BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang menular melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. DBD banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai Negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara (Achmadi, 2010). Prevalensi demam berdarah dengue di dunia menurut WHO selama 50 tahun terakhir sebesar 500.000 kasus per 100 juta penduduk tiap tahunnya. Tahun 2011, prevalensi demam berdarah dengue Indonesia sebanyak 49.868 kasus dengan insidence rates 21 per 100.000 penduduk ( Depkes RI, 2007). Periode Tribulan I (Januari-Maret 2012) jumlah kasus DBD di Jatim menurun dibanding periode yang sama pada tahun 2011. Penurunan itu sebanyak 8persen atau dari 2.310 kasus menurun menjadi 2.118 kasus, sebaliknya angka kematian (CFR) meningkat sebanyak 19 persen atau dari 1,34 persen menjadi 1,61 persen. Jumlah kematian juga terjadi peningkatan dari 31 orang meningkat menjadi 34 orang (Dinkes Jatim, 2012). 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang menular melalui gigitan
nyamuk Aedes Aegypti. DBD banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data
dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah
penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun
2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai Negara
dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara (Achmadi, 2010).
Prevalensi demam berdarah dengue di dunia menurut WHO selama 50 tahun
terakhir sebesar 500.000 kasus per 100 juta penduduk tiap tahunnya. Tahun 2011,
prevalensi demam berdarah dengue Indonesia sebanyak 49.868 kasus dengan insidence
rates 21 per 100.000 penduduk ( Depkes RI, 2007). Periode Tribulan I (Januari-Maret
2012) jumlah kasus DBD di Jatim menurun dibanding periode yang sama pada tahun
2011. Penurunan itu sebanyak 8persen atau dari 2.310 kasus menurun menjadi 2.118
kasus, sebaliknya angka kematian (CFR) meningkat sebanyak 19 persen atau dari 1,34
persen menjadi 1,61 persen. Jumlah kematian juga terjadi peningkatan dari 31 orang
meningkat menjadi 34 orang (Dinkes Jatim, 2012).
Prevalensi demam berdarah dengue Sidoarjo tahun 2011 sebanyak 124 kasus
dengan angka kematian 1 kasus (0,81persen) angka ini menurun pada 2012 dengan
kasus sebanyak 101 kasus (Dinkes Sidoarjo, 2012). Prevalensi demam berdarah dengue
Kedungsolo sebanyak 19 kasus dari tahun 2013 dimana jumlah penderita laki-laki 9
orang, perempuan 10 orang prevalensinya sebesar 0,05%. Insiden tertinggi terdapat di
dusun simo desa Kusambi sebanyak 7 kasus, dengan prevalensi sebesar 14% (Data
Puskesmas Kedungsolo,2013).
Program pengendalian penyakit DBD dititik beratkan pada program
pemberantasan nyamuk penularnya (Aedes Aegypti), seperti program 3M Plus yaitu
menguras tempat penampungan air, menutup rapat tempat penampungan air, menanam
atau menimbun barang bekas yang dapat menampung air hujan, dan mengolesi lotion
anti nyamuk. Namun, kurangnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program 3M
1
Plus menyebabkan kasus DBD masih tetap ditemukan di masyarakat khususnya di
Kelurahan Kedungsolo. Selain itu, lingkungan (environment) sosial yaitu pengetahuan
masyarakat dan jumantik juga sangat berpengaruh terhadap prevalensi DBD.
Pemberantasan nyamuk Demam Berdarah akan lebih efektif jika dilakukan
pemeriksaan jentik berkala (PJB) yang dilakukan oleh petugas Puskesmas disemua desa
non endemis sekaligus memberikan abate pada penampungan air yang ada jentiknya.
Peran serta mayarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk digerakkan lebih giat
melalui penyuluhan. Angka bebas jentik di Kabupaten Sidoarjo masih di bawah standar,
dimana standar angka bebas jentik Indonesia di atas 95 persen. Sedangkan, angka bebas
jentik Kelurahan Kedungsolo pada tahun 2012 sebesar 91,91 persen. Dari jumlah total
rumah yang didata sebanyak 14.640 rumah didapatkan jentik sebanyak 1183 jentik
dengan jumlah penduduk 34.635 orang (Data Puskesmas Kedungsolo, 2013).
