BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Harapan rakyat Indonesia yang menginginkan adanya jaminan sosial bagi kehidupan mereka, bakal segera terwujud pasca diundangkannya BPJS untuk menyelenggarakan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Keinginan ini, diilhami oleh negara lain, seperti Kanada dan Jerman. Di negara-negara yang sudah lebih dahulu memberlakukan UU Jaminan Sosial itu, rakyat telah mendapatkan jaminan kesehatan, pensiun dan ketenagakerjaan. Bahkan, beberapa negara di antaranya juga memberi jaminan bagi mereka yang tidak mempunyai pekerjaan. Karena itu, kehadiran UU BPJS ini yang disambut gembira oleh sejumlah masyarakat, tentu saja dapat dimaklumi. Sebab idealnya seluruh rakyat Indonesia akan terlindungi ke dalam jaminan sosial Harapan ini, tentu saja masuk akal, sebab, rakyat sudah bosan setiap kali mendengar dan menyaksikan di berbagai media perihal masih adanya rakyat miskin yang ditolak oleh pihak rumah sakit untuk berobat karena tiadanya biaya dari sang pasien. Kita pun sudah tidak ingin mendengar lagi manakala ada pensiunan yang terpaksa harus kembali menjadi pekerja kasar di hari tuanya. Ditambah dengan banyaknya masyarakat menengah yang jatuh miskn karena menderita penyakit, menjual apa yaBahkan sebutan dan plesetan "jamila" alias jatuh miskin 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Harapan rakyat Indonesia yang menginginkan adanya jaminan sosial bagi kehidupan
mereka, bakal segera terwujud pasca diundangkannya BPJS untuk menyelenggarakan Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Keinginan ini, diilhami oleh negara lain, seperti Kanada
dan Jerman.
Di negara-negara yang sudah lebih dahulu memberlakukan UU Jaminan Sosial itu, rakyat
telah mendapatkan jaminan kesehatan, pensiun dan ketenagakerjaan. Bahkan, beberapa
negara di antaranya juga memberi jaminan bagi mereka yang tidak mempunyai pekerjaan.
Karena itu, kehadiran UU BPJS ini yang disambut gembira oleh sejumlah masyarakat, tentu
saja dapat dimaklumi. Sebab idealnya seluruh rakyat Indonesia akan terlindungi ke dalam
jaminan sosial
Harapan ini, tentu saja masuk akal, sebab, rakyat sudah bosan setiap kali mendengar dan
menyaksikan di berbagai media perihal masih adanya rakyat miskin yang ditolak oleh pihak
rumah sakit untuk berobat karena tiadanya biaya dari sang pasien. Kita pun sudah tidak ingin
mendengar lagi manakala ada pensiunan yang terpaksa harus kembali menjadi pekerja kasar
di hari tuanya. Ditambah dengan banyaknya masyarakat menengah yang jatuh miskn karena
menderita penyakit, menjual apa yaBahkan sebutan dan plesetan "jamila" alias jatuh miskin
lagi, yang dialamatkan kepadanya, rasanya terlalu sedih untuk kembali dimunculkan ke
permukaan.
Karena itu, dengan disahkannya UU BPJS ini, dambaan dari seluruh rakyat Indonesia,
yang merupakan harapan baru di tengah kehausan sebuah belaian nyata dari negara dalam
bentuk jaminan sosial mendekati kenyataan. Pemerintah mempunyai tugas meyiapkan
peraturan pemerintah (PP) dan peraturan presiden (Perpres) sebagai petunjuk pelaksanaan
UU BPJS yang baru saja disahkan.
Harus diakui, dengan adanya UU BPJS maka akan sangat membantu memberikan akses
bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayan kesehatan, untuk jaminan hari tua, jaminan
pensiunnya bahkan jaminan kematian. Namun itu semua akan dapat terlaksana apabila semua
1
bertekad secara sungguh-sungguh, melaksanakan amanat undang undang dengan penuh
komitmen.
