MakalahDAMPAK LOGAM BERAT OLEH POLUSI DI JALAN
Disusun Oleh :
Chentie Maulidya (04054811416046)
Maratun Sholihah (04054811416045)
Yohanes Febrianto (04054811416081)
Gusnella Iswardhani (04054811416047)
Noviyanti Eliska (04054811416050)
Pembimbing :
Dr. Anita Masidin, MS, S.POK
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015
HALAMAN PENGESAHAN
Makalah berjudul :
Dampak Logam Berat Oleh Polusi Di Jalan
Telah diterima sebagai salah satu syarat menyelesaikan Bagian
Ilmu Kesehatan Masyarakat Dan Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
Palembang, April 2015
Mengetahui
Dosen Pembimbing,
Dr. Anita Masidin, MS, S.POK
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan YME, yang telah
memberikan segala limpahan nikmat-Nya. Karena berkat rahmat dan
ridho-Nya jualah penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Dampak Logam Berat Oleh Polusi Di Jalan. Dalam penyusunan makalah
ini, kami mendapat bantuan dari berbagai pihak yang dengan
bijaksana memberi masukan, membimbing, serta telah meluangkan
waktu, tenaga, dan pikirannya. Atas bantuan tersebut penyusun
mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya, khususnya
kepada Dr. Anita Masidin, MS, S.POK selaku pembimbing dalam
penyusunan diskusi ini.
Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang
telah membantu dan penyusun mengharapkan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Palembang, April 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul i
Halaman Pengesahan ii
Kata Pengantar iii
Daftar isi iv
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4BAB III PENYELESAIAN MASALAH19BAB IV
PENUTUP23DAFTAR PUSTAKA24
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Permasalahan lingkungan merupakan hal yang sangat penting untuk
segera diselesaikan karena menyangkut keselamatan, kesehatan, dan
kehidupan manusia. Padatnya kendaraan angkutan umum, simpang siur
dan kemacetan lalu lintas adalah pemandangan sehari-hari di jalan
raya yang sangat berhubungan dengan permasalahan lingkungan. Hiruk
pikuknya pemakai jalan raya tersebut berebut jalur tak terkecuali
di jalan bebas hambatan yang selalu macet pada jam sibuk. Kemacetan
rutin ini tidak hanya membuang percuma jutaan uang bensin di
jalanan, akan tetapi juga mempertebal pencemaran udara, akibat gas
buang kendaraan bermotor.
Gencarnya pengkonsumsian bahan bakar kendaraan di Indonesia
terlihat dari catatan 1996. Diperkirakan tak kurang dari 9 juta
kiloliter bahan bakar habis di jalanan per tahun dengan tingkat
pertumbuhan tahunan mencapai 7 persen. Dengan kata lain, setiap
menit di Indonesia tak kurang dari 17.000 liter bahan bakar musnah
habis terbakar menjadi asap knalpot. Bahan bakar kendaraan bermotor
di Indonesia sampai saat ini nyaris semua masih mengandung
konsentrasi timbal yang lebih tinggi dari ukuran minimum
internasional.
Menurut spesifikasi resmi Ditjen Migas, kandungan maksimum
timbal dalam bahan bakar yang diizinkan adalah 0,45 gram per liter.
Sementara menurut ukuran internasional, ambang batas maksimum
kandungan timbal adalah 0,15 gram per liter. Timbal atau Tetra Etil
Lead (TEL) yang banyak pada bahan bakar terutama bensin, diketahui
bisa menjadi racun yang merusak sistem pernapasan, sistem saraf,
serta meracuni darah.
Dari catatan Bank Dunia URBAIR 1994, terlihat bahwa dampak
pencemaran udara oleh timbal di Indonesia telah menimbulkan 350
kasus penyakit jantung, 62.000 kasus tekanan darah tinggi, serta
angka kematian 340 orang per tahunnya (Kompas, 1996). Penggunaan
timbal dalam bahan bakar semula tak lain tak bukan adalah untuk
meningkatkan oktan bahan bakar. Penambahan kandungan timbal dalam
bahan bakar dilakukan sejak sekitar tahun 1920-an oleh kalangan
kilang minyak.
TEL selain meningkatkan oktan, juga dipercaya berfungsi sebagai
pelumas dudukan katup mobil yang diproduksi bawah tahun 90-an,
sehingga katup terjaga dari keausan, lebih awet, dan tahan lama.
Penggunaan timbal dalam bensin lebih disebabkan oleh keyakinan
bahwa tingkat sensitivitas timbal tinggi dalam menaikkan angka
oktan. Setiap 0,1 gram timbal perliter bensin, menurut ahli
tersebut mampu menaikkan angka oktan 1,5 samapai 2 satuan.
Selain itu, harga timbal relatif murah untuk meningkatkan satu
oktan dibandingkan dengan senyawa lainnya. Penggunaan timbal juga
dapat menekan kebutuhan senyawa aromatik sehingga proses produksi
relatif lebih murah dibandingkan memproduksi bensin tanpa timbal.
Bensin Premium yang digunakan di Indonesia saat ini berangka oktan
88 dengan kandungan timbal maksimum 0,45 gram per liter. Sedangkan
Premix berangka oktan 94, yang merupakan campuran Premium serta
15%Methyl Tertiery Butil Ether (MTBE). Kandungan timbal Premix
maupun Premium sama.
Penggunaan timbal meningkat terus, sampai sekitar tahun 70-an
diketahui bahwa timbal menjadi sumber berbagai ancaman kesehatan,
serta menimbulkan polusi. Sejak akhir 70-an sampai sepanjang 80-an,
kalangan kilang minyak menggunakan zat aromatik hidrokarbon untuk
memacu oktan tinggi, guna mengganti timbal yang semakin lama
semakin dikurangi karena menimbulkan berbagai resiko.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana dampak logam berat terhadap lingkungan dan kesehatan
manusia serta cara penanggulangan logam berat sebagai polusi
udara?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami logam berat apa saja yang dapat
mengakibatkan pencemaran udara.
2. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan logam berat oleh
polusi terhadap kesehatan manusia.
3. Untuk mengetahui cara penanggulangan logam berat sebagai
polusi udara.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pencemaran Udara
2.1.1. Definisi
Pencemaran udara merupakan salah satu faktor penting yang perlu
dipertimbangkan dalam mencapai pembangunan berwawasan lingkungan.
