BAB II KAJIAN TENTANG NOVEL SEBAGAI KARYA SASTRA DAN DAKWAH 2.1 Novel Sebagai Karya Sastra dan Dakwah 2.1.1 Novel Sebagai Karya Sastra 1. Pengertian dan Jenis Sastra Sastra merupakan karya dan kegiatan seni yang berhubungan dengan ekspresi dan penciptaan. Oleh karena itu akan relatif sulit membuat batasan tentang sastra sebagaimana ilmu-ilmu lain. Hal ini mengakibatkan setiap usaha membuat batasan tentang apa yang disebut sastra selalu hanya merupakan pemerian/gambaran dari sesuatu segi sastra saja (Noor : 2005 : 19). Menurut Jacob Sumarjo dan Saini K. M (1983 : 3) sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Bahasa pengarang itu memancarkan keindahan bagi orang yang membacanya yang terbuka hatinya terhadap keindahan. Bahasa sastra berbeda dengan bahasa sehari-hari karena bahasa sastra lebih segar, lebih dalam meresap, lebih tepat dan langsung menyatakan hal-hal yang dimaksud sebab ia lebih banyak
bahan kajian ini ilmiah ini pastinya sangat berguna kepada para pengkaji sastera Islam yang fasih berbahasa Melayu.
Bahan ini mengandungi kajian ilmiah. Saya telah meneliti bahan ini. Bahan ini amat menyumbang dalam penulisan akademik saya.
Saya berharap para pembaca yang download bahan ini dapat upload beberapa bahan untuk para pengguna laman ini.
Semakin banyak anda memberi, semakin banyak yang ada akan menerima dari Allah.
Insya Allah.
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
KAJIAN TENTANG NOVEL
SEBAGAI KARYA SASTRA DAN DAKWAH
2.1 Novel Sebagai Karya Sastra dan Dakwah
2.1.1 Novel Sebagai Karya Sastra
1. Pengertian dan Jenis Sastra
Sastra merupakan karya dan kegiatan seni yang berhubungan
dengan ekspresi dan penciptaan. Oleh karena itu akan relatif sulit
membuat batasan tentang sastra sebagaimana ilmu-ilmu lain. Hal
ini mengakibatkan setiap usaha membuat batasan tentang apa yang
disebut sastra selalu hanya merupakan pemerian/gambaran dari
sesuatu segi sastra saja (Noor : 2005 : 19).
Menurut Jacob Sumarjo dan Saini K. M (1983 : 3) sastra
merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,
pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk
gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat
bahasa.
Bahasa pengarang itu memancarkan keindahan bagi orang
yang membacanya yang terbuka hatinya terhadap keindahan.
Bahasa sastra berbeda dengan bahasa sehari-hari karena bahasa
sastra lebih segar, lebih dalam meresap, lebih tepat dan langsung
menyatakan hal-hal yang dimaksud sebab ia lebih banyak
16
mengandung perasaan dan lebih kuat membangkitkan angan-
angan atau bangkitnya fantasi daripada membaca karya biasa.
Menurut Aminuddin (1990 :113-114) fungsi bahasa dalam
teks sastra adalah:
a. Emotif : sebagai wacana ekspresi gagasan penutur.
b. Referensial : menggambarkan dunia awam secara simbolik.
c. Puitik : mengandung pesan sebagaimana ciri makna yang
secara imaner melekat dalam teks sastra itu sendiri.
d. Kreatif : memberi imbauan kepada penanggapnya.
Selain berbagai fungsi di atas perlu diperhatikan bahwa
secara mendasar bahasa sebagai sarana komunikasi antar individu
tidak memiliki arti sejauh orang yang satu berbicara dengan yang
lain dengan menggunakan bahasa yang berbeda. Bahkan
pengalihan arti dari bahasa yang satu ke yang lain juga dapat
menimbulkan banyak problem. Manusia memiliki gaya bahasa
tulis yang berbeda-beda. Kesulitan itu akan muncul lebih
kompleks jika manusia saling mengkomunikasikan gagasan-
gagasan mereka dalam bahasa tulis sebagaimana sastra
(Sumaryono, 1993 : 24).
