PERENCANAAN JALAN PERKOTAAN B A B I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Perencanaan geometrik jalan dititik beratkan pada perencanaan fisik sehingga memenuhi fungsi dasar dari pada jalan, yaitu memberikan pelayanan yang optimum pada lalu lintas dan sebagai akses dari suatu tempat ke tempat lainnya. Dengan demikian, tujuan dari pada perencanaan geometrik jalan adalah menghasilkan infra struktur yang aman, efisiensi pelayanan arus lalu lintas, dan memaksimalkan ratio tingkat penggunaan dengan biaya pelaksanaan (Sukirman S. : 1999). Ruang, bentuk dan ukuran jalan dikatakan baik jika dapat memberikan rasa aman dan nyaman pada pemakai jalan. Didalam Undang-undang no. 13 tahun 1980 tentang jalan, sistem jaringan jalan dibedakan antara sistem jaringan jalan primer dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional dan sistem jaringan jalan sekunder
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PERENCANAAN JALAN PERKOTAAN
B A B I
P E N D A H U L U A N
1.1 Latar Belakang
Perencanaan geometrik jalan dititik beratkan pada perencanaan fisik
sehingga memenuhi fungsi dasar dari pada jalan, yaitu memberikan pelayanan
yang optimum pada lalu lintas dan sebagai akses dari suatu tempat ke tempat
lainnya. Dengan demikian, tujuan dari pada perencanaan geometrik jalan
adalah menghasilkan infra struktur yang aman, efisiensi pelayanan arus lalu
lintas, dan memaksimalkan ratio tingkat penggunaan dengan biaya
pelaksanaan (Sukirman S. : 1999). Ruang, bentuk dan ukuran jalan dikatakan
baik jika dapat memberikan rasa aman dan nyaman pada pemakai jalan.
Didalam Undang-undang no. 13 tahun 1980 tentang jalan, sistem
jaringan jalan dibedakan antara sistem jaringan jalan primer dengan peranan
pelayanan jasa distribusi untuk pengembangan semua wilayah di tingkat
nasional dan sistem jaringan jalan sekunder dengan peranan pelayanan jas
distribusi untuk masyarakat di dalam kota. Kemudian sesuai dengan
peranannya, dikelompokkan atas jenis jalan arteri, kolektor dan lokal.
Pada peraturan pemerintah no. 26 tahun 1985 tentang jalan, diatur
mengenai persyaratan fisik dari pada jalan sesuai dengan jenisnya. Namun
demikian, permasalahan pada hampir seluruh jalan perkotaan adalah
kurangnya lahan untuk pengembangan, adanya tuntutan untuk
mempertimbangkan dampak pada lingkungan sekitarnya, dan fungsi jalan
perkotaan untuk melayani kepentingan umum lainnya.
PERENCANAAN JALAN PERKOTAAN
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka oleh Direktorat Jenderal Bina
Marga Departemen Pekerjaan Umum pada tahun 1988 menyusun standar
perencanaan geometrik untuk jalan perkotaan. Standar ini disusun sedemikian
rupa sehingga dapat memberikan keleluasaan yang sebesar-besarnya dalam
penerapannya dan dapat memberikan beberapa cara untuk membuat variasi
dari beberapa standar. Kriteria perencanaan diberikan dalam tiga tingkat
ketentuan/persyaratan, yaitu minimal (maksimal) yang diperlukan yaitu
digunakan pada kondisi normal, minimal (maksimal) standar yaitu digunakan
untuk sekurang-kurangnya menjamin keamanan dan kenyamanan bagi
pemakai jalan, dan minimal (maksimal) pengecualian yaitu digunakan
bilamana kondisi perencanaan memaksa perencana untuk memakainya.
1.2 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dari perencanaan jalan perkotaan yaitu:
Untuk mengetahui tentang survey dan kondisi jalan yang akan dibuat
menjadi jalan perkotaan.
Untuk menerapkan standar perencanaan geometrik jalan perkotaan
pada kegiatan perencanaan jalan perkotaan.
Untuk menerapkan standar untuk perencanaan bangunan pelengkap
dan komponen jalan yang ada pada sistem jalan perkotaan.
Dari maksud diatas kita dapat mengetahui tujuan dari perencanaan
jalan perkotaan ini yaitu :
PERENCANAAN JALAN PERKOTAAN
Merencanakan jalan perkotaan dengan baik dan benar, sesuai dengan
standar perencanaan yang ada dalam aturan perencanaan jalan perkotaan.
