1. Definisi epilepsi Epilepsi merupakan salah satu penyakit otak yang sering ditemukan. Data World Health Organization (WHO), 2001 menunjukkan epilepsi menyerang 1% penduduk dunia, nilai yang sama dengan kanker payudara pada perempuan dan kanker prostat pada pria. 2. Klasifikasi epilepsi Prinsip klasifikasi didasarkan pada data rekaman elektroensefalogram (EEG) dan manifestasi klinis. Klasifikasi epilepsi memudahkan pertukaran informasi tentang epilepsi dan bermanfaat untuk menentukan terapi yang tepat. Klasifikasi yang sekarang dipergunakan secara luas adalah 7 klasifikasi oleh International League Against Epilepsy (ILAE) 1981 yang terdiri dari 3 kategori utama yaitu kejang parsial, kejang umum dan kejang yang tak terklasifikasi. Serangan epilepsi tidak selalu disertai dengan kejang dan sebaliknya, kejang belum tentu dapat dikatakan epilepsi. Berikut gambaran klinis berdasarkan tipe kejangnya:
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1. Definisi epilepsi
Epilepsi merupakan salah satu penyakit otak yang sering ditemukan. Data World
Health Organization (WHO), 2001 menunjukkan epilepsi menyerang 1% penduduk
dunia, nilai yang sama dengan kanker payudara pada perempuan dan kanker prostat pada
pria.
2. Klasifikasi epilepsi
Prinsip klasifikasi didasarkan pada data rekaman elektroensefalogram (EEG) dan
manifestasi klinis. Klasifikasi epilepsi memudahkan pertukaran informasi tentang
epilepsi dan bermanfaat untuk menentukan terapi yang tepat.
Klasifikasi yang sekarang dipergunakan secara luas adalah 7 klasifikasi oleh
International League Against Epilepsy (ILAE) 1981 yang terdiri dari 3 kategori utama
yaitu kejang parsial, kejang umum dan kejang yang tak terklasifikasi.
Serangan epilepsi tidak selalu disertai dengan kejang dan sebaliknya, kejang
belum tentu dapat dikatakan epilepsi. Berikut gambaran klinis berdasarkan tipe
kejangnya:
a. Kejang parsial (fokal/lokal) Kejang ini terjadi pada salah satu atau lebih lokasi
yang spesifik pada otak. Dalam beberapa kasus, kejang parsial dapat menyebar luas di
otak. Kejang ini terkadang disebabkan terjadinya trauma spesifik, namun dalam banyak
kasus penyebabnya tidak dapat diketahui (idiopatik).
1) Kejang parsial sederhana
Dalam kasus kejang parsial sederhana (Jacksonian epilepsy), pasien tidak
mengalami kehilangan kesadaran, namun dapat mengalami kebingungan, jerking
movement, atau kelainan mental dan emosional. Manifestasi klinis dari kejang parsial
sederhana ini yaitu klonik 8 (repetitif, gerakan kepala dan leher menengok ke salah satu
sisi). Beberapa pasien dapat pula terjadi gejala somatosensorik berupa aura, halusinasi,
atau perasaan kuat pada indra penciuman dan perasa. Setelah kejang, pasien biasanya
mengalami kelemahan pada otot tertentu. Umumnya kejang terjadi selama 90 detik.
2) Kejang parsial kompleks
Sekitar 80% dari kejang ini berasal dari temporal lobe, bagian otak yang
berdekatan dengan telinga. Gangguan pada bagian tersebut dapat mengakibatkan
penurunan kesadaran atau dapat terjadi perubahan tingkah laku misalnya automatisme.
Pasien kemungkinan mengalami kehilangan kesadaran secara singkat dan tatapan kosong.
Kejang ini seringkali diawali dengan aura. Episode serangan biasanya tidak lebih dari 2
menit. Sakit kepala yang berdenyut kemungkinan terjadi pada kejang tipe ini.
