BAB I PENDAHULUAN Globalisasi dalam bidang pangan menyebabkan perubahan pada teknik dan penyajian berbagai jenis makanan. Saat ini, makanan dengan tekstur dan warna yang menarik, serta memiliki daya tahan lama (tidak cepat basi) menjadi prioritas di kalangan masyarakat. Untuk mengolah makanan menjadi efisien seperti itu, perlu dilakukan beberapa teknik mengolah dan menyajikan makanan, misalnya dengan memberikan beberapa perlakuan dalam berbagai cara, antara lain dengan penambahan bahan tambahan pangan (BTP) dengan tujuan untuk memperpanjang umur simpan, memperbaiki tekstur, kelezatan atau kenampakan dari berbagai jenis makanan Teknologi pengolahan pangan di Indonesia sekarang berkembang cukup pesat, diiringi dengan penggunaan bahan tambahan pangan yang juga makin meningkat. Berkembangnya produk pangan yang menggunakan BTP hanya mungkin terjadi karena semakin tingginya kebutuhan masyarakat terhadap berbagai jenis makanan yang praktis dan awet. Hal tersebut memicu timbulnya polemik terhadap penggunaan BTP di kalangan masyarakat. Penggunaan BTP sejatinya telah diatur oleh permenkes mengenai BTP mana yang boleh digunakan, takaran dosis yang masih diperbolehkan, dan sebagainya. Namun, kenyataan yang ada menunjukkan bahwa masih
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Globalisasi dalam bidang pangan menyebabkan perubahan pada teknik dan
penyajian berbagai jenis makanan. Saat ini, makanan dengan tekstur dan warna
yang menarik, serta memiliki daya tahan lama (tidak cepat basi) menjadi prioritas
di kalangan masyarakat. Untuk mengolah makanan menjadi efisien seperti itu,
perlu dilakukan beberapa teknik mengolah dan menyajikan makanan, misalnya
dengan memberikan beberapa perlakuan dalam berbagai cara, antara lain dengan
penambahan bahan tambahan pangan (BTP) dengan tujuan untuk memperpanjang
umur simpan, memperbaiki tekstur, kelezatan atau kenampakan dari berbagai
jenis makanan
Teknologi pengolahan pangan di Indonesia sekarang berkembang cukup
pesat, diiringi dengan penggunaan bahan tambahan pangan yang juga makin
meningkat. Berkembangnya produk pangan yang menggunakan BTP hanya
mungkin terjadi karena semakin tingginya kebutuhan masyarakat terhadap
berbagai jenis makanan yang praktis dan awet. Hal tersebut memicu timbulnya
polemik terhadap penggunaan BTP di kalangan masyarakat.
Penggunaan BTP sejatinya telah diatur oleh permenkes mengenai BTP
mana yang boleh digunakan, takaran dosis yang masih diperbolehkan, dan
sebagainya. Namun, kenyataan yang ada menunjukkan bahwa masih banyak
produsen makanan yang menggunakan bahan tambahan yang berbahaya bagi
kesehatan. Efek dari bahan tambahan beracun tidak langsung dirasakan, tetapi
secara perlahan dapat menyebabkan timbulnya suatu penyakit. Kesalahan
teknologi dan penggunaan bahan tambahan yang diterapkan, baik sengaja maupun
tidak disengaja dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan atau keamanan
konsumen.
Munculnya masalah keamanan pangan salah satu penyebabnya adalah
adanya bahan kimia berbahaya yang masuk kedalam tubuh manusia yang berasal
dari bahan tambahan dan kontaminan. Penggunaan bahan tambahan pangan yang
baik dan sesuai dengan ketentuan, menjadi harapan para konsumen. Oleh karena
itu, penulis ingin mengetahui lebih lanjut mengenai BTP.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian dan Fungsi Bahan Tambahan Pangan
1. Pengertian
Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang
secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi
ditambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan
antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat dan
pengental.
