Top Banner
60 DAMPAK SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN TANGGUL PANTAI DI TELUK JAKARTA DAN STRATEGI MITIGASINYA SOCI0-ECONOMIC IMPACT OF COASTAL DIKE DEVELOPMENT IN JAKARTA BAY AND ITS MITIGATION STRATEGY Andi Suriadi Puslitbang Kebijakan dan Penerapan Teknologi, Balitbang, Kementerian PUPR Jl. Pattimura No. 20 Jakarta Selatan [email protected] Tanggal diterima : 10 Maret 2019 ; Tanggal disetujui : 25 April 2019 Abstract Flood disasters that often occur in Jakarta Bay region caused by high water discharge from upstream, rob, and land subsidence. One effort to overcome the flooding is by making a coastal dike. The problem is that along the location coastal dike construction there have been various types of community activities which caused socio-economic impacts. The study aims to identify affected parties, the types of socio-economic impacts experienced by the community and know the mitigation strategies in overcoming the problems that arises. This paper is based on the results of the research using qualitative-descriptive methods. Data was collected through literature review, in-depth interviews, and field observations. Data was analyzed by using methods of identification, classification, interpretation, and conclusion. The result of this study show the parties that received the socio-economic impact are residents living in development coastal dike area, business actors in fishermen sector, fishermen/fishing boat users, and sand/scrap metal entrepreneurs. The types of socio-economic impacts caused are perceived impact and real impact. The mitigation strategies carried out are structural and non-structural. For the reason, it is expected to be able to intent to fulfill the needs of several docks/ship backs and residents’ relocation policies. Keywords: socio-economic impact, coastal dike, mitigation, fishermen, flood Abstrak Bencana banjir yang sering terjadi di wilayah Teluk Jakarta karena tingginya debit air dari hulu, rob, dan penurunan tanah. Salah satu upaya untuk mengatasi banjir tersebut adalah dengan pembuatan tanggul pantai. Permasalahannya adalah di sepanjang lokasi pembangunan tanggul sudah ada berbagai jenis aktivitas masyarakat sehingga menimbulkan dampak sosial ekonomi. Untuk itu, tulisan ini hendak mengetahui pihak yang terdampak, jenis dampak sosial ekonomi dan strategi mitigasi permasalahan yang muncul. Tulisan ini diangkat dari hasil penelitian dengan menggunakan metode kualitatif-deskriptif. Data dikumpulkan melalui metode kajian literatur, wawancara mendalam, dan observasi lapangan. Data dianalisis dengan menggunakan metode identifikasi, klasifikasi, interpretasi, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pihak yang menerima dampak sosial ekonomi adalah warga yang bermukim di areal pembangunan, pelaku usaha di sektor perikanan, nelayan/pengguna kapal nelayan, dan pengusaha pasir/besi tua. Jenis dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan adalah perceived impact dan real impact. Sedangkan strategi mitigasi yang dilakukan adalah struktural dan nonstruktural. Untuk itu, diharapkan dapat memenuhi kebutuhan beberapa dermaga/sandaran kapal serta kebijakan relokasi warga. Kata kunci: dampak sosial ekonomi, tanggul pantai, mitigasi, nelayan, banjir PENDAHULUAN Dalam beberapa tahun terakhir, kawasan Teluk Jakarta sering mengalami banjir. Peristiwa banjir tersebut bukan hanya karena tingginya debit air dari hulu dan hujan lokal yang tidak terakomodasi oleh sistem drainase yang ada, melainkan juga karena banjir rob dan penurunan muka tanah. Hasanuddin menyebutkan bahwa sejak 2007, banjir di kawasan Teluk Jakarta tidak hanya disebabkan oleh hujan dengan intensitas tinggi dan limpasan sungai, tetapi juga berasal dari air laut (banjir rob). Penyebab utama banjir rob ini adalah terjadinya penurunan muka tanah dengan semakin cepat yang mencapai 0,5 – 17 cm/tahun (PMU NCICD, 2017). Jika penurunan muka tanah terus berlanjut tanpa ada
13

DAMPAK SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN TANGGUL PANTAI …

Oct 17, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: DAMPAK SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN TANGGUL PANTAI …

60

DAMPAK SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN TANGGUL PANTAI DI TELUK JAKARTA DAN STRATEGI MITIGASINYA

SOCI0-ECONOMIC IMPACT OF COASTAL DIKE DEVELOPMENT IN

JAKARTA BAY AND ITS MITIGATION STRATEGY

Andi Suriadi

Puslitbang Kebijakan dan Penerapan Teknologi, Balitbang, Kementerian PUPR Jl. Pattimura No. 20 Jakarta Selatan

[email protected]

Tanggal diterima : 10 Maret 2019 ; Tanggal disetujui : 25 April 2019

Abstract Flood disasters that often occur in Jakarta Bay region caused by high water discharge from upstream, rob, and land subsidence. One effort to overcome the flooding is by making a coastal dike. The problem is that along the location coastal dike construction there have been various types of community activities which caused socio-economic impacts. The study aims to identify affected parties, the types of socio-economic impacts experienced by the community and know the mitigation strategies in overcoming the problems that arises. This paper is based on the results of the research using qualitative-descriptive methods. Data was collected through literature review, in-depth interviews, and field observations. Data was analyzed by using methods of identification, classification, interpretation, and conclusion. The result of this study show the parties that received the socio-economic impact are residents living in development coastal dike area, business actors in fishermen sector, fishermen/fishing boat users, and sand/scrap metal entrepreneurs. The types of socio-economic impacts caused are perceived impact and real impact. The mitigation strategies carried out are structural and non-structural. For the reason, it is expected to be able to intent to fulfill the needs of several docks/ship backs and residents’ relocation policies. Keywords: socio-economic impact, coastal dike, mitigation, fishermen, flood

Abstrak

Bencana banjir yang sering terjadi di wilayah Teluk Jakarta karena tingginya debit air dari hulu, rob, dan penurunan tanah. Salah satu upaya untuk mengatasi banjir tersebut adalah dengan pembuatan tanggul pantai. Permasalahannya adalah di sepanjang lokasi pembangunan tanggul sudah ada berbagai jenis aktivitas masyarakat sehingga menimbulkan dampak sosial ekonomi. Untuk itu, tulisan ini hendak mengetahui pihak yang terdampak, jenis dampak sosial ekonomi dan strategi mitigasi permasalahan yang muncul. Tulisan ini diangkat dari hasil penelitian dengan menggunakan metode kualitatif-deskriptif. Data dikumpulkan melalui metode kajian literatur, wawancara mendalam, dan observasi lapangan. Data dianalisis dengan menggunakan metode identifikasi, klasifikasi, interpretasi, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pihak yang menerima dampak sosial ekonomi adalah warga yang bermukim di areal pembangunan, pelaku usaha di sektor perikanan, nelayan/pengguna kapal nelayan, dan pengusaha pasir/besi tua. Jenis dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan adalah perceived impact dan real impact. Sedangkan strategi mitigasi yang dilakukan adalah struktural dan nonstruktural. Untuk itu, diharapkan dapat memenuhi kebutuhan beberapa dermaga/sandaran kapal serta kebijakan relokasi warga.

