Top Banner
Utama 2 Suara Pembaruan Kamis, 5 Januari 2017 [JAKARTA] Operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK terhadap Bupati Klaten, Jawa Tengah, Sri Suhartini terkait kasus suap jabatan menguak praktik jual-beli jabatan di sejumlah daerah. Komite Aparatur Sipil Negara (KASN) mengungkapkan, praktik dagang jabatan itu sudah lama terjadi. Harga per jabatan berkisar antara Rp 50 juta hingga Rp 500 juta, sehingga uang yang beredar terkait praktik dagang jabatan itu sepanjang 2015-2016 diperkirakan men- capai Rp 35 triliun. Berdasarkan temuan KASN, uang hasil jual-beli jabatan itu digunakan untuk dana kampanye pemilih- an umum kepala daerah (pilkada). Wakil Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Irham Dilmy mengungkapkan, salah satu motif jual-beli jabatan di daerah untuk mendapatkan dana pilkada atau mengemba- likan dana pilkada yang sudah dikucurkan. “Kepala daerah petahana mau maju lagi, sehingga dia memanfaatkan ASN di lingkung annya. Petahana tanya ke birokrat, ‘Saya mau maju di pilkada. Mau kasih berapa kepada saya, kalau mau posisi jabatan tetap aman. Kalau tidak, saya ganti dengan orang yang mau bayar lebih besar’,” ujar Irham kepada SP di Jakarta, Kamis (5/1). Selain itu, ujarnya, tidak menutup kemungkinan kepala daerah terpilih memanfaatkan rotasi atau mutasi jabatan untuk mengembalikan uang yang sudah dihabiskan selama pilkada. Umumnya, kata dia, kepala daerah terpilih mema- tok harga untuk setiap jabatan. “Kalau dulu, modusnya melalui jual-beli calon pegawai negeri sipil (CPNS). Sekarang, tidak bisa lagi, karena seleksi CPNS melalui sistem online. Yang paling mungkin sekarang adalah melalui jual-beli jabatan, sehingga penempatan posisi di setiap jabatan tidak lagi berdasarkan kualitas, integritas, dan rekam jejak, tetapi ber- gantung pada bayaran,” ujarnya. Dalam menjalankan prak- tik jual-beli jabatan ini, tutur Irham, kepala daerah biasanya memanfaatkan orang keper- cayaanya untuk melakukan tawar menawar. Operator di lapangan itu bisa Sekretaris Daerah, kepala BKD, atau kepala dinas tertentu yang menjadi orang kepercayaan kepala daerah. “Biasanya, tim sukses atau keluarga gubernur, bupati, dan wali kota yang menjadi orang kepercayaan kepala daerah untuk menjadi operator di lapangan,” katanya. Cara untuk mengatasi dagang jabatan dengan tidak memilih kepala daerah yang kualitas dan integritasnya rendah. Menurut Irham, sebe- narnya sangat mudah untuk mengukur itu, karena orang di daerah sudah pasti saling kenal dan tahu latar belakang masing-masing calon. Selain itu, kata dia, perlu dilakukan pengawasan dan perekrutan jabatan birokrasi secara terbuka dan menggu- nakan sistem teknologi infor- masi. Menurutnya, panitia seleksi harus mampu memilih birokrat-birokrat yang bagus dan penempatannya sesuai dengan kemampuan atau keahlian yang bersangkutan. “Kami juga mendorong agar sistem pengawasan atau inspektorat di daerah perlu diubah. Inspektorat selama ini tidak efektif melakukan pen- gawasan, karena berada di bawah kepala daerah atau menjadi bagian dari birokrasi. Karena itu, agar efektif, ins- pektorat harus di luar, bisa langsung di bawah inspektorat pusat. Ini yang kaim dorong dalam RUU