Melaksanakan standar-standar jalan perkotaan pada daerah atau wilayah
yang akan dijadikan jalan perkotaan.
PERENCANAAN JALAN PERKOTAAN
B A B II
DASAR TEORI
2.1 Klasifikasi Jalan
Secara umum jaringan jalan dapat dikelompokkkan berdasarkan
struktur jaringannya atas 6 kelompok yaitu :
1. Jaringan jalan berdasarkan sistem (pelayanan penghubung)
Berdasarkan pasal 3 Undang-undang no. 13 tahun 1980 dan
peraturan pemerintah no. 26 tahun 1985, maka sistem jaringan jalan dapat
dibedakan atas :
a. Sistem jaringan jalan primer, yaitu sistem jaringan jalan dengan
pelayanan jasa distribusi untuk pengembangan semua wilayah di
tingkat nasional dengan semua simpul jasa distribusi yang kemudian
berwujud kota.
Jadi sistem jaringan jalan primer disusun mengikuti ketentuan
pengaturan tata ruang dan struktur pengembangan wilayah tingkat
nasional, yang menghubungkan simpul-simpul jasa distribusi sebagai
berikut :
Dalam satu satuan wilayah pengembangan menghubungkan secara
menerus kota jenjang ke satu, kota jenjang kedua, kota jenjang ketiga,
dan kota jenjang dibawahnya sampai ke persil.
Menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kesatu antar
satuan wilayah pengembangan.
PERENCANAAN JALAN PERKOTAAN
b. Sistem jaringan jalan sekunder, yaitu sistem jaringan jalan dengan
pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat di dalam kota.
Jadi sistem jaringan jalan sekunder disusun mengikuti ketentuan
pengaturan tata ruang kota yang menghubungkan kawasan-kawasan
yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder
kedua, ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan.
2. Jaringan jalan berdasarkan peranan (fungsi)
Selanjutnya pada pasal 4 UU no. 13 tersebut jalan
dikelompokkan menurut peranannya, yaitu :
a. Jalan arteri, yaitu jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk
yang dibatasi secara efisien.
b. Jalan kolektor, yaitu jalan yang melayani angkutan
pengumpulan/pembagian dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang,
kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
c. Jalan lokal, yaitu jalan yang melayani angkutan
pengumpulan/pembagian dengan ciri-ciri perjalan jarak dekat, kecepatan
rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
Pada peraturan pemerintah no. 26 tahun 1985 dijelaskan tentang
persyaratan-persyaratan dari pada masing-masing kelompok jalan tersebut
sebagai berikut :
PERENCANAAN JALAN PERKOTAAN
1) Kelompok jalan primer
a) Jalan Arteri Primer
menghubungkan kota jenjang kesatu tang terletak berdampingan
dengan kota jenjang kedua atau menghubungkan kota jenjang kedua
dengan kota jenjang ketiga, dengan persyaratan sebagai berikut :
Kecepatan rencana paling rendah 60 km/jam.
Lebar badan jalan tidak kurang dari 9 meter.
Kapasitas jalan lebih besar dari pada volume lalu lintas rata-rata.
Lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang
alik, lalu lintas lokal dan kegiatan lokal.
Jumlah jalan masuk ke jalan arteri primer dibatasi secara efisien
dan didesain sedemikian rupa.
Persimpangan harus diatur dengan pengaturan tertentu sehingga
memenuhi ketentuan kecepatan rencana dan kapasitas jalan.
Jalan arteri primer tidak terputus walaupun memasuki kota.
b) Jalan Kolektor Primer
Jalan kolektor primer menghubungkan kota jenjang kedua dengan
kota jenjang kedua atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan
kota jenjang ketiga, dengan persyaratan sebagai berikut :
Kecepatan rencana paling rendah 40 km/jam.
Lebar badan jalan tidak kurang dari 7 meter.
Kapasitas jalan sama atau lebih besar dari pada volume lalu
lintas rata-rata.
PERENCANAAN JALAN PERKOTAAN
Jumlah jalan masuk dibatasi dan direncanakan sehingga
ketentuan mengenai kecepatan rencana dan kapasitas jalan
tetap terpenuhi.
