Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Psikosa secara sederhana dapat didefinisikan sebai suatu gangguan jiwa
dengan kehilangan rasa kenyataan (sense of reality). Keadaan ini dapat
digambarkan bahwa psikosa ialah gangguan jiwa yang serius, yang timbul karena
penyebab organik ataupun emosional (fungsional) dan yang menunjukkan
gangguan kemampuan berpikir, bereakasi secara emosional, mengingat,
berkomunikasi, menafsirkan kenyataan dan bertindak sesuai dengan kenyataan itu,
sedemikian rupa sehingga kemampuan untuk memenuhi tuntutan hidup sehari-hari
sangat terganggu. Psikosa ditandai oleh perilaku yang regresif, perasaan tidak
sesuai , berkurangnya pengawasan terhadap impuls-impuls serta waham dan
halusinasi.
Sindrom klinis akut dan sejenak dengan ciri penurunan taraf kesadaran,
gangguan kognitif, gangguan persepsi, termasuk halusinasi & ilusi, khas adalah
visual juga di pancaindera lain, dan gangguan perilaku, seperti agitasi.
Delirium bisa timbul pada segala umur, tetapi sering pada usia lanjut.
Sedikitnya 10% dari pasien lanjut usia yang dirawat inap menderita delirium; 15-
50% mengalami delirium sesaat pada masa perawatan rumah sakit. Delirium juga
sering dijumpai pada panti asuhan. Bila delirium terjadi pada orang muda
biasanya karena penggunaan obat atau penyakit yang berbahaya mengancam
jiwanya.
Demensia adalah penyakit yang banyak menyerang orang berusia lanjut,
makin tua makin besar kemungkinan terserang demensia. Pada penderita
demensia, terjadi gangguan fungsi intelektualnya, termasuk pula kemampuan
mengingat, terutama ingatan jangka pendek (mudah lupa). Penderita demensia
juga sulit berpikir abstrak, sukar mengolah informasi baru atau mengatasi
persoalan. Kepribadian seorang penderita demensia, misalnya respons
emosionalnya, juga bisa berubah. Dalam beberapa kasus alzheimer, gejala itu bisa
menjadi kronis dan progresif sehingga penderita kehilangan seluruh kemampuan
intelektualnya.
Page 2
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 DELIRIUM
II.1.1 DEFENISI
Delirium adalah keadaan yang yang bersifat sementara dan biasanya
terjadi secara mendadak, dimana penderita mengalami penurunan kemampuan
dalam memusatkan perhatiannya dan menjadi linglung, mengalami disorientasi
dan tidak mampu berfikir secara jernih. Sindrom klinis akut dan sejenak dengan
ciri penurunan taraf kesadaran, gangguan kognitif, gangguan persepsi, termasuk
halusinasi & ilusi, khas adalah visual juga di pancaindera lain, dan gangguan
perilaku, seperti agitasi. Gangguan ini berlangsung pendek dan ber-jam hingga
berhari, taraf hebatnya berfluktuasi, hebat di malam hari, kegelapan membuat
halusinasi visual & gangguan perilaku meningkat. Biasanya reversibel.
Penyebabnya termasuk penyakit fisik, intoxikasi obat (zat). Diagnosis biasanya
klinis, dengan laboratorium dan pemeriksaan pencitraan (imaging) untuk
menemukan penyebabnya. Terapinya ialah memperbaiki penyebabnya dan
tindakan suportif.
Delirium juga disebut Kondisi bingung akut (Acute Confusional State) dan
demensia merupakan penyebab yang paling sering dan gangguan atau hendaya
kognitif, walaupun gangguan afektif (seperti depresi) juga bisa mengganggu
kognisi. Delirium dan demensia merupakan dua gangguan yang berbeda, namun
sering sukar dibedakan. Pada keduanya, fungsi kognitif terganggu, namun
demensia biasanya memori yang terganggu, sedangkan delirium daya
perhatiannya yang terganggu.
Beberapa ciri khas membedakan kedua gangguan tersebut (lihat tabel I).
Delirium biasanya disebabkan oleh penyakit akut atau keracunan obat (kadang
mengancam jiwa orang) dan sering reversibel, sedangkan demensia secara khas
disebabkan oleh perubahan anatomik dalam otak, berawal lambat dan biasanya
tidak reversibel. Delirium bisa timbul pada pasien dengan demensia juga.
Page 3
Gambaran Delirium Demensia
Riwayat Penyakit akut Penyakit kronik
Awal Cepat Lambat laun
Sebab Terdapat penyakit lain (infeksi, dehidrasi, guna/putus obat
Biasanya penyakit otak kronik (spt Alzheimer, demensia vaskular)
Lamanya Ber-hari/-minggu Ber-bulan/-tahun
Perjalanan sakit Naik turun Kronik progresif
Taraf kesadaran Naik turun Normal
Orientasi Terganggu, periodic Intak pada awalnya
Afek Cemas dan iritabel Labil tapi tak cemas
Alam pikiran Sering terganggu Turun jumlahnya
Bahasa Lamban, inkoheren, inadekuat Sulit menemukan istilah tepat
Daya ingat Jangka pendek terganggu nyata
Jangka pendek & panjang terganggu
Persepsi Halusinasi (visual) Halusinasi jarang kecuali sundowning
Psikomotor Retardasi, agitasi, campuran Normal
Tidur Terganggu siklusnya Sedikit terganggu siklus tidurnya
Atensi & kesadaran
Amat terganggu Sedikit terganggu
Reversibilitas Sering reversible Umumnya tak reversibel
Penanganan Segera Perlu tapi tak segera
Catatan: pasien dengan demensia amat rentan terhadap delirium, dan delirium yang bertumpang tindih dengan demensia adalah umum
I. ETIOLOGI
Penyebab delirium:
1. Alkohol, obat-obatan dan bahan beracun
2. Efek toksik dari pengobatan
3. Kadar elektrolit, garam dan mineral (misalnya kalsium, natrium atau
magnesium) yang tidak normal akibat pengobatan, dehidrasi atau penyakit
tertentu
4. Infeksi akut disertai demam
5. Hidrosefalus bertekanan normal, yaitu suatu keadaan dimana cairan yang
membantali otak tidak diserap sebagaimana mestinya dan menekan otak
Page 4
6. Hematoma subdural, yaitu pengumpulan darah di bawah tengkorak yang
dapat menekan otak.