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka disusunlah rumusan
masalah sebagai berikut.
1) Adakah hubungan pengetahuan dan pelaksanaan program 3M Plus masyarakat
dan prevalensi DBD di wilayah kerja para jumantik Puskesmas Kedungsolo ?
2) Adakah hubungan antara perilaku (pengetahuan dan tindakan / praktek) tentang
DBD, Program 3M Plus, deteksi jentik oleh jumatik dan prevalensi DBD di
wilayah kerja para jumantik Puskesmas Kedungsolo ?
I.3 Tujuan Penelitian
1.3.2 Tujuan Umum
1. Menganalisis hubungan pengetahuan dan pelaksanaan program 3M Plus
masyarakat dan prevalensi DBD di wilayah kerja para jumantik Puskesmas
Kedungsolo.
2. Menganalisis hubungan antara perilaku (pengetahuan & tindakan / praktek)
tentang DBD, Program 3M Plus, deteksi jentik oleh jumatik dan prevalensi DBD
di wilayah kerja para jumantik Puskesmas Kedungsolo.
2
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi karakteristik para Jumantik Puskesmas Kedungsolo.
2. Mengidentifikasi perilaku (pengetahuan dan tindakan) tentang DBD, Program
3M Plus dan tugas para Jumantik.
3. Mengetahui pengetahuan masyarakat tentang program 3M Plus di area kerja
para Jumantik.
4. Mengidentifikasi pelaksanaan Program 3M Plus oleh masyarakat di area kerja
para Jumantik.
5. Mengidentifikasi Angka Bebas Jentik di rumah masyarakat di area kerja para
Jumantik.
6. Mengetahui prevalensi DBD di wilayah kerja di area kerja para Jumantik
Puskesmas Kedungsolo.
7. Menganalisis hubungan prevalensi DBD dengan pengetahuan masyarakat
tentang Program 3M Plus di area kerja para Jumantik Puskesmas Kedungsolo.
8. Menganalisis hubungan pelaksanaan Program 3M Plus masyarakat dengan
prevalensi DBD di area kerja para Jumantik Puskesmas Kedungsolo.
9. Menganalisis hubungan Pogram 3M Plus dan host index di area kerja para
Jumantik Puskesmas Kedungsolo.
I.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk :
1) Masyarakat
a. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang penyakit DBD yaitu cara
penularan, gejala penyakit, ciri nyamuk penyebab, penanganan awal, dan
Angka Bebas Jentik.
b. Dapat digunakan sebagai informasi dan memberikan motivasi kepada
masyarakat untuk melaksanaan pencegahan DBD melalui program 3M
Plus.
2) Peneliti
a. Sebagai salah satu kewajiban dalam melaksanakan penerapan praktek kerja
lapangan Ilmu Kedokteran Komunitas.
3
b. Menambah referensi pengetahuan kesehatan bidang masyarakat, khususnya
bidang kesehatan lingkungan.
3) Instansi terkait
a. Sebagai bahan masukan bagi dinas kesehatan Kabupaten Sidoarjo,
khususnya puskesmas Kedungsolo dalam melakukan intervensi pencegahan
penyakit DBD dengan program 3M Plus.
b. Sebagai data dasar untuk penelitian lebih lanjut khususnya yang berkaitan
dengan pencegahan penyakit DBD dengan program 3M Plus.
c. Sebagai indikator penilaian kualitas kerja Jumantik, dan meningkatkan
motivasi jumantik untuk mendorong peran serta masyarakat dalam
pelaksanaan program 3M plus.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1 Pengertian DBD
Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue dari genus Flavivirus, famili
Flaviviridae. DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi
4. ABJ Jumlah rumah yang tidak ditemukan(negatiff) jentik di bak penampungan air, dibagi rumah yang diperiksa
Pengamatan langsung (observation list)
Skor 1 : Ada jentik :1
Skor 0 : Tidak ada jentik : 2
Nominal
5. Prevalensi DBD Data sekunder dari catatan
puskesmas tentang pasien
Catatan Skor 1 : Ada : 1 Nominal
29
Desa Kesambi Dusun Simo
Jumlah Penduduk 350 orang, 50 Kepala KeluargaPrevalensi DBD
Data Rekam Medis diamana terdapat 7 Kasus DBD dari total 19 kasus DBD
Jumantik(2 Orang)
Prilaku
Pengetahuan tentang DBD dan Program 3M PlusDeteksi Jentik
Pengetahuan dalam Pelaksanaan Program 3M PlusPraktek dalam Program 3M Plus
positif DBD dari bulan
Januari-Mei 2013
lapangan Skor 0 : Tidak ada: 2
IV.6 Prosedur Penelitian / Pengumpulan dan Pengolahan Data
A. Langkah dan teknik pengumpulan data/ prosedur
Gambar 4.1 Kerangka Operasional Penelitian
B. Jenis, Sumber, Cara dan Alat Pengumpulan Data
30
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder.
