Top Banner
Darurat Sipil: Bukti Buruknya Komunikasi Pemerintah Oleh: BEM Kema Unpad, BEM Bima Fikom Unpad, dan BEM Gama FIB Unpad Pendahuluan Pada Senin, 30 Maret 2020 lalu, Presiden Jokowi menyampaikan sebuah pidato melalui rapat terbatas mengenai kebijakan pembatasan sosial skala besar dan pendisiplinan penerapan penjarakan fisik, untuk menekan laju penularan Covid-19 di Indonesia. Pemberlakukan dua kebijakan tersebut dilandasi oleh status darurat sipil, yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) No. 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya. "Saya minta kebijakan pembatasan sosial berskala besar, physical distancing dilakukan lebih tegas, lebih disiplin, dan lebih efektif lagi. Sehingga, tadi sudah saya sampaikan bahwa perlu didampingi adanya kebijakan darurat sipil," kata Presiden Jokowi dalam rapat terbatas, Senin (30/3) 1 . Dalam Pasal 3 Perppu tersebut disebutkan bahwa keadaan darurat sipil ditangani oleh pejabat sipil yang ditetapkan presiden dan dibantu oleh TNI atau Polri. Kebijakan status darurat sipil yang diumumkan presiden beberapa waktu yang lalu tersebut menuai banyak respon negatif di masyarakat. Salah satunya seperti yang diungkapkan Koalisi Masyarakat Sipil, bahwa pemerintah seharusnya menetapkan status kedaruratan kesehatan masyarakat, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 dan meletakkan otoritas tertinggi dalam upaya penanggulangan Covid-19 berada di otoritas kesehatan bukan malah dalam wujud darurat sipil apalagi darurat militer 2 . Namun, beberapa hari kemudian setelah pidato Jokowi yang menyinggung status darurat sipil tersebut, ada beberapa masalah komunikasi terlihat di dalam struktur internal pemerintah yang berusaha untuk mengklarifikasi maksud pidato tersebut, di antaranya adalah Juru Bicara (Jubir) Presiden, Fadjroel Rachman dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum (Menkopolhukam), Mahfud MD. Jubir Presiden, Fadjroel Rachman menjelaskan, penerapan darurat sipil untuk mencegah penyebaran virus corona Covid-19 masih dalam tahap kajian dan belum diputuskan. 1 Sapto Andika Candra, Jokowi Tetapkan Pembatasan Sosial Diikuti Darurat Sipil , dalam Republika, 30 Maret 2020, https://republika.co.id/berita/q7zxl5382/jokowi-tetapkan-pembatasan-sosial-diikuti-darurat-sipil 2 Farid Kusuma, Koalisi Masyarakat Sipil Mendesak Pemerintah Tetapkan Darurat Kesehatan Masyarakat , dalam Suara Surabaya, 30 Maret 2020, https://www.suarasurabaya.net/kelanakota/2020/koalisi-masyarakat- sipil-mendesak-pemerintah-tetapkan-darurat-kesehatan-masyarakat/
17

Darurat Sipil: Bukti Buruknya Komunikasi Pemerintah

Oct 16, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Darurat Sipil: Bukti Buruknya Komunikasi Pemerintah

Darurat Sipil: Bukti Buruknya Komunikasi Pemerintah

Oleh: BEM Kema Unpad, BEM Bima Fikom Unpad, dan BEM Gama FIB Unpad

Pendahuluan

Pada Senin, 30 Maret 2020 lalu, Presiden Jokowi menyampaikan sebuah pidato melalui

rapat terbatas mengenai kebijakan pembatasan sosial skala besar dan pendisiplinan penerapan

penjarakan fisik, untuk menekan laju penularan Covid-19 di Indonesia. Pemberlakukan dua

kebijakan tersebut dilandasi oleh status darurat sipil, yang diatur dalam Peraturan Pemerintah

Pengganti UU (Perppu) No. 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya.

"Saya minta kebijakan pembatasan sosial berskala besar, physical distancing dilakukan

lebih tegas, lebih disiplin, dan lebih efektif lagi. Sehingga, tadi sudah saya sampaikan bahwa

perlu didampingi adanya kebijakan darurat sipil," kata Presiden Jokowi dalam rapat terbatas,

Senin (30/3)1. Dalam Pasal 3 Perppu tersebut disebutkan bahwa keadaan darurat sipil

ditangani oleh pejabat sipil yang ditetapkan presiden dan dibantu oleh TNI atau Polri.

Kebijakan status darurat sipil yang diumumkan presiden beberapa waktu yang lalu

tersebut menuai banyak respon negatif di masyarakat. Salah satunya seperti yang

diungkapkan Koalisi Masyarakat Sipil, bahwa pemerintah seharusnya menetapkan status

kedaruratan kesehatan masyarakat, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 6

Tahun 2018 dan meletakkan otoritas tertinggi dalam upaya penanggulangan Covid-19 berada

di otoritas kesehatan bukan malah dalam wujud darurat sipil apalagi darurat militer2.

Namun, beberapa hari kemudian setelah pidato Jokowi yang menyinggung status darurat

sipil tersebut, ada beberapa masalah komunikasi terlihat di dalam struktur internal pemerintah

yang berusaha untuk mengklarifikasi maksud pidato tersebut, di antaranya adalah Juru Bicara

(Jubir) Presiden, Fadjroel Rachman dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum

(Menkopolhukam), Mahfud MD.

Jubir Presiden, Fadjroel Rachman menjelaskan, penerapan darurat sipil untuk mencegah

penyebaran virus corona Covid-19 masih dalam tahap kajian dan belum diputuskan.

1 Sapto Andika Candra, Jokowi Tetapkan Pembatasan Sosial Diikuti Darurat Sipil, dalam Republika, 30 Maret 2020, https://republika.co.id/berita/q7zxl5382/jokowi-tetapkan-pembatasan-sosial-diikuti-darurat-sipil 2 Farid Kusuma, Koalisi Masyarakat Sipil Mendesak Pemerintah Tetapkan Darurat Kesehatan Masyarakat, dalam Suara Surabaya, 30 Maret 2020, https://www.suarasurabaya.net/kelanakota/2020/koalisi-masyarakat-sipil-mendesak-pemerintah-tetapkan-darurat-kesehatan-masyarakat/

Page 2: Darurat Sipil: Bukti Buruknya Komunikasi Pemerintah

Penerapan darurat sipil adalah langkah terakhir yang baru akan digunakan jika penyebaran

virus corona Covid-19 semakin masif. "Penerapan Darurat Sipil adalah langkah terakhir yang

bisa jadi tidak pernah digunakan dalam kasus Covid-19," kata Fadjroel3.

