DAMPAK PENETAPAN TAMAN NASIONAL TERHADAP KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI (Studi Kasus Desa Ranu Pani, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru) VANYA ANNISANINGRUM DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016
83
Embed
DAMPAK PENETAPAN TAMAN NASIONAL TERHADAP … · perumahan dan lingkungan. ... Sejarah Dibentuknya Taman Nasional Bromo Tengger Semeru 21 ... Pani sangat memerlukan kayu bakar dalam
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
DAMPAK PENETAPAN TAMAN NASIONAL TERHADAP
KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI
(Studi Kasus Desa Ranu Pani, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru)
VANYA ANNISANINGRUM
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN
MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
i
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Dampak
Penetapan Taman Nasional Terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Petani” adalah
benar-benar hasil karya saya sendiri sesuai dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya lain baik diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2016
Vanya Annisaningrum
I34120058
ii
ABSTRAK
VANYA ANNISANINGRUM. Dampak Penetapan Taman Nasional Terhadap
Kesejahteraan Rumah Tangga Petani. Di bawah bimbingan ENDRIATMO
SOETARTO
Taman nasional merupakan salah satu upaya pemerintah untuk melestarikan
keanekaragaman hayati di Indonesia. Akan tetapi dalam pengelolaannya, taman
nasional cenderung mengabaikan aspek kesejahteraan masyarakat. Desa Ranu Pani
merupakan salah satu desa enklaf di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Penelitian dilakukan menggunakan pendekatan kuantitatif didukung data kualitatif
untuk melihat bagaimana taman nasional berpengaruh terhadap kesejahteraan rumah
tangga petani. Setelah taman nasional ditetapkan, akses masyarakat terhadap sumber
daya alam seperti kayu dan air semakin terbatas terutama akses terhadap sumber daya
lahan. Berada di tengah kawasan taman nasional membuat masyarakat yang
seluruhnya merupakan petani tidak bisa memperluas lahan pertanian mereka.
Akibatnya dari tahun ke tahun lahan pertanian yang dimiliki rumah tangga luasnya
semakin sedikit. Luas lahan pertanian dapat berpengaruh terhadap kesejahteraan
rumah tangga petani dilihat dari tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, serta tingkat
perumahan dan lingkungan. Hal ini dibuktikan melalui uji regresi dimana variabel
independen yaitu luas lahan pertanian berpengaruh signifikan sebesar 0,005 terhadap
variabel dependen yaitu kesejahteraan rumah tangga petani.
Kata kunci: akses, kesejahteraan, luas lahan pertanian, rumah tangga petani, taman
nasional
ABSTRACT
VANYA ANNISANINGRUM. The Impact of National Park Determination on The
Welfare of Farmer Households. Supervised by ENDRIATMO SOETARTO
National park is one of the government's efforts to preserve biodiversity in Indonesia.
But in its management, national parks tend to ignore the aspect of public welfare.
Ranu Pani village is a village enclave in Bromo Tengger Semeru National Park. This
research was conducted using a quantitative approach supported by qualitative data to
see how the national parks affect the well-being of farm households. After the
national parks were established, public access to natural resources such as wood and
water increasingly limited, especially access to land resources. Being in the middle of
the park to make people who are all farmers can not expand their agricultural land. As
a result of the years of agricultural land owned by households is getting a little extent.
Agricultural land can affect the welfare of farming households viewed from the level
of income, level of education, as well as the level of housing and the environment.
This is proved by regression analysis where the independent variable is agricultural
land area of 0,005 significant effect on the dependent variable, namely the welfare of
farm households.