Didalam peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88
dijelaskan juga bahwa BTP adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai
makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas makanan, mempunyai
atau tidak mempunyai nilai gizi yang sengaja ditambahkan kedalam makanan
untuk maksud tekhnologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan,
pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk
menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.
Peraturan pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu, dan
gizi pangan pada bab 1 pasal 1 menyebutkan, yang dimaksud dengan bahan
tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan kedalam makanan untuk
mempengaruhi sifat atau bentuk pangan atau produk pangan.
Menurut FAO di dalam Furia (1980), bahan tambahan pangan adalah
senyawa yang sengaja ditambahkan kedalam makanan dengan jumlah dan ukuran
tertentu dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan, dan atau
penyimpanan. Bahan ini berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa,
dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan, dan bukan merupakan bahan
(ingredient) utama.
Pada masa lalu, sumber bahan tambahan makanan masih terbatas pada
bahan alami, seperti daun suji dan kunyit untuk pewarna, pati untuk pengental,
garam memberi rasa asin serta rempah-rempah untuk memberikan aroma yang
khas. Namun, dengan semakin maju dan berkembangnya teknologi pengolahan
pangan, mendorong orang untuk memperoleh segala sesuatu secara praktis dan
cepat, tidak heran pada akhirnya tercipta macam-macam bahan tambahan
makanan hasil ekstrak bahan alami maupun sintesis bahan kimia.
Pemakaian Bahan Tambahan Pangan di Indonesia diatur oleh Departemen
Kesehatan. Sementara, pengawasannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan (Dirjen POM).
2.1.2 Fungsi
Menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 bahan tambahan
makanan yang digunakan harus memiliki salah satu fungsi di bawah ini :
1) Antioksidan (Antioxidant)
2) Antikempal (Anticaking Agent)
3) Pengatur Keasaman (Acidity Regulator)
4) Pemanis Buatan (Artificial Sweeterner)
5) Pemutih dan Pematang Telur (Flour Treatment Agent)
6) Pengemulsi, Pemantap, dan Pengental (Emulsifier, Stabilizer, Thickener)
7) Pengawet (Preservative)
8) Pengeras (Firming Agent)
9) Pewarna (Colour)
10) Penyedap Rasa dan Aroma, Penguat Rasa (Flavour, Flavour Enhancer)
11) Sekuestran (Sequestrant)
Beberapa bahan Tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan,
menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 diantaranya sebagai berikut:
1) Natrium Tetraborat (Boraks)
2) Formalin (Formaldehyd)
3) Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated Vegetable Oils)
Selain itu terdapat juga beberapa bahan tambahan makanan yang bisa
digunakan dalam makanan antara lain:
1). Enzim
Bahan tambahan makanan yang berasal dari hewan, tanaman atau jasad renik
yang dapat menguraikan makanan secara enzimatik. Biasa untuk mengatur
proses fermentasi makanan. Contoh: amilase dari aspergillus niger untuk
tepung gandum dan rennet dalam pembutan keju.
2).Penambahan gizi
Bahan tambahan makanan berupa asam amino, mineral atau vitamin, baik
tunggal maupun campuran yang dapat memperbaiki atau memperkaya gizi
makanan. Contoh: asam askorbat, feri fosfat, inositol, tokoferol, vitamin A,
B12, dan vitamin D.
3).Humektan
Bahan tambahan makanan yang dapat menyerap lembab sehingga dapat
mempertahankan kadar air dalam makanan. Contoh: gliserol untuk keju, es
krim dan sejenisnya dan triaseti untuk adonan kue.
4).Antibusa
Bahan tambahan makanan yang dapat menghilngkan busa yang dapat timbul
karena pengocokan dan pemasakan. Contoh: dimetil polisiloksan pada jeli,
minyak dan lemak, sari buah dan buah nanas kalengan, silikon dioksida amorf
pada minyak dan lemak.
5).Bahan Penjernih
Digunakan untuk menjernihkan minuman, sari buah atau minyak (bentonit
untuk penjernihan anggur).
