AJARAN PENYERTAAN (Tatermehrheit/Deelneming/Complicity) Pasal 55-Pasal 62 KUHP A. Arti atau Istilah -Turut campur dalam peristiwa pidana (Tresna) -Turut serta (Utrecht) -Turut berbuat delik (Karni) Penyertaan adalah terjadinya Tindak Pidana melibatkan beberapa orang, dimana tiap-tiap peserta mengambil bagian/memberikan andil dalam bentuk sesuatu perbuatan dari para peserta B. Inti Masalah Di Persoalan dasar: Apakah orang itu diperlakukan sama dalam hukum pidana ataukah mereka itu harus mendapatkan sebutan yang berbeda-beda dan diperlakukan berbeda pula. 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
AJARAN PENYERTAAN
(Tatermehrheit/Deelneming/Complicity)
Pasal 55-Pasal 62 KUHP
A. Arti atau Istilah
-Turut campur dalam peristiwa pidana (Tresna)
-Turut serta (Utrecht)
-Turut berbuat delik (Karni)
Penyertaan adalah terjadinya Tindak Pidana melibatkan beberapa orang,
dimana tiap-tiap peserta mengambil bagian/memberikan andil dalam bentuk sesuatu
perbuatan dari para peserta
B. Inti Masalah
Di Persoalan dasar: Apakah orang itu diperlakukan sama dalam hukum pidana
ataukah mereka itu harus mendapatkan sebutan yang berbeda-beda dan diperlakukan
berbeda pula.
Karena ciri pokok dari ajaran penyertaan melibatkan beberapa orang.
Sehingga masing-masing pada prinsipnya dapat di pertanggung jawabkan sesuai
dengan fungsi dan peranannya, jadi titik berat dari ajaran penyertaan ini bagaimana
tanggung jawab masing-masing pihak dalam mewujudkan perbuatannya.
1
2
Menurut SIMONS, dan VAN HAMEL bahwa ajaran penyertaan menentukan
pertanggung jawaban tiap-tiap peserta. Jadi dianggap sebagai persoalan pertanggung
sebagai bentuk khusus dari Tindak Pidana (Tatbestandaus dehnungsgrond)
C. Pembagian Penyertaan
a. Von Feuerbach, membagi dalam 2 bentuk :
i. Urheber (pembuat)
ii. Gehilfe (Pembantu)
b. Code Penal Perancis dan Belgia :
i. Autores
ii. Complices
c. Di inggris :
i. Principals (peserta baku)
ii. Accessories atau secondary parties (peserta pembantu)
d. KUHP Belanda dan Indonesia :
i. Dader/pembuat (pasal 47 belanda/ pasal 55 KUHP)
ii. Medeplichtige/pembantu (pasal 48 belanda/ pasal 56 KUHP)
3
D. Penyertaan Menurut KUHP
a. Dader / pembuat pasal 55 terdiri dari :
i. Mereka yang melakukan tindak pidana (pleger)
ii. Mereka yang menyuruh lakukan tindakan pidana (doen pleger)
iii. Mereka yang turut serta melakukan (mede pleger)
b. Medeplictige / Pembantu pasal 56 terdiri dari :
i. Pembantu saat kejahatan dilakukan
ii. Pembantu sebelum kejahatan dilakukan
Batas-batas pertanggung jawaban para peserta
Masalah ini muncul oleh adanya 2 konsepsi yang saling bertentangan
mengenai ajaran / teori penyertaan :
1. Ajaran Penyertaan yang Objektif
Dalam ajaran ini yang di titik beratkan untuk menentukan batas antara
pelaku dengan para peserta diletakkan pada perbuatannya dan saat bekerja
masing-masing (jadi bersifat objektif). Karena tiap-tiap peserta
dipertangung jawabkan sama, maka batas antara bentuk penyertaan
tidaklah prinsif. Sistem ini trdapat dalam Code Penal Perancis dan Inggris.
2. Ajaran Penyertaan yang subjektif
Dalam ajaran ini yang menentukan batas antara masing-masing bentuk
penyertaan dititik beratkan pada sikap batin peserta karena pertanggung
4
jawaban para peserta itu berbeda, maka batas antara masing-masing
bentuk penyertaan itu adalah prinsif sekali, artinya harus ditentukan secara
tegas. Sehingga pertanggung jawabannya juga berbeda, ada kalanya sama
berat dan ada yang lebih ringan dari pelaku. Sistem ini dianut dalam
KUHP Jerman dan Swiss.
Sedangkan menurut KUHP Indonesia akan saya buatkan ilustrasi
PenyertaanPs.55 dan 56 KUHP
Pleger(mereka yg melakukan)
Mede Pleger (mereka yg turut serta melakukan)
Uitlokken(mereka yg membujuk)
Doen Pleger(mereka yg menyuruh)
Medeplientige
(Pembantuan)
Tergantung pada pelakunya
Didasarkan:
-Fungsi dan Peranannya
-Pembagian tugasnya
Tidak selalu identik dengan bersama-sama
5
Ada beberapa keadaan dalam ajaran penyertaan yang masing-masing
mempunyai konsekuensi yuridisnya, yaitu :
1. Ada beberapa orang yang secara bersama-sama melakukan suatu Tindak
Pidana yang satu sama lain telah ada kesepahaman/ kesepakatan untuk
mewujudkan kehendaknya sesuai dengan tugas dan peranannya.
