DAULAH BANI UMAYYAH DAN DAULAH BANIABBASIYAHPosted onMarch 16,
2009by tristionoA.BANI UMAYYAH1.Asal Mula Bani UmayyahBani Umayyah
diambil dari nama Umayyah, kakeknya Abu Sofyan bin Harb, atau
moyangnya Muawiyah bin Abi Sofyan. Umayyah hidup pada masa sebelum
Islam, ia termasuk bangsa Quraisy. Daulah Bani Umayyah didirikan
oleh Muawiyah bin Abi Sufyan dengan pusat pemerintahannya di
Damaskus dan berlangsung selama 90 tahun (41 132 H / 661 750
M).Muawiyah bin Abi Sufyan sudha terkenal siasat dan tipu
muslihatnya yang licik, dia adalah kepala angkatan perang yang
mula-mula mengatur angkatan laut, dan ia pernah dijadikan sebagai
amir Al-Bahar. Ia mempunyai sifat panjang akal, cerdik cendekia
lagi bijaksana, luas ilmu dan siasatnya terutama dalam urusan
dunia, ia juga pandai mengatur pekerjaan dan ahli hikmah.Muawiyah
bin Abi Sufyan dalm membangun Daulah Bani Umayyah menggunakan
politik tipu daya, meskipun pekerjaan itu bertentangan dengan
ajaran Islam. Ia tidak gentar melakukan kejahatan. Pembunuhan
adalah cara biasa,asal maksud dan tujuannya tercapai.[1]Daulah Bani
Umayyah yang berpusat di Damaskus, telah diperintah oleh 14 orang
kholifah. Namun diantara kholifah-kholifah tersebut, yang paling
menonjol adalah : Kholifah Muawiyah bin Abi Sufyan, Abdul Malik bin
Marwan, Walid bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz dan Hisyam bin
Abdul Malik.[2]2.Peta Daerah Perkembangan Islam Pada Masa Kejayaan
Bani UmayyahDalam upaya perluasan daerah kekuasaan Islam pada masa
Bani Umayyah, Muawiyah selalu mengerahkan segala kekuatan yang
dimilikinya untuk merebut kekuasaan di luar Jazirah Arab, antara
lain upayanya untuk terus merebut kota Konstantinopel. Ada tiga hal
yang menyebabakan Muawiyah terus berusaha merebut Byzantium.
Pertama, karena kota tersebut adalah merupakan basis kekuatan
Kristen Ortodoks, yang pengaruhnya dapat membahayakan perkembangan
Islam. Kedua, orang-orang Byzantium sering melakukan pemberontakan
ke daerah Islam. Ketgia, Byzantium termasuk wilayah yang memiliki
kekayaan yang melimpah.Pada waktu Bani Umayyah berkuasa, daerah
Islam membentang ke berbagai negara yang berada di benua Asia dan
Eropa. Dinasti Umayyah, juga terus memperluas peta kekuasannya ke
daerah Afrika Utara pada masa Kholifah Walid bin Abdul Malik ,
dengan mengutus panglimanya Musa bin Nushair yang kemudian ia
diangkat sebagai gubernurnya. Musa juga mengutus Thariq bin Ziyad
untuk merebut daerah Andalusia.Keberhasilan Thariq memasuki
Andalusia, membuta peta perjalanan sejarah baru bagi kekuasaan
Islam. Sebab, satu persatu wilayah yang dilewati Thariq dapat
dengan mudah ditaklukan, seperti kota Cordova, Granada dan Toledo.
Sehingga, Islam dapat tersebar dan menjadi agama panutan bagi
penduduknya. Tidak hanya itu, Islam menjadi sebuah agama yang mampu
memberikan motifasi para pemeluknya untuk mengembangkan diri dalam
berbagai bidang kehidupan social, politik, ekonomi, budaya dan
sebaginya. Andalusia pun mencapai kejayaan pada masa pemerintahan
Islam.[3]3.Kemajuan dan Keunggulan Bani UmayyahDi masa Bani Umayyah
ini,kebudayaanmengalami perkembangan dari pada masa sebelumnya. Di
antara kebudayaan Islam yang mengalami perkembangan pada masa ini
adalah seni sastra, seni rupa, seni suara, seni bangunan, seni
ukir, dan sebaginya.Pada masa ini telah banyakbangunanhasil
rekayasa umat Islam dengan mengambil pola Romawi, Persia dan Arab.
Contohnya adalah bangunan masjid Damaskus yang dibangun pada masa
pemerintahan Walid bin Abdul Malik, dan juga masjid Agung Cordova
yang terbuat dari batu pualam.[4]Seni sastraberkembang dengan
pesatnya, hingga mampu menerobos ke dalam jiwa manusia dan
berkedudukan tinggi di dalam masyarakat dan negara. Sehingga syair
yang muncul senantiasa sering menonjol dari sastranya, disamping
isinya yang bermutu tinggi.Dalamseni suarayang berkembang adalah
seni baca Al-Quran, qasidah, musik dan lagu-lagu yang bernafaskan
cinta. Sehingga pada saat itu bermunculan seniman dan qori/ qoriah
ternama.Perkembanganseni ukiryang paling menonjol adalah penggunaan
khot Arab sebagai motif ukiran atau pahatan. Hal ini dapat dilihat
dari banyaknya dinding masjid dan tembok-tembok istana yang diukur
dengan khat Arab. Salah satunya yang masih tertinggal adalah ukiran
dinding Qushair Amrah (Istana Mungil Amrah), istana musim panas di
daerah pegunungan yang terletak lebih kurang 50 mil sebelah Timur
Amman.Dalam bidangilmu pengetahuan, perkembangan tidak hanya
meliputi ilmu pengetahuan agama saja, tetapi juga ilmu pengetahuan
umum, seperti ilmu kedokteran, filsafat, astronomi, ilmu pasti,
ilmu bumi, sejarah, dan lain-lain.[5]Pada ini juga,politiktelah
mengaami kamajuan dan perubahan, sehingga lebih teratur
dibandingkan dengan masa sebelumnya, terutama dalam hal Khilafah
(kepemimpinan), dibentuknya Al-Kitabah (Sekretariat Negara),
Al-Hijabah (Ajudan), Organisasi Keuangan, Organisasi Keahakiman dan
Organisasi Tata Usaha Negara.[6]Kekuatan militerpada masa Bani
Umayyah jauh lebh berkembang dari masa sebelumnya, sebab
diberlakukan Undang-Undang Wajib Militer (Nizhamut Tajnidil
Ijbary). Sedangkan pada masa sebelumnya, yakni masa
Khulafaurrasyidin, tentara adalah merupakan pasukan sukarela.
Politik ketentaraan Bani Umayyah adalah politik Arab, dimana
tentara harus dari orang Arab sendiri atau dari unsure Arab.Pada
masa ini juga, telah dibangun Armada Islam yang hampir sempurna
hingga mencapai 17.000 kapal yang dengan mudah dapat menaklukan
Pulau Rhodus dengan panglimanya Laksamana Aqabah bin Amir.
Disamping itu Muawiyah juga telah membentuk Armada Musin Panas dan
Armada Musim Dingin, sehingga memungkinkannya untuk bertempur dalam
segala musim.Dalam bidangsocial budaya, kholifah pada masa Bani
Umayyah juga telah banyak memberikan kontribusi yang cukup besar.
Yakni, dengan dibangunnya rumah sakit (mustasyfayat) di setiap kota
yang pertama oleh Kholifah Walid bin Abdul Malik. Saat itu juga
dibangun rumah singgah bagi anak-anak yatim piatu yang ditinggal
oleh orang tua mereka akibat perang. Bahkan orang tua yang sudah
tidak mampu pun dipelihara di rumah-rumah tersebut. Sehingga
usaha-usaha tersebut menimbulkan simpati yang cukup tinggi dari
kalangan non-Islam, yang pada akhirnya mereka berbondong-bondong
memeluk Islam.[7]4.Keruntuhan Bani UmayyahBani Umayyah mengalami
keruntuhan oleh banyak hal, diantaranya adalah terbaginya kekuasaan
Daulah Bani Umayyah ke dalam dua wilayah. Kholifah Marwan bin
Muhammad berkuasa di wilayah Semenanjung Tanah Arab, dan Kholifah
Yazid bin Umar berkuasa di wilayah Wasit. Namun yang paling kuat di
antara kedua wilayah tersebut adalah yang berpusat di Semenanjung
Tanah Arab. Sehingga para pendiri kerajaan Daulah Bani Abbasiyah
terus menerus mengatur strateginya untuk menumbangkan Kholifah
Marwan dengan cara apapun, termasuk menghabisi nyawanya.Pembunuhan
Terhadap Marwan bin Muhammad dan Yazid bin UmarSalah satu pendiri
daulah Bani Abbasiyah, Abul Abbas As-Shaffah mengirimkan pasukannya
untuk melumpuhkan kepemimpinan Marwan. Sebagai panglima, ia
mengutus Abdullah bin Ali. Kholifah MArwan juga telah mempersiapkan
pasukannya yang besar dengan membaginya dengan dua lapis. Lapis
pertama, adalah terdiri dari pasukan yang selalu mengalami
kemenangan dalam setiap peperangan, yang kedua, adalah pasukan yang
selalu mengalami kekalahan dalam setiap peperangan.Kedua pasukan
tersebut bertempur di lembah Sungai az-Zab, salah satu cabang
Sungai Djlah (Tigris) dari sebelah timur. Pertempuran berlaku
sengit. Angkatan perang Marwan memang cukup besar dan memiliki
perbekalan yang banyak. Namun, itu semua tidak menyurutkan
keinginan pasukan Abbasiyah untuk memperoleh kemenangan demi masa
depan yang cemerlang. Demikianlah angkatan tentara Abbasiyah
mencapai kemenagan atas pasukan Kholifah Marwan.Sejak saat itu,
Marwan terus diburu untuk benar-benar dibunuh, sehingga tidak ada
lagi kekuasaan Bani Umayyah yang tersisa. Marwan terus menerus
melakukan pengunduran dari satu tempat ke tempat lain, dimulai dari
ia mundur dari Harran, Qinnisirin (Syiria), kemudian Hims, Damsyik,
Palestin dan akhirnya Mesir. Di Mesir, Marwan dan sedikit
pasukannya yang tersisa masih harus melakukan pertempuran kecil,
dan saat itu pula ia tewas.[8]Moment inilah yang menyebabkan
kemunduran dan kehancuran daulah Bani Umayyah yang sudah berkuasa
selama 90 tahun.B.BANI ABBASIYAH1.Pembangunan Daulah Bani
AbbasiyahDaulah Bani Abbasiyah diambil dari nama Al-Abbas bin Abdul
Mutholib, paman Nabi Muhammad SAW. Pendirinya ialah Abdullah
As-Saffah bin Ali bin Abdullah bin Al-Abbas, atau lebih dikenal
dengan sebutan Abul Abbas As-Saffah. Daulah Bani Abbasiyah berdiri
antara tahun 132 656 H / 750 1258 M. Lima setengah abad lamanya
keluarga Abbasiyah menduduki singgasana khilafah Islamiyah. Pusat
pemerintahannya di kota Baghdad.Tokoh pendiri Daulah Bani Abbasiyah
adalah ; Abul Abbas As-Saffah, Abu Jafar Al-Mansur, Ibrahim Al-Imam
dan Abu Muslim Al-Khurasani. Bani Abbasiyah mempunyai kholifah
sebanyak 37 orang. Dari masa pemerintahan Abul Abbas As-Saffah