Keywords: access, agricultural land, farmer households, national park, welfare
iii
DAMPAK PENETAPAN TAMAN NASIONAL TERHADAP
KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI
Oleh
VANYA ANNISANINGRUM
I34120058
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN
MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
iv
v
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul “Dampak Penetapan Taman Nasional Terhadap Kesejahteraan Rumah
Tangga Petani” ini dengan baik. Penulisan skripsi ini ini ditujukan untuk memperoleh
gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat di Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Endriatmo
Soetarto, MA selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis selama
proses penulisan hingga penyelesaian skripsi. Penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada, Ibu Vientha Heryani dan Bapak Cahya Budi, yang selalu memberikan
dukungan serta doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Selain itu,
penulis juga mengucapkan terimakasih kepada para sahabat yaitu Ninda, Ida, Citra,
Mona, Rizky, dan Sisil yang selalu mendukung serta memberikan saran kepada
penulis selama proses penyelesaian proposal skripsi. Penulis ucapkan juga
terimakasih untuk teman satu dosen pembimbing yaitu Nurul dan Debby.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Juli 2016
Vanya Annisaningrum
vi
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN ix
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Masalah Penelitian 2
Tujuan Penelitian 3
Kegunaan Penelitian 3
PENDEKATAN TEORETIS 4
Tinjauan Pustaka 5
Konsep Agraria 5
Perubahan Struktur Agraria 5
Taman Nasional dan Pengelolaannya 6
Teori Akses 7
Masyarakat Sekitar Taman Nasional 7
Kesejahteraan Rumah Tangga Petani 8
Kerangka Pemikiran 9
Hipotesis Penelitian 10
PENDEKATAN LAPANG 11
Metode Penelitian 11
Lokasi dan Waktu Penelitian 11
Teknik Pengumpulan Data 11
Teknik Penentuan Informan dan Responden 12
Teknik Pengolahan dan Analisis Data 13
Definisi Operasional 14
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 17
vii
KONDISI SOSIAL MASYARAKAT SETELAH PENETAPAN TAMAN
NASIONAL 20
Sejarah Dibentuknya Taman Nasional Bromo Tengger Semeru 21
Legalitas dan Legitimasi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru 21
Perubahan Desa Ranu Pani Sebelum dan Setelah Penetapan Taman Nasional 24
Pandangan Masyarakat Mengenai Taman Nasional 26
AKSES MASYARAKAT DESA RANU PANI SEBAGAI DESA ENKLAF 29
Akses Pemanfaatan Kayu Bakar 29
Akses Pemanfaatan Sumber Air 31
Akses Terhadap Lahan Pertanian 32
DAMPAK TAMAN NASIONAL TERHADAP KESEJAHTERAAN RUMAH
TANGGA PETANI 36
Luas Lahan Pertanian per Rumah Tangga 37
Kesejahteraan Rumah Tangga Petani 39
Uji Regresi Pengaruh Luas Lahan terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Petani 43
PENUTUP 48
Simpulan 49
Saran 50
DAFTAR PUSTAKA 51
LAMPIRAN 55
RIWAYAT HIDUP 71
viii
DAFTAR TABEL
1 Jenis dan metode pengumpulan data 12
2 Jumlah dan persentase penduduk Desa Ranu Pani berdasarkan kelompok usia 18
3 Jumlah dan persentase alat komunikasi yang dimiliki penduduk 19
4 Tanggal penetapan peraturan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru 22
5 Jumlah dan persentase pemanfaatan kayu bakar di Desa Ranu Pani tahun 2016 30
6 Jumlah dan persentase pemanfaatan sumber air rumah tangga Desa Ranu Pani
tahun 2016 31
7 Data kependudukan Kecamatan Senduro tahun 2012, 2013, 2014 33
8 Jumlah dan persentase status penguasaan lahan Desa Ranu Pani sebelum tahun
2016 dan pada tahun 2005 33
9 Jumlah dan persentase kepemilikan sertifikat lahan Desa Ranu Pani tahun 2016 34
10 Jumlah dan persentase kategori luas lahan pertanian Desa Ranu Pani sebelum
tahun 2005 dan pada tahun 2016 38
11 Jumlah dan persentase kategori tingkat pendapatan rumah tangga petani Desa
Ranu Pani tahun 2016 39
12 Jumlah dan persentase kategori tingkat pendidikan rumah tangga petani Desa
Ranu Pani tahun 2016 40
13 Jumlah dan persentase kategori tingkat perumahan dan lingkungan rumah tangga
petani Desa Ranu Pani tahun 2016 42
14 Jumlah dan persentase kategori tingkat kesejahteraan rumah tangga petani Desa
Ranu Pani tahun 2016 43
15 Hasil uji statistik pengaruh luas lahan terhadap tingkat pendapatan rumah tangga
petani 44
16 Hasil uji statistik pengaruh luas lahan terhadap tingkat pendidikan rumah tangga
petani 45
17 Hasil uji statistik pengaruh luas lahan terhadap tingkat perumahan dan lingkungan
rumah tangga petani 46
18 Hasil uji statistik pengaruh luas lahan terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga
petani 46
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka Pemikiran 10
2 Pemandangan Desa Ranu Pani dilihat dari Resort Ranu Pani 17
3 Struktur Organisasi Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru 23
4 Data luas lahan pertanian dulu dan sekarang 37
ix
DAFTAR LAMPIRAN
1 Jadwal penelitian 56
2 Peta lokasi penelitian 58
3 Kerangka Sampling 59
4 Kuesioner 60
5 Pedoman wawancara mendalam 64
6 Hasil uji statistik 66
7 Tulisan tematik 69
8 Dokumentasi penelitian 70
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keanekaragaman
hayati di dalamnya. Beragam jenis flora dan fauna terdapat di Indonesia dan sebagian
besar diantaranya merupakan jenis endemik (Kementrian Lingkungan Hidup 2013).