Pengawasan Internal yang sedang dibahas di DPR,” katanya. Hingga Rp 500 Juta Irham juga mengungkap- kan, praktik jual-beli jabatan, baik di tingkat pusat maupun daerah, sudah lama terjadi. Setiap jabatan dipatok dengan harga kisaran Rp 50 juta sam- pai Rp 500 juta, bergantung pada jabatan atau posisi di birokrasi. “Sejauh yang kami amati, kisaran harga setiap jabatan sekitar Rp 50 juta, Rp 100 juta, Rp 200 juta, bahkan ada yang sampai Rp 500 juta untuk setiap posisi,” ujarnya. Dikatakan, pada 2015, pemerintah membentuk Tim Independen Reformasi Birokrasi Nasional. Tim ini, kata dia, pernah melakukan perhitungan dugaan jual-beli jabatan untuk 250 jabatan eselon IV, eselon III, dan eselon II, baik di intansi pusat maupun daerah. “Ini cerita 2015. Tim Independen Reformasi Birokrasi Nasional pernah melakukan perhitungan jual -beli jabatan untuk 250 jabat- an baik di daerah maupun di kementerian/lembaga. Tetapi, jumlah di K/L sangat sedikit, karena pengawasannya ketat dan mudah dilacak. Maka, lahir angka Rp 50 juta sampai Rp 500 juta per jabatan atau posisi,” ujarnya. Berpatokan pada perhi- tungan tersebut, lanjut Irham, maka Ketua KASN Sofian Effendi mengatakan, uang hasil jual-beli jabatan di sejumlah institusi di Indonesia selama 2016 jika dijumlah diperkira- kan mencapai Rp 35 triliun. “Seperti di Klaten, misal- nya, ada 850 jabatan dan dikalikan Rp 50 juta (uang suap) sudah berapa triliun? Belum yang jual-beli formasi pegawai mulai dari Rp 75 juta sampai Rp 250 juta,” ujar Sofian, beberapa waktu lalu. Mendukung Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan, pihaknya men- dukung penuh upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar praktik dugaan suap penempatan jabatan di daerah. Sebab, kata Tjahjo, praktik kotor tersebut dapat merusak birokrasi. “Prinsipnya, Kemdagri mendukung penuh langkah KPK. Praktik suap penempat- an jabatan itu telah merusak sistem birokrasi,” kata Mendagri kepada SP di Jakarta, Kamis (5/1). Dia menambah- kan, modus dagang jabatan juga menciptakan birokrasi yang tidak bersih dan berwi- bawa. Dukungan serupa juga disampaikan Pelaksana Tugas (Plt) Inspektur Jenderal Kemdagri, Sri Wahyuningsih. Menurut Sri, kasus dugaan suap pengangkatan pejabat dengan tersangka Bupati Klaten dapat menjadi pembelajaran yang sangat positif. “Kami mendukung KPK. Kalau ter- jadi seperti itu (dagang jabat- an), kasihan dengan kualitas Aparatur Sipil Negara yang bagus dan memiliki kapasitas serta kapabilitas,” ujarnya. Dia menyatakan, penga- wasan penempatan jabatan di daerah oleh Kemdagri sudah sangat maksimal. Saran dan pertimbangan, lanjutnya, apabila terdapat kekeliruan telah diberikan. “Pengawasan memang di inspektorat masing -masing provinsi dan kabupa- ten kota. Kami, di Kemdagri sudah profesional dalam memberikan saran. Tetapi, kalau tidak digubris, bagaima- na?” ujarnya. Dia menjelaskan, inspek- torat daerah memang berada di bawah kepala daerah. Saat ini, tengah dicari solusi agar inspektorat menjadi vertikal ke pusat. Dengan begitu, menurutnya, diharapkan inde- pendensi inspektorat lebih terjamin. “Kita cari solusi supaya vertikal. Dulu vertikal, tanggung jawab langsung kepada Presiden melalui