURUSAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ب
DEMAND DAN SUPPLY PRAKTIK SOCIAL DISCLOSURE
DI INDONESIA
ABSTRAKSI
ASRI DIAH SUSANTI
F0306003
Penelitian ini bertujuan untuk mengalisis apakah ada information gap antara demand dan supply praktik social disclosure di Indonesia dan menguji pengaruh karakteristik perusahaan terhadap pengungkapan informasi sosial. Karakteristik perusahaan diproksi dengan size, profitabilitas, leverage, dan tipe industri. Penelitian ini juga menguji proporsi dewan komisaris independen dan kepemilikan institusi sebagai variabel kontrol.
Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer digunakan untuk mengukur komponen demand yang diperoleh dari hasil wawancara kuesioner terhadap 50 orang narrow financial based stakeholdsers. Sedangkan untuk komponen supply diukur dengan menggunakan data sekunder. Data sekunder diperoleh dari hasil analisis 70 laporan tahunan perusahaan tahun 2008 yang listing di BEI.
Analisis dilakukan dengan membandingkan tingkat demand dan supply untuk menemukan information gap. Uji regresi berganda juga dilakukan untuk menguji pengaruh karakteristik perusahaan terhadap pengungkapan informasi sosial. Pengujian logistic regression, ANOVA, dan T-test juga dilakukan untuk mendukung hasil penelitian.
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa rata-rata demand dari responden terhadap pengungkapan informasi sosial adalah sebesar 3,76 dalam skala likert 5. Semua perusahaan (100%) mengungkapkan informasi sosialnya dengan tingkat rata-rata sebesar 40,24% (metode unweighted) dan 40,58% (metode weighted). Hasil ini menunjukkan bahwa secara umum ada information gap antara tingkat demand dan supply praktik social disclosure di Indonesia. Hasil ini juga menunjukkan adanya peningkatan supply praktik pengungkapan sosial di Indonesia dari penelitian yang dilakukan Suhardjanto dan Aulia (2009) yang hasilnya menujukkan rata-rata pengungkapan sosial di Indonesia pada tahun 2007 hanya sebesar 22,23%.
Hasil pengujian multiple regression menunjukkan bahwa variabel size berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan sosial (β=0,08, ρ-value 0,000). Hasil ini sesuai dengan penelitian Suhardjanto dan Aulia (2009). Variabel Proporsi dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap tingkat pengungkapan sosial (β=-0,43, ρ-value 0,002). Kata kunci: social disclosure, information gap, karakteristik perusahaan, indeks
tertimbang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ج
DEMAND DAN SUPPLY PRAKTIK SOCIAL DISCLOSURE
DI INDONESIA
ABSTRACT
ASRI DIAH SUSANTI
F0306003
The objective of this research are to analyze is there any information gap between demand and supply of social disclosure in Indonesia and to investigate the influence of company’s characteristics to the level of social disclosure. Company characteristics are indentified as size, profitability, leverage, and industrial type. This study also examines independent board of commissioner composition and the institusional ownership as control variable.
This research uses primary and secondary data. Primary data uses 50 respondents from narrow financial based stakeholders in questionnaire issued. Secondary data uses 70 annual report of Indonesian listing firm’s 2008 on IDX.
For analyzing, we compare demand and supply social disclosure for finding information gap. This research is also conducted by examination of multiple regression, logistic regression, ANOVA, and T-test.
The result shows that level demand of social disclosure on average is 3.76 in 5 likert scale. There is one hundred percent (100%) disclosed social information and practice of social disclosure in Indonesia on average is 40.24% in unweighted method and 40.58% in weighted method. This result suggest that there is an information gap between demand and supply practice of social disclosure in Indonesia. Suhardjanto and Aulia (2009) investigated that practice of social disclosure in Indonesia just on average is 22.23%. This fact shows supply of financial stakeholder increase 20.01% that means awareness of company in Indonesia about social activity is going up.
Multiple regression test indicates that the company size has a positive effect to social disclosure (β=0.08, ρ-value 0.000). This result consistent with Suhardjanto and Aulia (2009). The result of multiple regression also suggest that there is negative influence of independent board of commissioner to social disclosure (β=-0.43, ρ-value 0.02). Keyword: social disclosure, information gap, company characteristics, weighted
index
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
Bab pertama dalam penelitian ini akan memaparkan latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan juga manfaat penelitian bagi
pihak-pihak yang berkepentingan, serta sistematika penulisan.
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang disoroti dunia dalam kasus
sosialnya, terutama dalam hal korupsi. Negara kita ini menduduki ranking
keempat dunia dan dinobatkan sebagai negara terkorup di Asia dalam kasus
korupsi (Okezone.com, Februari 2009). Kasus yang sedang hangat dibicarakan
dalam beberapa kurun waktu terakhir ini diantaranya adalah kasus korupsi yang
melibatkan pejabat tinggi pemerintahan yang dikenal "Kasus Cicak Vs Buaya"
dan kasus korupsi dalam Perusahaan Gas Negara (Okezone.com, Februari 2009;
Kompas, Juli 2009).
Kasus Cicak versus Buaya merupakan kasus kompleks yang melibatkan
nama tiga institusi besar di Indonesia, yaitu kepolisian, kejaksaan, dan KPK.
Kasus ini diduga kuat merupakan tindakan pelemahan terhadap KPK. Kasus ini
mulai terkuak dengan ditemukkannya testimoni dari Antasari Azhar, dan diikuti
oleh bukti lain yaitu hasil penyadapan rekaman telepon antara Anggodo Wijoyo
dan pejabat tinggi pemerintah (Kompas, 6 Juli 2009). Istilah Cicak dan Buaya
pertama kali dicetuskan dalam wawancara dengan Kabareskim Mabes Polri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Istilah ini kemudian berkembang di masyarakat, cicak diinterpretasikan sebagai
gerakan melawan koruptor (Cinta Indonesia Cinta KPK), sedangkan buaya sendiri
digunakan sebagai lambang untuk menggambarkan koruptor yang menggantikan
lambang tikus (Kompas, 12 Juli 2009). Dalam Kompas edisi 3 November 2009
disebutkan bahwa dalam perkembangannya, kasus ini merupakan titik awal untuk
menguak kasus Bank Century.
Dalam kasus korupsi PT PGAS, ditemukan adanya dua penyimpangan,
pertama adalah adanya insider trading dalam penjualan saham PT PGAS dalam
divestasi saham PT PGAS. Kedua adalah kasus korupsi dengan jalan
memanipulasi pasar saham, sehingga harga saham PT PGAS jatuh, dan target
APBN tidak terpenuhi (Okezone.Com). Kasus di atas bukan merupakan kasus
satu-satunya yang terjadi, masih banyak kasus korupsi yang dilakukan dalam
perusahaan BUMN maupun swasta, diantaranya kasus korupsi PT. Bahana
Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI), Bank Harapan Santosa (BHS), BLBI, Bank
Surya, dan PT. Siak Zamrud Pusako (Wikipedia.Com, Feb 2009).
Selain kasus korupsi di atas, masih banyak kasus sosial lain yang terjadi di
Indonesia, diantaranya menyangkut kesehatan dan keamanan produk dan
penggunaan tenaga kerja di bawah umur. Dalam artikel Departemen Perindustrian
9 Agustus 2007 disebutkan bahwa di Indonesia, telah terjadi banyak kasus
penggunaan bahan kimia berbahaya bagi kesehatan. Diantaranya penggunaan
formalin yang dikemukakan Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM).
Pengujian kandungan formalin dilakukan terhadap 98 sampel produk makanan
dengan rincian 23 sampel mie basah-15 produk tercemar formalin (65%), 34
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
sampel ikan asin-22 tercemar (65%), dan 41 sampel produk tahu semuanya
tercemar (100%). Selain produk makanan, BPOM juga menemukan 80% dari
jajanan sekolah dinyatakan mengandung bahan-bahan berbahaya bagi kesehatan
seperti boraks, natrium siklamat, rodamin B dan sakarin.
Dalam majalah Kompas edisi Januari 2009, disebutkan bahwa Markas
Besar Kepolisian RI menangkap Anthoni, pengusaha sarang burung wallet yang
mempekerjakan 17 orang anak di bawah umur. Anak-anak tersebut direkrut
melalui Yayasan Tiga Putra Jaya, Putri Sehati, Mekar Jaya, dan Makmur Jaya.
Anak-anak tersebut dipekerjakan selama 10-14 jam per hari dengan upah Rp 350
ribu per bulan. Upah dibayarkan per tahun. Namun kenyataannya anak-anak tidak
dibayar. Praktik penggunaan pekerja di bawah umur biasanya berlatar belakang
masalah ekonomi, seperti Dedi, seorang anak warga Kampung Panjangsari,
Kelurahan Parakan Wetan, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, terpaksa harus
bekerja keras sebagai juru parkir kendaraan di Komplek Klenteng, Temanggung
(Liputan 6.com, 11 November 2009). Sekretaris KAN-PBPTA Cilegon, Maksum
dalam Radar Banten (Februari, 2009) mengatakan,
"Di lapangan masih banyak anak-anak di bawah umur yang dipekerjakan orang tuanya. Padahal kita telah gencar melakukan sosialisasi sampai ke masing-masing kecamatan tentang larangan anak di bawah usia 18 tahun dipekerjakan"
Maraknya kasus sosial di atas memunculkan tuntutan terhadap perusahaan
untuk memberikan informasi yang transparan, organisasi yang akuntabel serta tata
kelola perusahaan yang semakin bagus (good corporate governance) dan
memberikan informasi mengenai aktivitas sosialnya. Masyarakat membutuhkan
informasi mengenai sejauh mana perusahaan sudah melaksanakan aktivitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
sosialnya sehingga hak masyarakat untuk hidup aman dan tentram, kesejahteraan
karyawan, dan keamanan mengkonsumsi makanan dapat terpenuhi (Anggraini,
2006). Tuntutan ini menunjukkan adanya kesadaran tentang pentingnya
pengungkapan sosial untuk menyediakan produk-produk yang ramah lingkungan
dan diproduksi dengan memperhatikan kaidah-kaidah sosial dan prinsip-prinsip
Hak Asasi Manusia (Monika dan Hartanti, 2008).