Bagi PT Askes (Persero), kesungguhan komitmen menjadi penyelenggara jaminan sosial
di bidang kesehatan bukan terjadi pada saat ini saja, pada saat telah diketuknya UU BPJS.
Kebulatan tekad untuk berubah sudah terjadi sejak tahun 2004, saat terbitnya UU SJSN yang
menyebutkan PT Askes (Persero) adalah pengelola jaminan sosial di bidang kesehatan dalam
Sistem Jaminan Sosial Nasional, di Indonesia. Momentum itu menjadi titik balik perusahaan
yang kini berusia 44 tahun ini untuk bertransformasi dan mempersiapkan diri.
Dari masa ke masa, PT Askes (Persero) terus berbenah menyesuaikan diri seiring
perkembangan situasi dan kondisi baik secara bisnis asuransi maupun kebijakan pemerintah
karena dalam hal ini status perusahaan adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Oleh
karena itu sebagai BUMN, PT Askes (Persero) melakukan serta menunjang program maupun
kebijakan pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional, terutama dalam
penyelenggaraan asuransi sosial melalui penyediaan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi
pegawai negeri sipil (PNS), penerima pensiunan, veteran dan perintis kemerdekaan beserta
keluarganya juga masyarakat umum.
Secara umum, pro kontra seputar RUU BPJS, tidak hanya terjadi antara Pemerintah dan
DPR, tetapi juga dengan kelompok masyarakat yang tergabung dalam SPSI, SPN dan
kelompok buruh terkait hak-hak mereka dalam jaminan sosial tersebut. Pro kontra RUU
BPJS yang terjadi, terutama terkait dengan peleburan 4 BUMN pelaksana jaminan sosial –
PT. Jamsostek, Askes, Asabri dan Taspen. Keempat badan negara yang telah menjalankan
perannya sebagai pelaksana jaminan sosial ini juga adalah badan negara yang menjalankan
fungsi profit sebagai perusahaan yang mencari laba bagi negara yang tentunya akan
menimbulkan persoalan seputar bentuk dan peran BPJS tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan definisi BPJS?
2. Bagaimana transformasi ASKES menjadi BPJS?
3. Apa misi bertransformasi BPJS?
4. Apa saja fungsi BPJS?
5. Apa saja tugas BPJS?
6. Apa wewenang BPJS?
2
7. Apa saja hak dan kewajiban BPJS ?
8. Apa definisi JKN ?
9. Apa empat golongan peserta JKN ?
10. Apa saja multi manfaat JKN ?
11. Apa manfaat JKN ?
12. Bagaimana prinsip JKN ?
13. Apa saja kerugian BPJS dan JKN ?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui definisi BPJS
2. Mengetahui transformasi BPJS
3. Mengetahui misi bertransformasi
4. Mengetahui fungsi BPJS
5. Mengetahui tugas BPJS
6. Mengetahui wewenang BPJS
7. Mengetahui hak dan kewajiban BPJS
8. Mengetahui definisi JKN
9. Mengetahui empat golongan peserta JKN
10. Mengetahui multi manfaat JKN
11. Mengetahui manfaat JKN
12. Mengetahui prinsip JKN
13. Mengetahui kerugian BPJS dan JKN
3
BAB II
Tinjauan Pustaka
A. Definisi BPJS
Berdasarkan UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN , Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) adalah:
1. Badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial (Pasal 1
angka 6)
2. Badan hukum nirlaba (Pasal 4 dan Penjelasan Umum)
3. Pembentukan dengan Undang-undang (Pasal 5 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(UU BPJS), secara tegas menyatakan bahwa BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS adalah
badan hukum publik. BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS adalah BPJS Kesehatan dan
BPJS Ketenagakerjaan.
Kedua BPJS tersebut pada dasarnya mengemban misi negara untuk memenuhi hak
konstitusional setiap orang atas jaminan sosial dengan menyelenggarakan program jaminan
yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Penyelenggaraan jamianan sosial yang adekuat dan berkelanjutan merupakan salah satu
pilar Negara kesejahteraan, disamping pilar lainnya, yaitu pendidikan bagi semua, lapangan
pekerjaan yang terbuka luas dan pertumbuhan ekonomi yang stabil dan berkeadilan.