Mendagri,” jelasnya. Dia mengatakan, arogansi kekuasaan dan kewenangan kepala daerah masih sangat tinggi terkait penempatan jabatan. Padahal, perekrutan pejabat harus dilaksanakan terbuka. “Kalau proseduralnya, open bidding (lelang terbuka) jabatan. Tetapi, sekarang ini arogansi kepala daerah yang muncul. Kadang-kadang, semaunya sendiri,” kata Wakil Ketua Satgas Saber Pungli itu. Sebelumnya, Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah (Otda) Kemdagri, Sumarsono mengatakan, tidak ada yang keliru dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18/2016 tentang Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Dia pun menampik anggapan Kelemahan Kemdagri dari segi pengawasan penerapan PP. “Jadi, bukan karena peng- awasan kami yang kurang. (Suap) lebih pada faktor indi- vidual yang memainkan peluang-peluang yang ada. Kekuasaan cenderung korup- si. Tinggal, ketahuan atau tidak saja. Pengawasannya sudah melekat,” kata Sumarsono. [YUS/C-6] Dagang Jabatan untuk Modal Kampanye P artai Hati Nurani Rakyat (Hanura) menggelar Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) akhir Desember lalu. Hasilnya Oesman Sapto Odang (OSO) terpilih sebagai ketua umum menggantikan Wiranto. Wiranto mengun- durkan diri karena saat ini sedang menjabat Menko Polhukam. Saat ini, struktur kepengurusan baru sedang disusun antara OSO dan Wiranto sebagai formatur. Informasi yang dipero- leh SP menyebutkan, susunan kepengurusan sudah selesai disusun. Mantan politisi Partai Demokrat, Gede Pasek Suardika ditunjuk sebagai Sekjen Hanura yang baru. “OSO merasa pas dengan Pasek. Mereka sudah kenal dekat selama berada di Dewan Perwakilan Daerah (DPD),” kata sebuah sumber di Jakarta, Kamis (5/1). Ia menjelaskan penun- jukan Pasek sekaligus untuk menarik gerbong mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum untuk berga- bung ke Hanura. Pasek adalah orang dekat Anas dan sama-sama pernah di Demokrat. Pasek juga Sekjen Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) yang dipimpin Anas Urbaningrum. “Ini strategis OSO membesarkan Hanura. Dia mau menampung semua politisi yang sudah tidak nyaman di partai lamanya,” ujar sumber tersebut. Menurutnya, penempatan Pasek sebagai Sekjen juga untuk menarik anggota DPD masuk Hanura. Pasalnya, OSO dan Pasek adalah ang- gota DPD aktif saat ini. “Selama ini, banyak anggota DPD mau masuk partai. Namun mereka tidak mendapatkan partai yang pas karena harus bersaing dengan kader lama yang telah menjadi anggota DPR. Maka terpilihnya OSO dan Pasek di Hanura dapat menjadi gerbong bagi anggota DPD untuk masuk partai. Mereka berharap mendapatkan prioritas pada penentuan caleg di Pemilu 2019 mendatang,” tuturnya. Dia menambahkan, saat ini sudah ada anggota DPD dari 17 provinsi yang mau bergabung ke Hanura. Total sampai saat ini sudah ham- pir 40 anggota DPD aktif yang mau bergabung. [R-14] Pasek Jadi Sekjen Hanura? ANTARA/WIDODO S JUSUF Dua petugas KPK membawa barang bukti yang akan ditunjukkan dalam keterangan pers terkait operasi tangkap tangan (OTT) di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, di Kantor KPK, Jakarta, akhir pekan lalu. Kasus ini menguak praktik dagang jabatan di daerah.
1