2.5. Bahan Tambahan Pangan yang Dilarang Digunakan dalam Makanan
1. Asam Borat (Boraks)
Biasanya boraks digunakan pada pembuatan bakso, kerupuk, mie basah dan
pengawet ikan atau ayam. Pada dasarnya boraks digunakan untuk pembuatan
gelas, pengawet kayu, dan pembasmi kecoa. Dalam air, boraks akan terurai
menjadi natrium hidroksida dan asam boraks. Boraks bersifat iritan dan
racunbagi sel-sel tubuh, berbahaya bagi susunan saraf pusat, ginjal dan hati.
Jika tertelan dapat menimbulkan kerusakan pada usus, otak atau ginjal. Kalau
digunakan berulang-ulang serta kumulatif akan tertimbun dalam otak, hati
dan jaringan lemak. Asam boraks ini akan menyerang sistem saraf pusat dan
menimbulkan gejala kerusakan seperti rasa mual, muntah, diare, kejang perut,
iritasi kulit dan jaringan lemak, gangguan peredaran darah, kejang-kejang
akibatnya koma, bahkan kematian dapat terjadi karena ada gangguan sistem
sirkulasi darah.
2. Asam Salisilat
Asam salisilat sering disebut aspirin, dalam pengobatan digunakan sebagai
analgetik dan anti inflamasi. Pada mulanya, asam salisilat digunakan untuk
mencegah jamur pada buah di pabrik cuka, tetapi pada akhirnya pemerintah
Amerika melarang karena mempunyai efek tidak baik bagi kesehatan. Bila
masuk ke dalam tubuh menyebabkan pengerasan dinding pembuluh darah dan
kanker saluran pencernaan.
3. Dietilpirokarbonat (DEPC)
DEPC pada mulanya digunakan sebagai pencegah peragian pada pembuatan
minuman beralkohol dan minuman ringan. Juga sering digunakan pada
pengawetan susu, sari jeruk dan minuman buah-buahan. Tetapi ternyata
DEPC termasuk dalam bahan kimia karsinogenik.
4. Dulsin
Dulsin adalah pemanis buatan yang memiliki rasa manis 250 kali gula tebu.
Beberapa tahun digunakan ternyata dulsin mengakibatkan sifat karsinogenik
pada hewan percobaan.
5. Kalium Klorat
Kalium klorat (KClO3) salah satu fungsinya sebagai pemutih, sehingga sering
dimasukkan dalam obat kumur pemutih dan pasata gigi. Sejak tahun 1988,
Pemerintah Indonesia sudah melarang penggunaan kalium klorat sebagai
bahan tambahan makanan karena senyawa ini dapat merusak tubuh bahkan
kematian. Jika terpapar dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan
methemoglobinemia (kelainan dalam darah), kerusakan hati dan ginjal, iritasi
pada kulit, mata, dan saluran pernapasan. Bila dimakan bersamaan dengan
produk pangan, kalium klorat dapat menyebabkan iritasi pada saluran
pencernaan, gejalanya mual, muntah dan diare.
6. Kloramfenikol
Kloramfenikol disebut juga chloromycetin adalah antibiotik. Pada saat ini
kloramfenikol dilarang ditambahkan pada makanan hewan karena akan
mengkontaminasi daging hewan yang pada akhirnya akan membahayakan
konsumen.
7. Minyak nabati yang dibrominasi
Minyak nabati yang dibrominasi adalah bahan tambahan pangan yang
digunakan sebagai stabiliser dan pengemulsi pada minuman ringan. Penelitian
menunjukkan bahwa pada tikus yang diberi ransum minyak yang dibrominasi
menyebabkan kematian.
8. Nitrofurazon
Nitrofurazon adalah antibiotik yang sering digunakan sebagai salep atau obat
luar. Nitrofurazon yang dicampurkan dalam pakan ayam menunjukkan
potensi pemicu kanker.
