perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 72 TAHUN 2005 TENTANG DESA PADA PROSES PENYUSUNAN RANCANGAN PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA (RPJMDES) DI DESA TRIHARJO KECAMATAN SLEMAN KABUPATEN SLEMAN PENULISAN HUKUM (SKRIPSI) Diajukan dan Disusun Untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana (S1) Dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh : DANNY RAHMAN NIM. E0006098 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012
71
Embed
Danny Rahman - E0006098 · Sleman serta mengetahui hambatan-hambatan pada proses penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMDes) di Desa Triharjo Kecamatan Sleman Kabupaten
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 72 TAHUN 2005
TENTANG DESA PADA PROSES PENYUSUNAN RANCANGAN
PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA (RPJMDES)
DI DESA TRIHARJO KECAMATAN SLEMAN
KABUPATEN SLEMAN
PENULISAN HUKUM
(SKRIPSI)
Diajukan dan Disusun Untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh
Derajat Sarjana (S1) Dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
DANNY RAHMAN
NIM. E0006098
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERNYATAAN
Nama : Danny Rahman
NIM : E0006098
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul:
PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 72 TAHUN 2005
TENTANG DESA PADA PROSES PENYUSUNAN RANCANGAN
PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA (RPJMDES) DI DESA
TRIHARJO KECAMATAN SLEMAN KABUPATEN SLEMAN adalah betul-
betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum ini
diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila kemudian hari
terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi
akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya
peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta,30 Januari 2012
Yang membuat pernyataan
Danny Rahman
NIM. E0006098
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRAK
Danny Rahman. E0006098. 2012. PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 72 TAHUN 2005 TENTANG DESA PADA PROSES PENYUSUNAN RANCANGAN PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA (RPJMDES) DI DESA TRIHARJO KECAMATAN SLEMAN KABUPATEN SLEMAN. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 pada proses penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPMJDes) di Desa Triharjo Kecamatan Sleman Kabupaten Sleman serta mengetahui hambatan-hambatan pada proses penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMDes) di Desa Triharjo Kecamatan Sleman Kabupaten Sleman.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif. Penulis melakukan penelitian di Kelurahan Triharjo, Kecamatan Sleman, Kabupaten Sleman. Jenis data yang dipergunakan yaitu data primer dan data sekunder, dengan teknik pengumpulan data yang terdiri dari teknik pengumpulan data primer dimana dilakukan dengan melakukan wawancara dengan Kepala Desa Triharjo dan teknik pengumpulan data sekunder melalui studi kepustakaan. Analisis data dilakukan secara kualitatif dengan model interaktif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan bahwa pelaksanaan proses penyusunan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Desa di Desa Triharjo berdasarkan pada ketentuan Pasal 63 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, yang mewajibkan kepada Pemerintah Desa untuk menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP Desa). Proses penyusunan itu sendiri yaitu dengan menggunakan Musrenbangdes antara pihak pemerintah desa dengan seluruh lapisan masyarakat Desa Triharjo, serta Pemerintahan Desa dengan BPD yang menghasilkan Peraturan Desa Nomor 6 Tahun 2009 tentang RPJMDes Triharjo. RPJMDes ini digunakan sebagai acuan pembangunan jangka menengah Desa Triharjo yang secara efektif dilaksanakan dengan partisipasi dari seluruh lapisan masyarakat Desa Triharjo Sleman. Kata Kunci : Pemerintah Desa, Rencana Pembangunan Jangka Menengah, Desa
Triharjo
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRACT
Danny Rahman. E0006098. 2012. IMPLEMENTATION GOVERNMENT REGULATION NUMBER 72 YEAR 2005 REGARDING THE VILLAGE ON THE PROCESS OF ARRANGEMENT VILLAGE MEDIUM TERM DEVELOPMENT DRAFT IN TRIHARJO VILLAGE SLEMAN DISTRICT. . Faculty of Law, Sebelas Maret University of Surakarta.
The Legal research aims to determine the implementation of the Government Regulation Number 72 Year 2005 on a process of arrangement village medium term development planning in Triharjo village, and to know the obstacles in the process of arrangement village medium term develompent planning in Triharjo village Sleman district.
This research is a empirical legal research that is descriptive. Author do the research in Triharjo village office sleman district. The type of data that author use is primary data and secondary data, with use data collective tehniques that consist of primary data where made by interviewing head of Triharjo village and collect secondary data trough literary study. Analysis data performed in qualitative with interactive model.
Based on the results of research and discussion produced a conclusion that the implementation of the Government Regulation Number 72 year 2005 on a process of arrangement village medium term development in triharjo village based on the article 63 Government Regulation Number 72 year 2005 regarding to the village, that the village government must arrange village medium term development and village work plan development. This arrangement use village discussion development planning forum between village government and all level of society, also with the village consultative body that produce village regulation number 6 year 2009 regarding Triharjo village medium term development. Use as reference in Triharjo village medium term development which implemented effectively with partisipation from all level of society in Triharjo Village.
Keywords: Village Goverment, village medium term development planning, and
Triharjo Village
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
MOTTO
Hidup adalah sebuah keberanian, mencari tanda tanya tanpa kita bisa
mengerti,……..tanpa bisa menawar.Hidup harus lebih dari sekedar
(Norman Edwin)
Believe you can, and you half way there
(Theodore Rosevelt)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERSEMBAHAN
Allah SWT
Pelindung raga, hati dan pikiranku,, berkah dan ridho-Mu selalu menjadi yang terbaik
Bapak & Ibunda tercinta
Atas limpahan kasih sayang, dukungan dan doa yang selalu terpanjatkan untukku
GOPALA VALENTARA PMPA FH UNS
Tempat menempa potensi yang mengajarkanku akan makna kerjasama, kesabaran, pendewasaan, persaudaraan dan keluarga.
Almamater Fakultas Hukum UNS
Tempat penulis menimba ilmu pengetahuan, khususnya ilmu hukum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KATA PENGANTAR
Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas
limpahan dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum dengan
judul “Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa
Pada Proses Penyusunan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Desa
(RPJMDes) Di Desa Triharjo Kecamatan Sleman Kabupaten Sleman” Skripsi ini
disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana
(S1) dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum UNS.
Penulis yakin bahwa penulisan hukum ini tidak akan terselesaikan tanpa
adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu baik material maupun spiritual, sehingga penulisan hukum ini dapat
terselesaikan, yaitu kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Ibu Maria Madalina, S.H., M.Hum selaku ketua bagian Hukum Tata Negara
dan Seluruh Dosen Tata Negara pada Umumnya yang telah memberi inspirasi
Lampiran 2 Surat Keterangan Kepala Desa Triharjo Sleman Nomor :
045.2/001/KP/I/2012 Perihal Surat Tidak Keberatan Dilaksanakan
Ijin Penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa
Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. Ini berarti
bahwa Negara yang berbentuk negara kesatuan, oleh karena itu segenap kekuasaan
atau kewenangan serta tanggung jawab terhadap kesejahteraan dan kelangsungan
hidup bangsa Indonesia berada di bawah kendali satu pemegang kekuasaan terpusat
yang terdapat pada Pemerintah Pusat. Dengan demikian corak sistem pemerintahan
tersebut adalah bersifat sentralisasi. Namun karena wilayah Negara Republik
Indonesia sedemikian luasnya dan didiami berbagai suku bangsa yang beraneka
ragam, maka corak pemerintahan sentralis bukanlah tipe ideal sistem pemerintahan
yang cocok untuk mengatur wilayah dan penduduk yang demikian banyak dan
beragam tersebut. Untuk itu diaturlah corak pemerintahan di Indonesia berdasarkan
sistem pembagian kekuasaan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
berdasarkan corak desentralisasi sebagaimana tercermin dalam Pasal 18 Undang-
Undang Dasar 1945.
Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa pembagian daerah
Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk dan susunan pemerintahannya
ditetapkan dengan Undang-Undang dengan memandang dan mengingat dasar
permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara dan hak-hak asal-usul dalam
daerah-daerah yang bersifat istimewa. Berdasarkan ketentuan Pasal 18 Undang-
Undang Dasar 1945, wilayah Indonesia dibagi dalam daerah-daerah provinsi, dan
daerah provinsi dibagi atas daerah kabupaten dan daerah kota.
Akhir tahun 2004, tepatnya 15 Oktober 2004 pemerintah memberlakukan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai
pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam Pejelasan Umum poin 1, Dasar Pemikiran huruf b Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 memuat prinsip Otonomi Daerah. Menggunakan prinsip otonomi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur
semua urusan pemerintahan, di luar yang menjadi urusan Pemerintah yang
ditetapkan dalam Undang-Undang ini. Keberadaan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan perkembangan yang
baru untuk kehidupan pemerintahan di Indonesia yang reformatif, transparan dan
profesional dalam pengelolaan proses pembangunan pemerintahan. Bahkan telah
memberikan suatu harapan untuk menjamin pelaksanaan pemerintahan dan
pembangunan daerah yang optimal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
“Citizen participation is considered as an important factor for successful
and prosperity of local government. Citizen‘s participation in local government
produce more efficiency in programs as well as promote good governance, without
community participation, there are obviously no accountability, no development,
and no program” (Seyed Hamid Mohammadi, 2010 : 576). Artikel tersebut
menerangkan bahwa partisipasi dari rakyat dianggap sebagai faktor penting bagi
kesuksesan dan kemakmuran dari pemerintah daerah. Peran serta masyarakat
daerah akan memberikan keefektifan dalam program pemerintah, serta akan sesuai
dengan asas pemerintahan yang baik. Tanpa adanya partisipasi dari komunitas
masyarakat daerah, tentu tidak ada akuntabilitas, tidak ada perkembangan dan
program pemerintah tidak berjalan dengan lancar.
Secara jelas dan tegas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 memberikan
otonomi yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah. Pemberian
otonomi tersebut membuat daerah akan lebih mampu melaksanakan pembangunan
yang desentralistik, yakni pembangunan daerah yang senantiasa berorientasi dan
mempertimbangkan karakteristik daerah, baik dari sumber daya alam maupun
sumber daya manusia.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang mengatur aspek Pemerintahan Daerah sedang mengalami revisi. Salah satu revisi yang dimaksud adalah pemisahan aturan desa secara khusus ke dalam Undang-Undang tersendiri. Untuk mendukung perubahan mendasar tentang Pemerintahan Desa tersebut, maka telah dicabut produk hukum setingkat Peraturan Mendagri, Keputusan Mendagri, dan Instruksi Mendagri, yang diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (desa.pkp2.com/2011/09/menuju-babak-baru-pemerintahan-desa.html).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pengaturan khusus Pemerintahan Desa merupakan langkah penting yang
patut didukung guna tertatanya sistem politik dan mekanisme kekuasaan di desa
secara lebih baik. Hal itu dimaksudkan agar di masa datang, desa dapat menjadi
pioner bagi pemantapan demokrasi, kemandirian dan kesejahteraan secara lokal
maupun nasional.
Desa memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Bukan hanya dikarenakan sebagian besar rakyat Indonesia bertempat tinggal di desa, tetapi desa memberikan sumbangan besar dalam menciptakan stabilitas nasional. Pembangunan desa adalah merupakan bagian dari rangkaian pembangunan nasional. Dikatakan sebagai objek pembangunan, karena sebagian penduduk di pedesaan dilihat dari aspek kualitas masih perlu dilakukan pemberdayaan. Sebaliknya sebagai subjek pembangunan penduduk pedesaan memegang peranan yang sangat penting sebagai kekuatan penentu (pelaku) dalam proses pembangunan pedesaan maupun pembangunan nasional (Ali Hanapiah Muhi, 2011 : 1).
Dalam upaya mewujudkan tata kelola Pemerintahan Desa yang baik,
Pemerintahan Desa dituntut untuk mempunyai Visi dan Misi yang baik atau lebih
jelasnya Pemerintahan Desa harus memiliki perencanaan strategis yang baik.
Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang
tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa pada Pasal 64
ayat (1) disebutkan bahwa perencanaan desa dibuat secara berjangka yang meliputi
:
1. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa yang selanjutnya disebut
RPJMD untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.
2. Rencana Kerja Pembangunan Desa, selanjutnya disebut RKP desa merupakan
penjabaran dari RPJMD untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
Perencanaan desa tersebut tentunya merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Perencanan Kabupaten yang penyusunanya dilakukan secara
transparan, partisipatif dan akuntable. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 telah membuka peluang kepada
Pemerintahan Desa untuk menerapkan kewenangan otonomi desa seluas-luasnya
dalam pengembangan desa sesuai dengan sifat asli desa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Desa, wajib disusun
perencanaan pembangunan desa sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan
pembangunan daerah kabupaten. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 63 Peraturan
Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, Pemerintah Desa wajib menyusun Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Desa (RJPMDes) untuk kurun waktu 5 (lima)
tahun, dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDes) untuk kurun waktu
perencanaan 1 (satu) Tahun. RJPMDes ini merupakan penjabaran Visi, Misi, dan
Program Kepala Desa terpilih hasil Pemilihan Kepala Desa (PILKADES) secara
langsung ke dalam strategi Pembangunan Desa, kebijakan umum, program prioritas
Kepala Desa, dan arah kebijakan keuangan desa.
Dalam kaitan dengan sistem Perencanaan Pembangunan sebagaimana telah
diamanatkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dan Peraturan Pemerintah
Nomor 72 Tahun 2005, maka keberadaan RJPMDes Desa Triharjo Tahun 2009-
2013 merupakan suatu bagian utuh dan merupakan kerangka acuan dalam
mewujudkan Kinerja Pemerintahan Desa, khususnya dalam menjalankan agenda
pembangunan sesuai dengan rencana pembangunan yang telah dan atau akan
ditetapkan serta keberadaannya akan dijadikan pedoman seluruh lembaga dan
masyarakat yang ada di desa untuk menyusun RKPDes, RAPBDes, dll. Dengan
demikian, RJPMDes Desa Triharjo menjadi landasan bagi semua dokumen
perencanaan, baik rencana pembangunan tahunan Pemerintah Desa, maupun
dokumen perencanaan lainnya. RJPMDes Desa Triharjo 2009-2013 ini merupakan
RJPMDes Generasi pertama yang akan direalisasikan dalam kurun waktu 5 (lima)
tahun ke depan.
Dengan tersusunnya RJPMDes ini, diharapkan kinerja dari Aparatur
Pemerintahan Desa dapat terukur sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan,
dimana RJPMDes akan digunakan sebagai rujukan dalam penyusunan Rencana
Kerja Pembangunan Desa (RKPDes), APBDes, penyusunan LKPJ (Laporan
Keterangan Pertanggungjawaban) Kepala Desa, dan tolak ukur kinerja Kepala
Desa. Oleh karena itu, RJPMDes ini akan memuat arah kebijakan, program dan
kegiatan yang akan dilaksanakan di Desa Triharjo, dimana program - program yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
diusulkan diharapkan akan dibiayai oleh APBDes Desa Triharjo dan sumber-
sumber dana lain yang dapat diperoleh.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti dan
menyusunnya dalam sebuah penulisan hukum dengan mengangkat judul
“PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 72 TAHUN 2005
TENTANG DESA PADA PROSES PENYUSUNAN RENCANA
PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA (RPJMDes) DI DESA
TRIHARJO KECAMATAN SLEMAN KABUPATEN SLEMAN”.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan hal yang sangat penting dalam suatu
penelitian. Hal ini diperlukan untuk memberikan kemudahan bagi penulis dalam
membatasi permasalahan yang akan ditelitinya, sehingga dapat mencapai tujuan
dan sasaran yang jelas serta memperoleh hasil akhir yang sesuai dengan apa yang
diharapkan.