Senada dengan Fadjroel, Mahfud MD mengatakan pemerintah belum berencana

menggunakan Perppu Nomor 23 Tahun 1959 tersebut di tengah penanganan wabah virus

corona. Dalam Perppu itu memang dijelaskan terkait status darurat sipil dan langkah yang

bisa diambil negara jika keadaan darurat berlaku. "Undang-undang itu sudah standby tapi

hanya diberlakukan nanti kalau diperlukan, kalau keadaan ini menghendaki darurat sipil, baru

itu diberlakukan," kata Mahfud4.

Miskonsepsi Keadaan Darurat dalam Penanganan Covid-19

Dengan diaturnya hak asasi manusia dalam konstitusi meletakan kewajiban bagi

negara atau pemerintah untuk melakukan penghormatan (obligation to respect), melakukan

perlindungan (obligation to protect), serta mengambil segala tindakan yang diperlukan untuk

mencapai pemenuhan hak asasi tersebut (obligation to fulfill).

Konsepsi hak asasi manusia pada umumnya terbagi menjadi dua klasifikasi yaitu hak

asasi manusia yang tidak dapat dibatasi dalam keadaan apapun (non-derogable rights) dan

hak asasi manusia yang dapat dibatasi dalam keadaan tertentu (derogable rights).

Pelaksanaan beberapa hak politik secara khusus diberi pembatasan perundang-undangan yang

menyangkut ketertiban dan keamanan dalam negara.

Pada konsepnya, pembatasan hak asasi manusia yang bersifat derogable rights dapat

dilakukan, hal ini sebagaimana tertuang dalam pasal 28J UUD 1945 yang menyatakan bahwa

dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk dalam pembatasan

yang diatur oleh undang-undang dengan maksud semata-mata menjamin pengakuan serta

penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhhi tuntutan yang adil

sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam

suatu masyarakat demokratis.

3 Pingit Aria, Pembatasan Sosial Skala Besar dan Darurat Sipil, Ini Beda Dampaknya, dalam katadata.id, 30

Maret 2020 https://katadata.co.id/berita/2020/03/30/pembatasan-sosial-skala-besar-dan-darurat-sipil-ini-beda-dampaknya 4 Mahfud: Darurat Sipil Berlaku Jika Diperlukan Hadapi Corona, dalam CNN Indonesia, 1 April 2020, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200401131715-32-489101/mahfud-darurat-sipil-berlaku-jika-diperlukan-hadapi-corona

Page 3: Darurat Sipil: Bukti Buruknya Komunikasi Pemerintah

Dalam hal keamanan dan ketertiban umum, hal yang sering dikaitakan ialah adanya

suatu keadaan darurat atau bahaya yang dialami oleh negara. Jimly Ashiddiqie menyatakan

bahwa keadaan bahaya adalah keadaan tiba-tiba yang mengancam ketertiban umum, yang

menuntut negara untuk bertindak secara dengan cara tidak lazim menurut aturan yang berlaku

dalam keadaan normal.5 Instrumen hukum yang menjadi landasan penetapan keadaan bahaya

adalah pasal 12 UUD 1945 yang menyatakan bahwa “presiden menyatakan keadaan bahaya.

Syarat-syarat dan akibatnya diatur dalam undang-undang”. Dalam hal ini, penetapan

keadaan bahaya telah menjadi hak prerogatif presiden yang diatur oleh konstitusi dimana

pengaturannya diatur dalam undang-undang, yang sejauh ini masih berada dalam Perppu

Nomor 23 tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya.

Hans Ernst Folz dalam bukunya, a state of emergency and emergency legislation

mengklasifikasikan keadaan darurat kedalam enam bentuk yaitu (1) adanya bahaya eksternal

yang mengancam negara; (2) adanya kerusuhan domestik; (3) gangguan fungsi normal dari

otoritas pemerintah disebabgkan oleh pemogokan dalam pelayanan sipil; (4) penolakan untuk

membayar pajak;(5) kesulitan dalam bidang ekonomi dan keuangan; (6) kerusuhan buruh dan

bencana nasional.6

Walaupun pembatasan hak asasi diperbolehkan baik dalam instrumen hukum

internasional maupun hukum nasional, pembatasan hak asasi haruslah memenuhi kondisi-

kondisi tertentu dengan maksud agar tidak diberlakukan secara sewenang-wenang. Kondisi-

kondisi tersebut antara lain (1) prescribed by law (diatur berdasarkan hukum); (2) in

democratic society (diperlukan dalam masyarakat demokratis); (3) public order (untuk

melindungi ketertiban umum); (4) public health (untuk melindungi kesehatan publik); (5)

public morals (untuk melindungi moral publik); (6) national security (untuk melindungi

keamanan nasional); (7) public safety (untuk melindungi keselamatan publik); (8) rights and

freedoms of other or the rights reputations of others (melindungi hak dan kebebasan orang

lain).7

Dalam pemberlakuan kondisi darurat dalam suatu negara, menurut Jimly Asshidiqie

terdapat beberapa asas yang menaungi pemberlakuan keadaan darurat tersebut diantaranya

asas deklarasi, legalitas, komunikasi, kesementaraan, keistimewaan ancaman,

proporsionalitas, intangibility, dan pengawasan. Asas-asas tersebut diaktualisasikan dalam

5 Jimly Asshiddiqie. 2007. Hukum Tata Negara Darurat. Jakarta: Rajawali Press., hlm 3 6 Osgar S. Matompo. 2014. Pembatasan Terhadap Hak Asasi Manusia dalam Prespektif Keadaan Darurat. Jurnal Media Hukum Vol. 21 No 1, Juni 2014., hal. 62 7 Ibid.,

Page 4: Darurat Sipil: Bukti Buruknya Komunikasi Pemerintah

produk hukum yang mengatur keadaan darurat di Indonesia melalui Perppu Nomor 23 Tahun

1959 tentang Keadaan Bahaya.

Dalam Perppu tersebut terdapat tiga kriteria yang dipakai untuk menentukan keadaan

darurat yaitu (1) keamanan atau ketertiban hukum di seluruh atau sebagian wilayah RI

terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga

dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa; (2) Timbul perang

atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah negara Republik Indonesia dengan

cara apapun; (3) hidup negara dalam keadaan bahaya atau dari keadaan-keadaan khusus

ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala-gejala yang dapat membahayakan hidup negara.

