Top Banner
8

DARI REDAKSI - pii.or.idpii.or.id/wp-content/uploads/EW-XVI-ff.pdfdalam riset dan pengembangan komponen kapal tersebut sudah barang tentu perlu memasukkan aspek alih teknologi dari

Mar 19, 2019

Download

Documents

hoangdung
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: DARI REDAKSI - pii.or.idpii.or.id/wp-content/uploads/EW-XVI-ff.pdfdalam riset dan pengembangan komponen kapal tersebut sudah barang tentu perlu memasukkan aspek alih teknologi dari
Page 2: DARI REDAKSI - pii.or.idpii.or.id/wp-content/uploads/EW-XVI-ff.pdfdalam riset dan pengembangan komponen kapal tersebut sudah barang tentu perlu memasukkan aspek alih teknologi dari

2

DARI REDAKSI Membangun Kemaritiman, Mambangun Keinsinyuran

Pada 13 Desember 1957, Perdana Menteri Djuanda dan tim berhasil merumuskan konsep Wawasan Nusantara yang mengandung arti bahwa kawasan darat dan perairan Indonesia adalah satu kesatuan wilayah. Konsep ini kemudian diakui dalam Konvensi Hukum Laut PBB (United Nations Convention on The Law of The Sea/UNCLOS) pada tahun 1982. Ini adalah tonggak kembalinya Indonesia menjadi negara maritim. Sebelumnya, Presiden Soekarno pernah menyatakan bahwa “Our geopolitical destiny is maritime”. Ketika masa Presiden Abdurahman Wahid, tanggal 13 Desember dicanangkan sebagai Hari Nusantara, yang kemudian disahkan pada masa Presiden Megawati melalui Kepres nomor 126 tahun 2001. Kini, melalui gagasan dari Presiden Joko Widodo, Indonesia tengah menuju menjadi poros maritim dunia, yaitu sebuah gagasan strategis yang diwujudkan untuk menjamin konektivitas antarpulau, pengembangan insdustri perkapalan dan perikanan, perbaikan transportasi laut, serta fokus pada keamanan maritim. “Saya memilih forum ini untuk menyampaikan gagasan saya tentang Indonesia sebagai poros maritim dunia, dan harapan saya tentang peran KTT Asia Timur ke depan,” ujar Presiden Joko Widodo dalam pidatonya di KTT Asia Timur di Myanmar, 13 November 2015. Ada lima pilar utama untuk mewujudkan gagasan ini. Pertama adalah membangun kembali budaya maritim Indonesia. Intinya adalah menjadi bangsa yang kemakmuran dan kemajuannya sangat ditentukan bagaimana mengelola laut. Yang kedua adalah komitmen menjaga dan mengelola sumberdaya laut dengan fokus membangun kedaulatan pangan melalui pengembangan industri perikanan dengan menempatkan nelayan sebagai pilar utama.

Berikutnya adalah komitmen mendorong pembangunan infrastruktur dan konektivitas maritim dengan membangun tol laut, pelabuhan laut, logistik, industri perkapalan, serta pariwisata maritim. Keempat, diplomasi maritim yang mengajak semua mitra Indonesia untuk bekerja sama pada bidang kelautan, termasuk menghilangkan sumber konflik di laut. Pilar terakhir adalah pembangunan kekuatan pertahanan maritim. Jika diperhatikan semua pilar untuk membentuk poros maritim dunia, maka peran insinyur akan sangat dibutuhkan untuk mewujudkannya. Pembangunan besar-besaran di bidang kemaritiman akan segera dilakukan. Kebutuhan tenaga insinyur, sebagai tenaga inti pembangunan, akan meningkat. Hal ini dapat dijadikan momentum untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas insinyur Indonesia. Tentunya hal ini bukanlah pekerjaan mudah. Banyak kendala menanti di depan. Termasuk mengubah paradigma dari “wawasan darat” ke “wawasan maritim” . Namun seperti slogan sebuah merek perlengkapan olahraga, Impossible is Nothing, kita pasti bisa mewujudkannya.*** Aries R. Prima Pemimpin Redaksi

Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung

IKPT, WIJAYA KARYA dan JASA MARGA

Page 3: DARI REDAKSI - pii.or.idpii.or.id/wp-content/uploads/EW-XVI-ff.pdfdalam riset dan pengembangan komponen kapal tersebut sudah barang tentu perlu memasukkan aspek alih teknologi dari

3

Pemikiran Fokus Riset Teknologi Maritim untuk Pengembangan Industri Komponen Kapal Nasional Walujo & Iskendar BKTK PII

Cita-cita Indonesia menjadi “Poros Maritim Dunia” tidak bisa ditawar lagi untuk menjadi kenyataan, mengingat bahwa posisi Indonesia secara geografis sangat strategis, juga melimpah akan sumberdaya alamnya. Di sisi lain, kemampuan industri maritim nasional, khususnya galangan kapal juga sangat besar, di dalam perkembangannya yang terus bangkit. Sayangnya di dalam setiap kegiatan proyek pembangunan “kapal baru”, jumlah komponen produk dalam negerinya masih rendah. Pada pembangunan “kapal baru” kurang lebih 65% komponen-komponennya harus diimpor dari luar negeri (Iperindo, 2015). Bagaimana upaya yang mesti dilakukan agar ketersediaan komponen kapal yang diproduksi di dalam negeri meningkat? Salah satu pemikiran awal yang perlu dipertimbangkan adalah perlunya langkah riset-riset teknologi maritim yang diarahkan kepada riset industri komponen kapal. Di dalam riset dan pengembangan komponen kapal tersebut sudah barang tentu perlu memasukkan aspek alih teknologi dari negara-negara maju yang telah mempunyai pengalaman di bidang industri komponen kapal, di samping aspek keramahannya terhadap lingkungan hidup. Untuk itu riset apa yang tepat? Salah satu jawaban yang perlu dipertimbangkan adalah perlunya fokus riset-riset komponen kapal yang diarahkan kepada ranah-ranah sebagai berikut : (i) merinci dan mengidentifikasi tingkat permintaan pasar atas kebutuhan teknologi dan inovasi komponen kapal baik untuk keperluan domestik maupun global; (ii) analisis kesiapan bisnis; (iii) analisis kesiapan pembiayaan; (iv) analisis kesiapan industri/manufaktur, yang di antaranya mencakup riset kesiapan desain, kesediaan

material, kesediaan fasilitas produksi, keahlian SDM, metode pelaksanaan dan proses pengendalian produksi, perencanaan manufaktur, dan kesiapan pembiayaan atau investasi, serta implementasi sistem inovasi nasional secara utuh; (v) analisis kesiapan sistem atas pelaksanaan penguasaan teknologi; (vi) analisis kesiapan standarisasi; (vii) analisis kesiapan sistem inovasi nasional atas pelaksanaan penguasaan teknologi setiap teknologi dan inovasi yang menjadi kebutuhan bagi pengembangan dan penguasaan teknologi komponen bangunan kapal. Untuk mendukung upaya penguasaan teknologi pembuatan komponen/material bangunan kapal sebagaimana tersebut di atas, maka perlu dipertimbangkan kebutuhan berbagai sumberdaya sebagai berikut: (i) Sumberdaya manusia yang berkompeten yang dapat disiapkan terpadu dengan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan yang sinergi dengan kebutuhan riset pengembangan industri komponen bangunan kapal; (ii) Sumberdaya fasilitas, yang mencakup laboratorium hidrodinamik perkapalan, laboratorium material, laboratorium uji konstruksi dan kekuatan struktur, laboratorium komputasi numerik, laboratorium logam, laboratorium motor dan propulsi, laboratorium perekayasaan teknologi desain, laboratorium elektronika, dan laboratorium terkait lainnya; (iii) Sumberdaya keuangan yang mampu mewujudkan kebutuhan perancangan pembiayaan dengan tingkat kepastian yang tinggi dan mampu mewujudkan penyediaan pembiayaan dengan tingkat kesiapan yang tinggi bagi pengembangan industry komponen bangunan kapal dalam negeri; (iv) Sumberdaya industri yang siap dalam menyediakan desain, material, kesediaan fasilitas produksi, keahlian SDM, perencanaan manufaktur, metode pelaksanaan dan proses pengendalian produksi, dan kesiapan pembiayaan atau investasi, serta implementasi sistem inovasi nasional secara utuh bagi pengembangan industry komponen bangunan kapal dalam negeri; (v) Sumberdaya kelembagaan yang mampu menciptakan sinergi antara pemerintah, industri, dan lembaga penelitian dan pengembangan serta perguruan tinggi sesuai dengan kewenangannya di dalam menghadapi program pengembangan industri komponen bangunan kapal dalam negeri.***

Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung

IKPT, WIJAYA KARYA dan JASA MARGA

Page 4: DARI REDAKSI - pii.or.idpii.or.id/wp-content/uploads/EW-XVI-ff.pdfdalam riset dan pengembangan komponen kapal tersebut sudah barang tentu perlu memasukkan aspek alih teknologi dari

4

Peluang Pengembangan Industri Komponen Kapal Nasional Iskendar Ketua BKTK PII.

Mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia sangat relevan dengan kondisi geografis Indonesia yang berbentuk negara kepulauan, serta mempunyai letak strategis di antara dua benua: Asia dan Australia, dan di antara dua samudera: Hindia dan Pasifik. Posisi Indonesia dilalui oleh 5 jalur alur laut kepulauan Indonesia (ALKI), menjadikan alur pelayaran Indonesia sangat diperlukan bagi alur pelayaran internasional. Sehingga sudah semestinya industri maritim Indonesia, seperti industri galangan kapal, berkembang sebagaimana dibutuhkan. Sejumlah kurang lebih 250 unit perusahaan galangan kapal nasional, dengan berbagai kapasitas produksi, tersebar di Indonesia. Total kapasitas terpasang bangunan baru sebesar 936.000 DWT (deadweight tons) per tahun, sedangkan untuk reparasi kapal 12,15 juta DWT per tahun. Pengalaman produksi kapal nasional dapat terlihat dari kemampuan Indonesia untuk membangun berbagai jenis kapal dengan berbagai ukuran, di antaranya seperti kapal-kapal Caraka Jaya 3000 - 4180 DWT; kapal kontainer 400 - 1600 TEUs; kapal penumpang PAX-500; kapal patroli cepat FPB 57 m dan 28 m; kapal ikan 400 GT; tanker 3.500 - 30.000 DWT; LPG carrier 5.600 m3; Offshore Tin Bucket Dredger 12.000 ton; bulk carrier 42.000 dan 50.000 DWT; kapal tunda 800 - 6000 HP; Ro-Ro 18.900 GT; serta berbagai tipe dan ukuran kapal lainnya. Sayangnya, untuk pembangunan kapal baru di Indonesia, komponen kapal untuk konstruksi lambung,