Jalan kolektor primer tidak terputus walaupun memasuki
kota.
c) Jalan lokal primer
Jalan lokal primer menghubungkan kota jenjang kesatu dengan
parsil atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan parsil atau
menghubungkan kota jenjang ketiga dengan kota jenjang ketiga, kota
jenjang ketiga dengan kota jenjang dibawahnya, dengan persyaratan
sebagai berikut :
Kecepatan rencana paling rendah 20 km/jam.
Lebar badan jalan tidak kurang dari 6 meter.
Jalan lokal primer tidak terputus walaupun memasuki desa.
2) Kelompok jalan sekunder
a) Jalan arteri sekunder
Jalan arteri sekunder menghubungkan kawasan primer dengan
kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder
kesatu dengan kawasan sekunder kesatu, atau menghubungkan
kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua, dengan
persyaratan sebagai berikut :
Kecepatan rencana paling rendah 30 km/jam.
Lebar badan jalan tidak kurang dari 8 meter.
PERENCANAAN JALAN PERKOTAAN
Kapasitan jalan sama atau > dari pada volume lalu lintas rata-
rata.
Lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat.
Persimpangan diatur dengan pengaturan tertentu sehingga
persyaratan mengenai kecepatan dan kapasitas terpenuhi.
b) Jalan kolektor sekunder
Jalan kolektor sekunder menghubungkan kawasan sekunder kedua
dengan kawasan sekunder kedua atau menghubungkan kawasan
sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga, dengan
persyaratan sebagai berikut :
Kecepatan rencana paling rendah 20 km/jam.
Lebar badan jalan tidak kurang dari 7 meter.
c) Jalan lokal sekunder
Jalan lokal sekunder menghubungkan kawasan sekunder kesatu
dengan perumahan, menghubungkan kawasan sekunder kedua
dengan perumahan, dan seterusnya sampai keperumahan, dengan
persyaratan sebagai berikut :
Untuk kendaraan bermotor beroda tiga atau lebih, maka :
Kecepatan rencana paling rendah 10 km/jam.
Lebar badan jalan tidak kurang dari 5 meter.
Sedangkan untuk kendaraan tak bermotor persyaratan lebarnya
adalah tidak kurang dari 3,5 meter.
PERENCANAAN JALAN PERKOTAAN
3. Jaringan jalan berdasarkan peruntukan, dibedakan atas 2 jenis :
a. Jalan umum
Adalah jalan yang diperuntukkan untuk lalu lintas umum. Jalan ini dapat
dibedakan atas jalan umum biasa dan jalan umum tol. Jalan umum tol
adalah jalan yang kepada para penggunanya dikenakan kewajiban
membayar tol atau sejumlah uang tertentu untuk pemakaian jalan tol itu.
b. Jalan khusus
Adalah jalan yang diperuntukkan untuk lalu lintas selain dari jalan
umum, seperti jalan dalam kompleks-kompleks perkebunan, kehutanan,
pertambangan, jalan pipa, jalan irigasi, dan lain-lain.
4. Jaringan jalan berdasarkan klasifikasi teknis.
Berdasarkan klasifikasi teknis berkaitan dengan kemampuan jalan
mendukung beban lalu lintas (berat kendaraan). Dalam hal ini jalan dapat
dikategorikan menjadi jalan kelas I, II, III, IV, V, dan VI.
5. Jaringan jalan berdasarkan status dan wewenang pembinaan.
Berdasarkan status dan wewenang pembinaan, jalan diklasifikasikan atas
jalan nasional, jalan propinsi, jalan kabupaten/kota, dan jalan desa.
6. Jaringan jalan berdasarkan jenis permukaan.
Jalan berdasarkan permukaan dapat dibedakan atas jalan aspal, beton PC,
kerikil, dan tanah.
PERENCANAAN JALAN PERKOTAAN
2.2 Istilah-istilah dalam jalan perkotaan.
Istilah-istilah teknik yang dipakai dalam buku ini didefinisikan seperti
berikut :
1. Alinyemen pada tikungan (Curved alignment) :
Seluruh bagian dari lengkung lingkaran dan lengkung peralihan.
2. Bagian lengkung (Curved section)
Bagian lengkung lingkaran.
3. Bagian peralihan (Transition section)
Bagian yang terletak antara tangen dan lengkung lingkaran atau antara
dua lengkung lingkaran yang berbeda jari-jari agar didapat keamanan
dan kenyamanan dalam mengemudikan kendaraan.