Berbagai reaksi muncul dari fenomena peningkatan permintaan
pengungkapan sosial. Pada tanggal 20 Juli 2007, disahkan Undang-undang nomor
40 tentang penerapan CSR, yang dikuatkan melalui peraturan pemerintah (PP)
dimana perusahaan yang melakukan kegiatan usaha di bidang/berkaitan dengan
sumber daya alam wajib melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Ketentuan itu sudah ditetapkan dalam UU Perseroan Terbatas (PT), UU Investasi
dan UU Minerba (Mineral dan Batubara) (Budhiartha, 2008). Undang-undang
tersebut secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan
sosial perusahaan mengingat adanya sanksi pelanggaran undang-undang ini
(Undang-Undang No.40 tahun 2007 Pasal 74 Ayat 1).
Selain dipengaruhi oleh undang-undang yang dibuat regulator, kesadaran
perusahaan merupakan komponen signifikan dalam pengungkapan aktivitas
sosial. Seperti yang diungkapkan oleh beberapa perusahaan dalam annual report
mereka sebagai berikut,
In line with Good Corporate Governance practices, Corporate Social Responsibility has developed into an integral part of the Company’s overall strategy to maintain sustainable business Growth. (Annual Report PT Sorini Agro Asia Corporindo Tbk, 2008)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Bagi Jasa Marga, masyarakat merupakan stakeholder yang penting. Terbangunnya interaksi yang harmonis antara perusahaan dan komunitas di sekitarnya pada gilirannya akan menciptakan kondisi yang mendukung kelangsungan operasional perusahaan, sekaligus bermanfaat bagi masyarakat. (Annual Report PT Jasa Marga, 2008)
Suhardjanto dan Aulia (2009) menyebutkan bahwa banyaknya kasus
korupsi, pelanggaran HAM, ancaman keselamatan pelanggan atas produk dan
aspek sosial lainnya di Indonesia yang sering diungkapkan di media memicu
untuk dilakukannya penelitian, khususnya di ranah bisnis. Beberapa penelitian
telah mengkaji masalah social disclosure ini dan hasilnya menunjukkan bahwa
terjadi peningkatan social disclosure secara rata-rata di Indonesia (Suhardjanto
dan Aulia, 2009; Monika dan Hartanti, 2008; Nurlaela dan Islahudin, 2007).
Dalam Suhardjanto dan Aulia (2009) disebutkan bahwa rata-rata tingkat
pengungkapan informasi sosial perusahaan sebesar 22%. Namun angka tersebut
dikategorikan rendah jika dibandingkan dengan negara lain. Guthrie dan Parker
(1990) meneliti pengungkapan sosial perusahaan Amerika Serikat, Inggris, dan
Australia. Dan hasilnya menunjukkan bahwa 98% perusahaan Inggris, 85%
perusahaan Amerika Serikat, dan 56% perusahaan Australia melaporkan
pengungkapan sosial mereka dalam laporan tahunan.
Fakta ini menunjukkan bahwa tingkat permintaan yang tinggi terhadap
pengungkapan sosial tidak diimbangi dengan pemenuhan akan permintaan
tersebut (supply). Dari hal tersebut penulis tertarik untuk meneliti apakah ada
information gap antara tingkat permintaan (demand) dan pemenuhan akan
permintaan (supply) praktik pengungkapan sosial di Indonesia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian
ini memberikan bobot tertimbang pada tingkat pengungkapan sosial perusahaan.
Penelitian ini dilakukan melalui dua tahap, tahap 1 (satu) untuk mengukur tingkat
permintaan terhadap pengungkapan sosial dengan melakukan survey kuesioner
dan tahap 2 (dua) dengan melakukan analisis pengungkapan sosial dalam laporan
tahunan, dengan menggunakan leverage, tipe industri, ukuran perusahaan, dan
profitabilitas sebagai variabel independen, yang dikontrol dengan mekanisme
Corporate Governance yaitu kepemilikan institusi dan komposisi dewan
komisaris independen. Maka, judul penelitian ini adalah "DEMAND DAN
SUPPLY PRAKTIK SOCIAL DISCLOSURE DI INDONESIA"
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, permasalahan yang dimunculkan dalam
penelitian ini sebagai berikut :
1. Adakah information gap antara demand dan supply pengungkapan sosial.
Demand ditunjukkan dengan indeks tertimbang yang diperoleh dari
narrow financial based stakeholder sedangkan supply ditunjukkan
dengan pengungkapan informasi sosial dalam annual report.
2. Apakah karakteristik perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan
sosial (social disclosure).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya information gap antara
demand dan supply pengungkapan sosial dan mengetahui pengaruh karakteristik
perusahaan (ukuran perusahaan, leverage, profitabilitas, dan tipe industri)
terhadap social disclosure.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat termasuk:
1. Dapat memberikan kontribusi terhadap literatur penelitian akuntansi
khususnya mengenai topik karakteristik perusahaan ataupun
pengungkapan sosial.
2. Bagi perusahaan, dapat memberikan masukan dalam perbaikan
pengungkapan aktivitas sosial dalam laporan keuangan.
3. Bagi stakeholder seperti investor, kreditor dan pihak-pihak yang
berkepentingan lainnya, dapat menjadi acuan tambahan dalam
menganalisis informasi yang disajikan oleh perusahaan berkenaan dengan
pengungkapan informasi sosial.
4. Bagi regulator, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan bagi penyusunan standar akuntansi sosial dan sebagai bahan
masukan dalam peningkatan kualitas standar peraturan yang ada.
5. Bagi kalangan akademisi, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
tambahan literatur dalam bidang ilmu akuntansi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
E. Sistematika Laporan
Adapun sistematika laporan adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN
HIPOTESIS
Bab ini membahas landasan teori yang diantaranya berupa
tinjauan pustaka, kerangka teoritis, dan dilanjutkan dengan
penelitian terdahulu yang dikembangkan (hipotesis).
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisi desain penelitian; populasi, sample, dan teknik
sampling; pengukuran variable; instrument penelitian; sumber
data; metode pengumpulan data; serta metode analisis data.
BAB IV : ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Bab ini membahas mengenai data yang digunakan, pengolahan
data tersebut dengan alat analisis yang diperlukan dan hasil dari
analisis data.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis data
yang telah dilakukan, saran-saran yang diajukan dari hasil
penelitian, dan rekomendasi bagi penelitian selanjutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
BAB II
TELAAH PUSTAKA
Selanjutnya pada Bab II ini akan dijelaskan mengenai literatur yang
digunakan meliputi teori-teori yang digunakan dan penelitian terdahulu,
dilanjutkan dengan kerangka teoritis dan pengembangan hipotesis.
A. Telaah Literatur
Masalah social disclosure di Indonesia telah banyak diteliti diantaranya
dilakukan oleh Suhardjanto dan Aulia (2009); Monika dan Hartanti (2008);
Nurlaela dan Islahudin (2007); Sayekti dan Wondabio (2007). Walaupun
demikian belum ada penelitian yang mengukur seberapa besar permintaan akan
praktik social disclosure ini. Penelitian ini seperti penelitian yang dilakukan
Suhardjanto (2008) dengan menghasilkan indeks tertimbang yang mengukur
seberapa besar permintaan akan pengungkapan di bidang lingkungan hidup. Dari
penelitian tersebut, peneliti mencoba menggunakan indeks tertimbang untuk
mengukur tingkat permintaan pengungkapan di bidang sosial. Indeks akan
diperoleh melalui wawancara kuesioner kepada narrow financial based
stakeholders. Penelitian ini juga menganalisis praktik pengungkapan sosial oleh
perusahaan di Indonesia sebagai komponen supply yang mengukur tingkat
pemenuhan permintaan akan pengungkapan sosial tersebut. Dalam bagian
selanjutnya akan dijelaskan hal-hal dan variabel yang berkaitan untuk
memberikan pemahaman lebih dalam mengenai penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
1. Annual report (Laporan Tahunan)
Laporan tahunan dan laporan keuangan merupakan salah satu informasi
yang secara formal wajib dipublikasikan sebagai sarana pertanggungjawaban
pihak manajemen terhadap pengelolaan sumber daya pemilik, serta jendela
informasi yang memungkinkan bagi pihak-pihak diluar manajemen, mengetahui
kondisi perusahaan. Menurut Wikipedia (2007), annual report didefinisikan
sebagai:
An Annual report is a comprehensive report on a company's activities throughout the preceding year. Annual reports are intended to give shareholders and other interested persons information about the company's activities and financial performance.
Yustina (2003) mengungkapkan bahwa annual report atau laporan tahunan
merupakan media komunikasi bagi manajemen perusahaan untuk memberikan
informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan dan merupakan sarana
pertanggungjawaban kepada publik atas sumber daya yang dikelolanya.
Sedangkan tujuan laporan tahunan menurut Standar Akuntansi Keuangan adalah
memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja, dan arus kas perusahaan
yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka
membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban
(stewardship) manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan
kepada mereka.
Penelitian ini menggunakan laporan tahunan karena laporan tahunan akan
menjadi salah satu bahan rujukan bagi para investor dan calon investor dalam
memutuskan apakah akan berinvestasi di dalam suatu perusahaan atau tidak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Dengan demikian, tingkat pengungkapan (disclosure level) yang diberikan oleh
pihak manajemen perusahaan akan berdampak kepada pergerakan harga saham
yang pada gilirannya juga akan berdampak pada volume saham yang
diperdagangkan dan return. Darwin (2007) juga mengungkapkan bahwa kinerja
sosial di dalam laporan tahunan atau laporan terpisah adalah untuk mencerminkan
tingkat akuntabilitas, responsibilitas, dan transparansi korporat kepada investor
dan stakeholders lainnya. Pengungkapan tersebut bertujuan untuk menjalin
hubungan komunikasi yang baik dan efektif antara perusahaan dengan publik dan
stakeholders tentang bagaimana perusahaan telah mengintegrasikan CSR dalam
setiap aspek kegiatan operasinya.
Beberapa yurisdiksi menghendaki perusahaan untuk menyiapkan dan
mengungkapkan annual report. Di dalam Wikipedia (2007) disebutkan:
Most jurisdictions require companies to prepare and disclose annual reports, and many require the annual report to be filed at the companies registry. Companies listed on a stock exchange are also required to report at more frequent intervals (depending upon the rules of the stock exchange involved.