sampai Kholifah Al-Watsiq Billah agama Islam mencapai zaman
keemasan (132 232 H / 749 879 M). Dan pada masa kholifah
Al-Mutawakkil sampai dengan Al-Mutashim, Islam mengalami masa
kemunduran dan keruntuhan akibat serangan bangsa Mongol Tartar
pimpinan Hulakho Khan pada tahun 656 H / 1258 M.[9]2.Peta Daerah
Perkembangan Islam Pada Masa Bani AbbasiyahPemerintahan daulah Bani
Abbasiyah merupakan kelanjutan dari pemerintahan daulah Bani
Umayyah yang telah hancur di Damaskus. Meskipun demikian, terdapat
perbedaan antara kekuasaan dinasti Bani Abbasiyah dengan kekuasaan
dinasti Bani Umayyah, diantaranya adalah :a.Dinasti Umayyah sangat
bersifat Arab Oriented, artinya dalam segala hal para pejabatnya
berasal dari keturunan Arab murni, begitu pula corak peradaban yang
dihasilkan pada dinasti ini.b.Dinasti Abbasiyah, disamping bersifat
Arab murni, juga sedikit banyak telah terpengaruh dengan corak
pemikiran dan peradaban Persia, Romawi Timur, Mesir dan
sebagainya.Pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah, luas wilayah
kekuasaan Islam semakin bertambah, meliputi wilayah yang telah
dikuasai Bani Umayyah, antara lain Hijaz, Yaman Utara dan Selatan,
Oman, Kuwait, Irak, Iran (Persia), Yordania, Palestina, Lebanon,
Mesir, Tunisia, Al-Jazair, Maroko, Spanyol, Afganistan dan
Pakistan, dan meluas sampai ke Turki, Cina dan juga
India.[10]3.Bentuk-Bentuk Peradaban Islam Pada Masa Daulah
AbbasiyahMasa pemerintahan Dinasti Abbasiyah merupakan masa
kejayaan Islam dalam berbagai bidang, khususnya dalam bidang ilmu
pengetahuan dan kebudayaan. Pada zaman ini, umat Islam telah banyak
melakukan kajian kritis terhadap ilmu pengetahuan, yaitu melalui
upaya penterjemahan karya-karya terdahulu dan juga melakukan riset
tersendiri yang dilakukan oleh para ahli. Kebangkitan ilmiyah pada
zaman ini terbagi di dalam tiga lapangan, yaitu : kegiatan menyusun
buku-buku ilmiah, mengatur ilmu-ilmu Islam dan penerjemahan dari
bahasa asing.[11]Setelah tercapai kemenangan di medan perang,
tokoh-tokoh tentara membukakan jalan kepada anggota-anggota
pemerintahan, keuangan, undang-undang dan berbagai ilmu pengetahuan
untuk bergiat di lapangan masing-masing. Dengan demikian muncullah
pada zaman itu sekelompok penyair-penyair handalan,
filosof-filosof, ahli-ahli sejarah, ahli-ahli ilmu hisab,
tokoh-tokoh agama dan pujangga-pujangga yang memperkaya
perbendaharaan bahasa Arab.[12]Adapun bentuk-bentuk peradaban Islam
pada masa daulah Bani Abbasiyah adalah sebagai berikut :a.Kota-Kota
Pusat PeradabanDi antara kota pusat peradaban pada masa dinasti
Abbasiyah adalah Baghdad dan Samarra. Bangdad merupakan ibu kota
negara kerajaan Abbasiyah yang didirikan Kholifah Abu Jafar
Al-Mansur (754-775 M) pada tahun 762 M. Sejak awal berdirinya, kota
ini sudah menjadi pusat peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan.
Ke kota inilah para ahli ilmu pengetahuan datang beramai-ramai
untuk belajar. Sedangkan kota Samarra terletak di sebelah timur
sungai Tigris, yang berjarak+60 km dari kota Baghdad. Di dalamnya
terdapat 17 istana mungil yang menjadi contoh seni bangunan Islam
di kota-kota lain.[13]b.Bidang PemerintahanPada masa Abbasiyah I
(750-847 M), kekuasaan kholifah sebagai kepala negara sangat terasa
sekali dan benar seorang kholifah adalah penguasa tertinggi dan
mengatur segala urusan negara. Sedang masa Abbasiyah II 847-946 M)
kekuasaan kholifah sedikit menurun, sebab Wazir (perdana mentri)
telah mulai memiliki andil dalam urusan negara. Dan pada masa
Abbasiyah III (946-1055 M) dan IV (1055-1258 M), kholifah menjadi
boneka saja, karena para gubernur di daerah-daerah telah
menempatkan diri mereka sebagai penguasa kecil yang berkuasa penuh.
Dengan demikian pemerintah pusat tidak ada apa-apanya lagi.Dalam
pembagian wilayah (propinsi), pemerintahan Bani Abbasiyah
menamakannya denganImaraat,gubernurnya bergelarAmir/ Hakim.Imaraat
saat itu ada tiga macam, yaitu ;Imaraat Al-Istikhfa, Al-Amaarah
Al-Khassah dan Imaarat Al-Istilau.Kepada wilayah/imaraat ini diberi
hak-hak otonomi terbatas, sedangkan desa/ al-Qura dengan kepala
desanya as-Syaikh al-Qoryah diberi otonomi penuh.Selain hal
tersebut di atas, dinasti Abbasiyah juga telah membentuk angkatan
perang yang kuat di bawah panglima, sehingga kholifah tidak turun
langsung dalam menangani tentara. Kholifah juga membentuk Baitul
Mal/ Departemen Keuangan untuk mengatur keuangan negara khususnya.
Di samping itu juga kholifah membentuk badan peradilan, guna
membantu kholifah dalam urusan hukum.[14]c.Bangunan Tempat
Pendidikan dan PeribadatanDi antara bentuk bangunan yang dijadikan
sebagai lembaga pendidikan adalah madrasah. Madrasah yang terkenal
saat itu adalah Madrasah Nizamiyah, yang didirikan di Baghdad,
Isfahan, Nisabur, Basrah, Tabaristan, Hara dan Musol oleh Nizam
al-Mulk seorang perdana menteri pada tahun 456 486 H. selain
madrasah, terdapat juga Kuttab, sebagai lembaga pendidikan dasar
dan menengah, Majlis Muhadhoroh sebagai tempat pertemuan dan
diskusi para ilmuan, serta Darul Hikmah sebagai perpustakaan.Di
samping itu, terdapat juga bangunan berupa tempat-tempat
peribadatan, seperti masjid. Masjid saat itu tidak hanya berfungsi
sebagai tempat pelaksanaan ibadah sholat, tetapi juga sebagai
tempat pendidikan tingkat tinggi dan takhassus. Di antara
masjid-masjid tersebut adalah masjid Cordova, Ibnu Toulun, Al-Azhar
dan lain sebagainya.[15]d.Bidang Ilmu PengetahuanIlmu pengetahuan
pada masa Daulah Bani Abbasiyah terdiri dari ilmu naqli dan ilmu
aqli. Ilmu naqli terdiri dari Ilmu Tafsir, Ilmu Hadits Ilmu Fiqih,
Ilmu Kalam, Ilmu Tasawwuf dan Ilmu Bahasa. Adapaun ilmu aqli
seperti : Ilmu Kedokteran, Ilmu Perbintangan, Ilmu Kimia, Ilmu
Pasti, Logika, Filsafat dan Geografi.[16]4.Kemunduran Daulah Bani
AbbasiyahKehancuran Dinasti Abbasiyah ini tidak erjadi dengan cara
spontanitas, melainkan melalui proses yang panjang yang diawali
oleh berbagai pemeberontakan dari kelompok yang tidak senang
terhadap kepemimpinan kholifah Abbasiyah. Disamping itu juga,
kelemahan kedudukan kekholifahan dinasti Abbasiyah di Baghdad,
disebabkan oleh luasnya wilayah kekuasaan yang kurang terkendali,
sehingga menimbulkan disintegrasi wilayah.Di antara kelemahan yang
menyebabkan kemunduran Dinasti Abbasiyah adalah sebagai berikut
:a.Mayoritas Kholifah Abbasiyah periode akhir lebih mementingkan
urusan pribadinya dan cenderung hidup mewah.b.Luasnya wilayah
kekuasaan Abbasiyah, sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit
dilakukan.c.Ketergantungan kepada tentara bayaran.d.Semakin kuatnya
pengaruh keturunan Turki dan Persia, yang menimbulkan kecemburuan
bagi bangsa Arab murni.e.Permusuhan antara kelompok suku dan
agama.f.Perang Salib yang berlangsung beberapa gelombang dan
menelan banyak korban.g.Penyerbuan tentara Mongol di bawah pimpinan
Panglima Hulagu Khan yang menghacur leburkan kota Baghdad.D A F T A
RP U S T A K AA. Syalabi, Prof. Dr, Sejarah dan Kebudayaan Islam
Jilid 3, Al-Husna Zikra, Jakarta, 2000Murodi, Drs, Sejarah
Kebudayaan Islam MA, Karya Toha Putra, Semarang, 2003Chatibul Umam,
Prof, Dr. Abidin Nawawi, Drs, Sejarah Kebudayaan Islam MTs, Menara
Kudus, Semarang, 1995____________, Sejarah Kebudayaan Islam MTs,
Departemen Agama Republik Indonesia, Jakarta, 1999
[1]Chatibul Umam, Abidin Nawawi,Sejarah Kebudayaan Islam MTs,
Karya Toha Putra, Hal 11.[2]Ibid, Hal 17[3]Murodi,Sejarah
Kebudayaan Islam MA, Karya Toha Putra, Hal 41[4]Ibid, hal
43[5]Ibid, hal 44[6]Chatibul Umam, Abidin Nawawi,Sejarah Kebudayaan
Islam MTs, Karya Toha Putra, Hal 39[7]Ibid, hal 44[8]Syalabi, Prof,
Dr,Sejarah dan Kebudayaan Islam 3,Alhusna Zikra, Hal 34[9]Chatibul
Umam, Abidin Nawawi,Sejarah Kebudayaan Islam MTs, Karya Toha Putra,
Hal 57[10]Murodi, Drs, MA,Sejarah Kebudayaan Islam MA, Karya Toha
Putra, Hal 51[11]Murodi, Drs, MA,Sejarah Kebudayaan Islam MA, Karya
Toha Putra, Hal 58[12]Syalabi, Prof, Dr,Sejarah dan Kebudayaan
Islam 3,Alhusna Zikra, Hal 186[13]Murodi, Drs, MA,Sejarah
Kebudayaan Islam MA, Karya Toha Putra, Hal 58[14]Chatibul Umam,
Abidin Nawawi,Sejarah Kebudayaan Islam MTs, Karya Toha Putra, Hal
82[15]Murodi, Drs, MA,Sejarah Kebudayaan Islam MA, Karya Toha
Putra, Hal 59[16]Chatibul Umam, AbidinKATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.WbPuji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah swt. yang telah memberikan kekuatan dan keteguhan hati kepada
kami untuk menyelesaikan makalah ini. Sholawat beserta salam semoga
senantiasa tercurah limpahan kepada nabi Muhammad saw. yang menjadi
tauladan para umat manusia yang merindukan keindahan syurga.Kami
menulis makalah ini bertujuan untuk mempelajari dan mengetahui ilmu
tentangSejarah Peradaban Islam.Selain bertujuan untuk memenuhi
tugas, tujuan penulis selanjutnya adalah untuk mengetahui proses
pendirian bani Umayah, dan Abbasiyah pola pemerintahan Bani Umayah
dan Abbasiyah.Dalam penyelesaian makalah ini, penulis banyak
mengalami kesulitan, terutama disebabkan kurangnya ilmu pengtahuan.