Sebagai cara untuk memelihara keanekaragaman hayati tersebut diperlukan adanya
habitat yang mampu mendukung keberadaan mereka secara lestari, salah satu
bentuknya adalah menetapkan hutan sebagai kawasan konservasi. Sementara kawasan
hutan yang memiliki fungsi untuk pengawetan dan pelestarian keanekaragaman
hayati disebut sebagai hutan konservasi (UU No. 41 Tahun 1999). Salah satu hutan
konservasi yang memegang peranan penting dalam memelihara keanekaragaman
hayati adalah taman nasional, yang menurut Undang-undang No. 5 tahun 1990 selain
memiliki fungsi sebagai perlindungan keanekaragaman hayati juga berfungsi sebagai
wahana pendidikan, ilmu pengetahuan, penelitian, budaya, dan ekowisata. Taman
nasional sebagai kawasan konservasi harus memiliki batas yang jelas, terutama
kawasan yang berbatasan dengan pemukiman.
Kawasan taman nasional selain memiliki aspek legalitas, juga harus memiliki
aspek legitimasi atau pengakuan dari masyarakat. Hal ini dikarenakan mayoritas
taman nasional di Indonesia ditetapkan dengan kondisi terdapat masyarakat di dalam
atau di sekitar kawasan. MacKinnon et al. (1993) menjelaskan bahwa batas kawasan
konservasi seharusnya disesuaikan sedemikian rupa agar pemukiman berada di luar.
Menurut Dephut dan BPS (2009), terdapat 9.103 desa yang berada di dalam dan
sekitar kawasan hutan. Sebagian besar desa tersebut masuk ke dalam kawasan hutan
lindung (9,44%). Desa Ranu Pani merupakan salah satu desa enklaf di Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Penduduk Desa Ranu Pani sebagai Suku
Tengger, merupakan keturunan asli masyarakat Jawa yang hidup di era Kerajaan
Majapahit. Masyarakat Tengger memiliki hubungan yang erat dengan pertanian,
karena bertani merupakan pekerjaan yang suci dan bentuk tradisi untuk berbakti
kepada leluhur1
. Selain itu menurut hasil penelitian Nugroho (2014), petani
merupakan pekerjaan yang paling banyak dilakukan oleh masyarakat Desa Ranu
Pani, pekerjaan lainnya adalah buruh tani, pedagang, tukang bangunan, dan PNS.
Penetapan kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS)
membawa perubahan kepada masyarakat yang tinggal didalamnya. Akses terhadap
sumber daya alam menjadi lebih terbatas. Sebagai contoh, masyarakat Desa Ranu
Pani sangat memerlukan kayu bakar dalam kehidupan sehari-hari mereka. Setelah
ditetapkan sebagai taman nasional, masyarakat tidak bisa mengambil kayu bakar
secara bebas di dalam hutan. Akan tetapi setelah taman nasional dibentuk,
1 Berdasarkan hasil wawancara dengan Dr. Purnawan D. Negara, S.H., M.H. pada tanggal 24 Januari
2016
2
pemanfaatan hutan oleh masyarakat masih sering terjadi. Hal ini dibuktikan dari data
pengambilan kayu bakar di Desa Ranu Pani tahun 2010-2011 mencapai 110 meter
kubik per hari untuk 371 kepala keluarga (Profil TNBTS 2010-2011). Selain itu
keterbatasan terhadap sumber daya lahan juga merupakan suatu hal krusial, karena
masyarakat Suku Tengger tidak bisa dilepaskan dari pekerjaannya sebagai petani.
Lama kelamaan, kebutuhan akan sumber daya lahan terus meningkat seiring dengan
pertumbuhan penduduk di Desa Ranu Pani. Luas lahan yang dimiliki oleh masyarakat
Desa Ranu Pani tentunya semakin berkurang mengingat jumlah penduduk yang terus
bertambah.
Kawasan taman nasional seyogyanya memiliki tiga manfaat, yaitu manfaat
ekologi, ekonomi, dan sosial. Manfaat ekologi yaitu melestarikan keanekaragaman
hayati yang ada didalamnya. Manfaat ekonomi yaitu menciptakan peluang kerja bagi
berbagai pihak. Manfaat sosial yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kesejahteraan adalah kondisi agregat dari kepuasan individu-individu, dan
mensejahterakan masyarakat merupakan salah satu tugas yang diemban oleh
pemerintah. Seperti dinyatakan dalam Undang-undang pasal 33 ayat 3 tahun 1945,
bahwa kekayaan alam dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. Maka dari itu pentung bagi taman nasional untuk
melestarikan aspek sosial dan budaya setempat. Taman nasional juga sebaiknya
berjalan beriringan dengan adat istiadat masyarakat dalam melestarikan lingkungan.