Kata kunci: dampak sosial ekonomi, tanggul pantai, mitigasi, nelayan, banjir

PENDAHULUAN

Dalam beberapa tahun terakhir, kawasan Teluk Jakarta sering mengalami banjir. Peristiwa banjir tersebut bukan hanya karena tingginya debit air dari hulu dan hujan lokal yang tidak terakomodasi oleh sistem drainase yang ada, melainkan juga karena banjir rob dan penurunan muka tanah. Hasanuddin

menyebutkan bahwa sejak 2007, banjir di kawasan Teluk Jakarta tidak hanya disebabkan oleh hujan dengan intensitas tinggi dan limpasan sungai, tetapi juga berasal dari air laut (banjir rob). Penyebab utama banjir rob ini adalah terjadinya penurunan muka tanah dengan semakin cepat yang mencapai 0,5 – 17 cm/tahun (PMU NCICD, 2017). Jika penurunan muka tanah terus berlanjut tanpa ada

Page 2: DAMPAK SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN TANGGUL PANTAI …

61

penanganan, maka menurut perhitungan Tim ITB, yang dikutip oleh Manik, Jack M. dan M. Djen Marasebessy (2010), beberapa daerah di Jakarta, seperti Tanjung Priok, Bandara Soekarno Hatta, Pademangan, Koja, Cilincing, dan Penjaringan, diperkirakan akan tenggelam pada tahun 2035.

Meskipun tidak semua kawasan di Teluk Jakarta mengalami penurunan yang sama, beberapa lokasi masuk dalam kategori berbahaya. Chandra K., Rangga dan Rima Dewi (2013) membagi lima zona dengan presentase luas wilayah yakni, sangat bahaya (17,44%), bahaya (44,4%), cukup bahaya (30,18%), sedikit bahaya (4,22%), dan tidak bahaya (2,83%). Besarnya persentase zona berbahaya tersebut menurut Ramadhanis, Zainab; Yudo; dan Bambang (2017) disebabkan sebagian besar wilayah Jakarta Utara merupakan area terbangun yang terdiri atas 71,6% berupa kawasan pemukiman yang mayoritas padat, industri, transportasi, perkantoran, pemerintahan, dan fasilitas sosial.

Sementara itu, dari sisi dampak kerugian ekonomi, dengan adanya penurunan tanah ini dampak yang ditimbulkan cenderung bertambah dari tahun ke tahun. Hasil prediksi Yuhanafia, Nurul dan Heri Andreas (2017) menyebutkan bahwa berdasarkan perhitungan estimasi kerugian ekonomi dengan menggunakan tiga parameter diperoleh nilai kerugian sebesar Rp 20.924.334.198.119,00 pada pemodelan banjir untuk tahun 2007 dan terus mengalami penambahan hingga mencapai nilai Rp 36.134.084.410.618,00 pada pemodelan banjir untuk tahun 2027. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan nilai kerugian sebesar 73% (± 15 Trilyun).

Kondisi tersebut membuat berbagai pihak melakukan berbagai upaya untuk mencegah agar kondisi penurunan tanah serta dampak banjir yang ditimbulkannya dapat diminimalkan. Salah satu upaya mitigasi adalah dengan melaksanakan pembangunan tanggul pantai. Upaya yang sama juga direkomendasikan dalam penanganan banjir rob Surabaya, yakni melalui pembangunan tanggul pantai (Prawira, Medhiansya P. dan Adjie Pamungkas, 2014). Namun demikian, pembangunan tanggul pantai yang tujuan utamanya adalah sebagai upaya perlindungan terhadap ancaman banjir rob untuk mengurangi kerugian dampak sosial ekonomi, bukan tidak menimbulkan masalah selain karena potensi dampak sosial ekonomi masyarakat, juga karena potensi konflik sosial yang cukup tinggi. Pertama, pembangunan tanggul di garis pantai pada umumnya menimbukan masalah terutama terkait dengan pola pemanfaatan yang berpotensi

menimbulkan masalah sosial ekonomi. Kedua, pembangunan tanggul pantai berimplikasi terhadap perubahan pola kebiasaan masyarakat yang beraktivitas di pantai mengakibatkan dampak sosial ekonomi masyarakat. Ketiga, terdapat potensi permasalahan masyarakat, misalnya yang terkait dengan klaim di lokasi pembangunan yang saat ini termasuk yang sebagian sudah tergenang akibat banjir rob yang sudah dikuasai dan/atau dimiliki yang dapat menghambat proses pelaksanaan pembangunan tanggul pantai dan pemanfaatan saat ini (existing) sehingga diperlukan resolusi sebagai jalan keluarnya.

Berbagai kajian bersifat teknis sebenarnya telah dilakukan untuk melihat bagaimana kondisi banjir di kawasan Teluk Jakarta termasuk upaya mengatasinya. Putuhena, William M dan Segel Ginting (2013) melakukan penelitian tentang pengembangan model banjir Jakarta; Ginting, Segel dan William M. Putuhena (2014) meneliti tentang sistem peringatan dini banjir di Jakarta dalam rangka meminimalisasi dampak banjir; dan Ginting, Segel; M. Farid; dan Syahril BK. (2015) meneliti tentang pengembangan peta bahaya banjir dengan menggunakan model matematik quasi dua dimensi. Penelitian di atas berusaha mengatasi masalah banjir dan melakukan mitigasi bencana banjir.

Demikian pula, kajian yang terkait dengan dampak sosial ekonomi di kawasan Teluk Jakarta juga sudah beberapa dilakukan. Numitta, Arya R. (2017) meneliti tentang dampak sosial ekonomi seperti menurunnya pendapatan nelayan dan kualitas air yang semakin menurun akibat reklamasi di kawasan Teluk Jakarta. Zulham, Armen (2017) mengkaji perspektif sosial ekonomi reklamasi dan kebijakan pembangunan ekonomi masyarakat perikanan di Teluk Jakarta yang menemukan bahwa kegiatan reklamasi di Teluk Jakarta mendorong perubahan struktural dalam perekonomian pada kawasan tersebut yang cenderung menuju divergensi. Mustaqim, Ibnu (2015) meneliti tentang dampak reklamasi pantai utara Jakarta terhadap fenomena perubahan sosial ekonomi masyarakat di sekitar pelabuhan Muara Angke. Dia menemukan bahwa kegiatan reklamasi pantai memberi dampak terhadap pola kegiatan sosial, budaya, ekonomi, serta habitat ruang perairan masyarakat dibandingkan sebelum reklamasi. Kholil dan Ita (2014) meneliti tentang tingkat keberlanjutan sumber daya perikanan di kawasan Kepulauan Seribu Jakarta yang hasilnya menunjukkan bahwa indikator ekonomi dan sosial budaya dengan masing-masing nilai indeks keberlanjutan dinyatakan 55,44% dan 56,54%, sedangkan untuk ekologi,

Page 3: DAMPAK SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN TANGGUL PANTAI …

62

hukum dan kelembagaan serta teknologi dan infrastruktur di bawah 50%.

Walaupun penelitiannya tidak dilakukan di Teluk Jakarta, namun kajian yang terkait dengan dampak sosial ekonomi pembangunan kawasan pantai juga dilakukan oleh Sudirman, Asmayanti (2018) yang meneliti terkait dampak sosial ekonomi reklamasi pantai di Lasusua Sulawesi Tenggara menemukan bahwa dalam analisis penerapan uji korelasi terhadap faktor yang berpengaruh terhadap sosial ekonomi masyarakat, keterkaitan antara reklamasi pantai terhadap tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, kelembagaan, sarana ekonomi dan kesempatan kerja memiliki hubungan yang kuat atau berpengaruh. Musaddun dan Putri (2016) meneliti tentang kemiskinan nelayan di lokasi banjir rob Tambak Lorok Semarang menunjukkan bahwa faktor natural, struktural, dan kultural menjadi penyebab terjadinya kemiskinan. Demikian pula, Samsu (2015) meneliti tentang dampak pembangunan pesisir pantai terhadap kondisi sosial ekonomi pada masyarakat nelayan di Kec. Abeli Kendari menemukan bahwa secara umum dengan adanya pembangunan pesisir, kondisi sosial ekonomi masyarakat mengalami peningkatan pendapatan nelayan terutama pada punggawa-sawi yang pada umumnya berada di atas kategori tinggi.