perlengkapan lambung dan dek, mesin penggerak , peralatan listrik, peralatan navigasi dan komunikasi, peralatan keselamatan dan pencegah pencemaran lingkungan, serta akomodasi dan perlengkapan lainnya, hampir 65 % dari total kebutuhan komponen masih diimpor dari luar negeri. Komponen kapal yang telah mampu diproduksi di dalam negeri masih terbatas pada komponen kerja desain dan pengujian model kapal; Approval & Klasifikasi BKI; Fabricated Material; Consumable Material; Pompa; dan Peralatan Electric Outfitting (IPERINDO, 2015). Dari berbagai diskusi upaya pengembangan industri komponen kapal, dihasilkan pemikiran seperti perlunya: Kebijakan investasi dan modal kerja; Kajian skala ekonomi produksi; Kajian daya serap pasar yang harus memperhitungkan pasar global; Penciptaan kualitas produk yang berdaya saing; Sertifikasi; Kerjasama sinergitas antara pihak-pihak terkait sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya untuk saling mendukung; serta Penyelenggaraan alih teknologi. Hal-hal tersebut yang dibutuhkan menjadi langkah-langkah nyata untuk mewujudkan peningkatan peran industri komponen kapal dalam negeri, sehingga menjadi peluang berkembangnya industri penunjang galangan kapal di Indonesia. Program Tol Laut, mendorong kebutuhan kapal baru. Kebutuhan untuk kurun waktu 2015-2019 sebanyak 83 kapal petikemas berbagai ukuran; 500 unit kapal pelayaran rakyat; 26 unit kapal perintis (Bappenas, 2015); 73 unit kapal penjaga pantai, 60 unit kapal barang, 15 unit kapal semi peti kemas, 20 unit kapal rede, 5 unit kapal ternak, 20 unit kapal kenavigasian (Kemenhub, 2015); 1 unit FLNG, 4 unit FPU, 3 unit FPSO, dan 1 unit FSO (SKK Migas, 2015); kurang lebih 3280 unit kapal ikan, 9 unit kapal pengangkut ikan, dan 1 unit kapal riset perikanan (KKP, 2015); 30 unit kapal patroli (Bakamla RI); 13 unit kapal patroli (Dit. POLAIR POLRI). Kapal juga dibutuhkan untuk pelayaran sungai, danau dan penyeberangan, untuk keperluan Hankam dalam bentuk kapal perang, kapal selam, dan lainnya. Sektor wisata bahari juga terus membutuhkan kapal di dalam kegiatannya. Kondisi ini akan memerlukan komponen kapal yang tidak kecil jumlahnya dan menjadikan peluang bagi pengembangan Industri Komponen Bangunan Kapal Dalam Negeri.***

Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung

IKPT, WIJAYA KARYA dan JASA MARGA

Page 5: DARI REDAKSI - pii.or.idpii.or.id/wp-content/uploads/EW-XVI-ff.pdfdalam riset dan pengembangan komponen kapal tersebut sudah barang tentu perlu memasukkan aspek alih teknologi dari

5

Poros Maritim: Antara Cetak Biru Dengan Implementasi Lapangan

Harsusanto

Cetak Biru Pembangunan Infrastruktur Kemaritiman. Menko Kemaritiman dalam berbagai kesempatan menyatakan bahwa fokus pemerintah di sektor kemaritiman ada 4 (empat), yakni: Peneguhan kedaulatan maritim, Pemanfaatan sumber daya alam, Pengembangan Infrastruktur dan Pengembangan SDM, inovasi dan teknologi serta budaya maritim Mengingat pengembangan infrastruktur meliputi pembangunan dan peremajaan sejumlah pelabuhan, maka ada hal-hal yang perlu diperjelas antara lain: berapa kedalaman laut ideal yang diperlukan ? pelabuhan tersebut untuk melayani kapal jenis apa, berapa ukurannya ? apakah kapal penyeberangan, kapal ikan, kapal ternak, kapal curah, kapal container ? apakah disekitar pelabuhan tersebut sudah ada galangan kapal (galkap)? Pertanyaan tersebut penting untuk menjaga rantai kesinambungan dengan sektor kemaritiman maupun sektor industri yang lain. Kedalaman laut dan jenis jasa pelabuhan akan menentukan jenis kapal yang akan dibuat. Demikian pula berapa jumlah kapal yang akan dibangun dalam 5 tahun yang akan datang. Bagaimana mengoordinasikan kebutuhan dan pesanan kapal dari berbagai instansi pemerintah tersebut. Alokasi anggaran tambahan tahun 2015 mencapai ± Rp. 15,9 trilyun yang akan digunakan untuk penyediaan kapal dalam negeri dengan membangkitkan sejumlah galkap nasional melalui insentif fiskal dan non fiskal. Bila bisa dibuat Inte-grated Road Map maka banyak sektor industri yang mendukung kegiatan ini, dari industri galangan kapal (galkap), industri komponen, industri jasa enjiniring sampai dengan jasa pengerukan laut (dredging) Industri Galangan Kapal Nasional. Sehubungan dengan tekad pemerintah untuk mengembangkan industri galkap telah diberikan insentif pajak, sampai dengan keringanan sewa untuk galangan yang berlokasi di tanah pemerintah melalui PT Pelindo I, II, III, dan IV. Namun pertanyaannya apakah segala insentif itu sudah cukup? Dengan azas cabotage saat ini ada dari sekitar 11.600 kapal berbendera Indonesia. Namun menurut IPERINDO 90 % dari jumlah tersebut berasal dari impor, dan mayoritas adalah kapal bekas. Meskipun galkap mendapatkan berbagai insentif namun apabila