Dalam Perppu Nomor 23 Tahun 1959, pemberlakuan keadaan darurat meliputi tiga

tingkatan yaitu darurat sipil, darurat militer dan darurat perang. Dalam penjelasan Perppu,

disebutkan bahwa perang saudara, kerusuhan, dan bencana alam termasuk kategori keadaan

darurat sipil. Keadaan pemberontakan termasuk ke dalam kategori darurat militer, sedangkan

perang termasuk dalam kategori darurat perang.

Sebelum sekarang ini, kebijakan darurat sipil pernah diberlakukan oleh beberapa

presiden Indonesia terdahulu. Pada zaman presiden Megawati Soekarno Putri misalnya. Pada

zaman itu, Megawati menetapkan status darurat sipil di Aceh, Selasa, 18 Mei 2004, melalui

Keputusan Presiden Nomor 43 Tahun 2004, dan berlaku mulai 19 Mei 2004 pukul 00.00. Hal

ini diberlakukan unutk melawan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) karena mereka menolak

ultimatum dua minggu untuk menerima otonomi khusus untuk Aceh di bawah Negara

Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Konflik ini berawal pada masa perpindahan kekuasaan

dari Presiden Soekarno kepada Soeharto yang merupakan pertanda bahwa akan terjadi

pertumbuhan pembangunan masyarakat Aceh terhadap kehidupan sosial, ekonomi dan politik

yang lebih baik dari pada masa orde lama. Namun pertanda itu berubah mnjadi kekecewaan

karena kekayaan alam Aceh mulai dikuras oleh pemerintah dengan sistem kebijakan yang

sentralistik sehingga hanya menjadikan Aceh sebagaisapi perah. Kejadian tersebut dianggap

melanggar syariat islam. Nilai-nilai keislaman mulai hilang di tengah-tengah aktivitas

perindustrian. Hal ini membuat para tokoh DI/TII Aceh yang dulu mereka konsisten berjuang

untuk mendirikan Republik Islam Aceh dengan penegakan hukum dan norma-norma

keislaman menjadi perihatin dan bersikap oposisi.

Pada awalnya pemerintah pusat melalui keppres No.28/2003 menerapkan Darurat

Militer dan darurat militer ini langsung berada dibawah presiden sebagai penguasa darurat

Page 5: Darurat Sipil: Bukti Buruknya Komunikasi Pemerintah

militer pusat. Dalam darurat militer ini, pemerintah membenarkan seluruh tindakan aparat

keamanan selama DOM (Daerah Operasai Militer) telah melakukan operasi yang

menghalalkan segala cara, yang dilakukan justru kontra produktif. Spirit, nasionalisme dan

NKRI adalah mempertahankan kepemilikan atas Aceh secara teritorial dengan daya koersif

yang dimiliki negara, sehingga yang dipikirkan pemerintah adalah mengembalikan efektifitas

kaki kekuasaannya di daerah dengan cara apapun.

Dalam kondisi Darurat Militer tersebut, Amnesty international melaporkan bahwa

telah terjadi kekerasan dan pelanggaram HAM oleh TNI dari masa pra Daerah Operasi

Militer hingga masa Darurat Militer seperti: melakukan pembakaran terhadap rumah-rumah

penduduk, melakukan penyiksaan terhadap penduduk, melakukan penangkapan terhadap para

istri dan anak-anak anggota GAM, dan diantaranya melakukan penyandraan terhadap mereka,

dan diantaranya yang ditangkap tersebut kemudian diperkosa serta melakukan pembunuhan.

Darurat sipil juga pernah terjadi di Maluku dan Maluku Utara. Melalui Keputusan

Presiden Nomor 88 tahun 2000 Kebijakan ini diambil oleh presiden Indonesia pada masa itu

Abdurrahman Wahid dikarenakan konflik etnis politik yang melibatkan agama tak kunjung

usai. Konflik ini dimulai pada pada Januari 1999 dan melibatkan umat Kristen dan Islam.

Dalam konflik ini, sedikitnya 5.000 orang dikabarkan meninggal. Pelanggaran HAM juga

bayak terjadi pada konflik ini. Menurut laporan terakhir Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Maluku Utara, terdapat total 991 korban. Faktor utama konflik ini adalah ketidakstabilan

politik dan ekonomi di Indonesia setelah turunnya presiden Soeharto dan nilai tukar rupiah

mengalami devaluasi selama krisis ekonomi di Asia Tenggara. Faktor lain pemicu konflik ini

adalah rencana pemekaran Provinsi Maluku dan Maluku Utara. Kebijakan ini diambil selama

kurang lebih 3 tahun. Sampai pada 15 September 2003, Presiden Megawati yang kala itu

menggantikan Presiden Abdurahman Wahid mencabut status Darurat Sipil tersebut melalui

Keputusan Presiden Nomor 71 tahun 2003.

Sekarang, berbicara masalah opsi darurat sipil sebagai tindakan untuk menangani

penyebaran Covid-19, maka terjadi suatu kesalahan konsep penerapan darurat sipil dalam

menangani keadaan bahaya. Yang harus diingat, Indonesia sendiri telah memiliki UU Nomor

24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, dimana jika kita melihat penyebaran

Covid-19 sebagai suatu bencana, maka hal tersebut dapat dikatakan sebagai bencana non-

alam yang meliputi penyebaran wabah penyakit.

Page 6: Darurat Sipil: Bukti Buruknya Komunikasi Pemerintah

Dalam hal ini, UU Nomor 24 Tahun 2007 telah memisahkan bencana sebagai bagian

dari penetapan status darurat sipil. Dimana bencana memiliki penetapan status dan

penanganannya sendiri berdasarkan UU a quo. Dimana UU a quo tidak menyebutkan darurat

sipil sebagai bagian dari status darurat bencana. UU tersebut juga merupakan aturan spesialis

dalam penanganan bencana nasional. Sehingga, menjadi suatu kesalahan jika menetapkan

status darurat sipil untuk menangani keadaan bencana, pemerintah harusnya mengingat

bahwa Indonesia memiliki UU Penanggulangan Bencana dalam penanganan bencana alam

maupun non alam.