4. Bahu jalan (Shoulder)
Suatu struktur yang berdampingan dengan jalur lalu lintas untuk
melindungi perkerasan, mengamankan kebebasan samping dan
menyediakan ruang untuk tempat berhenti sementara, parkir dan pejalan
kaki.
5. Bahu kiri/bahu luar
Bahu jalan yang dibuat pada tepi kiri/luar dari jalur lalu lintas.
6. Bahu kanan/bahu dalam
Bahu jalan yang dibuat pada tepi kanan/dalam dari lalu lintas.
7. Daerah pedesaan (Rural area) : Daerah selain daerah perkotaan.
8. Daerah Perkotaan (Urban Area):
PERENCANAAN JALAN PERKOTAAN
Daerah mantap dari suatu kota, daerah tersebar yang sudah berkembang
disekitar kota besar serta daerah yang diharapkan akan berkembang
dalam waktu 10 sampai 20 tahun mendatang yang merupakan daerah
perumahan , industri, perdagangan atau proyek-proyek pembangunan
non pertanian lainnya.
9. fasilitas jalan (road fasilities)
fasilitas seperti rambu-rambu lalu lintas, lampu lalu lintas, guardrail,
pohon, dan lain-lain yang ditempatkan dipermukaan jalan demi
keamanan, kenyamanan pemakai jalan.
10. Jalan (Roadway)
Merupakan seluruh jalur lalu lintas (perkerasan), median, pemisah luar
dan bahu jalan.
11. Jalur lalu lintas (Traveled way)
Bagian dari jalan yang direncanakan khusus untuk jalur kendaraan,
parkir atau kendaraan berhenti.
12. Jalur putaran (Turning Lane)
Jalur khusus kendaraan yang disediakan pada persimpangan, untuk
perlambatan, perpindahan jalur dan untuk menunggu pada saat berputar.
13. Jalan bebas hambatan (Free Way)
Jalan untuk lalu lintas menerus dengan jalan masuk dibatasi yang dipilih
untuk jalan lalu lintas utama yang dimaksudkan untuk memberikan
keamanan dan efisiensi gerakan lalu lintas volume tinggi, pada
kecepatan relatif tinggi.
PERENCANAAN JALAN PERKOTAAN
14. Jalur samping (Frontage Road)
Jalan yang dibangun sejajar sepanjang jalur lalu lintas menerus yang
dimaksudkan sebagai akses pada lahan sekitar atau jalan kolektor atau
lokal yang harus terpisah dengan jalur lalu lintas menerus oleh struktur
fisik, seperti kerb, pagar pelindung (guardrail).
15. Jalur (Lane)/ Lajur
Bagian dari jalan yang khusus ditentukan untuk dilewati satu rangkaian
kendaraan dalam satu arah.
16. Jalur tepian (Marginal Street)
Bagian dari median atau separator luar, disisi bagian yang ditinggikan,
yang sebidang dengan jalur lalu lintas, yang diperkeras dengan cara yang
sama dengan jalur lalu lintas dan disediakan untuk mengamankan ruang
bebas samping dari jalur lalu lintas.
17. Jalur percepatan atau perlambatan
Jalur yang disediakan untuk percepatan dan perlambatan kendaraan pada
saat akan masuk atau keluar jalur lalu lintas menerus.
18. Jalur Tambahan.
Merupakan jalur yang disediakan untuk belok kiri atau kanan,
perlambatan atau percepatan dan tanjakan.
19. Jalur sepeda
Bagian dari bahu kiri yang diperuntukkan untuk sepeda dan harus
ditandai dengan marka jalan.
20. Jalur sepeda/ pejalan kaki
PERENCANAAN JALAN PERKOTAAN
Merupakan bagian dari jalan yang disediakan untuk sepeda juga pejalan
kaki, yang biasanya dibuat sejajar dengan jalur lalu lintas dan harus
terpisah dari jalur lalu lintas oleh struktur fisik seperti kerb atau rel
penahan.
21. Jalan sepeda
Merupakan bagian dari jalan khusus disediakan untuk sepeda dan becak,
yang biasanya dibangun sejajar dengan jalur lalu lintas dan harus
terpisah dari jalur lalu lintas oleh struktur fisik seperti kerb dan
guardrail.