9. Formalin
Formalin merupakan zat pengawet terlarang yang paling banyak
disalahgunakan untuk produk pangan. Zat ini termasuk bahan beracun dan
berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika kandungannya dalam tubuh tinggi,
akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat yang terdapat dalam sel
sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang
menyebabkan keracunan pada tubuh. Formalin adalah larutan 37 persen
formaldehida dalam air, yang biasanya mengandung 10 sampai 15 persen
metanol untuk mencegah polimerasi. Formalin dapat dipakai sebagai bahan
anti septik, disenfektan, dan bahan pengawet dalam biologi. Zat ini juga
merupakan anggota paling sederhana dan kelompok aldehid dengan rumus
kimia HCHO.
10. Kalium Bromat
Kalium bromat (potasium bromat) digunakan untuk memperbaiki tepung
yang dapat mengeraskan kue. Kalium bromat digunakan para pembuat roti
maupun perusahaan pembuat roti untuk membantu proses pembuatan roti
dalam oven dan menciptakan tekstur bentuk yang lebih bagus pada proses
penyelesaian akhir produknya.bila digunakan dalam jumlah kecil, zat ini akan
hilang selama pembakaran atau pemanasan. Bila terlau banyak
digunakan,sisas kalium bromat akan tetap banyak dalam roti. Kalium bromat
dilarang pada beberapa negara karena dianggap sebagai karsinogen, pemicu
kanker. The Centre for Science in teh Public Interest (CPSI), sebuah lembaga
advokasi nutrisi dan kesehatan terkemuka di Amerika Serikat, mengajukan
permohonan kepada food and Drug Administration (FDA) untuk melarang
penggunaan kalium bromat. Di negara-negara Eropa, Inggris, dan Kanada,
kalium bromat telah dilarang mulai 1990 an.
2.6 Risiko Penggunaan Bahan Tambahan Pangan
Banyaknya kasus keracunan makanan, food safety perlu ditingkatkan secara
terus menerus, sehingga kejadian keracunan makanan dapat ditekan seminimal
mungkin. Dikarenakan hal tersebutlah maka perlu diadakan pengujian terlebih
dahulu sebelum makanan tersebut diedarkan ke masyarakat luas atau dikonsumsi.
Pengujian bahan kimia berbahaya atau toksisitas pada suatu bahan makanan
biasanya dilakukan melalui tiga macam percobaan yang dilakukan pada hewan.
Pertama, penentuan dosis suatu bahan. Kedua, penentuan dosis maksimum yang
dapat ditolerir yaitu dosis harian maksimum saat hewan dapat bertahan hidup
untuk periode 21 hari, dengan tujuan pengujian ini adalah untuk menunjukkan
bahan organ yang diperiksa memperlihatkan adanya efek keracunan. Ketiga,
pengujian pemberian makanan selama 90 hari, dimana setelah 90 hari percobaan
dapat diketahui gejala tidak normal pada hewan percobaan sehubungan dengan
makanan yang diberikan. Hasil dari ketiga percobaan tersebut dapat menunjukkan
atau menetapkan dosis atau ambang batas wajar penggunaan bahan tambahan
makanan untuk dikonsumsi manusia. Penggunaan bahan kimia berbahaya atau
bahan tambahan makanan tersebut apabila melebihi ambang batas maka akan
menimbulkan efek negatif bagi kesehatan, diantaranya :
1) Penggunaan Bahan Pengawet
Penggunaan zat pengawet yang berlebihan dapat mengurangi daya tahan
tubuh terhadap penyakit, penggunaan bahan pengawet di satu sisi
menguntungkan karena bahan makanan dapat terbebas dari kehidupan
mikroba, baik yang bersifat pantogen yaitu yang dapat menyebabkan
keracunan atau gangguan kesehatan lainnya maupun mikroba yang bersifat
nonpatogen yang dapat menyebabkan kerusakan bahan makanan.