Berdasarkan beberapa hasil kajian di atas, tampak bahwa penelitian banjir di Teluk Jakarta sudah banyak dilakukan terutama aspek fisiknya dan aspek sosial ekonomi relatif masih terbatas, termasuk yang dilakukan di lokasi lain terkait dengan pembangunan di pantai. Namun demikian khusus aspek dampak sosial ekonomi terkait dengan pembangunan tanggul pantai diTeluk Jakarta hingga saat ini belum pernah dilakukan. Kajian yang sangat dengan tulisan ini adalah dampak reklamasi, namun reklamasi yang dimaksud adalah pembangunan pulau reklamasi. Sementara itu, tulisan ini lebih berfokus pada pembangunan tanggul (walaupun dalam pembangunannya terdapat tanah timbunan/reklamasi, tetapi lebih pada perkuatan tanggul dan pembuatan arena kegiatan masyarakat. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha mengkaji bagaimana dampak sosial ekonomi akibat pembangunan tanggul pantai dan model-model resolusi konflik yang diterapkan dalam menangani setiap permasalahan yang muncul. Untuk itu, menarik untuk dikaji lebih jauh: (a) Bagaimana dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan dengan adanya pembangunan tanggul pantai? (b) Bagaimana strategi penanganan dalam meminimalisasi dampak yang ditimbulkan?

Sesuai permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi jenis dampak sosial ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat akibat pembangunan tanggul pantai serta mengetahui strategi mitigasi dampak sosial ekonomi dalam mengatasi permasalahan yang muncul. Dengan demikian, diharapkan dapat bermanfaat menjadi bahan pertimbangan dalam melakukan mitigasi ke depan termasuk di tempat lain. KAJIAN PUSTAKA

Pada tataran konseptual, dampak sosial ekonomi pada dasarnya merupakan pengaruh sosial dan ekonomi akibat adanya suatu perubahan yang meliputi semua konsekuensi sosial dan budaya terhadap manusia yang merupakan akibat dari tindakan pribadi atau publik yang merupakan cara di mana manusia hidup, bekerja, bermain, berhubungan satu dengan yang lain, mengelola kebutuhan-kebutuhannya, dan menanggulangi anggota masyarakat secara umum. Secara tipologis, menurut Homenuck (dalam Pratiwi, Dyah AG, 2012), dampak sosial dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok, yakni perceived impact dan real impact. Perceived impact merupakan dampak yang muncul dari persepsi masyarakat terhadap risiko dari adanya suatu aktivitas, kegiatan, atau proyek. Respons masyarakat dari hasil persepsi khususnya perceived impact terhadap kegiatan dapat diwujudkan dalam bentuk kekhawatiran, rasa cemas, dan rasa stres. Sementara itu, real impact merupakan dampak yang riil muncul akibat adanya suatu aktivitas, kegiatan, atau proyek.

Sementara itu, strategi mitigasi dalam meminimalisasi mengurangi atau mencegah berbagai dampak menurut Sugiharyanto dkk. (dalam Dewi, I. Komala dan Yossa Istiadi, 2016) ada dua, yakni mitigasi struktural dan nonstruktural. Mitigasi struktural adalah usaha untuk mengurangi risiko bencana melalui kegiatan pembangunan fisik dan rekayasa teknis bangunan tahan bencana. Sementara itu, mitigasi nonstruktural merupakan usaha atau upaya untuk mengurangi risiko bencana melalui kegiatan yang bersifat nonfisik seperti kebijakan, penguatan institusi, pemberdayaan masyarakat, dan kepedulian.

Mitigasi ini perlu dilakukan mengingat dalam pembanguan kawasan pantai selalu terdapat dampak. Park, Soon-Yawl (2015) mengkaji tentang dampak reklamasi kawasan pantai Saemangeum Korea Selatan yang mengakibatkan terjadinya konflik sosial. Dia mengatakan bahwa konflik sosial dipicu oleh masalah lingkungan seperti penghancuran

Page 4: DAMPAK SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN TANGGUL PANTAI …

63

ekosistem pasang surut, ekosistem laut, dan polusi di danau yang dibuat. Dampak yang ditimbulkan akibat pembangunan reklamasi kawasan pantai adalah munculnya implikasi sosial dan ekologis, yakni (a) privatisasi wilayah ruang publik, (b) munculnya enviromentalisme baru, dan (c) kompromi enviromentalisme.

METODE PENELITIAN Kerangka Pikir

Terjadinya penurunan tanah, meningkatkan muka air laut, serta terjadinya banjir dan rob menyebabkan terjadinya dampak sosial ekonomi terutama di kawasan Teluk Jakarta. Oleh karena itu, salah satu upaya memitigasinya adalah dengan pembangunan tanggul pantai. Tujuan pembangunan pantai ini adalah untuk mencegah terjadinya rob serta dampak sosial ekonomi masyarakat yang lebih besar di sekitar pantai. Namun demikian, dalam

proses pembangunan tersebut tidak lepas dari adanya berbagai masalah karena ternyata di sepanjang garis pantai yang hendak dibangun tanggul, sudah ada aktivitas warga. Oleh karena itu, dampak sosial ekonomi dirasakan warga terutama pada saat pelaksanaan konstruksi. Demikian pula, tidak lepas dari adanya berbagai konflik antara pihak yang melakukan pembangunan dan pihak yang terkena dampak. Untuk mengatasinya, dilakukan model resolusi konflik berupa mitigasi struktural dan nonstruktural sehingga di satu sisi pembangunan tanggul pantai dapat berjalan dengan baik dan di sisi lain dampak sosial ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat dapat diminimalkan. Secara visual, Kerangka Pikir dampak sosial ekonomi pembangunan tanggul pantai dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pikir (Sumber: Disintesiskan Penulis, 2018)

Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2017 yang dilaksanakan oleh Tim Puslitbang Kebijakan dan Penerapan Teknologi, Balitbang, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Lokasi penelitian ini adalah di kawasan Teluk Jakarta wilayah administrasi Jakarta Utara, Provinsi DKI Jakarta dengan fokus pada dua lokasi pembangunan tanggul pantai, yakni tanggul pantai Muara Baru di Kec. Penjaringan dan tanggul pantai Kalibaru di Kec. Cilincing.

Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian

Teknik Pengambilan Sampling dan Pengumpulan Data Teknik pengambilan sampel dilakukan secara nonprobabilita, yakni secara purposif. Di tingkat Pemda dilakukan wawancara dengan Pemda DKI Jakarta, BBWS Ciliwung Cisadane, pengurus

- Penurunan Tanah - Meningkatnya muka air laut - Terjadinya banjir & rob

Menurunnya kondisi sosial

ekonomi masy

Permbangunan

Tanggul Pantai

Dampak Sosial Ekonomi

Strategi Mitigasi Dampak: - Struktural

(alami/ buatan)

- Nonstruktural

Minimalisasi Dampak Sosial Ekonomi

Lokasi Tanggul Pantai Muara Baru Kec. Penjaringan

Lokasi Tanggul Pantai Kali Baru Kec. Cilincing

Page 5: DAMPAK SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN TANGGUL PANTAI …

64

RT dan Pengurus RW, nelayan, pengusaha, petugas TPI, dan tokoh masyarakat. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara kajian literatur, wawancara mendalam, dan observasi lapangan. Ketiga metode pengumpulan data tersebut dilakukan secara kombinatif dalam melengkapi data yang dibutuhkan. Kajian literatur digunakan pada tahap awal untuk mengumpulkan data sekunder yang terkait dengan lokasi dan perkembangan pembangunan tanggul pantai. Wawancara mendalam digunakan untuk menggali informasi baik dari instansi maupun masyarakat. Sedangkan observasi lapangan digunakan untuk mengamati secara langsung kondisi lokasi dan dinamika kehidupan masyarakat secara langsung. Analisis Data Data dianalisis secara kualitatif-deskriptif melalui langkah-langkah berikut: (a) melakukan identifikasi yakni dengan menemukenali berbagai data terkait permasalahan dan potensi-potensi dampak sosial ekonomi yang timbul akibat pembangunan tanggul pantai; (b) melakukan klasifikasi yakni dengan membuat tipologi terhadap unsur-unsur yang memiliki kemiripan data ke dalam beberapa kategori tertentu yang memiliki kemiripan/kesamaan atau ketidaksamaan antara satu lokasi dan lokasi lain pembangunan tanggul pantai, termasuk permasalahannya; (c) melakukan interpretasi terhadap data dengan menggunakan kerangka konseptual atau landasan teori yang digunakan; serta (d) penarikan kesimpulan dengan menyimpulkan data dan hasil pembahasan untuk menjawab pertanyaan penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN Dampak Sosial Ekonomi Dengan adanya pembangunan tanggul pantai yang lokasinya berada di sekitar permukiman dan aktivitas masyarakat, setahap demi setahap telah menimbulkan berbagai dampak sosial ekonomi. Adapun pihak yang mengalami

dampak dan jenis dampak sosial ekonomi yang dirasakan seperti berikut ini. a) Warga yang Bermukim di Areal

Pembanguan Tanggul Di antara kelompok masyarakat yang mengalami dampak adalah warga bermukim di lokasi pembangunan tanggul. Dampak yang akan rasakan adalah mereka akan kehilangan tempat tinggal yang selama ini ditempati karena adanya pembangunan tanggul pantai. Kehilangan yang dimaksud adalah karena lokasi rumah yang mereka tempati akan menjadi bagian dari areal tanggul yang harus ditimbun. Sebenarnya, mereka menempati lokasi tersebut sudah berada di luar areal tanggul lama. Artinya, mereka membangun rumah di atas lokasi yang bukan peruntukannya. Namun demikian, karena tidak ada penertiban, maka lambat laun lokasi permukiman tersebut semakin hari semakin berkembang dan sebagian merupakan permukiman di atas air laut. Warga yang bermukim di areal pembangunan tanggul tersebut adalah di lokasi RW 04 Kelurahan Kalibaru Kecamatan Cilincing dan RW 04 di Muara Baru Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara. Di Kelurahan Kalibaru terdapat sekitar 148 KK yang akan dipindahkan. Mereka pun meminta jika nanti dipaindahkan, maka diharapkan dipindahkan tidak jauh dari lokasi semula.

b) Pelaku Usaha di Sektor Perikanan Pelaku sektor perikanan yang banyak menggantungkan hidupnya di sekitar lokasi mengalami dampak sosial ekonomi akibat pembangunan tanggul pantai. Hal ini terkait dengan sumber mata pencaharian warga di sekitar pantai dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari keluarga. Jika dilihat dalam konteks yang lebih luas, data makro menunjukkan bahwa pelaku usaha yang menggantungkan hidupnya di Teluk Jakarta cukup banyak sebagaimana terlihat pada Tabel 1.

Page 6: DAMPAK SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN TANGGUL PANTAI …

65

Tabel 1. Data Sentra Perikanan DKI Jakarta No. Uraian Jumlah

1. Nelayan: - DKI Jakarta - Non-DKI Jakarta Total

2.167 orang

23.041 orang 25.208 orang

2. Pelaku usaha dan tenaga kerja sektor perikanan

37.542 orang

3. Kapal 0- 5 GT Kapal 6 – 10 GT Kapal 11 – 30 GT Kapal 31 – 60 GT Kapal > 60 GT

1.488 kapal 96 kapal

1.066 kapal 1.565 kapal

102 kapal

4. Produksi: Jumlah produksi Jumlah rupiah

284.156.658 kg/tahun

Rp 5.442.820.028.800/tahun

Sumber: Dinas KPKP Provinsi DKI Jakarta, 2017

Tabel 1 menunjukkan bahwa secara total pelaku sektor perikanan: nelayan (DKI Jakarta dan non-DKI Jakarta mencapai 25.208 orang, sedangkan pelaku usaha dan tenaga kerja mencapai 37.543 orang. Ini menunjukkan bahwa dilihat secara keseluruhan pihak yang menggantungkan hidupnya di sektor perikanan DKI Jakarta cukup besar, yakni mencapai 62.750 orang. Besarnya jumlah tersebut secara potensial akan terkena pengaruh terhadap pembangunan tanggul pantai. Demikian pula besarnya nilai produksi dari sektor perikanan ini mencapai Rp

5.442.820.028.800/tahun. Jika dilihat dari sisi pendapatan nelayan, dari beberapa lokasi di

Teluk Jakarta, tampak bahwa sektor perikanan (penangkapan ikan, budidaya ikan, dan pengolahan ikan) masih merupakan tumpuan mata pencaharian utama masyarakat di sekitar Teluk Jakarta. Hasil penelitian Zulham, Armen (2017) yang membandingkan pendapatan per minggu masyarakat antara tahun 2013 dan 2017 (khususnya Kalibaru dan Muara Angke) secara proporsi, umumnya sumber pendapatan warga masih berada di sektor perikanan walaupun pendapatan mereka mengalami penurunan setelah adanya reklamasi pulau. Kecenderungan penurunan dan proporsi pendapatan masyarakat nelayan sebagaimana Gambar 3.

Gambar 3. Grafik Penurunan Sumber dan Besaran Pendapatan Masyarakat Perikanan pada Sentra Perikanan Berdasarkan Jenis Usaha di Teluk Jakarta

Sumber: Zulham, Armen, 2017 Jika dilihat pada lingkup yang lebih kecil yakni di Tempat Pelelangan Ikan (TPI), tampak bahwa pelaku usaha pada masyarakat perikanan ternyata cukup bervariasi. Namun demikian, pelaku usaha yang dominan atau proporsi jumlah yang cukup besar melakukan aktivitas di TPI yakni nelayan, pembudidaya kerang hijau,

dan pengolah kerang hijau. Namun yang cukup menarik adalah di antara empat TPI (Kalibaru, Cilincing, Marunda, dan Kamal Muara), ternyata TPI Kalibaru yang paling banyak pelaku usahanya, yakni mencapai 7.853 orang. Jenis dan jumlah pelaku usaha di empat TPI di Teluk Jakarta dapat dilihat pada Tabel 2.