Namun, berkat kerjasama yang solid dan kesungguhan dalam
menyelesaikan makalah ini, akhirnya dapat diselesaikan dengan baik.
Kami menyadari, sebagai seorang pelajar yang pengetahuannya tidak
seberapa yang masih perlu belajar dalam penulisan makalah, bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang positif demi terciptanya
makalah yang lebih baik lagi, serta berdayaguna di masa yang akan
datang. Besar harapan, mudah-mudahan makalah yang sangat sederhana
ini dapat bermanfaat dan maslahat bagi semua orang.Wasalamu'alaikum
Wr.Wb
Penyusun
BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangBerakhirnya kekuasaan khalifah
Ali bin Abi Thalib mengakibatkan lahirnya kekuasan yang berpola
Dinasti atau kerajaan. Pola kepemimpinan sebelumnya (khalifah Ali)
yang masih menerapkan pola keteladanan Nabi Muhammad, yaitu
pemilihan khalifah dengan proses musyawarah akan terasa berbeda
ketika memasuki pola kepemimpinan dinasti-dinasti yang berkembang
sesudahnya.Bentuk pemerintahan dinasti atau kerajaan yang cenderung
bersifat kekuasaan foedal dan turun temurun, hanya untuk
mempertahankan kekuasaan, adanya unsur otoriter, kekuasaan mutlak,
kekerasan, diplomasi yang dibumbui dengan tipu daya, dan hilangnya
keteladanan Nabi untuk musyawarah dalam menentukan pemimpin
merupakan gambaran umum tentang kekuasaan dinasti sesudah khulafaur
rasyidin.B. Rumusan MasalahAda pun masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini adalah sebagai berikut :1. Pendirian Dinasti Bani
Umayyah2. Pola Pemerintahan Dinasti bani Umayyah3. Masa
Pemerintahan Umar ibn Abdul Aziz4. Ekspansi Wilayah Dinasti Bani
Umayyah5. Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Bani Umayyah6.Bagaimana
sejarah berdirinya Bani Abbasiyah ?7.Seperti apa masa kekuasaan
Bani Abbasiyah ?8.Apa saja yang diperoleh pada masa kejayaan Bani
Abbasiyah ?9.Apa faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran
BaniAbbasiyah ?10.Bagaimana akhir masa kekuasaan Bani Abbasiyah
?
BAB IIPEMBAHASAN
A.Pendirian Dinasti Bani Umayyah1.1Asal Mula Dinasti Bani
UmayyahProses terbentuknya kekhalifahan Bani Umayyah dimulai sejak
khalifah Utsman bin Affan tewas terbunuh oleh tikaman pedang Humran
bin Sudan pada tahun 35 H/656 M. Pada saat itu khalifah Utsman bin
Affan di anggap terlalu nepotisme (mementingkan kaum kerabatnya
sendiri) dalam menunjuk para pembantu atau gubernur di wilayah
kekuasaan Islam.Masyarakat Madinah khususnya para shahabat besar
seperti Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam mendatangi
shahabat Ali bin Abi Thalib untuk memintanya menjadi khalifah
pengganti Utsman bin Affan. Permintaan itu di pertimbangkan dengan
masak dan pada akhirnya Ali bin Abi Thalib mau menerima tawaran
tersebut. Pernyataan bersedia tersebut membuat para tokoh besar
diatas merasa tenang, dan kemudian mereka dan para shahabat lainnya
serta pendukung Ali bin Abi Thalib melakukan sumpah setia (baiat)
kepada Ali pada tanggal 17 Juni 656 M/18 Dzulhijah 35 H. Pembaiatan
ini mengindikasikan pengakuan umat terhadap kepemimpinannya. Dengan
kata lain, Ali bin Abi Thalib merupakan orang yang paling layak
diangkat menjadi khalifah keempat menggantikan khalifah Utsman bin
Affan.Pengangkatan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah keempat oleh
masyarakat madinah dan sekelompok masyarakat pendukung dari
Kuffah[1][2] ternyata ditentang oleh sekelompok orang yang merasa
dirugikan. Misalnya Muwiyah bin Abi Sufyan gubernur Damaskus,
Syiria, dan Marwan bin Hakam yang ketika pada masa Utsman bin
Affan, menjabat sebagai sekretaris khalifah.Dalam suatu catatan
yang di peroleh dari khalifah Ali adalah bahwa Marwan pergi ke Syam
untuk bertemudengan Muawiyah dengan membawa barang bukti berupa
jubah khalifah Utsman yang berlumur darah.Penolakan Muawiyah bin
Abi Sufyan dan sekutunya terhadap Ali bin Abi Thalib menimbulkan
konflik yang berkepanjangan antara kedua belah pihak yang berujung
pada pertempuran di Shiffin dan dikenal dengan perang Sifin,
Pertempuran ini terjadi di antara dua kubu yaitu, Muawiyah bin Abu
Sufyan (sepupu dari Usman bin Affan) dan Ali bin Abi Talib di
tebing Sungai Furat yang kini terletak di Syria (Syam) pada 1
Shafar tahun 37 H/657 M[2][3]. Muawiyah tidak menginginkan adanya
pengangkatan kepemimpinan umat Islam yang baru.Beberapa saat
setelah kematian khalifah Utsman bin Affan, masyarakat muslim baik
yang ada di Madinah , Kuffah, Bashrah dan Mesir telah mengangkat
Ali bin Abi Thalibsebagai khalifah pengganti Utsman. Kenyataan ini
membuat Muawiyah tidah punya pilihan lain, kecuali harus mengikuti
khalifah Ali bin Abi Thalib dan tunduk atas segala perintahnya.
Muawiyah menolak kepemimpinan tersebut juga karena ada berita bahwa
Ali akan mengeluarkan kebijakan baru untuk mengganti seluruh
gubernur yang diangkat Utsman bin Affan.Muawiyah mengecamagar tidak
mengakui (baiat) kekuasaan Ali bin Abi Thalib sebelum Ali berhasil
mengungkapkan tragedi terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan, dan
menyerahkan orang yang dicurigai terlibat pembunuhantersebut untuk
dihukum. Khalifah Ali bin Abi Thalib berjanji akan menyelesaikan
masalah pembunuhan itu setelah ia berhasil menyelesaikan situasi
dan kondisi di dalam negeri. Kasus itu tidak melibatkan sebagian
kecil individu, juga melibatkan pihak dari beberapa daerahnya
seperti Kuffah, Bashra[3][4] dan Mesir.Permohonan atas penyelesaian
kasus terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan ternyata juga datang
dari istri Nabi Muhammad saw, yaitu Aisyah binti Abu Bakar. Siti
Aisyah mendapat penjelasan tentang situasi dan keadaan politik di
ibukota Madinah, dari shahabat Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair
ketika bertemu di Bashrah. Para shahabat menjadikan Siti Aisyah
untuk bersikap sama, untuk penyelesaian terbunuhnya khalifah Utsman
bin Affan, dengan alasan situasi dan kondisi tidak memungkinkan di
Madinah.Disamping itu, khalifah Ali bin Abi Thalib tidak
menginginkan konflik yang lebih luas dan lebar lagi.Akibat dari
penanganan kasus terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan, munculah
isu bahwa khalifah Ali bin Abi Thalib sengaja mengulur waktu karena
punya kepentingan politis untuk mengeruk keuntungan dari krisis
tersebut. Bahkan Muawiyah menuduh Ali bin Abi Thalib berada di
balik kasus pembunuhan tersebut.Tuduhan ini tentu saja tuduhan yang
tidak benar, karena justru pada saat itu Sayidina Ali dan kedua
putranya Hasan dan Husein serta para shahabat yang lain berusaha
dengan sekuat tenaga untuk menjaga dan melindungi khalifah Utsman
bin Affan dari serbuan massa yang mendatangi kediaman
khalifah.Sejarah mencatat justru keadaan yang patut di curigai
adalah peran dari kalangan pembesar istana yang berasal dari
keluarga Utsman dan Bani Umayyah. Pada peristiwa ini tidak terjadi
seorangpun di antara mereka berada di dekat khalifah Utsman bin
Affan dan mencoba memberikan bantuan menyelesaikan masalah yang
dihadapi khalifah.Dalam menjalankan roda pemerintahannya, kalifah
Utsman bin Affan banyak menunjuk para gubernur di daerah yang
berasal dari kaum kerabatnya sendiri. Salah satu gubernur yang ia
tunjuk adalah gubernur Mesir, Abdullah Saad bin Abi Sarah. Gubernur
Mesir ini di anggap tidak adil dan berlaku sewenang-wenang terhadap
masyarakat Mesir. Ketidak puasan ini menyebabkan kemarahan di
kalangan masyarakat sehingga mereka menuntut agar Gubernur Abdullah
bin Saad segera di ganti. Kemarahan para pemberontak ini semakin
bertambah setelah tertangkapnya seorang utusan istana yang membawa
surat resmi dari khalifah yang berisi perintah kepada Abdullah bin
Saad sebagai gubernur Mesir untuk membunuh Muhammad bin Abu Bakar.
Atas permintaan masyarakat Mesir, Muhammad bin Abu Bakar diangkat
untuk menggantikan posisi gubernur Abdulah bin Saad yang juga
sepupu dari khalifah Utsman bin Affan.Tertangkapnya utusan pembawa
surat resmi ini menyebabkan mereka menuduh khalifah Utsman bin
Affan melakukan kebajikan yang mengancam nyawa para shahabat. Umat
Islam Mesir melakukan protes dan demonstrasi secara massal menuju
rumah khalifah Utsman bin Affan. Mereka juga tidak menyenangi atas
sistem pemerintahan yang sangat sarat dengan kolusi dan nepotisme.