Sesuai dengan pembangunan nasional yaitu pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia, maka
studi pencemaran udara merupakan studi yang mengkaitkan udara atau
atmosfer sebagai sumber daya alam dengan kepentingan manusia
seperti kesehatan, keselamatan, kesejahteraan dan kenyamanan (K4).
Untuk menuju K4 tersebut diatas, perlu dijaga keselarasan,
keserasian, kesetimbangan dan kebulatan yang utuh dalam setiap
kegiatan pembangunan.
Pencemaran udara merupakan permasalahan yang rumit karena
menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan karakteristik fisik,
sumber emisi zat pencemar seperti macam sumber, laju pencemaran,
kecepatan dan tinggi emisi, elemen iklim yang mempengaruhi
penyebaran zat pencemar di lokasi di mana zat pencemar diemisikan
maupun kondisi iklim lokal di daerah penerima pencemaran udara.
Udara sebagai salah satu sumber daya alam yang tidak dapat
diperbaharui, merupakan kebutuhan utama bagi manusia, hewan dan
tanaman dalam mempertahankan hidupnya.
Oleh karena itu udara perlu dijaga kebersihannya, melalui
pemantauan, pengaturan dan pembatasan pemanfaatannya sehingga tidak
melampaui batas yang masih diperkenankan bagi kehidupan. Polusi
udara dapat disebabkan oleh aktivitas manusia yaitu antara lain
oleh industri, alat transportasi, power plant, aktivitas rumah
tangga dan perkantoran. Diantara sumber polutan tersebut kendaraan
bermotor merupakan sumber polutan terbesar, dimana pada kota besar
98 % polutan udara berasal dari kendaraan bermotor.
2.2. Logam Berat
Logam berat merupakan istilah yang digunakan untuk menamai
kelompok metal dan metalloid dengan densitas lebih besar dari 6
g/cm3yang terbentuk sebagai konstituen alami dari kerak bumi, dan
kontaminan lingkungan persisten karena logam berat tidak bisa rusak
atau hancur. (Duruibe dkk, 2007). Logam berat dalam batu berbentuk
bijih dengan struktur kimia yang berbeda sesuai dengan asalnya,
seperti mineral. Bijih logam berat sulfida seperti besi, arsenik,
timbal, timah-seng, kobalt, gold, silvemas-perak dan nikel sulfida.
Oksida seperti aluminium, mangan, emas, selenium dan antimon. Logam
berat tersebut dapat dipulihkan baik sebagai sulfida dan bijih
oksida seperti besi, tembaga dan kobalt. Mineral bijih cenderung
terjadi dalam keluarga dimana unsur logam yang terbentuk secara
alami sebagai sulfida atau oksida. Oleh karena itu, sulfida timbal,
kadmium, arsenik dan secara alami akan ditemukan terjadi
bersama-sama dengan sulfida besi (pirit, FeS2) dan tembaga
(kalkopirit, CuFeS2) (Zheng dkk, 2007).
2.2.1. Karakteristik Logam Berat Berbahaya
Menurut Suhendrayatna dalam Charlena (2004), ada beberapa logam
berat yang berbahaya bila kadarnya dalam tubuh melebihi ambang
batas yang diperbolehkan. Logam berat tersebut yaitu:
1. Arsenik
Arsenik adalah suatu unsur kimia metaloid bersifat semi logam
golongan VA dengan nomor atom 33. Arsenik berwujud bubuk putih
tanpa warna dan bau. Arsenik sendiri merupakan bahan beracun dan
memiliki tiga bentuk alotropik, yaitu berwarna kuning, hitam,dan
abu-abu namun bentuk ini jarang ada di lingkungan. Ketika suatu zat
berbahaya beracun telah mencemari permukaan air, tanah maka zat
tersebut dapat menguap, tersapu air hujan dan atau masuk ke dalam
tanah. Pencemaran yang masuk ke dalam tanah kemudian terendap
sebagai zat kimia beracun di tanah. Zat beracun di tanah tersebut
dapat berdampak langsung kepada manusia ketika bersentuhan atau
dapat mencemari air tanah dan udara di atasnya. WHO menetapkan
ambang aman tertinggi arsenik dalam air tanah sebesar 50 ppb.
2. Kadmium (Cd)
Kadmium (Cd) adalah logam kebiruan yang lunakdan beracun bagi
tubuh manusia. Waktu paruhnya 30 tahun dan dapat terakumulasi pada
ginjal, sehingga ginjal mengalami disfungsi. Jumlah normal kadmium
di tanah berada di bawah 1 ppm, tetapi angka tertinggi (1700 ppm)
dijumpai pada permukaan sampel tanah yang diambil di dekat
pertambangan biji seng (Zn). Kadmium lebih mudah diakumulasi oleh
tanaman dibandingkan dengan ion logam berat lainnya seperti timbal.
Logam berat ini bergabung bersama timbal sebagai the big three
heavy metal yang memiliki tingkat bahaya tertinggi pada kesehatan
manusia. Menurut badan dunia FAO/WHO, konsumsi per minggu yang
ditoleransikan bagi manusia adalah 400-500 g per orang atau 7 mg
per kg berat badan. Kadmium yang terdapat dalam tubuh manusia
sebagian besar diperoleh melalui makanan dan tembakau, hanya
sejumlah kecil berasal dari air minum dan polusi udara. Kadmium di
udara biasanya bersumber dari pembakaran bahan bakar fosil seperti
minyak dan pembakaran produk sisa. Efek jangka pendek inhalasi
kadmium adalah komplikasi paru seperti peradangan pada paru dan
meningkatkan terjadinya kanker paru.
3. Tembaga (Cu)
Tembaga banyak digunakan dalam industri listrik dan elektronik,
alat pemanas, kendaraan bermotor, bahan bangunan, dan peralatan
memasak. Tembaga yang ada di lingkungan dapat berasal dari
pembangkit listrik tenaga batubara, produksi metal, pembakaran
sampah. Dalam jumlah kecil, senyawa ini ditemukan pada rokok dan
dikeluarkan secara alamiah dari bumi. Manusia biasanya terpapar
tembaga dari makanan atau air yang diminum. Paparan dalam level
yang tinggi biasanya dapat menyebabkan nyeri dada, muntah, dan
iritasi pada mata dan hidung. Tembaga bersifat racun terhadap semua
tumbuhan pada konsentrasi larutan di atas 0,1 ppm. Konsentrasi yang
aman bagi air minum manusia tidak lebih dari 1 ppm. Bersifat racun
bagi domba pada konsentrasi di atas 20 ppm. Konsentrasi normal
komponen ini di tanah berkisar 20 ppm dengan tingkat mobilitas
sangat lambat karena ikatan yang sangat kuat dengan material
organik dan mineral tanah liat.
