Top Banner
BAB II KAJIAN TENTANG NOVEL SEBAGAI KARYA SASTRA DAN DAKWAH 2.1 Novel Sebagai Karya Sastra dan Dakwah 2.1.1 Novel Sebagai Karya Sastra 1. Pengertian dan Jenis Sastra Sastra merupakan karya dan kegiatan seni yang berhubungan dengan ekspresi dan penciptaan. Oleh karena itu akan relatif sulit membuat batasan tentang sastra sebagaimana ilmu-ilmu lain. Hal ini mengakibatkan setiap usaha membuat batasan tentang apa yang disebut sastra selalu hanya merupakan pemerian/gambaran dari sesuatu segi sastra saja (Noor : 2005 : 19). Menurut Jacob Sumarjo dan Saini K. M (1983 : 3) sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Bahasa pengarang itu memancarkan keindahan bagi orang yang membacanya yang terbuka hatinya terhadap keindahan. Bahasa sastra berbeda dengan bahasa sehari-hari karena bahasa sastra lebih segar, lebih dalam meresap, lebih tepat dan langsung menyatakan hal-hal yang dimaksud sebab ia lebih banyak
25

Dakwah dalam sasteran Islam

Dec 09, 2015

Download

Documents

bahan kajian ini ilmiah ini pastinya sangat berguna kepada para pengkaji sastera Islam yang fasih berbahasa Melayu.

Bahan ini mengandungi kajian ilmiah. Saya telah meneliti bahan ini. Bahan ini amat menyumbang dalam penulisan akademik saya.

Saya berharap para pembaca yang download bahan ini dapat upload beberapa bahan untuk para pengguna laman ini.

Semakin banyak anda memberi, semakin banyak yang ada akan menerima dari Allah.



Insya Allah.
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Dakwah dalam sasteran Islam

BAB II

KAJIAN TENTANG NOVEL

SEBAGAI KARYA SASTRA DAN DAKWAH

2.1 Novel Sebagai Karya Sastra dan Dakwah

2.1.1 Novel Sebagai Karya Sastra

1. Pengertian dan Jenis Sastra

Sastra merupakan karya dan kegiatan seni yang berhubungan

dengan ekspresi dan penciptaan. Oleh karena itu akan relatif sulit

membuat batasan tentang sastra sebagaimana ilmu-ilmu lain. Hal

ini mengakibatkan setiap usaha membuat batasan tentang apa yang

disebut sastra selalu hanya merupakan pemerian/gambaran dari

sesuatu segi sastra saja (Noor : 2005 : 19).

Menurut Jacob Sumarjo dan Saini K. M (1983 : 3) sastra

merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,

pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk

gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat

bahasa.

Bahasa pengarang itu memancarkan keindahan bagi orang

yang membacanya yang terbuka hatinya terhadap keindahan.

Bahasa sastra berbeda dengan bahasa sehari-hari karena bahasa

sastra lebih segar, lebih dalam meresap, lebih tepat dan langsung

menyatakan hal-hal yang dimaksud sebab ia lebih banyak

Page 2: Dakwah dalam sasteran Islam

16

mengandung perasaan dan lebih kuat membangkitkan angan-

angan atau bangkitnya fantasi daripada membaca karya biasa.

Menurut Aminuddin (1990 :113-114) fungsi bahasa dalam

teks sastra adalah:

a. Emotif : sebagai wacana ekspresi gagasan penutur.

b. Referensial : menggambarkan dunia awam secara simbolik.

c. Puitik : mengandung pesan sebagaimana ciri makna yang

secara imaner melekat dalam teks sastra itu sendiri.

d. Kreatif : memberi imbauan kepada penanggapnya.

Selain berbagai fungsi di atas perlu diperhatikan bahwa

secara mendasar bahasa sebagai sarana komunikasi antar individu

tidak memiliki arti sejauh orang yang satu berbicara dengan yang

lain dengan menggunakan bahasa yang berbeda. Bahkan

pengalihan arti dari bahasa yang satu ke yang lain juga dapat

menimbulkan banyak problem. Manusia memiliki gaya bahasa

tulis yang berbeda-beda. Kesulitan itu akan muncul lebih

kompleks jika manusia saling mengkomunikasikan gagasan-

gagasan mereka dalam bahasa tulis sebagaimana sastra

(Sumaryono, 1993 : 24).

Sastra dapat digolongkan menjadi dua kelompok jenisnya,

yakni sastra imajinatif dan sastra non-imajinatif. Dalam

penggolongan sastra yang pertama, ciri khayali sastra agak kuat

dibanding dengan sastra non-imajinatif. Begitu pula dalam

penggunaan bahasa dalam artinya yang konotatif (banyak arti)

Page 3: Dakwah dalam sasteran Islam

17

dibandingkan dengan sastra non-imajinatif yang lebih menekankan

pada penggunaan bahasa denotatif (tunggal arti) (Sumarjo, 1983 : 17).