Sumber data primer dalam penelitian yaitu responden, dan jumantik. Sumber data
sekunder berasal dari rekam medis. Cara pengumpulan data primer dilakukan secara
acak dimana metode ini kita lakukan dengan mengunjungi setiap rumah responden
dimana antara rumah yang satu dan rumah berikutnya melompati 2 rumah dengan
membagikan kuisioner. Untuk jumantik kita langsung datang ke rumah dengan
membawa kuisioner. Dan juga melakukan pengamatan langsung ada tidaknya jentik di
rumah tersebut. Data sekunder didapat dengan mencatat rekam medis yang ada di
bagian pelayanan Puskesmas Kedungsolo pada penderita yang positif DBD dari bulan
Januari – Mei 2013.
C. Analisis Data
Penelitian ini akan melihat hubungan antara peran serta masyarakat dalam
melaksanakan program 3M Plus dengan prevalensi DBD. Sesuai dengan definisi
operasional variabel seperti yang tersaji pada Bab IV, data pada penelitian ini tersaji
dalam bentuk data nominal dan ordinal. Alat analisis (uji hipotesis asosiatif) statistik
parametrik yang lazim digunakan adalah Spearman Rank Correlation yang tersedia
dalam SPSS. Hubungan antar varibel dilihat dari koefisien korelasi ( r ).
Nilai positif menunjukkan hubungan searah (X naik maka Y naik) dan nilai
negatif menunjukkan hubungan terbalik (X naik maka Y turun).
Menurut Sugiyono (2007) pedoman untuk memberikan interpretasi koefisien
korelasi sebagai berikut:
0,00 0,00 - 0,199 = sangat rendah
0,20 - 0,399 = rendah
0,40 - 0,599 = sedang
0,60 - 0,799 = kuat
0,80 - 1,000 = sangat kuat
BAB VHASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
31
V.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Dusun Simo, Dusun ini terletak di Desa Kesambi,
Kelurahan Kedungsolo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Propinsi Jawa
timur.Jumlah penduduk dusun ini adalah 350 orang terdiri dari 50 kepala keluarga, rata-
rata besar keluarga (family size) 7 orang per keluarga.
Gambaran umum responden di lokasi penelitian berdasarkan tingkat pendidikan
dapat dijelaskan sebagai berikut.
Tabel 5.1 Responden Dusun Simo Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan
Jumlah Responden
Persentase
Tidak Sekolah 6 24%SD 7 28%
SMP 6 24%SMA 3 12%
S1 3 12%Total 25 100%
Berdasarkan hasil kuisioner tentang Hubungan Peran serta Masyarakat dalam
Melaksanakan Program 3M Plus dengan Prevalensi Demam Berdarah Dengue di
Wilayah Puskesmas Kedungsolo Tahun 2013 diperoleh tingkat pendidikan responden
yang melaksanakan program 3M Plus dibagi menjadi 5 kategori yaitu S1 sebanyak
12%, SMA 12%, SMP 24%, SD 28%, tidak sekolah 24%. Dari data tersebut pendidikan
responden di Dusun Simo Desa Kesambi masih rendah.