7. Meningitis, ensefalitis, sifilis (penyakit infeksi yang menyerang otak)
8. Kekurangan tiamin dan vitamin B12
9. Hipotiroidisme maupun hipotiroidisme
10. Tumor otak (beberapa diantaranya kadang menyebabkan linglung dan
gangguan ingatan)
11. Patah tulang panggul dan tulang-tulang panjang
12. Fungsi jantung atau paru-paru yang buruk dan menyebabkan rendahnya kadar
oksigen atau tingginya kadar karbon dioksida di dalam darah
13. Stroke.
II.1.2 PATOFISIOLOGI
Banyak kondisi sistemik dan obat bisa menyebabkan delirium, contoh
antikolinergika, psikotropika, dan opioida. Mekanisma tidak jelas, tetapi
mungkin terkait dengan gangguan reversibilitas dan metabolisma oxidatif otak,
abnormalitas neurotransmiter multipel, dan pembentukan sitokines (cytokines).
Stress dari penyebab apapun bisa meningkatkan kerja saraf simpatikus sehingga
mengganggu fungsi kolinergik dan menyebabkan delirium. Usia lanjut memang
dasarnya rentan terhadap penurunan transmisi kolinergik sehingga lebih mudah
terjadi delirium. Apapun sebabnya, yang jelas hemisfer otak dan mekanisma
siaga (arousal mechanism) dari talamus dan sistem aktivasi retikular batang otak
jadi terganggu.
Terdapat faktor predisposisi gangguan otak organik: seperti demensia,
stroke. Penyakit parkinson, umur lanjut, gangguan sensorik, dan gangguan
multipel. Faktor presipitasi termasuk penggunaan obat baru lebih dan 3 macam,
infeksi, dehidrasi, imobilisasi, malagizi, dan pemakaian kateter buli-buli.
Penggunaan anestesia juga meningkatkan resiko delirium, terutama pada
pembedahan yang lama. Demikian pula pasien lanjut usia yang dirawatdi bagian
ICU beresiko lebih tinggi.
II.1.3 MANIFESTASI KLINIS
Page 5
Ciri utama dari delirium adalah tidak mampu memusatkan perhatian.
Penderita tidak dapat berkonsentrasi, sehingga mereka memiliki kesulitan dalam
mengolah informasi yang baru dan tidak dapat mengingat peristiwa yang baru
saja terjadi. Hampir semua penderita mengalami disorientasi waktu dan bingung
dengan tempat dimana mereka berada. Fikiran mereka kacau, mengigau dan
terjadi inkoherensia.
Pada kasus yang berat, penderita tidak mengetahui diri mereka sendiri.
Beberapa penderita mengalami paranoia dan delusi (percaya bahwa sedang
terjadi hal-hal yang aneh) Respon penderita terhadap kesulitan yang dihadapinya
berbeda-beda; ada yang sangat tenang dan menarik diri, sedangkan yang lainnya
menjadi hiperaktif dan mencoba melawan halusinasi maupun delusi yang
dialaminya.
Gejala utama ialah kesadaran menurun. Kesadaran yang menurun ialah
suatu keadaan dengan kemampuan persepsi perhatian dan pemikiran yan
berkurang secara keseluruhan (secara kuantitatif). Gejala-gejala lainnya :
Delirium ditandai oleh kesulitan dalam:
1. Konsentrasi dan memfokus
2. Mempertahankan dan mengalihkan daya perhatian
3. Kesadaran naik-turun
4. Disorientasi terhadap waktu, tempat dan orang
5. Halusinasi biasanya visual, kemudian yang lain
6. Bingung menghadapi tugas se-hari-hari
7. Perubahan kepribadian dan afek
8. Pikiran menjadi kacau
9. Bicara ngawur
10. Disartria dan bicara cepat
11. Neologisma
12. Inkoheren
Gejala termasuk:
1. Perilaku yang inadekuat
2. Rasa takut
Page 6
3. Curiga
4. Mudah tersinggung
5. Agitatif
6. Hiperaktif
7. Siaga tinggi (Hyperalert)
Atau sebaliknya bisa menjadi:
1. Pendiam
2. Menarik diri
3. Mengantuk
4. Banyak pasien yang berfluktuasi antara diam dan gelisah
5. Pola tidur dan makan terganggu
6. Gangguan kognitif, jadi daya mempertimbangkan dan tilik-diri terganggu
II.1.4 PEMERIKSAAN DIAGNOSIS
Biasanya klinis. Semua pasien dengan tanda dan gejala gangguan fungsi
kognitif perlu dilakukan pemeriksaan kondisi mental formal. Kemampuan atensi
bisa diperiksa dengan:
1. Pengulangan sebutan 3 benda
2. Pengulangan 7 angka ke depan dan 5 angka ke belakang (mundur)
3. Sebutkan nama hari dalam seminggu ke depan dan ke belakang (mundur)
4. Ikuti kriteria diagnostik dari lCD-10 atau DSM-IV-TR
5. Confusion Assessment Method (CAM)
6. Wawancarai anggota keluarga
7. Penggunaan obat atau zat psikoaktif overdosis atau penghentian mendadak.
II.1.5 PROGNOSIS
Morbiditas dan mortalitas lebih tinggi pada pasien yang masuk sudah
dengan delirium dibandingkan dengan pasien yang menjadi delirium setelah di
Rumah Sakit. Beberapa penyebab delirium seperti hipoglikemia, intoxikasi,
infeksi, faktor iatrogenik, toxisitas obat, gangguan keseimbangan elektrolit.
Page 7
Biasanya cepat membaik dengan pengobatan. Beberapa pada lanjut usia susah
untuk diobati dan bisa melanjutjadi kronik
II.1.6 PENATALAKSANAAN MEDIS
Terapi diawali dengan memperbaiki kondisi penyakitnya dan
menghilangkan faktor yang memberatkan seperti:
1. Menghentikan penggunaan obat
2. Obati infeksi
3. Suport pada pasien dan keluanga
4. Mengurangi dan menghentikan agitasi untuk pengamanan pasien
5. Cukupi cairan dan nutrisi
6. Vitamin yang dibutuhkan
7. Segala alat pengekang boleh digunakan tapi harus segera dilepas bila sudah
membaik, alat infuse sesederhana mungkin, lingkungan diatur agar nyaman.
8. Obat:
a. Haloperidoi dosis rendah dulu 0,5 1 mg per os, IV atau IV
b. Risperidone0,5 3mg perostiap l2jam
c. Olanzapine 2,5 15 mg per os 1 x sehari
d. Lorazepam 0,5 1mg per Os atau parenteral (tak tersedia di Indonesia),
Perlu diingat obat benzodiazepine mi bisa memperburuk delirium
karena efek sedasinya.