Berdasarkan uraian dan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya,
maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 pada
proses penyusunan RPJMDes di Desa Triharjo Kecamatan Sleman Kabupaten
Sleman?
2. Hambatan-hambatan apa saja dalam proses penyusunan RPJMDes di Desa
Triharjo Kecamatan Sleman Kabupaten Sleman?
C. Tujuan Penelitian
Suatu penelitian tentunya mempunyai tujuan yang jelas dan ringkas
sehingga dapat memberikan arah pada penelitinya. Adapun tujuan yang ingin
dicapai penulis dalam penelitian ini adalah:
1. Tujuan Objektif
a. Untuk mengetahui mengenai pelaksanaan proses Penyusunan RPJMDes di
Desa Triharjo Kecamatan Sleman Kabupaten Sleman.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Untuk mengetahui hambatan-hambatan dalam pelaksanaan penyusunan
RPJMDes di Desa Triharjo Kecamatan Sleman Kabupaten Sleman.
2. Tujuan Subjektif
a. Untuk menambah dan mengembangkan wawasan berpikir serta menambah
kemampuan penulis.
b. Untuk memperoleh data yang lengkap sebagai bahan membuat penulisan.
c. Untuk memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar S-1 dalam
bidang ilmu hukum di Fakultas Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Setiap penulisan atas suatu penelitian diharapkan dapat memberikan
manfaat. Berdasarkan hal tersebut, manfaat yang hendak dicapai oleh penulis
adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Berguna bagi ilmu pengetahuan khususnya ilmu hukum.
b. Memberikan referensi tambahan terkait dengan penyusunan RPMJDes di
desa Triharjo Kecamatan Sleman Kabupaten Sleman.
c. Untuk menghasilkan deskripsi tentang hambatan-hambatan dalam
pelaksanaan penyusunan RPJMDes di Desa Triharjo Kecamatan Sleman
Kabupaten Sleman.
d. Hasil penelitian dharapkan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi
peningkatan dan pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan Hukum
Tata Negara pada khususnya.
2. Manfaat Praktis
a. Dengan penulisan hukum ini diharapkan dapat meningkatkan dan
mengembangkan kemampuan penulis dalam bidang ilmu hukum sebagai
bekal untuk masuk dalam instansi hukum.
b. Untuk memberikan bahan masukan dan gagasan pemikiran kepada badan
pemerintah yang terkait.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
E. Metode Penelitian
Dalam melakukan suatu penelitian diperlukan adanya sebuah metode dalam
pelaksanaan penelitian tersebut. Penerapan metode secara tepat akan
mempermudah mendapatkan data yang sesuai dengan tujuan penelitian serta
mempermudah pengembangan data guna memperlancar penulisan hukum ini.
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan
konstruksi, yang dilakuakan secara metodelogis, sistematis dan konsisten.
Metodologi pada hakikatnya memberikan pedoman, tentang cara-cara seseorang
ilmuan mempelajari, menganalisa dan memahami lingkungan-lingkungan yang
dihadapinya (Soerjono Soekanto, 2007 : 6).
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah jenis
penelitian hukum empiris atau sosiologis, yaitu penelitian yang mengkaji
hukum dalam kenyataan di masyarakat (mengenai perilakunya) dan dinamakan
data primer (Soerjono Soekanto, 2007 : 51). Dalam penelitian hukum ini,
penulis melakukan penelitian dan memperoleh informasi yang berkaitan
dengan materi penulisan dalam hal pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor
72 Tahun 2005 tentang Desa pada proses penyusunan RPJMDes di Desa
Triharjo Kecamatan Sleman Kabupaten Sleman.
2. Sifat Penelitian
Berdasarkan uraian mengenai jenis penelitian diatas, maka penelitian ini
bersifat deskriptif, dimana data-data yang diperoleh nantinya tidak berbentuk
angka tetapi berupa kata-kata. Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang
dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia,
keadaan, atau gejala-gejala lainnya. Maksudnya adalah terutama untuk
mempertegas hipotesa-hopotesa, agar dapat memperkuat teori lama, atau
didalam menyusun teori-teori baru (Soerjono Soekanto, 2007 : 10).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Pendekatan Penelitian
Jenis pendekatan penelitian yang penulis gunakan adalah pendekatan
penelitian kualitatif, yaitu pendekatan yang digunakan dengan mendasarkan
pada data-data yang dinyatakan responden secara tertulis ataupun lisan, dan
juga perilaku yang nyata, diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh (
Soerjono Soekanto, 2007 : 250 ).
4. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ditetapkan dengan tujuan agar ruang lingkup
permasalahan yang akan diteliti lebih sempit dan terfokus, sehingga penelitian
yang dilakukan lebih terarah. Lokasi yang digunakan oleh Penulis dalam
melakukan Penelitian guna penyusunan penulisan hukum ini adalah bertempat
di Desa Triharjo Sleman.
5. Jenis dan Sumber Data Penelitian
Secara umum dalam penelitian dibedakan antara data yang diperoleh
secara langsung dari masyarakat dan dari bahan pustaka. Data yang diperoleh
langsung dari masyarakat dinamakan data primer, sedangkan data yang
diperoleh dari bahan bahan kepustakaan adalah data sekunder (Soerjono
Soekanto, 2007:51). Jenis data yang digunakan penulis dalam menyusun
penelitian hukum ini adalah :
a. Data primer
Data primer adalah data, fakta, atau keterangan yang diperoleh secara
langsung dari sumber pertama, atau melalui penelitian di lapangan, yaitu
berupa hasil wawancara dengan Bapak Irawan, Sip selaku Kepala Desa
Triharjo Sleman, perangkat desa serta pihak yang berwenang dalam
penyusunan RPJMDes Desa Triharjo Sleman.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data, fakta, atau keterangan yang digunakan oleh
seseorang yang secara tidak langsung dari lapangan, antara lain mencakup
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
peraturan perundang-undangan, dokumen atau arsip, bahan pustaka,
laporan, dan sebagainya yang terkait dengan penelitian.
6. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan hal yang penting dalam penulisan penelitian
hukum. Sebagaimana yang telah diketahui, didalam penelitian ini teknik yang
digunakan penulis yaitu : studi dokumen atau bahan pustaka, dan wawancara
atau interview.
a. Teknik Wawancara (Interview)
Merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan
wawancara atau tanya jawab secara langsung dengan responden, yaitu
pihak-pihak yang berkaitan secara langsung dengan permasalahan yang
diteliti yaitu Bapak Irawan, Sip selaku Kepala Desa Triharjo Sleman.
b. Studi dokumen atau bahan pustaka
Merupakan teknik pengumpulan data dengan mengumpulkan bahan-
bahan yang berupa dokumen-dokumen, buku-buku, atau bahan pustaka
lainnya, yang menyangkut dengan obyek yang diteliti, dalam hal ini yang
menyangkut tentang proses penyusunan rencana pembangunan desa
7. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah
analisis data kualitatif dengan menggunakan metode interaktif. Analisis data
kualitatif merupakan pengolahan data berupa pengumpulan data,
penguraiannya kemudian membandingkan dengan teori yang berhubungan
masalahnya, dan akhirnya menarik kesimpulan. Metode interaktif adalah
analisa yang terdiri dari tiga komponen yaitu reduksi data, penyajian data dan
penarikan kesimpulan, maka data-data diproses melalui tiga komponen tersebut
(HB. Sutopo, 2002 : 94-95).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Model analisis interaktif tersebut digambarkan sebagai berikut :
Gambar. 1 : Teknik Analisis Data (HB. Sutopo, 2002 : 94-95).