V.2 HASIL PENELITIAN
32
A. Karakteristik Para Jumantik Puskesmas Kedungsolo
Tabel 5.2 Karakteristik jumantik di Desa Kesambi
Jumantik
Karakteristik A B
Jenis Kelamin Perempuan Perempuan
Umur 37 tahun 44 tahun
Pendidikan SMP SMA
Status Marital Menikah Menikah
Pekerjaan Tidak Bekerja Pedagang
B. Perilaku (pengetahuan dan tindakan) tentang DBD, Program 3M Plus dan
deteksi jentik oleh Jumantik
Tabel 5.3 Prilaku tentang DBD,Program 3M Plus dan tugas para jumantik
Jumantik
Prilaku A B
Pengetahuan DBD Baik Baik
Pengetahuan Program 3M Plus Baik Baik
Praktek 3M Plus Baik Baik
Deteksi Jentik Rutin Rutin
Berdasarkan hasil kuisioner dari responden, sebanyak 25 responden, 15
responden menjawab praktek deteksi jentik di tempat penampungan air dilakukan secara
rutin, 10 responden menjawab praktek deteksi jentik di tempat penampungan air
dilakukan secara tidak rutin.
33
C. Pengetahuan masyarakat tentang program 3M Plus di area kerja para
Jumantik.
Tabel 5.4 Pengetahuan masyarakat tentang program 3M Plus
Skor Jumlah Orang Persentase Keterangan
0 2 8 % Tidak mengetahui Program 3M Plus
1-6 23 92% Mengetahui Program 3M Plus
Total 25 100% -
D. Pelaksanaan Program 3M Plus oleh masyarakat di area kerja para Jumantik.
Tabel 5.5 Pelaksanaan masyarakat tentang program 3M Plus
Skor Jumlah Orang Presentase Keterangan
0 4 16 % Tidak melakukan Program 3M Plus
1-4 21 84% Melakukan Program 3M Plus
Total 25 100% -
E. Angka Bebas Jentik di rumah masyarakat di area kerja para Jumantik.
Keterangan:
Jumlah total rumah yang diteliti : 25rumah
Jumlah rumah Positif jentik : 10 rumah
Jumlah rumah negatif jentik = Jumla total rumah - Jumlah rumah Positif jentik
= 25 rumah - 10 rumah
= 15 rumah
34
ABJ = Jumlah rumah negatif jentik/ jumlah total rumah x 100%
= 15 / 25 x 100%
= 60%
Angka Bebas Jentik di Dusun Simo, Desa Kesambi, Kelurahan Kedungsolo,
Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Propinsi Jawa timur sebanyak 60 % yang
diperoleh dari cara penghitungan membagi jumlah rumah dengan jentik negatif dengan
jumlah rumah yang diperiksa dikalikan dengan 100%. Dimana jumlah rumah Kepala
Keluarga yang diamati sebanyak 25 rumah, yang positif jentik 10 rumah, sedangkan
yang negatif jentik 15 rumah.
F. Prevalensi DBD di wilayah kerja di area kerja para Jumantik Puskesmas
Kedungsolo.
Prevalensi DBD di Desa Kesambi, Kelurahan Kedungsolo, Kecamatan Porong,
Kabupaten Sidoarjo, Propinsi Jawa timur sebanyak 7 kasus selama tahun 2013 dari 19
kasus atau prevalensi sebesar 14% kasus yang ada di wilayah kerja Puskesmas
Kedungsolo.
G. Analisis hubungan prevalensi DBD dengan pengetahuan 3M Plus masyarakat
di area kerja para Jumantik Puskesmas Kedungsolo
Dari hasil analisis korelasi sederhana (r) didapat korelasi antara pengetahuan 3M
Plus masyarakat dan prevalensi DBD adalah sebesar -0,010. Hal ini menunjukkan
bahwa terjadi hubungan yang lemah antara pengetahuan masyarakat dan prevalensi
DBD. Sedangkan arah hubungan adalah negatif, yang berarti semakin tinggi
pengetahuan masyarakat, maka semakin rendah prevalensi DBD di daerah tersebut.
Uji signifikansi hasil korelasi penelitian ini dapat dilihat dengan uji-t. Signifikansi
didapat dengan membandingkan antara nilai signifikan pada hasil analisis korelasi
dengan taraf nyata 5% (a = 0,05). Uji-t pada hasil analisis tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut.
35
a) Hipotesis
Ho : Tidak ada hubungan signifikan antara pengetahuan masyarakat dan
prevalensi DBD di Dusun Simo Desa Kesambi
Ha : Ada hubungan signifikan antara pengetahuan masyarakat dan
prevalensi DBD di Dusun Simo Desa Kesambi
b) Tingkat signifikansi
Pengujian menggunakan uji dua sisi dengan tingkat signifikansi a = 5%.