Mengingat pentingnya peranan BPJS dalam menyelenggarakan program jaminan sosial
dengan cakupan seluruh penduduk Indonesia, maka UU BPJS memberikan batasan fungsi,
tugas dan wewenang yang jelas kepada BPJS. Dengan demikian dapat diketahui secara pasti
batas-batas tanggung jawabnya dan sekaligus dapat dijadikan sarana untuk mengukur kinerja
kedua BPJS tersebut secara transparan.
B. Transformasi BPJS
1. PT ASKES (Persero)
berubah menjadi BPJS Kesehatan dan mulai beroperasi menyelenggarakan program
jaminan kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014 (Pasal 60 ayat (1) UU BPJS)
2. PT (Persero) JAMSOSTEK
4
berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan pada tanggal 1 Januari 2014 (Pasal 62 ayat
(1) UU BPJS)
BPJS Ketenagakerjaan paling lambat mulai beroperasi pada tanggal 1 Juli 2015,
termasuk menerima peserta baru (Pasal 62 ayat (2) huruf d UU BPJS)
3. PT (Persero) ASABRI
menyelesaikan pengalihan program ASABRI dan program pembayaran pensiun ke
BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029 (Pasal 65 ayat (1) UU BPJS)
4. PT TASPEN (Persero)
menyelesaikan pengalihan program THT dan program pembayaran pensiun ke BPJS
Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029 (Pasal 65 ayat (1) UU BPJS)
Proses selanjutnya adalah pembubaran PT ASKES (Persero) dan PT (Persero)
JAMSOSTEK tanpa likuidasi. Sedangkan PT (Persero) ASABRI dan PT TASPEN
(Persero) tidak secara tegas ditentukan dalam UU BPJS
C. Misi bertransformasi
Setelah ditunjuk menjadi BPJS Kesehatan, PT Askes (Persero) telah berbenah diri
mencanangkan masa transformasi hingga di tahun 2013 ini. Ada beberapa hal yang akan
diperhatikan PT Askes (Persero), dengan adanya kepercayaan yang diberikan diantaranya
adalah penambahan SDM yang professional, penambahan kantor cabang termasuk di
dalamnya adalah perubahan misi dan visi seiring penambahan keikutsertaan peserta PT
Askes (Persero). Akan ada perubahan setelah PT Askes (Persero) menjadi BPJS Kesehatan.
Peningkatan kualitas layanan dan inovasi akan dikedepankan untuk memberikan yang terbaik
bagi masyarakat Indonesia. PT Askes (Persero) menterjemahkan transformasi itu bukan
hanya struktural tapi juga kultural, itu yang menjadi penting walaupun tidak tertulis di dalam
undang-undang.
Era baru sebagai BPJS Kesehatan menurut Dirut PT Askes (Persero), Fachmi Idris,
adalah keseimbangan perubahan dengan sistem pelayanan yang tetap terjaga dengan baik.
Meski banyak rintangan menuju era baru, transformasi harus terus berjalan dan tak
meninggalkan berbagai persoalan. Menurut Fachmi, pemberlakukan BPJS Kesehatan, PT
Askes (Persero) tak hanya melihat di tahun 2014 saja tetapi juga lebih jauh ke depan sampai
tahun 2019. “Maksud kami adalah pada tahun 2019 mendatang merupakan cakupan semesta
seluruh rakyat Indonesia memperoleh jaminan kesehatan secara total. Karenanya untuk
5
menuju arah sana kami punya dua misi utama. Pertama, menuntaskan transformasi pada 2013
ini dan yang kedua adalah memantapkan jaminan kesehatan yang dikelola bisnis PT Askes
(Persero) tetap bisa tumbuh dan berkembang. Setelah tahun 2014 layanan PT Askes
(Persero) tak berhenti karena misi pengembangan layanan kesehatan ke masyarakat perlu
dikembangkan terus menerus. Kami bertransformasi menuju BPJS Kesehatan, bukan
sekadar transformasi struktural, melainkan juga transformasi kultural yang kami anggap
penting. Pemikiran ini sudah kami sepakati sejak Jajaran Direksi ini diangkat,” papar
Fachmi.