Dalam karya sastra imajinatif maupun non-imajinatif ciri-ciri

khayali dan penggunaan bahasa denotatif-konotatif tadi tidak ada

ukurannya. Kedua unsur tersebut bercampur-baur pada masing-

masing jenis karya sastra, hanya bobot penekanannya dapat

bergeser dan berbeda-beda. Kalau dalam sebuah karya sastra,

unsur khayali agak berkurang dan penggunaan bahasa cenderung

denotatif, maka karya demikian cenderung digolongkan kedalam

karya sastra non-imajinatif.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ciri dari sastra

imajinatif adalah: karya sastra tersebut lebih banyak bersifat

khayali, menggunakan bahasa yang konotatif, dan memenuhi

syarat-syarat estetika seni. Sedangkan ciri sastra non-imajinatif

adalah: karya sastra tersebut lebih banyak unsur aktualnya dari

pada khayalinya, menggunakan bahasa yang cenderung denotatif

dan memenuhi syarat-syarat estetika seni.

Adapun genre-genre dalam sastra dapat dibuat diagram

sebagai berikut (Sumarjo, 1983 : 18) :

Page 4: Dakwah dalam sasteran Islam

18

Sastra Non

Imajinatif : 1. Esai 2. Kritik 3. Biografi 4. Otobiografi

5. Sejarah 6. Memoar

Sastra 7. Catatan Harian 8. Surat-Surat Puisi : 1. Empirik 2. Lirik 3. Dramatik

Sastra Fiksi : 1. Novel Imajinatif 2. Cerita Pendek 3. Novelet

Prosa Drama Prosa 1. Komedi 2. Tragedi 3. Melodrama 4. Tragedi Komedi Drama

Drama Puisi

2. Novel Sebagai Karya Sastra

Dari segi bahasa, kata novel berasal dari kata Latin

novellus yang diturunkan dari kata noveis yang berarti baru

(Tarigan, 1986: 164). Dikatakan baru, karena bentuk novel adalah

karya sastra yang datang kemudian dibandingkan karya sastra

lainya, seperti puisi, drama dan lain-lain (Waluyo, 1987: 141).

Novel merupakan salah satu karya sastra prosa yang

mengungkapkan seluruh episode perjalanan hidup tokoh ceritanya,

Page 5: Dakwah dalam sasteran Islam

19

bahkan dapat menyinggung masalah-masalah yang kaitannya agak

rengang dan degresi.

Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung

rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di

sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sikap pelaku

(Dekdikbud, 1988: 618). Novel merupakan jenis sastra yang

sedikit banyak memberikan gambaran tentang masalah

kemasyarakatan, terkadang tidak bisa dipisahkan dengan gejolak

atau keadaan masyarakat yang melibatkan penulis dan kadang-

kadang juga pembacanya (Damono, 1979: 3).

Sedangkan Faruk (1991: 18) mendefinisikan novel sebagai

cerita mengenai pancaran yang degradasi akan nilai-nilai otentik

dalam dunia yang juga terdegradasi. Pencarian dilakukan oleh

seorang hero yang protolematik.

Novel sebagai sebuah karya sastra menawarkan sebuah

dunia, dunia yang berisi model. Kehidupan yang ideal, dunia

imajinatif yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsik seperti

plot/alur, penokohan, latar dan sudut padang yang tentunya juga

bersifat imajinatif. Kesemua itu walau bersifat noneksistensial

(dengan sengaja dikreasikan oleh pengarang) namun dibuat mirip,

diimitasikan dan dianalogikan dengan dunia nyata lengkap dengan

peristiwa-peristiwa sehingga tampak sungguh-sungguh ada dan

terjadi (Nurgiyantoro, 1995 : 4).

Page 6: Dakwah dalam sasteran Islam

20

3. Jenis dan Unsur Novel

Menurut Jakop Sumardjo (1994 : 30) jenis novel ada dua

yaitu; novel pop (popular) dan novel serius.

a. Novel Pop (Populer)

Novel pop ini merupakan novel yang hanya mengambil tema-

tema yang sedang trend atau sedang popular walaupun itu

bersifat fiktif, dengan bahasa yang popular pada novel itu

dibuat dan mengesampingkan isi pesan yang dibuat dalam

novel tersebut. Mereka hanya memikirkan bagaimana novel

tersebut laku keras atau banyak disukai oleh para pembaca,

karena novel ini dibuat hanya untuk nilai konsumtif dan

bersifat komersial.

b. Novel Serius

Dalam novel serius ini justru sebaliknya dari novel populer.

Novel ini mengangkat tema-tema universal yang sedang

dihadapi oleh masyarakat dengan harapan mampu merubah

atau memberikan konstribusi pada masyarakat/pembaca agar

mau mengikuti apa yang diinginkan oleh penulis. Novel ini

lebih mengutamakan isi pesan dari pada sekedar hayalan-

hayalan fiktif yang banyak disukai masyarakat/pembaca saat

ini.