Masalah Komunikasi Pemerintah Sebelum Wacana Darurat Sipil

Sebelum permasalahan status darurat sipil, pemerintah sudah banyak menemui kendala

komunikasi dalam penanganan pandemi Covid-19. Pada masa-masa awal kemunculan virus

di Wuhan dan merebak ke beberapa negara, pemerintah kerap kali meremehkan daruratnya

penyebaran virus tersebut dan merespon dengan candaan dan ejekan. Salah satu kasusnya

adalah pemerintah tidak menggubris penelitian seorang profesor di Universitas Harvard

tentang kemungkinan Indonesia sudah memilik banyak kasus positif virus corona, yang pada

saat itu Indonesia belum melaporkan kasus apapun. Koalisi Masyarakat Sipil pun

menanggapi cara pemerintah menangani penyebaran virus itu sekadar untuk mencegah

kepanikan publik, tetapi tidak menunjukkan kerja nyata dalam melindungi masyarakat.

Pemerintah juga terkesan membatasi masyarakat atas informasi mengenai ancaman dan

perkembangan penyebaran virus8.

Selain itu, kurangnya sinkronisasi antara pemerintah pusat dan daerah kerap terjadi

dengan adanya simpang siur informasi untuk masyarakat. Salah satu contohnya dialami oleh

pemerintah daerah Depok. Walikota Depok, Muhammad Idris, telah menyampaikan bahwa

pasien kasus 1 dan 2 telah positif terinfeksi virus corona satu hari sebelum Presiden Jokowi

memberikan pengumuman. Namun, ia diminta oleh pemerintah pusat untuk diam9. Masalah

beda pendapat pemda dan pusat juga terlihat pada penetapan kebijakan karantina wilayah

yang sudah dilakukan beberapa daerah, yaitu Tegal, Banda Aceh, dan Jayapura. Namun,

pemerintah pusat melarang sebelum ada intruksi dari pusat, dalam pernyataan presiden pada

8 Koalisi Masyarakat Sipil Beber Kegagapan Pemerintah Tangani Corona, dalam jpnn.com, 13 Maret 2020, https://www.jpnn.com/news/koalisi-masyarakat-sipil-beber-kegagapan-pemerintah-tangani-corona 9 Yuliawati, Masyarakat 'Gerah' Tuntut Transparansi Pemerintah Atasi Wabah Corona, dalam Katadata.id, 13 Maret 2020, https://katadata.co.id/berita/2020/03/13/masyarakat-gerah-tuntut-transparansi-pemerintah-atasi-wabah-corona

Page 7: Darurat Sipil: Bukti Buruknya Komunikasi Pemerintah

rapat terbatas 30 Maret lalu, “Dan saya ingatkan kebijakan kekarantinaan kesehatan termasuk

karantina wilayah adalah kewenangan pemerintah pusat, bukan pemda,” kata Jokowi.

Lalu masalah komunikasi juga terjadi ketika adanya kebijakan pelarangan mudik yang

dikeluarkan pemerintah awal April ini. Diawali dengan pernyataan Jubir Presiden, Fadjroel

Rachman, dalam cuitannya di media sosial. Ia mengatakan, pemerintah tidak mengeluarkan

larangan mudik, namun pemudik diwajibkan mengisolasi mandiri selama 14 hari sesuai

ketentuan WHO, “Presiden Joko Widodo juga mengingatkan pemerintah daerah tujuan untuk

membuat kebijakan khusus terkait para pemudik ini sesuai protokol kesehatan WHO dengan

sangat ketat.” Lalu pernyataan Fadjroel tersebut dibantah oleh Menteri Sekretaris Negara

(Mensesneg), Pratikno. “Pemerintah mengajak dan berupaya keras agar masyarakat tidak

perlu mudik,” tegasnya. Fadjroel pun kemudian meralat cuitannya dan mengimbau para

perantau untuk tidak mudik dan tidak meninggalkan Jakarta jelang Idul fitri tahun ini10

.

Buruknya Komunikasi Publik Pemerintah

Masalah kurangnya kualitas komunikasi publik pemerintah Indonesia, terutama ketika

penanganan pandemi Covid 19 saat ini, diakui oleh beberapa pihak. Mulai dari lembaga

legislatif, DPR RI, yaitu Wakil ketua Komisi IX, Saleh Daulay, yang menilai manajemen

komunikasi pemerintah dalam penanganan Covid-19 masih lemah, dilihat dari kasus pasien

yang kabur dari RSUP Persahabatan beberapa waktu yang lalu. Ia mengkhawatirkan hal itu

bisa menimbulkan kesalahpahaman di ruang publik, dan menimbulkan rasa tidak percaya

publik terhadap informasi yang dikeluarkan pemerintah dan stakeholder terkait11

.

Dari lembaga eksekutif itu sendiri, Tenaga Ahli Utama Kepresidenan, Dany Amrul

Ichdan, mengatakan, pemerintah mengakui bahwa masih ada kelemahan dalam melakukan

komunikasi publik terkait penanganan virus corona. Ia menilai kelemahan tersebut terjadi

sebelum ditunjuknya Achmad Yurianto sebagai juru bicara pemerintah terkait penanganan

wabah ini12

.

10 Andrian Pratama Taher, Mensesneg Meralat Pernyataan Jubir Jokowi Bolehkan Mudik, dalam Tirto.id, 20 April 2020, https://tirto.id/eKr3 11

Atalya Puspa, DPR Kritisi Komunikasi Publik Pemerintah Soal Covid-19, dalam Media Indonesia, 13 Maret 2020, https://mediaindonesia.com/read/detail/296484-dpr-kritisi-komunikasi-publik-pemerintah-soal-covid-19 12 Dina Fitri Anisa, Terkait Corona, Pemerintah: Komunikasi Publik Kami Masih Lemah, dalam Berita Satu, 11 Maret 2020, https://www.beritasatu.com/kesehatan/607773-terkait-corona-pemerintah-komunikasi-publik-kami-masih-lemah

Page 8: Darurat Sipil: Bukti Buruknya Komunikasi Pemerintah

Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid, melihat bahwa pemerintah hanya menanggulangi

penyebaran virus corona kasus per kasus saja. Ia mengatakan sikap itu terlihat sejak

pemerintah menyikapi rencana pemulangan ratusan warga negara Indonesia (WNI) dari

Wuhan, Cina, beberapa waktu lalu. Menurutnya, pemerintah baru mengambil langkah

evakuasi setelah sejumlah kalangan melayangkan kritik13

.