Bahan pengawet yang sangat luas pemakaiannya yaitu belerang yang
dioksidasi yang dapat menyebabkan luka pada usus, selain itu penggunaan
nitrit dan nitrat pada daging kalengan dan keju dapat menyebabkan kanker,
hal ini dikarenakan nitrit merupakan senyawa yang tergolong sebagai racun,
apabila terserap oleh darah akan mengubah hemoglobin menjadi nitrose
haemoglobin atau methaemoglobin yang tidak mampu lagi untuk mengangkut
oksigen. Penderita penyakit ini terlihat dari tanda-tanda perubahan pada kulit
yang berubah menjadi biru, sesak nafas, muntah dan shock bahkan dapat
menyebabkan kematian apabila kandungan methaemoglobin lebih tinggi dari
70%.
2) Penggunaan Bahan Pewarna pada Makanan
Pemakaian bahan pewarna sintesis dalam makanan walaupun memiliki
dampak positif bagi produsen dan konsumen, yaitu dapat membuat suatu
makanan lebih menarik, meratakan warna makanan dan mengembalikan
warna dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama pengolahan, ternyata
dapat pula menumbulkan hal-hal yang tidak diinginkan dan bahkan memberi
efek negatif bagi kesehatan manusia. Beberapa hal yang dapat menimbulkan
dampak negatif tersebut apabila terjadi :
a) Bahan pewarna sintesis yang terdapat dalam makanan ini dikonsumsi
dalam jumlah kecil, namun berulang.
b) Bahan pewarna sintesis yang terdapat dalam makanan ini dikonsumsi
dalam jangka waktu lama.
c) Kelompok masyarakat luas dengan daya tahan yang berbeda-beda, yaitu
tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, mutu pangan sehari-
hari, dan keadaan fisik.
d) Berbagai lapisan masyarakat yang mungkin menggunakan bahan
pewarna sintesis secara berlebih.
e) Penyimpanan bahan pewarna sintesis oleh pedagang bahan kimia yang
tidak memenuhi persyaratan.
Efek kronis yang dapat ditimbulkan dari pewarna sintesis ini adalah
apabila dikonsumsi dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan kanker
hati.
3) Penggunaan Bahan Pemanis
Penggunaan bahan pemanis sintesis masih diragukan keamanannya bagi
kesehatan konsumen, hal ini dikarenakan pemanis sintesis tersebut bersifat
karsinogenik.
Hasil penelitian Natural Academy of Science tahun 1968 menyatakan
bahwa konsumsi sakarin oleh orang dewasa sebanyak 1 gram atau lebih
rendah tidak menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan, tetapi penelitian
ini juga menyebutkan bahwa sakarin dalam dosis tinggi dapat menyebabkan
kanker kantong kemih hal ini dikarenakan sakarin yang mengendap dalam
ginjal memicu pertumbuhan kanker mukosa kandung kemih. Para pakar
epidemiologi dan kesehatan tidak merekomendasikan panggunaan sakarin
untuk makanan dan minuman konsumsi karena terbukti membahayakan
kesehatan, begitu pula dengan siklamat yang dapat merangsang pertumbuhan
tumor. Penelitian yang lebih baru menunjukan bahwa siklamat dapat
menyebabkan atropi, yaitu pecahnya sel kromoson dalam medium biakan sel
leukosit.
4) Penggunaan Penyedap Rasa dan Aroma
Penyedap alami sebagian besar tidak menimbulkan efek yang
membahayakan bagi kesehatan, namun ada beberapa penyedap rasa sintesis
yang banyak beredar dipasaran yang apabila dipergunakan secara berlebihan
akan menimbulkan efek terhadap kesehatan, misalnya penggunaan
Monosodium Glutamate (MSG) dalam dosis tinggi (0,5 g/kg/berat
badan/hari) atau dalam dosis yang lebih tinggi maka dapat mengakibatkan
kerusakan beberapa sel syaraf khususnya dibagian otak yang disebut
hypothalamus.