4. Timbal (Pb)
Timbal atau yang kita kenal sehari-hari dengan timah hitam dan
dalam bahasa ilmiahnya dikenal dengan kata Plumbum dan logam ini
disimpulkan dengan timbal (Pb). Logam ini termasuk kedalam kelompok
logam-logam golongan IVA pada tabel periodik unsur kimia. Mempunyai
nomor atom (NA) 82 dengan bobot atau berat (BA) 207,2 adalah suatu
logam berat berwarna kelabu kebiruan dan lunak dengan titik leleh
327C dan titik didih 1.620C. Pada suhu 550-600C timbal (Pb) menguap
dan membentuk oksigen dalam udara membentuk timbal oksida. Bentuk
oksidasi yang paling umum adalah timbal (II). Walaupun bersifat
lunak dan lentur, timbal (Pb) sangat rapuh dan mengkerut pada
pendinginan, sulit larut dalam air dingin, air panas dan air asam.
Timbal (Pb) dapat larut dalam asam nitrit, asam asetat dan asam
sulfat pekat. Timbalyang banyak pada bahan bakar terutama bensin,
diketahui bisa menjadi racun yang merusak sistem pernapasan, sistem
saraf, serta meracuni darah. Penggunaan timbal (Pb) dalam bahan
bakar semula adalah untuk meningkatkan oktan bahan bakar. Tetra
Etil Lead (TEL), selain meningkatkan oktan, juga dipercaya
berfungsi sebagai pelumas dudukan katup mobil produksi di bawah
tahun 90-an, sehingga katup terjaga dari keausan, lebih awet, dan
tahan lama. Penggunaan timbal (Pb) dalam bensin lebih disebabkan
oleh keyakinan bahwa tingkat sensitivitas timbal (Pb) tinggi dalam
menaikkan angka oktan. Setiap 0,1 gram timbal (Pb) perliter bensin,
menurut ahli tersebut mampu menaikkan angka oktan 1,5 sampai 2
satuan. Hasil pembakaran dari bahan tambahan timbal (Pb) pada bahan
bakar kendaraan bermotor menghasilkan emisi timbal (Pb) in organik.
Logam berat timbal (Pb) yang bercampur dengan bahan bakar tersebut
akan bercampur dengan oli dan melalui proses di dalam mesin maka
logam berat timbal (Pb) akan keluar dari knalpot bersama dengan gas
buang lainnya (Sudarmaji dkk, 2006).
2.2.2. Mekanisme Logam Berat pada Tubuh Manusia
Logam berat dapat memasuki tubuh dan mengakibatkan kerusakan
pada berbagai jaringan tubuh melalui beberapa cara. Mekanisme
pertama adalah berikatan dengan gugus sulfhidril, sehingga fungsi
enzim pada jaringan tubuh akan terganggu kerjanya. Mekanisme yang
kedua adalah berikatan dengan enzim pada siklus Krebs, sehingga
proses oksidasi fosforilasi tidak terjadi. Mekanisme yang ketiga
adalah dengan efek langsung pada jaringan yang terkena yang
menyebabkan kematian pada lambung dan saluran pencernaan, kerusakan
pembuluh darah, perubahan degenerasi pada hati dan ginjal. Tubuh
dapat menyerap logam berat melalui permukaan kulit dan mukosa,
saluran pencernaan dan saluran nafas. Akumulasi pada jaringan tubuh
dapat menimbulkan keracunan bagi manusia, hewan, dan tumbuhan
apabila melebihi batas toleransi (Charlena, 2004).
2.2.3. Timbal (Pb) dan Penggunaan dalam Kehidupan
Timbal (Pb) termasuk dalam kelompok logam berat golongan IVA
dalam Sistem Periodik Unsur kimia, mempunyai nomor atom 82 dengan
berat atom 207,2 berbentuk padat pada suhu kamar, bertitik lebur
327,4 0C dan memiliki berat jenis sebesar 11,4/l. Pb jarang
ditemukan di alam dalam keadaan bebas melainkan dalam bentuk
senyawa dengan molekul lain, misalnya dalam bentuk PbBr2 dan PbCl2.
Logam Pb banyak digunakan sebagai bahan pengemas, saluran air,
alat-alat rumah tangga dan hiasan. Dalam bentuk oksida timbal
digunakan sebagai pigmen/zat warna dalam industri kosmetik dan
glace serta indusri keramik yang sebagian diantaranya digunakan
dalam peralatan rumah tangga. Dalam bentuk aerosol anorganik dapat
masuk ke dalam tubuh melalui udara yang dihirup atau makanan
seperti sayuran dan buah-buahan. Logam Pb tersebut dalam jangka
waktu panjang dapat terakumulasi dalam tubuh karena proses
eliminasinya yang lambat. Setiap liter bensin dalam angka oktan 87
dan 98 mengandung 0,70g senyawa Pb Tetraetil dan 0,84g Tetrametil
Pb. Setiap satu liter bensin yang dibakar jika dikonversi akan
mengemisikan 0,56g Pb yang dibuang ke udara (Charlena, 2004)
2.2.4. Bahaya Timbal (Pb)
Logam Pb yang terkandung dalam bensin ini sangatlah berbahaya,
sebab pembakaran bensin akan mengemisikan 0,09 gram timbal tiap 1
km. Bila di Jakarta, setiap harinya 1 juta unit kendaraan bermotor
yang bergeraksejauh 15 km akan mengemisikan 1,35 ton Pb/hari. Efek
yang ditimbulkan tidak main-main. Salah satunya yaitu kemunduran IQ
dan kerusakan otak yang ditimbulkan dari emisi timbal ini (Ayu,
2002). Pada orang dewasa umumnya ciri-ciri keracunan timbal adalah
pusing, kehilangan selera, sakit kepala, anemia, sukar tidur,
lemah, dan keguguran kandungan. Selain itu timbal berbahaya karena
dapat mengakibatkan perubahan bentuk dan ukuran sel darah merah
yang mengakibatkan tekanan darah tinggi. Logam Pb yang mencemari
udara terdapat dalam dua bentuk, yaitu dalam bentuk gas dan
partikel-partikel. Gastimbal terutama berasal dari pembakaran bahan
aditif bensin dari kendaraan bermotor yang terdiri dari tetraetil
Pb dan tetrametil Pb. Partikel-partikel Pb di udara berasal dari
sumber-sumber lain seperti pabrik-pabrik alkil Pb dan Pb oksida,
pembakaran arang dan sebagainya. Polusi Pb yang terbesar berasal
dari pembakaran bensin, dimana dihasilkan berbagai komponen Pb,
terutama PbBrCl dan PbBrCl.2PbO (Darmono, 1995).