Pembahasan Buruknya Komunikasi Pemerintah

Paradigma adalah merupakan nuansa berpikir seseorang atau sekelompok orang dalam

memandang dan menyikapi objek dan subjek tertentu14

. Untuk melihat permasalahan

komunikasi pemerintah dalam penanganan Covid-19, kajian ini menggunakan paradigma

komunikasi pemerintahan, dengan komunikasi publik sebagai salah satu kajian metodologi

ruang lingkupnya.

Sebuah komunikasi bisa dikatakan sebagai komunikasi publik ketika komunikasi itu

dilakukan dengan pihak ketiga. Komunikasi tersebut sudah masuk ke dalam ranah publik,

sebagaimana yang dikatakan oleh Molefi K. Asante dan Jerry K. Frye (1977), “other people

are involved in the communicative event, either as message originators or receivers.” Orang-

orang berkomunikasi untuk mengoper pesan kepada penerima pesan baik secara individual

maupun kelompok15

.

Lebih jelasnya lagi, komunikasi publik adalah komunikasi yang dilakukan di depan orang

banyak, bisa berupa informasi, ajakan, gagasan, melalui berbagai sarana atau medium yang

dapat menjangkau publik yang lebih luas. Komunikasi publik memerlukan keterampilan

komunikasi lisan dan tulisan agar pesan dapat disampaikan secara efektif dan efisien16

.

Menurut Dennis Dijkzeul dan Markus Moke (2005), komunikasi publik didefinisikan

sebagai kegiatan dan strategi komunikasi yang ditujukan kepada khalayak sasaran. Adapun

tujuan komunikasi publik adalah untuk menyediakan informasi kepada khalayak sasaran dan

untuk meningkatkan kepedualian dan mempengaruhi sikap atau perilaku khalayak sasaran.

13 DPR Sebut Jokowi Tak Punya Rencana Jangka Pendek Cegah Corona, dalam CNN Indonesia, 18 Maret 2020, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200318171241-32-484669/dpr-sebut-jokowi-tak-punya-rencana-jangka-pendek-cegah-corona 14 Dr. Dra. Erliana Hasan, M.Si., 2014, Modul Paradigma Komunikasi Pemerintahan, hlm. 1.24 15 Ibid, hlm. 1.28 16

Indrianti Azhar Firdausi, Fuqoha, 2018, Kisruh Regulasi Tenaga Kerja Asing Sebagai Kegagalan Komunikasi Publik Pemerintah, hlm. 91

Page 9: Darurat Sipil: Bukti Buruknya Komunikasi Pemerintah

Pada dasarnya, komunikasi publik merupakan komunikasi yang melibatkan khalayak luas,

terlepas dari saluran apa yang digunakan.

Dalam kaitannya dengan pemerintahan, komunikasi publik menjadi sangat penting dalam

memberikan pemahaman kepada masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan yang ditetapkan,

termasuk di dalamnya kebijakan hukum17

. Bagaimanapun juga, sebuah organisasi

pemerintahan tidak akan dapat melaksanakan fungsinya, dan tidak akan dapat

mengefisienkan dan mengefektifkan penggunaan sumber-sumbernya, dan pada akhirnya

tidak akan dapat mencapai tujuannya tanpa komunikasi (Beach, 1975: 580)18

. Pemerintah

memerlukan komunikasi untuk melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai salah satu unsur

negara, serta mengelolanya dengan tujuan kepentingan dan kemaslahatan publik.

Pengelolaan komunikasi publik, menurut Ahmed Kurnia Soeriawidjaja, adalah tata cara

pengendalian informasi publik yang meliputi perencanaan, penyiapan, dan pelaksanaan

komunikasi publik terkait dengan kebijakan dan program pemerintah. Adapun karakteristik

pengelolaan komunikasi publik adalah19

:

1. Melayani publik dengan informasi terkait kebijakan pemerintah yang sudah, sedang,

dan akan dilakukan.

2. Melibatkan publik dalam merumuskan, melaksanakan, dan mengawasi kebijakan

pemerintah yang sudah, sedang, dan akan dilakukan.

3. Berbasis fakta, data, dan updating informasi.

4. Menjelaskan duduk perkara secara proporsional (tidak ofensif dan tidak defensif

dalam berkomunikasi).

5. Melaksanakan Edukasi di Ruang Publik.

Komunikasi publik dalam struktur pemerintahan ini dikaitkan dengan paradigma yang

lebih spesifik, yaitu komunikasi pemerintahan, yang merupakan sebuah paradigma baru

sebagai akibat penetapan kebijakan pemerintah, bahwa komunikasi pemerintahan dipandang

sebagai pengembangan terapan dari ilmu politik, ilmu pemerintahan, ilmu komunikasi, ilmu

administrasi, ilmu manajemen, dan ilmu sosial serta psikologi terapan.

17 Ibid, hlm. 90 18 Ulber Silalahi, 2004, Komunikasi Pemerintahan: Mengirim Dan Menerima Informasi Tugas Dan Informasi Publik, hlm. 37 19 Thoriq Ramadani, 2019, Pengelolaan Komunikasi Publik, hlm. 13

Page 10: Darurat Sipil: Bukti Buruknya Komunikasi Pemerintah

Komunikasi publik digunakan sebagai kajian metodologi untuk membuat konstruksi lain

dalam pengalokasian ruang lingkup aktivitas komunikasi pemerintahan, serupa dengan kajian

komunikasi lainnya, seperti komunikasi antarmanusia (human communication), komunikasi

politik, komunikasi organisasional, komunikasi manajerial, dan komunikasi pemasaran20

.

Manfaat dari komunikasi pemerintahan itu sendiri adalah kemampuan untuk mengevaluasi

pesan, prosedur, dan teknik yang efektif untuk menumbuhkan dan memelihara kepercayaan

masyarakat21

. Bukti bahwa pemerintah bisa dipercaya oleh masyarakat sebagai pemberi

layanan dan menghasilkan produk hukum yang bijaksana melalui komunikasi tersebut.

Dalam proses komunikasi ini, pemerintah diasumsikan sebagai komunikator dan masyarakat

sebagai komunikan. Namun dalam kondisi tertentu, unsur tersebut dapat berbalik, masyarakat

berada pada posisi sebagai penyampai ide atau gagasan dan pemerintah berada pada posisi

mencermati apa yang diinginkan masyarakat.

Komunikasi pemerintahan tidak lepas dari masalah, baik itu kemungkinan adanya

komunikasi yang tidak efektif bahkan kegagalan. Seringkali terdapat distorsi atau gangguan

yang berujung kepada kesalahpahaman dalam internal organisasi pemerintah atau bahkan

ketika berhadapan dengan masyarakat sebagai pihak yang dilayani.