Kegiatan komponen itu dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Reduksi data
Merupakan proses pemilihan, perumusatan perhatian kepada
penyerderhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul
dari catatan tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung terus menerus,
bahkan sebelum data benar-benar terkumpul sesuai laporan akhir lengkap
tersusun.
b. Penyajian data
Merupakan sekumpulan informasi yang tersusun memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
c. Penarikan kesimpulan
Dari permulaan data, seorang penganalisis kualitatif mencari arti benda-
benda, keteraturan, pola-pola, penjelasan konfigurasi, berbagai
kemungkinan, alur sebab akibat dan proporsi. Kesimpulan akan ditangani
secara longgar, tetap terbuka dan skeptis, tetapi kesimpulan sudah
disediakan, mula-mula belum jelas, meningkat lebih rinci dan mengakar
pada pokok.
PENGUMPULAN DATA
REDUKSI DATA PENYAJIAN DATA
PENARIKAN KESIMPULAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
F. Sitematika Penulisan Hukum
Sistematika penulisan hukum merupakan suatu rangkaian susunan dari
penulisan itu sendiri yang dibuat secara teratur dan terperinci sehingga dapat
memberikan gambaran jelas mengenai permasalahan yang dibahas. Sistematika
penulisan hukum terbagi menjadi empat bab yang saling berkaitan dan
berhubungan satu sama lain. Sistematika dalam penulisan hukum ini adalah sebagai
berikut :
Bab pertama mengenai pendahuluan. Dalam bab ini penulis menguraikan
mengenai latar belakang masalah yang merupakan hal-hal yang mendorong penulis
untuk melakukan penulisan hukum ini, rumusan masalah, tujuan penelitian yakni
tujuan objektif dan tujuan subjektif, manfaat penelitian berupa manfaat teoritis dan
manfaat praktis. Metode penelitian berupa jenis penelitian, sifat penelitian,
pendekatan penelitian, lokasi penelitian, jenis dan sumber data penelitian, teknik
pengumpulan data, dan teknik analisis data. Jenis penelitian yang digunakan dalam
penulisan ini yakni penelitian hukum empiris, dengan sifat penelitian deskriptif.
Pendekatan penelitian yang digunakan yakni pendekatan penelitian kualitatif, jenis
dan sumber data yakni bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Teknik
pengumpulan data yang digunakan wawancara atau interview dan studi dokumen
atau bahan pustaka. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisisa data
kualitatif dengan menggunakan metode interaktif. Bagian terakhir pada
pendahuluan ini memuat tentang sistematika penulisan hukum yang merupakan
uraian tentang susunan dari penulisan hukum ini yang terdiri dari empat bab, yakni
bab pertama mengenai pendahuluan, bab kedua mengenai tinjauan pustaka, bab
ketiga mengenai hasil penelitian dan pembahasan, dan bab keempat mengenai
penutup.
Bab kedua mengenai tinjauan pustaka. Bab ini berisi tentang teori-teori
kepustakaan yang melandasi penelitian serta mendukung di dalam memecahkan
masalah yang diangkat dalam penulisan hukum ini. Tinjauan pustaka ini berupa
Tinjauan Umum Tentang Desa Dalam Sistem Ketatanegaraan RI, Tinjauan Umum
Tentang Pemerintahan Desa, Tinjauan Umum Tentang Rencana Pembangunan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Desa, dan Tinjauan Umum Tentang Teori Efektivitas. Hal tersebut ditujukan agar
pembaca dapat memahami tentang permasalahan yang penulis teliti.
Bab ketiga mengenai hasil penelitian dan pembahasan. Bab ini menguraikan
tentang hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian hukum ini, yakni
mengenai adanya suatu keterkaitan antara pelaksanaan Peraturan Pemerintah
Nomor 72 Tahun 2005 pada proses penyusunan RPMJDes di Desa Triharjo
Kecamatan Sleman Kabupaten Sleman, dan hambatan-hambatan dalam proses
penyusunan RPMJDes di Desa Triharjo Kecamatan Sleman Kabupaten Sleman.
Bab keempat mengenai penutup. Dalam bab ini diuraikan mengenai
simpulan dari hasil penelitian dan pembahasan serta memuat mengenai saran yang
relevan dari peneliti. Adapun simpulannya adalah bahwa proses penyusunan
Rencana Pembangunan Jangka Menegah Desa Triharjo periode 2009 – 2014
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa yang lebih
khusus pengaturan tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66 Tahun 2007 tentang Perencanaan
Pembangunan Desa memberi amanah kepada pemerintah desa untuk menyusun
program pembangunannya sendiri. Forum perencanaannya disebut sebagai
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbang Desa). Melalui proses
pelibatan masyarakat dalam proses perencanaan dan penganggaran pembangunan
desa, diharapkan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat secara merata dan
berkeadilan lebih bisa tercapai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
B. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum Tentang Desa Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik
Indonesia
Negara Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang berbentuk Republik.
Sebagai suatu negara kesatuan, Indonesia menganut prinsip- prinsip Negara
Kesatuan dan Pembagian Daerah sebagai berikut:
a. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan
daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing
mempunyai pemerintah daerah;
b. Pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas perbantuan;
c. Pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota, menjalankan otonomi seluas-
luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah
dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pelayanan umum dan
daya saing daerah;
d. Pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan
mempunyai hubungan dengan pemerintah dan dengan pemerintah daerah
lainnya;
e. Hubungan dimaksud meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan
umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya;
f. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan
sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras;
g. Hubungan tersebut menimbulkan hubungan administrasi dan kewilayahan
antar susunan pemerintahan;
h. Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang
bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-Undang;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i. Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum
adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(HAW. Widjaja, 2005:253-255).
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 18 tentang
Pemerintahan Daerah tidak menyebutkan secara jelas tentang konsep Desa.
Hanya secara singkat dapat ditemukan dalam Pasal 18 menyatakan “Pembagian
daerah atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahan
ditetapkan dengan Undang-Undang dengan memandang dan mengingat dasar
permusyawaratan dalam sidang pemerintahan negara dan hak-hak asal-usul
dalam daerah yang bersifat istimewa“. Pasal 18 B ayat (2) yang berbunyi
“Negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta
hak – hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip kesatuan negara republik Indonesia yang
diatur dalam Undang Undang”.
Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 ini sangat singkat, tidak menyebut
bentuk, hubungan susunan, tugas, dan fungsi. Namun pembentukanya dengan
menghormati hak asal-usul yang sifatnya istimewa. Pengaturan tentang Desa
tidak diatur secara implisit dalam Undang-Undang. Desa diakui dalam
penjelasan UUD 1945 dimana disebutkan bahwa Indonesia terdir dari kurang
lebih 250 zelfbesturende landschappen dan volksgemeenschappen dengan
sebutan Desa di Jawa dan Bali, Nagari (Minangkabau), dusun dan marga dan
banyak sebutan lainnya yang sejenis, dimana daerah – daerah tersebut memiliki
susunan masyarakat asli dan dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa.
Masa Orde Baru, Desa diatur dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1979 Tentang Pemerintahan Desa, yaitu Undang-Undang yang mengatur
pemerintahan di tingkat Desa, merupakan instrumen kontrol negara kepada
masyarakat lokal. Desa memang diakui keberadaanya, dan diatur dalam Undang-
Undang tersendiri. Isi dari Pasal 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979
menjelaskan bahwa Pemerintahan Desa berada langsung dibawah kontrol
pemerintah pusat, kedudukanya langsung dibawah camat. Desa merupakan suatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
bentuk pemerintahan administratif, atau semacam birokrasi sebagai kepanjangan
tangan negara di tingkat lokal yang berasaskan delegasi. Perspektif Desa
administratif (the local state government) sangat menonjol dalam Undang-
Undang ini, sebagaimana terlihat dalam definisi Pasal 1 Huruf a Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, “Desa adalah suatu
wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah
camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Seiring reformasi, sesuai pula dengan tuntutan berbagai kalangan yang
prihatin dengan kondisi kehidupan masyarakat. Diperlukan suatu perubahan
yang mendasar atas peraturan yang berlaku. Undang-Undang sebelumnya yang
mengatur tentang Desa dirasa kurang dapat memenuhi berbagai kebutuhan
masyarakat dalam segala aspek. Fungsi kontrol pemerintah dirasa diperlukan
pada masa itu dalam pengembangan masyarakat, sehingga dapat tercipta suatu
pemerataan dalam pembangunan masyarakat baik di pusat maupun daerah.