Dagang Jabatan untuk Modal Kampanye - gelora45.comgelora45.com/news/SP_20170105_2.pdfKomite Aparatur Sipil Negara (KASN) mengungkapkan, praktik dagang jabatan itu ... dan rekam jejak,

Apr 04, 2019

Download

Documents

leque
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Dagang Jabatan untuk Modal Kampanye - gelora45.comgelora45.com/news/SP_20170105_2.pdfKomite Aparatur Sipil Negara (KASN) mengungkapkan, praktik dagang jabatan itu ... dan rekam jejak,

Utama2 Sua ra Pem ba ru an Kamis, 5 Januari 2017

[JAKARTA] Operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK terhadap Bupati Klaten, Jawa Tengah, Sri Suhartini terkait kasus suap jabatan menguak praktik jual-beli jabatan di sejumlah daerah. Komite Aparatur Sipil Negara (KASN) mengungkapkan, praktik dagang jabatan itu sudah lama terjadi.

Harga per jabatan berkisar antara Rp 50 juta hingga Rp 500 juta, sehingga uang yang beredar terkait praktik dagang jabatan itu sepanjang 2015-2016 diperkirakan men-capai Rp 35 triliun. Berdasarkan temuan KASN, uang hasil jual-beli jabatan itu digunakan untuk dana kampanye pemilih-an umum kepala daerah (pilkada).

Wakil Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Irham Dilmy mengungkapkan, salah satu motif jual-beli jabatan di daerah untuk mendapatkan dana pilkada atau mengemba-likan dana pilkada yang sudah dikucurkan.

“Kepala daerah petahana mau maju lagi, sehingga dia memanfaatkan ASN di lingkung annya. Petahana tanya ke birokrat, ‘Saya mau maju di pilkada. Mau kasih berapa kepada saya, kalau mau posisi jabatan tetap aman. Kalau tidak, saya ganti dengan orang yang mau bayar lebih besar’,” ujar Irham kepada SP di Jakarta, Kamis (5/1).

Selain itu, ujarnya, tidak menutup kemungkinan kepala daerah terpilih memanfaatkan rotasi atau mutasi jabatan untuk mengembalikan uang yang sudah dihabiskan selama pilkada. Umumnya, kata dia, kepala daerah terpilih mema-tok harga untuk setiap jabatan.

“Kalau dulu, modusnya melalui jual-beli calon pegawai negeri sipil (CPNS). Sekarang, tidak bisa lagi, karena seleksi CPNS melalui sistem online. Yang paling mungkin sekarang

adalah melalui jual-beli jabatan, sehingga penempatan posisi di setiap jabatan tidak lagi berdasarkan kualitas, integritas, dan rekam jejak, tetapi ber-gantung pada bayaran,” ujarnya.

Dalam menjalankan prak-tik jual-beli jabatan ini, tutur Irham, kepala daerah biasanya memanfaatkan orang keper-cayaanya untuk melakukan tawar menawar. Operator di lapangan itu bisa Sekretaris Daerah, kepala BKD, atau kepala dinas tertentu yang menjadi orang kepercayaan kepala daerah. “Biasanya, tim sukses atau keluarga gubernur, bupati, dan wali kota yang menjadi orang kepercayaan kepala daerah untuk menjadi operator di lapangan,” katanya.

Cara untuk mengatasi dagang jabatan dengan tidak memilih kepala daerah yang kualitas dan integritasnya rendah. Menurut Irham, sebe-narnya sangat mudah untuk mengukur itu, karena orang di daerah sudah pasti saling kenal dan tahu latar belakang masing-masing calon.

Selain itu, kata dia, perlu dilakukan pengawasan dan perekrutan jabatan birokrasi secara terbuka dan menggu-nakan sistem teknologi infor-masi. Menurutnya, panitia seleksi harus mampu memilih birokrat-birokrat yang bagus dan penempatannya sesuai dengan kemampuan atau keahlian yang bersangkutan.

“Kami juga mendorong agar sistem pengawasan atau inspektorat di daerah perlu diubah. Inspektorat selama ini tidak efektif melakukan pen-gawasan, karena berada di bawah kepala daerah atau menjadi bagian dari birokrasi. Karena itu, agar efektif, ins-pektorat harus di luar, bisa langsung di bawah inspektorat pusat. Ini yang kaim dorong dalam RUU Pengawasan Internal yang sedang dibahas di DPR,” katanya.