Keadaan ini menyebabkan mereka bertambah marah dan segera menuntut
khalifah Utsman bin Affan untuk segera meletakkan
jabatan.Persoalan-persoalan yang dihadapi oleh khalifah Utsmanbin
Affan semakin rumit dan kompleks, sehingga tidak mudah untuk di
selesaikan secepatnya. Massa yang mengamuk saat itu tidak dapat
menahan emosi dan langsung menyerbu masuk kedalam rumah khalifah,
sehingga khalifah Utsman terbunuh dengan sangat mengenaskan.Ada
beberapa gubernur yang diganti semasa kepemimpinan khalifah Ali,
antara lain Muawiyah bin Abi Sufyan sebagai gubernur Syam yang
diganti dengan Sahal bin Hunaif. Pengiriman gubernur baru ini di
tolak Muawiyah bin Abi Sufyan serta masyarakat Syam. Pendapat
khalifah Ali bin Abi Thalib tentang pergantian dan pemecatan
gubernur ini berdasarkan pengamatan bahwa segala kerusuhan dan
kekacauan yang terjadi selama ini di sebabkan karena ulah Muawiyah
dan gubernur-gubernur lainnya yang bertindak sewenang-wenang dalam
menjalankan pemerintahannya. Begitu juga pada saat peristiwa
terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan disebabkan karena kelalaian
mereka.
1.2Usaha Untuk Memperoleh KekuasaanWafatnya khalifah Ali bin Abi
Thalib pada tanggal 21 Ramadhan tahun40 H/661 M, karena terbunuh
oleh tusukan pedang beracun saat sedang beribadah di masjid Kufah,
oleh kelompok khawarij[4][5] yaitu Abdurrahman bin Muljam,
menimbulkan dampak politis yang cukup berat bagi kekuatan umat
Islam khususnya para pengikut setia Ali (Syiah). Oleh karena itu,
tidak lama berselang umat Islam dan para pengikut Ali bin Abi
Thalib melakukan sumpah setia (baiat) atas diri Hasan bin Ali untuk
di angkat menjadi khalifah pengganti Ali bin Abi Thalib.Proses
penggugatan itu dilakukan dihadapan banyak orang. Mereka yang
melakukan sumpah setia ini (baiat) ada sekitar 40.000 orang jumlah
yang tidak sedikit untuk ukuran pada saat itu. Orang yang pertama
kali mengangkat sumpah setia adalah Qays bin Saad, kemudian diikuti
oleh umat Islam pendukung setia Ali bin Abi Thalib.Pengangkatan
Hasan bin Ali di hadapan orang banyak tersebut ternyata tetap saja
tidak mendapat pengangkatan dari Muawiyah bin Abi Sufyan dan para
pendukungnya. Dimana pada saat itu Muawiyyah yang menjabat sebagai
gubernur Damaskus juga menobatkan dirinya sebagai khalifah. Hal ini
disebabkan karena Muawiyah sendiri sudah sejak lama mempunyai
ambisi untuk menduduki jabatan tertinggi dalam dunia Islam.Namun
Al-Hasan sosok yang jujurdan lemah secara politik. Ia sama sekali
tidak ambisius untuk menjadi pemimpin negara. Ia lebih memilih
mementingkan persatuan umat. Hal ini dimanfaatkan oleh muawiyah
untuk mempengaruhi massa untuk tidak melakukan baiat terhadap hasan
Bin ali. Sehingga banyak terjadi permasalahan politik, termasuk
pemberontakan pemberontakan yang didalangi oleh Muawiyah bin Abi
Sufyan. Oleh karena itu, ia melakukan kesepakatan damai dengan
kelompok Muawiyah dan menyerahkan kekuasaannya kepada Muawiyah pada
bulan Rabiul Awwal tahun 41 H/661. Tahun kesepakatan damai antara
Hasan dan Muawiyah disebutAam Jamaahkarena kaum muslimn sepakat
untuk memilih satu pemimpin saja, yaitu Muawiyah ibn Abu
Sufyan.Menghadapi situasi yang demikian kacau dan untuk
menyelesaikan persoalan tersebut, khalifah Hasan bin Ali tidak
mempunyai pilihan lain kecuali perundingan dengan pihak Muawiyah.
Untukitu maka di kirimkan surat melalui Amr bin Salmah Al-Arhabi
yang berisi pesan perdamaian.Dalam perundingan ini Hasan bin Ali
mengajukan syarat bahwa dia bersedia menyerahkan kekuasaan pada
Muawiyah dengan syarat antaralain:1. Muawiyah menyerahkan harat
Baitulmal kepadanya untuk melunasi hutang-hutangnya kepada pihak
lain.2. Muawiyah tak lagi melakukan cacian dan hinaan terhadap
khalifah Ali bin Abi Thalib beserta keluarganya.3. Muawiyah
menyerahkan pajak bumi dari Persia dan daerah dari Bijinad kepada
Hasan setiap tahun.4. Setelah Muawiyah berkuasa nanti, maka masalah
kepemimpinan (kekhalifahan) harus diserahkan kepada umat Islam
untuk melakukan pemilihan kembali pemimpin umat Islam.5. Muawiyah
tidak boleh menarik sesuatupun dari penduduk Madinah, Hijaz, dan
Irak. Karena hal itu telah menjadi kebijakan khalifah Ali bin Abi
Thalib sebelumnya.
Untuk memenuhi semua persyaratan, Hasan bin Ali mengutus seorang
shahabatnya bernama Abdullah bin Al-Harits bin Nauval untuk
menyampaikan isi tuntutannya kepada Muawiyah. Sementara Muawiyah
sendiri untuk menjawab dan mengabulkan semua syarat yang di ajukan
oleh Hasan mengutus orang-orang kepercayaannyaseperti Abdullah bin
Amir bin Habib bin Abdi Syama.Setelah kesepakatan damai ini,
Muawiyah mengirmkan sebuah surat dan kertas kosong yang dibubuhi
tanda tanggannya untuk diisi oleh Hasan. Dalam surat itu ia menulis
Aku mengakui bahwa karena hubungan darah, Anda lebih berhak
menduduki jabatan kholifah. Dan sekiranya aku yakin kemampuan Anda
lebih besar untuk melaksanakan tugas-tugas kekhalifahan, aku tidak
akan ragu berikrar setia kepadamu.Itulah salah satu kehebatan
Muawiyah dalam berdiplomasi. Tutur katanya begitu halus, hegemonik
dan seolah-olah bijak. Surat ini salah satu bentuk diplomasinya
untuk melegitimasi kekuasaanya dari tangan pemimpin
sebelumnya.Penyerahan kekuasaan pemerintahan Islam dari Hasan ke
Muawiyah ini menjadi tonggak formal berdirinya kelahiran Dinasti
Umayyah di bawah pimpinan khalifah pertama, Muawiyah ibn Abu
Sufyan.Proses penyerahan dari Hasan bin Ali kepada Muawiyah bin Abi
Sufyan dilakukan di suatu tempat yang bernama Maskin dengan
ditandai pengangkatan sumpah setia. Dengan demikian, ia telah
berhasil meraih cita-cita untuk menjadi seorang pemimpin umat Islam
menggantikan posisi dari Hasan bin Ali sebagai khalifah.Meskipun
Muawiyah tidak mendapatkan pengakuan secara resmi dari warga kota
Bashrah, usaha ini tidak henti-hentinya dilakukan oleh Muawiyah
sampai akhirnya secara defacto dan dejure jabatan tertinggi umat
Islam berada di tangan Muawiyah bin Abi Sufyan.Dengan demikian
berdirilah dinasti baru yaitu Dinasti Bani Umayyah (661-750 M) yang
mengubah gaya kepemimpinannya dengan cara meniru gaya kepemimpinan
raja-raja Persia dan Romawi berupa peralihan kekuasaan kepada
anak-anaknya secara turun temurun. Keadaan ini yang menandai
berakhirnya sistem pemerintahan khalifah yang didasari asas
demokrasi untuk menentukan pemimpin umat Islam yang menjadi pilihan
mereka. Pada masa kekuasaan Bani umayyah ibukota Negara dipindahkan
muawiyah dari Madinah ke Damaskus, tempat Ia berkuasa Sebagai
gubernur Sebelumnya.[5][6]Namun perlawanan terhadap bani Umayyah
tetap terjadi, perlawanan ini dimulai oleh Husein ibn Ali, Putra
kedua Khalifah Ali bin Abi Thalib. Husein menolak melakukan baiat
kepada Yazid bin Muawiyah sebagai khalifah ketika yazid naik tahta.
Pada tahun 680 M, ia pindah dari Mekah ke Kufah atas permintaan
golongan syiahyang ada di Irak. Umat islam Di daerah ini tidak
mrngakui Yazid. Mereka Mengangkat Husein sebagai Khalifah. Dalam
pertempuran yang tidak seimbang di Karbela, sebuah daerah di dekat
Kufah, tentara Husein kalah dan Husein sendiri mati terbunuh.
Kepalanya dipengal dan dikirim ke damaskus, sedang tubuhnya dikubur
di Karbela.[6][7]
B.Pola Pemerintahan Dinasti Bani UmayyahAku tidak akan
menggunakan pedang ketika cukup mengunakan cambuk, dan tidak akan
mengunakan cambuk jika cukup dengan lisan. Sekiranya ada ikatan
setipis rambut sekalipun antara aku dan sahabatku, maka aku tidak
akan membiarkannya lepas. Saat mereka menariknya dengan keras, aku
akan melonggarkannya, dan ketika mereka mengendorkannya, aku akan
menariknya dengan keras. (Muawiyah ibn Abi Sufyan).[7][8]Pernyataan
di atas cukup mewakili sosok Muawiyah ibn Abi Sufyan. Ia cerdas dan
cerdik. Ia seorang politisi ulung dan seorang negarawan yang mampu
membangunperadaban besar melalui politik kekuasaannya. Ia pendiri
sebuah dinasti besar yang mampu bertahan selama hampir satu abad.
Dia lah pendiri Dinasti Umayyah, seorang pemimpin yang paling
berpengaruh pada abad ke 7 H.Di tangannya, seni berpolitik
mengalami kemajuan luar biasa melebihi tokoh-tokoh muslim lainnya.
Baginya, politik adalah senjata maha dahsyat untuk mencapai ambisi
kekuasaaanya. Ia wujudkan seni berpolitiknya dengan membangun
Dinasti Umayyah.Gaya dan corak kepemimpinan pemerintahan Bani
Umayyah (41 H/661 M) berbeda dengan kepemimpinan masa-masa
sebelumnya yaitu masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Pada masa
pemerintahan Khulafaur Rasyidin dipilih secara demokratis dengan
kepemimpinan kharismatik yang demokratis sementara para penguasa
Bani Umayyah diangkat secara langsung oleh penguasa sebelumnya
dengan menggunakan sistem Monarchi Heredities, yaitu kepemimpinan
yang di wariskan secara turun temurun. Kekhalifahan Muawiyyah
diperoleh melalui kekerasan, diplomasi dan tipu daya, tidak dengan
pemilihan atau suara terbanyak. Suksesi kepemimpinan secara turun
temurun dimulai ketika Muawiyyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk
menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid. Muawiyah bermaksud
mencontoh Monarchi di Persia dan Binzantium. Dia memang tetap
menggunakan istilah Khalifah, namun dia memberikan interprestasi
baru dari kata-kata itu untuk mengagungkan jabatan tersebut[8][9].