2. Ada kalanya yang melakukan Tindak Pidana hanya 1 orang saja, akan
tetapi dalam mewujudkan Tindak Pidana nya tidak melakukan sendiri
melainkan dilimpahkan kepada pihak lain (bentuk penyertaan menyuruh
melakukan dan membujuk)
3. Kadang kala Tindak Pidana yang dilakukan itu dibantu juga oleh pihak
lain.
Dari ketiga kriteria di atas terkait dengan pertanggung jawaban pidana ada
yang disamakan sebagai pelaku dan ada pula yang diperlakukan dalam pemidanaan
dalam kaitan dengan masalah pembantuan.
Turut Serta Melakukan :
Ada kerjasama melakukan
Ada kerjasama secara fisik
Ada pembagian tugas-tugasnya
6
1. Pleger (mereka yang melakukan) :
Menurut M.v.T, Prof. Pompe, Prof. Hazawinkel Suringa, Prof. Moeljatno :
Ada setiap orang yang menimbulkan akibat dan memenuhi rumusan delik.
Terkait dengan pendapat tadi bila dilihat dari ketentuan pasal 55 ayat (1)
kesatu KUHP dan Kedua, bahwa yang dimaksud dengan pembuat/pelaku
yaitu yang disebut dalam pasal tersebut pandangan ini termasuk pandangan
yang luas mengenai eksistensi dan status hukum dari pembuat/pelaku
Menurut H.R, Prof Simons, Prof Van Hammel :
Bahwa yang dimaksud pembuat/pelaku adalah mereka yang melakukan
sendiri dan memenuhi rumusan delik, bila hal ini dikaitkan dengan pasal 55
KUHP, bahwa yang dimaksud dengan pembuat hanyalah mereka yang
melakukan saja (Plegen) tidak termasuk bentuk-bentuk penyertaan lainnya.
Namun bentuk-bentuk lainnya itu hanya dipersamakan saja sebagai pembuat.
Pendapat ini termasuk pendapat yang sempit. atas dasar kedua pendapat diatas
maka untuk pelaku, harus memiliki kualitas tertentu menyangkut fungsi dan perannya
2. Don Pleger (mereka yang menyuruh melakukan)
Menurut prinsip hukum pidana bentuk menyuruh melakukan ini melibatkan
pihak lain yang dijadikan sebagai perantara sehingga dalam bentuk ini ada 2 pihak,
yaitu :
7
A. Pembuat Langsung (manus ministra)
- Aucto Physicus
- Anmiddelijke dader
Status hukum dari pembuat langsung ini diumpamakan/dijadikan sebagai alat
sehingga pembuat langsung ini karena adanya keadaan-keadaan tertentu yang
menyertai perbuatan pidana tidak dapat dipertanggung jawabkan.
Dalam hal tidak dapat dipertanggung jawabkan antara lain:
1) Bila ada keadaan yang menyebabkan/ menyertai dirinya mempunyai
kelainan jiwa (Pasal 44 KUHP)
2) Bila ia dihadapkan pada suatu keadaan yang benar-benar dia tidak bisa
berbuat apa-apa (Overmacht/noodtoestand)
3) Bila ia melaksanakan perintah jabatan yang menganggap perintah itu sah
(pasal 51 ayat (2) KUHP)
B. Pembuat Tidak Langsung (manus domina)
- Auctor Intelectualis
- Middelijke dader
Pembuat tidak langsung ini menurut prinsip hukum pidana yang biasa
dipertanggung jawabkan, meskipun di dalam praktik orang yang mempunyai
kemampuan/ intelectual sangat sulit untuk dibuktikan apalagi dia memiliki
pengaruh/kewenangan yang cukup.
8
3. Medepleger (orang yang turut serta)
UU tidak memberikan pengertian, tetapi M.v.T, Bahwa: “Orang yang turut
serta melakukan ialah orang yang dengan sengaja turut berbuat/ turut mengerjakan
terjadinya sesuatu
Menurut POMPE: bahwa turut mengerjakan terjadinya sesuatu Tindak Pidana,
ada 3 kemungkinan :
a) Mereka masing-masing memenuhi semua unsur delik.
b) Hanya salah seorang memenuhi semua unsur delik, yang lain tidak.
c) Tidak seorang pun memenuhi unsur delik, tapi mereka secara bersama-
sama mewujudkan delik itu.
Syarat-syarat medepleger :
1) Harus ada kerjasama secara sadar.