Menurut Fachmi, transformasi struktural yang dijalankan PT Askes (Persero)
berlandaskan UU BPJS No.24/2011. Jadi sudah jelas bahwa transformasi yang dijalankan
sudah mencakup pengalihan operasi dan pengalihan korporasi. Pengalihan operasi mengacu
pada perbaikan dan sistem prosedur dengan menyesuaikan UU SJSN No.40/2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional. “Kami menjabarkan setidaknya 365 prosedur harus direvisi,
yang merupakan prosedur internal. Setiap hari secara terus menerus kami lakukan
pemantauan atas perkembangan yang berjalan serta melakukan koordinasi dengan pihak
terkait,” ungkap Fachmi. Selain secara struktural di lingkungan internal, PT Askes (Persero)
menurut Fachmi, juga melihat sosialisasi dalam transformasi ini menjadi sangat penting.
D. Fungsi BPJS
UU BPJS menetukan bahwa BPJS Kesehatan berfungsi menyelenggarakan program
jaminan kesehatan. Jaminan Kesehatan menurut UU SJSN diselenggarakan secara nasional
berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas, dengan tujuan menjamin agar peserta
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan
dasar kesehatan.
BPJS Ketenagakerjaan menurut UU BPJS berfungsi menyelenggarakan 4 program, yaitu
program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.
Menurut UU SJSN program jaminan kecelakaan kerja diselenggarakan secara nasional
berdasarkan prinsip asuransi sosial, dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh
manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai apabila seorang pekerja mengalami
kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat kerja.
Selanjutnya program jaminan hari tua diselenggarakan secara nasional berdasarkan
prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib, dengan tujuan untuk menjamin agar peserta
6
menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau
meninggal dunia.
Kemudian program jaminan pensiun diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip
asuransi sosial atau tabungan wajib, untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak
pada saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya karena memasuki usia pensiun
atau mengalami cacat total tetap.
Jaminan pensiun ini diselenggarakan berdasarkan manfaat pasti.
Sedangkan program jaminan kematian diselenggarakan secara nasional berdasarkan
prinsip asuransi sosial dengan tujuan untuk memberikan santuan kematian yang dibayarkan
kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia.
E. Tugas BPJS
Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana tersebut diatas BPJS bertugas untuk:
a. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta;
b. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja;
c. Menerima bantuan iuran dari Pemerintah;
d. Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta;
e. Mmengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial;
f. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan
ketentuan program jaminan sosial; dan
g. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial kepada
peserta dan masyarakat.
Dengan kata lain tugas BPJS meliputi pendaftaran kepesertaan dan pengelolaan data
kepesertaan, pemungutan, pengumpulan iuran termasuk menerima bantuan iuran dari
Pemerintah, pengelolaan Dana jaminan Sosial, pembayaran manfaat dan/atau membiayai
pelayanan kesehatan dan tugas penyampaian informasi dalam rangka sosialisasi program
jaminan sosial dan keterbukaan informasi.
Tugas pendaftaran kepesertaan dapat dilakukan secara pasif dalam arti menerima
pendaftaran atau secara aktif dalam arti mendaftarkan peserta.
F. Wewenang BPJS
Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana diamksud di atas BPJS berwenang:
a. Menagih pembayaran Iuran;
7
b. Menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang
dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana,
dan hasil yang memadai;
c. Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi kerja
dalam memanuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
jaminan sosial nasional;
d. Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas
kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah;
e. Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan;
f. Mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang tidak
memenuhi kewajibannya;
g. Melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidakpatuhannya
dalam membayar iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
h. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program jaminan
sosial.
Kewenangan menagih pembayaran Iuran dalam arti meminta pembayaran dalam hal
terjadi penunggakan, kemacetan, atau kekurangan pembayaran, kewenangan melakukan
pengawasan dan kewenangan mengenakan sanksi administratif yang diberikan kepada BPJS
memperkuat kedudukan BPJS sebagai badan hukum publik.