Hingga Rp 500 JutaIrham juga mengungkap-

kan, praktik jual-beli jabatan, baik di tingkat pusat maupun daerah, sudah lama terjadi.

Setiap jabatan dipatok dengan harga kisaran Rp 50 juta sam-pai Rp 500 juta, bergantung pada jabatan atau posisi di birokrasi. “Sejauh yang kami amati, kisaran harga setiap jabatan sekitar Rp 50 juta, Rp 100 juta, Rp 200 juta, bahkan ada yang sampai Rp 500 juta untuk setiap posisi,” ujarnya.

Dikatakan, pada 2015, pemerintah membentuk Tim Independen Reformasi Birokrasi Nasional. Tim ini, kata dia, pernah melakukan perhitungan dugaan jual-beli jabatan untuk 250 jabatan eselon IV, eselon III, dan eselon II, baik di intansi pusat maupun daerah.

“Ini cerita 2015. Tim Independen Reformasi Birokrasi Nasional pernah melakukan perhitungan jual-beli jabatan untuk 250 jabat-an baik di daerah maupun di kementerian/lembaga. Tetapi, jumlah di K/L sangat sedikit, karena pengawasannya ketat dan mudah dilacak. Maka, lahir angka Rp 50 juta sampai Rp 500 juta per jabatan atau

posisi,” ujarnya.Berpatokan pada perhi-

tungan tersebut, lanjut Irham, maka Ketua KASN Sofian Effendi mengatakan, uang hasil jual-beli jabatan di sejumlah institusi di Indonesia selama 2016 jika dijumlah diperkira-kan mencapai Rp 35 triliun.

“Seperti di Klaten, misal-nya, ada 850 jabatan dan dikalikan Rp 50 juta (uang suap) sudah berapa triliun? Belum yang jual-beli formasi pegawai mulai dari Rp 75 juta sampai Rp 250 juta,” ujar Sofian, beberapa waktu lalu.

MendukungMenteri Dalam Negeri

(Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan, pihaknya men-dukung penuh upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar praktik dugaan suap penempatan jabatan di daerah. Sebab, kata Tjahjo, praktik kotor tersebut dapat merusak birokrasi.

“Prinsipnya, Kemdagri mendukung penuh langkah KPK. Praktik suap penempat-an jabatan itu telah merusak sistem birokrasi,” kata Mendagri kepada SP di Jakarta, Kamis (5/1). Dia menambah-kan, modus dagang jabatan juga menciptakan birokrasi yang tidak bersih dan berwi-bawa.

Dukungan serupa juga disampaikan Pelaksana Tugas (Plt) Inspektur Jenderal Kemdagri, Sri Wahyuningsih. Menurut Sri, kasus dugaan suap pengangkatan pejabat dengan tersangka Bupati Klaten dapat menjadi pembelajaran yang sangat positif. “Kami mendukung KPK. Kalau ter-jadi seperti itu (dagang jabat-an), kasihan dengan kualitas Aparatur Sipil Negara yang bagus dan memiliki kapasitas serta kapabilitas,” ujarnya.

Dia menyatakan, penga-wasan penempatan jabatan di daerah oleh Kemdagri sudah

sangat maksimal. Saran dan pertimbangan, lanjutnya, apabila terdapat kekeliruan telah diberikan. “Pengawasan memang di inspektorat masing-masing provinsi dan kabupa-ten kota. Kami, di Kemdagri sudah profesional dalam memberikan saran. Tetapi, kalau tidak digubris, bagaima-na?” ujarnya.