Dia menyebutnya Khalifah Allah dalam pengertian Penguasa yang di
angkat oleh Allah.[9][10]Karena proses berdirinya pemerintahan Bani
Umayyah tidak dilakukan secara demokratis dimana pemimpinnya
dipilih melalui musyawarah, melainkan dengan cara-cara yang tidak
baik dengan mengambil alih kekuasaan dari tangan Hasan bin Ali (41
H/661M) akibatnya, terjadi beberapa perubahan prinsip dan
berkembangnya corak baru yang sangat mempengaruhi kekuasaan dan
perkembangan umat Islam. Diantaranya pemilihan khalifah dilakukan
berdasarkan menunjuk langsung oleh khalifah sebelumnya dengan cara
mengangkat seorang putra mahkota yang menjadi khalifah
berikutnya.Orang yang pertama kali menunjuk putra mahkota adalah
Muawiyah bin Abi Sufyan dengan mengangkat Yazib bin Muawiyah. Sejak
Muawiyah bin Abi Sufyan berkuasa (661 M-681 M), para penguasa Bani
Umayyah menunjuk penggantinya yang akan menggantikan kedudukannya
kelak, hal ini terjadi karena Muawiyah sendiri yang mempelopori
proses dan sistem kerajaan dengan menunjuk Yazid sebagai putra
mahkota yang akan menggantikan kedudukannya kelak. Penunjukan ini
dilakukan Muawiyah atas saran Al-Mukhiran bin Sukan, agar terhindar
dari pergolakan dan konflik politikintern umat Islam seperti yang
pernah terjadi pada masa-masa sebelumnya.Sejak saat itu, sistem
pemerintahan Dinasti Bani Umayyah telah meninggalkan tradisi
musyawarah untuk memilih pemimpin umat Islam. Untuk mendapatkan
pengesahan, para penguasa Dinasti Bani Umayyah kemudian
memerintahkan para pemuka agama untuk melakukan sumpah setia
(baiat) dihadapan sang khalifah. Padahal, sistem pengangkatan para
penguasa seperti ini bertentangan dengan prinsip dasar demokrasi
dan ajaran permusyawaratan Islam yang dilakukan Khulafaur
Rasyidin.Selain terjadi perubahan dalm sistem pemerintahan, pada
masa pemerintahan Bani Umayyah juga terdapat perubahan lain
misalnya masalah Baitulmal. Pada masa pemerintahan Khulafaur
Rasyidin, Baitulmal berfungsi sebagai harta kekayaan rakyat, dimana
setiap warga Negara memiliki hak yang sama terhadap harta tersebut.
Akan tetapi sejak pemerintahan Muawiyah bin Abi Sufyan, Baitulmal
beralih kedudukannya menjadi harta kekayaan keluarga raja seluruh
penguasa Dinasti Bani Umayyah kecuali Umar bin Abdul Aziz (717-729
M). Berikut nama-nama ke 14 khalifah Dinasti Bani Umayyah yang
berkuasa:1. Muawiyah bin Abi Sufyan (41-60 H/661-680 M)2. Yazid bin
Muawiyah (60-64 M/680-683 M)3. Muawiyah bin Yazid (64-64 H/683-683
M)4. Marwan bin Hakam (64-65 H/683-685 M)5. Abdul Malik bin Marwan
(65-86 H/685-705 M)6. Walid bin Abdul Malik (86-96 H/705-715 M)7.
Sulaiman bin Abdul Malik (96-99 H/715-717 M)8. Umar bin Abdul Aziz
(99-101 H/717-720 M)9. Yazid bin Abdul Malik (101-105 H/720-724)10.
Hisyam bin Abdul Malik (105-125 H/724-743 M)11. Walid bin Yazid
(125-126 H/743-744 M)12. Yazid bin Walid (126-127 H/744-745 M)13.
Ibrahim bin Walid (127-127 H/745-745 M)14. Marwan bin Muhammad
(127-132 H/745-750 M)[10][11]
C.Masa Pemerintahan Umar ibn Abdul AzizUmar ibn Abdul Aziz
adalah putra saudara Sulayman, yaitu Abdul Aziz. Umar pantas diberi
gelar khalifah kelima khulafaur rasyidin karena kesholihan dan
kemulyaannya. Sebelum ia diangkat menjadi khalifah Dinasti Umayyah
kedelapan, ia seorang yang kaya raya dan hidup dalam kemegahan. Ia
suka berpoya-poya dan menghambur-hamburkan uang. Namun setelah
diangkat menjadi khalifah, ia berubah total menjadi seorang raja
yang sangat sederhana, adil dan jujur.[11][12] Karena
kesholihannya, ia dianggap sebagai seorang sufistik pada jamannya.
Ia juga disebut sebagai pembaharu islam abad kedua
hijriyah.Walaupun masa pemerintahnnya relatif singkat, yaitu
sekitar tiga tahunan, namun banyak perubahan yang ia lakukan.
Diantaranya, ia melakukan komunikasi politik dengan semua kalangan,
termasuk kaum Syiah sekalipun. Ini tidak dilakukan oleh
saudara-saudaranya sesama raja dinasti Umayyah. Ia banyak
menghidupkan tanah-tanah yang tidak produktif, membangun
sumur-sumur dan masjid-masjid. Yang tidak kalah pentingnya, ia juga
melakukan reformasi sistem zakat dan sodaqoh, sehingga pada
jamannya tidak ada lagi kemiskinan.[12][13]Pada masa
pemerintahnnya, tidak ada perluasan daerah yang berarti.
Menurutnya, ekspansi islam tidak harus dilakukan dengan cara
imprealisme militer, tapi dengan cara dakwah. Dia juga memberi
kebebasan kepada penganut agama lain sesuai dengan keyakinan dan
kepercayaannya. Pajak diperingan,kedudukanmawalidisejajarkan dengan
muslim Arab.Umar mangkat dari jabatannya pada tahun 101 H/719 M
dengan meninggalkan karakter pemerintahan yang adil dan bijaksana
terhadap semua golongan dan agama. Penerusnya nanti justru
berbanding terbalik dengan karakter kepemimpinannya.
D.Ekspansi Wilayah Dinasti Bani UmayyahEkspansi yang terhenti
pada masa khalifah Usman dan Ali, dilanjutkan kembali oleh dinasti
ini. Di zaman Muawiyah,Tuniasia dapat ditaklukan. Disebelah timur,
Muawiyah dapat menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai oxus dan
Afghanistan sampai ke Kabul. Angkatan lautnya melakukan
serangan-serangan ke Ibukota Binzantium, Konstantinopel.ekspansi ke
timur yang dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh khalifah
Abd al-Malik. Ia mengirim tentara menyebrangi sungai Oxus dan dapat
berhasil menundukkan Balkh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan
Markhand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat menguasai
Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke
Maltan.[13][14]Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan
di zaman Walid ibn Abdul Malik. Masa pemerintahan Walid adalah masa
ketentraman, kemakmuran, dan ketertiban. Umat Islam mersa hidup
bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih
sepuluh tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika
Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711
M. setelah al-Jajair dan Marokko dapat ditaklukan, Tariq bin ziyad,
pemimpin pasukan Islam,menyeberangi selat yang memisahkan antara
Marokko dengan benua Eropa, dan mendapat di suatu tempat yang
sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Tariq). Tentara
Spanyol dapat ditaklukkan. Dengan demikian Spanyol menjadi sasaran
ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Kordova, dengan cepat
dikuasai. Menyusul kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan
Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya
Kordova[14][15]. Pada saat itu, pasukan Islam memperoleh kemenangan
dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang
sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa.Di zaman Umar bin
Abdul Aziz, serangan dilakukan ke Prancis melalui pegunungan
Piranee. Serangan ini dipimpin oleh Abdurahman ibn Abdullah
al-Ghafiqi. Ia mulai menyerang Bordeau, Poitiers. Dari sana ia
menyerang Tours. Namun dalam peperangan di luar kota Tours,
al-Qhafii terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol.
Disamping daerah-daerah tersebut pulau-pulau yang terdapat di Laut
Tengah juga jatuh ke tangan Islam di zaman Bani Umayyah.Dengan
keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah baik di Timur maupun
Barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah sangat luas.
Daerah-daerah tersrebut meliputi: Spanyol, Afrika Utara, Syria,
Palestina, jazirah Arabia, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia,
Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Purkmenia, Uzbek
dan Kirgis di Asia Tengah (Nasution, 1985:62).
E.Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Bani UmayyahDinasti Umayyah
telah mampu membentuk perdaban yang kontemporer dimasanya, baik
dalam tatanan sosial, politik, ekonomi dan teknologi. Berikut
Prestasi bagi peradaban Islam dimasa kekuasaan Bani Umayah didalam
pembangunan berbagai bidang antara lain:Masa kepemimpinan Muawiyah
telah mendirikan dinas pos dan tempat-tempat dengan menyediakan
kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang
jalan.Menertibkan angkatan bersenjata.Pencetakan mata uang oleh
Abdul Malik, mengubah mata uang Byzantium dengan Persia yang
dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam.Mencetak mata uang
sendiri tahun 659 M dengan memakai kata dan tulisan Arab.Jabatan
khusus bagi seorang Hakim ( Qodli) menjadi profesi sendiri
.Keberhasilan kholifah Abdul Malik melakukan pembenahan-pembenahan
administrasi pemerintahan Islam dan memberlakukan bahasa Arab
sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam.
Keberhasilannya diikuti oleh putranya Al-Walid Ibnu Abdul Malik
(705 719 M) yang berkemauan keras dan berkemampuan melaksanakan
pembangunan.Membangun panti-panti untuk orang cacat. Dan semua
personil yang terlibat dalam kegiatan humanis di gaji tetap oleh
Negara.Membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah
dengan daerah lainnya.Membangun pabrik-pabrik, gedung-gedung
pemerintahan, dan masjid-masjid yang megah.Hadirnya Ilmu Bahasa
Arab, Nahwu, Sharaf, Balaghah, bayan, badi, Istiarah dan
sebagainya. Kelahiran ilmu tersebut karena adanya kepentingan
orang-orang Luar Arab (Ajam) dalam rangka memahami sumber-sumber
Islam (Al-quran dan Al-sunnah).Pengembangan di ilmu-ilmu agama,
karena dirasa penting bagi penduduk luar jazirah Arab yang sangat
memerlukan berbagai penjelasan secara sistematis ataupun secara
kronologis tentang Islam. Diantara ilmu-ilmu yang berkembang yakni
tafsir, hadis, fiqih, Ushul fiqih, Ilmu Kalam dan Sirah/Tarikh.
Asy-Syakhsiyyah al-Islmiyyah, jilid I, karya Syaikh Taqiyuddin
an-Nabhani, dalam bab, Srah wa at-Trkh, yang didukung dengan
penelaahan atas sejumlah kitab yang lain.