TAP MPR RI Nomor. XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumberdaya Nasional yang Berkeadilan serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia telah mengamanatkan perlu direalisasikannya pembagian kekuasaan, kewenangan, dan pemanfaatan sumber-sumber kehidupan antara Pusat, Daerah (Propinsi, Kabupaten/Kota), dan Desa yang lebih adil daripada masa sebelumnya(R. Yando Zakaria. 2003 :55).
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah pun
diberlakukan. Terdapat perubahan yang sangat mendasar, yakni arena
pembaruan Desa dimana penyeragaman susunan, bentuk dan nama Desa telah
dihapuskan dan hendak didudukkan kembali apa yang disebut dengan otonomi
asli, dan arena pembaruan hubungan pemerintahan daerah dengan pemerintahan
pusat dimana terletak apa yang disebut sebagai desentralisasi.
Belum genap empat tahun regulasi tersebut diimplementasikan, Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 lahir sebagai pengganti Undang-Undang Nomor
22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dalam Undang-Undang Nomor 8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tahun 2005 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah dalam Pasal 200 menyebutkan bahwa
Pemerintahan Daerah kabupaten/ kota dibentuk Pemerintahan Desa yang terdiri
dari Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Rakyat disebutkan bahwa
Desa atau yang disebut dengan nama lain selanjutnya Desa merupakan kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yurisdiksi, berwenang untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul
dan adat istiadat setempat yang diakui dan atau dibentuk dalam sistem
pemerintahan nasional dan berada di kabupaten/ kota, sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai Desa adalah keanekaragaman,
partisipasi, otonomi asli Desa, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.
Selanjutnya diimplementasikan suatu Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun
2005 tentang Desa untuk mengatur lebih lanjut tentang Desa. Prinsip dasar yang
menjadi landasan pemikiran Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005
tentang Desa adalah (Ibnu Sam Widodo. http:www. PP Otoda /Desa dalam Per-
UU-an.html) :
a. Keanekaragaman, dimana pola penyelenggaraan pemerintahan serta
pembangunan Desa tetap menghormati sistem nilai yang berlaku di
masyarakat setempat namun tetap memperhatikan sistem hukum nasional,
dalam hal ini konstitusi menjamin bahwa negara mengakui dan menghormati
kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih
hidup dan berkembang sesuai dengan prinsip-prinsip NKRI.
b. Partisipasi, bahwa penyelenggataan pemerintahan dan pembangunan Desa
harus mampu mewujudkan peran aktif masyarakat dengan tujuan masyarakat
merasa ikut memiliki dan bertanggung jawab serta kebersamaan sebagai
sesama warga Desa.
c. Otonomi asli, kewenangan Pemerintahan Desa dalam mengatur dan mengurus
masyarakat setempat berdasarkan hak asal usul dan nilai budaya yang
berkembang di masyarakat namun harus diselenggarakan dengan administrasi
pemerintahan negara sesuai dengan perkembangan jaman.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
d. Demokratisasi, dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa harus
mengakomodasi aspirasi masyarakat yang diartikulasi melalui BPD dan
lembaga kemasayarakatan sebagai mitra pemerintah Desa.
e. Pemberdayaan masyarakat, penyelenggaraan Pemerintahan Desa
dimaksudkan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat
Desa melalui penetapan program, kebijakan, dan kegiatan yang sesuai dengan
esensi masalah dan prioritas kebutuhan.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, di Indonesia terdapat satuan-satuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah tertentu dan
berwenang menyelenggarakan rumah tangganya sendiri, Satuan-satuan ini
merupakan satuan-satuan ketatanegaraan, karena mempunyai wilayah,
penduduk, dan pemerintahan sendiri. Dan masyarakat hukum tersebut sering
disebut Desa. Desa merupakan sebutan umum bagi satuan-satuan ketatanegaraan
terendah yang langsung di bawah kecamatan, dan pemerintahannya merupakan
satuan organisasi pemerintahan terendah pula. Yang disebut sebagai satuan
organisasi pemerintahan terendah adalah Pemerintahan Desanya, sedangkan
Desa itu sendiri adalah satuan ketatanegaraan terendah.
2. Tinjauan Umum Tentang Pemerintahan Desa
a. Pengertian Pemerintahan Desa
Pasal 200 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa
Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota dibentuk Pemerintahan Desa yang
terdiri dari Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Rakyat.
Selanjutnya diimplementasikan suatu Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun
2005 tentang Desa untuk mengatur lebih lanjut tentang Desa. Menurut Pasal 1
Angka 6 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa adalah
penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan
Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang
diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Pemerintah Desa merupakan simbol formal daripada kesatuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
masyarakat Desa. Pemerintah Desa diselengarakan di bawah pimpinan
seorang Kepala Desa beserta para pembantunya (Perangkat Desa), mewakili
masyarakat Desa guna hubungan ke luar maupun ke dalam masyarakat yang
bersangkutan.
In an alternative paradigm, citizens would play a significant role at the strategic vision level. The professional literature and the participation awards from local government associations are filled with examples of significant levels of community involvement in various activities from strategic planning and visioning to single purpose activities in functional areas such as economic development, education, land use, and recreation. Administrators, elected officials, and community leaders have found that institutionalized neighborhood participation in the policy processes results in a more informed, effective, and participatory citizenry (Pamela D Gibson. 2005:2) jurnal tersebut menjelaskan tentang Pandangan lain terhadap peran penting masyarakat sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah bergantung pada seberapa besar tingkat keikutsertaan masyarakat dalam aktivitas perencanaan dan pandangan demi tercapainya tujuan bersama antara lain adalah perkembangan ekonomi, pendidikan, kependudukan. Pemerintah pusat menyadari bahwa peran serta masyarakat dalam kebijakan yang dibuat oleh pemerintah menghasilkan suatu proses yang nyata, dan efektif.
Dalam menjalankan pemerintahannya, Desa mempunyai hak,
wewenang dan kewajiban sebagai berikut :
1) Hak Pemerintahan Desa :
a) Menyelenggarakan rumah tangganya sendiri; dan
b) Melaksanakan peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan dari
pemerintah dan pemerintah daerah.
2) Wewenang Pemerintahan Desa
a) Menyelenggarakan musyawarah Desa untuk membicarakan masalah-
masalah penting yang menyangkut Pemerintahan Desa dan kehidupan
masyarakat Desanya;
b) Melakukan pungutan dari penduduk Desa berupa iuran atau sumbangan
untuk keperluan penyelenggaraan Pemerintahan Desa dengan
memperhatikan kemampuan ekonomi masyarakat yang bersangkutan
berdasarkan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku; dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
c) Menggerakkan partisipasi masyarakat untuk melaksanakan
pembangunan.
3) Kewajiban Pemerintahan Desa
a) Menjalankan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan masyarakat
di Desa yang bersangkutan;
b) Menyelenggarakan administrasi Pemerintahan Desa;
c) Melakukan tugas-tugas dari pemerintah dan pemerintah daerah;
d) Menjamin dan mengusahakan keamanan, ketentraman dan
kesejahteraan warga Desanya; dan
e) Memelihara tanah kas Desa, usaha Desa dan kekayaan Desa lainnya
yang menjadi milik Desa untuk tetap berdaya guna dan berhasil.
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa merupakan subsistem dari sistem
penyelenggaraan pemerintahan, sehingga Desa memiliki kewenangan untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya.
(HAW. Widjaja, 2004 : 3).
b. Bentuk dan Susunan Pemerintahan Desa
1) Bentuk Pemerintahan Desa
Menurut Pasal 1 angka 7 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun
2005, Pemerintah Desa adalah atau yang disebut dengan nama lain adalah
Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Desa. Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005
Pemerintah Desa mempunyai urusan Pemerintahan Desa yang menjadi
kewenangan Desa, yaitu:
a) urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul Desa;
b) melaksanakan urusan rumah tangga Desa, urusan pemerintahan umum,
pembangunan dan pembinaan masyarakat;
c) urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/ kota yang
diserahkan pengaturannya kepada Desa;
d) tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau
pemerintah kabupaten/ kota; dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
e) urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan
diserahkan kepada Desa.