II.2 DEMENSIA
Demensia adalah penyakit yang banyak menyerang orang berusia lanjut,
makin tua makin besar kemungkinan terserang demensia. Pada penderita demensia,
terjadi gangguan fungsi intelektualnya, termasuk pula kemampuan mengingat,
terutama ingatan jangka pendek (mudah lupa). Penderita demensia juga sulit berpikir
abstrak, sukar mengolah informasi baru atau mengatasi persoalan. Kepribadian
Page 8
seorang penderita demensia, misalnya respons emosionalnya, juga bisa berubah.
Dalam beberapa kasus alzheimer, gejala itu bisa menjadi kronis dan progresif
sehingga penderita kehilangan seluruh kemampuan intelektualnya.
Mudah lupa merupakan gejala yang paling sering ditemukan dalam kehidupan
sehari-hari warga lanjut usia (lansia). Tapi, mudah lupa tak jarang ditemukan pada
usia setengah baya, bahkan umur belia. Mudah lupa memang bisa dianggap gejala
wajar atau alamiah. Tapi, kita tetap harus waspada, sebab mudah lupa (terutama pada
usia belia) bisa saja merupakan stadium awal dari demensia (dementia) atau
kepikunan, yang merupakan gangguan otak akibat penyakit atau kondisi lainnya.
Gangguan fungsi jaringan otak tersebut dapat disebabkan oleh penyakit
badaniah yang terutama mengenai otak (misalnya meningo-ensefalitis, gangguan
pembuluh darah otak, tumor otak, dan sebagainya) atau yang terutama di luar otak
atau tengkorak (misalnya tifus, endometritis, payah jantung, toxemia, kehamilan,
intoksikasi, dan sebagainya). Butir klinis penting dari demensia adalah identifikasi
sindrom dan pemeriksaan klinis tentang penyebabnya. Gangguan mungkin progresif
atau statis, permanen atau reversibel. Suatu penyebab dasar selalu diasumsikan,
walaupun pada kasus yang jarang adalah tidak mungkin untuk menentukan penyebab
spesifik.
Kemungkinan pemulihan (reversibilitas) demensia adalah berhubungan
dengan patologi dasar dan ketersediaan serta penerapan pengobatan yang efektif.
Diperkirakan 15% orang dengan demensia mempunyai penyakit-penyakit yang
reversibel jika dokter memulai pengobatan tepat pada waktunya, sebelum terjadi
kerusakan yang ireversibel.
II.2.1 DEFINISI
Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit/gangguan otak
yang biasanya bersifat kronis-progresif, dimana terdapat gangguan fungsi
kognitif yang multipel tanpa gangguan kesadara.
Fungsi kognitif yang dipengaruhi pada demensia adalah intelegensia
umum, daya ingat, daya pikir, orientasi, persepsi, perhatian, daya tangkap
Page 9
(comprehension), berhitung, kemampuan belajar, berbahasa, daya nilai
(judgement), dan kemampuan sosial.
II.2.2 EPIDEMIOLOGI
Demensia sebenarnya adalah penyakit penuaan. Di antara orang
Amerika yang berusia 65 tahun, kira-kira 5% menderita demensia berat, dan
15% menderita demensia ringan. Di antara orang Amerika yang berusia 80
tahun, kira-kira 20% menderita demensia berat.
Dari semua pasien dengan demensia, 50 – 60% menderita demensia
tipe Alzheimer, yang merupakan tipe demensia yang paling sering. Kira-kira
5% dari semua orang yang mencapai usia 65 tahun menderita demensia tipe
Alzheimer, dibanding dengan 15 – 25% dari semua orang yang berusia 85
tahun atau lebih.
Tipe demensia yang paling sering kedua adalah demensia vaskuler,
yang berjumlah kira-kira 15 – 30% dari semua kasus demensia. Demensia
vaskuler paling sering ditemukan pada orang yang berusia antara 60 – 70
tahun dan lebih sering pada laki-laki dibanding wanita.
Masing-masing 1 – 5% kasus adalah demensia yang berhubungan
dengan trauma kepala, berhubungan dengan alkohol, dan berbagai demensia
yang berhubungan dengan pergerakan (misalnya penyakit Huntington dan
penyakit parkinson).
II.2.3 PENYEBAB
Demensia mempunyai banyak penyebab, tetapi demensia tipe
Alzheimer dan demensia vaskular secara bersama-sama berjumlah sebanyak
75% dari semua kasus. Penyebab demensia lainnya adalah penyakit Pick,
penyakit Creutzfeldt-Jakob, penyakit Hutington, penyakit Parkinson, hunam
immunodeficiency virus (HIV), dan trauma kepala. Di bawah ini adalah
gangguan/penyakit yang sering menyebabkan demensia.
Gangguan/Penyakit yang Dapat Menyebabkan Demensia
Penyakit Parenkima SSP
Penyakit Alzheimer (demensia degeneratif primer)
Penyakit Pick (demensia degeneratif primer)
Page 10
Korea Huntington
Penyakit Parkinson*
Sklerosis multipel
Gangguan Sistemik
Gangguan endokrin dan metabolik
Penyakit tiroid* atau paratiroid*
Gangguan pituitaria-adrenal*
Keadaan hipoglikemik
Penyakit hati
Ensefalopati hepatik kronik progresif*
Penyakit saluran kemih
Ensefalopati uremik kronik* atau progresif (demensia dialisis)*
Penyakit kardiovaskular
Hipoksia atau anoksia serebra*
Demensia multi-infark*
Aritmia kariak*
Penyakit radang pembuluh darah*
Penyakit paru
Ensefalopati respiratorik*
Keadaan Defisiensi
Defisiensi sianokobalamin*
Defisiensi asam folat*
Obat dan Toksin
Tumor Intrakranial* dan Trauma Serebri*
Proses Infeksi
Penyakit Creutzfeldt-Jakob*
Meningitis kriptokok* atau Meningitis bakterial kronik*
Neurosifilis*
Tuberkulosis dan meningitis fungi*
Ensefalitis virus
Gangguan terkait dengan HIV atau SIDA (sindrom imunodefisiensi akuistik)
Trauma
Cidera kepala
Demensia pugilistika (punch-drunk syndrome)
Page 11
Gangguan Aneka Ragam
Degenerasi hepatolentikular*
Demensia hidrosefalik*
Sarkoidosis*
Hidrosefalus bertekanan normal*
Keadaan diperlukan untuk pemberian terapeutik spesifik
II.2.4 GAMBARAN KLINIS DAN PEDOMAN DIAGNOSTIK
Secara umum gambaran klinis demensia yaitu adanya penurunan
kemampuan daya ingat dan daya pikir, yang sampai mengganggu kegiatan harian
seseorang (personal activities of daily living) seperti mandi, berpakaian, makan,
kebersihan diri, buang air besar dan kecil. Umumnya disertai, dan ada kalanya
diawali, dengan kemerosotan dalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau
motivasi hidup. Pada demensia tidak ditemukan gangguan kesadaran (clear
consciousness) dan gejala serta disabilitas sudah nyata untuk paling sedikit 6
bulan.