Dalam dunia kesastraan sering ada usaha untuk

membedakan antara novel serius dengan novel populer. Namun

bagaimanapun adanya perbedaan itu tetap saja kabur. Ciri-ciri

Page 7: Dakwah dalam sasteran Islam

21

yang ditemukan dalam novel serius (yang biasanya

dipertentangkan dengan novel populer) sering juga ditemukan

dalam novel populer, atau sebaliknya (Nurgiyantoro, 1995 : 17).

Meskipun perbedaan antara novel serius dan novel populer

kabur namun tetap terdapat perbedaan sebagai garis pemisah

kedua jenis novel tersebut.

Adapun ciri-ciri novel populer antara lain:

1) Tema yang dikisahkan tentang kisah asmara belaka tanpa

masalah lain yang lebih serius.

2) Menekankan pada plot cerita sehingga mengabaikan

karakteristik, problem kehidupan dan unsur-unsur novel

lainnya.

3) Cerita disampaikan dengan gaya emosional. Cerita disusun

hanya mengungkapkan permasalahan kehidupan dangkal tanpa

pendalaman.

4) Masalah yang dibahas kadang artifisal, tidak nyata dalam

kehidupan ini.

5) Pengarang rata-rata tunduk pada hukum konvensional karena

cerita ditulis untuk konsumsi massa.

6) Bahasa yang dipakai bahasa aktual yang hidup dikalangan

muda-mudi kontemporer. Di Indonesia pengaruh gaya

berbicara serta bahasa sehari-hari kota Jakarta amat

berpengaruh dalam novel jenis ini. (Nurgiyantoro, 1995 : 18)

Sedangkan ciri novel serius adalah:

Page 8: Dakwah dalam sasteran Islam

22

1) Cerita novel serius membuka diri tentang masalah yang

penting untuk menyempurnakan hidup manusia.

2) Jalan cerita penting tapi bukan daya tarik utama. Cerita ini

diimbangi bobot yang lain seperti karakteristik, setting cerita

dan tema.

3) Novel jenis ini tidak berhenti permukaan saja tetapi selalu

memahami secara mendalam dan mendasar suatu masalah. Hal

ini dengan sendirinya berhubungan dengan kematangan

pribadi sastrawan sebagai seorang intelektual.

4) Cerita selalu bergerak, selalu segar dan baru, tidak berhenti

pada konvensionalisme dan penuh motivasi.

5) Kejadian yang diceritakan bisa dialami/sudah terjadi dan akan

terus dialami oleh manusia mana saja dan kapan saja. Cerita

novel ini membicarakan hal yang universal dan nyata.

6) Bahasa yang digunakan standar bukan mode sesaat.

(Nurgiyantoro, 1995 : 19)

Dari berbagai ciri-ciri diatas dapat dikatakan bahwa Novel

populer pada umumnya bersifat sementara, cepat ketinggalan

jaman dan tidak memaksa pembacanya untuk membacanya sekali

lagi. Novel jenis ini juga lebih mudah dibaca dan dinikmati karena

semata-mata menyampaikan cerita. Tema yang sering diangkat

oleh novel populer adalah tema percintaan.(Nurgiantoro, 1995 :

18-19)

Page 9: Dakwah dalam sasteran Islam

23

Dalam membaca novel serius, pembaca dituntut untuk

lebih berkonsentrasi karena teks kesastraan jenis ini sering kali

mengemukakan sesuatu secara implisit. Tema yang diangkat novel

serius biasanya tetap bertahan sepanjang masa karena mengenai

hakekat kehidupan.

Adapun unsur-unsur pembentuk novel adalah:

a. Tema

Tema adalah gagasan, ide, atau pilihan utama yang

mendasari suatu karya sastra (Sudjiman, 1988: 50). Sedangkan

(Suharianto, 1982: 28) menyebut tema sebagai dasar cerita,

yakni pokok permasalahan yang mendominiasi suatu karya

sastra.

Dari kedua pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa

tema merupakan gagasan ide, atau pilihan utama yang menjadi

pokok permasalahan yang mendominasi suatu karya sastra

novel.

Tema cerita dapat dinyatakan dengan jelas artinya

dinyatakan secara eksplisit atau disebut juga tema tersurat.

Tema semacam ini dapat terlihat dari judul karya, atau

dinyatakan secara simbolik. Tema tersurat relatif mudah

ditemukan. Tema suatu cerita novel juga dapat dinyatakan

secara implisit atau tersirat, artinya tema tidak dinyatakan

secara tegas tetapi terasa dalam jalinan cerita suatu karya

sastra novel.

Page 10: Dakwah dalam sasteran Islam

24

Tema dalam karya sastra novel dapat dibedakan atas

tema mayor atau tema pokok dan tema minor atau tema

bawahan (Suharianto, 1982: 28). Tema mayor atau tema pokok

disebut juga tema sentral, merupakan permasalahan yang

paling dominan menjiwai suatu karya sastra novel. Sedangkan

tema minor atau tema bawahan disebut juga tema sampingan

merupakan percabangan dari tema mayor.