Tingkat signifikansi dalam hal ini berarti kita mengambil risiko salah dalam
mengambil keputusan untuk menolak hipotesis yang benar sebanyak-
banyaknya 5% (signifikansi 5% atau 0,05 adalah ukuran standar yang sering
digunakan dalam penelitian)
c) Kriteria Pengujian
Ho diterima jika Signifikansi ≥ 0,05
Ho ditolak jika Signifikansi < 0,05
d) Pengambilan Keputusan
Nilai signifikansi 0,961 > 0,05, maka Ho diterima.
e) Kesimpulan
Oleh karena nilai Signifikansi 0,961 > 0,05 maka Ho diterima. Hal ini
berarti tidak ada hubungan signifikan antara pengetahuan masyarakat dan
prevalensi DBD di Dusun Simo Desa Kesambi.
H. Analisis hubungan pelaksanaan 3M plus masyarakat dengan prevalensi DBD
di area kerja para Jumantik Puskesmas Kedungsolo
Dari hasil analisis korelasi sederhana (r) didapat korelasi antara pelaksanaan 3M
plus masyarakat dan prevalensi DBD adalah sebesar -1,000. Hal ini menunjukkan
36
bahwa terjadi hubungan yang sangat kuat antara pelaksanaan 3M plus dan prevalensi
DBD. Sedangkan arah hubungan adalah negatif, yang berarti semakin baik tinggi
kesadaran masyarakat untuk melakukan 3M Plus, maka semakin rendah prevalensi
DBD di daerah tersebut.
Uji signifikansi hasil korelasi penelitian ini dapat dilihat dengan uji-t. Signifikansi
didapat dengan membandingkan antara nilai signifikan pada hasil analisis korelasi
dengan taraf nyata 5% (a = 0,05). Uji-t pada hasil analisis tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut.
a) Hipotesis
Ho : Tidak ada hubungan signifikan antara pelaksanaan 3M plus dan
prevalensi DBD di Dusun Simo Desa Kesambi
Ha : Ada hubungan signifikan antara pelaksanaan 3M plus dan
prevalensi DBD di Dusun Simo Desa Kesambi
b) Tingkat signifikansi
Pengujian menggunakan uji dua sisi dengan tingkat signifikansi a = 5%.
Tingkat signifikansi dalam hal ini berarti kita mengambil risiko salah dalam
mengambil keputusan untuk menolak hipotesa yang benar sebanyak-
banyaknya 5% (signifikansi 5% atau 0,05 adalah ukuran standar yang sering
digunakan dalam penelitian)
c) Kriteria Pengujian
Ho diterima jika Signifikansi ≥ 0,05
Ho ditolak jika Signifikansi < 0,05
d) Pengambilan Keputusan
Nilai signifikansi 0,00 < 0,05, maka Ho ditolak.
37
e) Kesimpulan
Oleh karena nilai Signifikansi 0,00 < 0,05 maka Ho ditolak. Hal ini berarti
terdapat hubungan signifikan antara pelaksanaan 3M plus dan prevalensi DBD
di Dusun Simo Desa Kesambi.
I. Analisis hubungan Pogram 3M Plus dan host index di area kerja para
Jumantik Puskesmas Kedungsolo.
Dari hasil analisis korelasi sederhana (r) didapat korelasi antara Pogram 3M Plus
dan host indeks adalah sebesar -0,851. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan
yang sangat kuat antara 3M Plus dan host indeks . Sedangkan arah hubungan adalah
negatif, yang berarti semakin baik tinggi kesadaran masyarakat untuk melakukan 3M
Plus, maka semakin rendah host indeks di daerah tersebut.
Uji signifikansi hasil korelasi penelitian ini dapat dilihat dengan uji-t. Signifikansi
didapat dengan membandingkan antara nilai signifikan pada hasil analisis korelasi
dengan taraf nyata 5% (a = 0,05). Uji-t pada hasil analisis tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut.
f) Hipotesis
Ho : Tidak ada hubungan signifikan antara 3M Plus dan host indeks di
Dusun Simo Desa Kesambi
Ha : Ada hubungan signifikan antara 3M Plus dan host indeks di Dusun
Simo Desa Kesambi
g) Tingkat signifikansi
Pengujian menggunakan uji dua sisi dengan tingkat signifikansi a = 5%.