Pasien dengan demensia biasanya dibawa ke rumah sakit oleh
keluarganya, polisi atau pengasuh yang mengeluh bahwa pasien telah berkeliaran,
bingung, perilaku yang tidak wajar (misalnya, memegang dan menyentuh dengan
maksud seksual yang tak semestinya, pergi ke luar rumah dengan pakaian yang
tidak pantas, misalnya memakai baju kaos dan celana dalam saja), agresif,
depresif, cemas. Pasien dengan diagnosis demensia biasanya dibawa masuk ke
UGD karena perubahan perilaku yang mendadak.
Demensia harus dibedakan dari proses menua normal. Pada proses menua
biasa, pasien mungkin mengalami gangguan fungsi kognitif, tetapi tidak progresif
dan tidak menyebabkan gangguan fungsi pekerjaan sosial.
Sebagai pedoman diagnostik untuk menegakan suatu demensia dan
jenisnya adalah tertera di bawah ini.
a. Demensia Tipe Alzheimer
Penyakit ini untuk pertama kali diberitakan oleh Alois Alzheimer pada tahun
1906. Penyakit tipe ini biasanya timbul antara umur 50 – 60 tahun. Terdapat
degenerasi korteks yang difus pada otak di lapisan-lapisan luar, terutama di daerah
frontal dan temporal.
Page 12
Diagnosis akhir penyakit Alzheimer didasarkan pada pemeriksaan
neuropatologi otak; namun demikian, demensia tipe Alzheimer biasanya didiagnosis
dalam lingkungan klinis setelah penyebab demensia lainnya telah disingkirkan dari
pertimbangan diagnostik.
Walaupun penyebab demensia tipe Alzheimer masih tidak diketahui, telah
terjadi kemajuan dalam mengerti dasar molekular dari deposit amiloid (gen untuk
prekursor amiloid adalah pada lengan panjang dari kromosom 21) yang merupakan
tanda utama neuropatologi gangguan. Kelainan neurotransmiter juga terjadi pada
penyakit ini, terutama asetilkolin dan norepinefrin, keduanya dihipotesiskan menjadi
hipoaktif pada penyakit Alzheimer. Penyebab potensial lainnya yaitu adanya kelainan
dalam pengaturan metabolisme fosfolipid membran yang mengakibatkan membran
yang kekurangan cairan–yaitu, lebih kaku–dibandingkan normal.
Pedoman diagnostik untuk Demensia Tipe Alzheimer
Terdapatnya gejala demensia.
Onset bertahap (insidous onset) dengan deteriorasi lambat. Osnet biasanya sulit
ditentukan waktunya yang persis, tiba-tiba orang lain sudah menyadari adanya
kelainan tersebut. Dalam perjalanan penyakitnya dapat terjadi suatu taraf yang
stabil (plateau) secara nyata.
Tidak adanya bukti klinis atau temuan dari pemeriksaan khusus, yang menyatakan
bahwa kondisi mental itu dapat menimbulkan demensia (misalnya hipotiroidisme,
hiperkalsemia, defisiensi vitamin B12, defisiensi niasin, neurosifilis, hidrosefalus,
atau hematom subdural).
Tidak adanya serangan apoplektik mendadak, atau gejala neurologik kerusakan
otak fokal seperti hemiparesis, hilangnya daya sensorik, defek lapangan pandang
mata, dan inkoordinasi yang terjadi dalam masa dini dari gangguan itu (walaupun
fenomena ini dikemudian hari dapat bertumpang tindih).
Kode didasarkan pada tipe onset dan ciri yang menonjol
Dengan onset dini: Demensia yang onsetnya sebelum usia 65 tahun, perkembangan
gejala cepat dan progresif (deteriorasi), adanya riwayat keluarga yang berpenyakit
Alzheimer merupakan faktor yang menyokong diagnosis tetapi tidak harus dipenuhi.
Page 13
Dengan onset lambat: Sama tersebut di atas, hanya onset sesudah usia 65 tahun dan
perjalanan penyakit yang lamban dan biasanya dengan gangguan daya ingat sebagai
gambaran utamanya.
Dengan tipe tidak khas atau tipe campuran: Yang tidak cocok dengan kedua tipe
di atas. Demensia campuran adalah demensia Alzheimer + vaskular.
Demensia pada penyakit Alzheimer YTT (unspecified).
b. Demensia Vaskular
Penyebab utama dari demensia vaskular dianggap adalah penyakit vaskular
serebral yang multipel, yang menyebabkan suatu pola gejala demensia. Demensia
vaskular paling sering pada laki-laki, khususnya pada mereka dengan hipertensi yang
telah ada sebelumnya atau faktor resiko kardiovaskuler lainnya.
Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral berukurang kecil dan sedang,
yang mengalami infark dan menghasilkan lesi parenkim multipel yang menyebar pada
daerah otak yang luas. Penyebab infark mungkin termasuk oklusi pembuluh darah
oleh plak arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat asal yang jauh.
Pedoman diagnostik untuk Demensia Vaskular
Terdapatnya gejala demensia.
Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata (mungkin terdapat hilangnya daya
ingat, gangguan daya pikir, gejala neurologis fokal). Daya tilik diri ( insight) dan
daya nilai (judgement) secara relatif tetap baik.
Suatu onset yang mendadak atau deteriorasi yang bertahap, disertai dengan adanya
gejala neurologis fokal, meningkatkan kemungkinan diagnosis demensia vaskular.
Pada beberapa kasus, penetapan hanya dapat dilakukan dengan pemeriksaan CT-
Scan atau pemeriksaan neuropatologis.
Kode didasarkan pada tipe onset dan fokus infark:
Demensia vaskular onset akut: Biasanya terjadi secara cepat sesudah serangkaian
“stroke” akibat trombosis serebrovaskuler, embolisme, atau perdarahan. Pada kasus-
kasus yang jarang, satu infark yang besar dapat sebagai penyebabnya.
Demensia multi-infark: Onsetnya lebih lambat, bisanya stelah serangkaian episode
iskemik minor yang menimbulkan akumulasi dari infark pada parenkim otak.