BANI ABBASIYAHA. Sejarah Berdirinya Bani AbbasiyahDinasti
Abbasiyah didirikan pada tahun 132 H/750 M oleh Abul Abbas
Ash-shaffah, dan sekaligus sebagai khalifah pertama. Kekuasaan Bani
Abbas melewati rentang waktu yang sangat panjang, yaitu lima abad
dimulai dari tahun 132-656 H/750-1258 M. Berdirinya pemerintahan
ini dianggap sebagai kemenangan pemikiran yang pernah
dikumandangkan oleh bani Hasyim (alawiyun ) setelah meninggalnya
Rasulullah dengan mengatakan bahwa yang berhak berkuasa adalah
keturunan Rasulullah dan anak-anaknya.Kelahiran bani Abbasiyah erat
kaitannya dengan gerakan oposisi yang di lancarkan oleh golongan
syi'ah terhadap pemerintahanBani Umayyah. Golongan Syi'ahselama
pemerintahan Bani Umayyah merasa tertekan dan tersingkirkarena
kebijakan-kebijakan yang di ambil pemerintah. Hal ini bergejolak
sejak pembunuhan terhadap Husein Bin Ali dan pengikutnya di
Karbela.Gerakan oposisi terhadap Bani Umayyah dikalangan orang
syi'ah dipimpin oleh Muhammad Bin Ali, ia telah di bai'ah oleh
orang-orang syi'ah sebagai imam. Tujuan utama dari perjuangan
Muhammad Bin Ali untuk merebut kekuasaan dan jabatan khalifah dari
tangan Bani Umayyah, karena menurut keyakinan orang syi'ah
keturunan Bani Umayyah tidak berhak menjadi imam atau khalifah,
yang berhak adalah keturunan dari Ali Bin Abi Thalib, sedangkan
bani umayyah bukan berasal dari keturunan Ali Bin Abi Thalib. Pada
awalnyagolongan ini memakai nama Bani Hasyim, belum menonjolkan
nama Syi'ah atau Bani Abbas, tujuannya adalah untuk mencari
dukungnanmasyarakat. Bani Hasyim yang tergabung dalam gerakan ini
adalah keturunan Ali Bin Abi Thalib dan Abbas Bin Abdul Muthalib.
Keturunan ini bekerjasama untuk menghancurkan Bani Umayyah.Strategi
yang digunakan untuk menggulingkan Bani Umayyah ada dua tahap
:Gerakan secara rahasiaPropoganda Abbasiyah dilaksakan dengan
strategi yang cukup matang sebagai gerakan rahasia, akan tetapi
Imam Ibrahim pemimpin abbasiyah yang berkeinginan mendirikan
kekuasaan Abbasiyah, gerakannya diketahui oleh khalifah Umayyah
terakhir, Marwan bin Muhammad. Ibrahim akhirnya tertangkap oleh
pasukan dinasti umayyah dan dipenjarakan di Haran sebelum akhirnya
di eksekusi. Ia mewasiatkan kepada adiknya Abul Abbas untuk
menggantikan kedudukannya ketika ia telah mengetahui bahwa ia akan
di eksekusi dan memerintahkan untuk pindah ke kuffah.Tahap
terang-terangan dan terbuka secara umumTahap ini dimulai setelah
terungkap surat rahasia Ibrahim bin Muhammad yang ditujukan kepada
Abu Musa Al-Khurasani Agar membunuh setiap orang yang berbahasa
Arab di Khurasan. Setelah khalifah Marwan bin Muhammad mengetahi
isi surat rahasia tersebut ia menangkap Ibrahim bin Muhammad dan
membunuhnya. Setelah itu pimpinan gerakan oposisi dipegang oleh
Abul Abbas Abdullah bin Muhammad as-saffah, saudara Ibrahim bin
Muhammad.Abul Abbas sangat beruntung, karena pada masanya
pemerintahan Marwan bin Muhammad telah mulai lemah dan sebaliknya
gerakan oposisi semakin mendapat dukungan dari rakyat dan bertambah
luas pengaruhnya. Keadaan ini tambah mendorong semangat Abul Abbas
untukmenggulingkan khalifah Marwan bin Muhammad dari jabatannya.
Untuk maksud tersebut Abul Abbas mengutus pamannya Abdullah bin Ali
untuk menumpas pasukan Marwan bin Muhammad. Pertempuran terjadi
antara pasukan yang dipimpin oleh khalifah Marwan bin Muhammad
dengan pasukan Abdullah bin Ali di tepi sungai Al-Zab Al-Shagirdi,
Iran. Marwan bin Muhammad terdesak dan melarikan diri ke Mosul,
kemudian ke palestina, Yordania dan terakhir di Mesir. Abdullah bin
Ali terus mengejar pasukan Marwan bin Muhammad sampai ke Mesir dan
akhirnya terjadi pertempuran disana. Marwan bin Muhammad pun
akhirnya tewas karena pasukannya sudah sangat lemah yaitu pada
tanggal 27 Zulhijjah 132 H/750 M. Pada tahun 132 H/ 750 M Abul
Abbas Abdullah bin Muhammad diangkat dan di bai'ah menjadi khalifah
, dalam pidato pembiatan tersebut , ia antara lain mengatakan "saya
berharap semoga pemerintahan kami( Bani Abbas ) akan mendatangkan
kebaikan dan kedamaian pada kalian. Wahai penduduk koufah, bukan
intimidasi, kezaliman, malapetaka dan sebagainya. Keberhasilan kami
besertaahlul Baitadalah berkat pertolongan Allah SWT. Hai penduduk
koufah, kalian adalah tumpuan kasih sayang kami, kalian tidak
pernah berubah dalam pandangan kami, walaupun penguasa yang zalim (
Bani Umayyah ) telah menekan dan menganiaya kalian. Kalian telah
dipertemukan oleh Allah dengan Bani Abbas, maka jadilah kalian
orang-orang yang berbahagia dan yang paling kami muliakan.....
ketahuilah, hai penduduk koufah, saya adalahal-saffah".Setelah Abul
Abbas resmi menjadi khalifah ia tidak lagi mengambil Damaskus
sebagai pusat pemerintahan tetapi ia memilih Koufah sebagai pusat
pemerintahannya, dengan beberapa pertimbangan sebagai
berikut:1)Para pendukung Bani Umayyah masih banyak yang tinggal di
Damaskus2)Kota Koufah jauh dari Persia, walaupun orang-orang Persia
merupakan tulang punggungBaniAbbas dalam menggulingkan Bani
Umayyah3)Kota Damaskus terlalu dekat dengan wilayah kerajaan
Bizantium yang merupakan ancaman bagi pemerintahannnya, akan tetapi
pada masa pemerintahan khalifah Al-Mansur (754-775 M ) dibangun
kota Baghdad sebagai ibu kota Dinasti Bani Abbas yang baru.B. Masa
kekuasaan Bani AbbasiyahSelama dinasti Bani Abbasiyah berdiri pola
pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan
politik, sosial, dan budaya. Berdasarkan pola pemerinthan itu, para
sejarawan biasanya membagi kekuasaan Bani Abbasiyah pada empat
periode :Masa Abbasiyah I, yaitu semenjak lahirnya dinasti
Abbasiyah tahun 132 H/750 M sampai meninggalnya khalifah Al-Watsiq
232 H/847 M.Masa Abbasiayah II, yaitu mulai khalifah Al-Mutawakkil
pada tahun 232 H/847 M sampai berdirinya Daulah Buwaihiyah di
Baghdad tahun 334 H/946 M.Masa Abbasiyah III, yaitu dari berdirinya
Daulah Buwaihiyah tahun 334 H/946 M sampai masuknya kaum Saljuk ke
Baghdad Tahun 447 H/1055 MMasa Abbasiyah IV, yaitu masuknya kaum
saljuk di Baghdad tahun 447 H/1055 M sampai jatuhnya Baghdad
ketangan bangsa Mongol dibawah pimpinan Hulagu Khan pada tahun 656
H/1258 M.
1)Masa Abbasiyah I ( 132 H/750 M-232 H/847 M )Masa ini diawali
sejak Abul Abbas menjadi khalifah dan berlangsung selama satu abad
hingga meninggalnya khalifah Al-Watsiq. Periode ini dianggap
sebagai zaman keemasan Bani Abbasiyah. Hal ini disebabkan karena
keberhasilannya memperluas wilayah kekuasaan.Wilayah kekuasaannya
membentang dari laut Atlantik hingga sungai Indus dan dari laut
Kaspia hingga ke sungai Nil. Pada masa ini ada sepuluh orang
khalifah yang cukup berprestasi dalam penyebaran Islam mereka
adalah khalifah Abul Abbas ash-shaffah(750-754 M), Al-Mansyur (
754-775 M), Al-Mahdi (775-785 M), Al-Hadi (785-786 M), Harun
Al-Rasyid (786-809 M), Al-Amin (809 M), Al-Ma'mun (813-833 M),
Ibrahim (817 M), Al-Mu'tasim (833-842 M), dan Al-Wasiq (842-847
M).2)Masa Abbasiyah II ( 232 H/847 M-334 H/946 M)Periode ini
diawali dengan meninggalnya khalifah Al-Wasiq dan berakhir ketika
keluarga Buwaihiyah bangkit memerintah. Sepeninggal Al-Wasiq,
Al-Mutawakkil naik tahta menjadi khalifah, masa ini ditandai dengan
bangkitnya pengaruh Turki.Setelah Al-Mutawakkil meninggal dunia,
para jendral yang berasal dari Turki berhasil mengontrol
pemerintahan. Ada empat khalifah yang dianggap hanya sebagai simbol
pemerintahan dari pada pemerintahan yang efektif, keempat
pemerintahan itu adalah Al-Muntasir (861-862 M ), Al-Musta'in
(862-866 M), Al-Mu'taz (866-896 M), dan Al-Muhtadi (869-870 M).