22. Jalur Parkir
Jalur khusus yang disediakan untuk parkir atau berhenti yang merupakan
bagian dari jalur lalu lintas.
23. Jalur Tanaman (planted Lane)
Bagian dari jalan yang disediakan untuk penanaman pohon yang
ditempatkan menerus sepanjang trotoar, jalan sepeda atau bahu jalan.
24. Jalur Pendakian (climbing Lane)
Jalur jalan yang disediakan pada bagian ruas jalan dengan kemiringan
besar untuk menampung kendaraan berat saat menanjak.
25. Panjang jarak pandang
Dengan ketinggian 100 cm diatas garis tengah ketitik terjauh dengan
ketinggian 10 cm diatas garis yang sama di depan, yang dapat dilihat
mata pengemudi dari tempat semula.
26. Jalur lalu lintas lambat
PERENCANAAN JALAN PERKOTAAN
Jalur yang ditentukan khusus untuk kendaraan lambat.
27. Pulau Lalu Lintas
Bagian dari persimpangan yang ditinggalkan dengan kerb, yang
dibangun sebagai pengarah arus lalu lintas serta merupakan tempat untuk
pejalan kaki pada saat menunggu kesempatan menyebrang.
28. Jalur Lalu Lintas
29. Jalur Sepeda
30. Kanal
Merupakan bagian dari persimpangan sebidang yang khusus disediakan
untuk membeloknya kendaraan yang ditandai oleh marka jalan atau
dipisahkan oleh pulau lalu lintas.
31. Kecepatan Rencana
Kecepatan maksimum yang aman dan bisa tetap dipertahankan pada
suatu ruas jalan, apabila keadaan jalan tersebut baik dan sesuai dengan
yang ditentukan dalam perencanaa.
32. Kendaraan Rencana
Kendaraan dengan berat, dimensi dan karakteristik operasi tertentu yang
digunakan untuk perencanaan jalan agar dapat menampung kendaraan
dari tipe yang ditentukan.
33. Median
Ruang yang disediakan pada bagian tengah dari jalan untuk membagi
jalan dalam masing-masing arah serta untuk mengamankan ruang bebas
samping jalur lalu lintas.
PERENCANAAN JALAN PERKOTAAN
34. Panjang kritis pada tanjakan
Panjang maksimum yang ditentukan pada suatu tanjakan dimana truk
dengan muatan penuh dapat beroperasi pada batas pengurangan
kecepatan. Pengurangan kecepatan yang diizinkan ditentukan
berdasarkan kecepatan rencana dari jalan yang bersangkutan.
35. Pemisah tengah (inner separation)
Bagian dari median selain marginal strip, biasanya ditinggikan dengan
kerb untuk median sempit atau dipressed untuk median lebar.
36. Pemisah luar (outer Separation)
Ruang yang diadakan untuk memisahkan jalur samping dari jalur lalu
lintas menerus atau untuk memisahkan jalur lalu lintas lambat dari jalur
lain.
37. Pengaturan Jalan Masuk
Suatu aturan mengenai jalan masuk yang diterapkan melalui aturan dan
hak jalan masuk umum dari dan ke tempat-tempat yang berada di
sepanjang jalan
38. Penyesuaian pada Superelevasi
Panjang jalan yang diperlukan untuk mengadakan perubahan dalam
kemiringan melintang jalan (Lebar jalur perkerasan) dari bagian
poyongan normal ke bagian superelevasi (pelebaran) penuh atau
sebaliknya.
39. Ruang bebas jalan
PERENCANAAN JALAN PERKOTAAN
Ruang pada permukaan jalan yang hanya disediakan untuk kendaraan
atau pajalan kaki, dimana pada tempat tersebut tidak boleh ada struktur,
fasilitas jalan, pohon atau benda yang tidak bergerak lainnya.
40. Separator luar
Bagian yang ditinggikan pada ruang pemisah luar, dibatasi oleh kerb
untuk mencegah kendaraan ke luar dari jalur.
41. Standar lalu lintas harian rencana
Besaran volume lalu .ontas yang digunakan sebagai dasar untuk
menentukan banyaknya jalur lalu lintas yang didapat dengan metode
yang ditentukan.
42. Volume lalu lintas rencana
Volume lalu lintas yang diperkirakan akan melalui suatu ruas jalan
tertentu dalam suatu satuan waktu.