Setiap kebijakan yang diterapkan oleh taman nasional harus memperhatikan
kesejahteraan masyarakat, dalam kasus ini khususnya kesejahteraan petani. Hal ini
dilakukan untuk meminimalisir konflik yang terjadi antara masyarakat dan pihak
taman nasional. Seringkali perubahan fungsi hutan berujung pada konflik antara
masyarakat dengan taman nasional. Seperti pada hasil penelitian di Taman Nasional
Gunung Halimun Salak (TNGHS), terbatasnya akses masyarakat terhadap sumber
daya alam memicu adanya perpecahan antara masyarakat dengan pihak pengelola
(Marina dan Dharmawan 2011). Taman nasional di sisi lain juga memberikan lahan
pekerjaan bagi masyarakat yang ingin berpartisipasi dalam kegiatan wisata. Bahkan
wisata ini juga merupakan salah satu upaya pengelola untuk memberdayakan
masyarakat (Mohd 2008). Maka dari itu perlu dikaji lebih lanjut bagaimana dampak
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) terhadap kesejahteraan
rumah tangga petani?
Masalah Penelitian
Desa Ranu Pani merupakan salah satu desa yang termasuk di dalam kawasan
taman nasional. Taman nasional selain memiliki legalitas juga harus memiliki
legitimasi atau pengakuan dari masyarakat dalam penetapan dan pengelolaannya. Hal
ini dikarenakan sejak ditetapkan, taman nasional mempengaruhi kehidupan sosial
masyarakat. Sehingga timbul pertanyaan, bagaimana kondisi sosial masyarakat
Desa Ranu Pani sebelum dan setelah taman nasional ditetapkan?
3
Setelah ditetapkan menjadi kawasan taman nasional, masyarakat Desa Ranu
Pani selaku desa enklaf mengalami pembatasan kawasan. Akses masyarakat terhadap
sumber daya alam seperti kayu bakar, air dan lahan menjadi semakin terbatas.
Sehingga timbul pertanyaan, bagaimana akses masyarakat sebelum dan setelah
Desa Ranu Pani menjadi desa enklaf?
Setelah didapatkan data mengenai luas lahan pertanian dan kesejahteraan
rumah tangga petani saat ini, perlu dikaji apakah luas lahan pertanian berpengaruh
terhadap kesejahteraan rumah tangga petani. Hal ini dapat menjadi saran agar pihak
taman nasional dapat membuat program pemberdayaan masyarakat yang sesuai
dengan kebutuhan para petani disana. Sehingga timbul pertanyaan, bagaimana
dampak penetapan taman nasional terhadap kesejahteraan rumah tangga
petani?
Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak penetapan
taman nasional terhadap kesejahteraan rumah tangga petani. Kemudian tujuan
khususnya adalah menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah disebutkan
sebelumnya, yaitu:
1. Menganalisis bagaimana kondisi masyarakat di Desa Ranu Pani sebelum dan
setelah taman nasional ditetapkan.
2. Menganalisis akses masyarakat sebelum dan setelah Ranu Pani menjadi desa
enklaf.
3. Menganalisis dampak penetapan taman nasional terhadap kesejahteraan
rumah tangga petani.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut :
1. Akademisi
Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber informasi mengenai gambaran
mengenai masyarakat yang hidup di dalam taman nasional. Selain itu, hasil
penelitian ini dapat menjadi referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.
2. Pemerintah
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan bahan pertimbangan bagi
pemerintah khususnya pengelola Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
(TNBTS) dalam menyusun dan mengambil kebijakan mengenai pengelolaan
taman nasional yang mementingkan aspek kesejahteraan masyarakat setempat.
3. Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan khususnya
masyarakat luas mengenai bagaimana taman nasional berdampak terhadap
kesejahteraan rumahtangga petani.
4
5
PENDEKATAN TEORETIS
Tinjauan Pustaka
Konsep Agraria
Istilah agraria seringkali diartikan sebagai tanah dan pertanian saja. Agraria
sendiri berasal dari kata agrarius atau ager (latin) yang artinya tanah pertanian.
Sitorus (2002) menjelaskan bahwa ruang lingkup agraria lebih luas dari sekedar tanah
pertanian atau pertanian, dimana agraria merupakan suatu bentang alam yang
mencakup keseluruhan kekayaan alami, baik fisik maupun hayati serta kehidupan
sosial yang terdapat didalamnya. Menurut Undang-undang Pokok Agraria Tahun
1960, ruang lingkup agraria meliputi bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam
yang terkandung didalamnya. Ruang lingkup agraria ini seringkali disebut sebagai
obyek agraria. Sementara itu subyek agraria merupakan pihak-pihak yang
berhubungan langsung dengan obyek agraria, seperti komunitas (sebagai kesatuan
dari unit-unit rumah tangga), pemerintah (sebagai representasi negara), dan swasta
(sektor private). Ruang lingkup sumber agraria menurut UUPA dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Bumi
Pengertian bumi menurut Pasal 1 ayat (4) yaitu permukaan bumi, termasuk juga
tubuh bumi dibawahnya serta yang berada di bawah air. Permukaan yang
dimaksud adalah tanah.