Sastra dapat digolongkan menjadi dua kelompok jenisnya,
yakni sastra imajinatif dan sastra non-imajinatif. Dalam
penggolongan sastra yang pertama, ciri khayali sastra agak kuat
dibanding dengan sastra non-imajinatif. Begitu pula dalam
penggunaan bahasa dalam artinya yang konotatif (banyak arti)
17
dibandingkan dengan sastra non-imajinatif yang lebih menekankan
pada penggunaan bahasa denotatif (tunggal arti) (Sumarjo, 1983 : 17).
Dalam karya sastra imajinatif maupun non-imajinatif ciri-ciri
khayali dan penggunaan bahasa denotatif-konotatif tadi tidak ada
ukurannya. Kedua unsur tersebut bercampur-baur pada masing-
masing jenis karya sastra, hanya bobot penekanannya dapat
bergeser dan berbeda-beda. Kalau dalam sebuah karya sastra,
unsur khayali agak berkurang dan penggunaan bahasa cenderung
denotatif, maka karya demikian cenderung digolongkan kedalam
karya sastra non-imajinatif.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ciri dari sastra
imajinatif adalah: karya sastra tersebut lebih banyak bersifat
khayali, menggunakan bahasa yang konotatif, dan memenuhi
syarat-syarat estetika seni. Sedangkan ciri sastra non-imajinatif
adalah: karya sastra tersebut lebih banyak unsur aktualnya dari
pada khayalinya, menggunakan bahasa yang cenderung denotatif
dan memenuhi syarat-syarat estetika seni.
Adapun genre-genre dalam sastra dapat dibuat diagram
"Serulah (manusia) kepada jalan tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah dengan cara yang baik. Sesungguhnya tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk" (Q.S An-Nahl 125)
Berdasarkan ayat di atas dapat diketahui bahwa dakwah
semata-mata merupakan ajakan, dorongan, atau memanggil,
sebagaimana Dzikron Abdullah (1987:7) menyatakan bahwa
dakwah menurut bahasa adalah sebagai bentuk masdar dari kata
kerja da’a-yad’u. Sedangkan dakwah menurut istilah secara garis
besar ada dua pengertian yang selama ini terdapat dalam
pemikiran dakwah, pertama bahwa dakwah diberi pengertian
30
tabligh atau penyebaran atau penerangan agama, kedua dakwah
sebagai semua usaha untuk menyebarluaskan Islam dan merealisir
ajarannya di tengah masyarakat dan kehidupannya, agar mereka
memeluk Islam dan mengamalkannya (1987:7).
Dari beberapa pengertian dakwah di atas, dapat penulis
simpulkan bahwa pengertian dakwah adalah suatu proses kegiatan
mengajak umat manusia untuk memeluk dan mentaati ajaran Islam
tanpa adanya unsur paksaan dari pihak manapun, untuk merubah
cara berpikir, bertindak dan bersikap sesuai dengan hukum Islam
untuk mencapai kebahagiaan dan kemaslahatan hidup di dunia dan
di akhirat yang diridhai Allah SWT.
2. Materi Dakwah
Materi dakwah adalah pesan yang disampaikan oleh da’i
kepada mad’u yang mengandung kebenaran dan kebaikan bagi
manusia yang bersumber dari Al-Qur'an dan Hadits. Dengan
demikian materi dakwah merupakan inti dari dakwah itu sendiri.
Agar dakwah bisa dijalankan maka seorang da’i dalam
melaksanakan dakwahnya harus terlebih dahulu mempersiapkan
materi dakwahnya. Oleh karena itu materi dakwah mempunyai
peranan yang sangat penting dalam sukses tidaknya atau bias
diterima atau tidaknya dakwah yang dilakukan oleh seorang da’i
Sebenarnya materi dakwah dalam Islam itu sangat erat
kaitannya dengan tujuan yang hendak dicapai oleh seorang da’i.
jadi tema atau materi dakwah itu bergantung pada apa yang
31
diinginkan oleh oleh da’i, tetapi materi dakwah yang disampaikan
itu tentunya disesuaikan dengan apa yang sedang diharapkan oleh
mad’u (obyek dakwahnya) agar materi yang disampaikan oleh da’i
dapat diterima oleh mad’u.