2.3. Perencanaan Geometrik
Perencanaan Geometrik Jalan merupakan bagian dari perencanaan
jalan yang dititik beratkan pada perencanaan bentuk fisik sehingga dapat
memenuhi fungsi dasar dari jalan yaitu memberikan pelayanan yang optimum
pada arus lalu lintas. Dalam lingkup perencanaan geometrik tidak termasuk
perencanaan tebal perkerasan jalan, walaupun dimensi dari perkerasan
merupakan bagian dari perencanaan geometrik sebagai bagian dari
perencanaan jalan seutuhnya.
Yang menjadi dasar perencanaan geometrik adalah sifat gerakan dan
ukuran kendaraan, sifat pengemudi dalam mengendalikan gerak kendarannya
dan karakteristik arus lalu lintas. Hal-hal tersebut haruslah menjadi bahan
pertimbangan perencana sehingga dihasilkan bentuk dan ukuran jalan serta
ruang gerak kendaraan yang memenuhi tingkat kenyamanan dan keamanan
PERENCANAAN JALAN PERKOTAAN
yang diharapkan. Adapun bagian-bagian dari perencanaan geometrik jalan
adalah sebagai berikut :
1. Dasar Perencanaan
a. Jenis Klasifikasi
Berdasarkan jenis hambatannya, jalan-jalan perkotaan dibagi
dalam dua tipe, yaitu :
- Tipe I : Pengaturan jalan masuk secara penuh
- Tipe II : Sebagian atau tanpa pengaturan jalan masuk
Tipe I, Kelas I : Adalah jalan dengan standar tertinggi dalam
melayani lalu lintas cepat antar regional atau antar
kota dengan pengaturan jalan masuk secara penuh.
Tipe I, Kelas II : Jalan dengan standar tertinggi dalam melayani lalu
lintas cepat antar regional atau didalam melayani
lalu lintas cepat antar regional atau didalam kota
metropolitan dengan sebagian atau tanpa
pengaturan jalan masuk.
Tipe II, Kelas I : Standar tertinggi bagi jalan-jalan dengan 4 lane
atau lebih, memberikan pelayanan angkutan cepat
bagi angkutan antara kota atau dalam kota, dengan
kontrol.
Tipe II, Kelas II : Standar tertinggi bagi jalan-jalan dengan 2 atau 4
lane dalam melayani angkutan cepat antar kota
dan dalam kota, terutama untuk persimpangan
tanpa lampu LL.
Tipe II, Kelas III : Standar menengah bagi jalan-jalan dengan 2 jalur
dalam melayani angkutan dalam distrik denga
kecepatan sedang, untuk persimpangan tanpa
lampu lalu lintas.
Tipe II, Kelas IV : Standar terendah bagi jalan satu arah yang
melayani hubungan dengan jalan-jalan
lingkungan.
PERENCANAAN JALAN PERKOTAAN
Tabel 2.1 Klasifikasi Jalan Tipe I
Fungsi Kelas
PrimerArteri 1
Kolektor 2
Sekunder Arteri 2
Tabel 2.2 Klasifikasi Jalan Tipe II
Fungsi DTV ( dalam SMP ) Kelas
Primer
Arteri - 1Kolektor > 10.000
< 10.00012
Sekunder
Arteri > 20.000< 20.000
12
Kolektor > 6.000< 8.000
23
Lokal > 5.00< 5.00
34
Catatan : Dalam perhitungan perencanaan volume lalu lintas (DTV)
untuk menentukan klasifikasi perencanaan jalan, kendaraan
tak bermotor (termasuk becak/sepeda) tidak perlu ikut
diperhitungkan.
Ketentuan mengenai pengaturan jalan masuk diberikan sebagai
berikut :
- Pertemuan antara jalan-jalan tipe I haruslah sepenuhnya bebas
hambatan, keluar atau masuk dari jalur utama haruslah
mempergunakan jalur khusus.
- Pertemuan antara jalan tipe kelas I harus sekurang-kurangnya
mempergunakan lampu lalu lintas.
PERENCANAAN JALAN PERKOTAAN
- Pertemuan antara jalan tipe II kelas II dapat mempergunakan
lampu lalu lintas atau tanpa lampu lalu lintas. Fungsi dari pada
jalanlah yang menentukan kebutuhan akan lampu lalu lintas atau
tidak, kolektor primer atau sekunder dengan 4 jalur atau lebih
dapat mempergunakan lampu lalu lintas, sedang tipe II kelas II
pada kolektor sekunder pada umumnya tidak memerlukan lampu
lalu lintas.