Untuk menjalankan tugas pokok tersebut Pemerintah Desa
mempunyai fungsi :
a) penyelenggaraan urusan rumah tangga Desa;
b) pelaksanaan tugas di bidang pembangunan dan pembinaan
kemasyarakatan yang menjadi tanggung jawabnya;
c) pelaksanaan pembinaan perekonomian Desa;
d) pelaksanaan pembinaan partisipasi dan swadaya gotong royong
masyarakat;
e) pelaksanaan pembinaan ketentraman dan ketertiban masyarakat;
f) pelaksanaan musyawarah penyelesaian perselisihan masyarakat Desa;
g) penyusunan dan pengajuan rancangan peraturan Desa; dan
h) pelaksanaan tugas yang dilimpahkan kepada pemerintah Desa.
(Hanif Nurcholis, 2005 : 138).
2) Susunan Pemerintahan Desa
Pemerintah Desa dipimpin seorang Kepala Desa yang dibantu oleh
Sekretaris Desa dan Perangkat Desa. Perangkat Desa terdiri atas kepala-
kepala urusan, pelaksana urusan, dan kepala dusun. Urusan rumah tangga
Desa hanya diatur dan diurus oleh Pemerintah Desa itu sendiri. Dimana
pengaturannya dibentuklah suatu Peraturan Desa (Perdes) yang dibuat
bersama oleh Kepala Desa dan BPD (Badan Permusyawarakatan Desa)
yang mana pelaksanaannya dilakukan oleh Kepala Desa dan
dipertanggungjawabkan kepada rakyat melalui BPD (Hanif Nurcholis,
2005 : 138-139).
a) Kepala Desa
Kepala Desa adalah kepala Pemerintahan Desa yang mempunyai
tugas pokok memimpin dan mengkoordinasikan Pemerintah Desa
dalam melaksanakan sebagian urusan rumah tangga Desa, urusan
pemerintahan umum, pembinaan dan pembangunan masyarakat serta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
menjalankan tugas pembantuan dari pemerintah atasnya. Kepala Desa
memimpin para staf/ pembantunya menyelenggarakan Pemerintahan
Desa (Hanif Nurcholis, 2005 : 139).
b) Perangkat Desa
Perangkat Desa terdiri dari Sekretaris Desa, dan Perangkat Desa
lainnya yang meliputi Pelaksana Teknis Lapangan dan Unsur
Kewilayahan yang mempunyai tugas membantu Kepala Desa.
(1) Sekretaris Desa (Sekdes)
Sekretaris Desa adalah staf yang memimpin sekretariat Desa.
Sekretaris Desa bertugas membantu Kepala Desa di bidang
pembinaan administrasi dan memberikan pelayanan teknis
administrasi kepada seluruh perangkat pemerintah Desa. Sekretaris
Desa diisi dari PNS yang memenuhi persyaratan (Hanif Nurcholis,
2005 : 139).
Kelebihan pengisian Sekertaris Desa oleh PNS adalah :
(a) Sekertaris Desa memiliki kepastian kedudukan kepegawaian,
penghasilan serta karier, sehingga dapat memberikan motivasi
untuk berpartisipasi;
(b) Adanya aktor penggerak perubahan dibidang manajemen dan
administrasi pemerintahan untuk tingkat Desa;
(c) Adanya aktor penghubung yang dapat mrnjadi perantara
kebijakan perubahan yang datang dari pemerintah supradesa.
(2) Perangkat Desa Lainnya
Perangkat Desa lainnya adalah staf Sekretariat Desa,
pelaksana teknis lapangan, dan perangkat kewilayahan. Perangkat
Desa diangkat oleh Kepala Desa dari penduduk Desa setempat,
yang berusia paling rendah 20 (dua puluh) tahun dan paling tinggi
60 (enam puluh) tahun, dan ditetapkan dengan Keputusan Kepala
Desa (Bambang Trisantono S, 2011 : 12).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
(a) Kepala urusan adalah staf yang membantu Sekretaris Desa
sesuai dengan bidangnya atau pimpinan unit kerja yang
mengurus fungsi-fungsi tertentu dan bertanggungjawab kepada
Sekertaris Desa (Hanif Nurcholis, 2005 : 139).
(b) Pelaksana Teknis Lapangan adalah staf yang melaksanakan
urusan teknis di lapangan dan bertanggungjawab kepada
Kepala Desa (Didik Sukriono, 2010 : 191).
(c) Kepala Dusun berkedudukan sebagai unsur pelaksana tugas
Kepala Desa di wilayah kerjanya (Hanif Nurcholis, 2005 :
140).
c) Badan Permusyawarakatan Desa
Menurut Pasal 1 angka 8 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun
2005, Badan Permusyawaratan Desa adalah lembaga yang merupakan
perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa
sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa. BPD berfungsi
menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat serta mempunyai fungsi mengawasi
pelaksanaan peraturan Desa dalam rangka pemantapan pelaksanaan
kinerja pemerintah Desa.
Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005
keanggotaan BPD terdiri dari wakil penduduk Desa bersangkutan yang
ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Yang dimaksud
dengan wakil masyarakat dalam hal ini seperti ketua rukun warga,
pemangku adat dan tokoh masyarakat. Masa jabatan BPD 6 (enam)
tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan
berikutnya.
Wewenang BPD menurut Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor
72 Tahun 2005 adalah :
(1) Membahas rancangan peraturan Desa bersama Kepala Desa;
(2) Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan Desa
dan peraturan Kepala Desa;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
(3) Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa;
(4) Membentuk panitia pemilihan Kepala Desa;
(5) Menggali,menampung, menghimpun, merumuskan dan menya-
lurkan aspirasi masyarakat; dan
(6) Menyusun tata tertib BPD.
Hak BPD beserta anggotanya menurut Pasal 36 dan 37 ayat (1)
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 adalah :
(1) Meminta keterangan kepada Pemerintah Desa;
(2) Menyatakan pendapat;
(3) Mengajukan rancangan peraturan Desa;
(4) Mengajukan pertanyaan;
(5) Menyampaikan usul dan pendapat;
(6) Memilih dan dipilih; dan
(7) Memperoleh tunjangan.
Gambar. 2 : Struktur Pemerintahan Desa
Sumber : Hanif Nurcholis, 2005 : 138
KAUR 2
PELAKSANA UR
RAKYAT
KADUS 2
SEKDES
KEPALA DESA BPD
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
c. Otonomi Desa
Otonomi Desa merupakan otonomi yang asli, bulat dan utuh serta
bukan merupakan pemberian dari pemerintah, sebaliknya pemerintah
berkewajiban menghormati otonomi asli yang dimiliki oleh Desa tersebut.
Untuk memperkuat pelaksanaan otonomi Desa, Pemerintah Kabupaten harus
mengupayakan kebijakan sebagai berikut (HAW. Widjaja, 2010 : 164-165).
1) Memberi akses dan kesempatan kepada Desa untuk menggali potensi
sumber daya alam yang ada dalam wilayahnya untuk dimanfaatkan
sebagai sumber pendapatan Desa tanpa mengabaikan fungsi kelestarian,
konservasi dan pembangunan yang berkelanjutan;
2) Memprogramkan pemberian bantuan kepada Desa sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang
lembaga kemasyarakatan serta komponen masyarakat lainnya di Desa
melalui pembinaan dan pengawasan, pemberian pedoman, bimbingan,
pelatihan, arahan dan supervisi.