G. Hak dan Kewajiban BPJS
Jaminan sosial merupakan salah satu bentuk pelayanan publik yang menjadi misi Negara
untuk melaksanakannnya. Pengembangan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat
merupakan amanat konstitusi dalam rangka memenuhi hak rakyat atas jaminan sosial yang
dijamin dalam Pasal 28 H ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945.
Penyelenggaraaan jaminan sosial nasional yang adekuat merupakan salah satu pilar untuk
memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD Negara
RI Tahun 1945. UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN menentukan 5 jenis program
jaminan social, yaitu program jaminan kesehatan (JK), jaminan kecelakaan kerja (JKK),
jaminan hari tua (JHT), jaminan pensiun (JP) dan jaminan kematian (JKM), yang
8
diselenggarakan oleh Badan penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang merupakan
transformasi dari BUMN penyelenggara jaminan sosial yang sekarang telah berjalan.
Berdasarkan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS, dibentuk 2 Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan
menyelenggarakan program JK dan BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan JKK, JHT, JP,
dan JKM.
PT ASKES (Persero) berubah menjadi BPJS Kesehatan dan mulai beroperasi 1 Januari
2014, sedangkan BPJS Ketenagakerjaan mulai beroperasi menyelenggarakan program JKK,
JHT, JP, dan JKM bagi peserta selain peserta program yang dikelola PT Taspen (Persero)
dan PT Asabri (Persero) paling lambat 1 Juli 2015. PT (Persero) JAMSOSTEK yang akan
berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan pada tanggal 1 Januari 2014.
UU BPJS memberikan hak dan kewajiban kepada BPJS dalam melaksanakan
kewenangan dan tugas yang ditentukan dalam UU BPJS.
1. Hak BPJS
UU BPJS menentukan dalam melaksanakan kewenangannya, BPJS berhak:
a. Memperoleh dana operasional untuk penyelenggaraan program yang bersumber dari
Dana Jaminan Sosial dan/atau sumber lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b. Memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program jaminan sosial
dari DJSN.
Dalam Penjelasan Pasal 12 huruf a UU BPJS dikemukakan bahwa yang dimaksud
dengan “dana operasional” adalah bagian dari akumulasi iuran jaminan sosial dan hasil
pengembangannya yang dapat digunakan BPJS untuk membiayai kegiatan operasional
penyelenggaraan program jaminan sosial.
UU BPJS tidak memberikan pengaturan mengenai berapa besaran “dana operasional”
yang dapat diambil dari akumulasi iuran jaminan sosial dan hasil pengembangannnya.
UU BPJS tidak juga mendelegasikan pengaturan lebih lanjut mengenai hal tersebut
kepada peraturan perundang-undangan di bawah Undang-undang.
“Dana Operasional” yang digunakan oleh BPJS untuk membiayai kegiatan
operasional penyelenggaraan program jaminan sosial tentunya harus cukup pantas
9
jumlahnya agar BPJS dapat bekerja secara optimal, tetapi tidak boleh berlebihan apalagi
menjadi seperti kata pepatah “lebih besar pasak daripada tiang”.
Besaran “dana operasional” harus dihitung dengan cermat, mengunakan ratio yang
wajar sesuai dengan best practice penyelenggaraan program jaminan sosial.
Mengenai hak memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program
jaminan sosial dari DJSN setiap 6 bulan, dimaksudkan agar BPJS memperoleh umpan
balik sebagai bahan untuk melakukan tindakan korektif memperbaiki penyelenggaraan
program jaminan sosial. Perbaikan penyelenggaraan program akan memberikan dampak
pada pelayanan yang semakin baik kepada peserta.
Tentunya DJSN sendiri dituntut untuk melakukan monitoring dan evaluasi secara
objektif dan profesional untuk menjamin terselenggaranya program jaminan sosial yang
optimal dan berkelanjutan, termasuk tingkat kesehatan keuangan BPJS.