Dia menjelaskan, inspek-torat daerah memang berada di bawah kepala daerah. Saat ini, tengah dicari solusi agar inspektorat menjadi vertikal ke pusat. Dengan begitu, menurutnya, diharapkan inde-pendensi inspektorat lebih terjamin. “Kita cari solusi supaya vertikal. Dulu vertikal, tanggung jawab langsung kepada Presiden melalui Mendagri,” jelasnya.

Dia mengatakan, arogansi kekuasaan dan kewenangan kepala daerah masih sangat tinggi terkait penempatan jabatan. Padahal, perekrutan pejabat harus dilaksanakan terbuka. “Kalau proseduralnya, open bidding (lelang terbuka) jabatan. Tetapi, sekarang ini arogansi kepala daerah yang muncul. Kadang-kadang, semaunya sendiri,” kata Wakil Ketua Satgas Saber Pungli itu.

Sebelumnya, Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah (Otda) Kemdagri, Sumarsono mengatakan, tidak ada yang keliru dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18/2016 tentang Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Dia pun menampik anggapan Kelemahan Kemdagri dari segi pengawasan penerapan PP.

“Jadi, bukan karena peng-awasan kami yang kurang. (Suap) lebih pada faktor indi-vidual yang memainkan peluang-peluang yang ada. Kekuasaan cenderung korup-si. Tinggal, ketahuan atau tidak saja. Pengawasannya sudah melekat,” kata Sumarsono. [YUS/C-6]

Dagang Jabatan untuk Modal Kampanye

Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) menggelar

Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) akhir Desember lalu. Hasilnya Oesman Sapto Odang (OSO) terpilih sebagai ketua umum menggantikan Wiranto. Wiranto mengun-durkan diri karena saat ini sedang menjabat Menko Polhukam. Saat ini, struktur kepengurusan baru sedang disusun antara OSO dan Wiranto sebagai formatur.

Informasi yang dipero-leh SP menyebutkan, susunan kepengurusan sudah selesai disusun. Mantan politisi Partai

Demokrat, Gede Pasek Suardika ditunjuk sebagai Sekjen Hanura yang baru.

“OSO merasa pas dengan Pasek. Mereka sudah kenal dekat selama berada di Dewan Perwakilan Daerah (DPD),” kata sebuah sumber di Jakarta, Kamis (5/1).

Ia menjelaskan penun-jukan Pasek sekaligus untuk menarik gerbong mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum untuk berga-bung ke Hanura. Pasek adalah orang dekat Anas dan sama-sama pernah di

Demokrat. Pasek juga Sekjen Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) yang dipimpin Anas Urbaningrum.

“Ini strategis OSO membesarkan Hanura. Dia

mau menampung semua politisi yang sudah tidak nyaman di partai

lamanya,” ujar sumber tersebut.

Menurutnya, penempatan Pasek sebagai Sekjen juga untuk menarik anggota DPD masuk Hanura. Pasalnya, OSO dan Pasek adalah ang-gota DPD aktif saat ini.

“Selama ini, banyak anggota DPD mau masuk

partai. Namun mereka tidak mendapatkan partai yang pas karena harus bersaing dengan kader lama yang telah menjadi anggota DPR. Maka terpilihnya OSO dan Pasek di Hanura dapat menjadi gerbong bagi anggota DPD untuk masuk partai. Mereka berharap mendapatkan prioritas pada penentuan caleg di Pemilu 2019 mendatang,” tuturnya.

Dia menambahkan, saat ini sudah ada anggota DPD dari 17 provinsi yang mau bergabung ke Hanura. Total sampai saat ini sudah ham-pir 40 anggota DPD aktif yang mau bergabung. [R-14]

Pasek Jadi Sekjen Hanura?

ANTARA/Widodo S JuSuf

Dua petugas KPK membawa barang bukti yang akan ditunjukkan dalam keterangan pers terkait operasi tangkap tangan (oTT) di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, di Kantor KPK, Jakarta, akhir pekan lalu. Kasus ini menguak praktik dagang jabatan di daerah.