2.2.5. Paparan Timbal (Pb) di Lingkungan
Emisi Pb ke udara dapat berupa gas atau partikel sebagai hasil
samping pembakaran yang kurang sempurna dalam mesin kendaraan
bermotor. Semakin kurang sempurna proses pembakaran dalam mesin
kendaraan bermotor, maka semakin banyak jumlah Pb yang akan di
emisikan ke udara. Senyawa yang terdapat dalam kendaraan bermotor
yaitu PbBrCl, PbBrCl2, PbO, PbCl2, Pb(OH)Cl, PbBr2, dan PbCO3.2PbO,
diantara senyawa tersebut PbCO3.PbO merupakan senyawa yang
berbahaya bagi kesehatan. Pada gambar menunjukkan alur pajanan Pb
dalam lingkungan. Manusia menyerap timbal melalui udara, debu, air
dan makanan. Tetraethyl lead (TEL), yang merupakan bahan logam
timah hitam (timbal) yang ditambahkan ke dalam bahan bakar
berkualitas rendah untuk menurunkan nilai oktan. Pb organik
diabsorbsi terutama melalui saluran pencernaan dan pernafasan dan
merupakan sumber Pb utama di dalam tubuh.Selain itu mangan pada MMT
dan karsiogenik pada MTBE (bahan aditif pada bensin selain TEL yang
menghasilkan zat berbahaya bagi tubuh) (Subowo dkk, 2010).
Gambar 1. Alur Pajanan Pb Terhadap Lingkungan
Sumber: http://mathusen.wordpress.com/2010/01/24/
2.2.6. Dampak Timbal (Pb) Terhadap Kesehatan Manusia
Menurut Syamsul (1996), Pb merupakan racun syaraf (neuro toxin)
yang bersifat kumulatif, destruktif dan kontinu pada sistem
haemofilik, kardiovaskuler dan ginjal. Anak yang telah menderita
tokisisitas timbal cenderung menunjukkan gejala hiperaktif, mudah
bosan, mudah terpengaruh, sulit berkonsentrasi terhadap
lingkungannya termasuk pada pelajaran, serta akan mengalami
gangguan pada masa dewasanya nanti yaitu anak menjadi lamban dalam
berfikir, biasanya orang akan mengalami keracunan timbal bila ia
mengonsumsi timbal sekitar 0,2 sampai 2mg/hari. Berikut dampak
logam Pb pada kesehatan:
a. Sistem Syaraf dan Kecerdasan
Efek Pb terhadap sistem syaraf telah diketahui, terutama dalam
studi kesehatan kerja dimana pekerja yang terpajan kadar timbal
yang tinggi dilaporkan menderita gejala kehilangan nafsu makan,
depresi, kelelahan, sakit kepala, mudah lupa, dan pusing. Efek
timbal terhadap kecerdasan anak memiliki efek menurunkan IQ bahkan
pada tingkat pajanan rendah. Studi lebih lanjut menunjukkan bahwa
kenaikan kadar timbal dalam darah di atas 20 g/dl dapat
mengakibatkan penurunan IQ sebesar 2-5 poin.
b. Efek Sistemik
Kandungan Pb dalam darah yang terlalu tinggi (toksitas Timbal
yakni di atas 30 ug/dl) dapat menyebabkan efek sistemik lainnya
adalah gejala gastrointestinal. Keracunan timbal dapat berakibat
sakit perut, konstipasi, kram, mual, muntah, anoreksia, dan
kehilangan berat badan. Pb juga dapat meningkatkan tekanan darah.
Intinya timbal ini dapat merusak fungsi organ.
c. Efek Terhadap Reproduksi
Pajanan Pb pada wanita di masa kehamilan telah dilaporkan dapat
memperbesar resiko keguguran, kematian bayi dalam kandungan,
dankelahiran prematur. Pada laki-laki, efek Pb antara lain
menurunkan jumlah sperma dan meningkatnya jumlah sperma
abnormal.
d. Pada Tulang
Pada tulang, ion Pb2+ logam ini mampu menggantikan keberadaan
ion Ca2+ (kalsium) yang terdapat pada jaringan tulang. Konsumsi
makanan tinggi kalsium akan mengisolasi tubuh dari paparan Pb yang
baru.
Timbal (Pb) sebagai gas buang kendaraan bermotor dapat
membahayakan kesehatan dan merusak lingkungan. Pb yang terhirup
oleh manusia setiap hari akan diserap, disimpan dan kemudian
ditabung da dalam darah. Bentuk Kimia Pb merupakan faktor penting
yang mempengaruhi sifat-sifat Pb di dalam tubuh. Komponen Pb
organik misalnya tetraethil Pb segara dapat terabsorbsi oleh tubuh
melalui kulit dan membran mukosa. Pb organik diabsorbsi terutama
melalui saluran pencernaan dan pernafasan dan merupakan sumber Pb
utama di dalam tubuh.
Tidak semua Pb yang terisap atau tertelan ke dalam tubuh akan
tertinggal di dalam tubuh. Kira-kira 5-10 % dari jumlah yang
tertelan akan diabsorbsi melalui saluran pencernaan, dan kira-kira
30 % dari jumlah yang terisap melalui hidung akan diabsorbsi
melalui saluran pernafasan akan tinggal di dalam tubuh karena
dipengaruhi oleh ukuran partikel-partikelnya.
Di dalam tubuh Pb dapat menyebabkan keracunan akut maupun
keracunan
kronik. Jumlah Pb minimal di dalam darah yang dapat menyebabkan
keracunan berkisar antara 60-100 mikro gram per 100 ml darah. Pada
keracunan akut biasanya terjadi karena masuknya senyawa timbal yang
larut dalam asam atau menghirup uap Pb tersebut. Gejala-gejala yang
timbul berupa mual, muntah, sakit perut hebat, kelainan fungsi
otak, anemi berat, kerusakan ginjal bahkan kematian dapat terjadi
dalam 1-2 hari. Kelainan fungsi otak terjadi karena Pb ini secara
kompetitif menggantikan mineral-mineral utama seperti seng,
tembaga, dan besi dalam mengatur fungsi mental kita.