2. Kewajiban BPJS
UU BPJS menentukan bahwa untuk melaksanakan tugasnya, BPJS berkewajiban untuk:
a. Memberikan nomor identitas tunggal kepada Peserta;
Yang dimaksud dengan ”nomor identitas tunggal” adalah nomor yang diberikan
secara khusus oleh BPJS kepada setiap peserta untuk menjamin tertib administrasi
atas hak dan kewajiban setiap peserta. Nomor identitas tunggal berlaku untuk semua
program jaminan sosial.
b. Mengembangkan asset Dana Jaminan Sosial dan asset BPJS untuk sebesar-besarnya
kepentingan peserta;
c. Memberikan informasi melalui media massa cetak dan elektronik mengenai kinerja,
kondisi keuangan, serta kekayaan dan hasil pengembangannya;
Informasi mengenai kinerja dan kondisi keuangan BPJS mencakup informasi
mengenai jumlah asset dan liabilitas, penerimaan, dan pengeluaran untuk setiap Dana
Jaminan Sosial, dan/atau jumlah asset dan liabilitas, penerimaan dan pengeluaran
BPJS.
d. Memberikan manfaat kepada seluruh peserta sesuai dengan UU SJSN;
e. Memberikan informasi kepada peserta mengenai hak dan kewajiban untuk mengikuti
ketentuan yang berlaku;
10
f. Memberikan informasi kepada peserta mengenai prosedur untuk mendapatkan hak
dan memenuhi kewajiban;
g. Memberikan informasi kepada peserta mengenai saldo JHT dan pengembangannya 1
kali dalam 1 tahun;
h. Memberikan informasi kepada peserta mengenai besar hak pensiun 1 kali dalam 1
tahun;
i. Membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktik aktuaria yang lazim dan
berlaku umum;
j. Melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntasi yang berlaku dalam
penyelenggaraan jaminan sosial; dan
k. Melaporkan pelaksanaan setiap program, termasuk kondisi keuangan, secara berkala
6 bulan sekali kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN.
Jika dicermati ke 11 kewajiban BPJS tersebut berkaitan dengan governance BPJS
sebagai badan hukum publik. BPJS harus dikelolan sesuai dengan prinsip-prinsip
transparency, accountability and responsibility, responsiveness, independency, dan
fairness.
Dari 11 kewajiban yang diatur dalam UU BPJS, 5 diantaranya menyangkut kewajiban
BPJS memberikan informasi. UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik memang mewajibkan badan publik untuk mengumumkan informasi publik yang
meliputi informasi yang berkaitan dengan badan publik, informasi mengenai kegiatan dan
kinerja badan publik, informasi mengenai laporan keuangan, dan informasi lain yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Dengan keterbukaan informasi tersebut diharapkan ke depan BPJS dikelola lebih
transparan dan fair, sehingga publik dapat turut mengawasi kinerja BPJS sebagai badan
hukum publik yang bertanggung jawab kepada pemangku kepentingan.
H. Definisi JKN
Menuju Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang akan diberlakukan mulai Januari 2014
nanti, pemerintah perlu segera berbenah, antara lain dengan beroperasionalnya Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai badan hukum publik yang akan
menyelenggarakan JKN tersebut.
11
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan jaminan perlindungan kesehatan agar
peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan, dan perlindungan dalam memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan pada setiap orang yang telah membayar iuran atau
iurannya dibayar oleh pemerintah. Dalam operasionalnya, JKN akan dikelola oleh BPJS
Kesehatan.
Menurut Kepala Pusat Pembiayaan Jaminan Kesehatan, Drg. Usman Sumantri, MSc,
beroperasinya BPJS merupakan implementasi dari diberlakukannya UU No 24 tahun 2011
tentang BPJS dan UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Dengan telah diundangkannya UU No. 24 tahun 2011 tentang BPJS, maka JKN akan
diakselerasi untuk upaya pencapaian kepesertaan bagi seluruh penduduk. Begitu pula dalam
waktu singkat, hal-hal terkait dengan proses transformasi PT Askes menjadi BPJS Kesehatan
sudah selesai .