Menurut Ali Aziz (2004 : 94-95) dakwah secara global
dapat diklasifikasikan menjadi tiga pokok, yaitu :
1. Aqidah (keimanan)
Aqidah merupakan landasan pokok dalam Islam bersifat
I’tiqad bathiniyah yang mencakup masalah-masalah yang erat
hubungannya dengan rukun iman yang terdiri dari; iman
kepada Allah, iman kepada Malaikat-Nya, Iman kepada Kitab-
Kitab-Nya, iman kepada Rasul-Rasul-Nya, iman kepada Hari
Akhir dan iman kepada Qadha dan Qadhar. Bila manusia telah
mempunyai keimanan terhadap rukun iman tersebut maka
akan mempermudah seorang da’i dalam menjalankan misi
dakwahnya dan pada tahap selanjutnya akan dapat
merealisasikannya sehingga akan membentuk manusia yang
beriman, bertaqwa dan berakhlakul karimah.
2. Syari’ah (keislaman)
Syari’ah pada dasarnya merupakan aturan yang
diciptakan oleh Allah yang dipakai oleh Islam dalam
mengamalkan ajaran-ajarannya, baik yang berhubungan
dengan Tuhan maupun dengan sesama manusia. Bila manusia
mampu menjalankan ajaran Islam (syari’ah) maka akan
32
mendapatkan kebahagiaan ketenangan, ketentraman,
kebahagiaan lahir dan batin di dunia dan akhirat.
Adapun pembagian materi dalam syari’ah pada dasarnya
ada dua macam, yaitu :
a) Ibadah merupakan serangkaian ajaran yang menyangkut
aktifitas muslim dan semua aspek kehidupan yang
meliputi; thaharah, shalat, zakat, shaum dan haji.
b) Muamalah, mengkaji masalah yang lebih menitikberatkan
pada aspek kehidupan sosial yang meliputi; hukum perdata
(hukum niaga, hukum nikah, hukum waris, dan lain
sebagainya). Serta hukum publik yang meliputi; hukum
pidana, hukum negara, hukum perang dan damai, dan lain
sebagainya. (Aziz, 2004; 94-95)
3. Akhlak (budi pekerti)
Akhlak sebenarnya merupakan pelengkap bagi manusia
untuk mencapai keimanan dan keislaman yang sempurna,
yaitu bagaimana tata cara manusia dalam berhubungan dengan
sang khaliq, dengan sesama manusia, maupun dengan isi alam
semesta yang lain (Syukir, 1983 ; 60-62).
Dengan demikian kedudukan akhlak ini sangat penting
karena dibutuhkan oleh manusia agar manusia mampu
menempatkan diri bagaimana berhubungan dengan Tuhan,
sesama manusia maupun makhluk lain yang ada di dunia ini.
33
Dari klasifikasi materi dakwah di atas dapat digambarkan
dalam bagan berikut ini :
1. Kepada Allah 2. Kepada Malaikat 3. Kepada Kitab-kitab-Nya 4. Kepada Rasul-rasul 5. Kepada Hari Akhir 6. Kepada Qadla dan Qadar
Rukun Iman Aqidah
1. Thaharah 2. Salat 3. Zakat 4. Puasa 5. Haji
Rukun Islam Ibadah
Muamalah
Syari'ah Islam
1. Hukum 2. Pendidikan 3. Politik 4. Ekonomi 5. Keluarga 6. Sosial 7. Budaya 8. Filsafat, dsb
Tasawuf Tarikat Terhadap Khalik
Akhlak Ihsan
Terhadap Makhluk
Hidup
Mati
Manusia
Bukan Manusia
1. Diri Sendiri 2. Keluarga 3. Tetangga 4. Masyarakat
1. Nabati 2. Hewani 3. Bumi, Air, dll
Gambar : materi Dakwah dikutip dari Muhammad Daud Ali
34
3. Media Dakwah
Yang dimaksud dengan media dakwah adalah alat obyektif
yang menjadi saluran, yang menghubungkan ide dengan umat,
suatu elemen yang vital dan merupakan urat nadi dalam totaliteit
dakwah.
Dalam arti sempit media dakwah dapat diartikan sebagai alat
bantu dakwah, atau yang popular di dalam proses belajar mengajar
disebut dengan istilah alat peraga. Alat bantu berarti media
dakwah memiliki peranan atau kedudukan sebagai penunjang
tercapainya tujuan. Artinya proses dakwah tanpa adanya media
masih dapat mencapai tujuan yang semaksimal mungkin. (Syukir,