Tingkat signifikansi dalam hal ini berarti kita mengambil risiko salah dalam
38
mengambil keputusan untuk menolak hipotesa yang benar sebanyak-
banyaknya 5% (signifikansi 5% atau 0,05 adalah ukuran standar yang sering
digunakan dalam penelitian)
h) Kriteria Pengujian
Ho diterima jika Signifikansi ≥ 0,05
Ho ditolak jika Signifikansi < 0,05
i) Pengambilan Keputusan
Nilai signifikansi 0,00 < 0,05, maka Ho ditolak.
j) Kesimpulan
Oleh karena nilai Signifikansi 0,00 < 0,05 maka Ho ditolak. Hal ini berarti
terdapat hubungan signifikan antara 3M Plus dan host indeks di Dusun Simo
Desa Kesambi
39
BAB VI
PEMBAHASAN
1. Karakteristik jumantik di Desa Kesambi terdiri dari 2 kader dimana keduanya
wanita, dengan umur berkisar 37- 45 tahun, tingkat pendidikan SMP dan SMA,
keduanya sudah menikah, salah satu tidak bekerja dan yang satu bekarja sebagai
pedagang
2. Berdasarkan hasil kuisioner dari responden, sebanyak 25 responden pengetahuan
jumantik tentang DBD, Program 3M Plus dan tindakan 3M Plus sudah baik, Dari
responden yang sama didapatkan 15 responden menjawab praktek deteksi jentik di
tempat penampungan air dilakukan secara rutin, 10 responden menjawab praktek
deteksi jentik di tempat penampungan air dilakukan secara tidak rutin.
3. Berdasarkan hasil kuisioner dari 25 responden, sebanyak 2 responden (8%) tidak
mengetahui tentang Program 3M Plus dan 23 responden (92%) mengetahui tentang
Program 3M Plus.
4. Berdasarkan hasil kuisioner dari 25 responden, sebanyak 4 responden (16%) tidak
melaksanakan Program 3M Plus dan 21 responden (84%) melaksanakan Program
3M Plus.
5. Angka Bebas Jentik di Dusun Simo, Desa Kesambi, Kelurahan Kedungsolo,
Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Propinsi Jawa timur sebanyak 60 % yang
diperoleh dari cara penghitungan membagi jumlah rumah dengan jentik negatif
dengan jumlah rumah yang diperiksa dikalikan dengan 100%. Dimana jumlah
rumah Kepala Keluarga yang diamati sebanyak 25 rumah, yang positif jentik 10
rumah, sedangkan yang negatif jentik 15 rumah. Pengamatan jentik dilakukan
dengan mengamati bak penampungan air yang ada di rumah tersebut. Angka bebas
jentik ini sebagai indikator dari tinggi rendahnya prevalensi DBD pada penelitian
ini.
6. Prevalensi DBD di Desa Kesambi, Kelurahan Kedungsolo, Kecamatan Porong,
Kabupaten Sidoarjo, Propinsi Jawa timur sebanyak 7 kasus selama tahun 2013 dari
19 kasus atau prevalensi sebesar 14 % kasus yang ada di wilayah kerja Puskesmas
Kedungsolo.
40
7. Hubungan prevalensi DBD dengan pengetahuan masyarakat terjadi hubungan yang
rendah antara pengetahuan masyarakat dan prevalensi DBD. Hal ini berarti tidak ada
hubungan signifikan antara pengetahuan masyarakat dan prevalensi DBD di Dusun
Simo Desa Kesambi.
8. Hubungan pelaksanaan Program 3M Plus masyarakat dengan prevalensi DBD di
area kerja para Jumantik terjadi hubungan yang sangat kuat antara pelaksanaan
Program 3M Plus dan prevalensi DBD. Hal ini berarti ada hubungan signifikan
antara Program 3M Plus dan prevalensi DBD di Simo Desa Kesambi.