Page 7: DAMPAK SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN TANGGUL PANTAI …

66

Tabel 2. Pelaku Usaha di Tempat Pelelangan Ikan

No. Pelaku Usaha

Jumlah Orang Total

TPI Kalibaru TPI Cilincing TPI Marunda

TPI Kamal Muara

1. Nelayan 1.100 225 209 268 1.802

2. Pembudidaya Kerang Hijau

3.250 47 1.500 495 5.292

3. Pengolah Kerang Hijau

3.250 45 725 135 4.155

4. Pengolah Ikan Asin 115 2 - 72 189

5. Pedagang Ikan 125 42 - 121 288

6. Pedagang Es Batu 1 2 - 3 6

7. Alat-alat Perikanan - 4 - 3 7

8. Olahan Ikan 12 4 - - 16

Jumlah 7.853 371 2.434 1.097 11.755

Sumber: Dinas KPKP Provinsi DKI Jakarta, 2017 c) Pengguna Kapal Nelayan dan Buruh

Angkut Dampak sosial ekonomi juga dirasakan oleh pada pengguna kapal nelayan dengan adanya pembangunan tanggul pantai. Setidaknya, ada beberapa permasalahan yang terkait dengan hambatan mobilitas kapal-kapal nelayan dan buruh angkut. (a) Aksesibilitas nelayan dari dan ke laut

relatif terganggu. Untuk sementara aksesibilitas tersebut masih ada meskipun sebagian nelayan ada yang harus memutar menghindari tanggul pantai yang sudah terbangun.

(b) Jarak dan waktu tempuh nelayan lebih jauh dan lebih lama dari sebelumnya dari dan ke laut. Dengan adanya pembangunan tanggul pantai, kapal-kapal nelayan harus memutar sehingga jarak dan waktu tempuh yang dibutuhkan agak bertambah. Meskipun tidak terlalu jauh jarak perputaran dan durasi yang dibutuhkan, beberapa pengguna kapal nelayan mengatakan bahwa dengan adanya pembangunan tanggul pantai ada perbedaan jarak dan waktu dibanding dengan sebelumnya. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa kapal-kapal membutuhkan waktu 0,5 – 1,5 menit.

(c) Beberapa tenaga buruh angkut harus membawa beban yang lebih dari biasanya karena adanya pembangunan tanggul pantai. Misalnya, sebelum adanya tanggul pantai mereka bisa menyandarkan kapal nelayan langsung di dekat tempat pengolahan

ikan/kerang, dengan adanya tanggul pantai, mereka harus menempuh jarak yang lebih dari biasanya. Pengamatan di lapangan bahwa ada beberapa buruh yang menempuh sekitar 30 - 75 meter dari lokasi sebelumnya.

d) Pengusaha Besi Tua dan Pasir

Pengusaha besi tua dan pasir juga merupakan salah satu kelompok masyarakat yang mengalami dampak sosial ekonomi akibat pembangunan tanggul pantai. Terdapat beberapa pengusaha dan karyawan yang bergerak di bidang jasa besi tua dan penjualan pasir. Besi tua kapal bagi sebagian orang mungkin menjadi sampah yang sulit dimanfaatkan lagi. Namun, bagi pengusaha khususnya di Kalibaru ini keberadaan kapal tua menjadi sumber mata pencaharian yang cukup menjanjikan. 1) Pengusaha Besi Tua

Terdapat dua pengusaha besi tua yang berada di lokasi pembangunan tanggul pantai. Kedua perusahaan besi tua kapal ini mengalami dampak sosial ekonomi berupa terganggunya aktivitas usaha pemotongan besi tua mereka. Ketergangguan mereka adalah jika sebelumnya, perusahaan tersebut langsung menyandarkan kapal-kapal tua atau kapal yang akan direparasi langsung di pantai usaha mereka. Dengan adanya pembangunan tanggul laut, mereka tidak bisa lagi menyandarkan kapalnya dan hanya bisa di sisi luar tanggul. Kendatipun pada saat penelitian dilakukan, mengingat

Page 8: DAMPAK SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN TANGGUL PANTAI …

67

pembangunan belum sepenuhnya rampung, maka masih ada sebagian kapal yang bisa disandarkan langsung ke pantai usaha mereka, namun sebagian lagi ada di sisi luar tanggul.

2) Pengusaha Pasir Di sekitar pembangunan tanggul pantai memang ada lokasi yang dikenal dengan nama Kampung Pangkalan Pasir. Di lokasi ini terdapat pengusaha pasir yang memasarkan pasir, baik ke daerah Jakarta dan sekitarnya maupun ke pulau sekitar Kepulaun Seribu. Harga pasir yang dijual di lokasi ini cukup bervariasi karena sudah dengan ongkos kirimnya. Umumnya jika dilokasi DKI Jakarta dan sekitarnya seharga 1,8 jt per 5 m³ atau setara satu dump truck. Salah satu pengusaha pasir ini adalah CV Bintang Mutiara dan ada juga yang masih merupakan usaha keluarga (belum berbentuk badan usaha). Menurut mereka, dengan adanya tanggul pantai, selain mereka harus berputar, juga semakin hari seiring dengan pembangunan tanggul pantai, maka ruang gerak menyadarkan kapal serta bongkar muat pasir semakin terbatas.

Dengan demikian, data di atas menunjukkan bahwa terdapat empat kategori pihak yang mengalami dampak sosial ekonomi, yakni (a) masyarakat yang bermukim di sekitar lokasi pembangunan tanggul, (b) pelaku usaha di sektor perikanan, (c) nelayan/pengguna kapal nelayan, dan (d) pengusaha besi tua dan pasir. Keempat kategori kelompok masyarakat tersebut memiliki dampak yang dirasakan beberapa yang sama yakni adanya hambatan dalam aksesibilitas ke laut. Jika dikaitkan dengan pada saat penelitian dilaksanakan juga maka sebenarnya dua tipe dampak yang dikatakan oleh Homenuck (dalam Pratiwi, Dyah AG., 2012) terjadi pada saat yang bersamaan. Artinya, sebagian kelompok masyarakat mengalami perceived impact yang lokasinya belum dilaksanakan pembangunan dan sebagian kelompok masyarakat yang mengalami real impact yang lokasinya sedang/sudah terbangun. Perceived impact yang dialami oleh masyarakat yang lokasi rumahnya dibangun adalah (a) apakah rumahnya tetap di lokasi semula, (b) kalaupun mau dipindahkan, akan dipindahkan ke mana, (c) kapan akan dipindahkan, dan (d) bagaimana nanti kondisi di lokasi baru. Hal-hal seperti inilah yang sering diungkapkan oleh masyarakat dalam konteks perceived impact. Sementara itu, kelompok masyarakat yang mengalami real impact berupa (a) tempat sandar perahu/kapal tidak bisa lagi seperti dulu

(langsung bisa di dekat lokasi/rumah); (b) akses perahu terbatas (sebagian harus memutar jauh); dan (c) jarak tempuh angkut ikan lebih jauh. Tampak di sini ada perbedaan antara masyarakat yang baru sebatas mengalami perceived impact dan yang sudah mengalami real impact. Bagi mereka yang masih mengalami perceived impact tampaknya belum ada tindakan berarti yang dilakukan dengan alasan masih menunggu perkembangan selanjutnya. Dengan kata lain, karena keberadaan dan aktivitasnya belum terganggu, maka mereka masih pada taraf masih mengalami dampak psikologis seperti kekhawatiran dan rasa cemas. Hal ini berbeda dengan bagi yang sudah mengalami real impact, kekhawatiran dan rasa cemas mereka sudah mulai dimanifestasikan ke dalam bentuk tindakan berupa pertemuan dengan pihak pelaksana kegiatan pembangunan tanggul pantai. Misalnya, dengan menegosiasikan adanya beberapa kebijakan sementara sehingga mereka masih dapat melakukan aktivitas sehari-sehari seperti biasa tanpa harus terganggu dengan kegiatan pembangunan tanggul pantai. Strategi Mitigasi Dampak Strategi mitigasi dampak yang dilakukan dalam menangani permasalahan yang muncul dengan dua cara, yakni mitigasi nonstruktural dan struktural. a) Mitigasi Nonstruktural