Tema yang menjadi permasalahan dalam karya sastra

novel sangat beragam, namun kenyataannya sering terlihat

bahwa ada pengarang yang selalu menggarap tema yang sama

dalam setiap karya novelnya. Hal ini menunjukkan bahwa

tema suatu karya novel dipengaruhi oleh pilihan atau selera

pribadi pengarang, di mana pengarang akan selalu menulis

cerita-cerita yang diakrabinya dan menghindari hal-hal yang

tidak disukainya.

b. Alur

Alur atau plot adalah cara pengarang menjalin kejadian-

kejadian secara beruntun dengan memperhatikan hukum sebab

akibat sehingga merupakan kesatuan yang padu, bulat dan

utuh (Suharianto, 1982: 28). Dalam sebuah cerita rekaan

berbagai peristiwa disajikan dalam urutan tertentu. Peristiwa

yang diurutkan itu membangun tulang punggung cerita yaitu

alur (Sudjiman, 1988: 29).

Page 11: Dakwah dalam sasteran Islam

25

c. Tokoh dan Penokohan

Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa

atau perlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Tokoh

pada umumnya berwujud manusia, tetapi dapat juga berupa

binatang atau benda (Sudjiman, 1988: 16).

Menurut (Sudjiman, 1988: 17) membagi tokoh cerita

berdasarkan fungsinya menjadi tokoh sentral dan tokoh

bawahan. Tokoh sentral atau tokoh utama merupakan tokoh

yang memegang peran sebagai pimpinan. Kriterium yang

digunakan untuk menentukan suatu tokoh termasuk tokoh

utama tidak semata-mata frekuensi kemunculan tokoh

tersebut, melainkan intensitas keterlibatan tokoh dalam

peristiwa-peristiwa yang membangun cerita. Tokoh utama

yang mewakili sifat-sifat terpuji biasa disebut tokoh

protagonist. Tokoh utama penentang utama dari protagonis

adalah antagonis/atau tokoh lawan. Di samping protagonis dan

antogonis, termasuk tokoh sentral adalah wirawan atau

wirawati, yaitu tokoh yang mempunyai keagungan pikiran dan

keluhuran budi yang tercermin di dalam maksud dan

tindakannya (Sudjiman, 1988: 19). Sedangkan yang dimaksud

dengan tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral

kedudukannya di dalam cerita, tetapi kehadirannya sangat

diperlukan untuk menunjang atau mendukung tokoh utama

(Sudjiman, 1988: 20). Tokoh bawahan yang protagonis disebut

Page 12: Dakwah dalam sasteran Islam

26

tokoh andalan. Tokoh-tokoh bawahan tidak memegang

peranan di dalam cerita disebut tokoh tambahan.

Penyajian watak dan penciptaan citra tokoh disebut

penokohan (Sudjiman, 1988: 23). Menurut Suharianto, (1982:

31) penokohan atau perwatakan ialah pelukisan mengenai

tokoh cerita, baik keadaan lahirnya maupun batinnya yang

dapat berupa pandangan hidupnya, sikapnya, keyakinannya,

adat-istiadatnya, dan sebagainya.

Penokohan perlu dilakukan, karena tokoh-tokoh yang

ada dalam cerita merupakan rekaan pengarang sehingga yang

mengenal mereka hanya sang pengarang saja. Agar tokoh

dikenal oleh pembaca, maka perlu digambarkan ciri dan sikap,

baik lahir maupun batinnya. Ada dua cara untuk

menggambarkan tokoh cerita, yaitu cara langsung dan cara tak

langsung. Penokohan secara langsung dilakukan oleh

pengarang dengan cara memaparkan saja watak tokohnya baik

secara fisik atau ciri lahiriyah maupun batin atau watak tokoh,

dan dapat pula menambahkan komentar tentang watak

tersebut. Sedangkan cara tak langsung watak tokoh dapat

disimpulkan pembaca dari pikiran, cakapan, dan lakuan tokoh

yang disajikan pengarang, dapat pula dari penampilan fisiknya

serta gambaran lingkungan atau tempat tokoh. Cakapan dan

lakuan serta pikiran tokoh yang dipaparkan pengarang dapat

Page 13: Dakwah dalam sasteran Islam

27

menyiratkan sifat watak tokoh tersebut (Sudjiman, 1988: 23-

27).

d. Latar atau seting

Segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan

dengan waktu, ruang dan suasana terjadinya peristiwa dalam

suatu karya sastra membangun latar cerita (Sudjiman, 1988:

44). Suatu cerita tak lain merupakan lukisan peristiwa atau

kejadian yang menimpa atau dilakukan oleh satu atau beberapa

orang tokoh pada suatu waktu di suatu tempat.