Demensia vaskular subkortikal: Fokus kerusakan akibat iskemia pada substansia
alba di hemisfer serebral, yang dapat diduga secara klinis dan dibuktikan dengan CT-
Page 14
Scan. Korteks serebri biasanya tetap baik, walaupun demikian gambaran klinis masih
mirip dengan demensia pada penyakit Alzheimer.
Demensia vaskular campuran kortikal dan subkortikal: Komponen campuran
kortikal dan subkortikal dapat diduga dari gambaran klinis, hasil pemeriksaan
(termasuk autopsi) atau keduanya.
Demensia vaskular lainnya.
Demensia vaskular YTT (yang tidak tergolongkan).
c. Demensia pada Penyakit Pick
Pick dari Praha pertama kali mengumumkan hal-hal tentang penyakit yang
jarang ini pada tahun 1892. Secara khas penyakit Pick ditandai oleh atropi yang lebih
banyak dalam daerah frontotemporal (daerah asosiatif), sebab itu yang terutama
terganggu ialah pembicaraan dan proses berpikir. Daerah tersebut juga mengalami
kehilangan neuronal, gliosis, dan adanya badan Pick neuronal, yang merupakan massa
elemen sitoskeletal.
Penyebab penyakit Pick belum diketahui. Penyakit Pick sulit dibedakan dari
demensia tipe Alzheimer, walalaupun stadium awal penyakit Pick lebih sering
ditandai oleh perubahan kepribadian dan perilaku, dengan fungsi kognitif lain yang
relatif bertahan. Gambaran sindrom Kluver-Bucy (misalnya hiperseksualitas,
plasiditas, hiperoralitas, hiperoralitas) adalah jauh lebih sering pada penyakit Pick
dibandingkan pada penyakit Alzheimer.
Pedoman diagnostik untuk Demensia pada Penyakit Pick
Adanya gejala demensia yang progresif
Gambaran neuropatologis berupa atrofi selektif dari lobus frontalis yang menonjol,
disertai euforia, emosi tumpul, dan perilaku sosial yang kasar, disinhibisi, dan
apatis atau gelisah.
Manifestasi gangguan perilaku pada umumnya mendahului gangguan daya ingat.
d. Demensia pada Penyakit Creutzfeldt-Jakob
Page 15
Penyakit Creutzfeldt-Jakob adalah penyakit degeneratif yang jarang yang
disebabkan oleh agen yang progresif secara lambat, dan dapat ditransmisikan (yaitu,
agen inaktif), paling mungkin suatu prion, yang merupakan agen proteinaseus
yang tidak mengandung DNA atau RNA.
Bukti-bukti menunjukan bahwa pada manusia penyakit Creutzfeldt-Jakob
dapat ditransmisikan secara iatrogenik, melalui transplantasi kornea atau instrumen
bedah yang terinfeksi. Tetapi, sebagian besar penyakit, tampaknya sporadik,
mengenai individual dalam usia 50-an.
Penyakit ditandai oleh adanya pola elektroensefalogram (EEG) yang tidak
biasa, yang terdiri dari lonjakan gelombang lambat dengan tegangan tinggi.
Pedoman diagnostik untuk Demensia pada Penyakit Pick
Trias yang sangat mengarah pada diagnosis penyakit ini:
Demensia yang progresif merusak.
Penyakit piramidal dan ekstrapiramidal dengan mioklonus.
Elektroensefalogram yang khas (trifasik)
e. Demensia pada Penyakit Huntington
Demensia pada penyait Huntington ditandai oleh kelainan motorik yang lebih
banyak dan kelainan bisaca yang lebih sedikit, serta adanya perlambatan psikomotor
dan kesulitan melakukan tugas yang kompleks, tetapi ingatan, bahasa, dan tilikan
tetap relatif utuh pada stadium awal dan menengah dari penyakit.
Pada saat penyakit berkembang, demensia menjadi lengkap, dan ciri yang
membedakan penyakit ini dari demensia tipe Alzheimer adalah tingginya insidensi
depresi dan psikosis, disamping gangguan pergerakan koreoatetoid yang klasik.
Pedoman diagnostik untuk Demensia pada Penyakit Pick
Adanya kaitan antara gerakan koreiform, demensia, dan riwayat keluarga dengan
penyakit Huntington.
Gerakan koreiform yang involunter, terutama pada wajah, tangan dan bahu, atau
cara berjalan yang khas, merupakjan manifestasi dini dari gangguan ini. Gejala ini
bisanya mendahului gejala demensia, dan jarang sekali gejala dini tersebut tidak
muncul sampai demensia menjadi sangat lanjut.
Page 16
Gejala demensia ditandai dengan gangguan fungsi lobus frontalis pada tahap dini,
dengan daya ingat relatif masih terpelihara, sampai saat selanjutnya.
f. Demensia pada Penyakit Parkinson
Diperkirakan 20 – 30% pasien dengan penyakit Parkinson menderita
demensia, dan tambahkan 30 – 40% mempunyai gangguan kemampuan kognitif yang
dapat diukur. Pergerakan yang lambat pada penderita Parkinson adalah disertai
dengan berpikir yang lambat pada beberapa pasien yang terkena, suatu ciri yang
disebut beberapa dokter sebagai bradifenia.
Pedoman diagnostik untuk Demensia pada Penyakit Parkinson
Demensia yang berkembang pada seseorang dengan penyakit Parkinson yang sudah
parah, tidak ada gambaran klinis khusus yang dapat ditampilkan..
g. Demensia yang Berhubungan dengan HIV
Infeksi dengan human immunodeficiency virus (HIV) seringkali menyebabkan
demensia dan gejala psikotik lainnya. Sekitar 14% pasien dengan HIV mengalami
demensia tiap tahunnya. Perkembangan demensia pada pasien yang terinfeksi HIV
seringkali disertai oleh tampaknya kelainan parenkimal pada pemeriksaan MRI.
Pedoman diagnostik untuk Demensia pada Penyakit HIV
Demensia yang berkembang pada seseorang dengan penyakit HIV, tidak
ditemukannya penyakit atau kondisi lain yang bersamaan selain infeksi HIV itu.
h. Demensia pada Penyakit Lain
Banyak penyakit-penyakit yang menyebabkan demensia, dalam PPDGJ III ini
digolongkan dalan Demensia pada Penyakit Lain YTD (yang di-tentukan) YDK (yang
di-klasifikasikan di tempat lain).