Masa pemerintahan ini dinamakan masa disintegrasi, dan akhirnya
menjalar keseluruh wilayah sehinngga banyak wilayah yang memisahkan
diri dari wilayah Bani Abbas dan menjadi wilayah merdeka seperti
Spanyol, Persia, dan Afrika Utara.3)Masa Abbasiyah III (334 H/946 M
-447 H/1055 M)Masa ini ditandai dengan berdirinya Dinasti
Buwaihiyah, yaitu Pada masa ini jatuhnya Khalifah Al-Muktafi (946
M) sampai dengan khalifah Al-Qaim (1075 M). Kekuasaaan Buwaihiyah
sampai ke Iraq dan Persia barat, sementara itu Persia timur,
Transoxania, dan Afganistan yang semula dibawah kekuasaan Dinasti
Samaniah beralih kepada Dinasti Gaznawi. Kemudian sejak tahun 869
M, dinasti Fatimiyah berdiri di Mesir.Kekhalifahan Baghdad jatuh
sepenuhnya pada suku bangsa Turki. Untuk keselamatan, khalifah
meminta bantuan kepada Bani Buwaihiyah. Dinasti Buwaihiyah cukup
kuat dan berkuasa karena mereka masih menguasai Baghdad yang
merupakan pusat dunia islam dan menjadi kediaman KhalifahPada akhir
Abad kesepuluh, kedaulaulatan Bani Abbasiyah telah begitu lemah
hingga tidak memiliki kekuasaan diluar kota Baghdad. Kekuasaan Bani
Abbasiyah berhasil dipecah menjadi dinasti Buwaihiyah di Persia
(932-1055 M), dinasti Samaniyah di Khurasan (874-965 M), dinasti
Hamdaniayah di Suriah (924-1003 M), dinasti Umayyah di Spanyol
(756-1030 M), dinasti Fatimiyah di Mesir (969-1171 M), dan dinasti
Gaznawi di Afganistan (962-1187 M)
4)Masa Abbasiyah IV (447 H/1055 M -656 H/1258 M)Masa ini
ditandai dengan ketika kaum Seljuk menguasai dan mengambil alih
pemerintahan Abbasiyah. Masa seljuk berakhir pada tahun 656 H/1258
M, yaitu ketika tentara mongol menyerang serta menaklukkan Baghdad
dan hampir seluruh dunia Islam terutama bagian timur.C. Masa
Kejayaan Peradaban Bani AbbasiyahPada periode pertama pemerintahan
Bani Abbasiyah mencapai masa keemasan, secara politis para khalifah
memang orang-orang yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik
sekaligus Agama. Disisi lain kemakmuran masyarakat mencapai tingkat
tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi
perkembangan Filsafat dan ilmu pengetahan dalam Islam.Peradaban dan
kebudayyan Islam berkembang dan tumbuh mencapai kejayaan pada masa
Bani Abbasiyah. Hal tersebut dikarenakan pada masa ini Abbasiyah
lebih menekankan pada perkembangan peradaban dan kebudayaan Islam
dari pada perluasan wilayah. Disinilah letak perbedaan pokok
dinasti Abbasiyah dengan dinasti Umayyah.Puncak kejayaan dinasti
Abbasiyah terjadi pada masa khalifah Harun Al- Rasyid (786-809 M)
dan anaknya Al-Makmun (813-833 M). Ketika Al-Rasyid memerintah,
negara dalam keadaan makmur, kekayaan melimpah, keamanan terjamin
walaupun ada juga pemberontakan dan luas wilayahnya mulai dari
Afrika Utara sampai ke India.Lembaga pendidikan pada masa Bani
Abbasiyah mengalami perkembangan dan kemajuan yang sangat pesat,
hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, baik
sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku sejak Bani Umayyah,
maupun sebagai bahasa pengetahuan, selain itu juga ada dua hal yang
tidak terlepas dari kemajuan ilmu pengetahuan yaitu :a.Terjadinya
asimilasi antara bahasa Arab dengan bahasa bangsa lain yang telah
lebih dulu mengalami kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada
masa Bani Abbas, bangsa-bangsa non-Arab banyak yang masuk Islam.
Asimilasi berlangsung secara efektif dan bernilai guna.
Bangsa-bagssa itu memberi saham tertentu bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dalam Islam. Pengaruh Persia sangat kuat dalam bidang
ilmu pengetahuan. Disamping itu, bangsa Persia banyak berjasa dalam
perkembangan ilmu, filsafat, dan sastra. Pengaruh India terlihat
dari bidang kedokteran, ilmu matematika, dan astronomi. Sedangkan
pengaruh Yunani terlihat dari terjemahan-terjemahan di berbagai
bidang ilmu, terutama Filsafat.b.Gerakan penerjemahan berlangsung
selama tiga fase. Fase pertama, pada masa khalifah Al-Mansyur
hingga Hasrun Al-Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemah
adalah buku-buku dibidang ilmu Astronomi dan Mantiq. Fase kedua
terjadi pada masa khalifah Al-Makmun hingga tahun 300 H. Buku-buku
yang banyak diterjemah adalah bidang filsafat, dan kedokteran. Dan
pada fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah
adanya pembuatan kertas. Selanjutnya bidang-biadang ilmu yang
diterjemahkan semakin meluas.Di zaman khalifah Harun al- Rasyid
(786-809 H) adalah zaman yang gemilang bagi Islam. Zaman ini kota
baghdad mencapai puncak kemegahannya yang belum pernah dicapai
sebelumnya, Harun sangat cinta pada sastrawan, ulama, Filosof yang
datang dari segala penjuru ke Baghdad. Salah satu pendukung utama
tumbuh pesatnya ilmu pengetahuan tersebut adalah didirikannya
pabrik kertas di Baghdad. Orang Islam pada awalnya membawa kertas
dari Tiongkok, usaha pembuatan kertas erat kaitannya dengan
perkembangan Universitas Islam.Pabrik kertas ini memicu pesatnya
penyalinan dan pembuatan naskah-naskah, dimasa itu seluruh buku
ditulis tangan. Ilmu cetak muncul pada tahun 1450 M ditemukan oleh
gubernur di Jerman. Dikota-kota besar islam muncul toko-toko buku
yang sekaligus juga berfungsi sebagai sarana pendidikan dan
pengajaran non-formal.Popularitas Bani Abbasiyah ini juga ditandai
dengan kekayaan yang dimanfaatkan oleh khalifah Al-Rasyid untuk
keperluan sosial seperti Rumah sakit, lembaga pendidikan dokter,
dan faramasi didirikan, dan pada masannya telah ada sekitar 800
orang dokter, selain itu pemandian-pemandian umum didirikan.
Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan
kebudayaan serta kesusastraan berada pada zaman keemasannya. Pada
zaman inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negaraterkuat
dan tak tertandingi.Adapun ilmu pengetahuan yang berkembang pada
masa Bani Abbasiayah adalah sebagai berikut :Ilmu KedokteranPada
mulanya Ilmu Kedokteran telah ada pada saat Bani Umayyah, ini
terbukti dengan adannya sekolah tinggi kedokteran Yundisapur dan
Harran.. Dinasti Abbasiyah telah banyak melahirkan dokter terkenal
diantaranya sebagai berikutHunain Ibnu Ishaq (804-874 M) terkenal
segai dokter yang ahli dibidang mata dan penerjema buku-buku dari
bahasa asing ke bahasa Arab.Ar-Razi (809-1036 M) terkenal sebagai
dokter yang ahli dibidang penyakit cacar dan campak. Ia adalah
kepala dokter rumah sakit di Baghdad. Buku karangannya dbidang ilmu
kedokteran adalahAl-Ahwi.Ibnu Sina (980-1036 M), yang karyanya yang
terkenal adalahAl-Qanun Fi At-Tibbdan dijadikan sebagai buku
pedoman bagi Universitas di Eropa dan negara-negara Islam.Ibnu
Rusyd (520-595 M) terkenal sebagai dokter perintis dibidang
penelitian pembuluh darah dan penyakit cacar. Dll.Ilmu tafsirPada
masa ini muncul dua alirang yaitu ilmu tafsirAl-matsurdanTafsir Bir
ra'yi, aliran yang pertama lebih menekan pada ayat-ayat Al-Qur'an
dan Hadist dan pendapat tokoh-tokoh sahabat.Sedangkan aliran tafsir
yang kedua lebih menekan pada logika ( rasio ) dan Nash. Diantara
ulama tafsir yang terkenal pada masa ini adalah Ibnu Jarir
al-Thabari (w.310 H) dengan karangannyajami' al-bayan fi tafsir
Al-Qur'an, Al-Baidhawi dengan karangannyaMa'alim al-tanzil,
al-Zakhsyari dengan karyanyaal-kassyaf, Ar-Razi(865-925 M) dengan
karangannyaal-Tafsir al-Kabir, dan lain-lainnya.Ilmu HadistPada
masa pemerintahan khalifah Umar Bin Abdul Aziz (717-720 M) dari
Bani Umayyah sudah mulai usaha untuk mengumpulkan dan membukukan
Hadist. Akan tetapi perkembangan ilmu hadist yang paling menonjol
pada amasa Bani Abbasiyah, sebab pada masa inilah muncul
ulama-ulama hadist yang belum ada tandingannya sampai sekarang.
Diantara yang terkenal ialah Imam Bukhari(W.256 H) ia telah mampu
mangumpulkan sebanyak 7257 Hadist dan setelah diteliti terdapat
4000 hadist Shahih dari yang telah berhasil dikumpulkan oleh imam
Bukhari yang disusun dalam kitabnya Shahih Bukhari. Imam Muslim (
W. 251 H) terkenal sebagai seorang ulama hadist dengan
bukunyaShahih Muslim, buku karangan imam Bukhari dan Muslim diatas
lebih berpengaruh bagi umat Islam dari pada buku-buku hadist
lainnya, sepertiSunan Abu Daudoleh Abu Daud ( W.257 H)sunanAl-
Turmizioleh imam Al-Turmizi(W.287 H)Sunan Al-Nasa'ioleh Al-Nasa'i (
W.303 H) dansunan Ibnu-Majaholeh Imam Ibnu Majah ( W.275 H) keenam
buku hadist tersebut lebih dikenal dengan sebutanAl- Kutub
Al-Sittah.Ilmu KalamBukanlah hal yang berlebihan jika dikatakan
pada masa Bani Abbasaiyah merupakan dasar-dasar Ilmu Fiqh. Ilmu ini
disusun oleh ulama-ualama yang terkenal pada masa itu dan masih
besar pengaruhnya sampai sekarang, DiakalanganUlama Ahlu al-Sunnah
wal jamaah.Muncul Imam Abu Hanifah(810-150 H) yang lebih cendrung
memakai akal (rasio) dan Ijtihad, Imam Malik Bin Anas (93-179 H)
yang lebih cendrung memakai hadist dan menjauhi sampai batas
tertentu pemakaian Rasio, Imam Syafi'i (150-204 H) yang berusaha
mengkompromikan aliranAhl al-Ra'yi, denganAhl al-Hadistdalam Fiqh,
dan Imam Ahmad bin Hambal(164-241 H) yang merupakan tokoh aliran
Fiqh yang keras, ketat dan kurang luwes dari aliran-aliaran fiqh
yang lainnya. Buku karang mereka masih dapat kita temukan sampai
sekarang yaitual-muawatta,al-umm,al-risalah, dan sebagainya.Ilmu
TashawufDalam bidang ilmu Tashawuf juga muncul ulama-ulama yang
terkenal pada masa pemerintahn Daulah Bani Abbasiyah. Imam
Al-Ghazali sebagai seorang ulama sufi pada masa Daulah Bani
Abbasiyah meninggalkan karyanya yang masih beredar sampai sekarang
yaitu bukuIhya' Al-Din, yang terdiri dari lima jilid.Al-Hallaj
(858-922 M) menulis buku tentang Tashawuf yang
berjudulAl-Thawasshin,Al-Thusi menulis bukual-lam'u fi al-Tashawuf,
Al-Qusyairi (W. 465 H) dengan bukunyaal-risalat al-Qusyairiyat fi
il'm al-Tashawuf.Ilmu MatematikaTerjemahan dari bahasa asing ke
bahasa Arab menghasilkan karya dibidang matematika. Diantara ahli
matematika islam yang terkenal adalah Al-Khawarizmi, adalah seorang
pengarang kitabAl-Jabar wal Muqabalah(ilmu hitung) dan penemu angka
Nol. Tokoh lainnya adalah Abu Al-Wafa Muhammad Bin Muhammad Bin
Ismail Bin Al-Abbas terkenal sebagi ahli ilmu matematika.Ilmu
FarmasiDiantara ahli farmasi pada masa Bani Abbasiyah adalah Ibnu
Baithar, karyanya yang terkenal adalahAl-Mughni(berisi tentang
obat-obatan),jami' al-mufradat al-adawiyah(berisi tentang
obat-obatan dan makanan bergizi).Dan masih banyak lagi ilmu yang
berkembang pada masa Bani Abbasiyah berkuasa, hal ini terlihat
bahwa saat Khalifah Al-Mustansir (1226-1242 M) memerintah ia
mendirikan Universitas Mustansiriah di Baghdad yang dapat
dibanggakan karena telah mampu melampaui Universitas di Eropa.