2. Air
Pengertian air menurut Pasal 1 ayat (5) adalah air yang berada di perairan
pedalaman maupun air yang berada di laut wilayah Indonesia.
3. Ruang angkasa
Pengertian ruang angkasa menurut Pasal 1 ayat (6) UUPA adalah ruang di atas
bumi wilayah Indonesia dan ruang di atas air wilayah Indonesia.
4. Kekayaan alam yang terkandung didalamnya
Kekayaan alam adalah seluruh makhluk hidup dan benda-benda, termasuk
sumber agraria yang terdapat pada, di atas dan/atau di dalam bumi, air, dan ruang
angkasa. Kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi yaitu unsur-unsur
kimia, mineral, bijih dan segala macam batuan, termasuk batuan mulia yang
merupakan endapan alam. Kekayaan alam yang terkandung di dalam air adalah
ikan dan lain lain yang berada di peraian pedalaman dan laut dalam wilayah
republik Indonesia. Kekayaan alam yang terkandung di atas bumi adalah hutan
dan hasil-hasilnya, berupa hasil nabati dan hasil hewan.
Perubahan Struktur Agraria
Struktur agraria diartikan sebagai hubungan antar warga dan golongan di
dalam masyarakat atas penguasaan tanah dan perubahan-perubahan hubungan yang
terjadi, baik direncanakan ataupun tidak. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa
struktur agraria merupakan hubungan antara subyek dan obyek agraria dalam hal
pemilikan/penguasaan/pemanfaatan lahan. Menurut Wiradi (1984) kata “pemilikan”
merujuk kepada penguasaan formal, contohnya seseorang memiliki tanah seluas dua
6
hektar sedangkan kata “penguasaan” merujuk kepada penguasaan efektif, contohnya
seseorang memiliki tanah seluas dua hektar dan juga menggarap lahan orang lain
seluas satu hektar maka luas lahan yang dikuasai adalah tiga hektar. Pemanfaatan
lahan merujuk kepada bagaimana pola tanam pada sebidang lahan pertanian. Wiradi
(1984) menyebutkan bahwa terdapat lima pengelompokkan dalam penguasaan lahan,
diantaranya:
1. Pemilik Penggarap Murni, yaitu petani yang hanya menggarap lahan yang
dimilikinya;
2. Penyewa dan penyakap murni, yaitu petani yang tidak memiliki lahan tetapi
mempunyai lahan garapan melalui sewa dan/atau bagi hasil;
3. Pemilik penyewa dan/atau pemilik penyakap, yaitu mereka yang di samping
menggarap lahannya sendiri juga menggarap lahan milik orang lain;
4. Pemilik bukan penggarap; dan
5. Tunakisma mutlak, yaitu mereka yang benar-benar tidak memiliki lahan garapan.
Sebagian besar dari mereka (tunakisma) ini adalah buruh tani dan hanya sebagian
kecil saja yang memang pekerjaannya bukan tani.
Struktur agraria dapat berubah dipengaruhi oleh berbagai faktor. Zuber (2007)
mengemukakan terdapat empat faktor yang mempengaruhi perubahan struktur
agraria, diantaranya: (1) permintaan lahan dari kegiatan non-pertanian seperti
pembangunan real estate, pabrik, areal perdagangan dan pelayanan lainnya yang
membutuhkan areal tanah yang luas; (2) faktor sosial budaya seperti aturan warisan;
(3) kerusakan lingkungan seperti kemarau panjang yang mengakibatkan kekeringan;
dan (4) kelemahan hukum yang mengatur harga pertanian seperti harga pupuk yang
tinggi, harga gabah yang rendah serta masalah pengaturan harga beras. Struktur
agraria juga berkaitan dengan pola penanaman pada lahan.
Taman Nasional dan Pengelolaannya
Taman nasional merupakan kawasan pelestarian alam yang mempunyai
ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan
penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan
rekreasi (Pristiyanto 2005). Taman nasional termasuk ke dalam kawasan pelestarian
alam yang memiliki ciri khas dan berfungsi sebagai pelindung ekosistem penyangga
kehidupan (Wahyuni dan Mamonto 2012). Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan
No. P. 56/Menhut-II/2006 terdapat empat zona di dalam Taman Nasional yaitu zona
inti, zona rimba, zona pemanfaatan, dan zona lain yang menyangkut zona tradisional,
zona rehabilitasi, zona khusus, serta zona religi, budaya, dan sejarah.