Mitigasi nonstruktural dilakukan dengan cara sosialisasi dan pemberian pemahaman. Sosialisasi dilakukan dalam rangka menyampaikan informasi terutama terkait dengan rencana ataupun kondisi yang berkembang terkait dengan pembangunan tanggul pantai. Selain sosialisasi secara informal, juga dilakukan secara formal. Sosialisasi secara formal dilakukan dengan cara mengundang warga yang terkait dengan pembangunan tanggul. Acara ini biasanya dilakukan di kantor kelurahan setempat. Hal ini dilakukan untuk memudahkan para peserta untuk hadir karena sudah familiar dengan lokasi tersebut di mana lokasi tersebut selain relatif luas juga sudah lokasinya sudah diketahui secara umum. Di samping itu, juga untuk memberi kesan bahwa apa yang dilakukan ini bukanlah untuk kepentingan kelompok tertentu atau untuk mencari keuntungan, melainkan untuk kepentingan masyarakat dan merupakan program pemerintah. Selain sosialisasi, juga sering dilakukan pemberian pemahaman dan pengertian terutama terhadap situasi yang berkembang seiring dengan progres pembangunan tanggul pantai. Misalnya, dengan adanya

Page 9: DAMPAK SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN TANGGUL PANTAI …

68

pemancangan, maka ada kesulitan nelayan untuk aksesibilitas terutama terkait dengan dermaga. Untuk itu, diperlukan pemberian pengertian dan pemahaman kepada nelayan bahwa pemancangan tidak dilakukan dengan cara sekaligus, tetapi secara bertahap dan tetap akan membuka celah agar kapal masih tetap bisa melintas.

b) Mitigasi Struktural Mitigasi struktural dilakukan dengan cara membuat bangunan tertentu agar dampak sosial ekonomi yang dialami masyarakat dapat diminimalkan. Setidaknya, ada dua tipe yang dilakukan dalam mitigasi struktural ini, yakni jangka pendek dan jangka panjang. 1) Mitigasi Struktural Jangka Pendek

Mitigasi struktural jangka pendek dilakukan untuk merespons permasalahan yang berkembang di lapangan. Di samping itu, juga untuk mengakomodasi aspirasi dan harapan warga agar dampak yang mereka rasakan dapat direduksi sehingga dinamika kehidupan sosial ekonomi masyarakat tetap dapat berjalan dengan baik. Adapun jenis mitigasi struktural jangka pendek yang dilakukan adalah: (a) Pembuatan Dermaga Sementara

(Bambu): Pembuatan dermaga sementara ini merupakan salah satu mitigasi struktural yang cukup penting dilakukan di lapangan. Tertimbunnya dermaga lama warga dengan adanya pembangunan tanggul pantai menyebabkan para nelayan tidak punya lagi akses ke laut. Hal ini dikarenakan tanggul pantai yang sudah terbangun memiliki ketinggian ± 4 meter dari muka air laut sehingga tidak memungkinkan warga untuk merapatkan perahunya di tanggul baru dan membutuhkan dermaga sebagai jembatan dari tanggul pantai ke laut. Oleh karena itu, pihak pelaksana kegiatan membolehkan dan mendukung pembangunan dermaga sementara. Dermaga sementara yang ada saat ini ada semuanya terbuat dari bambu. Hal ini dilakukan mengingat adanya kemudahan untuk mendapatkan bahan (bambu) dan juga harganya relatif masih terjangkau dibanding dengan bahan lainnya. Di samping itu, penggunaan bahan jenis bambu ini juga sudah dilakukan oleh warga sebelum adanya pembangunan

tanggul pantai sehingga warga sudah terbiasa dengan pembuatan dermaga bambu.

(b) Penyisaan Celah Tanggul untuk Aksesibilitas Kapal: Pagi lokasi yang masih memungkinkan kapal masih dapat langsung merapat ke darat atau ke dermaga lama, pihak pelaksana proyek masih berusaha melakukan toleransi dengan menyisakan celah untuk aksesibilitas keluar-masuk kapal. Artinya, pihak proyek berusaha untuk tidak menutup secara total semua akses kapal, tetapi masih memberi ruang bagi jalan keluar-masuk kapal. Hal ini dilakukan agar kapal nelayan masih tetap dapat bersandar seperti semula selama pemancangan tiang tanggul masih dilakukan. Ada beberapa lokasi yang masih disisakan celah untuk aksesibilitas kapal nelayan dan juga untuk sementara masih disisakan celah untuk usaha besi tua.

2) Mitigasi Struktural Jangka Panjang Mitigasi struktural jangka panjang merupakan upaya untuk meminimalkan dampak yang dialami masyarakat dalam jangka waktu lama. Hal ini berbeda dengan jangka pendek yang hanya bersifat darurat. Mitigasi jangka panjang ini diharapkan untuk mereduksi dampak yang dirasakan oleh masyarakat dalam rentang waktu yang panjang. Oleh karena itu, mitigasi yang dilakukan pun lebih terencana dan terjadwal. Dengan demikian, upaya mitigasi diharapkan dapat lebih mereduksi dampak sosial ekonomi masyarakat dalam rentang waktu yang relatif lama dan bersifat permanen. Adapun bentuk-bentuk mitigasi struktural jangka panjang yang dilakukan adalah: (a) Pembuatan Dermaga Apung:

Pembuatan Dermaga Apung yang dilakukan saat ini sedang dilaksanakan oleh Balai Pantai, Puslitbang Sumber Daya Air, Badan Litbang PUPR. Pembuatan dermaga apung sebagai respons untuk mengurangi dampak sosial yang dialami oleh masyarakat akibat penutupan beberapa dermaga akibat pembuatan tanggul pantai. Pembuatan dermaga apung yang saat ini dilakukan sebenarnya dalam konteks penerapan teknologi dan uji coba hasil riset dari Balai Pantai.

Page 10: DAMPAK SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN TANGGUL PANTAI …

69

(b) Pembuatan WC Komunal: Pembuatan WC dilakukan oleh pihak pelaksana proyek untuk menggantikan WC yang banyak terdapat di sepanjang pantai. Sebelumnya, WC yang berderet di sepanjang pantai berada di atas air laut dengan menggunakan bambu dan papan yang di sampingnya dibuatkan dinding penutup seadanya. Seiring dengan pembangunan tanggul pantai yang disertai dengan penimbunan, banyak WC warga yang sudah tidak bisa lagi difungsikan karena di sekitarnya sudah banyak tanah timbunan. Oleh karena itu, pihak pelaksana proyek berusaha membuat beberapa unit WC. Lokasi pembuatan WC yang dipilih juga di sekitar lokasi sebelumnya.