9. Hubungan Pogram 3M Plus dan host index di area kerja para Jumantik terjadi
hubungan yang sangat kuat antara Program 3M Plus dan host index.Hal ini berarti
terdapat hubungan signifikan antara Program 3M Plus dan host index di Dusun
Simo Desa Kesambi.
Berdasarkan hasil analisis data menunjukkan ternyata pengetahuan, praktek
3M Plus oleh masyarakat dan perilaku (pengetahuan & tindakan / praktek) tentang
DBD, program 3M Plus dan tugas para jumatik berpengaruh tidak signifikan
terhadap prevalensi DBD, tapi dari faktor Program 3M Plus yang berpengaruh
sangat kuat terhadap prevalensi DBD. Program 3M Plus juga berpengaruh sangat
kuat terhadap ada tidaknya host index.
Partisipasi masyarakat merupakan proses panjang dan memerlukan
ketekunan, kesabaran dan upaya dalam memberikan pemahaman dan motivasi
kepada individu, kelompok, masyarakat, bahkan pejabat secara berkesinambungan.
Program yang melibatkan masyarakat adalah mengajak masyarakat mau dan
mampu melakukan 3 M plus dilingkungan mereka. Istilah tersebut sangat populer
dan mungkin sudah menjadi trade mark bagi program pengendalian DBD, namun
karena masyarakat kita sangat heterogen dalam tingkat pendidikan, pemahaman dan
latar belakangnya sehingga belum mampu mandiri dalam pelaksanaannya.
Mengingat kenyataan tersebut, maka penyuluhan tentang PSN dalam metode
pengendalian DBD masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat secara
berkesinambungan. Program tersebut akan dapat mempunyai daya ungkit dalam
memutus rantai penularan bilamana dilakukan oleh masyarakat dalam program
pemberdayaan peran serta masyarakat. Untuk meningkatkan sistem kewaspadaan
41
dini dan pengendalian, maka perlu peningkatan dan pembenahan sistem surveilans
penyakit dari tingkat Puskesmas, Kabupaten Kota, Provinsi dan pusat (Sukowati,
2010).
42
BAB VII
PENUTUP
VII. 1 KESIMPULAN
a) Karakteristik jumantik di Desa Kesambi terdiri dari 2 kader dimana keduanya
wanita, dengan umur berkisar 37- 45 tahun, tingkat pendidikan SMP dan SMA,
keduanya sudah menikah, salah satu tidak bekerja dan yang satu bekarja sebagai
pedagang. Dimana pengetahuan keduanya tentang DBD tergolong baik.
b) Pengetahuan jumantik tentang DBD, Program 3M Plus dan tindakan 3M Plus
sudah baik. Praktek deteksi jentik di tempat penampungan air dilakukan secara
rutin oleh jumantik.
c) Dari hasil penelitian lebih banyak responden yang mengetahui tentang Program
3M Plus yaitu sebanyak 92% .
d) Dari hasil penelitian lebih banyak responden yang melaksanakan Program 3M
Plus yaitu sebanyak 84 %.
e) Angka Bebas Jentik di Dusun Simo, Desa Kesambi sebanyak 60 %.
f) Prevalensi DBD di Dusun Simo, Desa Kesambi sebesar 14%.
g) Tidak ada hubungan antara pengetahuan masyarakat dan prevalensi DBD di
Dusun Simo Desa Kesambi.
h) Ada hubungan antara pelaksanaan program 3M Plus dan prevalensi DBD di
Dusun Simo Desa Kesambi.
i) Ada hubungan antara program 3M Plus dan host index di Dusun Simo Desa
Kesambi.
43
VII. 2 SARAN
a) Saran Untuk Dinas Kesehatan
Dinas kesehatan sebaiknya tetap meningkatkan upaya program kesehatan seperti
pemberantasan sarang nyamuk, pemeriksaan jentik berkala dan penyuluhan
kesehatan sehingga kasus demam berdarah dapat menurun terutama di daerah
yang padat penduduk dan endemis demam berdarah. Tetap memperhatikan
kepedulian dan partisipasi masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk dan
perlu dilakukan upaya-upaya lintas sektor yang dapat meingkatkan tingkat
kepedulian dan partispasi masyarakat tersebut.
b) Saran Untuk Puskesmas
Puskesmas tetap meningkatkan kualitas dan kuantitas kerja kader Jumantik di
tiap desa. Sehingga pelaksanaan program 3M Plus menjadi lebih aktif dan dapat
menurunkan jumlah kasus DBD.
c) Saran Untuk Masyarakat
Perlu dilakukan pendekatan khusus terhadap kelompok masyarakat dan
dilakukan penyuluhan khusus di beberapa dusun tentang pelaksanaan program
3M Plus untuk meningkatan kepedulian dan partisipasinya dalam pemberantasan
sarang nyamuk melalui pelaksanaan program tersebut.