Yurisdiksi mengenai kewajiban mengeluarkan annual report bagi
perusahaan di Indonesia, dikeluarkan oleh lembaga resmi pemerintah, yaitu
BAPEPAM-LK. Perusahaan di Indonesia yang melakukan penawaran kepada
publik (go public), wajib menyampaikan laporan perusahaaannya kepada
BAPEPAM-LK secara periodik.
Disclosure (pengungkapan) dalam annual report merupakan sumber
informasi untuk berbagai pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
tentunya akan sangat bergantung dari mutu dan luas pengungkapan yang disajikan
dalan annual report.
2. Pengungkapan Sosial (Social Disclosure)
Pengungkapan merupakan penyajian sejumlah informasi yang dibutuhkan
untuk pengoperasian secara optimal pasar modal yang efisien (Hendriksen, 1991).
Sedangkan menurut Suwardjono (2005), pengungkapan berkaitan dengan cara
penyampaian atau penjelasan hal-hal informatif yang dianggap penting dan
bermanfaat bagi pemakai selain apa yang dinyatakan melalui statement keuangan
utama.
Suwardjono (2005) menyatakan ada dua sifat pengungkapan, yaitu:
pengungkapan yang bersifat wajib (required/regulated/mandatory disclosure) dan
pengungkapan yang bersifat sukarela (voluntary disclosure). Pengungkapan yang
bersifat wajib meliputi pengungkapan yang didasarkan atas ketentuan/standar
yang berlaku. Sedangkan pengungkapan sukarela berisi pengungkapan yang
dilakukan perusahaan selain apa yang diwajibkan oleh standar alat atau badan
pengawas. Secara lebih lanjut pengungkapan menurut sifatnya ini telah dijabarkan
dalam standar dan regulator sebagai berikut.
a. Pengungkapan Wajib (mandatory disclousure)
Pengungkapan Wajib merupakan pengungkapan minimum yang
disyaratkan oleh peraturan yang berlaku. Peraturan tentang standar
pengungkapan informasi bagi perusahaan yang telah melakukan
penawaran umum dan perusahaan publik yaitu, Peraturan No. VIII.G.7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan dan Peraturan No.
VIII.G.2 tentang Laporan Tahunan. Peraturan tersebut diperkuat dengan
Keputusan Ketua Bapepam No. Kep-17/PM/1995, yang selanjutnya
diubah melalui Keputusan Ketua Bapepem No. Kep-38/PM/1996 yang
berlaku bagi semua perusahaan yang telah melakukan penawaran umum
dan perusahaan publik. Peraturan tersebut diperbaharui dengan Surat
Edaran Ketua Bapepam No. SE-02/PM/2002 yang mengatur tentang
penyajian dan pengungkapan laporan keuangan emiten atau perusahaan
publik untuk setiap jenis industri.
b. Pengungkapan Sukarela (voluntary disclosure)
Salah satu cara meningkatkan kredibilitas perusahaan adalah melalui
pengungkapan sukarela secara lebih luas untuk membantu investor dalam
merupakan pengungkapan butir-butir yang dilakukan secara sukarela oleh
perusahaan tanpa diharuskan oleh peraturan yang berlaku.
Pengertian dari pengungkapan informasi sosial perusahaan atau Corporate
social disclosure (CSD) sendiri adalah proses pengkomunikasian dampak sosial
dan lingkungan hidup dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok
khusus yang berkepentingan dan terhadap masyarakat secara keseluruhan, hal
tersebut memperluas tanggung jawab organisasi (khususnya perusahaan), di luar
peran tradisionalnya untuk menyediakan laporan keuangan kepada pemilik modal,
khususnya pemegang saham (Gray et. al., 1987).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 (Revisi
1998) Paragraf kesembilan telah diatur bahwa setiap unit/pelaku ekonomi selain
berusaha untuk kepentingan pemegang saham dan mengkonsentrasikan diri pada
pencapaian laba juga mempunyai tanggung jawab sosial, dan hal itu perlu
diungkapkan dalam laporan tahunan. Selain telah diatur dalam Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan tersebut, beberapa teori juga mendasari praktik
pengungkapan sosial dalam perusahaan. Beberapa teori tersebut diantaranya,
a. Agency Theory
Agency theory merupakan salah satu dari paradigma teori yang paling
penting selama 20 tahun (Lambert, 2001 dalam Oliveira, 2008). Teori ini
menempatkan pengungkapan sebagai mekanisme yang dapat mengurangi kos
yang dihasilkan dari konflik antara manajer dengan pemegang saham
(compensation contracts) dan dari konflik antara perusahaan dan kreditornya
(debt contracts). Oleh karena itu, pengungkapan merupakan mekanisme untuk
mengontrol kinerja manajer. Sebagai konsekuensinya, manajer didorong untuk
mengungkap voluntary information
Dalam teori ini terjadi pergeseran filosofis pengelolaan organisasi entitas
bisnis yaitu tanggung jawab perusahaan yang hanya berorientasi kepada pengelola
(agen) dan pemilik (Principles) mengalami perubahan kepada pandangan
manajemen modern yang didasarkan pada teori stakeholder, yaitu terdapatnya
perluasan tanggung jawab perusahaan dengan dasar pemikiran bahwa pencapaian
tujuan perusahaan sangat berhubungan erat dengan pola (setting) lingkungan
sosial dimana perusahaan berada (Azizul, 2001).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
b. Legitimacy Theory
Teori ini menyatakan bahwa organisasi secara terus-menerus memastikan
bahwa operasi mereka berada dalam batas dan norma masyarakat. Hal ini
didasarkan pada pikiran bahwa terdapat kontrak sosial antara perusahaan dengan
masyarakat, yang mengharuskan perusahaan untuk melaporkan secara sukarela,
aktivitas tertentu yang diharapkan oleh masyarakat (Purnomosidhi, 2006). Tilt,
(1994) dalam Haniffa et. al. (2005) juga disebutkan bahwa perusahaan memiliki
kontrak dengan masyarakat untuk melakukan kegiatannya berdasarkan nilai-nilai
justice, dan bagaimana perusahaan menanggapi berbagai kelompok kepentingan
untuk melegitimasi tindakan perusahaan.
Dari sudut pandang legitimacy theory, pengungkapan informasi digunakan
sebagai alat bagi perusahaan agar operasi serasi dengan nilai-nilai sosial, untuk
menunjukkan image tanggung jawab sosial dan meningkatkan legitimasi sosial
(Patten, 2002 dalam Oliveira et al., 2008). Legitimacy theory dapat juga
digunakan untuk analisis akuntansi sosial dan lingkungan bagi perusahaan
(Guthrie dan Parker, 1989; Patten, 2002 dalam Oliveira et al., 2008). Hal ini juga
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Gao, Heravi dan Xiao (2005) yang
menyebutkan,
Nevertheless, legitimacy theory does appear to be able to provide a better understanding of the extent and type of environmental disclosures made by organizations. In other words, there appears to be some support for the notion that organizations disclose voluntary social and environmental information to gain support from society and the general public and to portray the image of being socially and environmentally responsible companies.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
c. Signalling Theory
Dalam keadaan adanya asimetri informasi (Akerlof, 1970), signaling
theory menyatakan bahwa perusahaan dengan kinerja yang tinggi (perusahaan
bagus) menggunakan informasi keuangan untuk mengirim sinyal kepada pasar
(Spence, 1973).
Kos atas sinyal bad news adalah lebih tinggi daripada good news, hal ini
diperlihatkan dalam penelitian Spence (1973). Oleh karena itu, manajer lebih
termotivasi untuk mengungkapkan private information secara sukarela. Hal ini
disebabkan oleh ekspektasi manajer bahwa menyediakan sinyal good news
mengenai kinerja perusahaan kepada pasar akan mengurangi asimetri informasi
(Oliveira et al., 2008).
Dari uraian di atas, penulis lebih tertarik untuk meneliti pengungkapan
sukarela dibandingkan dengan pengungkapan wajib oleh perusahaan. Hal ini
dikarenakan pengungkapan wajib relatif sudah banyak ditaati oleh emiten,
sebaliknya kesediaan emiten untuk memberikan pengungkapan sukarela masih
relatif rendah. Hal tersebut bisa dilihat dari hasil penelitian-penelitian di bawah
ini.
Penelitian terdahulu tentang pengungkapan sukarela terutama dalam hal
pengungkapan sosial diantaranya, penelitian yang dilakukan oleh Guthrie dan
Parker (1990) mengenai area pengungkapan sosial dalam laporan tahunan
perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat, Inggris, dan Australia. Hasil dari
penelitian tersebut menunjukkan bahwa 98% perusahaan Inggris, 85% perusahaan
Amerika Serikat, dan 56% perusahaan Australia melaporkan pengungkapan sosial
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
mereka dalam laporan tahunan. Mereka juga menemukan bahwa 40% perusahaan
melaporkan isu terkait dengan sumber daya manusia, 31% mengenai isu
keterlibatan komunitas, 13% mengenai isu lingkungan, dan 7% mengenai isu
terkait dengan energi dan produk. Cakupan pengungkapan tanggung jawab sosial
yang hampir sama (sumber daya manusia, produk, praktek bisnis, keterlibatan
dengan lingkungan, serta lingkungan) juga terjadi di Kanada (Zeghal dan Ahmed,
1990).
Penelitian di negara berkembang menunjukkan hasil yang tidak jauh
berbeda. Di Malaysia (Kin, 1990), dari 100 perusahaan publik, 64 perusahaan
melaporkan informasi mengenai peningkatan produk dan jasa, 31 perusahaan
melaporkan isu terkait dengan sumber daya manusia, dan 22 perusahaan
melaporkan isu keterlibatan komunitas. Sementara di Hong Kong, Lynn (1992)
memperlihatkan bahwa hanya 17 perusahaan (dari 264 yang diteliti) yang
mengungkapkan aktivitas sosial, dengan titik berat pada pengembangan staff dan
hubungan dengan komunitas.