Dalam suatu sastra novel, latar memberikan informasi

situasi (ruang dan tempat) sebagaimana adanya. Di samping

itu, latar juga berfungsi sebagai proteksi keadaan batin para

tokoh, latar menjadi metafor dari keadaan emosional dan

spiritual tokoh.

Hudson (melalui Sudjiman, 1988: 44) membagi latar

menjadi latar sosial dan latar fisik/material. Latar sosial

menggambarkan keadaan masyarakat, kelompok sosial dan

sikapnya, adat kebiasaan, cara hidup, dan bahasa yang melatari

suatu peristiwa. Sedangkan latar fisik adalah tempat dalam

wujud fisiknya seperti bangunan, daerah, dan waktu yang

melatari suatu peristiwa. Secara sederhana latar dapat

dikatakan segala keterangan, petunjuk, pengacuan, yang

berkaitan dengan waktu, ruang, suasana terjadinya peristiwa

dalam suatu karya sastra. Di samping itu, aspek ruang dalam

Page 14: Dakwah dalam sasteran Islam

28

menggambarkan tempat/lokasi terjadinya peristiwa dalam

cerita adalah sangat penting. Aspek waktu adalah seluruh

rentangan waktu atau jangkauan yang digambarkan dalam

cerita. Adapun aspek suasana adalah aspek yang melukiskan

suasana sekeliling saat terjadinya peristiwa yang menjadi

pengiring atau latar belakang kejadian yang penting

menentukan latar cerita.

Tokoh dan latar merupakan dua unsur yang erat

hubungan dan tunjang menunjang. Untuk membuat tokoh-

tokoh yang meyakinkan, pengarang harus melengkapi diri

dengan pengetahuan yang luas tentang sifat manusia, serta

kebiasaan bertindak dan berujar dalam lingkungan masyarakat

yang dijadikan latar cerita.

Latar dalam fiksi bukan hanya sekedar background yang

menunjukkan tempat dan kapan terjadinya. Sebuah cerpen dan

novel memang harus terjadi di suatu tempat dan dalam suatu

waktu, harus ada tempat dan ruang kejadian (Sumarjo, 1988:

95).

Dengan kata lain, latar tidak hanya terbatas pada waktu

dan tempat terjadinya peristiwa, tetapi terdapat beberapa unsur

lain yang termasuk di dalamnya antara lain suasana, alam atau

lingkungan, dan periode.

Page 15: Dakwah dalam sasteran Islam

29

2.1.2 Kajian Tentang Dakwah

1. Pengertian Dakwah

Dakwah pada hakekatnya adalah mengajak kepada diri

sendiri maupun kepada orang lain untuk berbuat baik sesuai

dengan ketentuan-ketentuan yang diajarkan Allah melalui Al-

Qur'an dan Nabi SAW melalui haditsnya, sedangkan arti ajakan

tersebut berasal dari kata da’a, yad’u da’watan (da’wah). Jadi

dakwah dalam pengertian ini bisa dikatakan amar ma’ruf nahi

munkar (Abda, 1994: 29). Hal ini dapat kita lihat pada surat An-

Nahl 125 :

يي هبالت ملهادجو ةنسالح ظةعوالمو ةكمبالح كببيل رإلى س عاد يندتهبالم لمأع وهو هبيلس نل عض نبم لمأع وه كبإن ر نسأح

)125: النحل (

"Serulah (manusia) kepada jalan tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah dengan cara yang baik. Sesungguhnya tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk" (Q.S An-Nahl 125)

Berdasarkan ayat di atas dapat diketahui bahwa dakwah

semata-mata merupakan ajakan, dorongan, atau memanggil,

sebagaimana Dzikron Abdullah (1987:7) menyatakan bahwa

dakwah menurut bahasa adalah sebagai bentuk masdar dari kata

kerja da’a-yad’u. Sedangkan dakwah menurut istilah secara garis

besar ada dua pengertian yang selama ini terdapat dalam

pemikiran dakwah, pertama bahwa dakwah diberi pengertian

Page 16: Dakwah dalam sasteran Islam

30

tabligh atau penyebaran atau penerangan agama, kedua dakwah

sebagai semua usaha untuk menyebarluaskan Islam dan merealisir

ajarannya di tengah masyarakat dan kehidupannya, agar mereka

memeluk Islam dan mengamalkannya (1987:7).

Dari beberapa pengertian dakwah di atas, dapat penulis

simpulkan bahwa pengertian dakwah adalah suatu proses kegiatan

mengajak umat manusia untuk memeluk dan mentaati ajaran Islam

tanpa adanya unsur paksaan dari pihak manapun, untuk merubah

cara berpikir, bertindak dan bersikap sesuai dengan hukum Islam

untuk mencapai kebahagiaan dan kemaslahatan hidup di dunia dan

di akhirat yang diridhai Allah SWT.

2. Materi Dakwah

Materi dakwah adalah pesan yang disampaikan oleh da’i

kepada mad’u yang mengandung kebenaran dan kebaikan bagi

manusia yang bersumber dari Al-Qur'an dan Hadits. Dengan

demikian materi dakwah merupakan inti dari dakwah itu sendiri.