Pemerintah dapat dikatakan sebuah struktur organisasi, yang mana penting sekali untuk

memahami proses komunikasi organisasional untuk melihat proses komunikasi internalnya.

Pemerintah memiliki presiden sebagai pemimpin dalam sebuah kabinet, dengan berbagai

struktur atau elemen lain di bawahnya, seperti staf kepresidenan, kementerian, dan lain

sebagainya. Komunikasi pemerintahan secara khas dianggap sebagai organisasi yang

“mengadopsi” ciri-ciri birokrasi. Komunikasi bentuk ini sangat menekankan komunikasi

vertikal (vertical communication) dengan arus komunikasi ke bawah dan ke atas (downward

and upward communication), berdasarkan hubungan kekuasaan (power relationship) dalam

hierarki organisasional22

.

Komunikasi pemerintahan internal lebih merupakan komunikasi dalam hubungan kerja.

Dalam hubungan kerja tersebut terjadi komunikasi ke bawah, komunikasi ke atas, dan

komunikasi ke samping. Masing-masing memiliki perbedaan fungsi yang sangat tegas23

.

20 Erliana Hasan, Op.Cit, hlm. 1.27 21 Ibid, hlm. 1.29 22

Ulber Silalahi, Op.Cit, hlm. 40 23 Ibid, 41

Page 11: Darurat Sipil: Bukti Buruknya Komunikasi Pemerintah

Perihal kegagalan komunikasi yang dialami Presiden Jokowi ketika mengumuman landasan

status darurat sipil beberapa waktu yang lalu, itu bisa terjadi karena komunikasi internal

pemerintahannya yang kurang efektif, dapat dikatakan ada kemungkinan informasi yang

diterimanya dari bawahan tidak lengkap atau tidak selaras. Ketika informasi yang diperoleh

pimpinan tidak lengkap, maka akan berdampak pada tidak cermatnya keputusan yang

dikeluarkan oleh pimpinan tersebut24

. Henry Clay Lindgren menyatakan (dalam Ulbert

Silalahi, 1992:220), bahwa effective leadership means effective communication

(kepemimpinan yang efektif berarti komunikasi yang efektif).

Tak bisa dipungkiri bahwa kualitas komunikasi internal sungguh penting adanya dalam

struktur organisasi pemerintahan. Karena komunikasi adalah sumber informasi bagi pimpinan

atau eksekutif dalam menghasilkan berbagai kebijakan. Kadang-kadang pemahaman masalah

proses seperti gangguan komunikasi, pengambilan keputusan, atau sistem evaluasi prestasi

kerja yang disusun secara kurang baik, dapat menghasilkan pengertian yang tidak tepat atas

perilaku organisasi dibandingkan hanya mengkaji tatanan struktural25

.

Permasalahan yang sering muncul adalah informasi yang datang dari/dikeluarkan oleh

organisasi sering berbeda dengan informasi yang mengalir di dalam organisasi itu sendiri.

Seperti yang dialami oleh pemerintah ketika mengeluarkan kebijakan karantina wilayah

dengan status darurat sipil serta kebijakan pelarangan mudik yang keduanya berujung pada

ralat informasi. Organisasi mempekerjakan individu-individu untuk melaksanakan pekerjaan

tertentu sesuai struktur organisasi. Artinya, kepentingan individu dan organisasi serta

tujuannya perlu diparalelkan apabila keduanya ingin efektif26

.

Agar komunikasi pemerintahan dapat berjalan dengan baik (efektif dan tepat sasaran),

maka pemerintah sebagai aktor utama yang menginisiasi komunikasi antara lain perlu

melakukan hal-hal berikut27

:

1. Memilih secara tepat antara lain bahasa yang digunakan (disesuaikan dengan

komunikan), saluran dan media yang digunakan (dengan pertimbangan outcome dan

impact yang diharapkan).

24 Erliana Hasan, Op.Cit, hlm. 1.32 25 Ibid, hlm. 1.42 26

Ibid, hlm. 1.45 27 Ulber Silalahi, Op.Cit, hlm. 52

Page 12: Darurat Sipil: Bukti Buruknya Komunikasi Pemerintah

2. Berusaha menyingkirkan atau meminimasi rintangan-rintangan komunikasi

pemerintahan krisis (Stilman, 1992: 257-260).

3. Menguasai pengetahuan tentang praktek berkomunikasi efektif yang dapat membantu

administrator pemerintah mengelola secara lebih efektif, seperti pengetahuan tentang

audiens, pengetahuan tentang pesan, pengetahuan tentang medium (Garnett, dalam

Perry, 1989: 547-555).

4. Mengubah pendekatan pemerintah terhadap informasi publik dari traditional press

release policy — based on interpersonal exchanges between politicians and

journalists — ke profesionalized and specialized process of strategic communication

controlling the flow of news (Barbara Pfetsch, 1999: 99-101).

Masyarakat yang semakin kritis dengan kebijakan pemerintah

Perkembangan teknologi membuat masyarakat semakin mudah mendapatkan dan

menyebarkan informasi, terutama dengan adanya akses internet. Selain itu, sistem

perpolitikan negara yang semakin terbuka dan transparan setelah reformasi, meningkatkan

daya kritis dan skeptis masyarakat terhadap kebijakan dari pemerintah.

Hal tersebut diakui oleh Reydonnyzar Moenek, mantan Juru Bicara/Kapus Penerangan

Kementerian dalam Negeri, yang menjelaskan adanya perubahan paradigma semasa era

reformasi dan implikasinya yang terjadi di Indonesia, yaitu28

1. Terjadinya demokratisasi yang membuat masyarakat bebas untuk memilih

2. Kebebasan mengemukakan pendapat dan memperoleh informasi mengakibatkan

masyarakat cenderung berbuat tanpa batas, ruang publik menerobos ruang privat,

3. Terbentuknya otonomi daerah yang menimbulkan desentralisasi yang menghasilkan

peningkatan pendapatan daerah

4. Globalisasi membentuk pasar bebas yang membuat banyak pilihan, terjadinya

persaingan bebas, fokus bisnis dan entitas

5. Edukasi membuat masyarakat menjadi kritis atas sesuatu hal

6. Good governance menjadi transparan, fair, akuntabel dan professional

7. Reinventing govt, pemerintah berperan sebagai enabler

28 JDIH Kemenristek, Upaya Membangun Komunikasi Politik yang Sistematis, Sinergis, dan Efektif pada Kementerian/Lembaga, http://jdih.ristekdikti.go.id/v0/?q=berita/%E2%80%9Cupaya-membangun-komunikasi-politik-yang-sistematis-sinergis-dan-efektif-pada-kementerianlembaga%E2%80%9D

Page 13: Darurat Sipil: Bukti Buruknya Komunikasi Pemerintah

8. Keterbukaan Informasi membuat masyarakat menjadi kritis atas kebijakan

pemerintah,

9. Masyarakat cerdas dan kritis menciptakan good governance

10. Tingginya ekspektasi masyarakat kepada pemerintah menciptakan perubahan kultur

birokrasi

11. Kemajuan TI dan telekomunikasi membentuk pemerintahan yang adaptif, reponsif

dan akomodatif.