Kebijakan untuk pengelolaan kawasan konservasi disebutkan dalam UUD
pasal 33 ayat 3 tahun 1945 dimana bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh Negara dan digunakan sebaik-baiknya untuk kemakmuran
masyarakat. Secara struktural, kebijakan pengelolaan kawasan konservasi ditetapkan
dalam Peraturan Menteri Kehutanan No. P.03/Menhut-II/2007. Kebijakan konservasi
di Indonesia pada dasarnya cenderung tidak melibatkan masyarakat dan tidak
mengijinkan adanya aktivitas manusia di 534 kawasan konservasi, termasuk 50 taman
7
nasional, yang secara keseluruhan mencakup 28,2 juta hektar. Konservasi dilihat
sebagai hambatan terhadap pembangunan sehingga kurang didukung, bahkan dilawan
oleh banyak pihak. Akibatnya konservasi tidak dapat diwujudkan, sementara di dalam
dan sekitar taman nasional sudah terlanjur ada masyarakat yang hidup dan
menggantungkan hidup mereka dari kawasan tersebut (CIFOR 2010). Mengingat
adanya masyarakat didalamnya, taman nasional sebagai kawasan konservasi harus
dikembangkan serta dikelola secara lestari, tidak hanya sebatas aspek ekologi, tetapi
juga ekonomi dan sosial (Hidayat et al. 2011). Sesuai dengan Undang-undang Nomor
22 pasal 7 tahun 1999, kegiatan konservasi merupakan jembatan kolaborasi antara
pusat dan daerah dalam segi pembuatan kebijakan yang sesuai dengan kondisi daerah
tertentu. Keberhasilan pengelolaan taman nasional akan berhasil apabila terdapat
dukungan dari segi apapun mulai dari masyarakat lokal hingga masyarakat nasional
(MacKinnon et al. 1993). Mengatasi masalah ini, beberapa taman nasional
menerapkan kebijakan untuk bekerjasama dengan masyarakat sekitar dalam
pengelolaannya. Menurut Kadir et al. (2012), beberapa taman nasional telah
melibatkan masyarakat di dalam kegiatan penyuluhan dan pelatihan, guna
memberikan penyadaran kepada masyarakat akan pentingnya keberadaan taman
nasional serta cara untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Teori Akses
Ribot dan Pelusso (2003) mengartikan akses sebagai kemungkinan dari
seseorang untuk mendapatkan keuntungan dari suatu hal, seperti lahan garapan
ataupun pemukiman. Kepemilikian terhadap sesuatu umumnya diakui secara sosial
ataupun pengakuan secara hukum, kustom, atau konvensi. Seseorang yang memiliki
hak untuk mendapatkan akses biasanya memegang kekuasaan sosial tertentu.
Terdapat hubungan antar aktor yang memiliki modal sebagai pengontrol akses
dengan aktor yang tersubordinasi. Kedua aktor ini saling berbagi sumber daya untuk
mendapatkan keuntungan masing-masing. Menurut Ribot dan Pelusso (2003) terdapat
dua mekanisme akses, pertama adalah Akses Legal. Akses ini merupakan akses yang
mendapat pengakuan secara hukum, kustom, dan konvensi. Hak yang dipegang
pemilik dapat menuntut dengan sanksi, untuk mengontrol akses. Orang lain yang
tidak memiliki hak terhadap akses harus membayar atau bertukar layanan untuk bisa
memanfaatkan sumber daya tersebut. Kedua, Akses Ilegal yaitu akses yang
bertentangan dengan hukum, kustom, dan konvensi. Akses ilegal mengacu kepada
memanfaatkan sumber daya yang tidak direstui oleh negara dan masyarakat. Contoh
dari akses ilegal adalah pencurian terhadap sumber daya melalui paksaan, mencoba
untuk mendapatkan, mengontrol, dan mempertahankan akses secara tidak sah.
Berbagai mekanisme akses sumber daya membentuk untaian dari “bundles of power”.
Aktor yang membentuk kekuatan ini memiliki peran masing-masing dalam
mengontrol atau mempertahankan akses sumber daya, baik pemilik, pekerja, ataupun
sekedar penerima manfaat.
Masyarakat Sekitar Taman Nasional
Masyarakat yang tinggal di sekitar Taman Nasional sebagian besar merupakan
masyarakat adat. Menurut UU No. 32 tahun 2009, masyarakat adat adalah kelompok
8
masyarakat yang secara turun temurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena
adanya ikatan dengan para leluhur, hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup,
serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan
hukum. Masyarakat adat secara sederhana terikat oleh hukum adat, keturunan, dan
tempat tinggalnya. Menurut Marina dan Dharmawan (2011) masyarakat di sekitar
taman nasional memiliki aturan tersendiri dalam mengelola sumber daya alam
disekitarnya. Penggunaan sumber daya alam dan aturan-aturan adat yang dibuat untuk
mendapatkan akses ke dalamnya menunjukkan masyarakat adat memiliki hubungan
yang sangat erat dengan sumber daya alam disekitarnya. Hubungan tersebut
menunjukkan ketergantungan masyarakat terhadap hutan sangat tinggi, karena hutan
merupakan sumber utama masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup. Oleh
karenanya masyarakat sekitar hutan hidup pada tingkat ekonomi yang sangat
subsisten (Kadir et al. 2012). Masyarakat sekitar hutan pada umumya merupakan
masyarakat yang tertinggal, dengan kondisi sosial ekonomi yang tergolong rendah.