di kompetisikan dengan harga kapal bekas pasti masih lebih murah harga kapal bekas! Yang dikhawatirkan adalah industri galkap tetap tidak bisa tumbuh berkembang meskipun sudah diberi fasilitas fiskal dan non fiskal oleh karena kalah bersaing dengan kapal bekas, bisa-bisa malah menjadi „sasaran tembak‟ pemerintah dengan alasan sudah diberi insentif tetapi tetap tidak mampu berkembang. Untuk itu perlu peninjauan kembali/revisi terhadap Permendag No. 75/M-DAG/PER/12/2013 Tentang Ketentuan Impor Barang Modal Bukan Baru. Sebagai contoh importir boleh mengimpor kapal tanker bekas bahkan sampai dengan tonase melebihi 50.000 ton ! Bagaimana Dengan Jasa Pemeliharaan dan Perbaikan Kapal ? Margin dalam pembangunan kapal baru adalah 15-18 %. Sementara margin untuk jasa pemeliharaan/ perbaikan 30-35 %. Pembangunan kapal baru bersifat jangka panjang, sehingga dalam hal ini cash flow sangat penting. Sementara bisnis pemeliharaan/p erbaikan dan refurbishment bersifat jangka pendek, cash flow dan margin bagus, misalnya jasa merubah kapal tanker menjadi kapal Floating Storage Regassification Unit (FSRU). Pengalaman penulis mengerjakan perbaikan kapal tipe Drilling Ship selama 1 bulan dengan nilai kontrak ± US $ 3.3 juta mampu mendapatkan margin yang baik.. Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan Perlu adanya Integrated Road Map pembangunan kemaritiman dan peran KPPIP secara nyata dilapangan. Mencabut/meninjau kembali Pemendag no.75/M-DAG/PER/12/2013 tentang Ketentuan Impor Barang Modal Bukan Baru, utamanya tentang ijin impor kapal bekas. Impor kapal bekas tidak boleh selamanya, harus ada batas akhir . Membangun galkap baru diluar pulau Jawa khusus untuk kegiatan jasa pemeliharaan, perbaikan serta refurbishment untuk kapal ukuran Panamax, 70.000 DWT-90.000 DWT. Patut diyakini bila hal tersebut diatas dapat dilaksanakan maka Misi dan Visi Presiden Joko Widodo untuk menjadikan samudra, laut, selat dan teluk menjadi peradaban Indonesia masa depan akan segera tercapai.***

Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung

IKPT, WIJAYA KARYA dan JASA MARGA

Page 6: DARI REDAKSI - pii.or.idpii.or.id/wp-content/uploads/EW-XVI-ff.pdfdalam riset dan pengembangan komponen kapal tersebut sudah barang tentu perlu memasukkan aspek alih teknologi dari