Keracunan timbal kronik menimbulkan gejala seperti depresi,
sakit kepala, sulit berkonsentrasi, gelisah, daya ingat menurun,
sulit tidur, halusinasi dan kelemahan otot. Susunan saraf pusat
merupakan organ sasaran utama timbal. Menurut penelitian dr M.
Erikson menunjukkan bahwa wanita hamil yang memiliki kadar timbal
tinggi dalam darahnya ternyata 90 % dari simpanan timbal pada
tubuhnya dialirkan kepada si janin melalui plasenta, dimana
keracunan pada janin mempengaruhi intelektual dan tingkah laku si
anak di kemudian hari.
Dari catatan Bank Dunia, URBAIR 1994, terlihat bahwa dampak
pencemaran udara oleh timbal di Indonesia telah menimbulkan 350
kasus penyakit jantung, 62.000 kasus tekanan darah tinggi, serta
angka kematian 340 orang per tahun. Melihat betapa besarnya dampak
negatif oleh pencemaran timbal tersebut maka perlu mendapat
perhatian khusus. Pada awal keracunan timbal biasanya tidak jelas,
sehingga perlu pengukuran kandungan timbal dalam tubuh orang yang
terpapar. Bila kadar timbal dalam darah sudah ditentukan maka dapat
dilakukan terapi dengan kelator (suatu antagonis logam berat yang
berkompetisi dengan gugus reaktif logam berat tersebut sehingga
peningkatan pengeluaran logam dari tubuh dan mencegah/menghilangkan
efek toksiknya). Pengobatan pada awal keracunan timbal akut ialah
dengan mengatasi gejala yang ada. Serangan kejang diatasi dengan
obat anti kejang, kesetimbangan cairan elektrolit tubuh
dipertahankan dan pembengkakan otak diatasi dengan manitol. Lebih
baik mencegah daripada mengobati merupakan suatu motto yang tetap
diakui hingga pada saat ini. Untuk itu, sebelum terjadi kasus yang
lebih parah dari kasus-kasus di atas perlu dilakukan
tindakan-tindakan pencegahan.
Untuk itu, sebelum terjadi kasus yang lebih parah dari
kasus-kasus di atas perlu dilakukan tindakan-tindakan pencegahan.
Menurut Umar Fahmi Achmad menyatakan pengendalian Pb yang merupakan
sebagian dari gas buang kendaraan bermotor cukup sulit karena cukup
banyak variabel yang mempengaruhinya di antaranya cara mengemudi,
ketaatan perawatan, kemacetan, banyaknya kendaraan pribadi,
kendaraan dapat berpindah-pindah, dan terkonsentrasi pada suatu
wilayah. Untuk itu perlu dilakukan beberapa pendekatan antara lain
:
1. Pendekatan Teknis
Timah hitam yang keluar dari knalpot dalam bentuk partikel yang
sangat halus, adanya polutan Pb karena pada bensin diberikan bahan
tambah berupa Pb (C2H5)4 yaitu Tetra Ethil Lead (TEL) sebagai upaya
untuk meningkatkan angka oktan. Partikel Pb dapat mencemari tanaman
pangan, dan bila hasil tanaman tersebut dikonsumsi manusia maka
dapat menyebabkan keracunan.
Untuk menghilangkan polutan Pb maka dapat dilakukan secara
teknis yaitu dengan mengendalikan bahan bakar yang akan digunakan
oleh kendaraan bermotor. Hal ini dapat dilakukan dengan
menggantikan TEL dengan anti knocing yang lain yang tidak
mengandung Pb. Dr Jurg grutter, peneliti pada Swisscontact, Swiss,
menyatakan hal itu.
Menurut pengamatannya, Pemerintah Honduras telah berhasil
menghilangkan partikulat timah hitam dari kawasan udara hingga
mendekati nol dalam waktu enam bulan. Itu terjadi sejak bensin tak
bertimah hitam (Pb) dipakai pada seluruh kendaraan bermotor di
negara itu. Dari situ Grutter mengambil kesimpulan bahwa pengalihan
penggunaan bensin bertimah hitam ke bensin tidak bertimah hitam
perlu terus didorong. Hal itu perlu dikembangkan di berbagai negara
dengan suatu argumentasi, polusi udara oleh timah hitam jelas
sangat mengganggu kesehatan dan merusak lingkungan. Ditargetkan,
tahun 1999 Indonesia terbebas dari bensin dengan timah hitam.
Kerugian ini didukung pula oleh kalangan produsen mobil, karena
mobil-mobil generasi baru yang kini dirancang tak terpengaruh oleh
pemakaian bahan bakar tanpa ditif timbal. Bahkan, orang bisa
memasang alat katalik kon verter yang berguna mengurangi emisi gas
lain.
Mencari bahan alternatif juga merupakan solusi yang banyak
ditawarkan. Bahan bakar tersebut dapat berupa bahan bakar gas
(BBG). Di jakarta maupun di Surabaya cukup banyak kendaraan (taksi)
yang menggunakan bahan bakar gas, karena selain polutannya yang
rendah juga lebih ekonomis.
Mobil listrik merupakan solusi program langit biru yang paling
tepat karena tidak menggunakan motor bakar sebagi tenaga penggerak
melainkan motor listrik sehingga emisinya nol. Pada saat ini mobil
listrik bukan Propotipe lagi melainkan sudah diproduksi secara
massal dan dijual pada pasar mobil.Batterey yang digunakan sebagai
sumber energi listrik sesuai dengan standard EPA (Enviromental
Protection Agency), kemampuan batterey mobil General EVI akan turun
85 % setelah melaju.
2. Pendekatan Planatologi, administrasi dan hukum
Pemerintah mempunyai posisi yang paling strategis dalam upaya
mengendalikan pencemaran Pb ini. Dengan wewenang yang dimiliki,
pemerintah dapat menyusun tata kota dan rambu lalu lintas yang
memungkinkan kendaraan dapat berjalan lancar, mengontrol polutan Pb
secara berkala saat pajak kendaraan dan mengenakan sangsi bagi yang
melanggar.