Agar dakwah bisa dijalankan maka seorang da’i dalam

melaksanakan dakwahnya harus terlebih dahulu mempersiapkan

materi dakwahnya. Oleh karena itu materi dakwah mempunyai

peranan yang sangat penting dalam sukses tidaknya atau bias

diterima atau tidaknya dakwah yang dilakukan oleh seorang da’i

Sebenarnya materi dakwah dalam Islam itu sangat erat

kaitannya dengan tujuan yang hendak dicapai oleh seorang da’i.

jadi tema atau materi dakwah itu bergantung pada apa yang

Page 17: Dakwah dalam sasteran Islam

31

diinginkan oleh oleh da’i, tetapi materi dakwah yang disampaikan

itu tentunya disesuaikan dengan apa yang sedang diharapkan oleh

mad’u (obyek dakwahnya) agar materi yang disampaikan oleh da’i

dapat diterima oleh mad’u.

Menurut Ali Aziz (2004 : 94-95) dakwah secara global

dapat diklasifikasikan menjadi tiga pokok, yaitu :

1. Aqidah (keimanan)

Aqidah merupakan landasan pokok dalam Islam bersifat

I’tiqad bathiniyah yang mencakup masalah-masalah yang erat

hubungannya dengan rukun iman yang terdiri dari; iman

kepada Allah, iman kepada Malaikat-Nya, Iman kepada Kitab-

Kitab-Nya, iman kepada Rasul-Rasul-Nya, iman kepada Hari

Akhir dan iman kepada Qadha dan Qadhar. Bila manusia telah

mempunyai keimanan terhadap rukun iman tersebut maka

akan mempermudah seorang da’i dalam menjalankan misi

dakwahnya dan pada tahap selanjutnya akan dapat

merealisasikannya sehingga akan membentuk manusia yang

beriman, bertaqwa dan berakhlakul karimah.

2. Syari’ah (keislaman)

Syari’ah pada dasarnya merupakan aturan yang

diciptakan oleh Allah yang dipakai oleh Islam dalam

mengamalkan ajaran-ajarannya, baik yang berhubungan

dengan Tuhan maupun dengan sesama manusia. Bila manusia

mampu menjalankan ajaran Islam (syari’ah) maka akan

Page 18: Dakwah dalam sasteran Islam

32

mendapatkan kebahagiaan ketenangan, ketentraman,

kebahagiaan lahir dan batin di dunia dan akhirat.

Adapun pembagian materi dalam syari’ah pada dasarnya

ada dua macam, yaitu :

a) Ibadah merupakan serangkaian ajaran yang menyangkut

aktifitas muslim dan semua aspek kehidupan yang

meliputi; thaharah, shalat, zakat, shaum dan haji.

b) Muamalah, mengkaji masalah yang lebih menitikberatkan

pada aspek kehidupan sosial yang meliputi; hukum perdata

(hukum niaga, hukum nikah, hukum waris, dan lain

sebagainya). Serta hukum publik yang meliputi; hukum

pidana, hukum negara, hukum perang dan damai, dan lain

sebagainya. (Aziz, 2004; 94-95)

3. Akhlak (budi pekerti)

Akhlak sebenarnya merupakan pelengkap bagi manusia

untuk mencapai keimanan dan keislaman yang sempurna,

yaitu bagaimana tata cara manusia dalam berhubungan dengan

sang khaliq, dengan sesama manusia, maupun dengan isi alam

semesta yang lain (Syukir, 1983 ; 60-62).

Dengan demikian kedudukan akhlak ini sangat penting

karena dibutuhkan oleh manusia agar manusia mampu

menempatkan diri bagaimana berhubungan dengan Tuhan,

sesama manusia maupun makhluk lain yang ada di dunia ini.

Page 19: Dakwah dalam sasteran Islam

33

Dari klasifikasi materi dakwah di atas dapat digambarkan

dalam bagan berikut ini :

1. Kepada Allah 2. Kepada Malaikat 3. Kepada Kitab-kitab-Nya 4. Kepada Rasul-rasul 5. Kepada Hari Akhir 6. Kepada Qadla dan Qadar

Rukun Iman Aqidah

1. Thaharah 2. Salat 3. Zakat 4. Puasa 5. Haji

Rukun Islam Ibadah

Muamalah

Syari'ah Islam

1. Hukum 2. Pendidikan 3. Politik 4. Ekonomi 5. Keluarga 6. Sosial 7. Budaya 8. Filsafat, dsb

Tasawuf Tarikat Terhadap Khalik

Akhlak Ihsan

Terhadap Makhluk

Hidup

Mati

Manusia

Bukan Manusia

1. Diri Sendiri 2. Keluarga 3. Tetangga 4. Masyarakat

1. Nabati 2. Hewani 3. Bumi, Air, dll

Gambar : materi Dakwah dikutip dari Muhammad Daud Ali

Page 20: Dakwah dalam sasteran Islam

34

3. Media Dakwah

Yang dimaksud dengan media dakwah adalah alat obyektif

yang menjadi saluran, yang menghubungkan ide dengan umat,

suatu elemen yang vital dan merupakan urat nadi dalam totaliteit

dakwah.