Mereke mempunyai Fakultas-fakultas yang sempurna, mahaguru digaji
berdasarkan banyak mahasiswa yang terdapat dalam Fakultasnya,
setiap Mahasiswa dan Mahaguru mendapatkan satu dinar emas setiap
bulannya, dan rata-rata setiap Fakultas tidak ada yang kurang dari
3000 Mahasiswa didalamnya. Setiap Mahasiswa boleh makan ke dapur
umum Mahasiswa dengan Cuma-Cuma, sebuah perpustakaan besar terdapat
dalam Universitas itu. Setiap mahasiswa yang berkeinginan menyalin
buku-buku atau ingin menyusun buku baru, ada sebuah kantor yang
mengurus persediaan kertas, pena dan tinta untuk keperluan itu.
Disamping Universitas dibangun sebuah rumah sakit untuk mahasiswa
diperiksa kesehatannya, hal inilah yang menyebabakan berbagai
Universitas di Eropa mengambil contoh pada Universitas Mustansiriah
itu.D. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Kemunduran Bani
AbbasiyahMenurut W. Montgomery, bahwa beberapa faktor penyebab
kemunduran Bani Abbasiyah adalah :1.Luasnya wilayah kekuasaan Bani
Abbasiyah, sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit
dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya antara
penguasa dan pelaksana pemerintah sudah sangat rendah.2.Dengan
profesionalisasi angkatan bersenjata, ketergantungan khalifah
kepada mereka sangat tinggi.3.Keuangan negara sangat sulit karena
biaya yang dikeluarkan untuk tentara bayaran sangat besar. Pada
saat iu kekuatan militer menurun, khalifah tidak sanggup memaksa
pengiriman pajak ke Baghdad.Sedangkan menurut Dr. Badri Yatim, M. A
diantara hal yang menyebabkan kemunduran Daulah Bani Abbasiayah
Adalah :1.Persaingan antar bangsaKhalifah Abbasiyah didirikan oleh
Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia, persekutuan
dilatar belakangi oleh persamaan nasib pada saat pemerintahan Bani
Umayyah, keduanya sama-sama tertindas. Setelah dinasti Abbasiyah
berdiri Bani Abbas tetap mempertahankan persekutuan itu. Pada masa
ini persaingan antar bangsa menjadi pemicu untuk saling berkuasa.
Kecendrungan masing-masing bangsa untuk berkusa telah dirasakan
sejak awal pemerintahan Bani Abbas.2.Kemerosotan EkonomiKhalifah
Abbasiyah juga mengalami kemerosotan Ekonomi bersamaan dengan
Kemunduran dibidang Politik. Pada periode pertama, pemerintahan
Bani Abbasiyah merupakan pemerintahan yang kaya, dan keuangan yang
masuk lebih besar dari pada yang keluar, sehingga Baitul Mal penuh
dengan Harta. Setelah khalifah mengalami periode kemunduran ,
pendapatan negara menurun, dengan demikian terjadi kemerosotan
ekonomi.3.Konflik KeagamaanFanatisme keagamaan berkaitan erat
dengan masalah kebangsaan.Pada periode Abbasiyah , konflik
keagamaan yang muncul menjadi isu sentra sehingga terjadi
perpecahan. Berbagai Aliran keagaam seperti Mu'tazillah, Syi'ah,
Ahlus sunnah, dan kelompok-kelompok lainnya menjadikan pemerintahan
Abbasiyah mengalami kesulitan untuk mempersatukan berbagai faham
keagamaan yang ada.4.Perang SalibPerang salib merupakan sebab dari
eksternal ummat Islam. Pernag salib yang terjadi beberapa gelombang
banyak menelan korban. Konsentrasi dan perhatian Bani Abbasiyah
terpecah belah untuk menghadapi tentara salib sehingga memunculkan
kelemahan-kelemahan.5.Serangan Bangsa MongolSerangan tentara mongol
ke wilayah Islam menyebabkan kekuatan Islam menjadi lemah, apalagi
serangan Hulagu Khan dengan pasukan Mongol yang biadab menyebabkan
kekuasaan Abbasiyah menjadi lemah dan akhirnya menyerah pada
kekuatan Mongol.E. Masa Akhir Kekuasaan Bani AbbasiyahAkhir dari
kekuasaan Bani Abbasiyah adalah saat Baghdad dihancurkan oleh
pasukan Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan (656 H/1258 M). Ia
adalah saudara dari Kubilay Khan yang berkuasa di Cina sampai ke
Asia Tenggara, dan saudaranya Mongke Khan yang menugaskannya untuk
mengembalikan wilayah-wilayah sebelah barat dari Cina
kepangkuannya. Baghdad dihancurkan dan diratakan dengan tanah. Pada
mulanya Hulagu Khan mengirim suatu tawaran kepadaKhalifah Bani
Abbasiyah yang terakhir Al-Mu'tashim billah untuk bekerja sama
menghancurkan gerakan Assassin. Tawaran tersebut tidak dipenuhi
oleh khalifah. Oleh karena itu timbullah kemarahan dari pihak
Hulagu Khan.Pada bulan september 1257 M, Khulagu Khan melakukan
penjarahan terhadap daerah Khurasan, dan mengadakan penyerangan
didaerah itu. Khulagu Khan memberikan ultimatum kepada khalifah
untuk menyerah, namun khalifah tidak mau menyerah dan pada tanggal
17 Januari 1258 M tentara Mongol melakukan penyerangan.Pada waktu
penghancuran kota Baghdad, khalifah dan keluarganya dibunuh disuatu
daerah dekat Baghdad sehingga berakhirlah Bani Abbasiyah.
Penaklukan itu hanya membutuhkan beberapa hari saja, tentara Mongol
tidak hanya menghancurkan kota Baghdad tetapi mereka juga
menghancurkan peradaban ummat Islam yang berupa buku-buku yang
terkumpul di Baitul Hikmah hasil karya ummat Islam yang tak
ternilai harganya. Buku-buku itu dibakar dan dibuang ke sunagi
Tigris sehingga berubah warna air sungai tersebut, dari yang jernih
menjadi hitam kelam karena lunturan air tinta dari buku-buku
tersebut.
BAB IIIPENUTUP
A.KESIMPULAN
Dari penjelasanpenjelasan yang telah disebutkan, maka dapat kita
ambil beberapa kesimpulan. Proses terbentuknya kekhalifahan Bani
Umayyah dimulai sejak khalifah Utsman bin Affan tewas terbunuh oleh
tikaman pedang Humran bin Sudan pada tahun 35 H/656 M. Pada saat
itu khalifah Utsman bin Affan di anggap terlalu nepotisme
(mementingkan kaum kerabatnya sendiri). Setelah wafatnya Utsman bin
Afan maka masyarakat Madinah mengangkat sahabat Ali bin Abi Thalib
sebagai khalifah yang baru. Dan masyrakat melakukan sumpah setia (
baiat ) terhadap Ali pada tanggal 17 Juni 656 M / 18 Djulhijah 35
H.Dinasti umayyah diambil dari nama Umayyah Ibn Abdi Syams Ibn Abdi
Manaf, Dinasti ini sebenarnya mulai dirintis semenjak masa
kepemimpinan khalifah Utsman bin Affan namun baru kemudian berhasil
dideklarasikan dan mendapatkan pengakuan kedaulatan oleh seluruh
rakyat setelah khalifah Ali terbunuh dan Hasan ibn Ali yang
diangkat oleh kaum muslimin di Irak menyerahkan kekuasaanya pada
Muawiyah setelah melakukan perundingan dan perjanjian. Bersatunya
ummat muslim dalam satu kepemimpinan pada masa itu disebut dengan
tahun jamaah (Am al Jamaah) tahun 41 H (661 M).Bani Abbasiyah
merupakan masa pemerintahan ummat Islam yang merupakan masa
keemasan dan kejayaan dari peradaban ummat Islam yang pernah ada.
Pada masa Bani Abbasiyah kekayaan negara melimpah ruah dan
kesejahteraan rakyat sangat tinggi. Pusat peradaban Islam mengalami
kemajuan yang pesat sehingga pada masa inibanyak muncul para tokoh
ilmuan dari kalangan Ummat Islam, baik itu ilmu pengatuhan yang
bersifat umum seperti ilmu kedokteran yang telah mencetak dokter
seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd dan lain-lainnya, sehingga pada masa
ini telah ada lebih dari 800 dokter yang berada di kota Baghdad.
Dalam bidang matematika melahirkan ilmuan bernama Al-Khawarizmi
yang merupakan penemu angka Nol. Demikian juga dari biang ilmu
agama, adanya perkembangan ilmu tafsir, ilmu kalam, filsafat Islam,
dan ilmu tashauf, yang juga melairkan tokoh-tokoh dibidang ilmu
masing-masing. Pada masa pemerintahan khalifah Harun Al-rasyid
kesejahteraan ummat sangat terjamin, karena pada masa inilah puncak
dari kejayaan Bani Abbasiyah, pembangunan dilakukan dimana-mana,
baik pembangunan rumah sakit, irigasi, dan pemandian-pemandian
umum.
B.SARANDemikianlah isi dari makalah kami, yang menurut kamitelah
kami susun secara sistematis agar pembaca mudah untuk memahaminya.
Berbicara mengenai sejarah, maka sejarah merupakan ilmu yang tidak
akan pernah ada habisnya. Ingatlah, orang yang cerdas adalah orang
yang belajar dari sejarah.Sering kali kita lupa bahwa meskipun
berkisah mengenai masa lampau, tapi sejarah begitu penting bagi
perjalanan suatu bangsa. Melalui sejarah, kita belajar untuk
menghargai perjuangan para pendahulu kita, belajar menghargai tetes
darah dan keringat mereka untuk apa yang kita nikmati saat ini.
Lewat sejarah kita juga belajar dari pengalaman masa lalu, dan
menjadikannya sebagai modal berharga untuk melangkah di masa
depanIslam merupakan agama yang besar dengan perjalanan sejarah
yang panjang. maka dari itu, marilah kita menggali lebih jauh lagi
ilmu-ilmu yang berkaitan dengan sejarah Islamiah. Demi menguatkan
keteguhan dan rasa kebanggaan hati kita terhadap agama Islam yang
kita peluk ini.DAFTAR PUSTAKA Drs. Amin, Samsul Munir,M. A,Sejarah
Peradaban Islam, Jakarta : Amzah, 2009 Prof. Dr. H. Harun, Maidir
dan Drs. Firdaus, M. Ag,Sejarah Peradaban Islam jilid II,Padang :
IAIN-IB Press, 2001 Dra. Hj. Ismail, Chadijah,sejarah pendidikan
Islam, Padang : IAIN-IB Press, 1999 Wahid, N. Abbas dan
Suratno,Khazanah Sejarah Kebudaan Islam, Solo : PT. Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri, 2009 Dr. Yatim,Badri, M. A,Sejarah Peradaban Islam
( Dirasah Islamiyah II ),Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
1993