- Semua jalan tipe II kelas III dan klas IV tidak memerlukan lampu
lalu lintas
b. Fungsional dan Volume lalu lintas
Daily traffic volume (DTV) pada suatu jalan dapat ditentukan
dengan terlebih dahulu mengadakan survei lalu lintas atau survei
bangkitan lalu lintas pada jalan yang akan dibangun. Perhitungan DTV
dari hasil survey lalu lintas dilakukan dengan cara sebagai berikut :
- Klasifikasi perencanaan jalan-jalan kota ditentukan terutama
oleh volume lalu-lintas rencana (DTV) yang dinyatakan dengan
SMP, yang menyatakan volume harian lalu lintas kedua arah.
- Beberapa elemen perencanaan jalan tertentu sangat tergantung
pada volume lalu lintas pada jam puncak, yang dinyatakan
dalam Volume Perjam Perencanaan (DHV).
Volume kendaraan dinyatakan dalam Satuan Mobil Penumpang
(SMP), nilai perbandingan untuk berbagao jenis kendaraan pada
kondisi jalan pada daerah datar adalah sebagai berikut :
- Kendaraan penumpang/kendaraan bermotor roda tiga/sepeda
motor : 1,0
- Truk kecil (berat < 5 ton) / bus-mikro : 2,5
- Truk sedang (berat > 5 ton) : 2,5
- Bus : 3,0
- Truk berat (berat > 10 ton) : 3,0
PERENCANAAN JALAN PERKOTAAN
Pada terrain berbukit/gunung faktor koefisien diatas dapat
diperbesar. Kendaraan tak bermotor seperti : sepeda, becak dan
kendaraan yang ditarik hewan tidak dapat diberikan koefisien seperti
diatas karena pengaruhnya terhadap lalu lintas sangat dipengaruhi oleh
jumlah volume kendaraan sesaat.
c. Kecepatan Rencana
Kecepatan rencana adalah kecepatan yang dipilih untuk
keperluan perencanaan setiap bagian jalan seperti tikungan,
kemiringan jalan, jarak pandang, dan lain-lain. Kecepatan yang dipilih
tersebut adalah kecepatan yang tertinggi menerus dimana kendaraan
dapat berjalan dengan aman.
Faktor yang mempengaruhi besarnya kecepatan rencana :
Batu pecah,stabilisasi tanah dengan semen/ kapurBatu pecah,stabilisasi tanah dengan semen/kapurLaston AtasBatu pecah,stabilisasi tanah dengan semen atau kapur,pondasi macadamLaston AtasBatu pecah,stabilisasi tanah dengan semen/kapur, pondasi macadam, lapen, laston atasBatu pecah,stabilisasi tanah dengan semen/kapur, pondasi macadam, lapen, laston atas
3.Lapis Pondasi Bawah
Untuk setiap nilai ITP, bila digunakan lapis pondasi bawah, tebal minimum 10 cm.
Catatan : *) batas 20 cm tersebut dapat diturunkan menjadi 15 cm bila
untuk lapis pondasi bawah digunakan material berbutir kasar.
PERENCANAAN JALAN PERKOTAAN
BAB III
PERENCANAAN
3.1 Data dan Analisis
3.1.1 Hasil Pengukuran Geometrik
Pengukuran Geometrik meliputi pengukuran situasi, Poligon, elevasi
dan potongan melintang jalan. Adapun panjang ruas jalan Beru-Beru adalah
2 KM, namun panjang ruas jalan yang akan direncanakan adalah 550 M.
Hasil pengukuran geometrik tertera pada Tabel 3.1 untuk koordinat dan
elevasi arah memanjang. Adapun data-data pengukuran terdapat pada
lampiran (i)
3.1.2 Hasil Survey CBR
Data CBR tanah dasar diperoleh dari konsultan perencana C.V.
Tolisindo disajikan pada table 3.2
Hasil perhitungan nilai CBR untuk STA 0 + 150 – STA 0 + 700
adalah 8,57. Adapun data CBR tanah dasar tertera pada Tabel 3.2 Data
CBR tanah dasar dan berikut ini adalah analisa perhitungannya