3) Kejang parsial diikuti kejang umum sekunder
Kejang fokal dapat berkembang menjadi tonik klonik dengan kehilangan
kesadaran dan kejang (tonik) otot seluruh badan diikuti periode kontraksi otot bertukar
dengan relaksasi (klonik). Seringkali sulit dibedakan dengan kejang umum. Hal ini
karena kejang parsial dengan generalisata sekunder mempunyai onset fokal yang
seringkali tak teramati. Onset fokal kejang diidentifikasi melalui analisis riwayat kejang
dan EEG secara cermat.
b. Kejang umum
Kejang umum dapat terjadi karena gangguan sel saraf yang terjadi pada daerah
otak yang lebih luas daripada yang terjadi pada kejang parsial. Oleh karena itu, kejang ini
memiliki efek yang lebih serius pada pasien.
1) Kejang absence (petit mal)
Kejang ini ditandai dengan hilangnya kesadaran yang berlangsung sangat
singkat sekitar 3-30 detik. Jenis yang jarang dijumpai dan umumnya hanya
terjadi pada masa anak-anak atau awal remaja. Sekitar 15-20% anak-anak
menderita kejang tipe ini. Penderita tiba-tiba melotot atau matanya berkedip-
kedip dengan kepala terkulai. Kejang ini kemungkinan tidak disadari oleh
orang di sekitarnya. Petit mal terkadang sulit dibedakan dengan kejang parsial
sederhana atau kompleks, atau bahkan dengan gangguan attention
deficit. Selain itu terdapat jenis kejang atypical absence seizure, yang
mempunyai perbedaan dengan tipe absence. Sebagai contoh atipikal
mempunyai jangka waktu gangguan kesadaran yang lebih panjang, serangan
terjadi tidak dengan tiba-tiba, dan serangan kejang terjadi diikuti dengan tanda
gejala motorik yang jelas. Kejang ini diperantarai oleh ketidaknormalan yang
menyebar dan multifokal pada struktur otak. Kadangkala diikuti dengan gejala
keterlambatan mental. Kejang tipe ini kurang efektif dikendalikan dengan
antiepilepsi dibandingkan tipe kejang absence tipikal.
2) Kejang tonik-klonik (grand mal)
Tipe ini merupakan bentuk kejang yang paling banyak terjadi. Fase awal dari
terjadinya kejang biasanya berupa kehilangan kesadaran disusul dengan gejala
motorik secara bilateral, dapat berupa ekstensi tonik beberapa menit disusul
gerakan klonik yang sinkron dari otototot yang berkontraksi, menyebabkan
pasien tiba-tiba terjatuh dan terbaring kaku sekitar 10-30 detik. Beberapa
pasien mengalami pertanda atau aura sebelum kejang. Kebanyakan
mengalami kehilangan kesadaran tanpa tanda apapun. Dapat juga terjadi
sianosis, keluar air liur, inkontinensi urin dan atau menggigit lidah. Segera
sesudah kejang berhenti pasien tertidur. Kejang ini biasanya terjadi sekitar 2-3
menit.
3) Kejang atonik Serangan tipe atonik ini jarang terjadi. Pasien dapat tiba-tiba
mengalami kehilangan kekuatan otot yang mengakibatkan pasien terjatuh,
namun dapat segera pulih kembali. Terkadang terjadi pada salah satu bagian
tubuh, misalnya mengendurnya rahang dan kepala yang terkulai.
4) Kejang mioklonik Kejang tipe ini ditandai oleh kontraksi otot-otot tubuh
secara cepat, bilateral, dan terkadang hanya terjadi pada bagian otot-otot
tertentu. Biasa terjadi pada pagi hari setelah bangun tidur, pasien mengalami
hentakan yang terjadi secara tiba-tiba.