5) Penggunaan Antikempal
Antikempal dapat dimetabolisme dalam tubuh atau tidak menunjukkan
akibat keracunan pada tingkat penggunaan yang tepat, akan tetapi adanya
ferrosianida dalam golongan antikempal dapat membahayakan jika
dikonsumsi.
6) Penggunaan Antioksidan
Penggunaan antioksidan secara berlebihan dapat menyebabkan lemah
otot, mual-mual, pusing-pusing dan kehilangan kesadaran, sedangkan
penggunaan dalam dosis rendah secara terus-menerus dapat menyebabkan
tumor kandung kemih, kanker sekitar lambung, dan kanker paru-paru akan
tetapi dari segi positifnya penggunaan antioksidan dapat mencegah bau tengik
pada makanan.
7) Penggunaan Pengemulsi, Pemantap, dan Pengental
Efek terhadap kesehatan penggunaan pengemulsi, pemantap dan
pengental tersebut yaitu dapat menimbulkan keracunan tertentu pada anak-
anak karena anak-anak tidak tahan terhadap laktosa, tetapi tidak ditemukan
sifat racun apabila dikonsumsi oleh orang dewasa.
8) Penggunaan Pengatur Keasaman
Beberapa bahan asam sifatnya sangat korosif, sehingga saat masuk ke
dalam mulut akan terasa panas yang membakar disertai dengan rasa sakit
yang tidak terhingga.
Gejala racun dari pengatur keasaman ini adalah :
a) Korosif pada selaput lender mulut, kerongkongan, disertai dengan sakit,
dan sukar menelan.
b) Sakit didaerah lambung.
c) Luka yang bergelembung. Gelembung yang terjadi pada kulit tersebut
dapat pecah dan terjadi peradangan.
9) Penggunaan Pemutih, Pematang Tepung dan Pengeras
Beberapa efek bahan tambahan makanan pemutih, pematang tepung,
serta pengeras terhadap kesehatan adalah dapat mengakibatkan terjadinya
diare, penyakit seborrhea, kerapuhan kuku atau jaringan tanduk (keratin) dan
gangguan pada ginjal dan apabila kadar kalsium dalam darah turun dibawah
normal maka kalsium dalam tulang akan dimobilisasi sehingga
pembentukkan tulang baru akan terhambat.
2.7. Cara Mengatasi Dampak Negatif Bahan Tambahan Pangan
Pertama, cara Internal.
Maksud cara internal berarti cara ini ditempuh dari diri kita sendiri. Beberapa
cara internal yang bisa kita lakukan antara lain :
Mengurangi konsumsi makanan siap saji (fast food/ makanan instan)
Meningkatkan konsumsi buah-buahan, sayuran dan vitamin. Beberapa
vitamin diduga mengandung zat anti karsinogen . Beberapa vitamin
dimaksud antara lain : Vitamin A, C, E ( banyak terdapatdalam sayur dan
buah) ; asam folat terdapat dalam brokoli, bayam dan asparagus ;
betakaroten, vitamin B 3 (niasin), vitamin D dalam bentuk aktif (1.25-
hidroksi) terdapat dalam mentega, susu, kuning telur, hati, beras dan ikan
segar.
Member pengertian kepada anggota keluarga tentang bahaya zat aditif,
mengawasi, mengontrol pemberian dan penggunaan uang jajan dan
membiasakan membawa bekal makanan sehat dari rumah ketika berpicnik,
bersekolah.
Kedua, cara Eksternal.
Cara eksternal maksudnya adalah “institusi” di luar diri kita, seperti produsen
makanan, penjual makanan, lembaga pemerintah maupun lembaga non
pemerintah ( LSM, Ulama, tokoh pemerhati masalah kesehatan, dll). Cara
eksternal yang bisa ditempuh antara lain :
Produsen, harus memiliki kesadaran akan tanggung jawab terhadap
penggunaan zat aditif pada bahan pangan yang mereka produksi,
memberikan informasi yang jelas komposisi bahan aditif yang
ditambahkan pada produknya. Dan harus diingat “ jangan hanya berpusat
kepada keuntungan financial semata”. Ingat apa yang terbaik untuk
dimakan kita dan keluarga kita, itulah yang terbaik juga untuk dimakan
oleh orang lain.