Monika dan Hartanti (2008) mengungkapkan bahwa social disclosure
perusahaan publik di Indonesia terus mengalami peningkatan secara rata-rata, dan
rata-rata pengungkapan sosial tertinggi terjadi di tahun 2006. Tetapi jika dianalisa
lebih lanjut rata-rata perusahaan publik di Indonesia hanya memiliki nilai
pengungkapan sosial sebesar 27% - 31% dari nilai maksimum yang seharusnya
dapat dicapai. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan publik di
Indonesia masih memiliki kinerja sosial relatif rendah dibandingkan yang
seharusnya. Dalam Aulia (2009) disebutkan bahwa praktik pengungkapan sosial
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
di Indonesia mengalami peningkatan, namun rata-rata tingkat pengungkapan
informasi sosial perusahaan hanya sebesar 22%. Dalam Aulia (2009) juga
disebutkan perusahaan manufaktur merupakan tipe industri yang memiliki
persentase pengungkapan paling tinggi yaitu sebesar 37%, diikuti sektor keuangan
sebesar 30%, kemudian sektor jasa sebesar 23%.
Pengungkapan sosial yang dilakukan oleh perusahaan umumnya bersifat
voluntary (sukarela), unaudited (belum diaudit), dan unregulated (tidak
dipengaruhi oleh peraturan tertentu). Luas pengungkapan mengalami
perkembangan dari waktu ke waktu, dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi,
sosial budaya suatu negara, teknologi informasi, kepemilikan perusahaan dan
peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. Ada tiga
konsep pengungkapan yang umumnya diusulkan, yaitu:
1. Adequate disclosure (pengungkapan cukup)
2. Fair disclosure (pengungkapan wajar)
3. Full disclosure (pengungkapan penuh)
Menurut Igulens dan Gond (2001) dalam Winindah (2007) Ada empat cara
dalam mengukur pengungkapan aktivitas sosial perusahaan, yaitu:
1. Analisis kandungan informasi dalam laporan tahunan
2. Indikator Polusi
3. Survei dengan kuesioner
4. Indikator reputasi perusahaan
5. Data yang dihasilkan oleh indikator peneliti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Penelitian ini menggunakan 2 (dua) metode untuk mengukur social
disclosure. Metode pertama adalah dengan melakukan analisis kandungan
informasi dalam laporan tahunan. Metode ini digunakan karena memberikan
gambaran mengenai pengungkapan sosial yang dilakukan perusahaan dalam
laporan tahunan mereka. Kelemahan metode ini adalah metode ini sangat bersifat
subjektif sehingga pengukuran pengungkapan sosial kurang tepat dan akurat.
Untuk menanggulangi kelemahan metode ini, digunakan metode pengukuran yang
kedua yaitu dengan menggunakan survei kuesioner. Metode kedua ini akan
memberikan tingkat ketepatan yang lebih tinggi karena pengukuran tidak
dilakukan oleh peneliti sendiri, tetapi dilakukan oleh responden.
Dari kedua tipe ini akan menghasilkan dua metode dalam pengukuran
pengungkapan sosial yaitu unweighted atau tanpa indeks (pengukuran dilakukan
hanya melalui analisis kandungan informasi dalam laporan tahunan) dan metode
weighted atau dengan indeks (pengukuran dilakukan baik melalui analisis
kandungan informasi dalam laporan tahunan maupun dengan melakukan survei
kuesioner). Metode weighted akan memberikan bobot tertimbang terhadap
tingkat pengungkapan sosial.
Metode weighted dipakai dengan tujuan untuk mengatasi kelemahan dari
penelitian sebelumnya, seperti penelitian Sayekti dan Wondabio (2007) yang
mengungkapkan bahwa kelemahan dari penelitian mereka adalah tingkat
pengungkapan (disclosure level) tidak bisa diukur dengan tepat karena hanya
menggunakan dummy variable (1 untuk item yang diungkapkan dan 0 untuk
variabel yang tidak diungkapkan). Dummy variable hanya akan mengukur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
kuantitas tingkat pengungkapan (disclosure level), tetapi tidak menunjukkan
kualitas tingkat pengungkapan sosial. Hasil penelitian Hasseldine, Salama, dan
Toms (2004) menjelaskan bahwa pengungkapan kualitatif dalam laporan tahunan
mempunyai dampak yang lebih kuat dari pada pengungkapan kuantitatif.
Weighted index ini diperoleh dari wawancara kuesioner terhadap narrow
based financial stakeholder dengan menggunakan item-item pengungkapan sosial
dalam GRI (Global Reporting Initiative 2008). Item-item pengungkapan sosial
yang terdapat dalam GRI 2008 terdiri dari empat aspek, yaitu:
(1) Tenaga kerja dan Indikator Performa Pekerjaan
(2) Indikator Performa Hak Asasi Manusia
(3) Indikator Performa Masyarakat
(4) Indikator Performa Tanggung Jawab Produk
3. Narrow Financial Based Stakeholder
Menurut Harrison dan Freeman (1999); Frooman (1999) dalam Suhardjanto
(2008), stakeholder diklasifikasikan ke dalam dua sudut pandang, yaitu :
a. Stategic Management (Financial Focus)
Clarkson (1995) membagi perspektif strategic management ke dalam dua
kelompok stakeholder berdasarkan pengaruhnya terhadap eksistensi perusahaan.
Dua kelompok tersebut adalah stakeholder primer dan stakeholder sekunder.
Stakeholder primer mempunyai tingkat keterkaitan tinggi dengan perusahaan. Jika
hubungan dengan kelompok ini tidak baik, maka dipastikan akan terjadi masalah
di bidang financial yang akan mengganggu tingkat kelangsungan (going concern)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
perusahaan. Contoh dari stakeholder primer adalah pemegang saham dan kreditor.
Sedangkan stakeholder sekunder adalah kelompok yang mempunyai hubungan
saling mempengaruhi, tetapi secara financial tidak berpengaruh secara langsung
terhadap keberlangsungan perusahaan. Termasuk dalam kelompok ini adalah
media (press), akademisi, dan lingkungan.
b. Moral Based (Broader Focus)
Werhene dan Freeman (1997) mengklasifikasikan perspektif moral based ke
dalam empat kelompok stakeholder etik, yaitu interest based, rights based, duty
based, dan virtue based stakeholder. Interest based disebut juga narrow financial
based stakeholder. Kelompok ini lebih fokus pada costs and benefit untuk
maksimalisasi laba. Termasuk dalam kelompok ini adalah investor, kreditor,
manajemen, direktur, politisi, dan organisasi regional. Right based lebih
menekankan pada hak perlindungan (seperti hak dalam distribusi kesejahteraan
dan kebebasan) dari pada masalah financial. Contoh dari kelompok stakeholder
ini adalah administrasi pemerintah, serikat pekerja, organisasi pemberi pinjaman
internasional, dan organisasi kemanusiaan. Sedangkan virtue based lebih
menitikberatkan pada pelaksanaan tindakan dan peraturan secara etis yang
meliputi keadilan dan kebijaksanaan. Contoh dari kelompok ini diantaranya
kelompok lingkungan hidup, media, universitas, komunitas local, kelompok
wanita, dan generasi masa depan. Kelompok terakhir adalah duty based yang
memfokuskan pertimbangan kepatuhan terhadap norma masyarakat, komunitas,
peraturan publik dan pemerintah. Termasuk dalam kelompok ini adalah kelompok
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
masyarakat dan kelompok keagamaan. Rangkuman klasifikasi Moral Based
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa annual report tahun
2008 yang dipublikasikan oleh website resmi Bursa Efek Indonesia (BEI)
www.idx.go.id, dan situs resmi masing-masing perusahaan. Ada 393 perusahaan
yang terdaftar di BEI pada tahun 2008 (lihat Tabel IV.3).
Tabel IV.3 Populasi Perusahaan yang Terdaftar di BEI Pada Tahun 2008
No Tipe Industri Jumlah Persentase
1 high-profile (konstruksi, pertambangan, pertanian, kehutanan, perikanan, kimia, otomotif, barang konsumsi, makanan dan minuman, kertas, farmasi dan plastik)
259 65,90%
2 low profile (property dan real estate, perdagangan, jasa dan investasi)
134 34,10%
Total 393 100,00%
Penelitian ini menggunakan 70 sampel perusahaan dari 393 populasi
perusahaan yang terdaftar di BEI pada tahun 2008 dengan menggunakan metode
purposive sampling. Daftar perusahaan sampel ini bisa dilihat pada Lampiran 1.
Dari 70 perusahaan sampel tersebut, ternyata semua (100%) perusahaan
mengungkapkan informasi sosial dalam annual report-nya. Sebesar 28,57% atau
sejumlah 20 perusahaan bergerak di bidang konstruksi, pertambangan, pertanian,
kehutanan, perikanan, kimia, otomotif, barang konsumsi, makanan dan minuman,
kertas, farmasi dan plastik, dan sisanya sebesar 50 perusahaan (71,43%) bergerak
dalam industri property dan real estate, perdagangan, jasa dan investasi (lihat
Tabel IV.4).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Tabel IV.4 Jumlah Sampel Akhir Penelitian
No Tipe Industri Jumlah Persentase
1 high-profile (konstruksi, pertambangan, pertanian, kehutanan, perikanan, kimia, otomotif, barang konsumsi, makanan dan minuman, kertas, farmasi dan plastik)
20 28,57%
2 low profile (property dan real estate, perdagangan, jasa dan investasi)
50 71,43%
Total 70 100,00%
Setelah sampel akhir ditentukan, maka proses scoring untuk item-item
social disclosure bisa dilakukan. Item-item atau aspek-aspek social disclosure
masing-masing perusahaan tersebut akan dipersentase berdasarkan item-item yang
terdapat dalam GRI 2008. Item-item dalam pengungkapan informasi sosial dapat
dilihat pada Lampiran 2.
2. Analisis Deskriptif
Informasi mengenai statistik deskriptif meliputi nilai rata-rata (mean),
standar deviasi, nilai minimum, dan maksimum. Secara garis besar, analisis
deskriptif dibagi menjadi dua bagian, yaitu analisis deskriptif untuk data primer
dan data sekunder.
a. Data Primer
Berdasarkan hasil sampel data primer (Tabel IV.1), deskripsi responden
berdasarkan tingkat pendidikannya dapat dilihat dalam Tabel IV.5. Berdasarkan
tabel tersebut, bisa dilihat bahwa sebesar 12% atau 6 responden mempunyai
pendidikan strata-2, sebesar 46% atau 23 responden mempunyai pendidikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
terakhir strata-1, 40% atau sebesar 20 responden berpendidikan Diploma III dan
sisanya sebesar 2% atau 1 responden berpendidikan Sekolah Menengah Atas.