Dalam arti sempit media dakwah dapat diartikan sebagai alat

bantu dakwah, atau yang popular di dalam proses belajar mengajar

disebut dengan istilah alat peraga. Alat bantu berarti media

dakwah memiliki peranan atau kedudukan sebagai penunjang

tercapainya tujuan. Artinya proses dakwah tanpa adanya media

masih dapat mencapai tujuan yang semaksimal mungkin. (Syukir,

1983 : 164).

Aminuddin Sanwar (1986 ; 77-78) mengklasifikasikan

media dakwah dalam berbagai bentuk, yaitu

a. Dakwah melalui saluran lisan ialah dakwah secara langsung

dimana da’i menyampaikan ajakan dakwahnya kepada mad’u.

b. Dakwah melalui saluran tertulis ialah kegiatan dakwah yang

dilakukan melalui tulisan-tulisan.

c. Dakwah melalui alat visual ialah kegiatan dakwah yang

dilakukan dengan melalui alat-alat yang dapat dilihat dan

dinikmati oleh mata manusia.

d. Dakwah melalui alat audio ialah alat yang dapat dinikmati

melalui pendengaran.

Page 21: Dakwah dalam sasteran Islam

35

e. Dakwah melalui alat audio visual yaitu alat yang dipakai untuk

menyampaikan pesan dakwah yang dapat dinikmati dengan

melihat dan mendengar.

f. Dakwah melalui keteladanan ialah bentuk penyampaian pesan

dakwah melalui bentuk percontohan atau keteladanan dari

da’i.

Amin Rais mengatakan semua bidang kehidupan dapat

dijadikan arena dakwah, dan seluruh kegiatan hidup manusia bisa

digunakan sebagai sarana atau media dakwah, kegiatan politik,

sebagaimana kegiatan ekonomi, usaha-usaha sosial, gerakan-

gerakan budaya, kegiatan ilmu dan teknologi, kreasi seni,

kodifikasi hukum, dan lain sebagainya, bagi orang muslim

seharusnya memang menjadi alat dakwah (Rais, 1987: 27).

Apabila dihubungkan dengan komunikasi dakwah berarti

suatu alat (channel) yang dijadikan penghubung, perantara untuk

menyampaikan pesan dakwah (message) kepada mad’u (receiver)

sebagai obyek dakwah. (Yakub, 1986: 47).

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

media dakwah merupakan sarana yang dapat membantu suatu

proses dakwah untuk mencapai sasarannya secara efektif dan

efisien, dan peranannya sangat penting sebab akan membantu

tercapainya tujuan dalam dakwah.

Page 22: Dakwah dalam sasteran Islam

36

2.1.3 Novel Sebagai Media Dakwah

Novel sebagai sebuah karya sastra menawarkan sebuah dunia,

dunia yang berisi model. Kehidupan yang ideal, dunia imajinatif yang

dibangun melalui berbagai unsur intrinsik seperti plot/alur,

penokohan, latar dan sudut padang yang tentunya juga bersifat

imajinatif. Kesemua itu walau bersifat noneksistensial (dengan sengaja

dikreasikan oleh pengarang) namun dibuat mirip, diimitasikan dan

dianalogikan dengan dunia nyata lengkap dengan peristiwa-peristiwa

sehingga tampak sungguh-sungguh ada dan terjadi (Nurgiyantoro,

1995 : 4).

Menurut H.T (2001 : 36) setidaknya ada 2 kecenderungan besar

dalam novel-novel Indonesia akhir-akhir ini. Yang pertama,

kecenderungan munculnya novel yang terintegrasi; adalah novel yang

menyajikan struktur yang mendukung sistem sosial-ekonomi yang

ada. Kecenderungan kedua (2) yaitu munculnya novel yang tidak

terintegrasi; yaitu adalah novel yang tidak mendukung hal itu.

Novel yang terintegrasi dapat dibedakan menjadi dua macam,

yakni (a) novel yang menggunakan tradisi sebagai alat untuk

penyesuaian dengan sistem yang ada itu, dan (b) novel yang

menggunakan agama Islam untuk tujuan tersebut. Novel yang tak

terintegrasipun dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni (a) novel

yang memberikan alternatif baru, dan (b) novel yang hanya melakukan

semacam teror, tanpa memberi alternatif. (Sastrowardoyo, 1988 : 136-

137)

Page 23: Dakwah dalam sasteran Islam

37

Dalam kecenderungan novel yang menggunakan agama Islam

sebagai penyesuaian sistem yang ada, seringkali agama Islam berperan

sebagai solusi atas masalah-masalah yang ditampilkan dalam cerita

novel tersebut.