Di tengah pandemi wabah Covid-19 saat ini, masyarakat Indonesia sangat bergantung

kepada informasi yang akurat dan faktual, disertai dengan kebijakan pemerintah yang

seharusnya bisa mengakomodir hak masyarakat atas informasi dan perlindungan. Masyarakat

saat ini dapat merasakan bahwa pernyataan pejabat publik Indonesia selama ini terkait

penanganan Covid-19 dinilai masih simpang siur satu sama lain, tidak akurat karena tidak

melihat kondisi di lapangan secara langsung, serta masih kurangnya kesigapan dan cekatan

karena hanya bergerak berdasarkan respon, tidak dengan persiapan matang dan strategis.

Apa yang sejauh ini ditunjukkan pemerintah melalui rendahnya kualitas pernyataan dan

respon tersebut tidak hanya memperlihatkan kegagapan merespon situasi, namun juga

menunjukkan kegagalan dalam penyampaian komunikasi kepada publik yang memuaskan

terkait dengan Covid-19 di Indonesia. Ditambah lagi, di sisi yang sama dapat dinilai bahwa

pemerintah tidak memiliki kecakapan atas penguasaan masalah dan koordinasi lintas sektoral

atau antar lembaga yang lemah29

. Komunikasi publik pemerintah juga terkesan masih terlihat

“menyepelekan” di berbagai situasi darurat seperti ini. Implikasinya adalah, pemerintah tidak

bisa menghadirkan rasa tenang bagi masyarakat.

Menurut Whisnu Triwibowo, dosen Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia,

terdapat sebuah kerangka komunikasi publik yaitu model Crisis and Emergency Risk

Communication (CERC) yang digunakan pada keadaan luar biasa. CERC memadukan

strategi komunikasi risiko (risk communication) yang umum digunakan sektor pemerintah

dalam keadaan darurat dan komunikasi krisis (crisis communication) yang digunakan sektor

swasta untuk menghadapi krisis organisasi. Tahapannya adalah: sebelum krisis (pre-crisis),

29

J.16, Hiruk-Pikuk Lingua Elite Memerangi Corona, dalam Pinter Politik, 17 Maret 2020, https://www.pinterpolitik.com/hiruk-pikuk-lingua-elite-memerangi-corona/

Page 14: Darurat Sipil: Bukti Buruknya Komunikasi Pemerintah

awal krisis (initial event), selama krisis (maintenance), resolusi (resolution), evaluasi

(evaluation)30

.

Berdasarkan model ini, Indonesia telah mengalami tiga tahap pertama komunikasi krisis

ini. Sebelum krisis tiba di Indonesia, ketika wabah memuncak di Cina awal tahun ini, Whisnu

menilai pemerintah Indonesia terlihat tidak antisipatif terhadap dampak global virus.

Pemerintah yang kurang tanggap terhadap potensi pandemi, membuat publik tidak memiliki

pengetahuan awal terkait bahaya COVID-19.

Whisnu juga menambahkan, informasi yang tidak pasti dari media sosial kemudian

menjadi panduan utama publik. Publik yang selama ini tidak mendapatkan panduan resmi

dari pemerintah menjadi kebingungan sehingga bertindak panik, misalnya dengan

memborong sembako, ataupun tidak bereaksi dan tetap melakukan kegiatan harian. Hal ini

ditambah tidak sinkronnya kebijakan pusat dan daerah. Publik yang kebingungan masih tidak

menjadikan informasi dari pemerintah sebagai acuan utama.

Kegagalan komunikasi pemerintah terlihat sangat jelas dengan gagapnya penanganan

informasi dan pengeluaran kebijakan terkait wabah Covid-19 tersebut.

Penutup

Merespon kurang efektifnya komunikasi pemerintah Indonesia dalam menyediakan

informasi terkait wabah Covid-19, di antaranya adalah kurangnya kesigapan dan terkesan

meremehkan suasana, serta adanya kesimpangsiuran informasi dari pemerintah dalam

menetapkan kebijakan publik terkait wabah Covid-19 (seperti pemberlakuan karantina

wilayah, pelarangan mudik, dan ketidaksinkronan dengan pemerintah daerah) dan berujung

kepada seringnya pemerintah meralat informasi yang telah disampaikan kepada publik, kami

memperlihatkan keterkaitan semua permasalahan tersebut melalui kaca mata kajian ilmu

komunikasi.

Pemerintah bisa dilihat sebagai salah satu unsur komunikasi yang berbentuk organisasi

dan mengadopsi ciri-ciri birokrasi, yang memiliki struktur internal yang kompleks serta

diharuskan melakukan komunikasi kepada publik. Oleh sebab itu, permasalahan komunikasi

yang dilakukan pemerintah, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, tidak hanya kami lihat

30 Whisnu Triwibowo, Analisis: Pemerintah Masih Bisa Perbaiki Komunikasi Krisis Pandemi yang Sejauh Ini Gagal, dalam The Conversation, 27 Maret 2020, https://theconversation.com/analisis-pemerintah-masih-bisa-perbaiki-komunikasi-krisis-pandemi-yang-sejauh-ini-gagal-134542

Page 15: Darurat Sipil: Bukti Buruknya Komunikasi Pemerintah

secara komunikasi eksternal saja (proses komunikasi publik pemerintah dengan masyarakat

untuk menginformasikan kebijakan publik), melainkan juga harus dilihat dari komunikasi

internalnya (komunikasi yang terjalin dalam struktur organisasional, antar pimpinan dan

bawahan).