I. Empat Golongan Peserta JKN
Seluruh penduduk Indonesia wajib mengikuti program JKN. Mereka wajib mendaftarkan
diri dan membayar iuran berkala seumur hidup kepada BPJS Kesehatan.
Berawal dari perbedaan kemampuan membayar iuran, penduduk negeri ini terbagi
menjadi dua golongan, yaitu penduduk yang mampu membayar iuran dan penduduk fakir
miskin. Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan (PerPres JK)
menamai kedua golongan tersebut masing-masing sebagai Penerima Bantuan Iuran Jaminan
Kesehatan (PBIJK) dan Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Bukan PBIJK).
PBIJK dibebaskan dari kewajiban membayar iuran JKN. Pemerintah mengambil alih
tanggung jawab itu dan membayarkan iuran JKN dari dana APBN kepada BPJS Kesehatan.
Sebaliknya, penduduk tergolong Bukan PBIJK wajib menanggung iuran JKN dan
membayarkannya secara mandiri kepada BPJS Kesehatan.
Selanjutnya, Perpres JK membagi penduduk ‘Bukan PBI’ menjadi tiga golongan. Kali
ini penggolongan berdasarkan karakteristik pekerjaan. Bukan PBIJK terdiri dari ‘Pekerja
Penerima Upah’, ‘Pekerja Bukan Penerima Upah’, dan ‘Bukan Pekerja’.
Alhasil, Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terbagi atas empat
golongan.
12
PBIJK terdiri dari penduduk yang terdaftar dalam Data Terpadu Fakir Miskin dan Orang
Tidak Mampu. PP No. 101 Tahun 2012 menetapkan bahwa Data Terpadu ini ditetapkan
enam bulan sekali dalam tahun anggaran berjalan oleh Menteri Sosial.
Pekerja Penerima Upah adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah,
atau imbalan dalam bentuk lain. Penduduk yang tergolong kelompok ini adalah Pegawai
Negeri Sipil, Prajurit TNI, Anggota POLRI, Pejabat Negara, Pegawai Pemerintah Non
Pegawai Negeri, Pegawai Swasta, dan Pekerja lainnya yang menerima upah.
Pekerja Bukan Penerima Upah adalah setiap orang yang bekerja atau berusaha atas risiko
sendiri. Penduduk yang tergolong kelompok ini adalah ‘Pekerja Di Luar Hubungan Kerja’
atau ‘Pekerja Mandiri’, dan Pekerja lainnya yang tidak menerima upah.
Bukan Pekerja tidak didefinisikan dalam PerPres JK. Hanya daftar istilah yang
ditetapkan. Penduduk yang tergolong Bukan Pekerja adalah Investor, Pemberi Kerja,
Penerima Pensiun, Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan penduduk lainnya yang tidak bekerja
dan mampu membayar iuran.
Penerima Pensiun tidak terbatas pada pekerja yang memperoleh dana pensiun, melainkan
janda, duda, anak yatim piatu yang menerima pensiun. Semua penerima pensiun wajib
mendaftar dan membayar iuran JKN.
Manfaat JKN sama bagi semua penduduk, mengapa penduduk Indonesia dipecah menjadi
empat golongan?
Klasifikasi peserta JKN semata-mata untuk memudahkan penghitungan besaran iuran dan
pengumpulan iuran. Peserta JKN dipilah ke dalam kelompok yang homogen. Penduduk yang
cara mendapatkan penghasilannya sama bergabung ke dalam satu golongan yang sejenis.
Setiap golongan penduduk berkarakter unik.
Pekerja Penerima Upah menerima pendapatan tetap setiap bulan. Iuran JKN dihitung
proporsional terhadap pendapatan. Iuran ditanggung bersama oleh Pekerja dan Pemberi
Kerja yang biasa kita kenal sebagai pengusaha atau majikan. Pemerintah juga berperan
sebagai majikan bagi PNS, Prajurit TNI, Anggota POLRI. Pemberi Kerja wajib memotong
iuran dari penghasilan bulanan Pekerja lalu menambahkan bagian iuran yang menjadi
tanggung jawab Pekerja untuk disetorkan setiap bulan kepada BPJS Kesehatan.