Pedoman diagnostik untuk Demensia pada Penyakit Lain YTD YDK
Demensia yang terjadi sebagai manifestasi atau konsekuensi beberapa macam kondisi
somatik dan sereberal lainnya.
Page 17
Untuk kriteria tarap beratnya demensia dapat di bagi dalam: Taraf Ringan,
meskipun kegiatan pekerjaan atau sosial secara menonjol terganggu, kemampuan
untuk hidup mandiri tetap utuh, dengan higiene diri yang cukup baik dan daya
pertimbangan yang intak. Taraf Sedang, hidup mandiri kacau, dan usaha pengawasan
oleh orang lain diperlukan. Taraf Berat, kegiatan hidup sehari-hari amat terganggu
sehingga pengawasan yang terus-menerus diperlukan (misalnya tidak dapat mengatur
higiene diri secara minimalpun, kebanyakan inkoheren atau mutistik).
II.2.5 DIAGNOSIS BANDING
Pemeriksaan laboratorium yang lengkap harus dilakukan jika
memeriksa pasien dengan demensia, juga dapat dilakukan CT-Scan, MRI, dan
SPECT (single photon emission computed tomography).
Delirium. Delirium dibedakan dari demensia, yaitu pada delirium
onset penyakit yang cepat, durasi yang singkat, fluktuasi gangguan kognitif
lamanya berhari-hari hingga berminggu-minggu, eksaserbasi nokturnal dari
gejala, gangguan jelas pada siklus bangun tidur, gangguan perhatian dan
persepsi yang menonjol, serta atensi dan kesadaran amat terganggu.
Depresi. Pada umumnya, pasien dengan disfungsi kognitif yang
berhubungan dengan depresi mempunyai gejala depresif yang menonjol,
mempunyai lebih banyak tilikan terhadap gejalanya dibandingkan pasien
demensia, dan seringkali mempunyai riwayat episode depresif di masa lalu,
osetnya cepat, pada pemeriksaan CT-Scan dan EEG normal.
Gangguan buatan. Orang yang berusaha menstimulasi kehilangan
ingatan, seperti pada gangguan buatan, melakukan hal tersebut dalam cara
yang aneh dan tidak konsisten. Pada demensia yang sesungguhnya, ingatan
akan tempat dan waktu hilang sebelum ingatan terhadap orang, dan ingatan
yang belum lama hilang sebelum ingatan yang lama.
Skizofrenia. Walaupun skizofrenia mungkin disertai dengan suatu
derajat gangguan intelektual didapat, gejalanya jauh kurang berat dibanding
gejala yang berhubungan dengan psikosis dan gangguan pikiran yang
ditemukan pada demensia.
Penuaan mormal. Mudah lupa sebenarnya fenomena biasa pada orang
tua. Sejalan dengan pertambahan usia, otak akan kehilangan puluhan ribu
selnya dan beratnya pun berkurang. Penciutan permukaan otak (korteks) akan
Page 18
terjadi di bagian temporal (pelipis) dan frontalis (depan) yang berfungsi
sebagai pusat daya ingat. Perubahan struktur anatomi otak itu akan diikuti
gangguan fungsi faal otak terutama daya ingat. Sehingga orang tua mengalami
gejala mudah lupa (forgetfulness).
Mudah lupa dianggap wajar jika yang bersangkutan masih bisa
mengingat lagi nama benda atau orang jika dibantu dengan menyebut suku
kata depannya, bisa mengenali jika disebutkan deretan nama atau dijabarkan
bentuk dan fungsinya. Atau sekali waktu lupa, lain kali ingat lagi serta masih
bisa hidup mandiri secara normal dan tidak mengganggu kehidupan sosial atau
pekerjaan pasien.
II.2.6 PROGNOSIS
Dengan pengobatan psikologis dan farmakologis dan kemungkinan
karena sifat otak yang dapat menyembuhkan diri sendiri, gejala demensia
dapat berkembang dengan lambat untuk suatu waktu atau bahkan membaik
sesaat. Regresi gejala tersebut jelas merupakan suatu kemungkinan pada
demensia yang reversibel (misalnya demensia yang disebabkan oleh
hipotiroidisme, hidrosefalus tekanan normal, dan tumor otak) jika pengobatan
dimulai.
Perjalanan demensia bervariasi dari kemajuan yang tetap (sering pada
demensia tipe Alzheimer) sampai pemburukan demensia yang bertambah
(sering pada demensia vaskular) sampai suatu demensia yang stabil (misalnya
pada demensia yang berhubungan dengan trauma kepala).
II.2.7 TERAPI
Beberapa kasus demensia dianggap dapat diobati bila pengobatan
dilakukan tepat pada waktunya. Riwayat medis yang lengkap, pemeriksaan
fisik, dan tes laboratorium termasuk pencitraan otak yang tepat harus
dilakukan segera setelah diagnosis dicurigai. Jika pasien menderita akibat
suatu penyebab demensia yang dapat diobati, terapi diarahkan untuk
mengobati gangguan dasar.
Pendekatan umum pada pasien demensia adalah untuk memberikan
perawatan medis suportif, bantuan emosional untuk pasien dan keluarganya,
Page 19
dan pengobatan farmakologis untuk gejala spesifik, termasuk gejala perilaku
yang mengganggu.
Pengobatan simtomatik termasuk: pemeliharaan diet gizi, latihan yang
tepat, terapi rekreasi dan aktivitas, perhatian terhadap masalah visual dan
auditoris, dan pengobatan masalah medis yang menyertai, seperti infeksi
lauran kemih, ulkus dekubitus, dan disfungsi kardiopulmonal. Perhatian
khusus harus diberikan pada pengasuh atau anggota keluarga yang
menghadapi frustasi, kesedihan, dan masalah psikologis saat mereka merawat
pasien selama periode waktu yang lama.
Pengobatan farmakologis yang tersedia saat ini. Beberapa ahli klinis
menganjurkan penggunaan benzodiazepin yang berdayakerja pendek untuk
mengatasi insomnia dan ansietas pada lansia, tetapi resiko terhadap fungsi
kognitif dan ketergantungan harus dipertimbangkan. Penggunaan
benzodiazepin yang berkonjugasi (oksazepam [Serax] 7,5 – 15 mg/hari per
oral, lorazepam [Ativan] 0,5 – 1 mg/hari per oral, temazepam [Resoril] 7,5 –
15 mg/hari per oral) dianjurkan karena waktu eleminasi tengah dari semua zat
itu tidak meningkat pada lansia oleh sebab fungsi hati yang terganggu.