Menurut C.S.T. Kansil dan Cristine S.T. Kansil, dalam Desa juga
menganut prinsip otonomi nyata. Prinsip Otonomi nyata yang dimaksud
adalah pemberian otonomi kepada Desa hendaknya berdasarkan
pertimbangan, perhitungan tindakan, dan kebijaksanaan yang benar-benar
dapat menjamin bahwa Desa bersangkutan nyata-nyata mampu mengurus
rumah tangganya sendiri. Perinsip otonomi yang bertanggungjawab berarti
bahwa pemberian otonomi Desa itu benar-benar sesuai dengan tujuannya,
yaitu:
1) Lancar dan teraturnya pembangunan di seluruh wilayah Negara;
2) Sesuai atau tidaknya pembangunan dengan pengarahan yang telah
diberikan;
3) Sesuai dengan pembinaan politik dan kesatuan bangsa;
4) Terjaminnya keserasian hubungan antara Pemerintahan Pusat dan
Pemerintahan Desa; dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5) Terjaminnya pembangunan dan perkembangan Desa.
Desa sebagai sebuah kawasan yang otonom memang diberikan hak-hak istimewa, diantaranya adalah terkait pengelolaan keuangan dan alokasi dana Desa, pemilihan Kepala Desa (Kades) serta proses pembangunan Desa. Namun, ditengah pemberian otonomisasi Desa tersebut tidak dibarengi dengan peningkatan kapasitas SDM-nya. Sehingga pelaksanaannya masih jauh dari harapan (http://kaumbiasa.com/otonomi-Desa.php).
Pelaksanaan otonomi Desa juga dibutuhkan sebuah peraturan untuk
mengatur sendiri Pemerintahan Desa yang ingin dijalankan. Maka
dibentuklah sebuah peraturan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor
72 Tahun 2005. Peraturan Desa menurut Pasal 1 angka 14 Peraturan
Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 adalah peraturan perundang-undangan
yang dibuat oleh BPD bersama Kepala Desa. Atau bisa diartikan sebagai
produk hukum tingkat Desa yang ditetapkan oleh Kepala Desa bersama
Badan Permusyawaratan Desa dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan
Desa. Peraturan Desa merupakan penjabaran lebih lanjut dari Peraturan
Perundang-Undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial
budaya masyarakat Desa setempat. Masyarakat berhak memberikan masukan
secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan
Rancangan Peraturan Desa. Untuk melaksanakan Peraturan Desa, Kepala
Desa menetapkan Peraturan Kepala Desa dan/atau Keputusan Kepala Desa
(Sadu Wasistiono, 2007 : 137).
Materi muatan peraturan Desa diantaranya adalah :
1) Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pembangunan Desa dan
pemberdayaan masyarakat.
2) Menetapkan ketentuan-ketentuan yang bersifat pengaturan.
3) Menjabarkan pelaksanaan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa yang
bersifat penetapan.
4) Memuat masalah-masalah yang berkembang di Desa, diantaranya :
a) Penetapan ketentuan yang mengatur penyelenggaraan Pemerintahan
Desa, pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat Desa;
b) Menetapkan segala sesuatu yang menyangkut kepentingan masyarakat;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
c) Menetapkan segala sesuatu yang membebani keuangan Desa dan
masyarakat Desa;
d) Menetapkan segala sesuatu yang memuat larangan, kewajiban dan
membatasi serta membebani hak-hak masyarakat;
e) Menetapkan segala sesuatu yang mengandung himbauan, perintah,
larangan atau keharusan untuk berbuat sesuatu yang ditujukan kepada
masyarakat Desa;
f) Menetapkan segala sesuatu yang memberikan suatu kewajiban atau
beban kepada masyarakat.
5) Tidak boleh mengatur urusan pemerintahan yang belum diserahkan oleh
Kabupaten/ Kota kepada Desa, dan tidak boleh bertentangan dengan
kepentingan umum serta peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
(Bambang Trisantono S, 2011 : 47-48).
3. Tinjauan Umum Tentang Rencana Pembangunan Desa
a. Definisi Rencana Pembangunan
Pembangunan merupakan arah untuk memperbaiki suatu keadaan,
“pembangunan itu tiada lain adalah suatu usaha perubahan untuk menuju
keadaan yang lebih baik berdasarkan norma norma tertentu” ( I Nyoman
Beratha. 1982:65). Perubahan perubahan tersebut meliputi seluruh aspek
kehidupan manusia dalam bermasyarakat, antara lain potensi sumber daya
alam, sumberdaya manusia, yang di gunakan sebaik baiknya. Dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke 4 yang menyatakan :
1) Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
2) Memajukan kesejahteraan umum
3) Mencerdaskan kehidupan bangsa
4) Ikut melaksanakan ketertiban dunia
Berdasarkan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke 4 maka
harus diketahui keadaan apa yang telah diperbaharui, dan cita cita yang
hendak dicapai. Dengan begitu akan dapat ditentukan serta ditetapkan jalan
tentang bagaimana mengubah keadaan yang satu menjadi yang lain
sebagaimana yang dicita-citakan ( I Nyoman Beratha. 1982:66).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Perencanaan pembangunan merupakan suatu alat untuk mewujudkan
pembangunan itu sendiri “Pada haketnya Perencanaan merupakan suatu
rangkaian proses kegiatan menyiapkan keputusan mengenai apa yang
diharapkan terjadi sperti (peristiwa, keadaan, suasana), dan sebagainya.
Perencanaan bukanlah masalah kira-kira, manipulasi atau teoritis tanpa fakta
atau data yang kongkrit” ( Rengganis. 2008:1). Seperti halnya yang di
utarakan oleh I Nyoman Baratha secara sederhana perencanaan dapat pula
dikatakan bahwa penentuan garis tindakan yang dipandang tepat dan
menjamin berhasilnya sesuatu bidang atau beberapa bidang usaha untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan, dan dalam menentukan garis tindakan
mempunyai arti sesuatu yang belum ditentukan kemudian dibuat suatu aturan
untuk ketentuan tersebut yang nantinya harus ditaati oleh obyek yang dikenai
peraturan tersebut .
Instrumen dokumen perencanaan pembangunan nasional yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai acuan utama dalam memformat dan menata sebuah bangsa, mengalami dinamika sesuai dengan perkembangan dan perubahan zaman. Perubahan mendasar yang terjadi adalah semenjak bergulirnya bola reformasi, seperti dilakukannya amandemen UUD 1945, demokratisasi yang melahirkan penguatan desentralisasi dan otonomi daerah (UU Nomor 22/1999 dan UU Nomor 25/1999 yang telah diganti dengan UU Nomor 32/2004 dan UU Nomor 33/2004), UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 23 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, penguatan prinsip-prinsip Good Governance : transparansi, akuntabilitas, partisipasi, bebas KKN, pelayanan publik yang lebih baik. Disamping itu dokumen perencanaan pembangunan nasional juga dipengaruhi oleh Desakan gelombang globalisasi (AFTA, WTO, dsb) dan perubahan peta geopolitik dunia pasca tragedi 11 September 2001 (http:// empimuslion. wordpress.com /2008/04/01/paradigma-perencanaan-pembangunan-nasional).
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional merupakan landasan hukum serta acuan untuk
merencanakan pembangunan nasional sesuai dengan ketentuan Undang-
Undang tersebut. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004
menjelaskan tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu
kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan
yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di
tingkat Pusat dan Daerah.