Dalam melaksanakan strategi mitigasi tersebut, pihak pelaksana pekerjaan juga menggunakan social capital berupa lembaga sosial yang sudah ada (eksis). Keberadaan lembaga yang telah terbentuk di lokasi menjadi salah satu modal tersendiri yang dimiliki di lokasi pembangunan tanggul pantai. Dengan adanya lembaga sosial di lokasi tersebut, mengindikasikan bahwa di lokasi tersebut terdapat potensi social capital. Keberadaan organisasi seperti Rukun Tetangga, Rukun Warga, Lembaga Musyawarah Kelurahan, dan Kelompok Usaha Bersama merupakan modal yang dapat dimanfaatkan untuk

menggalang potensi mendukung pembangunan sekaligus sebagai wadah membahas berbagai permasalahan yang muncul di lapangan. Mengingat lokasi pembangunan tanggul pantai berada pada kelurahan yang berbeda, maka untuk memperlebar jangkauan, maka dipikirkan bagaimana agar wadah lembaga yang dibentuk juga dapat mencakup tidak hanya satu kelurahan, melainkan bisa menjangkau kelurahan tetangga. Oleh karena itu, pihak pelaksana pekerjaan bersama tokoh masyarakat kemudian membangun lembaga baru, yakni Forum Lokal di tingkat kecamatan sebagai lembaga intermediary untuk membahas masalah yang muncul. Hubungan lembaga intermediary adalah menjadi penyambung dan penghubung antara pihak pelaksana pekerjaan tanggul pantai dengan masyarakat terdampak. Di forum tingkat lokal tersebut, terdiri atas beberapa tokoh masyarakat seperti ketua dan pengurus Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW), pengurus Lembaga Musyawarah Kelurahan (LMK), dan pengurus Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Adapun hubungan forum lokal sebagai lembaga intermediary dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 4. Hubungan Forum Lokal: Lembaga Intermediary

Sumber: Hasil Analisis, 2018 Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, terdapat beberapa potensi konflik yang kalau tidak segera ditangani

dapat menjadi masalah yang lebih besar seperti aksesibilitas kapal, dermaga yang tertutup, dan usaha warga (besi tua dan

Pelaksana Pekerjaan

Masyarakat Terdampak

Forum Lokal Tingkat

Kecamatan

- Ketua/Pengurus RT - Ketua/Pengurus RW - Pengurus LMK - Pengurus KUBE

Page 11: DAMPAK SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN TANGGUL PANTAI …

70

pasir). Mencermati kondisi lapangan, maka dipilih jalan kompromi (jalan tengah) di mana masing-masing pihak masih dapat menjalankan akvititasnya. Pelaksana pekerjaan tetap dapat menjalankan pemancangan dan warga juga masih tetap dapat melakukan aktivitas mencari nafkah. Salah satu prinsip yang dipegang untuk sementara selama pekerjaan proyek adalah aktivitas sosial ekonomi masyarakat tetap berjalan, pekerjaan proyek juga tetap berjalan. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Park, Soon-Yawl (2015) bahwa pembangunan kawasan pantai terutama reklamasi menjadi konflik sebagaimana yang terjadi di Korea Selatan. Namun, yang agak berbeda dalam konteks pembangunan tanggul adalah isu konflik lingkungan relatif tidak muncul (hal ini sangat berbeda dengan reklamasi pulau di sisi luar tanggul pantai). Yang justru potensi konflik dengan para pengguna areal lokasi pantai dan isunya bukan lingkungan, melainkan aksesibilitas dan terhambatnya aktivitas sosial ekonomi yang selama ini telah berjalan.

Dua jenis mitigasi dalam penanganan dampak yakni mitigasi struktural dan nonstruktural diterapkan dalam pembangunan tanggul pantai di Teluk Jakarta. Mitigasi struktural (a) pembuatan dermaga sementara yang terbuat dari bambu, (b) penyisaan celah tanggul untuk aksesibilitas kapal, (c) pembuatan dermaga apung, (d) pembuatan WC komunal; sedangkan untuk mitigasi nonstruktural berupa sosialisasi dalam rangka pemberian pengertian dan pemahaman kepada masyarakat terutama nelayan. Di antara dua jenis mitigasi tersebut, mitigasi nonstruktural merupakan hal yang pertama dilakukan karena berkenaan dengan pemberian informasi tentang pembangunan tanggul pantai. Selain itu, jenis ini sangat penting karena terkait dengan masyarakat secara umum dan jumlah yang cukup besar. Artinya, jika hal ini bermasalah atau tidak berjalan dengan baik, maka potensi permasalahan yang lebih besar akan muncul. Namun karena mitigasi nonstruktural ini relatif berjalan lancar, maka mitigasi struktural dapat dilaksanakan. Yang menarik dalam mitigasi struktural ini adalah adanya strategi yang bertingkat dalam pengertian bahwa ketika masyarakat menginginkan tetap adanya aksesibilitas perahu ke laut, maka pelaksana kegiatan membolehkan dengan menyisakan celah di antara tanggul yang dibangun. Selanjutnya, ketika pembangunan terus berjalan dan celah sudah agak lama ada dan bagian celah tersebut harus ditutup, maka

pelaksana kegiatan mengubah lagi strategi dengan membolehkan warga membuat dermaga bambu di bagian sisi luar tanggul yang baru dibangun. Hal ini dilakukan untuk mengakomodasi kebutuhan warga sambil menunggu pembangunan dermaga apung selesai dibangun. Dengan demikian, apa yang disampaikan oleh Sugiharyanto dkk. (dalam Dewi, I. Komala dan Yossa Istiadi 2016) ternyata dilaksanakan dalam pembangunan tanggul pantai. Namun demikan, ada tipe yang dapat dicermati bahwa selama ini tipologi dua jenis mitigasi selama ini tidak memperhatikan dimensi rentang waktu (sifat sementara/permanen). Pada penelitian ini, dalam hal mitigasi struktural dibagi ke dalam dua jenis yakni bersifat sementara (penyisaan celah akses kapal dan pembuatan dermaga sementara), sedangkan yang bersifat permanen adalah pembuatan dermaga apung. Oleh karena itu dapat dikatakan, penelitian ini menemukan bahwa secara konseptual, selain dua jenis mitigasi (struktural dan nonstruktural), tampaknya juga penting memilah atau membedakan antara mitigasi yang sifatnya sementara dan permanen. Temuan tipologi ini diharapkan dapat memberi sumbangan terhadap khasanah pemahaman konseptual-teoretis dalam mempertajam analisis antara yang bersifat sementara dan permanen. Pentingnya pembedaan ini karena (a) mitigasi yang bersifat permanen dalam kondisi tertentu tidak bisa dilaksanakan secara langsung, (b) mitigasi yang bersifat sementara merupakan hal penting karena dapat mengganggu atau menghambat proses pelaksanaan kegiatan pembangunan, (c) mitigasi sementara merupakan hasil kompromi dan merupakan manifestasi kearifan pelaksana kegiatan pembangunan terhadap aspirasi masyarakat, dan (d) mitigasi sementara ini potensial muncul pada setiap pelaksanaan kegiatan pembangunan sehingga perlu diantisipasi sebelumnya. KESIMPULAN Berdasarkan data, hasil analisis, dan pembahasan yang telah dilakukan di atas, dapat dirumuskan beberapa kesimpulan: (a) Kelompok masyarakat yang merasakan akibat adanya pembangunan tanggul pantai adalah warga yang bermukim di lokasi reklamasi, pelaku usaha sektor perikanan, pengguna kapal nelayan, serta pengusaha besi tua dan pasir. Jika dilihat berdasarkan lokasinya terdapat tiga jenis dampak sosial ekonomi yang dominan yakni warga yang bermukim, sektor perikanan, dan nelayan/pengguna kapal nelayan. Namun, bila

Page 12: DAMPAK SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN TANGGUL PANTAI …