3. Pendekatan Edukatif
Upaya mengurangi Pb dalam udara bukan hanya tugas pemerintah
saja, melainkan tanggung jawab seluruh masyarakat. Untuk itu dapat
dilakukan dengan cara :
Memberikan informasi secara intensif tentang dampak Pb pada
kesehatan dan lingkungan serta cara bagaimana mengatasinya. Dengan
mengetahui dampak tersebut diharapkan timbul kesadaran masyarakat
untuk melakukan upaya mengatasinya.
Melakukan pendidikan pelatihan pada orang-orang yang potensial
menjadi penyebab meningkatnya pencemaran Pb seperti pengemudi,
pemilik kendaraan bermotor, mekanik/teknisi yang melakukan
perawatan kendaraan. Cara mengemudi kendaraan mempengaruhi
efisiensi kerja mesin dan pemakaian bahan bakar. Cara mengemudi
yang menyebabkan pemakaian bahan bakar menjadi boros sehingga
polusi tinggi antara lain : pengemudi memainkan pedal gas saat
kendaraan berhenti di lampu pengatur lalu lintas, kaki selalu
menempel pada pedal kopling sehingga kopling menjadi sedikit slip,
pemilihan tingkat transmisi yang tidak tepat.
Untuk megurangi penyebab pencemaran Pb dari cara mengemudi yang
salah yaitu dengan cara :
Produsen harus memberi petunjuk bagaimana cara mengemudi
kendaraan dengan baik dan benar pada setiap kendaraan yang
diproduksinya, sehingga pengemudi dapat mempelajarinya sebelum
mengemudinya.
Melalui media secara intensif, pemerintah (Dinas Lalu Lintas
Angkutan Jalan Raya) memberi himbauan kepada pengemudi pentingnya
cara mengemudi yang benar.
Menyelenggarakan pendidikan singkat tentang pengetahuan dan
ketrampilan dasar merawat dan mengemudikan kendaraan dengan baik
dan benar pada pengemudi. Kedisiplinan pemilik kendaraan merawat
secara berkala masih rendah, terutama pada kendaraan umum. Untuk
meningkatkan kesadaran dan kedisiplinan pemilik kendaraan melakukan
perawatan dapat dilakukan dengan cara memberikan informasi yang
tepat tentang keuntungan bila pemilik melakukan perawatan kendaraan
dengan benar, serta kerugian bila tidak melakukan perawatan dengan
benar. Kemampuan mekanik dalam melakukan perawatan dan perbaikan
kendaraan mempengaruhi hasil kerjanya. Hasil penyetelan yang kurang
baik menyebabkan kerja mesin kurang sempurna sehingga bahan bakar
boros dan polusi gas buangnya tinggi. Untuk meningkatkan kemampuan
mekanik dapat dilakukan melalui pendidikan lanjut, pelatihan, studi
banding, diskusi kasus yang muncul dalam kelompok kerja dan lain
sebagainya.
2.3. Regulasi Mengenai Polusi Udara
Menurut hasil uji emisi kendaraan bermotor akhir juni 1996 di
jakarta selama enam hari, diperoleh kesimpulan sementara, sebanyak
61 % kendaraan bermotor dinyatakan telah melampaui baku mutu emisi.
Hukum sebagai salah satu sarana dalam upaya untuk mencegah dan
menaggulangi akibat yang ditimbulkan emisi gas kendaraan bermotor,
karena melalui peraturan perundang-undangan telah ditetapkan
syarat-syarat yang harus dipatuhi oleh setiap warga masyarakat.
Beberapa peraturan yang berhubungan dengan masalah tersebut adalah
:
A. UU No. 14 Tahun 1992 tentang angkutan jalan pada pasal 50
Untuk mencegah pencemaran udara yang dapat mengganggu
kelestarian lingkungan hidup, setiap kendaraan bermotor wajib
memenuhi persyaratan angkatan batas emisi gas buang.
Setiap pemilik, pengusaha angkutan umum dan atau pengemudi
kendaraan bermotor, wajib mencegah terjadinya pencemaran udara.
B. Kep. Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP 35/ MENLH/
10/1993 tentang ambang batas emisi gas buang kendaraan
bermotor.
Dalam pasal 1 dinyatakan bahwa ambang batas emisi gas buang
kendaraan bermotor adalah batas maksimum zat dalam bahan pencemaran
yang telah dikeluarkan langsung dari pipa gas buang kendaraan
bermotor. Pasal 4 menetapkan bahwa batas emisi gas buang kendaraan
bermotor ditinjau kembali sekurang-kurangnya dalam 5 tahun sekali.
Persyaratan yang ditetapkan pemerintah melalui ketentuan di atas
dimaksud sebagai upaya untuk pencegahan pencemaran udara yang
bersifat preventif. Namun jika persyaratan itu tidak dipatuhi atau
dilanggar akan menimbulkan sangsi pidana, seperti ditetapkan dalam
pasal 67 UU No.14 tahun 192 yang berbunyi sebagai berikut : Barang
siapa yang mengemudikan kendaraan bermotor yang tidak memenuhi
syarat ambang batas emisi gas buang, dipidana dengan pidana paling
lama 2 bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 2.000.000.
Selanjutnya pasal 64 menetapkan, jika seseorang melakukan lagi
pelanggaran pertama, maka pidana yang dijatuhkan terhadap
pelanggaran yang kedua ditambah dengan sepertiga dari pidana
kurungan pokoknya atau bila dikenakan denda dapat ditambah dengan
setengah dari denda yang diancam untuk pelanggaran pertama.
BAB III
PENYELESAIAN MASALAH
Menurut Umar Fahmi Achmad menyatakan pengendalian Pb yang
merupakan sebagian dari gas buang kendaraan bermotor cukup sulit
karena cukup banyak variabel yang mempengaruhinya di antaranya cara
mengemudi, ketaatan perawatan, kemacetan, banyaknya kendaraan
pribadi, kendaraan dapat berpindah-pindah, dan terkonsentrasi pada
suatu wilayah. Untuk itu perlu dilakukan beberapa pendekatan antara
lain :
1. Pendekatan Teknis
2. Pendekatan Planatologi, administrasi dan hukum
3. Pendekatan Edukatif
Strategi Penanganan Limbah Logam Berat
1. Penanganan Limbah Logam Berat pada lingkungan
Khususnya tanaman sayuransampai saat ini belum ada sistem yang
secara utuh di negara kita yang berperan dalam penanganansayuran
segar setelah pemanenan dalam upaya menurunkan residu logam berat,
apalagi upaya rutin yang dilakukan pada masa pratanam dan saat
budidaya sayuran. Penanganan yang ada masih bersifatparsial dan
insidentil. Selama inipenanganan bahan kimia beracun dalam tanah
masihmemanfaakan proses berteknologi rendah.Kebanyakan orang hanya
menggali lapisan beracundan menimbunnya di tempat lain atau dengan
caramencuci tanah. Cara ini cenderung mahal dan kurangefektif.