5) Simply tonic atau clonic seizures Kejang kemungkinan terjadi secara tonik
atau klonik saja. Pada kejang tonik, otot berkontraksi dan gangguan kesadaran
terjadi sekitar 10 detik, tetapi kejang ini tidak berkembang menjadi klonik
atau jerking phase. Kasus kejang klonik yang jarang ditemukan, terutama
terjadi pada anak-anak, yang mengalami spasme otot tetapi bukan kekakuan
tonik.
c. Kejang yang tak terklasifikasikan Serangan kejang ini merupakan jenis
serangan yang tidak didukung oleh data yang cukup atau lengkap. Jenis ini
termasuk serangan kejang yang sering terjadi pada neonatus. Hal ini
kemungkinan disebabkan adanya perbedaan fungsi dan hubungan saraf pada
sistem saraf pusat di bayi dan dewasa.
3. Etiologi epilepsi
Kejang terjadi karena sejumlah saraf kortikal mencetuskan lepas muatan
listrik secara abnormal. Apapun yang mengganggu homeostasis normal dan
stabilitas saraf, dapat memicu hipereksibilitas dan kejang. Ada ribuan kondisi
medis yang dapat menyebabkan epilepsi, dari adanya mutasi genetik hingga
luka trauma pada otak.
Etiologi kejang perlu diketahui untuk menentukan jenis terapi yang tepat bagi
pasien. Beberapa etiologi kejang pada pediatrik yang dikelompokkan
berdasarkan umur antara lain sebagai berikut:
Kejang terjadi akibat pengeluaran sejumlah neuron yang abnormal akibat
dari berbagai proses patologi sehingga berdampak pada otak. Epilepsi
bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu gejala yang dapat timbul karena
suatu penyakit. Secara umum dapat dikatakan bahwa serangan epilepsi dapat
timbul jika terjadinya pelepasan aktivitas energi yang berlebihan dan
mendadak dalam otak, sehingga menyebabkan terganggunya kerja otak.
Ditinjau dari penyebab, epilepsi dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
a. Epilepsi primer atau epilepsi idiopatik Epilepsi primer tidak ditemukan
kelainan pada jaringan otak. Diduga terdapat kelainan atau gangguan
keseimbangan zat kimiawi dalam sel-sel saraf pada area jaringan otak
yang abnormal. Dalam jenis ini, tidak 13 ada kelainan anatomik seperti
trauma maupun neoplasma yang menimbulkan kejang, maka sindrom
ini disebut epilepsi idiopatik atau primer. Kejang dapat ditimbulkan
karena abnormalitas susunan sistem saraf pusat. Epilepsi idiopatik
merupakan 2/3 kasus yang tidak diketahui penyebabnya. Lebih kurang
65% dari seluruh kasus epilepsi tidak diketahui faktor penyebabnya.
Umumnya faktor genetik lebih berperan pada epilepsi idiopatik.
Insidensi epilepsi idiopatik lebih tinggi pada anak-anak. Diduga bahwa
serangan terjadi karena cetusan listrik abnormal yang terjadi akibat
kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dalam neuron-
neuron pada area jaringan otak yang abnormal. Etiologi idiopatik
digunakan pada kejang dengan tipe umum, sedangkan etiologi
kriptogenik digunakan bila tidak ada penyebab yang diketahui pada
onset kejang parsial.
b. Epilepsi sekunder
Disebut epilepsi sekunder berarti gejala yang timbul ialah akibat dari
adanya kelainan pada jaringan otak. Kelainan ini dapat disebabkan
bawaan sejak lahir atau adanya jaringan parut sebagai akibat
kerusakan otak pada waktu lahir atau pada masa perkembangan anak.
Gangguan ini bersifat reversibel, misalnya karena tumor, trauma, luka
kepala, infeksi atau radang selaput otak, penyakit keturunan seperti
fenilketonuria (FKU) dan kecenderungan timbulnya epilepsi yang
diturunkan.
Epilepsi sekunder merupakan 1/3 kasus yang diketahui penyebabnya.
Kelainan dapat terjadi bawaan atau pada masa perkembangan anak.
Beberapa faktor risiko yang sudah diketahui antara lain: trauma