Pekerja Bukan Penerima Upah memperoleh pendapatan berbeda dari hari ke hari.
Penghasilannya tergantung omset penjualan, hasil panen, atau banyaknya jasa, bahkan
13
dipengaruhi pula oleh perubahan musim, cuaca, atau permintaan pasar. Iuran JKN
ditetapkan nominal yang dihitung dengan formula khusus yang mencerminkan kemampuan
membayar. Pekerja golongan ini wajib membayar sendiri atau secara berkelompok kepada
BPJS Kesehatan.
Bukan Pekerja memperoleh pendapatan tanpa harus bekerja. Investor memodali usaha
dan memperoleh imbal hasil dari mitra usahanya. Penerima pensiun menerima penghasilan
berkala dari hasil tabungan semasa produktif bekerja. Ahli waris menerima santunan berkala
dari dana pensiun suami/istri/orang tua. Investor membayar iuran secara mandiri.
Penyelenggara program pensiun memotong sejumlah dana pensiun untuk iuran JKN dan
disetorkan kepada BPJS Kesehatan. Belum jelas metoda penghitungan besaran iuran bagi
kelompok ini.
Pemerintah membayarkan sejumlah dana yang besarannya ditetapkan nominal per kepala
untuk mensubsidi PBIJK. Menteri Kesehatan mendaftarkan PBIJK kepada BPJS Kesehatan
dan membayarkan iurannya sesuai tatacara penggunaan anggaran Negara.
Setelah penduduk dipilah ke dalam empat golongan, selanjutnya BPJS Kesehatan
mengembangkan strategi pengumpulan iuran untuk masing-masing golongan peserta.
Strategi menuju cakupan semesta Jaminan Kesehatan Nasional.
J. Multi Manfaat JKN
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mempunyai multi manfaat, secara medis dan maupun
non medis. Ia mempunyai manfaat secara komprehensive; yakni pelayanan yang diberikan
bersifat paripurna mulai dari preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif. Seluruh pelayanan
tersebut tidak dipengaruhi oleh besarnya biaya iuran bagi peserta. Promotif dan preventif
yang diberikan bagi upaya kesehatan perorangan (personal care).
JKN menjangkau semua penduduk, artinya seluruh penduduk, termasuk warga asing
harus membayar iuran dengan prosentase atau nominal tertentu, kecuali bagi masyarakat
miskin dan tidak mampu, iurannya dibayar oleh pemerintah. Peserta yang terakhir ini disebut
sebagai penerima bantuan iuran. Harapannya semua penduduk Indonesia sudah menjadi
peserta JKN pada tahun 2019.
JKN akan dimulai per 1 Januari 2014. Jaminan kesehatan ini merupakan bentuk
perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar
hidupnya yang layak. JKN yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari sistem
14
jaminan sosial nasional yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi
kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory). Hal ini berdasarkan Undang-Undang
No.40 Tahun 2004 tentang SJSN dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan
masyarakat yang layak.
JKN bertujuan agar semua pendudukIndonesia terlindungi dalam sistem asuransi untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau.
Sebagai asuransi kesehatan bersifat sosial, JKN mempunyai prinsip gotong royong. Yang
kaya membantu yang miskin, yang sehat menolong yang sakit. Kepesertaan asuransi ini
bersifat wajib. Mereka yang mampu harus mengiur. Penduduk miskin mendapat bantuan
pemerintah.
Rencananya, 1 Januari 2014, JKN yang menjadi bagian dari sistem jaminan sosial
nasional (SJSN) mulai dilaksanakan di Indonesia. Untuk tahap pertama, sudah dipastikan
menjadi peserta JKN adalah masyarakat tidak mampu yang masuk dalam penerima bantuan
iuran (PBI), anggota TNI/Polri dan pensiunannya , pegawai negeri sipil (PNS) dan