Anti depresan (seperti litium, amitriptylin, dan trazodon) dan anti
konvulsan dapat digunakan juga, tetapi harus dimulai dengan dosis rendah,
dinaikan lambat laun, dan dipantau dengan pemeriksaan darah yang sering.
Penghambatan oksidase monoamin (MAOI) seperti moclobemide (Aurorix)
300 – 600 mg/hari dapat berguna pada depresi yang berhubungan dengan
demensia.
Antipsikotik seperti klorpromazine (Largaktil 10 – 600 mg/hari),
haloperidol (Serenace 5 – 15 mg/hari), atau clozapine (Clozaril 25 – 100
mg/hari) dapat diberikan pada pasien dengan waham dan halusinasi.
Antihistaminika dapat digunakan juga dalam dosis rendah untuk
ansietas atau imsonia, tetapi dapat menyebabkan efek samping antikolinergik
yang justru para lansia amat rentan terhadap masalah ini.
Dari segi psikoterapi dan edukasional, pasien sering kali mendapatkan
manfaat karena perjalanan penyakitnya diterangkan secara jelas kepada
mereka. Mereka juga mendapatkan manfaat dari bantuan dalam kesedihan dan
dalam menerima beratnya ketidakmampuan mereka.
Page 20
II.3 ALZHEIMER
II.3.1 DEFINISI
Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan
kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas
(Crapper et al (1979)).Ada pula yang menerangkan Alzhaimer adalah penyakit
Gangguan mental organic bukan akibat zat pada proses degeneratif yang
terjadi pertama-tama pada sel yang terletak pada dasar dari otak depan yang
mengirim informasi kekorteks serebral dan hipokampus (Marilynn E.
Doenges, dkk, 1999)
II.3.2 ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui, adatiga teori utama mengenai
penyebabnya : 1. Virus lambat; 2. Proses Autoimun; 3. Keracunan
Aluminium. Akhir-akhir ini teori yang paling sering digunakan (walaupun
belum terbukti) adalah yang berkaitan dengan Virus lambat.Virus-virus ini
mempunyai masa inkubasi 2-30 tahun; sehingga transmisinya sulit
dibuktikan.Beberapa jenis tertentu dari Ensefalopati viral ditandai oleh
perubahan patologik yang menyerupai plak senilis pada penyakit Alzheimer.
Teori autoimun berdasarkan pada adanya peningkatan kadar antibodi-
antibodi reaktif terhadap otak pada penderita Alzheimer. Teori Keracunan
Alumunium menyatakan bahwa karena Alumunium bersifat neurotoksik,
maka dapat menyebakan perubahan neurofibrilar pada otak. Deposit
Alumunium telah diidentifikasi pada beberapa pasien Alzheimer, tetapi
beberapa perubahan patologik yang menyertai penyakit ini berbeda dengan
yang terlihat pada keracunan Alumunium.
Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degerasi
neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan
gangguan fungsi kongnitif dengan penurunan daya ingat secara
progresif.Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat
berperan dalam kematian selektif neuron.
Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan
oleh adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolism energy,
adanya formasi radikal bebas atau terdapat produksi protein abnormal yang
Page 21
non spesifik.Penyakit Alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa
penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa
penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan)
juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus faktor
genetika.
II.3.3 PATOFISIOLOGI
Patologi anatomi dari Penyakit Alzheimer meliputi dijumpainya
Neurofibrillary Tangles (NFTs), plak senilis dan atropi serebrokorteks yang
sebagian besar mengenai daerah asosiasi korteks khususnya pada aspek medial
dari lobus temporal.Meskipun adanya NFTs dan plak senilis merupakan
karakteristik dari Alzheimer, mereka bukanlah suatu patognomonik. Sebab,
dapat juga ditemukan pada berbagai penyakit neurodegeneratif lainnya yang
berbeda dengan Alzheimer, seperti pada penyakit supranuklear palsy yang
progresif dan demensia pugilistika dan pada proses penuaan normal.
Distribusi NFTs dan plak senilis harus dalam jumlah yang signifikan
dan menempati topograpfik yang khas untuk Alzheimer. NFTs dengan berat
molekul yang rendah dan terdapat hanya di hippokampus, merupakan tanda
dari proses penuaan yang normal. Tapi bila terdapat di daerah medial lobus
temporal, meski hanya dalam jumlah yang kecil sudah merupakan suatu
keadaaan yang abnormal.Selain NFTs dan plak senilis, juga masih terdapat
lesi lain yang dapat dijumpai pada Alzheimer yang diduga berperan dalam
gangguan kognitif dan memori, meliputi :
(1) Degenerasi granulovakuolar Shimkowich
(2) Benang-benang neuropil Braak , serta
(3) Degenerasi neuronal dan sinaptik.
Berdasarkan formulasi di atas, tampak bahwa mekanisme
patofisiologis yang mendasari penyakit Alzheimer adalah terputusnya
hubungan antar bagian-bagian korteks akibat hilangnya neuron pyramidal
berukuran medium yang berfungsi sebagai penghubung bagian-bagian
tersebut, dan digantikan oleh lesi-lesi degeneratif yang bersifat toksik terhadap
sel-sel neuron terutrama pada daerah hipokampus, korteks dan ganglia basalis.
Hilangnya neuron-neuron yang bersifat kolinergik tersebut, meneyebabkan
menurunnya kadar neurotransmitter asetilkolin di otak. Otak menjadi atropi
Page 22
dengan sulkus yang melebar dan terdapat perluasan ventrikel-ventrikel
serebral
II.3.4 MANIFESTASI KLINIK
Gejala Alzheimer Berdasarkan National Alzheimer ‘s Association
(2003), dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :
a. Gejala Ringan (lama penyakit 1-3 tahun)
Ø Lebih sering binggung dan melupakan informasi yang baru
dipelajari
Ø Diorintasi : tersesat di daerah sekitar yang dikenalnya dengan baik
Ø Bermasalah dalam melaksanakan tugas rutin
Ø Mengalami perubahan dalam kepribadian dan penilaian misalnya
mudah tersinggung, mudah menuduh ada yang mengambil barangnya
bahkan menuduh pasangannya tidaksetia lagi/selingkuh.
b. Gejala sedang (lama penyakit 3-10 tahun)
Ø Kesulitan dalam mengerjakan aktifitas hidup sehari –hari seperti
makan dan mandi.
Ø Perubahan tingkah laku misalnya : sedih dan emosi.