Selain merusak lingkungan, tanah yangtertinggal juga berkualitas
rendah. Penggunaantanaman untuk membersihkan bahan kimia yang
tidakdiinginkan dari tanah yang dikenal dengan nama
phytoremediation berpotensi jauh lebih murah, namunbutuh waktu
lama. Di India, tanaman yang telah dimodifikasi secara genetis
terbuki mampu menyerap kelebihan unsur logam berat Selenium (Se)
daritanah. Tanaman yang dimaksud yaitu sawi. Tanaman ini bisa
membersihkan lahan yang telah tercemar logam berat di masa
mendatang, namun tentunya masih diperlukan studi-studi yang
mendalam. Upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan
dilakukan dengan cara promotif, preventif, pengobatan dan
pemulihan. Namun dirasa perlu dititikberatkan pada upaya promotif
dan preventif. Filosofi kesehatan yang menyatakan bahwa mencegah
lebih mudah dan murah dari pengobatan, sebaiknya dapat menjadi
rujukan. Limbah B3 (Bahan Berbahayadan Beracun) sebelum dibuang ke
media lingkungan seharusnya diolah lebih dulu.Pemerintah telah
mengeluarkan berbagai peraturan yang berhubungan dengan masalah
lingkungan hidup, antara lain yang mengatur bahwa limbah yang
dihasilkan oleh suatu kegiatan (misal: industri) yang dibuang ke
lingkungan (udara dan perairan) harus sesuai dengan baku mutu
lingkungan, baik itu baku mutu untuk udara maupun baku mutu untuk
air. Hal ini merupakan bagian dari Analisa Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL) yang menjadi program pemerintah melalui instansi
yang terkait. Namun, kenyataan yang ada di lapanganseringkali tidak
sesuai dengan yang tertulis di atas kertas. Pengusaha seringkali
melanggar ketentuan pemerintah dengan alasan menghemat pengeluaran
atau biaya yang dikeluarkan untuk mengolah limbah agar sesuai
dengan baku mutu lingkungan. Alasan lain ialah bahwa limbah
industri seringkali sulit dalam pengelolaannya karena polutan yang
terkandung di dalamnya terdiri dari berbagai unsur, termasuk logam
berat dan sebagian besar bersifat toksik. Hal ini merupakan
tindakan membahayakan lingkungan hidup dan pada akhirnya berdampak
pada kesehatan manusia.Selain itu, sebagai contoh, di kota-kota
besar seperti Jakarta, dengan semakin banyaknya industri maka
membuka peluang tercemarnya tanah dan sungai, sehingga air sungai
tidak dapat dimanfaatkan lagi untuk keperluan hidup sehari-hari.
Petani sayuran di Jakarta, dengan keterbatasan sumberdaya lahan dan
air terpaksa memanfaatkan lokasi yang sudah tercemar untuk menanam
sayuran komersial. Logam berat dari lahan dan air tercemar akhirnya
menempel pada sayuran dan selanjutnya kita konsumsi. Penanganan
kontaminasi logam berat pada sayuran yang telah dipanen praktis
tidak secara signifikan dapat mengurangi residu logam berat dalam
sayuran tersebut. Penanganan segar sayuran yang hanya mencuci
sayuran bahkan seringkali hal ini tidak pernah dilakukan oleh
petani, baik petani produsen maupun petani pengumpul kemudian
mengikat, mengemas dan menaikkannya ke dalam truk pengangkut yang
hanya dilapisi plasik terpal dan ditutup dengan bahan yang sama,
sebenarnya secara logis hanya sedikit saja mengurangi residu logam
berat yang terdapat pada permukaan sayuran. Residu logam berat yang
terdapat di dalam jaringan tanaman sayuran sendiri tidaklah hilang
atau berkurang.Padahal menurut Singh (2004), logam berat yang
terakumulasi dalam jaringan tanaman lebih berbahaya karena
residunya tidak terlihat sebagaimana kotoran yang tampak pada
permukaan sayuran. Residu logam berat tersebut merupakan hasil
perlakuan pada saat penanaman, yaitu dengan pemberian pupuk atau
pestisida yang berlebihan dan melebihi dosis aman yang telah
diteapkan. Oleh karena itu, secara jangka panjang, petani penanam
sayuran memiliki peran yang sangat dominan dalam mengurangi cemaran
logam berat pada sayur-sayuran yang ditanamnya. Oleh karena itu
upaya penyuluhan yang simultan dan berkesinambungan yang diberikan
oleh para penyuluh pertanian kepada para petani untuk melakukan
cara- cara penanaman yang baik merupakan aspek yang paling penting
yang harus dilakukan pada saat ini, selain upaya pemerintah memaksa
bahkan memberi sanksi bagi pelaku industri besar yang
membuanglimbah secara sembarangan dan tidak sesuai baku mutu yang
dipersyaratkan ke lingkungan, baik lingkungan udara maupun
perairan.