Pemerintah, melakukan pengawasan ketat dan menindak secara tegas
produsen yang terbukti secara nyata melakukan pelanggaran terhadap
aturan pemberian zat aditif dalam produk makanan. Melakukan kampanye
akan pentingnya memperhatikan apa yang dimakan dan yang tidak
sebaiknya dimakan.
Non pemerintah, membantu pemerintah dalam mengawasi produk-
produk ahan makanan yang beredar di pasaran, memberikan penyuluhan
akan pentingnya makanan sehat bagi tubuh manusia.
Dari kedua cara tersebut di atas, cara kedua lah yang mungkin paling efektif.
Sebab masyarakat dalam hal ini sebagai konsumen tidak bisa berbuat banyak.
Dalam arti, kalau yag beredar di pasaran kebanyakan makan yang mengandung
zat aditif maka mereka tidak punya pilihan lain. Dan demikian sebaliknya.
BAB III
KESIMPULAN
Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang
secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi
ditambahkan kedalam pangan untuk memengaruhi sifat atau bentuk pangan. Jenis
BTP antara lain, bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, antikempal, pemucat,
dan pengental. Penggunaan BTP secara bijak dan sesuai dengan Permenkes
merupakan cara antisipasi yang baik agar tidak terjadi gangguan kesehatan dan
keamanan pada konsumen.
Dampak penggunaan BTP yang irrasional dapat terjadi secara akut
maupun kronis, dampak akut yang sering terjadi adalah keracunan makanan yang
dapat bermanifestasi ringan seperti gatal, mual, muntah, angioedema, atau bahkan
sampai syok. Sedangkan efek kronis yang dapat ditimbulkan dari penggunaan
BTP secara terus menerus adalah kanker, kerusakan sel-sel syaraf, atau gagal
ginjal.
Dalam penanggulannya, beberapa cara internal maupun eksternal yang
dapat dilakukan adalah memperbaiki tingkat kesadaran produsen (mengenai jenis
BTP yang diizinkan, penentuan batas maksimal penggunaan harian, dosis yang
diizinkan), membatasi peredaran zat kimia secara bebas, pengujian secara efektif
sebelum bahan makanan diedarkan ke masyarakat luas, serta meningkatkan peran
pengawasan dari Departemen Kesehatan dan Direktorat Jenderal Pengawasan
Obat dan Makanan (Dirjen POM).
DAFTAR PUSTAKA
Anggrahini, Sri. 2008. Keamanan Pangan Kaitannya dengan Penggunaan Bahan Tambahan dan Kontaminan. Diakses di : http://lib.ugm.ac.id/digitasi/upload/732_pp0906016.pdf pada tanggal 5 Juli 2014
Atmatsir, Sunita. Ilmu Gizi Dasar. 1998, Gramedia. Jakarta
Diklat Pembekalan Mahasiswa TPL dari Balai Besar Industri Agro, 2010
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan
Tambahan Makanan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/Menkes/Per/IX/1988
tentang Bahan Tambahan Makanan
Puspasari, Karen. 2007. Aplikasi Teknologi Dan Bahan Tambahan Pangan Untuk Meningkatkan Umur Simpan Mie Basah Matang. Diakses Di: Http://Repository.Ipb.Ac.Id/Bitstream/Handle/123456789/11791/F07kpu.Pdf pada tanggal 5 Juli 2014
Saparinto, Cahyo dan Hidayati, Diana. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta: Kanisius.
Viana, Aktia. 2012. Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Guru Sekolah Dasar tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan pada Sekolah
Dasar di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2011. Diakses di: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/31260 pada tanggal 5 Juli 2014