Hasil uji ANOVA responden berdasarkan tingkat pendidikannya menunjukkan
bahwa tidak ada beda signifikan untuk kategori pendidikan responden dengan ρ
value 0,62. Hasil uji ANOVA ini dapat dilihat di Lampiran 7.
Tabel IV.5 Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan
Untuk mengetahui gender (jenis kelamin responden) ditunjukkan dalam
Tabel IV. 6.
Tabel IV.6 Responden berdasarkan Jenis Kelamin
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sebesar 80% atau 40 orang responden
berjenis kelamin laki-laki dan 10 orang (20%) berjenis kelamin perempuan.
Pengujian t-test untuk kategori gender menunjukkan tidak ada beda signifikan antara
laki-laki dan perempuan dalam merespon pegungkapan sosial (lihat Tabel IV.7).
No
Tingkat pendidikan responden
Jumlah Persentase
1 S2 6 12,00% 2 S1 23 46,00% 3 D III 20 40,00% 4 SMA 1 2,00%
Jumlah total 50 100,00%
No
Tingkat pendidikan responden
Jumlah Persentase
1 Laki-laki 40 80,00% 2 Perempuan 10 20,00%
Jumlah total 50 100,00%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Tabel IV.7 Hasil Pengujian T-test
t Mean Difference Sig. (2-tailed) Equal variances assumed -.537 .33729 .594 Equal variances non assumed -.700 .492
Tabel IV.8 menujukkan jika dilihat dari usianya, responden dikategorikan
ke dalam empat kelompok, yaitu usia 20-30 tahun, usia 31-40 tahun, usia 41-50
tahun dan usia 51-60 tahun. Persentase masing-masing secara berurutan adalah
20%, 46%, 28%, dan 6 %. Berdasarkan hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa
tidak ada beda signifikan untuk kategori usia responden dengan ρ value 0,23
diatas nilai signifikansi 0,05 (lihat Lampiran 7).
Tabel IV.8 Responden berdasarkan Usia
b. Data Sekunder
Statistik deskriptif data sekunder tanpa bobot tertimbang (unweighted)
dan statistik deskriptif dengan menggunkan indeks tertimbang (weighted)
ditunjukkan pada Tabel IV.9. Dari tersebut dapat dilihat bahwa rata-rata tingkat
pengungkapan sosial perusahaan dalam annual report hampir sama yaitu 40,24%
jika dilakukan dengan metode unweighted dan sebesar 40,58% jika menggunakan
metode weighted. Jika dibandingkan dari penelitian sebelumnya, rata-rata
pengungkapan informasi sosial mengalami peningkatan sebesar sekitar 20,00%.
Terdapat 38 perusahaan atau sebesar 76,00% memiliki persentase pengungkapan
di atas rata-rata, dan sisanya, yaitu sebesar 12 perusahaan atau sebesar 24,00%
memiliki persentase pengungkapan di bawah rata-rata. Fakta tersebut
menunjukkan bahwa semakin banyak perusahaan yang sadar akan pentingnya
pengungkapan informasi sosial dalam laporan tahunan mereka. Nilai maksimum
sebesar 75,00% untuk metode unweighted dan 75,50% untuk metode weighted
ditempati oleh PT.Telkom Indonesia. Dalam annual report PT.Telkom tahun
2008 menyebutkan bahwa ada tujuh pilar dalam pelaksanaan kegiatan sosialnya,
diantaranya:
1. Pendidikan: memperbaiki kualitas dan tingkat pendidikan masyarakat yang berada di sekitar lingkungan usaha TELKOM, keluarga karyawan TELKOM Group, serta memfokuskan pada peningkatan keahlian;
2. Kesehatan: meningkatkan standar kesehatan kelompok masyarakat atau sosial tertentu;
3. Kebudayaan dan keadaban: menjaga dan mengembangkan kegiatan kebudayaan, kesenian, olah raga, keagamaan dan kegiatan kemasyarakatan lainnya;
4. Kemitraan: meningkatkan kemampuan perekonomian setempat dan memperkuat potensi pertumbuhan usaha skala kecil, baik secara langsung maupun tidak langsung, terutama kegiatan yang terkait dengan bisnis TELKOM, untuk memberikan manfaat kepada semua pihak;
5. Kewajiban layanan publik: meningkatkan pelayanan dan penyediaan fasilitas serta infrastruktur telekomunikasi secara langsung kepada masyarakat;
6. Lingkungan hidup: melindungi dan menjaga kualitas lingkungan hidup, baik internal maupun eksternal, untuk menjaga hubungan yang harmonis antara Perusahaan dengan lingkungan alam;
7. Bencana dan Penyelamatan: memberikan bantuan kemanusiaan kepada masyarakat yang mengalami musibah bencana alam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Sedangkan perusahaan yang paling sedikit mengungkapkan informasi
sosial mereka dalam laporan tahunan adalah PT. Dayaindo Resources yaitu
sebesar sebesar 5,00% untuk metode unweighted dan 5,20% untuk metode
weighted.
Rata-rata leverage perusahaan sampel sebesar 500,73 %, dengan nilai
maksimum sebesar 3651,00 % (PT.Perdana Gapura Prima) dan nilai minimumnya
6,00 % (Lippo Cikarang). Sementara itu, tingkat profitabilitas yang diukur dengan
ROA mempunyai rata-rata sebesar 2,69%. Nilai ROA paling tinggi dimiliki oleh
PT. Adira Finance (28,40 %). PT Bakrie and Brother memiliki nilai ROA paling
rendah yaitu -62,00%.
Nilai total asset paling besar dimiliki oleh PT Bank Mandiri, yaitu sebesar
358.438.678,00 juta rupiah. Sementara nilai total asset yang paling rendah
dimiliki oleh PT.Abdi Bangsa sebesar 226.259,16 juta rupiah. Sedangkan rata-rata
total asset yang dimiliki oleh perusahaan yang terdaftar di BEI adalah sebesar
29.312.407,78 juta rupiah.
Variabel proporsi dewan komisaris independen mempunyai nilai rata-rata
sebesar 44,32%. Jika dibandingan dengan Peraturan Pencatatan Bursa Efek
Indonesia (BEI) Nomor 1-A tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek Bersifat
Ekuitas di Bursa, rata-rata tersebut mempunyai persentase yang lebih besar dari
pada ketentuan minimal yaitu sebesar 30,00%. Hal ini menunjukkan bahwa
perusahaan-perusahaan di Indonesia telah memiliki kesadaran akan pentingnya
komisaris independen di dalam perusahaan. Proporsi komisaris independen
terbesar dimiliki oleh Bank Bukopin, Bank Mega, Bank Ekonomi Raharja, Bank
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Saudara dan Bank Victoria (66,67%). Sedangkan proporsi dewan komisaris
independent terkecil dimiliki oleh PT.Surya Inti Permata (25,00%).
Untuk variabel terakhir yaitu kepemilikan institusi, rata-ratanya adalah
sebesar 72.67%, dengan nilai maksimum sebesar 100% (PT. Citra Marga
Nusaphala dan PT. Asuransi Multi Atha Guna) dan nilai minimum sebesar
11,36% (PT. Bank Saudara).
Tabel IV.9 Statistik Deskriptif Unweighted dan weighted
Pengujian asumsi klasik dilakukan sebelum melakukan pengujian
hipotesis karena merupakan prasyarat bagi analisis regresi serta agar hasil analisis
regresi dapat dipercaya atau valid. Uji asumsi klasik dilakukan pada sampel yang
belum diberi bobot tertimbang (weighted) atau yang sudah diberi bobot
tertimbang (unweighted). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini telah
memenuhi uji asumsi klasik yang terdiri dari: (1) pengujian normalitas (2)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
pengujian multikolinearitas (3) autokorelasi, dan (4) heteroskedastisitas. Hasil
pengujian dan analisis uji asumsi klasik tersebut terdapat dalam Lampiran 3.
2. Logistic Regression
Logistic regression digunakan untuk menguji apakah probabilitas
terjadinya variabel terikat dapat diprediksi dengan variabel bebasnya. Logistic
regression dilakukan pada data yang variabel dependennya berupa variabel
dummy. Pengujian dilakukan dengan mengambil satu sampel dari tiap kategori.
Hasil pengujian logistic regression dengan menggunakan metode enter secara
ringkas ditunjukkan dalam Tabel IV.10.
Tabel IV.10 Hasil Analisis Logistic Regression Unweighted
Jumlah total dan tingkat pengurangan pekerja berdasarkan usia, gender dan wilayah
Jumlah insiden dalam hak asasi manusia dan tindakan yang diambil
Tindakan yang diambil ntuk mengatasi tindakan korupsi
Total insiden yang berkaitan dengan komunikasi pemasaran
Nagelkerke’s R square
.368 .345 .255 .404
Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test
.656 .009 .826 .430
Variabel Independen yang Signifikan
Size* Kepemilikan Institusi**
Size* Size** Proporsi Dewan
Komisaris Independen**
Size*
*Tingkat signifikansi 5 % ** Tingkat Signifikansi 10%
Tabel IV.10 menunjukkan bahwa model yang digunakan dalam penelitian
ini adalah kuat dengan nilai Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test di atas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
0,05. Hasil uji Hosmer dan Lemeshow dikatakan kuat apabila ρ value lebih besar
dari 0,05 (Ghozali, 2005).
Dalam item jumlah total dan tingkat pengurangan pekerja berdasarkan
usia, jender, dan wilayah untuk kategori praktik kerja dan kelayakan kerja,
variabel dependen yang dapat menjelaskan pengungkapan sosial adalah size dan
kepemilikan institusi. Sedangkan untuk item jumlah insiden dalam hak asasi
manusia dan tindakan yang diambil dan item total insiden yang berkaitan dengan
komunikasi pemasaran, termasuk periklanan, promosi dan sponsorship, hanya
variabel size yang dapat menjelaskan pengungkapan sosial dengan tingkat
signifikansi 5%.