Hal ini disebabkan oleh adanya pengabaian kepentingan masyarakat dalam kegiatan
pemanfaatan hutan (Darusman dan Didik 1998).
Kesejahteraan Rumah Tangga Petani
Setiap rumahtangga pasti memiliki tujuan untuk mensejahterakan seluruh
anggota keluarganya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sejahtera
adalah keadaan aman, sentosa dan makmur, dan terlepas dari segala gangguan. Jika
merujuk pada Undang-undang Nomor 10 Tahun 1992 keluarga yang sejahtera secara
luas dimaknai sebagai keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah,
mampu memenuhi kehidupan hidup spiritual, materiil yang layak, bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antar
anggota dan antara keluarga dengan masyarakat dan lingkungan. Suatu keluarga yang
sejahtera dapat dilihat dari terpenuhinya kebutuhan spiritual, material, dan sosial.
Menurut Effendi dan Tukiran (2014) rumah tangga dibagi menjadi rumah tangga
biasa dan rumah tangga khusus. Rumah tangga biasa adalah sekelompok orang yang
tinggal bersama dalam satu bangunan, serta makan dari satu dapur. Rumah tangga
khusus mencakup orang yang tinggal di asrama, yang urusan sehari-harinya diatur
oleh suatu badan atau yayasan. Kesejahteraan adalah kondisi agregat dari kepuasan
individu-individu, dan mensejahterakan masyarakat merupakan salah satu tugas yang
diemban oleh pemerintah. Sementara itu kesejahteraan petani diukur untuk melihat
kualitas hidup petani di suatu wilayah menggunakan beberapa indikator. Badan Pusat
Statistik (BPS) tahun 2015 mengemukakan beberapa indikator untuk mengukur
kesejahteraan, diantaranya:
1. Kependudukan;
2. Kesehatan dan gizi;
3. Pendidikan;
4. Ketenagakerjaan;
5. Taraf dan pola konsumsi;
6. Perumahan dan lingkungan; dan
7. Kemiskinan.
9
Indikator ini kemudian diuji kepada rumahtangga petani yang telah
ditentukan, termasuk juga seluruh anggota keluarga yang ada didalamnya.
Kesejahteraan menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 tahun 2010 juga
dapat diukur dari pendidikan (angka melek huruf, angka rata-rata lama sekolah, dan
angka pendidikan yang ditamatkan), kesehatan (angka kelangsungan hidup bayi,
angka usia harapan hidup, dan persentase gizi buruk), pertanahan (persentase
penduduk yang memiliki lahan), dan ketenagakerjaan (rasio penduduk yang bekerja).
Kesejahteraan juga dapat diukur melalui pengeluaran rumah tangga ataupun
pendapatan rumah tangga. Menurut Dwipadyana (2014) pengeluaran rata-rata per
kapita per tahun adalah rata-rata biaya yang dikeluarkan rumah tangga selama
setahun untuk konsumsi semua anggota rumah tangga, dibagi dengan banyaknya
anggota rumah tangga. Dwipadyana (2014) juga menyatakan kesejahteraan bisa
diukur dengan besarnya pendapatan rumah tangga. Semakin besar pendapatan maka
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga akan meningkat dan
berdampak pada peningkatan kesejahteraan rumah tangga. Sebagian besar masyarakat
di sekitar taman nasional memiliki tingkat kesejahteraan yang tergolong rendah.
Salah satunya pada hasil penelitian di kawasan Taman Nasional Babul dimana 65
persen masyarakat hidup di bawah garis kemiskinan dengan tingkat pendidikan yang
rendah, 84,4 persen merupakan lulusan SD (Kadir et al. 2012). Begitu juga dengan
masyarakat sekitar TNMB yang berpendidikan rendah dengan persentase 47,6 persen
merupakan lulusan SLTP (Keli, Sukarno, Ruminarti 2012). Padahal menurut Undang-
undang Nomor: 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, taman nasional sebenarnya
memberikan peluang untuk memperoleh manfaat optimal bagi kesejahteraan
(ekonomi) masyarakat, pemanfaatan kawasan hutan (termasuk penambangan benda-
benda non hayati) dapat dilakukan pada semua kawasan hutan, kecuali pada hutan
cagar alam dan zona inti serta zona rimba pada taman nasional. Sementara itu desa di
dalam taman nasional mengalami tekanan dari segi populasi penduduk. Apabila
populasi penduduk tidak dapat dikendalikan, maka konversi lahan pertanian untuk
pemukiman dapat terjadi.