6

Laut adalah Masa Depan, Teknologi adalah Jawaban

Ridwan Djamaluddin Ketua Bidang Kemaritiman dan Perikanan PII

Menjadikan Benua Maritim Indonesia ini agar menyejahterakan, bukanlah pekerjaan mudah. Pemerintah mengusung program Poros Maritim, dengan 4 pilar utama yaitu: menjaga Kedaulatan Maritim NKRI, mengeolola dan mendayagunakan sumberdaya alam dan jasa kemaritiman, membangun infrastruktur konektivitas antar-moda dan infrastruktur yang terkait, serta meningkatkan peradaban maritim bangsa Indonesia melalui ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, olahraga dan budaya maritim. Keempat pilar tersebut hanya bisa ditegakkan melalui penguasaan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mengawal perbatasan maritim tidak mungkin hanya dilaksanakan dengan menggunakan kapal-kapal patroli, tapi memerlukan Teknologi Penginderaan Jauh dan teknologi informasi dan telekomunikasi untuk mengenali kapal-kapal yang lalulalang. Di bawah air sekali pun, diperlukan pendeteksi kapal selam (antara lain: tomografi akustik). Sumberdaya alam di laut memang banyak, namun untuk menemukan dan mengelolanya jauh lebih sulit dan lebih mahal daripada di darat. Saat ini semakin sulit untuk menemukan sumberdaya alam hayati dan kebumian di laut dan di bawah dasar laut. Dalam hal perikanan, disadari bahwa masa depan adalah perikanan budidaya, bukan perikanan tangkap; sehingga penguasaan iptek benih, pakan, dan kesehatan ikan menjadi vital. Sumberdaya perikanan tangkap di perairan Indonesia tidaklah sekaya yang sering kita dengar. Kita memang sangat kaya dalam hal keanekaragaman hayati, tapi kita “tidak kaya-kaya amat” dalam hal kuantitas dari tiap jenis biota yang ada. Tampaknya, pada masa yang akan datang lebih baik kita mengutamakan

penggunaan sumberdaya hayati laut kita untuk obat-obatan dan kosmetik. Teknologi ekplorasi sumberdaya kebumian di dasar dan di bawah dasar laut pun harus makin canggih, karena kita mencari obyek yang semakin sedikit di laut yang semakin dalam dan di bawah dasar laut yang makin dalam pula. Minyak dan gas bumi kita di darat semakin menipis, sehingga potensi di laut adalah harapan kita. Eksplorasi dan eksploitasi migas dan mineral di laut dalam ini memerlukan teknologi yang handal dengan kelaikan ekonomi yang memadai. Inilah ihwal Blok Masela yang banyak dibincangkan itu. Untuk mengelola sumberdaya maritim dan wilayah NKRI diperlukan infrastruktur pelabuhan, kapal, dan industri pendukungnya. Saat ini Pemerintah sedang membangun 24 pelabuhan, puluhan kapal negara sipil dan militer, serta kapal-kapal swasta. Juga sedang dibangun 3.500 kapal perikanan. Pelabuhan yang sesuai kebutuhan diperlukan untuk bongkar muat jutaan TEUS logistik baik ekspor-impor maupun domestik. Ketimpangan kapasitas produksi di Jawa dan di luar Jawa menimbulkan disparitas harga yang mencolok. Ketersediaan pelabuhan dan kapal, disertai program Pemerintah diarahkan untuk memeratakan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia. Pemerataan pembangunan ini pada gilirannya memerlukan sumberdaya manusia yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi kemaritiman. Untuk itu diperlukan program pendidikan formal dan ketrampilan di berbagai wilayah Indonesia untuk menghasilkan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan lokal dan nasional, serta dapat pula menjadi pekerja internasional yang handal.***

Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung

IKPT, WIJAYA KARYA dan JASA MARGA

Page 7: DARI REDAKSI - pii.or.idpii.or.id/wp-content/uploads/EW-XVI-ff.pdfdalam riset dan pengembangan komponen kapal tersebut sudah barang tentu perlu memasukkan aspek alih teknologi dari