71

dilihat dari tipenya, jenis dampak berupa real impact sudah dialami oleh pelaku usaha sektor perikanan, nelayan/pengguna kapal nelayan, pengusaha besi tua dan pasir, sedangkan yang masih perceived impact adalah warga yang bermukim di lokasi reklamasi karena hingga saat ini belum dipindahkan. Dampak yang dirasakan adalah relokasi, aksesibilitas kapal terganggu, biaya pengolahan hasil laut meningkat. Dari berbagai kelompok masyarakat yang merasakan dampak sosial ekonomi tersebut, yang paling merasakan dampaknya adalah warga yang bermukim di lokasi rencana reklamasi tanggul pantai karena harus kehilangan tempat tinggal; (b) Secara garis besar, terdapat dua strategi dampak sosial ekonomi, yakni secara struktural dan nonstruktural. Secara struktural, terbagi lagi ke dalam dua kategori, yakni jangka pendek dan jangka menengah. Strategi jangka pendek yakni pembuatan dermaga sementara dan pembuatan celah sementara untuk akses kapal, sedangkan jangka panjang adalah pembuatan dermaga apung dan WC komunal. Sementara itu, strategi mitigasi nonstruktural adalah sosialisasi dan pemberian pemahaman. Khusus untuk strategi jangka pendek telah dilaksanakan di semua lokasi di mana pembangunan tanggul sedang dilaksanakan, sedangkan jangka panjang baru pada satu lokasi. Sedangkan model resolusi konflik yang diterapkan memanfaatkan social capital dengan membentuk lembaga Forum Lokal (lembaga intermediary) dan dengan kecenderungan memilih kompromi (jalan tengah) seperti membuka celah tanggul, membuat dermaga sementara, dan dermaga apung di satu sisi dan di sisi lain pembangunan tanggul pantai tetap dapat berjalan. Mencermati dan untuk menindaklanjuti kesimpulan dalam penelitian ini dapat direkomendasikan: (a) Kebutuhan dermaga/sandaran kapal: kebijakan ini bertujuan untuk memfasilitasi tersedianya tempat bersandar kapal-kapal para nelayan sehingga tidak jauh dari lokasi penjualan dan pengolahan hasil laut. Kewenangan ada pada Dinas Perhubungan dan Kementerian Perhubungan. Pembuatan dermaga (dermaga apung) merupakan program yang sangat mendesak dilaksanakan. Hal ini terkait dengan aktivitas warga yang terkait dengan laut; (b) Kebijakan untuk permukiman warga yang direlokasi: kebijakan ini bertujuan untuk menampung warga yang terkena dampak akibat pembangunan tanggul. Meskipun disadari bahwa mereka membangun permukiman di atas air (lokasi yang diurug di sisi luar tanggul yang lama), perlu kiranya diperhatikan karena

dengan adanya pembangunan tanggul mereka akan kehilangan tempat tinggal. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Kepala Puslitbang Kebijakan dan Penerapan Teknologi (PKPT), Balitbang Kementerian PUPR; para anggota Tim Peneliti PKPT; BBWS Ciliwung-Cisadane; Pemda DKI Jakarta; para narasumber; dan para informan yang telah memberikan data untuk penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA Chandra K, Rangga dan Rima Dewi S. 2013.

Mitigasi Bencana Banjir Rob Jakarta Utara. Jurnal Teknik Pomits. 2 (1): 25 – 30.

Dewi, I. Komala dan Yossa Istiadi. 2016. Mitigasi

Bencana pada Masyarakat Tradisional dalam Menghadapi Perubahan Iklim di Kampung Naga Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya. Jurnal Manusia dan Lingkungan. 23 (1): 129-135.

Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan,

Provinsi DKI Jakarta. 2017. Keragaan Pelaku Usaha Sektor Kelautan dan Perikanan.

Ginting, Segel dan William M Putuhena. 2014.

Sistem Peringatan Dini Banjir Jakarta. Jurnal Sumber Daya Air. 10 (1): 71-84.

Ginting, Segel; M. Farid; dan Syahril BK. 2015.

Pengembangan Peta Bahaya Banjir Berdasarkan Model Matematik Quasi 2 Dimensi. Jurnal Teknik Sipil. 22 (3): 219-233.

Kholil dan Ita Yunita P. Dewi. 2014. The Use of

MDS (Multidementional Scaling) Method to Analyze the Level of Sustainability of Fisheries Recources Management in Thousand Island, Indonesia. International Journal of Marine Science 4 (27): 245-252.

Manik, Jack M. dan M. Djen Marasebessy. 2010.

Tenggelamnya Jakarta dalam Hubungannya dengan Konstruksi Bangunan Beban Megacity. Jurnal Makara Sains UI 14 (1): 69-74.

Musaddun dan Putri. 2016. Kajian Penyebab

Kemiskinan Masyarakat Nelayan di Kampung Tambak Lorok. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota. 27 (1): 49-67.

Page 13: DAMPAK SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN TANGGUL PANTAI …

72

Mustaqim, Ibnu. 2015. Dampak Reklamasi Pantai Utara Jakarta terhadap Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat (Tinjauan Sosiologis Masyarakat di Sekitaran Pelabuhan Muara Angke, Kelurahan Pluit, Jakarta Utara). Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Numitta, Arya R. 2017. Dampak Reklamasi

terhadap Kualitas Air dan Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan di Sekitar Kawasan Reklamasi Teluk Jakarta. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Park, Soon – Yawl. 2015. Social Conflicts and

Hegemonic Articulation on the Saemangeum Reclamation Project in South Korea. Jurnal Development and Society 44 (1): 1-27.

PMU NCICD. 2017. Draft Road Map National

Capital Integrated Coastal Development Terintegrasi dengan Pulau Reklamasi.

Pratiwi, Dyah A.G. 2012. Penerapan Metode Social

Impact Assessment dalam Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Studi Kasus Pelaksanaan CSR di Artha Graha Peduli). Tesis. Depok: Universitas Indonesia.

Prawira, Medhiansya P. dan Adjie Pamungkas.

2014. Mitigasi Kawasan Rawan Banjir Rob di Kawasan Pantai Utara Surabaya. Jurnal Teknik Pomits 3 (2): 160-165.

Puslitbang Kebijakan dan Penerapan Teknologi

(PKPT), Balitbang PUPR. 2017. Laporan Akhir Penelitian Kebijakan Pemanfaatan Lahan Pembangunan Tanggul Pantai.

Putuhena, William M. dan Segel Ginting. 2013.

Pengembangan Model Banjir Jakarta. Jurnal Teknik Hidraulik. 4 (1): 63-78.

Ramadhanis, Zainab., Yudho Prasetyo., Bambang

D. Yuwono. 2017. Analisis Korelasi Spasial Dampak Penurunan Muka Tanah terhadap Banjir di Jakarta Utara. Jurnal Geodesi Undip 6 (3): 77-86.

Samsu. 2015. Dampak Pembangunan

Pembangunan Pesisir Pantai terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan di Kecamatan Abeli Kota Kendari. Jurnal Al-Izzah 10 (2): 114-129.

Sudirman, Asmayanti. 2018. Hubungan Reklamasi Pantai terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kota Lasusua (Studi Kasus: Kelurahan Lasusua dan Desa Ponggiha). Skripsi. Makassar :Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

Yuhanafia, Nurul dan Heri Andreas. 2017.

Pertambahan Estimasi Kerugian Ekonomi Akibat Banjir dengan Pengaruh Penurunan Tanah di Jakarta. Gea Jurnal Pendidikan Geografi 17 (2): 182-191.

Zulham, Armen. 2017. Perspektif Sosial Ekonomi

Reklamasi dan Kebijakan. Policy Brief. Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Badan Riset dan Sumber Daya Manusia, Kementerian Kelautan dan Perikanan.