2. Pencegahan Akumulasi Logam Berat Pada Tubuh Manusia
Kesadaran gizi pada tingkat keluarga perlu ditunjang dengan
pemahaman tentang masalah sanitasi sehingga cara pengolahan sayuran
di tingkat rumah tangga bisa lebih aman dan memenuhi syarat
kesehatan. Pada tingkat keluarga, usaha yang dapat dilakukan untuk
menghindari bahaya logam berat dapat dilakukan antara lain dengan
menghindari sumber bahan pangan (terutama sayuran) yan memiliki
resiko mengandung logam berat, mencuci sayuran dengan baik dan
seksama, misalnya denga menggunakan air yang mengalir atau
menggunakan sanitizer. Contoh sanitizer yang dapat digunakan adalah
Natrium Hipoklorit (NaOCl), sejenis senyawa klorin yang dapat
dibeli secara komersial di pasaran dengan berbagai merek. Sayuran
juga sebaiknya diblansir, yaitu sayuran diberi pemanasan
pendahuluan dalam suhu mendidih pada waktu yang singkat (3-5 menit)
yang bertujuan untuk mereduksi cemaran logam berat yang menempel
pada permukaan sayur. Hal ini dilakukan sebelum sayuran dikonsumsi
atau diolah lebih lanjut. Kebiasaan mengkonsumsi sayuran mentah
sebagai lalap sebenarnya masih beresiko untuk mengalami gangguan
kesehatan. Selain memblansir, mencuci pada air yang mengalir
kemudian mengukus atau merebus sayuran adalah cara aman lain untuk
mengkonsumsi sayuran secara sehat. Pencegahan akumulasi logam berat
dapat juga dilakukan dengan banyak mengkonsumsi serat. Dengan
mengkonsumsi sayuran yang memiliki kandungan serat yang tinggi
dapat memperlancar metabolisme pencernaan dan dapat mencegah
terjadinya kanker kolon, karena serat sayuran dapat menyerap
kolesterol dalam asam empedu. Hal ini dapat diupayakan dengan
membiasakan keluarga mengkonsumsi makanan yang mengandung serat
tinggi. Buah-buahan, sayuran, bawang, dan kacang- kacangan, adalah
beberapa diantaranya. Serat makanan bahan tadi, seperti pektin,
lignin, dan beberapa hemiselulosa dari polisakarida lain yang larut
dalam air, vitamin C, serta bioflavonid dapat menetralkan timbal
dan mengurangi penyerapan logam berat melalui sistem pencernaan
kita.
Bentuk pencegahan lain, yang lebih besar adalah seharusnya
pemerintah melakukan upaya penggantian bahan bakar bensin bertimbal
dengan bensin tanpa timbal. Bensin ini termasuk ke dalam golongan
bahan bakar khusus (BBK) yang mencakup bensin super tanpa timbal
(super-TT), premix 94, dan bensin biru 2 langkah (BB2L). Meski
biaya untuk keperluan modifikasi ini sangat mahal, namun keuntungan
yang diperoleh akan jauh lebih besar. Alangkah nyaman dan indahnya
masa depan kita (terutama anak-anak kita) kalau kuali- kota besar
steril dari cemaran timbal yang pada gilirannya mendukung
terbentuknya kecerdasan intelektual anak sejak dini. Jika
negara-negara lain sudah menggunakan bensin tanpa timbal,
semestinya Indonesia pun bisa (Solikin, 1997).
BAB IV
PENUTUP
4.1. KESIMPULAN
Logam berat yang dapat mencemari udara adalah arsenik, kadnium,
tembaga, dan timbal. Dari jenis-jenis tersebut timbal merupakan
logam berat yang paling banyak mencemari dan menjadi issue yang
sering dibahas dalam berbagai penelitian. Timbal merupakan senyawa
berbahaya dalam kadar ekstrim dapat menyebabkan berbagai efek
negatif pada sistem saraf dan kecerdasan, efek sistemik, sistem
reproduksi, dan kesehatan tulang. Maka dari itu dibutuhkan berbagai
macam upaya dalma penanggulangan polusi timbal melalui 3 tahap
pendekatan yaitu, pendekatan teknis, pendekatan planatologi,
administrasi dan hukum, dan pendekatan edukatif. Serta diperlukan
kerjasama dari berbagai sektor dan pihak terkait penanggulangan
bahaya timbal bagi kesehatan lingkungan dan manusia.
4.2. SARAN
Pengendalian Pb pada polusi udara cukup sulit untuk dilakukan,
karena variabel yang mempengaruhinya di antaranya cara mengemudi,
ketaatan perawatan, kemacetan, banyaknya kendaraan pribadi,
kendaraan dapat berpindah-pindah, dan terkonsentrasi pada suatu
wilayah. Oleh karena itu pemerintah Indonesia memberlakukan
regulasi dan perundang-undangan dan ditetapkan syarat-syarat yang
harus dipatuhi oleh setiap warga masyarakat.Apabila ada pihak yang
masih melanggar regulasi akan dikenakan sangsi menurut peraturan
undang-undang, namun nyatanya sangsi yang diberikan hampir tidak
berjalan, penindak hukum kurang tegas. Jadi selain peraturan
perundang-undangan perlu juga penindaklanjut hukum agar sangsi
bersifat tegas dan jelas.
DAFTAR PUSTAKA
Ayu, C.C. 2002. Mempelajari Kadar Mineral danLogam Berat pada
Komoditi Sayuran Segar di Beberapa Pasar di Bogor. Skripsi.
Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.
Charlena, 2004. Pencemaran Logam Berat Timbal (Pb) dan Cadmium
(Cd) pada Sayur-sayuran. Falsafah Sains. Program Pascasarjana S3
IPB. Posted tgl 30 Desember 2004. http:// www.google.co.id. Diakses
tanggal 13 Juni 2006.
Duruibe, J.O, Ogwuegbu, M.O and Egwurugwu, J.N. 2007. Heavy
metal pollution and human biotoxic effect. International Journal of
Physical Sciences Vol. 2 (5), pp. 112-118.
Darmono, 1995. Logam Berat dalam Sistem Biologi. UI Press.
Jakarta.
Harian Kompas, Udara di Jakarta Bisa Bebas Polusi, 15 Juli
1996.
Moch Solikin, Dampak dan Upaya Mengendalikan Gas Buang Kendaraan
Bermotor, Cakrawala Pendidikan No.3, Tahun XVI, Nov 1997.
Subowo, Mulyadi, S. Widodo dan Asep Nugraha.2010. Status dan
Penyebaran Pb, Cd, danPestisida pada Lahan Sawah Intensifikasi
diPinggir Jalan Raya. Prosiding. Bidang Kimia danBioteknologi
Tanah, Puslittanak, Bogor.
Sudarmadji, J. Mukono dan Corie I.P. 2006. Toksikologi logam
berat B3 dan dampaknyaterhadap kesehatan. Jurnal
KesehatanLingkungan, Vol. 2, No. 2, Januari 2006: 129-142.
Syamsul Arifin, Ketentuan Hukum Mengenai Gas Buang Kendaraan
Bermotor dan Implikasinya di SUMUT, Diskusi Panel Pascasarjana,
Medan, 1996.
Zheng, N., Q. Wang and D. Zheng. 2007. Health risk of Hg, Pb,
Cd, Zn and Cu to the inhabitants around Huludao Zinc Plant in China
via consumption of vegetables. J.of Science of The Total
Environment. Vol 383 (1-3):81-89. September 2007.
8