Novel suatu karya sastra ditulis orang bukan semata-mata

merupakan karya yang dihayal-hayal belaka, tetapi di dalamnya

pertaruhan nilai-nilai juga analisis terhadap suatu masalah. (Sarjono,

2001; 45)

Dengan demikian maka jelas hal-hal yang bersifat intelektual

bisa juga ditemukan dalam karya sastra (novel). Bahkan banyak karya

sastra (novel) yang bersifat religius sebagaimana diungkapkan oleh

Danarto bahwa tak sedikit karya sastra yang berangkat dari hadits Nabi

dan ayat-ayat al-Qur’an. Jadi nilai spiritualitas di dalam karya sastra

khususnya novel itu selalu bermuara pada agama atau nilai-nilai

tradisi.

Dalam kehidupan manusia, sebagai hasil karya seni novel bisa

menjadi tempat kehadiran ilahi. Novel juga bisa membantu masyarakat

memahami realitas sosial. Di sinilah novel akan menjadi sangat

penting keberadaannya sebagai media penyampai pesan. Dalam

pembacaan novel di Indonesia ada dua jenis yaitu; pertama, pembaca

pemburu informasi, adalah mereka yang membaca artikel di surat

kabar dan majalah, membaca buku serta menonton televise atau

mendengarkan radio pada saat warta disiarkan. Kedua, pembaca yang

haus hiburan. Mereka ini bukan pembaca, mereka lebih suka menonton

Page 24: Dakwah dalam sasteran Islam

38

televisi, mendengarkan lagu dan sandiwara di radio. Pada dasarnya

mereka masih berbudaya lisan. Kalaupun pembaca yang mereka baca

adalah novel, pop, komik dan majalah hiburan yang fungsinya hanya

untuk mengisi waktu luang.

Dari keseluruhan uraian di atas dalam kondisi tertentu novel

dapat digunakan sebagai media dakwah. Media yang

mempertontonkan segala bentuk keindahan, kreativitas kata-kata

sebagai karya intelektual dan sebagai penyampai pesan-pesan dakwah

serta dapat dijadikan sebagai media dakwah sebab pada hakekatnya

dakwah adalah sebuah proses komunikasi.

2.2 Sastra Diseputar Munculnya Teks

Berbicara tentang sastra, secara tidak langsung membahas manusia

dan masyarakatnya. Didalamnya kita akan melihat sisi kehidupan manusia

perorangan, manusia dalam kelompok atau manusia dalam lingkup yang

lebih luas, bahkan karya sastra juga membicarakan masyarakat itu sendiri.

Menurut Jabrohim (2003 : 148) dalam menghadapi karya sastra pada

hakekatnya masuk dalam satu suasana berdialog. Dengan kata lain, dalam

komunikasi sastra, kedua pihak yaitu teks (karya sastra) dan pembaca

(masyarakat) saling berinteraksi.

Sebagaimana Ahmad Tohari, dalam menggali permasalahan, memilih

tokoh, peristiwa, dan latar ceritanya, yang tampak menonjol dalam hampir

seluruh karya sastranya adalah permasalahan kehidupan yang dialami tokoh-

tokoh yang tergolong "wong cilik" atau orang kecil, baik di desa maupun di

kota.

Page 25: Dakwah dalam sasteran Islam

39

Sastra dapat dipandang sebagai gejala sosial yang ditulis pada suatu

kurun waktu tertentu yang berkaitan dengan norma-norma dan adat istiadat

jaman itu. Pengarang mengubah karyanya selaku warga masyarakat dan

menyapa pembaca yang sama-sama dengan dia sebagai warga masyarakat

tersebut (Sarjono, 2001 : 23). Sebagai contoh dalam novel Kubah, Ahmad

Tohari yang diilhami kasus tragedy Nasional 30 September 1965, ia

mengungkapkan sebuah fenomena sosial yang khas dalam konteks politik di

Indonesia yang digambarkan melalui tokoh Karman yang tidak berdaya

melawan arus kehidupan politik di sekitarnya sehingga terpaksa menjadi

korban sistem politik.

Karya sastra hadir untuk memperluas, memperdalam, dan

mempertajam kewaspadaan kita terhadap wacana kehidupan, yang tidak lain

merupakan manifestasi, potret manusia yang tumbuh dan berkembang dari

satu zaman ke zaman yang lain. Sastra juga memberi keleluasaan ruang

untuk memahami manusia dan dunia dengan baik dan lebih arif, karena dia

bisa merefleksikan diri sebagai dokumen kemanusiaan yang berdampingan

dengan sejarah kebenaran (Jabrohim, 2003 : 148). Konsep tersebut novel

Kubah dapat digambarkan dengan pemahaman dan pemaafan masyarakat

desa Pegaten terhadap pribadi (Karman) yang telah menyadari kesalahan

atau ketersesatannya untuk mendapatkan kembali harkat kemanusiaannya.