7 Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung

IKPT, WIJAYA KARYA dan JASA MARGA

Ukuran Kesiapan Teknologi untuk Pembangunan Nasional Bidang Maritim

Melaksanakan program Tol Laut, dan kegiatan mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, mendorong suatu perencanaan pengembangan dan penguasaan teknologi industri yang lebih cermat. Pembangunan industri maritim untuk peningkatan daya saing nasional menjadi sasaran perencanaan yang harus mempunyai nilai lebih. Hal ini akan sangat tepat jika perencanaan dan pelaksanaan program teknologi maritim tersebut mengikuti pola dasar penguasaan teknologi yang dipandu oleh konsep kesiapan teknologi (TRL) dan dilandasi oleh kesiapan permintaan (DRL), kesiapan bisnis (BRL), kesiapan pembiayaan (CRL), kesiapan manufaktur (MRL), kesiapan standar (StRL), kesiapan sistem pengelolaan (SRL), dan kesiapan secara menyeluruh melalui penerapan sistem inovasi nasional (IRL) yang mencapai ke level yang paling tinggi. Keseluruhan kesiapan ini selalu diawali dengan kegiatan-kegiatan riset dan pengembangan teknologi dalam menghasilkan dokumen ataupun naskah akademik yang memberikan rekomendasi langkah konkrit yang perlu dilakukan. Implementasinya harus melalui upaya koordinasi yang sinergik antar institusi terkait serta diikuti dengan pengendalian dan kontrol serta sistem pelaporan yang rinci dan rutin sistematis, sehingga dapat diharapkan hasilnya mencapai sasaran sebagaimana ditetapkan. Kerangka waktu pencapaian target sebagaimana digariskan akan sangat tergantung dari kesiapan penguasaan teknologi yang dilakukan secara rinci dan bertahap. Ini yang mesti dikawal pelaksanaannya oleh semua pihak yang berkompeten untuk bisa tepat

sasaran dan tepat waktu, efisien dan efektif. Capaian hasil kegiatan riset dan pengembangan teknologi maritim dalam upaya mendukung perwujudan Indonesia sebagai poros maritim dunia akan ditunjukkan oleh indikator sukses kesiapan teknologi manufaktur yang di antaranya mencakup hal-hal sebagai berikut: (1) Terindentifikasinya konsep manufaktur produk industri maritim secara lengkap. (2) Tersedianya kemampuan untuk menghasilkan teknologi pada skala laboratorium. (3) Tersedianya kemampuan untuk memproduksi komponen prototipe pada lingkungan produksi yang relevan. (4) Memperlihatkan kesiapan produksi dalam tingkatan awal. (5) Tersedianya kemampuan untuk menghasilkan sistem prototipe atau subsistem dalam lingkungan produksi yang relevan. (6) Tersedianya kemampuan untuk menghasilkan sistem, subsistem, atau komponen produk dalam lingkungan produksi yang representatif. (7) Memperlihatkan kemampuan proses produksi sebagai contoh. Siap untuk memulai produksi. (8) Kemampuan untuk memulai produksi dengan skala penuh. (9) Memperlihatkan tingkat produksi penuh dan kerja produksi yang mantap. Untuk hal tersebut di atas perlu didukung dengan riset kesiapan atas desain, kesediaan material, kesediaan fasilitas produksi, keahlian SDM, metode pelaksanaan dan proses pengendalian produksi, perencanaan manufaktur, dan kesiapan pembiayaan atau investasi, serta implementasi sistem inovasi nasional secara utuh di dalam pengembangan dan penguasaan teknologi pembuatan komponen bangunan kapal.***

Abdul Kadir & Iskendar BKTK PII

Gambar : Skema alir pencapaian kesiapan teknologi TRL 9.

Page 8: DARI REDAKSI - pii.or.idpii.or.id/wp-content/uploads/EW-XVI-ff.pdfdalam riset dan pengembangan komponen kapal tersebut sudah barang tentu perlu memasukkan aspek alih teknologi dari

Engineer Weekly Pelindung: A. Hermanto Dardak, Heru Dewanto Penasihat: Bachtiar Siradjuddin Pemimpin Umum: Rudianto Handojo, Pemimpin Redaksi: Aries R. Prima, Pengarah Kreatif: Aryo Adhianto, Pelaksana Kreatif: Gatot Sutedjo,Webmaster: Elmoudy, Web Administrator: Zulmahdi, Erni Alamat: Jl. Bandung No. 1, Menteng, Jakarta Pusat Telepon: 021- 31904251-52. Faksimili: 021 – 31904657. E-mail: [email protected]

Engineer Weekly adalah hasil kerja sama Persatuan Insinyur Indonesia dan Inspirasi Insinyur.