Berbeda dengan ketiga item ditas, untuk item tindakan yang diambil untuk
mengatasi tindakan korupsi, variabel yang berpengaruh adalah size dan proporsi
dewan komisaris independen, dengan tingkat signifikansi 10%.
3. Multiple regression
Tujuan dari analisis regresi adalah untuk mengestimasi dan/atau
memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata variabel dependen berdasarkan
nilai variabel independen yang diketahui. Multiple regression dalam penelitian ini
digunakan untuk menjawab rumusan masalah yang kedua yaitu menguji apakah
karakteristik perusahaan berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan sosial
perusahaan. Uji multiple regression menggunakan metode stepwise. Pengujian
regresi ini dilakukan terhadap pengungkapan sosial yang sudah menggunakan
indeks atau yang belum menggunakan indeks.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
a. Metode Unweighted
Hasil analisis regresi berganda unweighted bisa dilihat dalam ringkasan
Tabel IV.11. Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh
variabel independen mampu menerangkan variabel dependen. Setiap tambahan
satu variabel independen, maka R2 pasti meningkat tidak peduli apakah variabel
tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena
itu, untuk jumlah variabel independen lebih dari dua, lebih baik menggunakan
koefisien adjusted R2 (Gujarati, 2003). Adjusted R2 pada tabel yang menunjukkan
angka 0,41 menjelaskan bahwa kombinasi atau variasi variabel independen seperti
leverage, tipe industri, ukuran perusahaan, dan profitabilitas dapat menjelaskan
variabel dependen yaitu luas pengungkapan informasi sosial perusahaan hanya
sebesar 41,10%. Sedangkan sisanya sebesar 58,90% pengungkapan informasi
sosial perusahaan dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.
Nilai F hitung adalah sebesar 25,09 dengan probabilitas 0,00. Probabilitas
ternyata jauh lebih kecil dari 0,05, maka model regresi dapat digunakan untuk
memprediksi social disclosure atau dapat dikatakan bahwa leverage, tipe
industri, ukuran perusahaan, dan profitabilitas berpengaruh terhadap social
disclosure.
Pengaruh signifikan dari tiap-tiap variabel independen terhadap variabel
dependen dapat diketahui dari besarnya ρ value. Apabila ρ value lebih kecil dari
tingkat signifikansi, maka variabel independen tersebut secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Sebaliknya, apabila ρ value
lebih besar dari tingkat signifikansi, maka variabel independen tersebut secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Dari tabel IV. 11
dapat dilihat bahwa hanya variabel size (ρ value = 0,000) dan proporsi dewan
komisaris independen (ρ value = 0,002) yang berpengaruh signifikan terhadap
pengungkapan sosial. Sedangkan untuk variabel leverage, tipe industri,
profitabilitas, dan kepemilikan institusi tidak berpengaruh signifikan karena ρ
value > 0,05.
Tabel IV. 11 Hasil Analisis Multiple Regression Unweighted
Variabel Koefisien t Sig. (Constant) -105.381 -4.937 .000 Leverage -.097 -.953 .344 Tipe Industri .081 .786 .434 Ukuran Perusahaan 12.884 7.084 .000* Profitabilitas .148 1.558 .124 Proporsi Dewan Komisaris Independen
-.433 -3.185 .002*
Kepemilikan Institusi .076 .794 .430 R Square .428 Adjusted R Square .411 SEE 10.85850 F 25.092 Sig. .000
* Signifikan 1% b. Metode Weighted
Hasil analisis regresi berganda weighted bisa dilihat dalam ringkasan Tabel
IV.12. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa analisis multiple regression dengan
metode weighted dan unweighted berbeda, meskipun tidak terlalu besar (didukung
uji beda t-test pada Tabel IV.13). Variabel yang berpengaruh signifikan terhadap
tingkat pengungkapan sosial hanya ada dua, yaitu ukuran perusahaan (ρ value =
0,000) dan proporsi dewan komisaris independen (ρ value = 0,002).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Tabel IV. 12 Hasil Analisis Multiple Regression Weighted
Variabel Koefisien t Sig. (Constant) -105.828 -4.961 .000 Leverage -.098 -.967 .337 Tipe Industri .088 .861 .393 Ukuran Perusahaan 12.927 7.112 .000* Profitabilitas .149 1.575 .120 Proporsi Dewan Komisaris Independen
-.428 -3.148 .002*
Kepemilikan Institusi .071 .749 .457 R Square .430 Adjusted R Square .413 SEE 10.85120 F 25.291 Sig. .000
*Signifikan 1%
4. Paired Sample T-test
Uji beda t-test juga dilakukan untuk menguji apakah tingkat
pengungkapan sosial yang sudah diberi indeks dan yang tanpa menggunakan
indeks mempunyai perbedaan signifikan. Karena sampel berhubungan maka uji t-
test menggunakan paired sample t-test. Hasil pengujian ini ditunjukkan dalam
Tabel IV.13.
Tabel IV.13 Hasil Pengujian Paired Sample T-test
t Mean Sig. (2-tailed)
Pair 1 Weighted - Unweighted
4.512 .33729 .000
Hasil pengujian menunjukkan bahwa tingkat signifikansi kurang dari 0,05
(ρ value = 0,00). Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan variance yang berarti
bahwa tingkat pengungkapan sosial berbeda secara signifikan antara weighted dan
unweighted. Melihat hasil uji t-test di atas dapat disimpulkan bahwa perlu untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
memasukkan indeks yang mengukur pengungkapan agar lebih tepat dengan
mempertimbangkan faktor kualitatif.
C. Pembahasan Hasil Analisis
1. Demand Narrow Financial Based Stakeholder
Demand narrow financial based stakeholder ditunjukkan dalam Lampiran
4. Lampiran 4 menyajikan score, rating, dan weighted index setiap item social
disclosure. Lampiran 4 menujukkan bahwa rata-rata permintaan social disclosure
menurut narrow financial based stakeholder sebesar 2,50% (score = 188 dan SD
index = 1,00). Tingkat kisaran score setiap item menunjukkan perbedaan yang
signifikan, yaitu berkisar antara 125-214. Hal ini menujukkan bahwa tingkat
kepentingan akan pengungkapan informasi sosial berbeda antara kelompok
narrow financial based stakeholder.
Rata-rata tingkat demand per responden adalah sebesar 3,76, sedangkan
rata-rata tingkat demand per kelompok responden adalah 3,33 untuk kelompok
direktur, 3,63 kelompok investor, 4,03 untuk kelompok kreditur, 3,80 untuk
kelompok manajer, 3,83 untuk kelompok organisasi regionen dan 4,03 untuk
kelompok politikus dalam skala likert 5 (lihat Lampiran 10). Kelompok direktur
berpendapat bahwa kategori yang paling penting diungkapkan adalah kategori
yang berhubungan dengan tenaga kerja. Hal ini sesuai dengan responden D 11
yang mengungkapkan,
"Karyawan merupakan asset yang berharga. Jantung dari sebuah perusahaan adalah karyawan. Misalnya jika karyawan sakit atau mogok kerja maka perusahaan akan sangat repot. Jadi pengungkapan item karyawan dalam annual report sangat penting dilakukan"
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa item
GRI 2008 yang paling banyak direspon atau diminta oleh responden untuk
diungkapkan dalam annual report adalah item kerjasama untuk jaminan
kesehatan karyawan dalam bagian praktik kerja dan kelayakan kerja yaitu sebesar
2,84% dari total item.
Kelompok Investor menilai bahwa item yang penting untuk diungkapkan
adalah item yang berkaitan dengan komunitas, terutama dalam hal korupsi. Item
ini direspon tinggi yaitu sebesar 2,83% dari total item. Responden I 27
mengatakan bahwa,
"Pengungkapan dalam praktik korupsi akan menunjukkan kinerja internal perusahaan. Jika dari dalam internal tubuh perusahaan sudah tergrogoti penyakit korupsi, maka bisa dipastikan perusahaan akan segera gameover"
Jika dilihat dari responden yang mempunyai jabatan sebagai manajer,
banyak dari mereka yang memilih item karakteristik, lingkup, dan keefektifan
program dan pelaksanaan operasi perusahaan pada komunitas untuk diungkapkan.
Mereka beralasan bahwa selain sebagai sarana dalam pelaksanaan CSR, kegiatan
tersebut juga dapat digunakan promosi untuk meningkatkan nilai perusahaan.
Berbeda dengan manajer, kelompok organisasi regional lebih fokus dalam
masalah hak asasi manusia. OR 34 dan OR 35 mengungkapkan,
"Hak asasi manusia merupakan penghargaan terhadap hak-hak dasar manusia. Perusahaan yang mengungkapkan hal yang berkaitan dengan hak ini berarti perusahaan telah benar-benar sadar melakukan aktivitas sosial. Hak ini juga cerminan dari semangat globalisasi"
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Item yang paling sedikit permintaannya adalah item mengenai komposisi
pimpinan dan pekerja berdasarkan jender, usia, kelompok minoritas dan rasio gaji
pokok antara pria dan wanita.
Secara garis besar dapat disimpulkan tingkat demand item-item social
disclosure GRI 2008 tidak memeliki kepentingan yang sama besarnya. Beberapa
item direspon tinggi (penting diungkapkan) oleh kelompok narrow financial
based stakeholder, dan sebagian item lainnya dinilai rendah atau mereka
berpendapat bahwa beberapa item tidak perlu diungkapkan dalam annual report.
2. Supply Narrow Financial Based Stakeholder
Analisis annual report dengan menggunakan dummy variable merupakan
cara untuk mengukur komponen supply. Untuk mengukur komponen supply,
penelitian ini mengguanakan metode weighted dan unweighted. Hasil analisis
komponen supply bisa dilihat dalam Lampiran 5. Hasil analisis ini menunjukkan
bahwa rata-rata pengungkapan informasi sosial yang dilakukan oleh perusahaan
dalam annual report mereka adalah sebesar 40,24% dengan metode unweighted
dan 40,58% dengan menggunakan metode weighted.
Analisis juga dilakukan untuk tiap item dan hasilnya menunjukkan dari 40
item GRI 2008, item yang paling banyak diungkapkan oleh perusahaan yaitu
sebanyak 69 perusahaan adalah jenis produk dan informasi jasa yang disediakan.