Sehingga, paradigma komunikasi pemerintahan sangat sesuai untuk melihat kemelut

komunikasi pemerintah di saat penanganan wabah Covid-19 ini, di mana paradigma ini

menggunakan berbagai kajian komunikasi lain sebagai metodologi untuk membuat

konstruksi lain dalam pengalokasian ruang lingkupnya, salah satunya adalah komunikasi

publik yang memperlihatkan komunikasi eksternal pemerintah, dan komunikasi

organisasional untuk melihat komunikasi internalnya.

Komunikasi publik pemerintah masih belum bisa mencapai ekspektasi masyarakat, belum

bisa menghadirkan kepercayaan dan rasa aman masyarakat. Dengan gaya penyampaian

informasi yang cenderung menyepelekan, meremehkan kedaruratan wabah global, dan

kesimpangsiuran informasi yang berasal dari banyak pintu, alhasil pemerintah belum

melakukan komunikasi publik yang efektif, bahkan gagal dalam beberapa kondisi tertentu.

Seringnya meralat informasi dan kebijakan, setelah diumumkan kepada publik dan

menuai feedback atau respon tertentu, menandakan adanya kegagalan pemerintah dalam

komunikasi organisasional internal karena miskomunikasi antara struktur yang ada. Bisa

dengan kemungkinan, pimpinan tidak mendapatkan informasi yang cukup untuk

mengeluarkan kebijakan yang benar (seperti yang terlihat pada kasus penetapan status darurat

sipil), atau ketidakselarasan komunikasi antar struktur yang ada itu sendiri (terlihat pada

kasus beda pendapat pelarangan mudik antara Jubir Presiden dan Mensesneg).

Page 16: Darurat Sipil: Bukti Buruknya Komunikasi Pemerintah

Daftar Pustaka

Anisa, Dina Fitri. 2020. Terkait Corona, Pemerintah: Komunikasi Publik Kami Masih

Lemah. Dalam Berita Satu https://www.beritasatu.com/kesehatan/607773-terkait-

corona-pemerintah-komunikasi-publik-kami-masih-lemah

Aria, Pingit. 2020. Pembatasan Sosial Skala Besar dan Darurat Sipil, Ini Beda Dampaknya.

Dalam katadata.id https://katadata.co.id/berita/2020/03/30/pembatasan-sosial-skala-

besar-dan-darurat-sipil-ini-beda-dampaknya

Candra, Sapto Andika. 2020. Jokowi Tetapkan Pembatasan Sosial Diikuti Darurat Sipil.

Dalam Republika https://republika.co.id/berita/q7zxl5382/jokowi-tetapkan-pembatasan-

sosial-diikuti-darurat-sipil

CNN Indonesia. 2020. DPR Sebut Jokowi Tak Punya Rencana Jangka Pendek Cegah

Corona, dalam CNN Indonesia

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200318171241-32-484669/dpr-sebut-

jokowi-tak-punya-rencana-jangka-pendek-cegah-corona

CNN Indonesia. 2020. Mahfud: Darurat Sipil Berlaku Jika Diperlukan Hadapi Corona.

Dalam CNN Indonesia https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200401131715-32-

489101/mahfud-darurat-sipil-berlaku-jika-diperlukan-hadapi-corona

Firdausi, Indrianti Azhar. 2018. Kisruh Regulasi Tenaga Kerja Asing Sebagai Kegagalan

Komunikasi Publik Pemerintah. Hlm. 91

Hasan, Erliana. 2014. Modul Paradigma Komunikasi Pemerintahan. Hlm. 1.24

J.16. 2020. Hiruk-Pikuk Lingua Elite Memerangi Corona. Dalam Pinter Politik

https://www.pinterpolitik.com/hiruk-pikuk-lingua-elite-memerangi-corona/

Jimly Asshiddiqie. 2007. Hukum Tata Negara Darurat. Jakarta: Rajawali Press

JDIH Kemenristek. 2011. Upaya Membangun Komunikasi Politik yang Sistematis, Sinergis,

dan Efektif pada Kementerian/Lembaga.

http://jdih.ristekdikti.go.id/v0/?q=berita/%E2%80%9Cupaya-membangun-komunikasi-

politik-yang-sistematis-sinergis-dan-efektif-pada-kementerianlembaga%E2%80%9D

Page 17: Darurat Sipil: Bukti Buruknya Komunikasi Pemerintah

Jpnn.com. 2020. Koalisi Masyarakat Sipil Beber Kegagapan Pemerintah Tangani Corona.

Dalam jpnn.com https://www.jpnn.com/news/koalisi-masyarakat-sipil-beber-

kegagapan-pemerintah-tangani-corona

Kusuma, Farid. 2020. Koalisi Masyarakat Sipil Mendesak Pemerintah Tetapkan Darurat

Kesehatan Masyarakat. Dalam Suara Surabaya

https://www.suarasurabaya.net/kelanakota/2020/koalisi-masyarakat-sipil-mendesak-

pemerintah-tetapkan-darurat-kesehatan-masyarakat/

Osgar S. Matompo. 2014. Pembatasan Terhadap Hak Asasi Manusia dalam Prespektif

Keadaan Darurat. Jurnal Media Hukum Vol. 21 No 1, Juni 2014

Pratama Taher, Andrian. 2020. Mensesneg Meralat Pernyataan Jubir Jokowi Bolehkan

Mudik. Dalam Tirto.id https://tirto.id/eKr3

Puspa, Atalya. 2020. DPR Kritisi Komunikasi Publik Pemerintah Soal Covid-19. Dalam

Media Indonesia https://mediaindonesia.com/read/detail/296484-dpr-kritisi-

komunikasi-publik-pemerintah-soal-covid-19

Ramadani, Thoriq. 2019. Pengelolaan Komunikasi Publik. Hlm. 13

Silalahi, Ulber. 2004. Komunikasi Pemerintahan: Mengirim Dan Menerima Informasi Tugas

Dan Informasi Publik. Hlm. 37

Triwibowo, Whisnu. 2020. Analisis: Pemerintah Masih Bisa Perbaiki Komunikasi Krisis

Pandemi yang Sejauh Ini Gagal. Dalam The Conversation

https://theconversation.com/analisis-pemerintah-masih-bisa-perbaiki-komunikasi-krisis-

pandemi-yang-sejauh-ini-gagal-134542

Yuliawati. 2020. Masyarakat 'Gerah' Tuntut Transparansi Pemerintah Atasi Wabah Corona.

Dalam Katadata.id https://katadata.co.id/berita/2020/03/13/masyarakat-gerah-tuntut-

transparansi-pemerintah-atasi-wabah-corona