Ø Mengalami gangguan tidur
Ø Keluyuran
Ø Kesulitan mengenali keluarga dan teman(pertama-tama yang akan
sulit untuk dikenali adalah orang-orang yang paling jarang ditemuinya,
mulai dari nama, hingga tidak mengenali wajah sama sekali. Kemudian
bertahap kepada orang-orang yang cukup jarang ditemui.)
c. Gejala berat (lama penyakit 8-12 tahun)
Ø Sulit / kehilangan kemampuan berbicara
Ø Kehilangan nafsu makan, menurunya berat badan
Ø Sangat tergantung pada caregiver/pengasuh,
Ø Perubahan perilaku misal: Mudah curiga, depresi, apatis, mudah
mengamuk.
II.3.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Karena tidak ada pemeriksaan khusus, pemeriksaan ini biasanya
berperan untuk menentukan masalah yang mungkin membungungkan dengan
demensia ini.
Page 23
1. Pemeriksaan antibody : kadarnya cukup tinggi (abnormal)
2. JDL, RPR, elektrolit, pemeriksaan tiroid : dapat
menentukan/menghilangkan disfungsi yang dapat diobati /kambuh,
seperti proses penyakit metabolic, ketidak seimbangan cairan
elektrolit, neurosifilis.
3. B12 : menentukan kekurangan nutrisi.
4. Tes Deksametason depresan (DST) : untuk menangani depresi.
5. EKG ; untuk menemukan adanya insufisiensi jantung.
6. EEG : untuk mengetahui adanya perlambatan gelombang otak.
7. Sinar X : mengetahui kelainan tengkorak.
8. Tes penglihatan dan pendengaran : untuk mengetahui adanya
penurunan (kehilangan) yang mungkin disebabkan oleh perubahan
persepsi,alam perasaan yang melayang.
9. PET, BEAM, MRI : memperlihatkan daerah otak yang mengalami
penurunan metabolisme.
10. CT Scan : memperlihatkan adanya ventrikel otak yang melebar,
adanya atrofi kortikal.
11. CCS : munculnya protein abnormal dari sel otak sekitar 90%
merupakan indikasi Alzheimer.
II.3.7 PENATALAKSANAAN
Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena
penyebab dan patofisiologis masih belum jelas.Pengobatan simptomatik dan
suportif seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita dan
keluarga.Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan E belum mempunyai efek
yang menguntungkan.
1.Inhibitor kolinesterase
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor
untuk pengobatan simptomatik penyakit Alzheimer, dimana penderita
Alzheimer didapatkan penurunan kadar asetilkolin. Untuk mencegah
penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase yang bekerja
secara sentral seperti fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine). Pemberian
obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian
berlangsung.
Page 24
Beberapa peneliti mengatakan bahwa obat-obatan anti kolinergik akan
memperburuk penampilan intelektual pada organ normal dan penderita
Alzheimer .
2.Thiamin
Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita Alzheimer
didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzyme yaitu 2
ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan
neuronal pada nucleus basalis. Pemberian thiamin hidrochloryda dengan dosis
3gr/hari selama tiga bulan peroral, menunjukan perbaikan bermakna terhadap
fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.
3.Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat
memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi
pemberian 4000mg pada penderita Alzheimer tidak menunjukan perbaikan
klinis yang bermakna.
4.Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita Alzheimer dapat
disebabkan kerusakan noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres)
yang merupakan noradrenergik alpha 2 reseptor agonis dengan dosis maksimal
1,2 mg peroral selama 4 mgg, didapatkan hasil yang kurang memuaskan untuk
memperbaiki fungsi kognitif.
5.Haloperiodol
Pada penderita Alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi,
halusinasi) dan tingkah laku. Pemberian oral haloperiodol 1-5 mg/hari selama 4
mgg akan memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita Alzheimer menderita
depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti depressant (aminitryptiline25-100
mg/hari).
6.Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu substrate endogen yang disintesa didalam mitokondria
dengan bantuan enzim ALC transferace.Penelitian ini menunjukan bahwa ALC
dapat meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada
pemberiaan dosis 1-2 gr /hari/oral selama 1 tahun dalam pengobatan,
disimpulakan bahwa dapat memperbaiki atau menghambat progresifitas
kerusakan fungsi kognitif
Page 25
BAB III
KESIMPULAN
Delirium bisa timbul pada segala umur, tetapi sering pada usia lanjut.
Sedikitnya 10% dari pasien lanjut usia yang dirawat inap menderita delirium; 15-50%
mengalami delirium sesaat pada masa perawatan rumah sakit. Delirium juga sering
dijumpai pada panti asuhan. Bila delirium terjadi pada orang muda biasanya karena
penggunaan obat atau penyakit yang berbahaya mengancam jiwanya.
Page 26
Demensia adalah penyakit yang banyak menyerang orang berusia lanjut, makin
tua makin besar kemungkinan terserang demensia. Pada penderita demensia, terjadi
gangguan fungsi intelektualnya, termasuk pula kemampuan mengingat, terutama
ingatan jangka pendek (mudah lupa). Penderita demensia juga sulit berpikir abstrak,
sukar mengolah informasi baru atau mengatasi persoalan. Kepribadian seorang
penderita demensia, misalnya respons emosionalnya, juga bisa berubah. Dalam
beberapa kasus alzheimer, gejala itu bisa menjadi kronis dan progresif sehingga
penderita kehilangan seluruh kemampuan intelektualnya.
Page 28
DAFTAR PUSTAKA
1. Atkinson, L. Rita ; 1972, Pengantar Psikologi, Bandung. Interaksana
2. Gold, Michael ; 1995 Plasma And Red Blaad Aceii Thiamin Defesiency In
Patients With Dementia Of Type Alzheimer Disease, New York. Basic Book
Inc.
3. Gautier, Morh ; 1995, Guide To Clinical Neurologi, New York. Basic, Book
Inc
4. Kathileen, A ; 1997, Neuropsy Cological Assessment Of Alzheimer Disease,
New York. Creative Edit Catianal, Society.
5. Susanne, S ; 1997, Neuropatologic Assessment Of Alzeimer Disease, New
York. Creative Educatianal, Society.
6. Delirium Pada Lansia. 2009. Available at:
http://karyatulisilmiahkeperawatan.blogspot.com/2009/05/delirium-pada-
lansia.html. Accessed on Juny 11st 2013.
7. Delirium. Available at: http://www.lenterabiru.com/2010/02/delirium.htm. Accessed
on Juny 11st 2013.
8. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA: Sinopsis Psikiatri (Edisi Bahasa Indonesia),
Edisi VII, Jilid I, Binarupa Aksara, Jakarta, 1997: 515-533.
9. Maramis WF: Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press,
Surabaya, 1994: 181-206.