Item ini di-supply oleh perusahaan sebesar 98,57% dengan dengan metode
unweighted dan 105,47% dengan menggunakan metode weighted. Item lain yang
banyak diungkapkan adalah item karakteristik, lingkup, dan keefektifan program
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
dan pelaksanaan operasi perusahaan pada komunitas yaitu sebesar 92,86% dengan
dengan metode unweighted dan 93,79% dengan menggunakan metode weighted.
Jika dianalisis lebih dalam, hasil supply pengungkapan informasi sosial
kedua item terbesar diatas sesuai dengan demand dari manajer seperti yang telah
dibahas sebelumnya pada pembahasan bagian demand. Selain digunakan sebagai
sarana pertanggungjawaban perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan,
pengungkapan sosial juga digunakan sebagai sarana promosi untuk meningkatkan
nilai perusahaan. Dalam annual report bank BRI tahun 2008 disebutkan,
"BRI berupaya menjaga keberlanjutan jangka panjang bisnis Perseroan melalui kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility - CSR) dalam ruang lingkup ekonomi, sosial, dan lingkungan dengan tetap memperhatikan kepentingan BRI dan masyarakat, tanpa mengurangi kepentingan pemegang saham. BRI meyakini bahwa kegiatan CSR tidak semata pemberian sukarela, namun merupakan cerminan dari seluruh kegiatan bisnis perseroan". Item keuntungan atau kompensasi yang diberikan kepada pekerja, rata-
rata jam pelatihan pekerja tiap tahun, komposisi pimpinan dan pekerja
berdasarkan jender, usia, kelompok minoritas juga diungkapkan tinggi oleh
perusahaan yaitu sebesar sebesar 82,86% dengan dengan metode unweighted dan
87,83% dengan menggunakan metode weighted. Item ini juga direspon tinggi oleh
responden (demand tinggi) sehingga dapat disimpulkan bahwa item ini mutlak
diungkapkan dalam annual report.
Sedangkan item-item yang mempunyai nilai terendah atau sedikit
diungkapkan dalam laporan tahunan adalah item yang membahas bagian korupsi,
baik itu pengungkapan tindakan korupsi, pelatihan dalam hal anti korupsi dan
tindakan yang diambil jika terjadi kasus korupsi. Persentasenya secara berurutan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
adalah 7,14% dengan metode unweighted dan 7,93% dengan menggunakan
metode weighted, 1,43% dengan metode unweighted dan 1,53% dengan
menggunakan metode weighted, 5,71% dengan metode unweighted dan 4,64%
dengan menggunakan metode weighted
Item lain yang diungkapkan rendah oleh perusahaan adalah item yang
berkaitan dengan hak asasi manusia. Bahkan dalam bagian ini ada item yang tidak
diungkapkan sama sekali oleh perusahaan sampel (0,00%) yaitu item identifikasi
risiko insiden pekerja paksa dan usaha untuk mengeliminir inseden tersebut.
Rasio gaji pokok antara pria dan wanita juga diungkapkan rendah oleh perusahaan
yaitu sebesar 2,86% dengan metode unweighted dan 2,60% dengan menggunakan
metode weighted
3. Information gap antara demand dan supply social disclosure
Komponen demand diperoleh dari hasil survei kuesioner. Hasil kuesioner
tersebut menunjukkan bahwa responden yaitu kelompok narrow financial based
stakeholder yang terdiri atas investor, direktur, organisasi regional, politikus, dan
manajer merespon praktik pengungkapan sosial berdasarkan item GRI 2008
dengan rata-rata sebesar 3,76 dengan menggunakan skala likert 5 (lihat lampiran
6). Sedangkan rata-rata tingkat pengungkapan sosial komponen demand per
kategori ditunjukkan Gambar IV.1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Gambar IV.1
Tingkat Demand Social Disclosure per Kategori Berdasarkan Item GRI 2008
Rata-rata Demand Pengungkapan Sosial Per Kategori
3.70
3.463.91
4.02
Rata-rata Kategori PraktikKerja dan Kelayan Kerja
Rata-rata Kategori HakAsasi Manusia
Rata-rata KategoriMasyarakat
Rata-rata KategoriTanggung Jaw ab Produk
Dari Gambar IV.1 bisa dilihat bahwa tingkat pengungkapan sosial
berdasarkan kategori praktik kerja dan kelayakan kerja mempunyai rata-rata 3,70
dalam skala likert 5. Sedangkan untuk kategori hak asasi manusia sebesar 3,46.
Untuk kategori masyarakat dan tanggung jawab produk direspon sangat besar
yaitu sebesar 3,91 dan 4,02. Untuk detail per kategorinya, bisa dilihat dalam
gambar IV.2.
Gambar IV.2 Detail per Kategori Tingkat Demand Social Disclosure
Demand Pengungkapan Sosial Kategori Hak Asasi Manusia
13%
41 % 27%
14% 5%Likert 5
Likert 4
Likert 3
Likert 2
Likert 1
Demand Pengungkapan Sosial Kategori Praktik Kerja dan
Kelayakan Kerja
22%
43%
20%
11% 4 % Likert 5
Likert 4
Likert 3
Likert 2
Likert 1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Rata-rata tingkat pengungkapan yang dilakukan perusahaan (supply)
adalah sebesar 40% (lihat Lampiran 6). Tingkat supply per kategori ditunjukkan
pada Gambar IV.3.
Gambar IV.3 Tingkat Supply Social Disclosure per Kategori Berdasarkan Item GRI 2008
Tingkat Supply Social Disclosure per Kategori Berdasarkan GRI 2008
44.90
21.1128.39
61.59
Praktik Kerja danKelayan Kerja
Hak AsasiManusia
Masyarakat
Tanggung JawabProduk
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa perusahaan lebih
menitikberatkan aktivitas sosial mereka dalam hal tanggung jawab produk dengan
rata-rata pengungkapan sebesar 61,59%. Tetapi beberapa perusahaan juga ada
yang lebih fokus dalam hal praktik kerja dan kelayakan kerja sebagai aktivitas
sosialnya. Hal tersebut terbukti sebesar 44,90% perusahaan mengungkapkan
D emand Pengungkapan Sosial Kategori Masyarakat
25%
47%
22% 5%
1% Likert 5
Likert 4
Likert 3
Likert 2
Likert 1
Demand Pengungkapan Sosial Kategori Tanggung Jawab Produk
31 %
48%
15 %5% 1% Likert 5
Likert 4
Likert 3
Likert 2
Likert 1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
tanggung jawab sosial mereka dalam kategori ini. Dalam laporan tahunan PT.
Sorini Agro Asia (2008) menjelaskan,
"To keep pace with our business growth, Sorini continues to put its people nd their development as a major par t of i ts core Strategy and Sorini maintains a strong committment of compliance with Health, Safety, Security and Environment (HSSE) standards as well as its own stringent internal safety and quality adherence mechanism."
Rata-rata pengungkapan untuk ketegori masyarakat juga cukup besar yaitu
sebesar 28,39%, dan sisanya sebesar 21,11% perusahaan mengungkapkan
aktivitas sosialnya dalam hal hak asasi manusia.
Information gap terjadi jika ada perbedaan signifikan antara tingkat
permintaan (demand) akan pengungkapan sosial dengan pemenuhan akan
permintaan tersebut (supply). Dari Lampiran 6 dapat dilihat bahwa rata-rata
tingkat demand adalah sebesar 3,76 pada skala likert 5 dan untuk supply adalah
sebesar 40,24% dengan metode unweighted dan 40,58% dengan metode weighted.
Hasil ini menujunjukkan bahwa secara umum terjadi information gap antara
demand dan supply pengungkapan sosial di Indonesia. Untuk analisis gap per
kategori bisa dilihat dalam Tabel IV.14.
Tabel IV.14 Pengukuran Information Gap per Kategori
No Kategori Pengungkapan Sosial Demand Supply Gap 1 Praktik Kerja dan Kelayakan Kerja 3,70 44,90% √ 2 Hak Asasi Manusia 3,46 21,11% √ 3 Masyarakat 3,91 28,39% √ 4 Tanggung Jawab Produk 4,02 61,59% X
Ket : cutoff 50% √ = Terdapat information gap X = Tidak terdapat information gap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Dari tabel diatas bisa dilihat bahwa terjadi gap antara demand dan supply
pengungkapan sosial. Gap terjadi karena nilai demand yang tinggi dan tidak
diimbangi dengan supply optimal. Gap ini ditemukan dalam kategori praktik kerja
dan kelayakan kerja, hak asasi manusia, dan masyarakat. Information gap juga
terjadi dalam item-item tertentu. Item-item tertentu menujukkan bahwa tingkat
demand sangat tinggi, tetapi supply untuk memenuhi permintaan tersebut sangat
kurang. Misalnya item yang berkaitan dengan pelatihan anti korupsi. Item tersebut
mempunyai nilai 4,04 pada skala likert 5, tetapi item ini hanya direspon atau di-
supply sebesar 1,43%.
Hal yang berlawanan juga ditemukan, yaitu tingkat demand yang rendah
tetapi dipenuhi dengan supply yang sangat besar. Item mengenai komposisi
pimpinan dan pekerja berdasarkan jender, usia, kelompok minoritas mempunyai
nilai yang rendah untuk demand yaitu 2,80 pada skala likert 5, tetapi tingkat
supply-nya adalah sebesar 82,86%.
Dalam beberapa item menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan atau
tidak terjadi information gap antara demand dan supply. Contohnya adalah item
rasio gaji pokok antara pria dan wanita dinilai rendah oleh perusahaan, yaitu
sebesar 2,50 pada skala likert 5 untuk komponen demand dan sebesar 2,86%
untuk komponen supply.
4. Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Praktik Pengungkapan
Sosial di Indonesia
Hasil pengujian hipotesis yang dilakukan menunjukkan bahwa secara
simultan variabel independen dan variabel kontrol berpengaruh terhadap social
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
disclosure. Leverage, tipe industri, ukuran perusahaan, profitabilitas, kepemilikan
institusi, dan proporsi dewan komisaris independen dapat menjelaskan variabel
dependen yaitu luas pengungkapan informasi sosial perusahaan sebesar 41,10%.
Sedangkan sisanya sebesar 58,90% pengungkapan informasi sosial perusahaan
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.