Untuk melaksanakan sistem perencanaan pembangunan nasional yang
baik, serta merata baik di tingkat pusat serta daerah maka di bentuklah
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata cara
Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan
Daerah. Pasal 2 dan 3 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008
menerangkan tentang Pembangunan Daerah yang merupakan pemanfaatan
sumber daya yang dimiliki untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat yang
nyata, baik dalam aspek pendapatan, kesempatan kerja, lapangan berusaha,
akses terhadap pengambilan kebijakan, berdaya saing, maupun peningkatan
indeks pembangunan manusia, serta tentang Perencanaan Pembangunan
Daerah yang merupakan suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan
yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan didalamnya, guna
pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya yang ada dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah/daerah
dalam jangka waktu tertentu.
b. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa
Pasal 63 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa,
mewajibkan kepada Pemerintah Desa untuk menyusun Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) dan Rencana Kerja
Pembangunan Desa (RKP Desa). Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Desa (RPJMDes) adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun
yang memuat arah kebijakan pembangunan Desa, arah kebijakan keuangan
Desa, kebijakan umum dan program, dengan memperhatikan RPJMD,
program Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), lintas SKPD, dan program
prioritas kewilayahan, disertai dengan rencana kerja selanjutnya.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66 Tahun 2007 tentang
Perencanaan Pembangunan Desa, Pasal 2 ayat (3) menyatakan bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
RPJMDes memuat arah kebijkan keuangan Desa, strategi pembangunan
Desa, dan program kerja Desa. Sebagaimana halnya fungsi perencanaan
adalah untuk menjamin adanya keterkaitan dan konsisten antara perencanaan
(program), penganggaran, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi. RPJMDes
disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan
(program), penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan (termasuk
didalamnya evaluasi).
Hakekat dari tujuan pembangunan Desa adalah untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia, termasuk penciptaan iklim yang mendorong
tumbuhnya prakarsa dan swadaya masyarakat Desa. RPJMDes sebagai suatu
rencana pembangunan Desa harus melibatkan segenap komponen masyarakat
Desa didalam penyusunan, pelaksanaan dan pengawasannya. Dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66 Tahun 2007 Pasal 5 disebutkan
bahwa rencana pembangunan Desa semestinya menerapkan prinsip-prinsip :
1) Pemberdayaan, yaitu upaya untuk mewujudkan kemampuan dan
kemandirian masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara;
2) Partisipatif, yaitu kikutsertaan dan keterlibatan masyarakat secara aktif
dalam proses pembangunan;
3) Berpihak kepada masyarakat, yaitu seluruh proses pembangunan di
peDesaan secara serius memberikan kesempatan yang seluas-luasnya
bagi masyarakat khususnya masyarakat miskin;
4) Terbuka, yaitu setiap proses tahapan perencanaan pembangunan dapat
dilihat dan diketahui secara langsung oleh seluruh masyarakat Desa;
5) Akuntabel, yaitu setiap proses dan tahapan-tahapan kegiatan
pembangunan dapat dipertanggungjawabkan dengan benar, baik pada
pemerintah di Desa maupun pada masyarakat;
6) Selektif, yaitu semua potensi dan masalah terseleksi dengan baik untuk
mencapai hasil yang optimal;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7) Efisiensi dan efektif, yaitu pelaksanaan perencanaan kegiatan sesuai
dengan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang
tersedia;
8) Keberlanjutan, yaitu setiap proses dan tahapan kegiatan perencanaan
harus berjalan secara berkelanjutan;
9) Cermat, yaitu data yang diperoleh cukup objektif, teliti, dapat dipercaya,
dan menampung aspirasi maasyarakat;
10) Proses berulang, yaitu pengkajian terhadap sesuatu masalah/hal
dilakukan secara berulang sehingga mendapatkan hasil yang terbaik;
11) Penggalian informasi, yaitu di dalam menemukan masalah dilakukan
penggalian informasi melalui alat kajian keadaan Desa dengan sumber
informasi utama dari peserta musyawarah perencanaan atau sumber
informasi utama dari masyarakat.
Tujuan dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa
(RPJMDes) adalah untuk :
1) Mewujudkan perencanaan pembangunan Desa sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dan keadaan setempat;
2) Menciptakan rasa memiliki dan tanggungjawab masyarakat terhadap
program pembangunan di Desa;
3) Memelihara dan mengembangkan hasil-hasil pembangunan di Desa;
4) Menumbuhkembangkan dan mendorong peran serta masyarakat dalam
pembangunan di Desa.
c. Rencana Kerja Pembangunan Desa
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66 Tahun 2007 Pasal 1 butir 7
menjelaskan bahwa Rencana Kerja Pembangunan Desa yang selanjutnya
disingkat (RKP Desa) adalah dokumen rencana Desa untuk periode 1 (satu)
tahun dan ditetapkan dengan Surat Keputusan (SK) Kepala Desa. Merupakan
penjabaran dari Rencana Pembangunan unan Jangka Menengah Desa (RPJM
Desa) yang merupakan dokumen rencana untuk 5 (lima) tahun sehingga
program tahunan menjadi berkesinambungan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1) Disusun melalui forum musyawarah perencanaan pembangunan
(musrenbang) tahunan atau biasa disebut musrenbang saja;
2) Dokumen RKPDesa kemudian menjadi masukan (input) penyusunan
dokumen APB Desa dengan sumber anggaran dari Alokasi Dana Desa
(ADD), Pendapatan Asli Desa (PA Desa), swadaya dan pastisipasi
masyarakat, serta sumber-sumber lainnya yang tidak mengikat.
RKP Desa dan APB Desa merupakan dokumen dan infomasi publik.
Pemerintah Desa merupakan lembaga publik yang wajib menyampaikan
informasi publik kepada warga masyarakat. Keterbukaan (transparansi) dan
tanggung gugat (akuntabilitas) kepada publik menjadi prinsip penting bagi
pemerintah Desa. Salah satu bukti bahwa RKP Desa dan APB Desa benar-
benar dikembangkan secara musyawarah adalah bila warga Desa benar-benar
merasa memiliki agenda pembangunan Desanya sendiri.
4. Tinjauan Umum Tentang Teori Efektifitas Hukum
Efektifikasi hukum merupakan proses yang bertujuan agar supaya hukum
berlaku efektif. Keadaan tersebut dapat ditinjau atas dasar beberapa tolok ukur
efektifitas, untuk mengukur sejauh mana efektifitas hukum itu sendiri perlu
adanya tolak ukur yang jelas apakah sebagian besar target mentaati aturan
hukum tersebut. “Seseorang mentaati hukum tergantung pada kepentingannya
diantaranya bersifat compliance atau hanya takut sanksi, internalization atau
ketaatan karena aturan hukum tersebut benar benar cocok dengan nilai intrinsic
yang di anutnya” (Achmad Ali, 2009:375).
Efektifitas hukum dalam tindakan atau realita hukum dapat diketahui
apabila seseorang menyatakan bahwa suatu kaidah hukum berhasil atau gagal
mencapai tujuanya, maka hal itu biasanya diketahui apakah pengaruhnya
berhasil mengatur sikap tindak atau perilaku tertentu sehingga sesuai dengan
tujuannya atau tidak. Efektifitas hukum artinya efektifitas yang akan disoroti
dari tujuan hukum yang ingin dicapai, salah satu upaya yang biasanya dilakukan
supaya masyarakat mematuhi kaidah hukum adalah dengan mencantumkan
sanksi-sanksinya. Sanksi-sanksi tersebut bisa berupa sanksi negatif atau sanksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
positif, yang maksudnya adalah menimbulkan rangsangan agar manusia tidak
melakukan tindakan tercela atau melakukan tindakan yang terpuji. Diperlukan
kondisi-kondisi tertentu yang harus dipenuhi agar hukum mempunyai pengaruh
terhadap sikap tindak atau perilaku manusia. Kondisi-kondisi yang harus ada
adalah antara lain bahwa hukum harus dapat dikomunikasikan. Komunikasi
hukum lebih banyak tertuju pada sikap, oleh karena sikap merupakan suatu
kesiapan mental sehingga seseorang mempunyai kecendurangan untuk
memberikan pandangan yang baik atau buruk, yang kemudian terwujud di dalam
perilaku nyata. Apabila yang dikomunikasikan tidak bisa menjangkau masalah-
masalah yang secara langsung dihadapi oleh sasaran komunikasi hukum maka
akan dijumpai kesulitan-kesulitan. Hasilnya yaitu hukum tidak punya pengaruh
sama sekali atau bahkan mempunyai pengaruh yang negatif. Hal itu disebabkan
oleh karena kebutuhan mereka tidak dapat dipenuhi dan dipahami, sehingga
mengakibatkan terjadinya frustasi, tekanan, atau bahkan konflik