Kerangka Pemikiran
Perubahan fungsi kawasan hutan menjadi kawasan konservasi ataupun taman
nasional merupakan upaya dari pemerintah untuk melestarikan keanekaragaman
hayati. Penetapan kawasan konservasi ini tidak hanya berdampak positif, tetapi juga
negatif khususnya bagi masyarakat yang sudah tinggal sejak dulu tinggal di dalam
kawasan. Taman nasional merupakan salah satu bentuk dari kawasan konservasi.
Penetapan kawasan taman nasional harus memiliki dua aspek, yaitu aspek legitimasi
dan aspek legalitas. Kedua aspek ini lah yang selanjutnya akan mempengaruhi
bagaimana akses masyarakat terhadap sumber agraria. Jika taman nasional tidak
memiliki aspek legitimasi, akses masyarakat menjadi terbatas karena wilayah taman
nasional tidak bisa dimanfaatkan secara bebas khususnya akses terhadap sumber air,
kayu bakar, dan lahan pertanian. Sejak menjadi desa enklaf, petani tidak dapat
memperluas lahan mereka karena berbenturan dengan batas kawasan. Di sisi lain,
luas lahan pertanian menjadi semakin sedikit karena terbagi-bagi melalui sistem
10
pewarisan. Sementara itu, kondisi masyarakat di sekitar taman nasional sendiri rata-
rata berada di bawah garis kemiskinan serta memiliki pendidikan yang rendah.
Kesejahteraan petani diukur untuk melihat kualitas hidup petani di suatu wilayah
menggunakan beberapa indikator. Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015
mengemukakan beberapa indikator untuk mengukur kesejahteraan, diantaranya
kependudukan, kesehatan dan gizi, pendidikan, ketenagakerjaan, taraf dan pola
konsumsi, perumahan dan lingkungan, serta kemiskinan.
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
Keterangan :
: Hubungan pengaruh
: Analisis deskriptif
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, terdapat beberapa hipotesis yang
akan diujikan dalam penelitian, diantaranya:
1. Diduga luas lahan pertanian berpengaruh signifikan terhadap tingkat pendapatan
rumah tangga petani.
2. Diduga luas lahan pertanian berpengaruh signifikan terhadap tingkat pendidikan
rumah tangga petani.
3. Diduga luas lahan pertanian berpengaruh signifikan terhadap tingkat perumahan
dan lingkungan rumah tangga petani.
4. Diduga luas lahan pertanian berpengaruh signifikan terhadap tingkat kesejahteraan
rumah tangga petani.
Luas Lahan Pertanian Rumah Tangga
Perubahan luas lahan pertanian sejak awal
kepemilikan hingga saat ini
Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru
Kesejahteraan Rumah Tangga Petani
1. Tingkat Pendapatan
2. Tingkat Pendidikan
3. Tingkat Perumahan dan Lingkungan
11
PENDEKATAN LAPANG
Metode Penelitian
Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian penjelasan atau eksplanatori.
Penelitian eksplanatori adalah penelitian yang analisisnya menjelaskan hubungan
antar variabel melalui uji hipotesis (Effendi dan Tukiran 2014). Penelitian ini
merupakan penelitian kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif untuk
memperkaya informasi mengenai fenomena sosial terkait yang didapatkan selama
penelitian di lapang. Penelitian kuantitatif dilakukan dengan metode survei
menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner (Lampiran4) yang diberikan
kepada responden, untuk mengetahui dampak penetapan taman nasional, perubahan
akses terhadap sumber agraria, dan kesejahteraan rumah tangga petani. Sementara itu,
pendekatan kualitatif dilakukan dengan metode wawancara mendalam dibantu
dengan panduan pertanyaan wawancara (Lampiran 5) kepada informan, observasi,
dan studi literatur terkait. Teknik wawancara mendalam dilakukan untuk menelusuri
fenomena perubahan kawasan menjadi taman nasional, apa saja perubahan akses
terhadap sumber agraria dan dampaknya terhadap kesejahteraan rumah tangga petani.
Selain itu dilakukan observasi langsung dan juga studi dokumentasi terkait.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Desa Ranu Pani, Kecamatan Senduro, Kabupaten
Lumajang, Jawa Timur. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive, karena
beberapa pertimbangan sebagai berikut:
1. Desa Ranu Pani merupakan salah satu desa enklaf, atau desa yang terletak di
dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) sehingga dapat
dilihat perubahan apa saja yang terjadi setelah taman nasional ditetapkan.
2. Masyarakat di Desa Ranu Pani merupakan suku Tengger, dimana pertanian
merupakan bagian dari budaya Tengger.
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan dalam jangka waktu lima bulan,
terhitung mulai bulan Januari 2016 sampai dengan Juni 2016. Penelitian ini dimulai
dengan penyusunan proposal penelitian, survey lokasi penelitian, kolokium,
perbaikan proposal penelitian, pengambilan data di lapangan, pengolahan dan analisis