44
DAFTAR PUSTAKA
AchmadiU.F.,2005, Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah; penerbit Kompas, Jakarta.
Achmadi U.F.,2008, Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah: Penerbit UI Press, Jakarta
Achmadi, U.F, 2010, Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Buletin Jendela Epidemiologi, Jakarta
Achmadi U.F 2010. Manajemen Demam Berdarah Berbasis Wilayah. Buletin Jendela Epidemiologi Volume 2, Agustus 2010
Cao Xuan TP, Ngo TN, Kneen R, Pham TTT, Chu VT, Nguyen TTN, Tran TT et al. , 2004, Clinical diagnosis and assessment of severity of confirmed dengue infections in Vietnamese children: is the World Health Organization classification system helpful. A, J Trop Med Hyg;70(2):172-179.
Deen JL, Harris E, Wills B, Balmaseda A, Hammond SN, Rocha C, Nguyen MD et al., 2006, The WHO dengue classification and case definitios: time for a reassessment. Lancet 368:170-173
Data Puskesmas Kedungsolo, 2013, Data DBD Prevalensi tahun 2013 dan Angka Bebas Jentik
Depkes – Departemen Kesehatan, Republic of Indonesia, 2005, Guidelines for Managing Dengue Cases; official document;Jakarta.
Departemen Kesehatan, Republik Indonesia, 2007, Prevalensi DBD di Indonesia, Indonesia
Dinas Kesehatan Jatim, 2012, Prevalensi DBD di Jawa Timur
Dinas Kesehatan Sidoarjo 2012, Prevalensi DBD di Sidoarjo
Dussart P, Labeau B, Lagathu G, Louis P, Nunes M., 2006, Evaluation of an enzyme immunoassay for detection of dengue virus NS-l antigen in human serum. Clin Vaccine Immunol vol.13; p 1185-9.
Kumarasamy V, Chua SK, Hassan Z, Wahab AHA, Chem YK, Mohamad M and Chua KB., 2007, Evaluating the sensitivity of a commercial dengue NS1-antigen capture Elisa for early diagnosis of acute dengue infection. Singapore med J 48(7): 669-673.
Nainggolan F.,2007, Epidemiology and Clinical Pathogenesis of Dengue in Indonesia; presented at Seminar on Management ofDengue Outbreaks; University of Indonesia; Jakarta; November 22
45
Rigou-Perez JG., 2006, Severe dengue : the need for new cases definitions. Lancet Infect Dis 6: 296-302.
Shu PY, Huang JR., 2004, Current advances in dengue diagnosis. Clin Diagn Lab Immunol. 11(4):642-50.
Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. CV.Alfabeta. Bandung.
Suhendro dkk., 2009. Demam Berdarah Dengue. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publishing. Jakarta Pusat
Sukowato, Supratman, 2010. Masalah Vektor Demam Berdarah Dengue, dan Pengendaliannya di Indonesia. Puslitbang Ekologi dan status kesehatan, Kementrian Kesehatan,Buletin Jendela Epidemiologi, Jakarta
Vorndam V, Kuno G., 1997, Laboratory diagnosis of Dengue virus infections. In Dengue and Dengue Hemorrhagic fever. CAB International, NY..
WHO,1999, Guideline of treatment of Dengue Fever / Dengue Hemorrhagic Fever in Small Hospitals. New Delhi.
World Health Organization, 1997, Dengue Haemorrhagic Fever. Diagnosis, treatment, prevention and control. 2nd edition. Geneva.
World Health Organization., 2009, Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. New edition. Geneva.
Yungbluth M, 2007, Costello M. Viral Infections. In: Henry JB (ed). Clinical Diagnosis and Management by Laboratory Methods. 21thedition. W.B. Saunders Company, Philadelphia.:1045-71.