Berikut ini akan dijelaskan pengaruh parsial dari tiap-tiap variabel
independen terhadap variabel dependen yang dilihat dari ρ value. Berdasarkan uji
parsial tersebut hanya ada dua variabel yang berpengaruh terhadap pengungkapan
sosial yaitu ukuran perusahaan dan proporsi dewan komisaris independen.
Variabel ukuran perusahaan memiliki nilai signifikansi sebesar 0,00. Nilai
ini kurang dari 1% sehingga dapat disimpulkan bahwa ukuran perusahaan
berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan sosial. Hasil ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Tjakradinata (2000) dan Marwata (2001);
yang menemukan bahwa ukuran perusahaan merupakan variabel yang
berpengaruh dalam mengukur tingkat pengungkapan sosial dalam annual report.
Koefisien ukuran perusahaan dalam tabel menunjukkan nilai positif terhadap
social disclosure. Hal ini berarti semakin besar ukuran perusahaan, maka akan
semakin tinggi tingkat pengungkapan informasi sosial dalam annual report
perusahaan.
Nilai signifikansi proporsi dewan komisaris independen adalah sebesar
0,00. Nilai kurang dari 0,01 sehingga dapat dikatakan bahwa variabel ini
signifikan 1%. Hasil tersebut menujukkan bahwa proporsi dewan komisaris
independen berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan sosial. Hasil ini sesuai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
dengan penelitian Forker (2002) dan Chau dan Leung (2006). Koefisien negatif
menujukkan bahwa semakin besar proporsi dewan komisaris independen akan
mengurangi luas pengungkapan sosial dalam annual report perusahaan. Hasil ini
mengindikasikan bahwa fungsi komisaris independen pada perusahaan di
Indonesia tidak berjalan dengan baik.
Nilai probabilitas leverage adalah sebesar 0,34, jauh di atas 0,05. Nilai ini
menunjukkan bahwa leverage tidak berpengaruh terhadap social disclosure. Hasil
ini menujukkan bahwa perusahaan Koefisien leverage menunjukkan nilai yang
negatif. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat leverage semakin
sedikit perusahaan mengungkapkan informasi sosialnya. Hasil ini juga
mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan Jensen dan Meckling (1976);
Belkaoui dan Karpik (1989); Schipper (1981) dalam Marwata (2001); Meek et.al.
(1995) dalam Fitriany (2001).
Penelitian ini menunjukkan bahwa tipe industri tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap pengungkapan informasi sosial perusahaan. Hal ini sesuai
dengan yang ditunjukkan dalam tabel, bahwa ρ value tipe industri sebesar 0,43
pada tingkat signifikansi 5%. Profitabilitas (ROA) menunjukkan bahwa ROA tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap luas pengungkapan informasi sosial
perusahaan. Hal ini ditunjukkan dengan ρ value hitung ROA sebesar 0,12 dimana
nilai tersebut ditas 0,05. Koefisien positif yang ditunjukkan dalam tabel tersebut
menunjukkan hubungan yang positif antara profitabilitas perusahaan dan tingkat
pengungkapan informasi sosial. Sedangkan untuk variabel kontrol yang kedua
yaitu kepemilikan institusi tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
sosial. Hal ini ditunnjukkan dengan nilai signifikansinya sebesar 0,43, jauh diatas
0,05.
Tabel IV.15 Ringkasan Hasil Uji Statistik
No Variabel Independen Hasil Uji Multiple Regression
Hasil Uji Logistic Regression
1 Leverage X X 2 Tipe Industri X X 3 Ukuran (size) √ √ 4 Profitabilitas X X 5 Komposisi Dewan
Komisaris Independen √ X
6 Kepemilikan Institusi X X √ = Signifikan X = Tidak Signifikan
Tabel IV.15 menujukkan bahwa size mempunyai hubungan yang sangat
kuat dengan pengungkapan sosial. Hal ini terbukti dari hasil pengujian multiple
regression dan logistic regression. Size menentukan ya atau tidaknya
pengungkapan sosial dalam laporan tahunan perusahaan dan menentukan tingkat
disclosure level perusahaan. Sedangkan untuk variabel komposisi dewan
komisaris independen hanya menentukan tingkat disclosure level-nya saja, tetapi
tidak menentukan ya atau tidaknya pengungkapan sosial dalam laporan tahunan
perusahaan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Suhardjanto dan Aulia (2009) yang
menyebutkan varibel size berpengaruh signifikan dalam menentukan ya atau
tidaknya pengungkapan sosial peruisahaan dan tingkat level disclosure
pengungkapan perusahaan dalam laporan tahunan mereka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Setelah melakukan pengujian dan analisis data di Bab IV, maka di Bab V
ini akan disajikan kesimpulan hasil peneltian, saran yang diberikan, keterbatasan
penelitian dan rekomendasi untuk penelitian berikutnya.
A. Kesimpulan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji apakah ada information
gap antara demand dan supply pengungkapan sosial dan juga menguji apakah
karakteristik perusahaan berpengaruh terhadap praktik pengungkapan sosial.
Dari hasil kuesioner ditemukan bahwa secara umum rata-rata tingkat
demand praktik pengungkapan sosial adalah sebesar 3,76 dengan menggunakan
skala likert 5, sedangkan supply dari pengungkapan annual report sebesar 40,24%
untuk metode unweighted dan 40,58% untuk metode weighted. Dari temuan
tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum terjadi information gap antara
demand dan supply praktik pengungkapan sosial di Indonesia. Dalam item-item
tertentu terjadi adanya information gap antara demand dan supply praktik social
disclosure di Indonesia. Misalnya dalam item pelatihan anti korupsi, demand
menunjukkan angka yang tinggi yaitu 4,04 dalam skala likert 5, tetapi item ini
hanya di-supply sebesar 5,71%. Dalam analisis per kategori ditemukan juga
adanya gap dalam kategori kategori hak asasi manusia dan kategori masyarakat.
Walaupun ditemukan adanya gap, namun tingkat pengungkapan sosial
yang dilakukan perusahaan di Indonesia mengalami peningkatan. Dalam
penelitian Suhardjanto dan Aulia (2009) disebutkan bahwa rata-rata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
pengungkapan sosial yang dilakukan perusahaan listing di BEI pada tahun 2007
adalah 22,30%. Sedangkan hasil penelitian ini menujukkan bahwa rata-rata
pengungkapan sosial yang dilakukan dalam perusahaan listing di BEI tahun 2008
adalah sebesar 40,24% untuk metode unweighted dan 40,58% untuk metode
weighted.
Hasil analisis regresi baik weighted maupun unweighted menunjukkan
bahwa hanya item size (β=0,08, ρ-value 0,000) dari variabel independen
karakteristik perusahaan yang berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan
informasi sosial dengan tingkat signifikansi 1%. Hasil regresi juga menunjukkan
bahwa variabel proporsi dewan komisaris independen (β=-0,43, ρ-value 0,002)
sebagai variabel kontrol juga berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan sosial
dengan tingkat signifikansi 1%.
Logistic regression menunjukkan bahwa model yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kuat dengan nilai Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit
Test di atas 0,05.
Hasil pengujian ANOVA menunjukkan bahwa tidak terjadi beda variance
dalam kategori usia responden dan tingkat pendidikan responden. Hal ini
ditunjukkan dengan tingkat signifikansi di atas 0,05 yaitu sebesar 0,22 untuk
kategori umur, dan 0,62 untuk kategori tingkat pendidikan. Pengujian t-test untuk
kategori gender juga menunjukkan hasil yang sama dengan tingkat signifikansi
diatas 0,05. Sedangkan untuk pengujian paired sample t-test, hasilnya
menunjukkan bahwa ada perbedaan variance (ρ-value 0,000) yang berarti bahwa
tingkat pengungkapan sosial berbeda secara signifikan antara weighted dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
unweighted. Hasil ini mengindikasikan bahwa perlu untuk memasukkan indeks
agar pengukuran lebih tepat dan akurat.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian “Demand dan Supply
Praktik Social Disclosure di Indonesia” adalah sebagai berikut:
1. Mengingat akan tingkat demand yang tinggi terhadap praktik
pengungkapan sosial, sebaiknya perusahaan memberi supply yang
cukup dengan mengungkapkan aktivitas sosial mereka ke dalam
annual report.
2. Melihat adanya gap yang ditemukan dalam penelitian ini, sebaiknya
pemerintah mampu mendorong perusahaan agar mengungkapkan
aktivitas social meraka dalam laporan tahunan.
C. Keterbatasan
Keterbatasan penelitian ini adalah indeks yang dipakai dalam penelitian ini
adalah dari hasil wawancara kuesioner kepada narrow financial based
stakeholders di wilayah surakarta. Hasil indeks akan lebih akurat dan representatif
jika responden yang diwawancarai berasal dari semua wilayah di Indonesia,
mengingat supply yang dipakai adalah perusahaan yang listing di Bursa Efek
Indonesia (BEI).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
D. Rekomendasi
Adapun rekomendasi bagi penelitian selanjutnya yang meneliti mengenai
social disclosure, antara lain:
1. Penelitian selanjutnya bisa mengambil karakteristik perusahaan
sebagai variabel independen, namun menggunakan proksi karakteristik
perusahaan yang lain seperti total penjualan, total karyawan yang
dimiliki perusahaan, atau total ekuitas perusahaan.
2. Penelitian berikutnya juga bisa dilakukan dengan mengganti proksi-
proksi dalam variabel-variabel independen penelitian ini untuk
menguji konsistensi hasil penelitian
3. Sampel penelitian juga dapat difokuskan lagi ke industri yang lebih
spesifik, agar bisa melihat tingkat keluasan social disclosure pada tipe
tertentu dan apakah hasilnya sejalan dengan keluasan social disclosure
pada perusahaan-perusahaan secara umum.
4. Penelitian selanjutnya sebaiknya membuat indeks dengan
menggunakan cara lain yang lebih tepat agar hasinya lebih akurat dan
representatif.
5. Peneltian juga bisa mengukur tingkat pengungkapan sosial dari
perspektif selain narrow financial based stakeholder, misalnya
broader based.
6. Untuk penelitian selanjutnya bisa juga membandingkan keluasan
social disclosure antara industri di Indonesia dengan negara lain (studi