2) Tercapainya hasil yang merupakan delik (ditunjukan pada akibat)
Bahwa dalam turut serta melakukan yang perlu di perhatikan dalam
melaksanakan niat/maksudnya melakukan Tindak Pidana didasarkan pada tugas,
fungsi dan peran dari masing-masing yang melibatkan diri dan dalam turut serta
melakukan untuk mewujudkan adanya kerjasama tidak selalu ada pertemuan, hal ini
terkait dengan adanya orang yag dikategorikan terlibat
4. UITLOKKEN (Pembujuk/Penganjur)
Pasal 55 ayat (1) sub ke-2 KUHP
9
Pembujuk adalah orang yang menggerakan orang lain untuk melakukan suatu
Tindak Pidana dengan sarana-sarana ditentukan UU
Syarat-syarat :
1) Ada kesengajaan untuk menggerakan orang lain melakukan perbuatan
yang dilarang.
2) Menggerakannya harus dengan upaya-upaya secara limitatip, yaitu 10 cara
a. Dengan memberb. Menjanjikan sesuatuc. Menyalahgunakan kekuasaand. Menyalahgunakan martabate. Dengan kekerasanf. Dengan ancamang. Dengan penyesatanh. Dengan memberi kesempatani. Dengan member saranaj. Dengan member keterangan
3) Putusan kehendak dari pembuat materiil ditimbulkan oleh pembujuk
4) Pembuat materiil harus melakukan Tindak Pidana yang dianjurkan
5) Pembuat materiil harus dapat dipertanggung jawabkan
Bagaimana pertanggung jawaban Pembujuk? Masalah pokoknya terletak pada
seberapa jauh “Kesengajaan” menurut Pasal 55 ayat (2) KUHP dapat dipertanggung
jawabkan pada pembujuk Jika pembujukan tidak bisa, masa pembujukan gagal
10
5. PEMBANTUAN (MEDEPLICHTIGE)
Pasal 56 KUHP
Sifat: dilihat dari “fiet” nya dan “pertanggung jawabannya” Maka pembantuan
ini bersifat “accessoir dan tidak accessoir” Kenapa? Jenis menurut pasal 56 KUHP
ada 2 jenis yaitu :
1) Jenis pertama
a. Waktunya adalah pada saat kejahatan dilakukan
b. Caranya adalah tidak ditentukan secara limitatif dalam UU
2) Jenis Kedua
a. Waktunya adalah sebelum kejahatan dilakukan
b. Caranya adalah ditentukan secara limitatif dalam UU, yaitu dengan
cara: memberi kesempatan, sarana / keterangan
Prinsip Pertanggung jawaban bagi Pembantu
- Sistem KUHP: tidak bersifat accessoir, artinya tidak tergantung pada
pertanggung jawaban pembuat (dader)
Prinsip ini terlihat dalam pasal :
a. Pasal 57 ayat (4) KUHP
Dalam menentukan pidana bagi pembantu, yang diperhitungkan
hanya perbuatan yang sengaja dipermudah olehnya, beserta akibat-
akibatnys.
11
b. Pasal 58 KUHP
Dalam menggunakan aturan-aturan pidana, keadaan-keadaan
pribadi yang menghapuskan, mengurangkan atau memberatkan
pengenaan pidana, hanya diperhitungkan terhadap
pembuat/pembuat yang bersangkutan itu sendiri.
Menurut Prof. Moeljatno dan Prof. Oemar Seno Adji, bahwa sistem
pemidanaan untuk pembantuan hendaknya dipakai sistem “fakultative
Minderbestrafung / strafmilderung”.
Pertanggung Jawab Pembantu
Prinsipnya KUHP menganut sistem bahwa pidana pokok untuk pembantu
lebih ringan dari pembuat. Prinsip ini terdapat dalam pasal 57 ayat (1) dan ayat (2) :
- maksimum pidana pokok untuk pembantuan di kurangi sepertiga (ayat 1)
- apabila kejahatan diancam pidana mati atau penjara seumur hidup, maka
maksimum pidana untuk pembantu ialah 15 tahun (ayat 2)
Pidana tambahan untuk pembantu sama dengan ancaman tehadap
kejahatannya itu sendiri, jadi sama dengan pembuat (pasal 57 ayat 3 KUHP)
12
CONCURSUS
(Samenloop van Strafbare feiten)
Di dalam KUHP: Buku I bab VI KUHP
Concursus atau perbarengan tindak pidana ialah terjadinya dua atau lebih
tindak pidana oleh satu orang di mana tindak pidana yang dilakukan pertama kali
belum dijatuhi pidana, atau antara tindak pidana yang awal dengan tindak pidana
berikutnya belum dibatasi oleh suatu putusan hakim. Jadi concursus adalah
seseorang melakukan beberapa tindak pidana dan di antara tindak pidana tersebut
belum mempunyai putusan hakim yang memperoleh kekuatan hukum tetap (in
kracht)
Ilmu hukum pidana mengenal 3 (tiga) bentuk concursus yang juga disebut